Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS TERSTRUKTUR
MATA KULIAH PEMULIAAN TANAMAN
PERKEMBANGAN PEMULIAAN DAN TEKNIK PERSILANGAN PADI
(Oryza sativa) UNTUK PERAKITAN VARIETAS UNGGUL BARU DI
INDONESIA
oleh :
Adhitya Cahya 0910480002
Bayu Widhayasa 0910480026
Dwi Wahyu 0910480050
Eko Wahyudi 0910480054
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno
berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan sub tropis. Bukti sejarah
memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000
tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar
100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah Bangladesh Utara,
Burma, Thailand, Laos dan Vietnam (BPP Teknologi).
Luas pertanaman padi di Indonesia diperkirakan mencapai 11-12 juta ha, yang
tersebar di berbagai tipologi lahan seperti sawah (5,10 juta ha), lahan tadah hujan (2,10
juta ha), lading (1,20 juta ha), dan lahan pasang surut. Lebih dari 90% produksi beras
nasional dihasilkan dari lahan sawah (BPS dalam Susanto et al, 2003). Upaya perakitan
varietas padi di Indonesia ditujukan untuk menciptakan varietas yang berdaya hasil tinggi
dan sesuai dengan kondisi ekosistem, sosial, budaya, serta minat masyarakat. Sejalan
dengan berkembangnya kondisi sosial ekonomi masyarakat, permintaan akan tipe
varietas yang dihasilkan juga berbeda (Susanto et al, 2003).sampai dengan tahun 1970-
an, program pengembangan varietas unggul padi sawah lebih ditekankan pada perbaikan
varietas lokal, terutama untuk memperpendek umur tanaman, sehingga dalam satu tahun
dapat dilakukan panen dua sampai tiga kali.
Untuk mengantisipasi melonjaknya kebutuhan beras dimasa sekarang dan yang akan
datang, perbaikan potensi hasil padi mutlak diperlukan. Wujud nyata terobosan perakitan
varietas padi untuk masa yang akan datang adalah pengembangan padi hibrida dan tipe
baru (Daradjat et al dalam Susanto et al, 2003).
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis tanaman padi.
2. Untuk mengetahui peran tanaman padi di Indonesia.
3. Untuk mengetahui periode pemuliaan tanaman padi di Indonesia.
4. Untuk mengetahui teknik pemuliaan tanaman padi.
C. Manfaat
1. Mengetahui jenis tanaman padi.
2. Mengetahui peran tanaman padi di Indonesia.
3. Mengetahui periode pemuliaan tanaman padi di Indonesia.
4. Mengetahui teknik pemuliaan tanaman padi di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Periode Pemuliaan Padi Sawah di Indonesia
1. Pemuliaan Padi Sawah Tipe Bengawan (1943 – 1967)
Pelepasan varietas padi pertama kali dilakukan pada tahun 1943, yaitu
varietas Bengawan. Varietas tipe Bengawan memiliki latar belakang genetik yang
merupakan perbaikan dari varietas Cina yang berasal dari Cina, Latisail dari India,
dan Benong dari Indonesia.
Karakteristik padi sawah tipe Bengawan adalah umur 140−155 hari setelah
sebar (HSS), tinggi tanaman 145−165 cm, tidak responsif terhadap pemupukan,
rasa nasi pada umumnya enak, dengan daya hasil sekitar 3,50−4 t/ha. Contoh
varietas tipe Bengawan antara lain adalah Bengawan (1943), Jelita (1955), Dara
(1960), Sinta (1963), Bathara (1965), dan Dewi Ratih (1969).
2. Pemuliaan Padi Sawah Tipe IRxx (Multiple Resistance) (1977 – ...)
Varietas tipe IRxx memiliki karakteristik umur sedang (115−125 HSS),
postur tanaman pendek sampai sedang (95−115 cm), bentuk tanaman tegak, posisi
daun tegak, jumlah anakan sedang (15−20), panjang malai sedang (75−125
butir/malai), responsif terhadap pemupukan, daya hasil sedang (4−5 t/ha), tahan
hama dan penyakit utama serta cekaman abiotik, serta rasa nasi antara pera sampai
pulen. Contoh varietas/galur tipe IRxx untuk tahan wereng coklat biotipe 1 adalah
IR26, IR28, IR29, IR30, IR34; tahan wereng coklat biotipe 2 adalah IR32, IR36,
IR42, Kencana Bali, Kelara, Babawee, PTb 33; dan tahan wereng coklat biotipe 3
yaitu IR70, IR68, Bahbutong, Barumun, dan Memberamo.
3. Pemuliaan Padi Sawah Tipe IR64 (1986 − ...)
Varietas IR64 diintroduksi dan dilepas sebagai varietas unggul di Indonesia
pada tahun 1986. Karakteristik varietas tipe IR64 antara lain adalah umur sedang
(100−125 HSS), postur tanaman pendek sampai sedang (95−115 cm), bentuk
tanaman tegak, posisi daun tegak, jumlah anakan sedang (20−25 anakan/rumpun,
dengan anakan produktif 15−16 anakan/rumpun), panjang malai sedang, responsif
4
terhadap pemupukan, tahan rebah, daya hasil agak tinggi (5−6 t/ha), tahan hama
dan penyakit utama, mutu giling baik, dan rasa nasi enak. Contoh varietas tipe
IR64 adalah Way Apo Buru (1988), Widas (1999), Ciherang (2000), Tukad Unda
(2000), dan Konawe (2001).
B. Pemuliaan Padi Hibrida
Padi hibrida merupakan salah satu terobosan untuk mengatasi terjadinya stagnasi
peningkatan potensi hasil varietas-varietas tipe sebelumnya. Pengembangan padi
hibrida diawali dengan penemuan cytoplasmic male sterile (CMS) dan paket
teknologi produksi benih padi hibrida. Teknologi padi hibrida dalam hal ini
memerlukan pemanfaatan tiga galur, yaitu CMS, galur pemulih kesuburan (restorer),
dan galur pelestari (maintainer), sehingga biasa disebut dengan teknik tiga galur.
Selanjutnya berkembang teknik hibrida dua galur yang memanfaatkan galur
environment genic male sterility (EGMS). Galur EGMS dapat menjadi steril pada
kondisi tertentu sehingga dapat digunakan sebagai mandul jantan, tetapi dapat
menjadi fertil pada kondisi yang lain sehingga digunakan untuk memperbanyak galur
EGMS tersebut. Satu galur yang lain adalah tetua jantan.
Negara yang pertama meneliti padi hibrida adalah Cina. Pada tahun 1960 telah
ditemukan CMS yang pertama dan pada tahun 1973 diperoleh hibrida padi yang
pertama. Pada tahun 1976 padi hibrida disebarluaskan kepada petani dan memberikan
nilai standar heterosis 20-30%. Padi hibrida terus berkembang pesat dan pada tahun
1994 lebih dari 50% areal pertanaman padi di Cina telah ditanami padi hibrida.Di
Indonesia, penelitian padi hibrida dimulai pada tahun 1983 setelah diintroduksikan
padi hibrida dari Cina pada tahun 1979.
C. Pemuliaan Padi Tipe Baru
Karakteristik padi tipe baru adalah potensi hasil tinggi, malai lebat (± 250 butir
gabah/malai), jumlah anakan produktif lebih dari 10 dengan pertumbuhan yang
serempak, tanaman pendek (± 90 cm), bentuk daun lebih efisien, hijau tua, senescence
lambat, tahan rebah, perakaran kuat, batang lurus, tegak, besar, dan berwarna hijau
gelap, sterilitas gabah rendah, berumur genjah (100−130 hari), beradaptasi tinggi pada
kondisi musim yang berbeda, IP mencapai 0,60, efektif dalam translokasi fotosintat
dari source ke sink (biji), responsif terhadap pemupukan berat, dan tahan terhadap
hama dan penyakit.
5
BAB III
METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah varietas unggul baru, varietas unggul lokal, galur
murni, dan galur introduksi yang ditanam pada petak hibridisasi, serta keturunan
pertama (F1) dari hasil persilangan. Varietas/galur untuk bahan persilangan MH
2000/2001.
Bahan pembantu yang diperlukan adalah kantong kertas, kantong persilangan
glacine bag, dan tali. Alat yang digunakan adalah ember besar, sabit bergerigi,
gunting, alat untuk membawa tanaman dan bunga jantan dari lapang, bak plastik,
gunting kastrasi, alat isap vacuum pump, klip, enam buah lampu listrik 100 watt,
serta alat tulis kantor seperti buku, kertas, pensil, pulpen, penggaris, spidol, dan
etiket.
B. Metodologi
1. Pertanaman Petak Hibridisasi
a). Pemilihan dan penanaman tetua pada petak hibridisasi blok. Setiap ulangan
ditanam pada selang waktu 2 minggu agar waktu pembungaannya menjadi
lebih lama. Tiga puluh varietas/galur padi digunakan dalam kegiatan ini, yang
terdiri atas 12 galur murni, 10 varietas unggul baru, dan 8 varietas unggul
lokal yang masing-masing memiliki keunggulan tersendiri.
b). Tanaman tetua yang digunakan dalam persilangan ditanam pada petak
hibridisasi. Setiap nomor ditanam pada petakan berukuran 1 m x 2 m.
Pertanaman ini dilakukan tiga ulangan waktu tanam dengan selang waktu 2
minggu setiap ulangan. Bibit ditanam satu batang per lubang dengan jarak
tanam 25 cm x 25 cm.
c). Tanaman dipupuk urea 200 kg, SP36 100 kg, dan KCl 100 kg/ha. Pupuk urea
diberikan tiga kali yaitu pada umur 0, 4, dan 7 minggu setelah tanam.
Pengamatan dilakukan terhadap umur, tinggi tanaman, serta ketahanan
terhadap hama dan penyakit yang ada.
6
2. Kastrasi atau Emaskulasi
Kastrasi dilakukan sehari sebelum penyerbukan agar putik menjadi masak
sempurna saat penyerbukan sehingga keberhasilan penyilangan lebih tinggi. Setiap
bunga (spikelet) terdapat enam benang sari. Bunga pada malai yang akan dikastrasi
dijarangkan hingga tinggal 15-50 bunga. Sepertiga bagian bunga dipotong miring
menggunakan gunting kemudian benang sari diambil dengan alat penyedot vacuum
pump. Bunga yang telah bersih dari benang sari ditutup dengan glacine bag agar
tidak terserbuki oleh tepung sari yang tidak dikehendaki.
Waktu yang baik untuk melakukan kastrasi adalah setelah pukul 3.00 sore.
Stadia bunga yang baik untuk dikastrasi adalah pada saat ujung benang sari berada
pada pertengahan bunga. Pada stadia demikian, benang sari akan mekar dalam 1-2
hari.
3. Penyerbukan
Untuk proses penyerbukan, semua lampu di ruang persilangan dinyalakan sejak
pagi hari agar suhu ruangan meningkat untuk mempercepat pemasakan tepung sari.
Suhu ruangan sekitar 32°C dengan kelembapan udara 80%. Bunga jantan diambil
dari lapangan sekitar pukul 09.00 pagi kemudian disimpan dalam bak plastik yang
disiapkan di ruang persilangan. Setelah kepala sari membuka, segera dilakukan
penyerbukan. Bunga betina yang sudah dikastrasi dibuka tutupnya kemudian bunga
jantan diletakkan di atasnya.
Dengan bantuan jari tangan, bunga digoyang-goyang hingga tepung sari jatuh
dan menempel pada kepala putik. Bak plastik tempat menyimpan bunga disusun
sedemikian rupa sehingga mudah dalam pengambilan bunga saat penyerbukan.
Penyerbukan dapat dilakukan pada pukul 10.00-13.00.
4. Isolasi dan Pemeliharaan
Bunga yang sudah diserbuki segera ditutup dengan kantong kertas transparan
atau glacine bag. Pada malai dipasang etiket yang mencantumkan tanggal silang,
nama tetua, jumlah malai yang disilangkan, dan dapat juga dicantumkan nama
yang menyilangkan. Penulisan identitas sangat penting untuk legitimasi genotipe
baru yang dihasilkan.
7
Tanaman hasil penyerbukan dipelihara di rumah kaca sampai biji hasil
persilangan masak. Setelah 3-4 minggu, malai dipanen kemudian dikeringkan
dengan cara dijemur atau di oven. Biji yang sudah kering dirontok kemudian
dimasukkan ke dalam kantong kertas dan dicatat dalam buku persilangan. Benih F1
hasil persilangan dapat ditanam sebagai bahan seleksi pada tahap pemuliaan
selanjutnya. Dari benih F1 hingga menjadi varietas unggul diperlukan banyak
tahapan kegiatan dan waktu antara 5-10 tahun.
8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat yang dimiliki oleh masing-masing tetua padi berbeda-beda. Ketahanan terhadap
hama wereng coklat, hawar daun bakteri, dan mutu beras yang baik umumnya dimiliki oleh
padi sawah. Sifat ketahanan terhadap penyakit blas, dan cekaman abiotik dimiliki oleh padi
gogo dan rawa.
Galur atau varietas padi hasil persilangan buatan umumnya lebih pendek, dan berumur
lebih genjah dibanding varietas lokal. Sifat unggul dari tetua yang ditanam dirakit melalui
persilangan buatan sehingga menghasilkan genotipe baru yang lebih unggul dari tetuanya.
Persilangan padi yang dilakukan pada MH 2000-2001 menghasilkan 30 kombinasi
persilangan, yang terdiri atas 13 silang tunggal, lima silang ganda, enam silang puncak, tiga
kombinasi silang banyak, dan tiga kombinasi silang balik. Jumlah biji yang dihasilkan
berkisar antara 7-265 butir.
Persilangan untuk pemuliaan padi sawah irigasi lebih banyak dibanding padi gogo dan
rawa. Hal ini karena banyaknya permasalahan yang dihadapi pada padi sawah irigasi
dibanding dengan padi gogo dan padi rawa.
Kendala yang dihadapi dalam melakukan persilangan adalah aliran listrik sering padam,
sarana yang kurang memadai, serta alat untuk membawa tanaman dan bunga dari lapangan
dengan traktor sering rusak. Hujan sejak pagi hingga siang hari juga menjadi kendala untuk
melakukan persilangan.
9
BAB V
KESIMPULAN
Pemuliaan padi di Indonesia terus berkembang sesuai dengan semakin kompleksnya
kebutuhan, sehingga tipe varietas yang dihasilkan pun mengalami perkembangan.
Kekerabatan yang tinggi atau latar belakang genetik yang sempit menyebabkan tidak
diperolehnya peningkatan potensi hasil yang nyata, sehingga terjadi kemandegan peningkatan
potensi hasil padi di Indonesia. Padi hibrida dan padi tipe baru memberikan harapan untuk
mengatasi pelandaian peningkatan potensi hasil varietas padi yang dihasilkan.
Persilangan pada tanaman padi merupakan proses penggabungan sifat melalui pertemuan
tepung sari dengan kepala putik dan kemudian embrio berkembang menjadi benih. Secara
teknis persilangan padi secara buatan dimulai dengan pemilihan tetua pada pertanaman petak
hibridisasi, dilanjutkan dengan kastrasi, hibridisasi, isolasi, dan pemeliharaan.
Pada MH 2000/2001 telah dihasilkan 30 kombinasi persilangan untuk pemuliaan padi
sawah, gogo, dan rawa. Untuk mendapatkan varietas padi unggul baru dari hasil persilangan,
diperlukan tahapan yang panjang dan waktu yang cukup lama, antara 5-10 tahun.
10
DAFTAR PUSTAKA
Supartopo. 2001. TEKNIK PERSILANGAN PADI (Oryza sativa L.) UNTUK PERAKITAN
VARIETAS UNGGUL BARU. Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 2, 2006.
U. Susanto, A.A. Daradjat, dan B. Suprihatno. 2003. PERKEMBANGAN PEMULIAAN PADI
SAWAH DI INDONESIA. Balai Penelitian Tanaman Padi, Jalan Raya 9, Sukamandi,
Kotak Pos 11 Subang 41256
11
LAMPIRAN
12
13