Upload
happy-septyanmuna
View
165
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
EBD ( EVIDENCE BASED DENTISTRY )
1. Definisi
- Adalah integrasi hasil-hasil penelitian terbaru dengan subyek pasien dan kejadian
klinik dalam membuat keputusan klinik .
- EBM merupakan hasil-hasil penelitian terbaru yang merupakan integrasi antara
pengalaman klinik, pengetahuan patofisiologi dan keputusan terhadap
kesehatan pasien.
- merupakan integrasi kejadian untuk menentukan terapi atau penatalaksanaan
suatu penyakit.
- Menggunakan segala pertimbangan bukti ilmiah (evidence) yang sahih yang
diketahui hingga kini untuk menentukan pengobatan pada penderita yang
sedang kita hadapi
- Merupakan penjabaran bukti ilmiah lebih lanjut setelah obat dipasarkan dan
seiring dengan pengobatan rasional.
- The conscientious, explicit, judicious use of the current best evidence in making
decisions about the care of individual patients.
(Pemanfaatan bukti mutakhir yang sahih dalam tata laksana pasien).
(Sackett et al, 1996)
- Penerapan pendekatan dan metode pembelajaran dalam proses pembelajaran
berdasarkan bukti-bukti ilmiah terbaik yang ada. (Harden et al, 1999)
- Merupakan keterpaduan antara :
(1) bukti-bukti ilmiah yang berasal dari studi yang terpercaya (best research
evidence); dengan
(2) keahlian klinis (clinical expertise) dan
(3) nilai-nilai yang ada pada masyarakat (patient values).( Sackett et al, 2000)
- Suatu sistem atau cara untuk menyaring semua data dan informasi dalam bidang
kesehatan. Sehingga seorang dokter hanya memperoleh informasi yang sahih
dan mutakhir untuk mengobati pasiennya. (Wirjo, 2002)
-
- EBM merupakan keterpaduan antara :
(1) bukti-bukti ilmiah yang berasal dari studi yang terpercaya (best research
evidence); dengan
Best research evidence. Di sini mengandung arti bahwa bukti-bukti ilmiah
tersebut harus berasal dari studi-studi yang dilakukan dengan metodologi
yang sangat terpercaya (khususnya randomized controlled trial), yang
dilakukan secara benar. Studi yang dimaksud juga harus menggunakan
variabel-variabel penelitian yang dapat diukur dan dinilai secara obyektif
(misalnya tekanan darah, kadar Hb, dan kadar kolesterol), di samping
memanfaatkan metode-metode pengukuran yang dapat menghindari
risiko "bias" dari penulis atau peneliti.
a. Bukti-bukti ilmiah berasal dr studi-studi yg dilakukan dgn metodologi
yg terpercaya(RCT)
b. Variabel-variabel penelitian yg diukur dan dinilai scr objektif
c. Metode pengukuran harus terhindar dari resiko bias.
(2) keahlian klinis (clinical expertise) dan
Clinical expertise. Untuk menjabarkan EBM diperlukan suatu
kemampuan klinik (clinical skills) yang memadai. Di sini termasuk
kemampuan untuk secara cepat mengidentifikasi kondisi pasien dan
memperkirakan diagnosis secara cepat dan tepat, termasuk
mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang menyertai serta
memperkirakan kemungkinan manfaat dan risiko (risk and benefit) dari
bentuk intervensi yang akan diberikan. Kemampuan klinik ini hendaknya
juga disertai dengan pengenalan secara baik terhadap nilai-nilai yang
dianut oleh pasien serta harapan-harapan yang tersirat dari pasien.
a. Kemampuan klinik (clinical skills) utk scr cepat mengidentifikasi kondisi
pasien dan memperkirakan diagnosis scr cepat dan tepat
b. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor resiko yg menyertainya
c. Memperkirakan kemungkinan risk and benefit dari bentuk intervensi
yg diberikan
(3) nilai-nilai yang ada pada masyarakat (patient values).
Patient values. Setiap pasien, dari manapun berasal, dari suku atau
agama apapun tentu mempunyai nilai-nilai yang unik tentang status
kesehatan dan penyakitnya. Pasien juga tentu mempunyai harapan-
harapan atas upaya penanganan dan pengobatan yang diterimanya. Hal
ini harus dipahami benar oleh seorang klinisi atau praktisi medik, agar
setiap upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan selain dapat diterima
dan didasarkan pada bukti-bukti ilmiah juga mempertimbangkan nilai-
nilai subyektif yang dimilik oleh pasien.
a. Setiap pasien mempunyai nilai-nilai yg unik ttg status kesehatan dan
penyakitnya
b. Setiap upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan hrs dapat diterima
pasien dan berdasarkan nilai-nilai subjektif yang dimiliki pasien.
c. Memahami harapan-harapan atas upaya penanganan dan
pengobatan yg diterima pasien
2. Tujuan
- Dengan mengacu pada konsep evidence based medicine, dokter tidak khawatir
terhadap tuntutan malpraktek, karena telah menjalankan tugas profesinya
sesuai kaidah etika ilmu kedokteran yang berbasis ilmiah, valid, dan reliabel.
(Pandhita, 2007).
- Tujuan utama dari EBM adalah membantu proses pengambilan keputusan klinik,
baik untuk kepentingan pencegahan, diagnosis, terapetik, maupun rehabilitatif
yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini yang terpercaya dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Dengan demikian maka salah satu syarat utama untuk memfasilitasi
pengambilan keputusan klinik yang evidence-based, adalah dengan
menyediakan bukti-bukti ilmiah yang relevan dengan masalah klinik yang
dihadapi serta diutamakan yang berupa hasil meta-analisis, review sistematik,
dan randomised controlled trial (RCT).
3. Aspek
- Aspek medik : Fungsinya untuk mengelola penderita
- Aspek ilmiah : Untuk mensurvey keluhan, kelainan fisik, dan terapinya.
- Aspek personal : Hubungan dokter dengan penderita menjadi lebih baik,
kualitas dan profesionalisme menjadi lebih baik.
- Aspek sosial : Penerapan EBM secara luas akan meningkatkan kesadaran
serta perhatian masyarakat kepada kesehatan. (Soeleman, 2008)
4. Manfaat
- Dengan melihat pada penelitian-penelitian kedokteran dan literatur-literatur
(individual atau group), sehingga dapat membantu dokter :
a. Menentukan diagnosis yang tepat
b. Memilih rencana pemeriksaan terbaru
c. Memilih terapi terbaru
d. Memilih metode pencegahan penyakit terbaru.
5. Langkah – langkah
Menurut Guyatt, 2004) :
- Mengajukan pertanyaan klinik yang dapat dijawab (asking answerable question)
- Melakukan pelacakan pustaka untuk menjawab pertanyaan klinik
- Melakukan telaah kritis terhadap bukti ilmiah
- Melakukan integrasi antara bukti ilmiah yang valid, keahlian klinik, dan nilai serta
harapan yang ada pada pasien
- Melakukan evaluasi hasil guna penerapan bukti ilmiah dalam praktek.
Menurut sackett, 1985
1. Memformulasikan pertanyaan tentang masalah kedokteran yang dihadapi
2. Menelusuri bukti-bukti terbaik yang tersedia untuk mengatasi masalah tersebut
3. Mengkaji bukti, validitas dan keseuaiannya dengan kondisi praktek
4. Menerapkan hasil kajian
5. Mengevaluasi penerapannya (kinerjanya)
Langkah-langkah EBM
Evidence based medicine dapat dipraktekkan pada berbagai s’rtuasi, khususnya jika
timbul keraguan dalam hal diagnosis, terapi, dan penatalaksanaan pasien. Adapun
langkah-langkah dalam EBM adalah sbb:
Langkah I: Memformulasikan pertanyaan ilmiah
Setiap saat seorang dokter menghadapi pasien tentu akan muncul pertanyaan-
pertanyaan ilmiah yang menyangkut beberapa hal seperti diagnosis penyakit, jenis
terapi yang paling tepat, faktor-faktor risiko, prognosis hingga upaya apa yang dapat
dilakukan untuk mengatasi masalah yang dijumpai pada pasien.
Dalam situasi tersebut diperlukan kemampuan untuk mensintesis dan menelaah
beberapa permasalahan yang ada. Sebagai contoh, dalam skenario 1 disajikan suatu
kasus dan bentuk kajiannya.
Pertanyaan-pertanyaan yang mengawali EBM selain dapat berkaitan dengan
diagnosis, prognosis, terapi, dapat juga berkaitan dengan risiko efek iatrogenik,
quality of care, hingga ke ekonomi kesehatan (health economics). Idealnya setiap
issue yang muncul hendaknya bersifat spesifik, berkaitan dengan kondisi pasien saat
masuk, bentuk intervensi terapi yang mungkin dan outcome klinik yang dapat
diharapkan.
Langkah II: Penelusuran informasi limiah untuk mencari “evidence”
Setelah formulasi permasalahan disusun, langkah selanjutnya adalah mencari dan
mencoba menemukan bukti-bukti ilmiah yang dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan tersebut. Untuk ini diperlukan kemampuan penelusuran informasi ilmiah
(searching skill) serta kemudahan akses ke sumber-sumber informasi. Penelusuran
kepustakaan dapat dilakukan secara manual di perpustakaan-perpustakaan fakultas
Kedokteran atau rumahsakit-rumahsakit pendidikan dengan mencari judul-judul
artikel yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam journal-journal.
Pada saat ini terdapat tebih dari 25.000 journal biomedik di seluruh dunia yang
dapat di-akses secara manual melalui bentuk reprint. Dengan berkembangnya
teknologi informasi, maka penelusuran kepustakaan dapat dilakukan melalui
internet dari perpustakaan, kantor-kantor, warnet-wamet (warung internet), bahkan
di rumah, dengan syarat memiliki komputer dan seperangkat modem serta saluran
telepon untuk mengakses internet.
Untuk electronic searching dapat digunakan Medline, yaitu CD Rom yang berisi
judul-judul artikel/publikasi disertai dengan abstrak atau ringkasan untuk masing-
masing artikel. Database yang terdapat dalam Medline CD-Rom ini memungkinkan
kita melakukan penelusuran (searching) artikel dengan cara memasukkan “kata
kunci” (key words) yang relevan dengan masalah klinik yang kita hadapi (misalnya
pharyngitis, tonsilitis, dan pneumonia). Dengan memasukkan kata kunci maka
Medline akan menampilkan judul-judul artikel yang ada di sebagian besar journal
biomedik lengkap dengan nama pengarang (authors), sumber publikasi (source)
(misalnya JAMA, BMJ, Annals of Internal Medicine), tahun publikasi hingga abstrak
atau ringkasan dari artikel yang bersangkutan.
Penelusuran kepustakaan dapat juga dilakukan melalui internet, misalnya dengan
mengakses Cochrane Database of Systematic Reviews, Scientific American Medicine
on CD-ROM, dan ACP Journal Club. Pada saat ini kita telah dapat mengakses
beberapa journal biomedik secara gratis dan full-text, misalnya British Medical
Journal yang dapat diakses melalui internet.
Langkah III: Penelaahan terhadap bukti ilmiah (evidence) yang ada
Dalam tahap ini seorang klinisi atau praktisi dituntut untuk dapat melakukan
penilaian (apprisaf) terhadap hasil-hasil studi yang ada. Tujuan utama dari
penelaahan kritis ini adalah untuk melihat apakah bukti-bukti yang disajikan valid
dan bermanfaat secara klinik untuk membantu proses pengambilan keputusan. Hal
ini penting, mengingat dalam kenyataannya tidak semua studi yang dipublikasikan
melalui journal-journal internasional memenuhi kriteria metodologi yang valid dan
reliable.
Untuk mampu melakukan penilian secara ilmiah seorang klinisi atau praktisi harus
memahami metode yang disebut dengan “critical appraiser atau “penilaian kritis”
yang dikembangkan oleh para ahli dari Amerika Utara dan Inggris. Critical appraisal
ini dilengkapi dengan pertanyaan-pertanyaan kunci untuk menjaring apakah artikel-
artikel yang kite peroteh memenuhi kriteria sebagai artikel yang dapat dkjunakan
untuk acuan.
Langkah IV: Penerapan hasil penelaahan ke dalam praktek
Dengan mengidentifikasi bukti-bukti ilmiah yang ada tersebut, seorang klinisi atau
praktisi dapat langsung menerapkannya pada pasien secara langsung atau melalui
diskusi-diskusi untuk menyusun suatu pedoman terapi. Berdasarkan infprmasi yang
ada maka dapat saja pada Skenario 1 diputuskan untuk segera memulai terapi
dengan warfarin. Ini tentu saja didasarkan pada pertimbangan risiko dan manfaat
(risk-benefit assessment) yang diperoleh melalui penelusuran bukti-bukti ilmiah yang
ada.
Dalam label 1 dipresentasikan derajat evidence, yaitu kategorisasi daiam
menempatkan evidence berdasarkan kekuataannya. Evidence level 1a misalnya,
merupakan evidence yang diperoleh dari meta-analisis terhadap berbagai uji klinik
acak terkendali (randomised controlled trials). Evidence level 1a ini dianggap sebagai
bukti ilmiah dengan derajat paling tinggi yang layak untuk dipercaya.
Level : Jenis bukti ilmiah
Ia : Bukti berasal dari suatu meta-analysis atau systematic review
Ib: Bukti berasal dari minimal 1 randomised controlled trial
IIa : Bukti berasal dari minimal 1 studi non randomized trial
IIb : Bukti berasal dari minimal 1 studi quasi experimental
III : Bukti berasal dari studi non-experimental, seperti comparative studies,
correlational studies, and case studies, cohort, dan case control study
IV : Evidence berasal dari laporan komite ahli (expert committee) atau opini dan atau
pengalaman klinis dari individu yang berkompeten
1. Peringkat bukti
Peringkat Evidence Peringkat Rekomendasi
Ia Review sistematik,meta analisis
uji klinis dengan randomisasi
A Didukung sedikitnya oleh 2
penelitian tingkat peringkat I
Ib Satu uji klinis dengan randomisasi B Didukung sedikitnya oleh 1
penelitian peringkat I
IIa Satu atau lebih uji klinis tanpa
randomisasi
C Didukung oleh penelitian
peringkat II
IIb Satu atau lebih study
eksperimental.
D Didukung oleh sedikitnya 1
penelitian peringkat III
III Study observasional,cohort,case
control,cross sectional,case
series/case repot
E Didukung oleh penelitian
peringkat ke 4
IV Consensus dan pendapat panel
Meta-analysis merupakan suatu metode yang melakukan analisis secara
mendalam terhadap suatu topic dari beberapa penelitian valid yang dijadikan
satu sehingga menerupai sebuah penelitian besar. (sistematis review + analisis
statistik formal)
Systematic Reviews dilakukan dengan melakukan review atas literature-literatur
yang berfokus pada suatu topic untuk menjawab suatu pertanyaan.literatur-
literatur tersebut dilakukan analisis dan hasilnya di rangkum. dalam
mengumpulkan, mengevaluasi, dan menyajikan bukti-bukti Tidak ada metode
statistik formal.
Randomized controlled clinical trials atau yang disingkat RCT adalah suatu
metode penelitian yang mengunakan sample pasien sesungguhnya yang
kemudian dibagi atas dua grup yaitu grup control dan grup yang diberi perlakuan
.Group control dan yang diberi perlakuan sifatnya harus sama. Penggolongan
pasien masuk ke group kontrol atau perlakuan dilakukan secara acak (random)
dan biasanya juga dengan cara blinding untuk mengurangi kemungkinan
subjectivity.Biasa digunakan untuk jurnal-jurnal jenis terapi.
Cohort Studies adalah suatu penelitian yang biasanya bersifat observasi yang
diamati ke depan terhadap dua kelompok (control dan perlakuan).
Case Control Studies adalah suatu penelitian yang membandingkan suatu
golongan pasien yang menderita penyakit tertentu dengan pasien tang tidak
menderita penyakit tersebut.
Case series and Case reports adalah laporan kasus dari seorang pasien.
Langkah V: Follow up dan evaluasi
Tahap ini harus dilakukan untuk mengetahui apakah current best evidence yang
digunakan untuk pengambilan keputusan terapi bermanfaat secara optimal bag!
pasien, dan memberikan risiko yang minimal. Termasuk dalam tahap ini adalah
mengidentifikasi evidence yang lebih baru yang mungkin bisa berbeda dengan apa
yang telah diputuskan sebelumnya. Tahap ini juga untuk menjamin agar intervene!
yang akhimya diputuskan betul-betul “do more good than harm”.
6. Kendala
Hambatan dalam praktek EBM adalah:
(1) kurangnya akses terhadap bukti ilmiah
(2) kurangnya pengetahuan dalam telaah kritis dan metodologi penelitian
(3) tidak adanya dukungan organisasi, dan
(4) tidak adanya dukungan dari para kolega.
Keterbatasan waktu para praktisi menuntut perlunya strategi dalam praktek EBM,
yaitu :
(1) pengembangan strategi yang lebih efisien untuk melacak dan melakukan analisis
kritis terhadap berbagai penelitian (termasuk menilai validitas dan relevansinya),
(2) pengembangan sistem informasi, dan
(3) pengembangan strategi cara belajar EBM.
Keterbatasan waktu dan pemahaman yang tidak memadai atas metodologi
penelitian dan biostatistik menyulitkan penerapan EBM.
7. Mengapa menggunakan EBD?
- Secara ringkas, ada beberapa alasan utama mengapa EBM diperlukan :
1. Bahwa informasi up-date mengenai diagnosis, prognosis, terapi dan
pencegahan sangat dibutuhkan dalam praktek sehari-hari. Sebagai contoh,
teknologi diagnostik dan terapetik selalu disempurnakan dari waktu ke waktu.
2. Bahwa informasi-informasi tradisional (misalnya yang terdapat .dalam text-
book) tentang hal-hal di atas sudah sangat tidak adekuat pada saat ini; beberapa
justru sering keliru dan menyesatkan (misalnya informasi dari pabrik obat yang
disampaikan oleh duta-duta farmasi/cfete//er), tidak efektif (misalnya continuing
medical education yang bersifat didaktik), atau bisa saja terlalu banyak sehingga
justru sering membingungkan (misalnya journal-journal biomedik/ kedokteran
yang saat ini berjumiah lebih dari 25.000 jenis).
3. Dengan bertambahnya pengalaman klinik seseorang maka
kemampuan/ketrampilan untuk mendiagnosis dan menetapkan bentuk terapi
(clinical judgement) juga meningkat. Namun pada saat yang bersamaan,
kemampuan ilmiah (akibat terbatasnya informasi yang dapat diakses) serta
kinerja klinik (akibat hanya mengandalkan pengalaman, yang sering tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah) menurun secara signifikan.
4. Dengan meningkatnya jumlah pasien, waktu yang diperlukan untuk pelayanan
semakin banyak. Akibatnya, waktu yang dimanfaatkan untuk meng-up date ilmu
(misalnya membaca journal-journal kedokteran) sangatlah kurang.
- Perlunya perubahan paradigma pengembangan pendidikan kedokteran dari
berbasis opini ke arah berbasis bukti-bukti penelitian di bidang pendidikan
kedokteran. (Zulharman, 2008)
- Informasi up-date mengenai diagnosis, prognosis, terapi dan pencegahan sangat
dibutuhkan dalam praktek sehari-hari. (Dwiprahasto, 2008).
- EBM diperlukan karena perkembangan dunia kesehatan begitu pesat dan bukti
ilmiah yang tersedia begitu banyak.Pengobatan yang sekarang dikatakan paling
baik belum tentu beberapa tahun ke depan masih juga paling baik. Sedangkan
tidak semua ilmu pengetahuan baru yang jumlahnya bisa ratusan itu kita
butuhkan. Karenanya diperlukan EBM yang menggunakan pendekatan pencarian
sumber ilmiah sesuai kebutuhan akan informasi bagi individual dokter yang
dipicu dari masalah yang dihadapi pasiennya disesuaikan dengan pengalaman
dan kemampuan klinis dokter tersebut. Pada EBM dokter juga diajari tentang
menilai apakah jurnal tersebut dapat dipercaya dan digunakan.
- Praktek tanpa bukti terbaik,Kegagalan akal sehat,Variasi dalam praktek saat ini,
Kesulitan dalam mengelola informasi medis,Pengetahuan menurun dari waktu
ke waktu.
-
8. Hal – hal yang harus diperhatikan
- Selanjutnya yang perlu diperhatikan dalam penerapan EBM ini adalah langkah-
langkah apa saja yang harus dilakukan. Langkah-langkah tersebut dibagi menjadi
lima tahapan, yaitu :
a. Identifikasi dan Formulasi
Tahap awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi dan memformulasikan
masalah yang sedang dihadapi dengan membuat pertanyaan-pertanyaan yang
sesuai. Pertanyaan tersebut harus memenuhi tiga kriteria yaitu focus, relevance,
dan searchable. Pertanyaan yang diajukan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
background question (pertanyaan yang mengacu pada latar belakang dan masa
lalu pasien) dan foreground question (pertanyaan berdasarkan keadaan
sekarang atau yang sedang dialami pasien). Namun, dalam tahap identifikasi ini
pertanyaa lebih terfokus pada jenis foreground question dengan menggunakan
teknik PICO (patient, intervention, comparison dan outcome). Maksud dari
teknik PICO itu sendiri adalah :
Patient
Usia, keadaan, dan masalah yang sedang dialami oleh pasien
Intervention
Etiologi, pengobatan dan faktor prognosis pasien
Comparison
Perbandingan dari intervensi yang telah atau akan dilakukan
Outcome
Berdasarkan waktu terjangkitnya suatu penyakit dan tingkat keparahan yang
dialami.
b. Penelusuran
Setelah masalah telah teridentifikasi dengan baik dan didapatkan rumusan yang
jelas , maka selanjutnya dilakukan pencarian yang merujuk pada sumber-sumber
yang dapat dipercaya. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam pencarian sumber
adalah waktu keluarannya. Studi-studi yang sudah tua dan bersifat kuno tidak
lagi dapat digunakan, karena tidak sesuai dengan perkembangan yang ada. Oleh
karena itu lebih disarankan untuk mencari informasi baru yang lebih tepat
digunakan saat ini.
c. Kajian kritis
Langkah berikutnya yaitu melakukan kajian kritis terhadap bukti-bukti yang telah
diperoleh melalui penelusuran ketat. Kajian kritis harus dilakukan secara obyektif
tanpa ada faktor kepentingan didalamnya. Selain itu, harus dilakukan dengan
sistematis yang didasarkan pada pedoman-pedoman yang jelas yang kemudian
dinilai tingkat validitas, hasil dan manfaat yang dapat diperoleh oleh pasien.
d. Penerapan dan Evaluasi
Pada tahap ini, informasi yang paling tepat yang telah diambil kemudian di
terapkan pada diri pasien. Lalu dimonitor dengan teliti bagaimana hasil yang
diperoleh dari segi perkembangan secara medis maupun kedaan secara umum.
e. Komunikasi
Langkah terakhir yaitu komunikasikan kepada pasien dengan jelas. Agar tidak
terjadi kesalahan untuk menentukan langkah pengobatan yang akan dilakukan
selanjutnya apabila diperlukan.
9. Kelemahan
- EBM tidak memiliki “kuasa” akan sesuatu yang belum dibuktikan olehnya. Hal
tersebut diperparah oleh beberapa media publikasi yang masih bersifat
konvensional. Media publikasi tersebut hanya menerbitkan penelitian EBM yang
berhasil membuktikan suatu efektivitas. Untunglah beberapa media publikasi
sekarang sudah mengubah metode publikasinya sehingga juga menerbitkan
penelitian ilmiah yang membuktikan inefektivitas.
- Tonelli, dalam bukunya The limits of evidence-based medicine, berpendapat
bahwa EBM lebih dapat diaplikasikan pada populasi dan bukan pada pasien
secara individu
- Kelemahan lainnya adalah penelitian-penelitian EBM masih terbatas pada
kaidah-kaidah etika, misalnya pada penelitian klinis yang melibatkan neonatus.
10. Kelebihan
- KELEBIHAN : EBM merupakan sirkulus yang diawali dari masalah pasien dan
berakhir pada keuntungan pasien,,, EBM merupakan integrasi kompetensi
profesional seorang dokter, dengan bukti dari penelitian yang sahih, dan
preferensi atau nilai-nilai yang dimiliki sang pasien
- EBM merupakan pendekatan yang paling
rasional
dan paling dapat dipertanggungjawabkan. Hal itu karena EBM mengintegrasikan
kompetensi
klinis seorang dokter dengan informasi akurat terbaru untuk diterapkan kepada
pasiennya
dengan memperhatikan sifat unik setiap pasien.
CRITICAL APPRAISAL
1. Definisi
- Kajian kritis terhadap makalah/artikel ilmiah adalah kegiatan untuk mengkaji/
mengevaluasi artikel penelitian guna menetapkan apakah artikel penelitian
tersebut layak rujuk/ layak dijadikan sebagai landasan dalam pengambilan
keputusan klinis atau tidak.
- Salah satu langkah dari Kedokteran berbasis bukti (Evidence Based Medicine)
yang difungsikan untuk menetapkan layak tidaknya artikel tersebut untuk dirujuk
- Critical appraisal adalah penilaian terhadap bukti-bukti yang diperoleh yang
dilakukan secara sistematik dan dengan seobyektif mungkin. Critical appraisal
sangat dibutuhkan karena informasi yang didapat tidak selalu reliable, tidak
selalu valid dan merupakan cara untuk mengefektifkan tindakan pengobatan.
- Menurut Alison Hill, “critical appraisal is the process of systematically examining
research evidence to assess its validity, results and relevance before using it to
inform a decision. Critical appraisal is an essential part of evidence-based clinical
practice that includes the process of systematically finding, appraising, and
acting on evidence of effectiveness”
Maknanya kurang lebih begini, telaah kritis merupakan sebuah proses yang
secara sistematis memeriksa atau menelaah bukti atau fakta penelitian untuk
menilai validitas, hasil, dan relevansinya sebelum menggunakannya dalam
mengambil keputusan. Telaah kritis ini merupakan bagian yang penting dari
EBMP dimana termasuk pula didalamnya adalah proses yang secara sistematis
menemukan, menelaah dan melakukan tindakan atas keefektifan bukti tersebut.
2. Tujuan
- untuk mengevaluasi dan menganalisis suatu penelitian agar mendapatkan bukti
yang valid
- Untuk membantu orang mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk
memahami bukti ilmiah
3. Manfaat
- Mengintegrasikan pengetahuan baru
- Menerapkan nya dalam praktek klinik
- untuk membuat kedokteran berbasis bukti atau EBM
4. Langkah – langkah
- Membaca
- mengidentifikasi bacaan [ Hasil penelitian dalam jurnal ]
- mengevaluasi mutu bacaan
- menyusun critical review dan melakukan RCT
Mengevaluasi mutu suatu tulisan penelitian - majalah ilmiah
• Evaluasi meliputi :
- relevansi
- peneliti : pakar, pemula, tempat
- sponsor : sumber dana
- rancangan penelitian : sesuai dengan tujuan penelitian
- perfomance penelitian : keandalan definisi operasional, alat dll
- prosedur menganalisa data,
- pembahasan
- penarikan kesimpulan
5. Kendala :
- Proses lambat
- Sulit memfokuskan secara langsung
- Tidak sllu mmbrkan jwban yg mudah
- Menjenuhkan
6. Mengapa menggunakan critical appraisal :
Dasar-dasar yang digunakan dalam melakukan critical appraisal yaitu
- apakah informasi tersbut penting dan memiliki tingkat validitas tinggi
- apakah hasilnya itu akan signifikan dan terakhir apakah dapat diterapkan kepada
pasien dengan terlebih dahulu menimbang kondisi serta keadaan pasien baik
dari segi fisik, mental, emosional maupun ekonomi.
- Dalam penerapannya perlu juga dilihat manfaat dan efek yang nantinya akan
diterima oleh pasien.
Dasar-dasar tadi kemudian digunakan untuk menentukan tindakan-tindakan apa
saja yang akan dilakukan pada tahap diagnosis, prognosis, terapi dan etiologi.
Pada tahap diagnosis, tindakan yang dilakukan harus sesuai dengan parameter
yang ada atau sesuai dengan gold standard. Setiap kejadian memiliki gold
standard atau standar baku yang telah teruji dan dapat dijadikan sebagai
pedoman. Sedangkan pada tahap prognosis dilihat ramalan kejadian akhir
penyakit yang akan dialami oleh pasien. Tahap selanjutnya yaitu tahap terapi
atau pengobatan yang dapat dilakukan dengan melakukan operasi, pengobatan
biasa dan pengobatan secara tradisional. Kemudian puncaknya tahap etiologi,
yaitu tahap pemonitoran hasil dari semua proses pengobatan yang telah
dilakukan.
7. Kelemahan
- Membutuhkan banyak waktu
- Tidak selalu memberikan jawaban yang mudah
- Mengurangi semangat terutama bila akses terhadap hasil penelitian yang baik
pada bidang tertentu sangat terbatas
-
8. Kelebihan
- Merupakan metode yang sistematis untuk menilai hasil , validitas dan kegunaan
dari publikasi artikel ilmiah
- Jalan untuk mengurangi jurang antara riset dengan praktis
- Mendorong penilain obyektif tentang kegunaan sebuah informasi ilmiah
- CA merupakan ketrampilan yang tidak sulit untuk dikuasai dan dikembangkan
9. Bagaimana menilai suatu penelitian dikatakan penting, relevan, valid, aplikabilitas
Dari definisi tersebut, dapat kita temukan beberapa unsure dari telaah kritis yaiu
penilaian terhadap validitas, hasil serta relevansinya. Dalam pembelajaran,
komponen tersebut lebih umum dikenal sebagai validity, importance, applicability
dan agar lebih mudah diingat disingkat dengan VIA.
a) validity, merupakan telaah terhadap validitas suatu penelitian. Dimana dilihat
validitas interna, hubungan sebab akibat dan validitas eksterna.
Validitas interna menilai apakah penelitian tersebut dipengaruhi oleh adanya
bias, peluang dan perancu?
Hubungan sebab akibat menilai apakah ada hubungan waktu yang benar, apakah
ada aosiasi yang kuat, apakah hasil penelitian konsisten, adakah koherensi hasil
di masyarakat, apakah masuk akal secara biologic plausibility dan apakah ada
kesamaan dengan hasi penelitian lain?
Validtas eksterna menilai apakah hasil dapat diterapkan pada sampel yang
terpilih, apakah dapat diterapkan pada populasi, baik itu populasi terjangkau dan
populasi target?
Suatu penelitian dapat disebut valid apabila tidak ada bias dalam penelitian
tersebut. Baik itu selection bias, expectation bias, work up bias, performance bias,
dan transfer bias. Untuk selection bias (kesalaan pemilihan sampel, baik karakteristik
sampel yang berbeda-beda), dapat dihindari dengan teknik randomisasi pada
pemilihan sampelnya sehingga semua partisipan sehingga semua mendapat
kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Selain itu definisi operasional
variable harus diperhatikan, serta criteria inklusi maupun eksklusi dari penelitian
tersebut. Untuk expectation bias, dapat dihindari dengan teknik blind dimana
dilakukan pembutaan (disembunyikan) pada sampel, peneliti ataupun klinisi yang
melakukan intervensi sehingga intervensinya tidak dipengaruhi oleh ekspektasi
arena mengetahui hasil intervensi sebelumnya.
b) Importance, menilai penting tidaknya suatu penelitian. Hanya apabila penelitian
itu valid, barulah dapat dilanjutkan ke penilaian ini. (*Jika tidak valid ya tidak penting
kan?)
c) Applicability, menilai apakah penelitian tersebut dapat diterapkan dalam praktek
kita. Dilihat dari karakteristik dasar sampel, apakah sama atau jauh berbeda dengan
pasien kita? Apakah terapi dalam penelitian tersebut tersedia di temapt kita?
Apakah terjangkau?
Untuk dapat melakukan penilaian VIA secara baik, kita harus tahu jenis studi apa
yang ingin kita telaah, beberapa diantaranya adalah studi tentang prognosis,
diagnosis, dan uji klinis atau randomized clinical trial. VIA untuk tiap-tiap studi tidak
jauh berbeda. Biasanya, untuk melakukan telaah VIA tersebut ada lembar kerja
(worksheet) yang bisa menjadi pedoman dalam melakukan telaah kritis.
2. 3 dasar dalam critical appraisal
Apakah penelitian ini berlaku/valid?
Apakah studi ini penting?
Apakah hasil penelitian dapat diterapkan
untuk memecahkan masalah pasien kami?
Apakah jurnal ini valid
Untuk menjawab apakah jurnal ini valid beberapa pertanyaan ini dijawab dengan
YES (YA, ada informasi tentang hal-hal tersebut di dalam jurnal yang kita gunakan)
1. apakah pasien-pasien group kontrol dan percobaan diidentifikasikan secara jelas
kriteriaa inklusi and ekslusinya?apakah pasien kedua group (kontrol dan perlakuan)
sifatnya sama?Jika pasien kelompok perlaluan adalah pasein hipertensi untuk semua
katagori (grade 1 dan 2) maka pasien kontrolnya juga harus sama terdiri dari pasien-
pasien hipertensi untuk semua katagori (garde 1 dan 2)
Coba cari dibagian METHOD
2. apakah pasien group kontrol dan percobaan mendapatkan perlakuan yang sama?
jika yang kontrol di cek tensi maka yang kelompok percobaan juga harus dicek
tensinya.
Coba cari dibagian METHOD
3. Apakah durasi pengamatan cukup lama?Apakah jumlah pasiennya komplet dari
awal penelitian hingga akhir?
Lama atau tidak dilihat dari perjalan penyakitnya, lama obat berefek dan lain-
lain.Jika obat itu berefek baru dalam 3 bulan setelah konsusmsi rutin maka jika
penelitian dilakukan kurang dari 3 bulan tentu kurang lama.Dinyakatan komplit jika
jumlah peserta yang drop out (berhenti) ikut penelitian baik yang kontrol atau group
percobaan kurang dari 20 % jumlah diawal penelitian.
Coba cari dibagian METHOD dan RESULTH
4. Apakah paparan mendahului akibat?
Untuk jurnal-jurnal yang melihat tentang effek sesuatu apakah berbahaya bagi
tubuh makan harus dilihat bahwa paparan tersebut mendahulUi akibat yag
membahayakan. CONTOH: jika mau lihat apakah rokok bisA menyebabkan ca paru
maka harus dibuktikan sebelumnya perokok dulu bertahun-tahun yang lalu baru
kemudian menderita ca paru .
Coba cari dibagian METHOD dan RESULTH
5. Apakah resiko meningkat dengan peningkatan jumlah atau dosis paparan yang
dicurigai berbahaya? CONTOH. Semakin bayak jumlah rokok per hari semakin
beresiko ca paru.
Coba cari dibagian METHOD dan RESULTH
Jadi dapat disimpulkan bahwa suatu jurnal yang membahas apakah sesuatu itu
berbahaya (HARM) bagi tubuh atau apakah sesuatu itu mengakibatkan sesuatu
(bisa juga diartika fator resiko) dalam tubuh(ETIOLOGY) adalah VALID jika
1.sifat group sample dan percobaan sama
2. group sample dan percobaan mendapat perlakuan yang sama
3. diamati cukup lama dan jumlah peserta penelitian lengkaap (jumlah drop out < 20
%)
4. paparan mendahului akibat
5. resiko meningkat dengan peningkatan jumlah atau dosis paparan
TAMBAHAN
1. Apakah hubungan EBD dengan critical appraisal?
Pemikiran kritis sangat diperlukan dalam melakukan pendekatan EBM. Pemikiran
kritis tersebut dilakukan dengan melakukan penilaian atau critical appraisal. Critical
appraisal adalah penilaian terhadap bukti-bukti yang diperoleh yang dilakukan
secara sistematik dan dengan seobyektif mungkin. Critical appraisal sangat
dibutuhkan karena informasi yang didapat tidak selalu reliable, tidak selalu valid dan
merupakan cara untuk mengefektifkan tindakan pengobatan. EBM penting dalam
pengambilan keputusan untuk menentukan tindakan yang harus diambil yang
berkaitan langsung dengan nyawa pasien. EBM diperlukan untuk mengidentifikasi
kondisi pasien dengan cepat, dan tepat. Dengan begitu, resiko-resiko buruk yang
kemungkinan dialami pada proses pengobatan diharapkan berkurang serta dapat
teratasi dengan baik. Satu hal yang ditekankan disini adalah dokter atau siapa pun
yang berkecimpung di dunia kedokteran harus selektif dan mengerti mengenai
metode-metode yang harus ditempuh yang dapat dijadikan pedoman dalam
betindak. Agar kesalahan-kesalahan yang selama ini terjadi dan sering menjadi
perdebatan tidak terulang, karena pada akhirnya akan memperburuk citra
kedokteran di
2. Syarat publikasi ilmiah yang layak dirujuk ?
- Publikasi ilmiah yang accountable sebuah penelitian dengan metode penelitian
acak random yang layak
- Penelitian dengan desain metodologi yang baik tanpa randomisasi dan berasal
lebih dari 1 sumber
- Berasal dari opini para ahli yang meliputi bukti klinis, penelitian deskriptif, dan
laporan para ahli (Wirjo, 2002)