26
Laporan SGD LBM 2 Blok 18 Management of Oromaxillofacial Diseases and Disorder “Penatalaksanaan Kista Odontogen” Disusun Oleh: 1. Abdillah Zunarito Omivar 31101300326 2. Enda Meditika Karisa 31101300347 3. Muhammad Adli Hifzudin 31101300363 4. Nadila Putri Mahani 31101300366 5. Nurhidayati Saputri Hasmy 31101300371 6. Nurul Laelatul Badriyah 31101300372 7. Nurul Novita Suhartono 31101300373 8. Rahma Rizki Hutami 31101300375 9. Rusna Fiki Kafalia 31101300383 10. Tanti Lestari 31101300390

Laporan Lbm 2 Blok 18

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan LBM 2

Citation preview

Page 1: Laporan Lbm 2 Blok 18

Laporan SGD LBM 2 Blok 18

Management of Oromaxillofacial Diseases and Disorder

“Penatalaksanaan Kista Odontogen”

Disusun Oleh:

1. Abdillah Zunarito Omivar 31101300326

2. Enda Meditika Karisa 31101300347

3. Muhammad Adli Hifzudin 31101300363

4. Nadila Putri Mahani 31101300366

5. Nurhidayati Saputri Hasmy 31101300371

6. Nurul Laelatul Badriyah 31101300372

7. Nurul Novita Suhartono 31101300373

8. Rahma Rizki Hutami 31101300375

9. Rusna Fiki Kafalia 31101300383

10. Tanti Lestari 31101300390

Fakultas Kedokteran GigiUniversitas Islam Sultan Agung

Semarang2016

Page 2: Laporan Lbm 2 Blok 18

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Laporan SGD LBM 2 Blok 18

Management of Oromaxillofacial Diseases and Disorder

“Penatalaksanaan Kista Odontogen”

Semarang, 21 Maret 2016

Pembimbing : Tanda tangan

drg. Rizki Amalina ..................................................

Page 3: Laporan Lbm 2 Blok 18

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT Rob yang telah

memberikan rahmat dan hidayah kepada kita semua. Patutlah kami bersyukur kepada

Allah SWT sehingga kami dapat menyelesaikan laporan LBM 2 dalam blok

Management of Oromaxillofacial Diseases and Disorder.

Laporan LBM 2 ini membahas tentang macam-macam, etiologi dan

patogenesis kista dentigerous. Selain itu kami juga membahas penatalaksanaan kista

dentigerous setelah dilakukan bedah enukleasi.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan

ini. Oleh karena itu, saran-saran dari tutor akan kami terima dengan terbuka.

Semoga apa yang kami curahkan dalam laporan ini dapat memberi

pengetahuan/informasi untuk mengabdi kepada masyarakat kelak ketika menjadi

dokter gigi nantinya. Amin ya rabbal ‘alamin.

Jazakumullahi khoiru jaza’

Semarang, 21 Maret 2016

Penyusun

Page 4: Laporan Lbm 2 Blok 18

PENJABARAN PEMBELAJARAN

Unit Belajar 2 : Penatalaksanaan Kista Odontogen

Judul : Bengkak yang lambat dan semakin besar

Skenario

Seorang pasien perempuan 29 tahun dibawa ke bagian rawat jalan pasien dengan keluhan

pembengkakan yang tidak nyeri pada regio belakang bawah kiri rahang sejak 4 bulan lalu.

Pemeriksaan ekstraoral menunjukkan pembengkakan pada sisi kiri bawah mandibula.

Pemeriksaan intraoral menunjukkan hilangnya sulkus bukalis dari premolar kedua hingga

molar ketiga mandibula kiri.

Pemeriksaan radiografi periapikal (lihat gambar) cairan berwarna kekuningan bercampur

dengan sedikit darah didapat dari aspirasi dan dikirim untuk pemeriksaan sitopatologis.

Page 5: Laporan Lbm 2 Blok 18

I. PENDAHULUAN

Kista adalah rongga patologis yang dibatasi epitelium. Kista berisi cairan atau

setengah cairan yang bukan akumulasi dari pus atau darah. Lapisan epitelium itu

sendiri dikelilingi oleh jaringan ikat fibrokolagen.

Infeksi gigi yang kronis dapat menjadi salah satu faktor terbentuknya kista.

Diagnosa kista ditentukan dengan rontgen photo dan pemeriksaan cairan untuk

menemukan kristalkolestrol (kolestrin). Kista ini dapat menjadi fokal infeksi dan

ada jenis kista yang dapat berubah menjadi maligna.

Pada stadium permulaan kista tidak menimbulkan keluhan-keluhan sehingga

kista yang kecil ditemukan secara kebetulan dari gambaran foto rontgen. Tetapi

lama-kelamaan kista ini akan bertambah dan akhirnya pasien mengeluh karena

adanya benjolan atau komplikasi-komplikasi yang terjadi. Di daerah mulut, kista

yang terjadi ada yang berasal dari jaringan gigi dan adapula yang bukan berasal

dari jaringan gigi.

Diagnosa ditegakkan melalui anamnesi, pemeriksaan klinis, radiografik,

pemeriksaan sitopatologis, pengamatan selama operasi pengangkatan kista, dan

pemeriksaan histopatologik. Secara garis besar kista dapat dibagi menjadi kista

developmental dan kista inflamatory. Kista developmental terbagi menjadi kista

odontogenik yaitu kista yang berasal dari sisa-sisa epitelium pembentuk gigi

(epitelium odontogenik) dan kista non odontogenik.

Kista dentigerous yaitu dari berkembangnya poliferasi enamel yang tersisa

atau pembentukan epitelium enamel, dapat bertambah besar dan menyebabkan

ekspansi sehingga meresorpsi tulang-tulang. Biasanya primordial timbul dari

pemecahan retikulum stelata organ enamel sebelum terbentuk struktur gigi.

Bermula adanya impaksi pada gigi akibat lengkung rahang yang terlalu sempit.

Page 6: Laporan Lbm 2 Blok 18

Adanya akumulasi cairan antara epitel email yang tereduksi dan mahkota gigi,

tekanan cairan akan mendorong dan terjadi poliferasi epitel email yang tereduksi

dalam kista. Email epitelium yang tereduksi yang berasal dari organ email dan

selubung gigi namun terbentuk sempurna

II. RUMUSAN MASALAH

1. Apa hubungannya pada daerah yang kehilangan sulcus

buccalis dengan pembengkakan dibawahnya (kista) ?

2. Apa penyebab pembengkakan tidak nyeri ?

3. Apa definisi dari kista ?

4. Apa klasifikasi kista odontogen ?

5. Kapan nekrosis pulpa dapat menjadi abses atau kista ?

6. Apa gambaran klinis dari kista odontogen ?

7. Apa gambaran radiografi dan histologi dari kista ?

8. Apa saja penyebab kista odontogen ?

9. Bagaimana patofisiologi terjadinya kista ?

10. Bagaimana tahapan pemeriksaan sitopatologis ?

11. Bagaimana penatalaksanaan kista odontogen dan

langkah-langkahnya ?

12. Apa saja komplikasi dari kista odontogen ?

13. Apa diagnosa kista di skenario dan DD nya ?

III. PEMBAHASAN

Kista adalah rongga patologis yang berisi cairan, dibatasi oleh

lapisan epitel dan jaringan ikat. Kista dapat menyebabkan

Page 7: Laporan Lbm 2 Blok 18

pembesaran intraoral atau ekstraoral yang secara klinis dapat

menyerupai tumor jinak. Kista banyak didapatkan pada regio

Oral dan Maksilofasial karena adanya sisa epitel odontogenik.

Kista berisi cairan kental atau semiliquid yang dapat berada di

jaringan lunak maupun jaringan keras. Cairan dalam kista

mengandung kristal kolesterol. Kristal kolesterol merupakan salah

satu kandungan isi kista. Selain itu kista juga mengandung serous

dan mucous. Serous muncul pada fase awal dan diikuti oleh

mucous yang muncul setelah terjadi proses inflamasi. Mucous

dibentuk oleh sel goblet yaitu sel panjang dan ramping yang

terbentuk dari molekuler dan dinding kista.

Etiologi kista pada umumnya terjadi karena adanya proliferasi

dari sisa epitel pada saat perkembangan gigi. Epitel yang

berperan pada proses terjadinya kista odontogen adalah sebagai

berikut : Epithelial rest of Malassez, reduced enamel epithelium,

dan glands of Serres. Epithelial rests of Malassez merupakan

epitel yang terbentuk akibat dari proses fragmentasi dari

epithelial root sheath of Hertwig pada saat proses odontogenesis,

epitel ini berperan pada proses pembentukan kista radikular, kista

residual, dan kista paradental. Reduced enamel epithelium

merupakan epitel yang berasal dari enamel organ dan

menyelubungi mahkota gigi yang tidak erupsi, epitel ini berperan

pada pembentukan kista dentigerous dan kista erupsi. Glands of

Serres merupakan epitel yang tersisa setelah proses disolusi dari

Page 8: Laporan Lbm 2 Blok 18

dental lamina, epitel ini berperan pada pertumbuhan odontogenic

keratocyst, kista lateral, dan kista pada gingiva.

Proses patogenesis kista dibagi menjadi 3 fase yaitu fase

inisiasi, fase formasi kista, dan fase pembesaran kista. Pada fase

inisiasi, terjadi proses inflamasi. Saat proses inflamasi

berlangsung, host cell (fibroblast, granulosit, makrofag, dan

limfosit) akan mensekresi proinflammatory cytokines (IL-1, IL-6,

IL-8, dan TNF-alfa), mediator inflamasi (Prostaglandin), dan

growth factor (EGF, KGF,TGF-alfa,FGF, dan HGF) untuk

mengeliminasi bakteri. Kolaborasi dari mediator inflamasi,

proinflammatory cytokine, dan growth factor akan memicu

proliferasi sel epitel malassez.

Saat massa semakin membesar, sel yang terletak di bagian

tengah massa terletak semakin jauh dari pembuluh darah

sehingga mengakibatkan suplai nutrisi terhambat, sel yang

berada di tengah massa akan mati dan ruangan di tengah massa

akan menjadi suatu lumen.

Proses pembesaran kista berhubungan dengan adanya

peningkatan tekanan hidrostatik di dalam lumen kista yang lebih

besar daripada tekanan kapiler pembuluh darah, sehingga untuk

menyeimbangkan tekanan akan terjadi proses transudasi dimana

cairan dari luar kista bisa masuk ke lumen yang akan

mengakibatkan ukuran kista semakin besar. Pertumbuhan kista

akam disertai dengan resorbsi tulang karena adanya aktivasi dari

osteoklas. Proinflammatory cytokines, interleukins,

Page 9: Laporan Lbm 2 Blok 18

prostaglandins, dan TNF-alfa merupakan substansi yang bisa

menstimulasi proses resorbsi tulang melalui peningkatan regulasi

dan RANKL yang akan berperan pada proses aktivasi osteoklas.

Pada kapsul kista terjadi proses kortikasi dimana

pembentukan tulang pada tepi kapsul kista jauh lebih cepat

daripada resorpsi tulang yang terjadi di dalam kista, sehingga

pada gambaran radiografi tepi kista terlihat lebih opaque.

Menurut teori postelat ada dua jenis hal-hal yang berkembang

di kista yaitu teori yang berhubungan dengan pembelahan sel

peripheral dan akumulasi isi kista. Teori hidrostatik mengatakan

bahwa penambahan volume pada kista dapat terjadi karena

adanya sekresi mucous dan akumulasi mucous di dalam kista.

Kista dengan infeksi memiliki sel-sel inflamasi yang

melepaskan co-factor dimana limfosit berdiferensiasi menjadi

limfogen, osteoclast aktif menjadi Osteoclast Activating Factor,

dan monosit menjadi Interleukin-1 (IL-1) sehingga terjadi resorpsi

tulang di sekitar. Itulah mengapa sulcus buccalis di daerah sekitar

kista menjadi hilang.

Nekrosis pulpa dapat mengakibatkan abses maupun kista.

Karena terdapat karies profunda, maka dapat mengakibatkan

pulpitis baik akut maupun kronis. Apabila akut maka akan

menjadi abes periapikal, dan apabila kronis maka akan menjadi

granuloma periapikal. Karena host respon yang bagus, maka akan

cenderung menjadi abses daripada granuloma.

Page 10: Laporan Lbm 2 Blok 18

Apabila terdapat infeksi maka terjadi degredasi jaringan yang

menstimulasi sel-sel epitel malassez sehingga terdapat proliferasi

epitel dan akhirnya terbentuklah kista periapikal. Namun apabila

tidak ada infeksi maka bisa disebabkan oleh pertumbuhan

sehingga terjadi mitosis yang tinggi dan terbentuklah rongga

patologis.

Berdasarkan klasifikasi dari WHO tahun 2005, kista odontogen

disubklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu inflammatory cyst dan

developmental cyst. Yang termasuk inflammatory cyst adalah

kista radikular, kista residual, dan kista paradental. Sedangkan

yang termasuk developmental cyst adalah gingival cyst of

newborn, gingival cyst of adult, kista glandular odontogenik, kista

dentigerous, kista orthokeratin odontogen, kista erupsi, kista

periodontal lateral, calcifying odontogenic cyst, dan kista

odontogen keratosis.

Pada Inflammatory cyst terdapat nyeri dan gejala inflamasi.

Nyeri terjadi karena terdesaknya saraf sensorik di sekitar kista.

Pada umumnya pada kista developmental tidak terasa nyeri,

asimtomatik, dan tidak diketahui penyebabnya. Namun apabila

ukuran kista membesar 10-15 cm atau terdapat infeksi sekunder

maka akan terasa nyeri.

Kista residual adalah kista yang terbentuk setelah sebelumnya

terdapat kista periapikal atau granuloma atau kista kecil namun

ketika perawatan, sel-sel malassez tertinggal sehingga terbentuk

Page 11: Laporan Lbm 2 Blok 18

kista lagi. Kista residual bersifat asimtomatik, pembesaran sel

terjadi secara perlahan dan tidak disadari.

Kista radikular berasal dari proliferasi sel-sel malassez,

tumbuh dari ephitel dental lamina. Pada kista radikular terdapat

tanda-tanda inflamasi. Pada gambaran radiografi tampak area

gelap berbatas radiopaque. Terdapat kerusakan lamina dura, lesi

radiolosen dengan batas radiopaque berhubungan dengan apeks

gigi yang nekrosis.

Kista odontogenik keratosis menyebabkan pembengkakan

di daerah facial atau lingual tulang rahang. Dapat terjadi pada

pasien 10-40 th. Sering terjadi pada mandibula. Ketika masih kecil

asimtomatis namun dapat tampak pada pemeriksaan radiografi.

Apabila besar dan ekstrim maka akan timbul nyeri, apabila kista

menjurus ke ramus maka akan terasa tidak nyaman pada TMJ.

Secara histologis, ephitelium nya memiliki ketebalan yg sama,

yaitu bisa 8 atau 10 lapisan.

Kista periodontal lateral bersifat asimptomatik. Berbentuk

unilokular bundar yang berbentuk seperti tetesan air mata. Pada

gambaran radiografi tampak radiolusen berbatas radiopaque

pada akar gigi distal. Secara histologis terdapat garis ephitelium

nonkeratin tipis yang kaya kolagen dan sel ephitel.

Kista dentigerous sering terjadi pada usia 10-30 tahun, hampir

selalu melibatkan gigi permanen, apabila terjadi pada gigi M3

rahang bawah dari ramus sampai processus coronoideus serta

condile akan terdesak , sedangkan apabila terjadi pada gigi

Page 12: Laporan Lbm 2 Blok 18

caninus rahang atas maka dapat mengakibatkan sinusitis akut

atau selulitis. Pada keadaan ekstra oral, kista sudah membesar

dan akan ada asimetri wajah. Pada pemeriksaan intra oral akan

teraba benjolan keras, tidak merasakan nyeri, dapat ditemukan

setelah mengetahui adanya gigi yang tidak tumbuh atau impaksi,

berkembang secara perlahan, bisa terjadi nyeri apabila terdapat

infeksi, tidak tumbuh gigi pada daerah yg membengkak, terdapat

pergeseran letak gig, dan resorbsi tulang alveolar. Warna

pembengkakan bisa berwarna ungu atau biru tua (eruption

hematom).

Terdapat tiga jenis kista dentigerous yaitu :

1. Tipe central : kista mengelilingi mahkota secara simetris. Dan

bisa menggerakkan gigi berlawanan dengan erupsi normal.

Pada gambaran radiografi tampak mahkota masuk ke dalam

rongga kista. Apabila terjadi pada M3 rahang bawah, maka

akan terjadi di ramus ascendens. Apabila terjadi pada caninus

rahang atas, maka akan menekan bagian orbita. Apabila

terjadi pada insisivus rahang atas maka akan menekan sinus

nasalis. Tipe central terjadi sebelum degenerasi enamel.

2. Tipe Lateral : berkembang di sisi mesial atau distal gigi. Kista

akan menutupi sebagian mahkota. Dapat menggeserkan gigi

kearah yang tidak diliputi kista. Biasanya terjadi pada

sepanjang akar mesial gigi impaksi. Terbentuk saat bagian

oklusal terdapat pada dental kutikel.

Page 13: Laporan Lbm 2 Blok 18

3. Tipe Sirkumferensial : seluruh organ email menjadi cystic. Gigi

akan bererupsi menembus kista sehingga gambaran klinisnya

seperti kista radikular. Kista meluas ke akar mesial dan distal

gigi yang tidak erupsi.

Tahapan pemeriksaan sitologi yang pertama yaitu

pemngambilan sampel. Bahan dan alat yang harus disiapkan dalam

pengambilan sampel adalah spatel kayu atau sikat yang dapat dimasukkan ke

rongga mulut, objek glass, pensil kaca, dan alkohol 95% untuk fiksasi. Antiseptik

oral seperti povidone iodine solution atau chlorhexidine dapat disiapkan untuk

sterilisasi sesudah pengambilan sampel. Untuk pembuatan sediaan, diperlukan

bahan pewarnaan Papanicolaou, entelan dan cover glass.

Pengambilan sediaan dilakukan dengan mengerok atau menyikat mukosa yang

akan diambil sampelnya. Spatel kayu dapat digunakan untuk pengambilan sediaan

dengan cara scraping. Cara scraping dilakukan dengan cara mengerok mukosa oral

secara berulangulang dan dilakukan dalam satu arah sampai terlihat kemerahan di

daerah mukosa yang menandakan lamina propria sudah mulai terekspos.

Sedangkan dengan metode brushing, penyikatan mukosa dapat dilakukan

menggunakan cytobrush atau sikat gigi yang telah disterilisasi dengan

merendamnya dalam cairan Chlorhexidine 0,2%. Teknik penyikatan juga

dilakukan secara berulang dan dengan arah yang sama. Setelah dilakukan

pengambilan sampel, spatel kayu atau sikat diapus pada objek glass yang sudah

bersih dan sudah ditandai terlebih dahulu dengan nomor pasien atau regio

pengambilan sampel di rongga mulut.

Objek glass yang sudah diapus harus segera dimasukkan ke larutan fiksasi dan

tidak boleh dikeringkan untuk mencegah pembusukan spesimen, perubahan sel,

Page 14: Laporan Lbm 2 Blok 18

dan kontaminasi. Bahan fiksasi untuk pewrnaan rutin yaitu alkohol 95%. Fiksasi

juga berguna untuk mengkondisikan struktur sel agar dapat diwarna. Fiksasi

dilakukan minimal selama 20-30 menit. Perendaman di larutan yang dilakukan

kurang dari 20 menit akan menyebabkan sampel mudah lepas dari objek glass.

Preparat yang sudah difiksasi kemudian dikeluarkan dari alkohol dan dibilas

dengan air bersih kemudian dilakukan pewarnaan dengan metode Papanicolaou,

ditutup dengan entelan dan cover glass, dan langsung dapat dilihat secara

mikroskopis.

Diagnosa kista dentigerous memiliki diagnosa banding yang mempunyai

kemiripan bentuk, adalah sebagai berikut :

a. Ameloblastoma : gambaran radiografi mirip, tapi ameloblastoma terdapat

lobul sedangkan kista dentigerous tidak ada.

b. Kista Odontogenik keratosis : kista dentigerous dari epitel email yang

tereduksi, secara histologi sama, tapi odontogenik mengelilingi m3 RB paling

banyak dari sisa epitel gland of serous, giginya sudah tumbuh karena adanya

sisa-sisa epitel.

c. Ameloblastik fibroma : sama-sama terjadi pada posterior, ada lesi pada

ameloblastik fibroma

d. Kista erupsi : memiliki gambaran klinis yang sama hanya berbeda pada

etiologinya yaitu terdapat pada gigi decidui yang mengalami erupsi

e. Kista dentigerous : tipe circumverensial menyerupai kista redikular, bedanya

adanya infeksi pada gigi vital dan non vital pada kista radikular, gambaran

radiolusen sama.

Perbedaan ameloblastoma unikistik dengan kista dentigerous yaitu jika

ameloblastoma unikistik terdapat masa, sedangkan kista dentigerous hanya cairan,

Page 15: Laporan Lbm 2 Blok 18

selain itu dapat diketahui setalah dilakukan biopsi, pada gambaran rediografi antara

ameloblastoma unikistik dengan kista dentigerous adalah sama.

Kista dentigerous bisa terjadi komplikasi, apabila tidak dirawat dan tidak

ditransformasi dari sel epitel lining sehingga dapat menjadi ameloblastoma dan

kemungkinan lagi bisa bertransformasi menjadi karsinomatous

Penatalaksanaan kista dibedakan menjadi dua, yaitu konservatif dan agresif.

Yang termasuk agresif adalah dengan chemical kuretase with ceranoid solution

and resection. Sedangkan konservatif dibagi menjadi part 1 dan part 2. Part 1 yaitu

marsupualisasi. Di Eropa, marsupialisasi dilakukan dengan teknik membuka kista

untuk dekompresi sehingga tidak akan ada tekanan di dalam kista

kemudian tepi nya dijhit dengan mukosa sebelahnya. Di Amerika

Serikat, marsupialisasi dilaukan dengan teknik eksternalisasi,

yaitu melarutkan kista dengan cara memasang tube di kista agar

cairan di dalam kista dapat keluar. Part 2 yaitu enukleasi,

enukleasi adalah pengangkatan kista tanpa pemecahan kista.

Dilakukan dengan menggunakan michel treamer dimana bagian

yang halus mengahadap kista, dan bagian yang seperti sendok

menghadap tulang agar tidak merusak kista. Enukleasi dilakukan

dengan cara dikorek.

Page 16: Laporan Lbm 2 Blok 18

IV. KONSEP MAPING

Kista

odontogenik Non odontogenik

Inflamatory Developmental

Macam-Macam

Gambaran klinis, radiografi, dan histologis

Pemeriksaan klinis dan sitopatologis

Penatalaksanaan

Page 17: Laporan Lbm 2 Blok 18

V. KESIMPULAN

Macam-macam kista secara umum menurut WHO ada 2, yaitu yang pertama Kista

Developmental meliputi Kista Odontogenik yaitu kista yang berhubungan dengan

mahkota dan akar gigi, yang termasuk dalam kista odontogenik adalah kista dentigerous,

kista erupsi dan kista lateral periodontal sedangkan kista non odontogen yaitu kista yang

tidak berhubungan dengan gigi, misalnya kista fisural (kista nasolabial, kista median,

kista globulo maxilaris dan juga kista retensi yang terdiri dari mukokel karena adanya

obstruksi kelenjar minor dan ranula karena adanya obstruksi kelenjar mayor). Yang kedua

adalah Kista Inflamatory yaitu Kista Residual dan Kista Radikular. Pembesaran kista

meliputi poliferasi epitel, pembesaran volume dan adanya resorbsi tulang.

Kista Dentigerous bisa terjadi komplikasi, apabila tidak dirawat dan tidak

ditransformasi dari sel epitel lining sehingga dapat menjadi ameloblastoma dan

kemungkinan lagi bisa bertransformasi menjadi karsinomatous. Penanganan kista

Dentigerous sebaiknya dilakukan bedah enukleasi. Pemeriksaan menunjang yang

dilakukan dalam menangani kista dentigerous adalah dengan rontgen, cek laborat

histopatologi, biopsi, selain itu juga dapat dilakukan aspirasi cairan.

Page 18: Laporan Lbm 2 Blok 18

DAFTAR PUSTAKA

1. Singh M, Gupta K.C. 2010. Surgical Treatment of Odontogenic Keratocyst by

Enucleation. PMC.

2. Ramadhani D.N. 2008. Distribusi dan Frekuensi Kejadian Kista Dentigerous

Berdasarkan Elemen Gigi Penyebab dan Lokasi Kelainan di Poli Gigi Rumah Sakir

Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo Periode 1 Novemver 2002-31 Oktober

2008. Skripsi (S.KG).Universitas Indonesia.

3. Surya T.A. 2009. Gambaran Radiografi Odontogenik Keratosa. Skripsi (S.KG).

Universitas Sumatera Utara.

4. Sabirin I.P. 2015. Sitopatologi Eksfoliatif Mukosa Oral sebagai Pemeriksaan Penunjang

di Kedokteran Gigi. Jurnal kedokteran dan kesehatan.Universitas Jenderal Achmad

Yani.

5. Burket. 2003. Oral Medicine diagnosa & treatment 10th edition. BC Decker.

Inc.London.

6. White SC & Pharoah. 2000. Oral radiology 5th ed. Mosby. St Louis.

7. Peterson. 1993. Contemporary oral and Maaxillofacial Surgery. 2nd ed. CV Mosby

Comapany.