Upload
ali-husain-abdul-kadir
View
241
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/30/2019 Blok 15 Lepra
1/21
Bercak Putih pada Lengan (lepra)
Nama mahasiswa : Aminah binti Mohd Yasin
NIM : 102010366
Kumpulan : C-2
Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11470
Program Studi Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran
Jakarta 2011
17 April 2012
mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]7/30/2019 Blok 15 Lepra
2/21
Page | 2
Pendahuluan
Jamur memang sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia. Sedemikian eratnya
sehingga manusia tak terlepas dari jamur. Jenis fungi-fungian ini bisa hidup dan tumbuh di
mana saja, baik di udara, tanah, air, pakaian, bahkan di tubuh manusia sendiri.
Jamur bisa menyebabkan penyakit yang cukup parah bagi manusia. Penyakit tersebut
antara lain mikosis yang menyerang langsung pada kulit, mikotoksitosis akibat mengonsumsi
toksin dari jamur yang ada dalam produk makanan, dan misetismus yang disebabkan oleh
konsumsi jamur beracun.
Pada manusia jamur hidup pada lapisan tanduk. Jamur itu kemudian melepaskan toksin
yang bisa menimbulkan peradangan dan iritasi berwarna merah dan gatal. Infeksinya bisa
berupa bercak-bercak warna putih, merah, atau hitam di kulit dengan bentuk simetris. Ada
pula infeksi yang berbentuk lapisan-lapisan sisik pada kulit. Itu tergantung pada jenis jamur
yang menyerang.
Selain itu, penyakit jamur juga bisa menyebabkan hipopigmentasi. Hipopigmentasi adalah
hilangnya/ berkurangnya warna kulit. Hal ini disebabkan berkurangnya sel melanosit di kulit
akibat dari berkurangnya asam amino tirosin yang digunakan melanosit untuk membuat
melanin atau sel pigmentasi (pewarna kulit). Hipopigmentasi dapat disebabkan oleh beberapa
hal, yaitu :
1. Ptriasis vesicolor2. Lepra tuberkulosis3. Ptriasis alba4. vitilago
Anamnesis
Identitas Pasien : nama, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan
Keluhan Utama: bercak putih pada lengan kiri
Riwayat Kesehatan
Riwayat Penyakit Sekarang :Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang
ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien
untuk menanggulanginya, memiliki riwayat penyakit alergi atau tidak
Riwayat Penyakit Dahulu :Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini ataupenyakit kulit lainnya
7/30/2019 Blok 15 Lepra
3/21
Page | 3
Riwayat Penyakit Keluarga :Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini
ataupenyakit kulit lainnya.
Pola Kebiasaan: Penggunaan handuk bersama atau sendiri, pola aktifitas
Pemeriksaan fisik
Efloresensi (Gambaran Ruam atau Lesi Kulit atau Ujud Kelainan Kulit)
Makula, berbatas tegas (sharply marginated ), berbentuk bundar atau oval, dan ukurannya
bervariasi. Pada kulit yang tidak berwarna coklat( untanned skin), lesi berwarna coklat
terang. Pada kulit coklat (tanned skin), lesi berwarna putih. Pada orang yang berkulit gelap,
terdapat makula coklat gelap.1
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan bakterioskopikPemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan
pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan kulit atau mukosa hidung yang
diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam, antara lain dengan Ziehl Neelsen.
Bakterioskopik negatif pada seorang penderita, bukan berarti orang tersebut tidak
mengandungM. leprae.1
Pemeriksaaan bakterioskopik, sediaan dari kerokan jaringan kulit atau usapan mukosa hidung
yang diwarnai dengan pewarnaan BTA ZIEHL NEELSON. Pertama tama harus ditentukan
lesi di kulit yang diharapkan paling padat oleh basil setelah terlebih dahulu menentukan
jumlah tepat yang diambil. Untuk riset dapat diperiksa 10 tempat dan untuk rutin sebaiknya
minimal 46 tempat yaitu kedua cuping telinga bagian bawah dan 2 -4 lesi lain yang paling
aktif berarti yang paling eritematosa dan palinginfiltratif. Pemilihan cuping telinga tanpa
mengiraukan ada atau tidaknya lesi di tempat tersebut oleh karena pengalaman, pada cuping
telinga didapati banyak M.leprae.1 Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid
pada sebuah sediaandinyatakan dengan indeks bakteri ( I.B) dengan nilai 0 sampai 6+
menurut Ridley. 0 bilatidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang (LP).
1 + Bila 110 BTA dalam 100 LP
2+Bila 110 BTA dalam 10 LP
3+Bila 110 BTA ratarata dalam 1 LP
7/30/2019 Blok 15 Lepra
4/21
Page | 4
4+Bila 11100 BTA ratarata dalam 1 LP
5+Bila 1011000BTA ratarata dalam 1 LP
6+Bila> 1000 BTA ratarata dalam 1 LP
Indeks morfologi adalah persentase bentuk solid dibandingkan dengan jumlah solid dan non
solid.
IM= Jumlah solid x 100 %
Jumlah solid + Non solid
Syarat perhitungan IM adalah jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA, I.B 1+tidak perlu
dibuat IM karedna untuk mendapatkan 100 BTA harus mencari dalam 1.000sampai 10.000
lapangan, mulai I.B 3+ maksimum harus dicari 100 lapangan.
2. Pemeriksaan histopatologikPemeriksaan histopatologik pada penyakit kusta biasanya dilakukan untuk memastikan
gambaran klinik, misalnya kusta indeterminate atau penentuan klasifikasi kusta. Disini
umumnya dilakukan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (H.E) dan pengecatan tahan asam untuk
mencari basil tahan asam (BTA).1
3. Pemeriksaan serologikPemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang
yang terinfeksi oleh M. leprae. Jenis antibodi yang terbentuk bermacam-macam, karena
terdapat berbagai jenis antigen, misalnya antigen golongan lipopolisakarida yang berasal dari
kapsul kuman, antigen protein yang berasal dari inti sel dan lain lain. Antibodi yang terbentuk
bersifat spesifik dan non-spesifik.1
a. Uji MLPA (Mycobacterium leprae particle agglutination)
Tekhnik ini dikembangkan oleh Izumi dkk. Dengan dasar reaksi antigen-antibodi yang akan
menyebabkan pengendapan (aglutinasi) partikel yang terikat akibat reaksi tersebut. Karena
mudah dilaksanakan dan cepat diketahui hasilnya (hanya diperlukan waktu sekitar 2 jam),
tekhnik ini banyak dipakai untuk skrining mencari kasus kusta subklinik di daerah endemik
kusta.1
b. Uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-sorbent Assay)
Uji ini merupakan uji laboratorik yang memerlukan peralatan khusus serta keterampilan
tinggi, sehingga dalam penyakit kusta hanya dilakukan untuk keperluan khusus, misalnya
7/30/2019 Blok 15 Lepra
5/21
Page | 5
untuk penelitian atau kasus tertentu. Keuntungan uji ELISA ini ialah sangat sensitif, sehingga
dapat mendeteksi antibodi dalam jumlah yang sangat sedikit.1
Prinsip uji ELISA adalah mengukur banyaknya ikatan antigen-antibodi yang terbentuk
dengan memberi label pada ikatan tersebut. Bila uji ini digunakan untuk memantau hasil
pengobatan penyakit kusta, penurunan antibodi spesifik bisa terlihat jelas dengan memeriksa
serum penderita secara berkala setiap 3 bulan sekali.1
c. ML dipstick
Pemeriksaan serologik dengan menggunakan Micobacterium leprae dipstick (ML dipstick)
ditujukan untuk mendeteksi antibodi IgM yang spesifik terhadap M. leprae. Pemeriksaan ini
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis terutama untuk kusta stadium awal,
pemantauan hasil pengobatan dan deteksi adanya relaps serta membedakannya dengan reaksi
reversal.1
4. Pemeriksaan LeprominTes lepromin adalah tes non spesifik untuk klasifikasi dan prognosis lepra tapi tidak untuk
diagnosis. Tes ini berguna untuk menunjukkan sistem imun penderita terhadap M.leprae. O,1
ml lepromin dipersiapkan dari ekstrak basil organisme,disuntikkan intradermal. Kemudian
dibaca setelah 48 jam/ 2hari ( reaksi Fernandez) atau3 4 minggu ( reaksi Mitsuda). Reaksi
Fernandez positif bila terdapat indurasi dan eritemayang menunjukkan kalau penderita
bereaksi terhadap M. Leprae yaitu respon imun tipe lambat ini seperti mantoux test ( PPD)
pada tuberkolosis.1
Reaksi Mitsuda bernilai :
0 Papul berdiameter 3 mm atau kurang
+ 1 Papul berdiameter 46 mm
+ 2Papul berdiameter 710 mm
+ 3 papul berdiameter lebih dari 10 mm atau papul dengan ulserasi
5. Pemeriksaan reaksi rantai polimerase (Polimerase chain reaction/PCR)Prinsip PCR ini adalah menggandakan suatu potongan rantai DNA tertentu dari DNA kuman,
sehingga jumlahnya berlipat ganda dan bisa dilihat sebagai pita protein pada medan
elektroforesa. Pemeriksaan PCR pada penyakit kusta sangat berguna dalam mendeteksi
adanya basil kusta di jaringan, apabila gejala klinis maupun histopatologis tidak menyokong
diagnosis kusta. Pemeriksaan ini jauh lebih sensitif dari pengecatan Ziehl Neelsen maupun
Wade Fite/ Fite Faraco untuk mendeteksi basil tahan asam (BTA).1
7/30/2019 Blok 15 Lepra
6/21
Page | 6
Diagnosis diawali dengan suatu kecurigaan lepra yang ditimbulkan oleh adanya
berbagai faktor risiko yang diketahui, diantaranya: lahir atau tinggal di daerah endemik, ada
hubungan darah dengan penderita yang dapat mencerminkan transmisi atau paparan
lingkungan dan terpapar armadillo di Amerika Utara.1,2
Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal (tanda utama)
yaitu:
1. Bercak kulit yang mati rasaBercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi (plak). Mati
rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap terhadap rasa raba, rasa suhu
dan rasa nyeri.2
2. Penebalan saraf tepiDapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang
terkena, yaitu:
a. Gangguan fungsi sensoris: mati rasab. Ganguan fungsi motoris: paresis atau paralisisc. Gangguan fungsi otonom: kulit kering, retak, edema, pertumbuhan rambut yang
terganggu.
3. Ditemukan kuman tahan asamBahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang
aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit atau saraf.2
Woring diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu tanda
kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan
tersangka kusta dan pasien perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai
diagnosis kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan. Berdasarkan kasus, telah ditemukan satu
daripada tanda kardinal selain daripada tinggal di daerah atau kawasan endermik, yaitu
bercak kulit yang mati rasa. tn A didapati menghidap penyakit lepra atau bahasa awamnya
kusta.
7/30/2019 Blok 15 Lepra
7/21
Page | 7
Diagnosis Banding
Pada lesi makula, differensial diagnosisnya adalah vitiligo, Ptiriasis versikolor, Ptiriasis alba.
Vitiligo merupakan hipomelanosis idiopatik yang ditandai dengan makula putih yang dapat
meluas. Patogenesis vitiligo ada beberapa yaitu hipotesis autoimun, hipotesis neurohumoral,
hipotesis autotoksik dan pajanan terhadap bahan kimia.Hipotesis autoimun, ada hubungan
dengan hipotiroid Hashimoto, anemia pernisiosa dan hipoparatiroid. Hipotesis neurohumeral,
karena melanosit terbentuk darineural crest maka diduga faktor neural berpengaruh. Hasil
metabolisme tirosin adalah melanin dan katekol.1,2 Kemungkinan ada produk intermediate
dari katekol yang mempunyai efek merusak melanosit. Pada beberapa lesi ada gangguan
keringat, dan pembuluh darah, terhadap respon transmitter saraf misalnya setilkolin.
Hipotesis autotoksik,hasil metabolisme tirosin adalah DOPA lalu akan diubah menjadi
dopaquinon.Produkproduk dari DOPA bersifat toksik terhadap melanin. Pajanan terhadap
bahankimia, adanya monobenzil eter hidrokuinon pada sarung tangan dan fenol pada
detergen.Gejala klinis vitiligo adalah terdapat repigmentasi perifolikuler. Daerah yang paling
sering terkena adalah bagian ekstensor tulang terutama bagian atas jari, periofisial pada mata,
mulut dan hidung, tibialis anterior dan pergelangan tangan bagian fleksor.Lesi bilateral atau
simetris. Mukosa jarang terkena, kadang kadang mengenai genitalia eksterna, puting susu,
bibir dan ginggiva.1,2Vitiligo dapat dibagi atas dua yaitu lokal dan generalisata. Vitiligo lokal
dapatdibagi tiga yaitu vitiligo fokal adalah makula satu atau lebih tetapi tidak
segmental,vitiligo segmental adalah makula satu atau lebih yang distribusinya sesuai
dengandermatom, dan mukosal yang hanya terdapat pada mukosa. Vitiligo generalisata juga
dapat dibagi tiga yaitu vitiligo acrofasial adalah depigmentasi hanya pada bagian distal
ekstremitas dan muka serta merupakan stadium awal vitiligo generalisata, vitiligo vulgaris
adalah makula yang luas tetapi tidak membentuk satu pola, dan vitiligo campuran adalah
makula yang menyeluruh atau hampir menyeluruh merupakan vitiligo total.1,2
Ptiriasis versikolor,disebabkan oleh Malaize furfur. Patogenesisnya adalah terdapat flora
normal yang berhubungan dengan Ptiriasis versikolor yaitu Pitysporum orbiculare bulat atau
Pitysporum oval. Malaize furfur merupakan fase spora dan miselium. Faktor predisposisi ada
dua yaitu faktor eksogen dan faktor endogen. Faktor endogen adalahakibat rendahnya imun
penderita sedangkan faktor eksogen adalah suhu, kelembapan udara dan keringat.1,2
Hipopigmentasi dapat disebabkan oleh terjadinya asam dekarbosilat yang diproduksi oleh
Malaize furfur yang bersifat inhibitor kompetitif terhadap enzim tirosinase dan mempunyai
7/30/2019 Blok 15 Lepra
8/21
Page | 8
efek sitotoksik terhadap melanin.Gejala klinis Ptiriasis versikolor, kelainannya sangat
superfisialis, bercak berwarnawarni, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai
difus, fluoresensi dengan menggunakan lampu wood akan berwarna kuning muda, papulo
vesikular dapat ada tetapi jarang, dan gatal ringan. Secara mikroskopik akan kita peroleh hifa
dan spora ( spaghetti and meat ball )1,3
Pitiriasis Alba (PA) merupakan suatu kelainan kulit yang biasanya terdapat pada anak-anak
dan dewasa muda. Yang ditandai dengan adanya gambaran hipopigmentasi bulat sampai
oval, makula halus. Bercak dalam berbagai ukuran biasanya diameternya beberapa
centimeter, berwarna putih (tetapi bukan depigmentasi) atau merah muda terang. Biasanya
bercak tampak jelas, tetapi mungkin dan sedikit meninggi diluar area hipopigmentasi. Lokasi
predileksi meliputi muka, leher dan lengan bagian atas. Lesi hipopigmentasi ini menjadi lebih
nyata setelah terkena sinar ultra violet.1,3
Etiologi
Penyebab lepra adalah suatu mikobakterium tahan asam yaitu Micobacterium leprae
(M. leprae) yang bersifat obligat intrasel. Ditemukan pada banyak tipe sel yang berbeda,
paling sering dalam makrofag tetapi juga dalam sel schwan dari saraf, sel-sel otot, sel endotel
pembuluh darah, melanosit di kulit dan kondrosit dari kartilago.4
Masa belah dari kuman kusta memerlukan waktu yang sangat lama dibandingkan
dengan kuman yang lain, yaitu 12-21 hari. Oleh karena itu masa tunas menjadi lama, yaitu
sekitar 2-5 tahun. Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe multibasiler (MB)
kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum
diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan
melalui saluran pernapasan dan kulit.4
Meskipun cara masukM. leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui dengan pasti,
beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering ialah melalui kulit yang lecet
pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh M. leprae
terhadap kulit bergantung pada faktor imunitas seseorang, kemampuan hidupM. leprae pada
suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang avirulen dan
nontoksis.4
7/30/2019 Blok 15 Lepra
9/21
Page | 9
Epidemiologi
Diperkirakan terdapat antara 10 hingga 15 juta orang di dunia menderita lepra. Penyakit
ini endemik di banyak daerah di Asia, khususnya di sebagian india, sub-Sahara Afrika,
Amerika selatan dan tengah, pulau-pulau di Pasifik dan Filipina. Meskipun 90 % kasus yang
didiagnosis di USA adalah impor.5
Pada akhir tahun (Desember) 2000 di seluruh Indonesia terdaftar 17.539 kasus yang
mendapat pengobatan MDT. Gambaran ini menurun menjadi 17.137 kasus pada Desember
2001, akan tetapi terjadi peningkatan pada tahun 2002 menjadi 19.100 kasus.2
Kusta bukan penyakit keturunan. Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel rambut,
kelenjar keringat dan air susu ibu, jarang didapat di dalam urin. Sputum dapat banyak
mengandung Micobacterium leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas. tempatimplantasi tidak selalu menjadi tempat lesi pertama. Dapat menyerang semua umur, anak-
anak lebih rentan daripada orang dewasa. Di Indonesia penderita anak-anak dibawah umur 14
tahun kira-kira 13 %. Tetapi anak dibawah umur 1 tahun jarang sekali. Sekarang ada usaha
mencatat penderita yang dibawah umur 1 tahun untuk dicari kemungkinan ada tidaknya kusta
kongenital.4
Frekuensi tertinggi adalah kelompok umur antara 25-35 tahun.4,5. Kebanyakan kasus
terjadi di daerah tropis, negara-negara berkembang dan diduga bahwa infeksi lebih sering
pada lingkungan dimana orang-orang dengan dengan status ekonomi rendah, sanitasi yang
buruk, kekurangan gizi dan tingkat pendidikan yang rendah.5
Faktor resiko
Sekitar 50% penderita kemungkinan tertular karena berhubungan dekat dengan seseorang
yang terinfeksi. Infeksi juga mungkin ditularkan melalui tanah, armadillo, kutu busuk dan
nyamuk.
Sekitar 95% orang yang terpapar oleh bakteri lepra tidak menderita lepra karena sistem
kekebalannya berhasil melawan infeksi. Infeksi dapat terjadi pada semua umur, paling sering
mulai dari usia 20an dan 30an. bentuk lepromatosa 2 kali lebih sering ditemukan pada pria.
7/30/2019 Blok 15 Lepra
10/21
Page | 10
Patogenesis
Masuknya M.Leprae ke dalam tubuh akan ditangkap oleh APC (AntigenPresenting Cell) dan
melalui dua signal yaitu signal pertama dan signal kedua. Signal pertama adalah tergantung
pada TCR- terkait antigen (TCR = T cell receptor ) yang dipresentasikan oleh molekul MHC
pada permukaan APC sedangkan signal kedua adalah produksi sitokin dan ekspresinya pada
ada permukaan APC sedangkan signal kedua adalah produksi sitokin dan
ekspresinya pada permukaan dari molek ul kostimulator APC yang berinteraksi
dengan ligan sel T melalui CD28. Adanya kedua signal ini akan mengaktivasi To sehingga
To akan berdif ferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Adanya TNF dan IL 12 akan membantu
differensiasi To menjadi Th1.1
Th 1 akan menghasilkan IL 2 dan IFN yang akan makrofag( fenolat glikolipid I yang
merupakan lemak dari M.leprae akanberikatan dengan C3 melalui reseptor CR1,CR3,CR4
pada permukaannya lalu akandifagositosis) dan proliferasi sel B. Selain itu, IL 2 juga akan
mengaktifkan CTL lalu CD8+. Di dalam fagosit, fenolat glikolipid I akan melindungi bakteri
dari penghancuranoksidatif oleh anion superoksida dan radikal hidroksil yang dapat
menghancurkansecara kimiawi. Karena gagal membunuh antigen maka sitokin dan growth
factors akan terus dihasilkan dan akan merusak jaringan akibatnya makrofag akan terus
diaktifkan dan lama kelamaan sitoplasma dan organella dari makrofag akan membesar,
sekarang makrofag sudah disebut dengan sel epiteloid dan penyatuan sel epitelioid ini akan
membentuk granuloma.Th2 akan menghasilkan IL 4, IL 10, IL 5, IL 13. IL 5 akan
mengaktifasi dari eosinofil.1 IL 4 dan IL 10 akan mengaktifasi dari makrofag. IL 4 akan
mengaktifasi sel Buntuk menghasilkan IgG4 dan IgE. IL 4 , IL10, dan IL 13 akan
mengaktifasi sel mast. Signal I tanpa adanya signal II akan menginduksi adanya sel T anergi
dan tidak teraktivasinya APC secara lengkap akan menyebabkan respon ke arah Th2.
PadaTuberkoloid Leprosy, kita akan melihat bahwa Th 1 akan lebih tinggi dibandingkandengan Th2 sedangkan pada Lepromatous leprosy, Th2 akan lebih tinggi dibandingkan
dengan Th1.1
APC pada kulit adalah sel dendritik dimana sel ini berasal dari sum sum tulangdan melalui
darah didistribusikan ke jaringan non limfoid. Sel dendritik merupakan APCyang paling
efektif karena letaknya yang strategis yaitu di tempat tempat mikroba danantigen asing
masuk tubuh serta organ organ yang mungkin dikolonisasi mikroba. Sel denritik dalam hal
untuk bekerja harus terlebih dulu diaktifkan dari IDC menjadi DC. Idcakan diaktifkan oleh
7/30/2019 Blok 15 Lepra
11/21
Page | 11
adanya peptida dari MHC pada permukaan sel, selain itu dengan adanya molekul
kostimulator CD86/B72, CD80/B7.1, CD38 dan CD40. Setelah DC matang, DC akan pindah
dari jaringan yang inflamasi ke sirkulasi limfatik karena adanya ekspresi dari CCR7 (
reseptor kemokin satu satunya yang diekspresikan olehDC matang). M. Leprae
mengaktivasi DC melalui TLR 2 TLR 1 heterodimer dan diasumsikan melalui triacylated
lipoprotein seperti 19 kda lipoprotein. TLR 2 polimorfisme dikaitkan dengan meningkatnya
kerentanan terhadap leprosy.1
Gejala klinis
Lesi dini yang paling sering adalah pada daerah yang mati rasa di kulit atau lesi kulit
yang dapat dilihat. Lesi kulit yang paling sering memperlihatkan satu atau sedikit makula
hipopigmentasi pada lepra indeterminate. Lesi tuberkuloid dini berupa makula atau plak yang
hipopigmentasi dan sering kulit eritematosa serta biasanya anestetik.4,5
Gambaran klinis penyakit kusta pada seorang pasien mencerminkan tingkat kekebalan
selular pasien tersebut.
Gambar 1. Spektrum lepra
Adapun klasifikasi yang banyak dipakai dalam bidang penelitian adalah klasifikasimenurut Ridley dan Jopling yang mengelompokkan penyakit kusta menjadi 5 kelompok
7/30/2019 Blok 15 Lepra
12/21
Page | 12
berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis dan imunologis. Sekarang
klasifikasi ini juga secara luas dipakai di klinik dan untuk pemberantasan:4
1. Tipe tuberkuloid (TT)
Lesi ini mengenai baik kulit maupun saraf. Lesi kulit bisa satu atau beberapa, dapat berupa
makula atau plakat, batas jelas dan pada bagian tengah dapat ditemukan lesi yang regresi atau
central healing. Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi, bahkan dapat
menyerupai gambaran psoriasis atau tinea sirsinata. Dapat disertai penebalan saraf perifer
yang biasanya teraba, kelemahan otot dan sedikit rasa gatal. Adanya infiltrasi tuberkuloid dan
tidak adanya kuman merupakan tanda terdapatnya respons imun pejamu yang adekuat
terhadap kuman kusta.4
2. Tipe borderline tuberculoid(BT)
Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau plak yang sering disertai lesi
satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau beberapa, tetapi gambaran hipopigmentasi,
kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe tuberkuloid. Adanya gangguan saraf tidak
seberat tipe tuberkuloid, dan biasanya asimetris. Lesi satelit biasanya ada dan terletak dekat
saraf perifer yang menebal.4
3. Tipe mid borderline (BB)
Merupakan tipe yang paling tidak stabil dari semua tipe dalam spektrum penyakit kusta.
Disebut juga sebagai bentuk dimorfik dan bentuk ini jarang dijumpai. Lesi dapat berbentuk
makula infiltratif. Permukaan lesi dapat mengkilap, batas lesi kurang jelas dengan jumlah lesi
yang melebihi tipe BT dan cenderung simetris. Lesi sangat bervariasi, baik dalam ukuran,
bentuk ataupun distribusinya. Bisa didapatkan lesipunched outyang merupakan ciri khas tipe
ini.4
4. Tipe borderline lepromatous (BL)
Secara klasik lesi dimulai dengan makula. Awalnya hanya dalam jumlah sedikit dan dengan
cepat menyebar ke seluruh badan. Makula lebih jelas dan bervariasi bentuknya. Walaupun
masih kecil, papul dan nodus lebih tegas dengan distribusi lesi yang hampir simetris dan
beberapa nodus tampaknya melekuk pada bagian tengah. Lesi bagian tengah sering tampak
normal dengan pinggir dalam infiltrat lebih jelas dibandingkan dengan pinggir luarnya, dan
beberapa plak tampak seperti punched out. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa hilangnya
sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan hilangnya rambut lebih cepat muncul
dibandingkan dengan tipe LL. Penebalan saraf dapat teraba pada tempat predileksi.4
5. Tipe lepromatosa (LL)
7/30/2019 Blok 15 Lepra
13/21
Page | 13
Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih eritematosa, berkilap, berbatas
tidak tegas dan pada stadium dini tidak ditemukan anastesi dan anhidrosis. Distribusi lesi
khas, yakni di wajah mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga; sedang di badan mengenai
bagian badan yang dingin, lengan, punggung tangan, dan permukaan ekstensor tungkai
bawah. Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal,
garis muka menjadi kasar dan cekung membentuk fasies leonina yang dapat disertai,
madarosis, iritis dan keratitis. Lebih lanjut lagi dapat terjadi deformitas pada hidung. Dapat
dijumpai pembesaran kelenjar limfe, orkitis yang selanjutnya dapat menjadi atrofi testis.
Kerusakan saraf yang luas menyebabkan gejala stocking & glove anaesthesia. Bila penyakit
ini menjadi progresif, muncul makula dan papula baru, sedangakan lesi lama menjadi plakat
dan nodus. Pada stadium lanjut serabut-serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin atau
fibrosis yang menyebabkan anestesi dan pengecilan otot tangan dan kaki.4
Salah satu tipe penyakit kusta yang tidak termasuk dalam klasifikasi Ridley dan Jopling,
tetapi diterima secara luas oleh para ahli kusta yaitu tipe indeterminate (I). Lesi biasanya
berupa makula hipopigmentasi dengan sedikit sisik dan kulit disekitarnya normal. Lokasi
biasanya di bagian ekstensor ekstremitas, bokong atau muka, kadang-kadang dapat
ditemukan makula hipestesi atau sedikit penebalan saraf. Pada 20-80% kasus pasien kusta
didapatkan tipe ini yang merupakan tanda pertama. Sebagian besar akan sembuh spontan.4
Keluhan gatal, meskipun ringan, merupakan salah satu alasan penderita datang berobat.
7/30/2019 Blok 15 Lepra
14/21
Page | 14
Gambar 2. Perbandingan antara tuberculoid dan lepromatosus lepra
Penatalaksanaan
Medika mentosa
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah memutus rantai penularan untuk
menurunkan insiden penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita dan mencegah
timbulnya cacat. Untuk mencapai tujuan itu sampai sekarang strategi pokok yang dilakukan
masih didasarkan atas deteksi dini dan pengobatan penderita, yang tampaknya masih
7/30/2019 Blok 15 Lepra
15/21
Page | 15
merupakan dua hal yang penting meskipun nantinya vaksin kusta yang efektif telah tersedia.2-
4
Program MDT
Program MDT dimulai pada tahun 1981, yaitu ketika kelompok studi kemoterapi WHO
secara resmi mengeluarkan rekomendasi pengobatan kusta dengan rejimen kombinasi yang
dikenal sebagai regimen MDT-WHO.3
Obat Dalam Rejimen MDT-WHO
a. Dapson (DDS, 4,4 diamino-difenil-sulfon). Obat ini bersifat bakteriostatik denganmenghambat enzim dihidrofolat sintetase. Dapson biasanya diberikan sebagai dosis
tunggal, yaitu 50-100 mg/hari untuk dewasa atau 2 mg/kgBB untuk anak-anak
b. Rifampisin. Merupakan obat yang paling ampuh saat ini untuk kusta dan bersifatbakterisidal kuat pada dosis lazim. Rifampisin bekerja menghambat enzim polimerase
RNA yang berkaitan secara irreversibel. Dosis tunggal 600 mg/hari.
c. Klofazimin (Lamprene-CIBA GEIGY: B-663). Obat ini merupakan turunan zat warnaiminofenazin dan mempunyai efek bakteriostatik setara dengan dapson. Bekerjanya
diduga melalui gangguan metabolisme radikal oksigen. Dosis untuk kusta adalah 50
mg/ hari atau 100 mg tiga kali seminggu dan untuk anak-anak 1 mg/ kgBB/ hari.
Obat Kusta Baru
Dalam pelaksanaan program MDT-WHO ada beberapa masalah yang timbul, yaitu:
adanya persisten, resistensi rifampisin dan lamanya pengobatan terutama untuk kusta MB.
Oleh karena itu diperlukan obat-obat baru dengan mekanisme bakterisidal yang berbeda
dengan obat-obat dalam rejimen MDT-WHO saat ini. Diantara yang sudah terbukti efektif
adalah:2
Ofloksasin; merupakan obat turunan fluorokuinolon yang paling efektif terhadap M.
leprae, kerjanya melalui hambatan terhadap enzim girase DNA mikobakterium. Satu rejimen
terdiri atas ofloksasin 400 mg/hari diberikan bersama rifampisin 600 mg/hari selama 1 bulan,
baik untuk kusta PB maupun MB dan rejimen lain untuk kusta MB terdiri atas kombinasi
MDT-WHO ditambah ofloksasin 400 mg/hari selama 1 bulan pertama.
Minosiklin; merupakan satu-satunya turunan tetrasiklin yang aktif terhadap M. leprae. Ia
bekerja menghambat sintesis protein melalui mekanisme yang berbeda dengan obat antikusta
lain. Uji klinis pada penderita kusta lepromatosa menunjukkan bahwa pemberian minosiklin
100 mg/ hari menunjukkan perbaikan klinis nyata setelah pemberian selama 2 bulan.
7/30/2019 Blok 15 Lepra
16/21
Page | 16
Klaritromisin; dibandingkan obat lain golongan makrolid, klaritromisin mempunyai
aktivitas bakterisidal setara dengan ofloksasin dan minosiklin pada mencit. Obat ini bekerja
menghambat sintetis protein melalui mekanisme yang lain daripada minosiklin. Penderita
kusta MB yang diobati dengan klaritromisin 500 mg perhari menunjukkan respons klinis dan
bakterioskopis sama dengan pemberian ofloksasin atau minosiklin.4
Dengan adanya obat-obat baru tersebut, telah ditetapkan rejimen baru yang disebut ROM
yaitu kombinasi Rifampisin 600 mg, Ofloksasin 400 mg dan Minosiklin 100 mg. rejimen ini
diberikan sekali dosis tunggal pada kusta pausibasiler lesi tunggal. Dsamping itu saat ini
sedang dilakukan uji klinis penggunaan rejimen ROM sebulan sekali. Untuk kusta PB
diberikan rejimen ROM 3 dan 6 dosis, sedang untuk kusta MB diberikan 12 dan 24 kali.4
Non-medika mentosa
Perawatan pada morbus hansen umumnya untuk mencegah kecacatan. Terjadinya cacat pada
kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf tepi, baik karena kuman kusta maupun karena
peradangan sewaktu keadaan reaksi netral.4
a) Perawatan mata dengan lagophthalmos
Penderita memeriksa mata setiap hari apakah ada kemerahan atau kotoran. Penderita harus ingat sering kedip dengan kuat Mata perlu dilindungi dari kekeringan dan debu
b) Perawatan tangan yang mati rasa
Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk mencari tanda- tanda luka, melepuh Perlu direndam setiap hari dengan air dingin selama lebih kurang setengah jam Keadaan basah diolesi minyak Kulit yang tebal digosok agar tipis dan halus Jari bengkok diurut agar lurus dan sendi-sendi tidak kaku Tangan mati rasa dilindungi dari panas, benda tajam, luka
c) Perawatan kaki yang mati rasa
Penderita memeriksa kaki tiap hari.
7/30/2019 Blok 15 Lepra
17/21
Page | 17
Kaki direndam dalam air dingin lebih kurang jam Masih basah diolesi minyak Kulit yang keras digosok agar tipis dan halus
Jari-jari bengkok diurut lurus Kaki mati rasa dilindungi
d) Perawatan luka
Luka dibersihkan dengan sabun pada waktu direndam Luka dibalut agar bersih Bagian luka diistirahatkan dari tekanan Bila bengkak, panas, bau bawa ke puskesmas
Tanda penderita melaksanakan perawatan diri:
1) Kulit halus dan berminyak
2) Tidak ada kulit tebal dan keras
3) Luka dibungkus dan bersih
4) Jari-jari bengkak menjadi kaku
Komplikasi
Anggota gerak
Merupakan akibat dari kerusakan saraf, yang menyebabkan tidak sensitif dan myopati. Tidak
sensitif mempengarui rangsang raba, nyeri dan panas. Yang paling sering terkena adalah saraf
ulna yang mengakibatkan jari ke 4 dan 5 seperti cakar akibat kehilangan fungsi otot untuk
mengangkat pergelangan tangan dan juga kemampuan untuk meraba. Infeksi lepra ke saraf
medianus menyebabkan ketidak mampuan untuk menggerakan jempol dan mengenggam.
Apabila gangguan mengenai saraf radialis juga maka akan terjadi wrist drop atau pergelangan
tangan yang jatuh. 1,2,5
Kehilangan indra perasa pada tangan dan kaki dapat menyebabkan luka, dan apabila tidak
dirawat dengan baik luka akan membesar dan bertambah dalam, pada akhirnya jari akanmengalami kematian dan terlepas tanpa penderita merasa nyeri.
7/30/2019 Blok 15 Lepra
18/21
Page | 18
Hidung
Infeksi mikrobakteri ke mukosa hidung dapat menyebabkan pembengkakan dan perdarahan
hidung yang terus menerus. Tanpa pengobatan yang baik infeksi akan menjalar dan merusak
tulang rawan hidung dan penderita akan kehilangan hidungnya. 2,5
Mata
Infeksi pada mata tidak hanya terjadi pada mata sendiri yang mengakibatkan kekeruhan dari
cairan mata dan gangguan penglihatan, tetapi kerusakan dapat juga terjadi pada saraf-saraf
penghlihatan mata yang mengakibatkan penglihatan akan berkurang dan juga pada saraf otot-
otot penggerak bola mata yang menyebabkan gangguan koordinasi penglihatan kedua mata.
Dari pemeriksaan mata bagian dalam akan tampak perdarahan pada bagian mata penerima
cahaya.1,2,5
Testis
Infeksi lepra dapat terjadi pada testis dan menyebabkan infeksi dari saluran testis dan apabila
tidak diterapi dengan baik akan menyebabkan kerusakan permanen dari saluran dan penghasil
sperma sehingga penderita akan steril.5
Pencegahan
Penyakit kusta adalah penyakit yang memberi stigma yang sangat besar besar pada
masyarakat, sehingga penderita kusta menderita tidak hanya kerena penyakitnya saja, juga
dijauhi atau dikucilkan oleh masyarakat. Hal tersebut sebenarnya lebih banyak disebabkan
karena cacat tubuh yang tampak menyeramkan. Cacat tubuh tersebut sebenarnya lebih
banyak disebabkan karena cacat tubuh yang tampak menyeramkan. Cacat tubuh tersebut
sebenarnya dapat dicegah apabila diagnosis dan penanganan penyakit dilakukan secara dini.
Demikian pula diperlukan pengetahuan berbagai hal yang dapat menimbulkan kecacatan dan
pencegahan kecacatan, sehingga tidak menimbulkan cacat tubuh yang tampak menyeramkan.
Identifikasi dan pengobatan penderita kusta merupakan kunci pengawasan. Anak-anak dari
orang tua yang teinfeksi diberikan kemoprofilaksis dengan sulfon sampai orang tua tidak
infeksius lagi. Jika salah satu anggota dalam keluarga menderita lepra lepromatosa, maka
profilaksis demikian diperlukan bagi anak-anak dalam keluraga tersebut.2-4
Pencegahan Primodial
Pencegahan primodial yaitu upaya pencegahan pada orang-orang yang belum memiliki faktor
resiko penyakit kusta melalui penyuluhan. Penyuluhan tentang penyakit kusta adalah proses
peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat oleh petugas kesehatan
7/30/2019 Blok 15 Lepra
19/21
Page | 19
sehingga masyarakat dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari
penyakit kusta.4
Pencegahan Primer (Primary Prevention)
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan seseorang yang telah memiliki
faktor resiko agar tidak sakit.Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk mengurangi
insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktor-
faktor resikonya. Untuk mencegah terjadinya penyakit kusta, upaya yang dilakukan adalah
memperhatikan dan menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal,personal hygiene, deteksi
dini adanya penyakit kusta dan penggerakan peran serta masyarakat untuk segera
memeriksakan diri atau menganjurkan orang-orang yang dicurigai untuk memeriksakan
diri ke puskesmas.4
Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)
Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan penyakit dini yaitu mencegah orang
yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan menghindari
komplikasi. Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mengobati penderita dan mengurangi
akibat-akibat yang lebih serius dari penyakit yaitu melalui diagnosis dini dan pemberian
pengobatan. Pencegahan sekunder ini dapat dilakukan dengan melakukan diagnosis dini dan
pemeriksaan neuritis, deteksi dini adanya reaksi kusta, pengobatan secara teratur melalui
kemoterapi atau tindakan bedah.4
pencegahan Tertier (Tertiary Prevention)
Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan
rehabilitasi. Rehabilitasi adalah upaya yang dilakukan untuk memulihkan seseorang yang
sakit sehingga menjadi manusia yang lebih berdaya guna, produktif, mengikuti gaya hidup
yang memuaskan dan untuk memberikan kualitas hidup yang sebaik mungkin, sesuai
tingkatan penyakit dan ketidakmampuannya.
Pencegahan tertier meliputi:
a. Pencegahan KecacatanPencegahan cacat kusta jauh lebih baik dan lebih ekonomis daripada penanggulangannya.
Pencegahan ini harus dilakukan sedini mungkin, baik oleh petugas kesehatan, maupun oleh
penderita itu sendiri dan keluarganya. Upaya pencegahan cacat terdiri atas :
a. Upaya pencegahan cacat primer, yang meliputi :
1) Diagnosa dini dan penatalaksanaan neuritis
2) Pengobatan secara teratur dan adekuat
7/30/2019 Blok 15 Lepra
20/21
Page | 20
3) Deteksi dini adanya reaksi kusta
4) Penatalaksanaan reaksi kusta
b. Upaya pencegahan cacat sekunder, yang meliputi :
1) Perawatan diri sendiri untuk mencegah luka
2) Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah
terjadinya kontraktur.
3) Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak
mendapat tekanan yang berlebihan.
4) Bedah septik untuk mengurangi perluasan infeksi.
5) Perawatan mata, tangan dan atau kaki yang anestesi atau mengalami kelumpuhan otot.
b. RehabilitasiRehabilitasi yang dilakukan meliputi rehabilitasi medik, rehabilitasi sosial, dan rehabilitasi
ekonomi. Usaha rehabilitasi medis yang dapat dilakukan untuk cacat tubuh ialah antara lain
dengan jalan operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya tidak sempurna kembali ke asal,
tetapi fungsinya dan secara kosmetik dapat diperbaiki. Cara lain adalah kekaryaan, yaitu
memberi lapangan pekerjaan yang sesuai cacat tubuhnya, sehingga dapat berprestasi dan
dapat meningkatkan rasa percaya diri, selain itu dapat dilakukan terapi psikologik
(kejiwaan).2,5
Prognosis
setelah program terapi obat prognosis pada penderita ini adalah baik karena keadaan umum
baik dan belum ada komplikasi serta kecacatan akibat penyakit kusta ini. Dan diharapkan
dengan penanganan yang teratur dapat memberikan hasil yang maksimal sesuai yang
diharapkan. Yang paling sulit adalah manajemen dari gejala neurologis, kontraktur dan
perubahan pada tangan dan kaki. Ini membutuhkan tenaga ahli seperti neurologis, ortopedik,
ahli bedah, prodratis,oftalmologis, physical medicine, dan rehabilitasi. 2-4
Penutup
Lepra adalah penyakit menular kronik yang berkembang lambat, disebabkan oleh
Mycobacterium leprae dan ditandai dengan pembentukan lesi granulomatosa atau neurotropik
pada kulit, selaput lendir, saraf, tulang, dan organ-organ dalam. Masuknya M.Leprae ke
7/30/2019 Blok 15 Lepra
21/21
Page | 21
dalam tubuh akan ditangkap oleh APC (Antigen Presenting Cell) dan melalui dua signal yaitu
signal pertama dan signal kedua. Lepra mungkin penyebab tersering kerusakan pada organ
tangan. Trauma dan infeksi kronik sekunder dapat menyebabkan hilangnya jari jemari
ataupun ekstremitas bagian distal. Juga sering terjadi kebutaan. Hilangnya hidung dapat
terjadi pada kasus LL.Dengan adanya obat-obat kombinasi, pengobatan mejadi lebih
sederhana dan lebih singkat, serta prognosis menjadi lebih baik.
Daftar pustaka
1. Djuanda, Adhi dkk. Kusta. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, dan Siti Aisah. IlmuPenyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia. 2007 ;73- 88.
2. Amiruddin, M Dali. Marwali Harahap.Ilmu Penyakit Kulit . Jakarta : PenerbitHipokrates. 2000 ; 260-2713.
3. Siregar, RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta; EGC. 2005 ;1554. Dorland, W.A.Newman.Kamus Kedokteran Dorland edisi kedua puluh sembilan.
Jakarta: EGC. 2002 ; 11954.
5. Fitzpatrick, Thomas B dkk.Leprosy in Color Atlas and Synopsys ofClinical Dermatology. Singapore: McGraw Hill. 2008 ; 1794