Upload
ahmad
View
61
Download
14
Embed Size (px)
DESCRIPTION
blok 5
Citation preview
Struktur dan Mekanisme Tulang dan Otot Normal Dikaitkan dengan Refleks
Vina Cyrilla
102014214, F2
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
Pendahuluan
Manusia merupakan makhluk hidup yang memiliki berbagai macam organ-organ dengan
struktur kompleks dan sebagian besar anatomi tubuhnya disusun oleh tulang dan otot. Tulang
dan otot merupakan jaringan dalam tubuh yang memiliki massa yang paling besar.1 Bukan hanya
massa, tetapi tulang dan otot berperan penting dalam aktivitas kita sehari-hari. Tulang menopang
dan melindungi organ dalam kita, karena itu tulang memiliki struktur yang kaku. Tulang juga
merupakan tempat melekatnya otot sedangkan penggerak bagi tulang yang adalah otot yang
melekat pada tulang tersebut, dengan kerjasama dari tulang dan otot maka kita dapat bergerak
dan berpindah.2
Manusia dapat melakukan berbagai gerakan juga karena adanya sistem susunan saraf
pusat atau otak sebagai pemegang kendali atas seluruh aktivitas. Apabila seseorang terkena
rangsangan yang menyakitkan pada permukaan kulitnya maka ia akan melakukan refleks, yaitu
reaksi terhadap rangsangan dengan memberikan respons yang diatur dengan sedemikian rupa
oleh sistem saraf pusat.
Struktur Tulang Tungkai Bawah
Salah satu bagian dari tubuh manusia yang berperan dalam aktivitas adalah bagian
tungkai bawah. Tungkai bawah berfungsi untuk menyokong tubuh manusia sehingga seseorang
dapat berpindah tempat atau bergerak (berjalan, berlari, dan sebagainya).
Tulang tungkai bawah tersusun atas 2 tulang yaitu tibia dan fibula. Tibia merupakan
tulang yang lebih kuat dibandingkan dengan fibula dan terletak di sisi dalam atau sisi medial.
Ujung atas tibia sangat melebar sehingga menciptakan permukaan yang luas untuk menahan
berat badan. Bagian ini mempunyai 2 masa menonjol yang disebut condylus medialis dan
condylus lateralis yang permukaannya halus dan berartikulasi dengan condylus femur. Di bawah
condylus pada tibia terdapat penonjolan yang disebut tuberositas tibiae. Condylus lateralis
memiliki permukaan sirkular untuk persendian dengan ujung atas fibula. Batas anterior terletak
persis di bawah kulit dan dapat diraba sebagai penonjolan tulang kering. Batas kedua menghadap
fibula dan merupakan tempat perlekatan membrana interossea cruris yang menghubungkan tibia
dan fibula, seperti hal nya radius dan ulna berhubungan di lengan bawah. Ujung bawah tibia
sedikit melebar dan menjorok ke bawah untuk membentuk malleolus medialis yang mengarah ke
medial dan berartikulasi dengan talus. Ujung bawah tibia juga berartikulasi dengan fibula.3,4
Fibula merupakan tulang yang berbentuk sangat ramping dibanding tibia dan letaknya di
sisi luar tungkai bawah. Kepala fibula mempunyai bidang sirkular yang berartikulasi dengan
condylus lateral dari tibia. Corpus ulna ramping dan membentuk beberapa pinggir tajam, salah
satu pinggir tersebut merupakan tempat perlekatan membrana interossea cruris yang
menghubungkan tibia dan fibula. Ujung bawah fibula menjorok ke bawah melebihi tibia dan
menyebabkan penonjolan tulang pada bagian luar sendi pergelangan kaki yang dikenal sebagai
malleolus lateral yang berartikulasi dengan talus di bagian facies malleolaris lateralis.3
Dalam makalah ini, tulang yang akan dibahas lebih dalam adalah tulang bagian telapak
kaki. Pada telapak kaki terdapat os. calcaneus (tulang terbesar pada telapak kaki), os. talus, ossa
tarsi, ossa metatarsi I-V, ossa sesamoidea, dan phalanges. Talus berartikulasi dengan calcaneus
pada bagian inferiornya; malleolus medialis dari tibia pada bagian superomedial; malleolus
lateralis dari fibula pada bagian lateral; os. naviculare pada bagian distal (caput tali).
Baris proximal pada ossa tarsi dari medial ke lateral adalah os. naviculare dan os.
cuboideum. Baris distal pada ossa tarsi dari medial ke lateral adalah os. cuneiforme mediale, os.
cuneiforme intermedium, os. cuneiforme laterale. Pada ossa metatarsi, ada ciri khas pada os.
metatarsal kelima, yaitu adanya tuberositas ossis metatarsi quinti dan ada ossa sesamoidea pada
bagian inferior capitulum ossis metatarsalis I. Apabila kaki diletakan di lantai maka hanya tiga
tulang yang akan terletak pada lantai, yaitu tuber calcanei, capitulum ossis metatarsi, dan
capitulum ossis metatarsalis V. pada os. pedis terdapat garis-garis, yaitu garis lisfranc yang
berada diantara ossa metarsalia dan ossa tarsi distal dan garis chopart yang berada diantara os.
calcaneus, os. talus, dan ossa tarsi proximal.5
Gambar 1. Os. Pedis6
Gambar 2. Garis Chopart dan Lisfranc7
Struktur Otot Telapak Kaki
Ada tiga jenis otot yaitu otot skeletal, otot polos dan otot jantung. Makalah ini berfokus
terutama pada otot rangka. Otot telapak kaki dibagi menjadi empat lapis. Lapisan terluar adalah
aponeurosis plantaris yang terletak di sebelah dalam fasia superfisialis pada telapak kaki dan
melapisi lapisan otot pertama. Melekat pada calcaneus di belakang.8,9
Lapisan pertama dari otot telapak kaki adalah m. abductor hallucis (abduktor dan fleksi
digitus primus), m. flexor digitorum brevis (fleksi keempat jari kaki II-V lateral), dan m.
abductor digiti minimi (abduksi dan fleksi digiti minimi).8-10
Lapisan keduanya adalah Mm. lumbricalis (fleksi phalanges proximales dan ekstensi
phalanges mediae serta distales keempat jari kaki lateral), m. flexor digitorum longus, m.
quadratus plantae (membantu m. flexor digitorum longus mengadakan fleksi keempat jari kaki
lateral), m. hallucis brevis, m. flexor hallucis longus.8-10
Lapisan ketiga adalah m. flexor hallucis brevis (fleksi phalanx proximalis digiti I), m.
adductor hallucis (aduksi digiti primus membantu mempertahankan lengkung kaki transversal),
dan m. flexor digiti minimi brevis (fleksi phalanx proximalis V, membantu fleksi seluruh digiti
minimi).8-10
Lapisan yang terakhir adalah Mm. interossei dorsalis (terdiri dari 4 otot, abduksi jari-jari
kaki II-IV dan fleksi articulations metatarsophalanges), Mm. interossei plantares (terdiri dari 3
otot, aduksi jari-jari kaki II-IV dan fleksi articulations metatarsophalanges), serta tendon
peroneus longus dan m. tibialis superior (plantar fleksi kaki pada sendi pergelangan kaki; inversi
kaki).8-10
Gambar 3. Otot Telapak Kaki9
Jaringan Otot dari Aspek Histologis
Jaringan otot pada manusia merupakan jaringan yang jumlahnya dapat mencapai 40%
hingga 50% massa tubuh manusia. Jaringan ini juga sekaligus merupakan jaringan tunggal yang
terbesar di dalam tubuh manusia. Otot berfungsi sebagai transducer atau mesin yang dapat
mengubah energi potensial (kimiawi) menjadi energi kinetik (mekanis). Otot secara umum
memiliki tiga fungsi, antara lain adalah fungsi pergerakan, yaitu untuk menghasilkan pergerakan
pada tulang dimana otot tersebut melekat dan bergerak di dalam bagian-bagian organ internal
tubuh; menopang tubuh dan mempertahankan postur tubuh manusia baik saat duduk maupun di
saat berdiri; memproduksi panas yang digunakan untuk mempertahankan kestabilan suhu tubuh
normal manusia. Selain memiliki fungsi-fungsi tersebut di atas, otot juga memiliki karakteristik
khusus, yaitu kontraktilitas yang berarti serabut otot dapat berkontraksi dan menegang sehingga
menyebabkan otot memendek; eksitabilitas, yaitu meregang bila di tarik; ekstensibilitas, yaitu
memiliki kemampuan untuk meregang melebihi panjang otot saat relaks; elastisitas, yaitu otot
dapat kembali ke ukurannya semula setelah melakukan kontraksi atau meregang.11,12
Terdapat tiga jenis otot yaitu otot polos, otot rangka, dan otot jantung. Bentuk serat otot
polos adalah fusiformis dengan inti di tengah. Otot polos memiliki kerja involuntary dan apabila
mengalami kerusakan dapat diperbaiki dengan cara mitosis. Otot polos umumnya terdapat di
dalam organ berlumen seperti pembuluh darah, usus, saluran urin, saluran pernapasan, dan lain-
lain. Otot polos paling panjang ada pada wanita hamil dan paling pendek terdapat pada arteriol
atau venula.13-16
Otot jantung merupakan otot lurik. Bentuk seratnya seperti otot skelet bercorak dan
intinya seperti otot polos, yaitu ditengah serat. Di ventrikel jantung serat otot jantung ada yang
mengalami modifikasi dan berfungsi untuk menyalurkan rangsang, disebut juga serat purkinye.
Otot jantung memiliki kerja involuntary. Pada pembahasan kali ini akan lebih ditekankan pada
pembahasan otot rangka.13-16
Jaringan otot skelet berfungsi untuk menggerakkan skelet (rangka tulang). Bentuk
seratnya silindris panjang dan ujungnya tumpul. Otot lurik bekerja secara voluntary. Otot skelet
paling panjang ada pada m.sartorius. Dengan gambaran mikroskopik, pada sayatan memanjang
otot kerangka dan otot jantung pada miofibrilnya terdapat garis-garis melintang yang khas
sedangkan pada otot polos tidak.13-16
Otot lurik merupakan sel-sel serabut otot yang memiliki banyak inti atau multinukleus
yang dikelilingi oleh membran plasma yang dapat dirangsang oleh listrik, dan biasa disebut
sarkolema. Masing-masing serat dari otot lurik ini merupakan berkas miofibril yang tersusun
secara sejajar yang terbenam dalam cairan intrasel yang biasa disebut sarkoplasma. Di dalam
sarkoplasma inilah, akan ditemukan berbagai macam zat, seperti glikogen, ATP dan keratin-P,
dan enzim-enzim glikolisis. Otot rangka disebut juga otot lurik karena susunan beraturan
miofilamennya membentuk pola berulang pita yang terang dan pita yang gelap. Masing-masing
unit berulang itulah yang disebut sebagai sarkomer dan merupakan unit fungsional yang bekerja
saat otot melakukan kontraksi maupun relaksasi.12
Gambar 4. Otot Rangka13
Tiap serat otot skelet diliputi endomisium, dan menyusun fasikulus. Tiap fasikulus
diselaputi oleh perimisium. Beberapa fasikulus menyusun muskulus. Muskulus diliputi oleh
epimisium. Jaringan otot skelet ini bercorak. Bentuknya silindris panjang dengan ujung tumpul.
Intinya banyak dan berada di pinggir. Otot ini juga memiliki corak yang berwarna lebih hitam
dan lebih terang karena diakibatkan adanya aktin dan miosin.14,15
Miofibril terbagi lagi menjadi 2 bagian filamen, yaitu filamen tebal dan filamen tipis.
Filamen tebal dari miofibril mengandung protein otot yang disebut miosin, sedangkan filamen
tipisnya mengandung beberapa protein otot, yaitu aktin, troponin, dan tropomiosin (berbentuk
fibrous). Keempat protein otot inilah yang membentuk struktur miofibril secara keseluruhan dan
berperan dalam proses terjadinya kontraksi dan relaksasi. Selain filamen tebal dan filamen tipis,
ada daerah H, pita I, pita A, garis M, dan garis Z. Pita A merupakan pita yang terlihat gelap
(filamen tebal yang berisi protein miosin), sedangkan pita I merupakan pita yang terlihat terang
(filament tipis yang berisi protein aktin), kedua pita ini bersama-sama membentuk penampakan
gelap-terang pada otot rangka, sehinga terlihat berlurik-lurik. Daerah H merupakan daerah pada
miosin yang tidak dimasuki oleh aktin. Sedangkan yang disebut sebagai 1 sarkomer merupakan
regio yang ada di antara garis Z satu dengan Z yang lainnya.11,15
Dalam otot rangka, terdapat otot merah dan otot putih. Otot merah (tipe I) disebut otot
kerut lambat. Aktivitas enzim ATPase pada miosinnya rendah, mempunyai mioglobin dan
sitokrom. Kecepatan kontraksi dan lama kontraksinya juga lambat sehingga menggunakan asam
lemak sebagai sumber energi utama.17
Otot putih (tipe IIB) memiliki aktivitas enzim ATPase pada miosinnya cepat, tidak
mempunyai mioglobin. Kecepatan kontraksinya cepat dan lama kontraksinya juga singkat. Otot
putih lebih cepat lelah daripada otot merah. Otot putih menggunakan glikogen dan glukosa
sebagai sumber energi.17,18
Bagian dalam sarkolema terdapat selaput (plasmalema) yang terdiri dari dua lapis protein
yang ditengahnya diisi lemak (lipid). Secara umum sarkolema bersifat transparan, kenyal dan
resisten terhadap asam dan alkali. Serat-serat otot kerangka yang bergabung membentuk berkas
serabut otot primer disebut fasikulus, yang dibalut oleh jaringan ikat kolagen pekat
(endomisium).19
Sarkoplasma mengandung mitokondria, granula glikogen untuk cadangan energy sel,
miofibril untuk penyimpanan O2, ion-ion Kalium, Magnesium, fosfat, dan enzim protein. Di
dalam sarkoplasma terdapat retikulum sarkoplasma yang bersifat agranuler (Smooth ER.) karena
ribosom pada otot kerangka terdapat bebas dari matriks. Pada manusia tiap sarkomer memiliki
dua triad di daerah pertemuan garis A (anisotrop) dan garis I (isotrop). Sarkomer ini berfungsi
menyalurkan impuls dari permukaan otot kerangka ke dalam serabut yang lebih dalam
letaknya.19
Miofibril dengan mikroskop cahaya miofibril tampak memiliki bagian cerah (pita I) dan
gelap (tipe A), bila menggunakan pewarnaan hematoksilin besi (Heidenheia). Inilah yang
memberikan aspek bergaris melintang baik pada otot kerangka maupun otot jantung. Pada satu
serabut otot kerangka terdapat ribuan miofibril, sedangkan tiap miofibril memiliki ratusan
miofilamen yang bersifat submikroskopis.19
Miofilamen terdiri dari 2 macam yaitu filamen tebal dan tipis. Filamen tebal berdiameter
100 Angstrom dan panjangnya 1,5 µm. Filamen ini membentuk pita A dan berisi protein miosin
dan berbentuk globuler. Fungsi dari miosin adalah sebagai enzim katalisator yang berperanan
memecah ATP menjadi ADP + energi, dan energi ini digunakan untuk kontraksi. Pada kepala
miosin ini berikatan dengan aktin.19
Filamen tipis mempunyai panjangnya 1µ dan diameternya 50 Angstrom, terbagi dua oleh
garis Z. Bentuknya langsing dan elastis. Filamen ini membentuk pita I yang berisi protein aktin.
Aktin dan miosin tersusun sejajar dengan sumbu memanjang serabut otot skelet. Aktin memiliki
monomer yang disebut G-aktin (globuler), monomer-monomer ini kemudian akan
berpolimerisasi menjadi F-aktin yang berbentuk fibrous, F-aktin inilah yang selanjutnya akan
berikatan dengan miosin untuk melaksanakan kontraksi. Pada F-aktin terdapat troponin T, I, C,
dan tropomiosin. Troponin bersifat unik bagi otot lurik karena terdiri atas tiga macam polipeptida
dan ketiganya berbentuk globuler, troponin T atau TpT yang berfungsi untuk mengikat
tropomiosin dan 2 komponen troponin lainnya, troponin I atau TpI yang berfungsi sebagai
inhibitor untuk menghambat terjadinya ikatan antara F-aktin dan miosin dan juga mengikat
komponen-komponen troponin lainnya, dan troponin C atau TpC yang berfungsi sebagai
polipeptida pengikat kalsium dan mampu mengikat sampai 4 molekul ion kalsium.10,14,18,20
Garis Z (Zwischenschreibe) atau intermediate disc berupa garis tipis dan gelap yang
membagi pita I sama rata. Daerah antara 2 garis Z disebut sarkomer yang panjangnya sekitar
1,5µ. Garis H (Helleschreibe) terdapat dalam pita A yang bebas dari unsur aktin. Garis M
(Mittelschreibe) yang membagi miosin tepat terbagi sama rata.19
Gambar 5. Otot Rangka20
Gambar 6. Sarkomer13
Mekanisme Kerja Otot
Filamen tebal terletak di bagian tengah dari masing-masing sarkomer , terjepit di antara
filamen tipis. Ketika kontraksi otot rangka, aktin dan miosin menggeser melewati satu sama
lain,19 respon terhadap stimulasi saraf, menyebabkan pemendekan sarkomer. Hal ini terjadi dalam
serangkaian langkah, kadang-kadang digambarkan sebagai 'mekanisme ratchet'.3 Banyak ATP
digunakan dalam proses kontraksi.
Sebelumnya ke tahap mekanisme kontraksi dan relaksasi, masing-masing heliks dari
miosin memiliki sebuah bagian kepala yang globular. Miosin apabila dicerna oleh enzim tripsin
akan menghasilkan dua bagian miosin yang disebut meromiosin ringan (light meromyosin) dan
meromisoin berat (heavy meromyosin). Meromiosin ringan berbentuk serabut heliks dan tidak
dapat larut. Pada meromiosin ringan ini, tidak ditemukan adanya aktivitas katalitik, yaitu ATPase
dan tidak mengikat F-aktin. Meromiosin berat, terdiri atas 2 bagian, bagian 1 yang berbentuk
globuler dan bagian lainnya yang berbentuk serabut heliks. Meromiosin berat apabila dicerna
lebih lanjut oleh enzim papain dan akan terbagi lagi menjadi 2 fragmen, yaitu fragmen S-1 yang
merupakan bagian globulernya dan fragmen S-2 yang merupakan bagian serabut heliksnya.
Fragmen S-1 inilah yang menunjukkan adanya aktivitas ATPase dan akan berikatan dengan F-
aktin, sedangkan fragmen S-2 tidak menunjukkan adanya aktivitas ATPase dan juga tidak dapat
berikatan dengan F-aktin.11,15
Kontraksi pada otot, pada dasarnya merupakan mekanisme perlekatan dan pembebasan
ikatan antara kepala S-1 miosin yang globuler dengan filamen milik F-aktin. Perlekatan dan
pembebasan tersebut dilakukan dalam bentuk jembatan silang (cross-bridge).
Kontraksi otot terjadi karena adanya rangsangan. Rangsangan berasal dari asetilkolin
(neurotransmitter) yang dilepaskan akibat adanya potensial aksi motor neuron. Asetilkolin
disintesis di ujung terminal neuron motorik dari asetil koA dengan bantuan kolin asetil
transferase; dapat dihambat dengan kolinesterase dan kurare dengan cara menempel pada
reseptor asetilkolin pada motor end plate karena bentuknya yang cocok dengan reseptor
asetilkolin, kolinesterase dan kurare disebut juga inhibitor kompetitif.21,22
Asetilkolin dilepaskan ke ruang antara saraf dan otot (celah sinaps) dan ketika asetilkolin
menempel pada reseptor asetilkolin di motor end plate dari otot akan menyebabkan perubahan
permeabilitas di serat otot (depolarisasi), menghasilkan potensial aksi yang dihantarkan di
seluruh permukaan membrane sel otot. Sehingga menyebabkan depolarisasi dalam tubulus T
sehingga retikulum sarkoplasma bereksitasi melepaskan sejumlah besar ion kalsium ke dalam
miofibril. Ion-ion kalsium mengikat troponin C, membentuk kompleks TpC 4 Ca2+ kemudian
berinteraksi dengan troponin T dan tropomiosin kemudian berinteraksi dengan F-aktin sehingga
sisi aktif aktin yang akan berikatan dengan miosin terbuka.23
Setelah proses-proses diatas selesai, kepala S-1 dari miosin berikatan dengan ATP dan
menghidrolisis ATP menjadi ADP dan P, namun produk hasil hidrolisis ini tidak dapat
dilepaskan oleh myosin. Ketika otot menerima stimulus atau respon, ion Ca2+ (yang berikatan
dengan troponin C) dibebaskan dari retikulum sarkoplasma, dan membuka jalan agar kepala S-1
miosin dapat berikatan dengan F-aktin. Semula, tempat terbentuknnya jembatan silang ditutupi
oleh kompleks troponin-tropomiosin, tetapi ketika ion Ca2+ dibebaskan maka ion ini berfungsi
untuk menarik kompleks tersebut agar tempat pengikatan jembatan silang antara kepala S-1
miosin dengan F-aktin dapat terbuka. Akibatnya, aktin dapat diakses dan terjadi lah ikatan antara
aktin-miosin-ADP-P. Kemudian kompleks ikatan antara aktin dan miosin yang terbentuk
sekaligus mendorong pembebasan P hasil hidrolisis ATP sebagai sumber energi untuk
melakukan power stroke. Hal ini pun sekaligus juga melepaskan ikatan ADP dari ikatan aktin-
miosin. Setelah ADP juga lepas, terbentuk protein aktomiosin yang menyebabkan kontraksi.
Power stroke yang terjadi menarik aktin ke arah pusat sarkomer, sehingga filamen tipis dengan
filamen tebal saling bertumpang tindih, terjadilah kontraksi.11,15
Setelah kontraksi, ATP baru kembali datang ke kepala myosin sehingga menyebabkan F-
aktin lepas dari kepala miosin. Kompleks miosin-ATP memiliki afinitas yang rendah terhadap
aktin sehingga aktin terlepas. Proses kontraksi juga dihentikan ketika Ca2+ dikembalikan ke
plasma sel saat aktivitas listrik lokal berhenti. Retikulum sarkoplasma memiliki molekul
pembawa, pompa Ca2+ -ATPase, yang memerlukan energi dan secara aktif mengangkut Ca2+ dari
sitosol untuk memekatkannya di dalam plasma sel. Ketika potensial aksi lokal tidak lagi terdapat
di tubulus T untuk memicu pelepasan Ca2+, aktivitas pompa Ca2+ retikulum sarkoplasma
mengembalikan Ca2+ yang dilepaskan ke plasma sel. Hilangnya Ca2+ memungkinkan kompleks
troponin-tropomiosin bergeser kembali ke posisinya yang menghambat sehingga aktin dan
miosin tidak lagi berikatan di jembatan silang. Filamen tipis setelah dibebaskan dari siklus
perlekatan dan penarikan jembatan silang kembali secara pasif ke posisi istirahatnya. Serat otot
kembali melemas. Dalam kondisi inilah, terjadi relaksasi.11,15,23
Gambar 7. Kontraksi dan Relaksasi24
Proses Terjadinya Refleks
Dalam makalah ini, refleks yang akan di bahas adalah refleks polisinaps, khususnya
withdrawal reflex (refleks fleksor). Secara umum, urutan gerak refleks adalah dari reseptor
menuju neuron sensoris, lalu ke sumsum tulang belakang dilanjutkan ke neuron motoris dan pada
akhirnya akan menghasilkan aksi.
Refleks somatik dasar adalah refleks yang dikendalikan oleh sistem saraf somatik.
Refleks somatik dibagi menjadi tiga, yaitu refleks monosinaps, refleks bisinaps, dan refleks
polisinaps. Refleks monosinaps merupakan refleks regang (refleks tendon). Serat aferen yang
digunakan adalah Ia, lalu menuju medulla spinalis, ke serat eferen (Serat Aα) lalu efektornya
adalah otot regang. Refleks monosinaps ini biasanya yang digunakan dalam pemeriksaan
neurologis, seperti ketukan di tendo patella yang akan membangkitkan patella.25
Refleks bisinaps merupakan persarafan timbal balik (reciprocal innervation). Reseptornya
adalah annulospiral dengan serat aferennya Ia, pusatnya adalah medulla spinalis, serat eferennya
MN α, dan efektornya adalah otot antagonis (relaksasi).25
Refleks polisinaps merupakan refleks yang menggunakan banyak interneuron. Refleks ini
dibagi menjadi dua, yaitu refleks fleksor (withdrawal reflex) dan stretch flexor reflex. Refleks ini
reseptornya adalah nosiseptif, serat aferennya II, III, dan IV, pusatnya adalah polisinaps di
medulla spinalis, serat eferennya MNα, dan efektornya adalah otot flexor homolat.25
Withdrawal reflex merupakan refleks polisinaps terdiri atas kontraksi dari otot fleksor
dan relaksasi dari otot ekstensor pada bagian tubuh yang mendapat rangsang. Withdrawal reflex
terjadi sebagai respons terhadap rangsangan berbahaya dan biasanya menyakitkan pada kulit atau
jaringan subkutan dan otot. Respons berupa kontraksi otot fleksor dan penghambatan otot
ekstensor sehingga bagian yang terkena rangsang tertekuk dan ditarik dari stimulus. Ketika
stimulus yang kuat diterapkan pada anggota tubuh, respon tidak hanya mencakup fleksi dan
penarikan anggota badan itu, tapi juga perpanjangan ekstremitas yang berlawanan.25
Pada skenario yang di dapat penulis, kaki seseorang tertusuk paku. Apabila kaki kanan
tertusuk paku (reseptor: nosiseptif), maka stimuli tersebut akan menuju ke serat aferen II, III,
atau IV kemudian menuju ke polisinaps di medulla spinalis lalu menuju serat eferen MNα dan
menuju efektor otot flexor homolat sehingga responsnya adalah kaki kanan tersebut akan refleks
mengangkat menjauhi paku (fleksi) sedangkan kaki kiri akan tersentak menuju lantai (terjadi
kontraksi otot ekstensor di sisi kontralateral).
Kesimpulan
Seseorang akan melakukan refleks yang melibatkan kontraksi dan relaksasi dari beberapa
otot apabila pada permukaan tubuhnya mendapat stimulus yang nosieptif karena adanya refleks
somatik dasar (withdrawal reflex).
Daftar Pustaka
1. Mardiana D. Buku pintar nyeri tulang dan otot. Jakarta: Erlangga; 2007. h.14.
2. Wibowo DS. Anatomi tubuh manusia. Jakarta: Grasindo; 2007.h.31-3.
3. Syabariyah S. Anatomi dan fisiologi untuk perawat. Ed.10. Diterjemahkan dari
Watson R. Anatomy and physiology for nurses. Jakarta: EGC; 2002.h.176-9.
4. Cambridge Communication Limited. Anatomi dan fisiologi: sistem lokomotor dan
penginderaan. Ed.2. Jakarta: EGC; 2004.h.35.
5. Rice University. Anatomy and physiology. Texas: Rice University; 2013.p.309-12.
6. Gilroy AM, McPherson BR, Ross LM. Atlas of anatomy. German: Thieme Medical
Publishers; 2009.p.402-3.
7. Bohndorf K, Imhof H, Pope TL, Fischer W. Musculoskeletal imaging. German:
Thieme Medical Publishers; 2001.p.124.
8. Faiz O, Moffat D. At aglance anatomi. Jakarta: Erlangga; 2004.h.113.
9. Paulsen F, Waschke J. Sobotta: atlas of human anatomy. 15 th ed. Munich: Elsevier;
2011.p.322-5.
10. Moore KL. Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipokrates; 2012.h.263.
11. Murray RK, Graner DK, Rodwell VW. Penyunting: Wulandari N, Rendy L,
Dwijayanthi L, liena, Danny F, Rachman LY. Biokimia Harper. Ed.27. Jakarta: EGC;
2009.h.158,582-9.
12. Sloane E. Editor: Widyastuti P. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC;
2003.
13. Shier D, Butler J, Lewis R. Hole’s human anatomy dan physiology. 12th ed. United
States: McGraw-Hill; 2010.
14. Roger, Watson. Anatomi dan fisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedoktrean EGC;
2004.h.56-9
15. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Editor: Pendit BU. Jakarta: EGC;
2001.
16. Wibowo DS. Anatomi tubuh manusia. Jakarta: Grasindo; 2005.h.38-40.
17. McArdle WD, Katch FI, Katch VL. Exercise physiology: nutrition, energy, and
human performance. United Kingdom: Wolters Kluwer; 2010.p.373-4
18. Freberg LA. Discovering biological psychology. USA: Wadsworth Cengage
Learning; 2010.p.228-30.
19. Moser DK, Riegel B. Cardiac nursing: a companion to branwald’s heart disease.
Missouri: Elsevier; 2008.p.67-74.
20. Histology of Bone. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1254517-overview, 28 Maret 2015
21. Silverthorn DU, Johnson BR, Ober WC, Garrison WC, Silverthorn AC. Human
physiology. 6th ed. USA: Pearson Education Inc.; 2013.
22. Neal MJ. At a glance farmakologi medis. Jakarta: Erlangga; 2006.h.18-20
23. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2011.
282-9.
24. Kibble JD, Halsey CR. Medical physiology: the big picture. New York: The Mc
Graw-Hill Companies; 2009.p.20.
25. Muttaqin A. Buku ajaran asuhan keperawatan dengan gangguan sistem persarafan.
Jakarta: Salemba Medika; 2008.h.45.