Upload
ardilasunu-wicaksono
View
1.411
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
Drh. Ardilasunu Wicaksono
Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
Bovine Spongiform Encephalopathy
(BSE)
Pendahuluan
Latar belakang
Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) atau yang disebut juga mad
cow disease merupakan penyakit yang cukup memberi perhatian saat ini.
Kejadian penyakit ini sudah meluas ke berbagai negara di dunia dan menjadi
perhatian dari Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE). Penyakit ini menjadi
penting karena agen penyebab bukan berasal dari mikroorganisme melainkan
dari protein yang mengalami mutasi genetik menjadi virulen yang disebut dengan
prion.
Kejadian BSE pada ternak biasanya dihubungkan dengan pemberian
meat bone meal (MBM) yang mengandung specified risk material (SRM) dari
jaringan tubuh hewan. MBM sendiri digunakan untuk meningkatkan asupan
protein pada ternak, namun saat ini penggunannya menjadi ramai dibicarakan
karena dampak yang ditimbulkannya.
Penyakit BSE telah menimbulkan kerugian besar pada sektor peternakan
khususnya ternak sapi dimana menimbulkan kasus kematian yang cukup besar.
Disamping itu, penyakit ini pun termasuk ke dalam zoonosis karena dapat
ditularkan dari hewan ke manusia yang disebut dengan penyakit Creutzfeldt-
Jakob Disease (CJD). Penularan terjadi melalui infeksi prion yang masuk ke
tubuh manusia melalui konsumsi daging sapi yang terinfeksi BSE. Penularan dari
manusia ke manusia pun pernah dilaporkan. Dengan demikian penyakit ini
menjadi penting dilihat dari sisi kesehatan masyarakat veteriner.
Ardilasunu Wicaksono 2010
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk membahas penyakit
Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) dan juga Creutzfeldt-Jakob Disease
(CJD) dari etiologi/agen penyebab, cara transmisi, gejala klinis dan diagnosa,
epidemiologi dan penyebaran penyakit, serta pengobatan dan pencegahannya.
Pembahasan
Etiologi / Agen penyebab
Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) merupakan anggota dari
Transmissible Spongiform Encephalopathies (TSEs), yang merupakan grup
penyebab gangguan neurodegeneratif yang disebabkan oleh agen yang belum
diketahui penyebabnya. Agen tersebut resisten terhadap perlakuan yang biasa
dilakukan untuk menangani agen bakteri, spora, virus, dan fungi. Agen ini secara
umum diperkirakan disebabkan oleh prion, walaupun ada juga segelintir
pendapat yang menyatakan bahwa TSEs disebabkan oleh virinos atau retrovirus.
TSEs pada hewan meliputi BSE pada sapid dan scrapie pada domba dan
kambing, sementara TSEs pada manusia meliputi Creutzfeldt-Jakob Disease
(CJD) dan Kuru. Bentuk lain dari CJD adalah Variant Creutzfeldt-Jakob Disease
(vCJD) yang lebis sering menginfeksi manusia pada usia muda yaitu 28 tahun.
BSE adalah anggota dari kelompok penyakit yang dikenal sub akut yaitu
transmissible spongiform encephalopathy (TSE) atau penyakit prion. Ini
mencakup juga Creutzfeldt-Jakob disease (CJD) yang menyerang manusia,
scrapie pada domba dan kambing, transmissible mink encephalopathy (TME)
dan yang hanya ditemukan di Amerika Utara saja yaitu chronic wasting disease
(CWD) pada wapiti (Cervus canadensis) dan beberapa jenis rusa.
Prion merupakan protein yang bersifat infeksius yang dapat muncul dan
bereplikasi dengan merubah protein sel normal dan membuatnya menjadi prion.
Protein sel yang disebut PrPc dapat ditemukan pada permukaan neuron/ sel
saraf. Bentuk isoform yang patogenik dari PrPc dinamakan juga PrPres, PrPSc,
atau PrPTSE. Prion dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti BSE atau
scrapie yang disebabkan oleh strain yang berbeda dari PrPres
Ardilasunu Wicaksono 2010
Prion penyebab BSE, secara klasik memiliki dua jenis tipe berbeda dan
keduanya dapat ditemukan pada hewan ternak. Tipe yang pertama memiliki
fragmen dengan massa molekul yang tinggi dibandingkan BSE klasik dan
dinamakan H-type, dan tipe kedua memiliki massa molekul yang lebih rendah
yang dinamakan L-type atau amyloidotic spongiform encephalopathy (BASE).
Jenis tipe yang berbeda dari BSE merepresentasikan strain dari BSE itu sendiri.
Penyakit BSE umumnya terjadi pada sapi. BSE juga pernah dilaporkan
domba dan kambing dan pada ruminansia liar seperti bison dan ruminansia liar
lainnya. Prion BSE juga dapat menular ke kelompok kucing seperti kucing
rumah, cheetah, puma, ocelot, dan singa sehingga menyebabkan Feline
Spongiform Encephalopathy. Di Perancis pernah dilaporkan dua ekor lemur
terinfeksi prion. Pada percobaan, prion BSE dapat ditularkan ke tikus coba, mink,
marmoset, monyet cynomoglus.
Agen dapat berasal dari jaringan tubuh ternak yang dijadikan pakan
ternak atau dikenal sebagai meat-bone-meal (MBM). MBM merupakan
pengecilan partikel dari bagian organ dan karkas hewan. Proses pengolahan
MBM tidak dapat menginaktivasi prion sehingga prion tetap bertahan pada
produk tersebut. Pada saat pengolahan MBM, semua bagian karkas yang dapat
dikonsumsi digiling dan dilakukan dekomposisi di dalam tangki besar, setelah itu
dilakukan perebusan dengan tekanan tinggi sehingga menghasilkan bubur
protein di bawah lapisan lemak. Setelah lemak dibuang, bubur protein tersebut
dikeringkan dan dijadikan MBM. Setelah itu dikemas dan didistribusikan untuk
dijadikan pakan ternak dan juga hewan kebun binatang.
Cara transmisi
BSE biasanya ditransmisikan ketika hewan atau manusia memakan
jaringan yang mengandung prion BSE. Prion tersebut akan bereplikasi pada
Peyer’s patches dari ileum, dan akan menyebar melalui saraf-saraf tepi menuju
sistem saraf pusat. Pada ternak, prion dapat terakumulasi di dalam otak setelah
24 bulan ternak terinfeksi BSE. Konsentrasi prion terbesar berada pada susunan
saraf pusat dan ileum. Secara alami pada ternak yang terinfeksi, prion BSE akan
ditemukan pada otak, sumsum tulang belakang, retina, dan ileum bagian distal.
Namun dengan teknik uji yang lebih sensitif, prion dapat dideteksi pada dorsal
root ganglia, saraf-saraf tepi, dan kelenjar adrenal.
Ardilasunu Wicaksono 2010
Pada beberapa penelitian, prion juga ditemukan di tonsil dan sumsum
tulang. Beberapa sumber juga menyebutkan prion dapat ditemukan di jaringan
limfatik pada membrana nictitans. Beberapa jaringan bisa mengandung prion
setelah lama terinfeksi BSE. Adanya akumulasi prion pada saraf tepi dan
kelenjar adrenal merupakan penyebab adanya akumulasi prion pada susunan
saraf pusat. Prion BSE tidak ditemukan pada otot, namun daging dapat
terkontaminasi jaringan saraf pusat pada saat tahap pemotongan dan proses di
RPH. Secara bukti epidemiologis dan studi ilmiah, BSE tidak ditransmisikan
melalui susu, semen, atau embrio.
Penularan BSE dari hewan ke hewan secara horizontal masih belum
dapat dibuktikan. Penularan secara vertikal dari induk ke anak pun jarang terjadi.
Hewan yang masih muda sangat peka terhadap infeksi dan kebanyakan ternak
terinfeksi BSE saat umur enam bulan pertama. Transmisi pada domba
percobaan menyerupai transmisi pada sapi, tetapi prion lebih tersebar di seluruh
tubuh. Pada domba yang diinokulasi secara oral, prion ditemukan pada jaringan
limfatik seperti limpa, lumfonodus, dan gut-associated lymphoid-tissue (GALT),
serta susunan saraf pusat. Transmisi melalui darah (blood-borne transmission)
juga terjadi pada domba.
Pada manusia, penyakit variant Creutzfeldt-Jakob disease (vCJD)
diakibatkan oleh termakannya prion BSE. Penyebaran dari manusia ke manusia
pernah dilaporkan melalui transfusi darah yang berasal dari pasien yang
terinfeksi BSE secara asimptomatis. Transmisi pada manusia juga dapat
diakibatkan karena transplantasi organ. Prion di manusia pada kasus vCJD dapat
ditemukan di otak, korda spinalis, dorsal root ganglia, ganglion trigeminalis,
retina, nervus opticus, jaringan limfatik, limfonodus di deluruh tubuh, GALT, dan
sekum.
Masa inkubasi BSE pada sapi diperkirakan 2 - 8 tahun pada sapi.
Kejadian penyakit ini umumnya pada hewan berumur 4 - 5 tahun. Pada
percobaan yang pernah dilakukan pada domba umur 6 bulan, masa inkubasi
BSE berlangsung selama 21 – 38 bulan. Pada domba berumur dua minggu,
masa inkubasi berlangsung selama 18 – 24 bulan. Pada monyet macaca yang
dinfeksikan secara peroral, masa inkubasi berlangsung selama 3 – 5 tahun.
Ardilasunu Wicaksono 2010
Masa inkubasi untuk vCJD sangat sulit untuk diperkirakan, namun rata-
rata masa inkubasi berkisar antara 11 dan 12 tahun, serta pernah dilaporkan
sampai 16 tahun. Pada kasus melalui transfuse darah, masa inkubasi selama 6 –
8.5 tahun.
Gejala klinis dan diagnosa
Bovine spongiform encephalopathy merupakan penyakit neurologis yang
umumnya bersifat subklinis dan membahayakan pada ternak sapi. Gejala yang
muncul antara lain gangguan alat gerak, sangat responsif terhadap rangsangan,
tremor, dan perubahan tingkah laku seperti agresif, gelisah dan waspada,
perubahan tempramen, dan juga kegilaan/aktif bergerak. Sapi yang mengalami
kombinasi dari gejala perubahan tingkah laku, hiperreaktif terhadap rangsangan,
dan gangguan gerak dapat dipastikan secara klinis terinfeksi oleh BSE.
Gejala lain yang khas pada BSE adalah sapi aktif berjalan kesana kemari.
Pada beberapa hewan terdapat gejala pruritus dimana hewan sering menjilat dan
menggosokkan badannya karena gatal. Terdapat pula gejala nonspesifik seperti
kelemahan umum, kehilangan bobot badan, menggesekkan antara gigi atas dan
bawah (kemungkinan dikarenakan kesakitan pada perut dan gengguan saraf),
dan penurunan produksi susu. Muncul juga gejala seperti penurunan aktivitas
memamah biak, bradikardia, dan aritmia.
Gejala klinis hewan BSE lama kelamaan semakin memburuk setelah
beberapa minggu sampai enam bulan, namun pernah juga dapat bersifat akut
dan langsung menunjukkan keparahan. Sifat akut dan cepat ini terjadi pada
ruminansia liar dan hewan liar. Ketika gejala klinis muncul, maka penyakit BSE
akan bersifat progresif dan mematikan. Pada tahap akhir gejala, hewan akan
lelah, roboh, koma, dan mati.
Belum ada uji penyakit BSE pada hewan hidup. Penyakit ini didiagnosa
dengan mendeteksi prion (PrPres) pada jaringan saraf pusat. Akumulasi prion
bisa didapatkan dari otak dengan teknik immunohistokimia. Dapat juga dilakukan
dengan uji ELISA (enzyme-linked immunosorbent assays) dan Western blot.
Rapid test dapat dilakukan pada saat surveillance namun membutuhkan jumlah
sample yang banyak untuk diuji. Sample yang positif pada rapid test dapat
dilanjutkan dengan uji konfirmasi yang lebih spesifik seperti pemeriksaan
immunohistokimia dan immunoblotting. Diagnosa dari BSE juga dapat
Ardilasunu Wicaksono 2010
dikonfirmasi dengan mengidentifikasi prion fibril yang disebut scrapie-associated
fibrils (SAF) dengan mikroskop elektron pada organ otak baik specimen beku
maupun yang sudah autolisis. Prion dapat dideteksi pada otak saat 3-6 bulan
setelah masa onset berlangsung.
Pada pemeriksaan postmortem, perubahan patologi anatomi tidak dapat
terlihat, kecuali perubahan yang tidak spesifik seperti kekurusan. Pada
pemeriksaan histopatologi dapat dilihat kelainan pada sistem saraf pusat.
Terdapat vakuola pada neuron dan perubahan seperti sponge pada gray matter
otak merupakan gambaran khas dari BSE. Dapat juga terlihat adanya akumulasi
amyloid namun tidak khas pada penyakit ini. Perubahan seperti sponge pada
otak juga terjadi pada domba dan macaca yang terinfeksi prion.
Pada vCJD, umur rentan terkena penyakit ini pada manusia adalah 28
tahun (kisaran 12-74 tahun). Gejala awal berupa kecemasan, depresi, insomnia,
dan rasa sakit secara sensorik. Pada kebanyakan orang, terjadi gejala penyakit
saraf seperti kesusahan berjalan, ataxia, inkoordinasi, kehilangan ingatan,
kesulitan berbicara, dan tremor. Fungsi kognitif juga memburuk secara perlahan.
Pada tahap akhir terjadi gejala dystonia, myoclonus, gangguan penglihatan, dan
dementia. Pada akhirnya terjadi kematian pada saat enam bulan sampai dua
tahun setelah adanya gejala klinis tahap akhir.
Diagnosa secara tentatif dapat dilakukan melalui sejarah
penyakit/anamnesa, gejala klinis yang terlihat dan adanya atrofi bagian cortex
melalui magnetic resonance imaging (MRI) pada otak. Pada tahap awal penyakit
pemeriksaan menggunakan electroencephalogram (EEG) terlihat normal, namun
akan terlihat adanya kelainan setelah mencapai tahap berikutnya. Diagnosa
secara definitif dapat dilakukan jika prion ditemukan pada biopsi tonsil
menggunakan immunoblot (Western Blot) atau immunohistokimia. Dapat juga
dilakukan pemeriksaan mikroskopis pada jaringan otak setelah dilakukan
nekropsi. Pada pemeriksaan histopatologi akan banyak ditemukan akumulasi
amyloid yang dikelilingi oleh vakuola. Prion akan banyak ditemukan disekeliling
akumulasi amyloid tersebut dan terlihat dengan teknik pewarnaan
immunohistokimia.
Ardilasunu Wicaksono 2010
Epidemiologi dan penyebaran penyakit
Asal mula dari BSE belum banyak diketahui. Penyakit ini pertama kali
dilaporkan pada tahun 1980, tetapi kemunginan terjadi di sapi pada tahun 1970.
Dimungkinkan BSE berasal dari mutasi protein PrPc pada tubuh sapi atau
berasal dari mutasi prion penyakit scrapie yang mengontaminasi pakan
ruminansia. Sumber lain juga memperkirakan BSE berasal dari agen
Transmissible Spongiform Encephalopathies (TSEs) dari satwa liar atau
manusia.
Kasus BSE telah dilaporkan pada hewan ternak pada hampir seluruh
Negara di Eropa, Kanada, Amerika Serikat, Israel, dan Jepang. Penyakit ini
pernah terlihat pada ternak yang diimpor dari Pulau Falkland dan Oman.
Keberadaan dari penyakit ini tidak dapat dipastikan dari suatu Negara tanpa
adanya program surveillance yang memadai. Prion BSE dengan jenis yang
berbeda pernah dilaporkan di Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang.
Prevalensi dari kasus BSE sangat bervariasi. Di beberapa negara,
tingkat kejadian BSE adalah 100 kasus persejuta sapi, namun berbeda di negara
dengan tingkat kejadian rendah yaitu dua kasus persejuta sapi. Epidemik
penyakit BSE telah dilaporkan pada beberapa negara di Eropa. Wabah pertama
kali muncul di Inggris dimana pada tahun 1980 tercatat 180.000 kasus BSE.
Puncak epidemik di Inggris terjadi pada tahun 1992 dengan hampir terjadi 1.000
Negara 1999 2000 2001 Total kasus
sejak 1987
Inggris 2254 1311 104 177.798
Perancis 31 162 50 294
Jerman 0 7 44 51
Irlandia 96 156 44 625
Italia 0 0 11 13
Portugus 159 150 34 564
Spanyol 0 2 35 37
Swiss 50 33 3 370
Tabel 1. Jumlah kasus BSE di beberapa Negara Eropa
Ardilasunu Wicaksono 2010
kasus per minggunya. Pada saat itu tingkat insidensi mencapai 2-3%. Setelah
dilakukan tindakan pencegahan dengan pelarangan pemberian pakan MBM
pada sapi, maka tingkat kejadian menjadi menurun hingga hanya terjadi 5 – 10
kasus per minggunya pada tahun 2004
Prevalensi dari vCJD tidak diketahui secara pasti. Kebanyakan kasus
terjadi pada manusia yang tinggal di Inggris dan Perancis. Pada Agustus 2007,
sebanyak 166 kasus vCJD dilaporkan di Inggris. Tingkat kejadian penyakit yang
cukup besar muncul pada tahun 2000, dimana terdapat 28 kasus dan secara
bertahap turun menjadi 5 kasus pertahun di 2005 dan 2006. Pada November
2006, 21 kasus dilaporkan di Perancis, 4 kasus di Irlandia, 3 kasus di Amerika
Serikat, 2 kasus di Belanda, dan 1 kasus di Kanada, Italia, Jepang, Portugis,
Arab Saudi, dan Spanyol. Jumlah manusia yang terinfeksi namun bersifat
asimptomatis sulit diketahui. Namun perkiraan tingkat kejadian kasus pada
manusia di Inggris dengan selang kepercayaan 95% adalah 237 (49-692) kasus
per juta orang.
Pengobatan dan Pencegahan
Tidak ada pengobatan untuk penyakit BSE, dan hewan yang diduga sakit
dapat dieuthanasi untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pencegahan BSE
dapat dilakukan dengan tidak memberikan pakan mengandung jaringan
ruminansia yang mengandung prion pada hewan rentan. Menghindari pemberian
meat-bone-meal (MBM) pada ternak jauh lebih baik dibandingkan melakukan
proses pemanasan dan pengecilan partikel protein pada MBM, karena tidak
dapat menginaktivasi prion secara keseluruhan.
Kebijakan pelarangan penggunaan pakan ruminansia asal jaringan tubuh
ruminansia telah mengurangi kasus BSE secara signifikan. Sehingga perlu
dilakukan pelarangan importasi MBM dan hewan maupun produk hewan dari
negara berstatus tidak bebas BSE ke negara bebas BSE. Kegiatan surveillance
pada daerah endemis dan memilki tingkat kejadian tinggi BSE dapat dilakukan
secara terprogram dan berkelanjutan sehingga dapat mengurangi angka kejadian
kasus BSE secara signifikan.
Perlu dilakukan pengawasan sapi potong di RPH terhadap gejala klinis
BSE yang muncul saat pemeriksaan antemortem. Pemeriksaan ini dapat
mencegah tersebarnya karkas yang berasal dari sapi yang terinfeksi BSE
Ardilasunu Wicaksono 2010
terdistribusi ke masyarakat sehingga tidak dikonsumsi. Di Inggris, karkas sapi
dari hewan terinfeksi BSE tidak boleh dikonsumsi dan dilakukan pengolahan
dengan pemanasan karkas pada suhu 133°C selama minimum 20 menit.
Diperlukan juga pengawasan saat proses pengolahan karkas agar tidak
terkontaminasi dengan Specified Risk Materials (SRM) dari penyakit BSE.
Pencegahan BSE dilakukan dengan menerapkan Early Warning Sistem /
sistem deteksi dini yaitu antara lain dengan melakukan surveillance pada lokasi
yang terdeteksi adanya gejala neurologis pada ternak, program peningkatan
kesadaran masyarakat dengan penyuluhan, melakukan rapid test setelah
pemotongan, melakukan transparansi laporan kasus BSE, pengawasan
kebijakan importasi hewan dan produknya sesuai dengan aturan OIE Terrestrial
Code, menghindari kontaminasi specified risk material (SRM) seperti otak dan
sumsum tulang belakang saat prosesing karkas di RPH, melarang penggunaan
SRM pada pakan hewan, melakukan stamping out pada hewan yang diduga
terinfeksi akibat konsumsi pakan mengandung SRM, melakukan pengelolaan
limbah RPH dengan baik, dan melakukan pendataan ternak untuk
mempermudah sistem surveillance dan telusur balik jika terjadi kasus.
Tidak ada pengobatan untuk penyakit vCJD pada manusia, melainkan
hanya terapi secara supportif. Variant Creutzfeldt-Jakob disease (vCJD) dapat
dihindari dengan tidak memakan jaringan hewan ternak yang terinfeksi BSE.
Beberapa Negara menerapkan aktif surveillance dengan melakukan rapid test
setelah pemotongan untuk mendeteksi BSE. Di Negara Eropa, sapi yang
berumur 30 bulan dilakukan tes BSE jika dagingnya akan dikonsumsi oleh
manusia. Hewan roboh yang dipotong secara darurat yang berumur di atas 24
bulan juga dilakukan pemeriksaan BSE.
Di Negara Inggris dan Jepang, karkas tidak diperbolehkan dikonsumsi
manusia sampai hasil rapid test BSE dinyatakan negatif. Saat ini, beberapa
negara melakukan surveillance BSE pada ruminansia kecil. Adapun di beberapa
Negara lain yang memiliki tingkat insidensi yang rendah, termasuk Inggris, hanya
melakukan surveillance pada ternak yang memiliki resiko tinggi saja. Hewan
tersebut tidak dapat dikonsumsi manusia dan karkas disimpan sampai
pemeriksaan dilakukan secara lengkap.
Ardilasunu Wicaksono 2010
Jaringan tubuh hewan yang memiliki risiko tinggi untuk menularkan BSE
telah dilarang untuk konsumsi manusia di banyak negara. Di Amerika Serikat,
jaringan yang dilarang untuk dikonsumsi antara lain otak, tulang, mata, saraf
ganglia trigeminalis, saraf ganglia dorsal, sumsum tulang belakang, dan tulang
belakang dari sapi yang berumur 30 bulan atau lebih. Di Inggris, jaringan yang
dilarang adalah tulang dan sumsum tulang belakang sapi berumur di atas 12
tahun, dan tulang belakang sapi berumur di atas 24 tahun. Organ tonsil, usus
dan perut sapi tidak diperbolehkan dikonsumsi. Dilakukan juga pengawasan
pemotongan hewan agar tidak terjadi kontaminasi antara karkas dengan jaringan
saraf.
Penularan vCJD antar manusia dapat dikurangi dengan penggunaan
peralatan bedah yang sekali pakai pada saat operasi dan tidak melakukan
donor/transfusi darah di negara yang tidak berstatus bebas BSE karena transmisi
prion dapat ditularkan melalui sel darah. Dianjurkan bagi para dokter hewan dan
staf laboratorium untuk berhati-hati saat melakukan nekropsi hewan yang diduga
BSE, dan di laboratorium dianjurkan untuk menangani BSE dengan BSL-3.
Tindakan pencegahan standar adalah dengan memakai pakaian pelindung,
menghindari transmisi lewat luka terbuka, menghindari kontaminasi dengan kulit
yang terkelupas, dan menghindari ingesti.
Dikarenakan prion dapat bertahan di lingkungan selama beberapa tahun
dan sulit untuk didesinfeksi, maka tindakan pencegahannya adalah menghindari
terjadinya kontaminasi pada permukaan dan peralatan. Kertas plastik yang sekali
pakai dapat digunakan untuk melindungi meja dan juga area permukaan lainnya.
Saat ini masih belum ada vaksin untuk penyakit vCJD maupun BSE.
Dekontaminasi dari prion yang berada di jaringan, permukaan, dan
lingkungan sangat sulit dilakukan. Prion tersebut sangat resisten pada
kebanyakan desinfektan (termasuk formalin), pemanasan, radiasi ultraviolet, dan
rasiasi ionisasi. Terutama ketika prion terlindungi oleh materi organik yang
diawetkan dengan bahan fiksatif aldehida, titer prion terdeteksi tinggi. Prion dapat
terikat dengan kuat pada permukaan suatu bahan seperti stainless steel dan
plastik tanpa kehilangan infektivitasnya. Prion yang terikat pada bahan metal
memiliki resistensi yang lebih tinggi terhadap dekontaminasi.
Ardilasunu Wicaksono 2010
Beberapa senyawa telah diteliti cukup efektif untuk desinfeksi terhadap
prion antara lain larutan sodium hidroksida atau larutan sodium hipoklorit yang
mengandung klorin 2%. Permukaan harus didesinfeksi lebih dari 1 jam pada
suhu 20°C. Desinfeksi selama satu hari direkomendasikan untuk peralatan.
Perlakuan pembersihan sebelum desinfeksi dapat mengeliminasi materi organik
yang dapat melindungi prion.
Saat ini, penanganan menggunakan desinfektan fenol, pembersih alkalis
(KOH dengan detergent), dan pembersih enzimatis yang dikombinasikan dengan
uap hidrogen peroksida telah terbukti dapat menginaktivasi prion scrapie.
Pembersih alkalis dan desinfektan fenol juga efektif terhadap prion BSE dan
vCJD. Inaktivasi prion secara fisik dapat dilakukan dengan menggunakan
autoclave pada suhu 134-138°C selama 10 menit pada 30lb/in2.
Kombinasi antara penanganan secara kimiawi dan fisik dapat lebih efektif,
dimana desinfeksi secara kimia dilakukan terlebih dahulu setelah itu dibilas dan
dilakukan autoclave. Namun kombinasi kedua penanganan ini tidak dapat
menjamin untuk menghancurkan seluruh prion yang ada. Pada percobaan yang
telah dilakukan, kawat stainless steel yang dicuci dengan sodium hidroksida dan
dilakukan autoclave tetap mengandung prion yang infektif. Peralatan bedah yang
dilakukan pembersihan berulang kali pun masih tetap dapat menularkan vCJD.
Dengan alasan ini, maka dianjurkan untuk menggunakan peralatan yang sekali
pakai dibandingkan peralatan yang dicuci untuk beberapa kali pemakaian.
Kesimpulan
Penyakit Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) disebabkan oleh
prion yang termasuk ke dalam zoonosis dimana pada manusia disebut
Creutzfeldt-Jakob Disease (CJD). Kasus BSE telah dilaporkan pada hewan
ternak pada hampir seluruh Negara di Eropa, Kanada, Amerika Serikat, Israel,
dan Jepang. Agen prion dapat berasal dari jaringan tubuh ternak yang dijadikan
pakan ternak atau dikenal sebagai meat-bone-meal (MBM). Gejala klinis berupa
gejala saraf yang pada akhirnya dapat menimbulkan kematian. Tidak ada
pengobatan untuk penyakit ini sehingga perlu dilakukan tindakan pencegahan
untuk menghindari terjadinya kasus baik pada hewan maupun manusia.
Ardilasunu Wicaksono 2010
Daftar Pustaka
Bradley R. 2003. BSE Risks for Humans Consuming Beef and Beef Products:
How Any Risks Are Managed. Veterinary Research Communications, 27:
15–23.
Brown P, Will RG, Bradley R, Asher DM, Detwiler L. 2001. Bovine Spongiform
Encephalopathy and Variant Creutzfeldt-Jakob Disease: Background,
Evolution, and Current Concerns. J Emerging Infectious Diseases 7: 6-16.
Budka H. Goossens B, Ru G. 2008. BSE and TSEs: Past, Present and Future.
Trends in Food Sci & Tech19: 34-39.
[CFSPH] Center for Food Security and Public Health. 2007. Bovine Spongiform
Encephalopathy-Mad Cow Disease, BSE. Iowa: College of Veterinary
Medicine, Iowa State University.
Koeijer A, Schreuder B, Bouma A. 2002. Factors that influence the age
distribution of BSE cases: potentials for age targeting in surveillance.
Livestock Production Science 76: 223 –233.
Naipospos TSP. 2010. Faktor Risiko Masuknya Bovine Spongiform
Encephalopathy (BSE) ke Indonesia Melalui Importasi Produk Hewan.
www.tatavetblog.blogspot.com [28 November 2010].
OIE [World Organization of Animal Healh]. 2010. Bovine spongiform
encephalopathy. Terrestrial Animal Health Code. Chapter 2.4.6.
Taylor D. 2001. Inactivation of the BSE agent. C. R. Biologies 325: 75–76.
Uskens U. 2001. Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE), Transmissible
Spongiform Encephalopathy, Mad Cow Disease. J Environ Sci & Pollut
Res 8: 79 – 83.