Upload
bobby-faisyal-rakhman
View
213
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ffhf
Citation preview
B. PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN DISKUSI
Kata diskusi berasal dari bahasa latin discussio, discussi, atau discussun
yang berarti memeriksa, memperbincangkan, membahas. Dalam bahasa Inggris
dipakai kata discussion yang berarti : perundingan atau pembicaraan. Dalam
bahasa Indonesia, sebagai istilah, diskusi adalah proses bertukar pikiran antara
dua orang atau lebih tentang suatu masalah untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi,
istilah diskusi mencakup tiga unsur pokok sebagai berikut :
1. Dilaksanakan oleh dua orang atau lebih (kelompok);
2. Ada masalah yang menjadi pokok pembicaraan;
3. Ada tujuan yang hendak dicapai.
Jika dua atau tiga orang yang bertemu kemudian membicarakan suatu
masalah untuk mencapai tujuan tertentu, sudah dapat dikatakan bahwa mereka
telah berdiksusi. Tempatnya bisa di mana saja : di tepi jalan, di kantin, di dalam
kendaraan, di kelas, atau di kantor. Diskusi yang demikian termasuk diskusi tidak
resmi.
Disamping itu, ada pula diskusi yang diikuti oleh puluhan, ratusan, bahkan
ribuan orang, dengan perencanaan dan persiapan yang matang, dan mempunyai
aturan main yang jelas. Diskusi model terakhir ini termasuk diskusi resmi. Contoh
diskusi resmi, antara lain seminar, simposium, kongres, lokakarya, dan
konferensi.
Kegiatan diskusi baru bisa terwujud bila dilakukan oleh sekelompok
orang. Istilah kelompok harus dimaknai lebih dari hanya sekadar kumpulan orang.
1
Suatu kelompok merupakan keseluruhan (keutuhan) yang sifatnya berbeda
dengan sifat-sifat masing-masing anggotanya. Misalnya, suatu kelompok yang
terdiri atas enam orang, akan menghasilkan ide-ide yang bebreda dengan ide yang
dihasilkan oleh salah satu anggota kelompok secara pribadi. Sebab, para anggota
kelompok saling bergantung satu sama lain dan bersama-sama mencapai tujuan
yang dikehendaki. Dengan kata lain, suatu kelompok berisi kejamakan
anggotanya, tetapi tujuan akhir yang hendak dicapai tunggal. Yang penting
dikejar bukan tujuan dari masing-masing anggota, melainkan tujuan kelompok.
Oleh karena itu, setiap diskusi sebaiknya ada pemimpinnya. Hal ini menjadi
penting supaya kelompok tidak sempat kehilangan arah dalam mencapai tujuan.
Kegiatan diskusi selalu diwarnai tanya jawab antarpeserta. Hal ini
memberi kesempatan seluas-luasnya kepada peserta untuk menyampaikan
pendapat, menambah bukti dan alasan, menolak suatu gagasan, memberi
tanggapan dan saran, dan partisipasi aktif lain. Di pihak lain, peserta juga dapat
memperoleh informasi lengkap dan terperinci mengenai masalah yang sedang
didiskusikan. Dengan demikian, kalau kegiatan diskusi itu menghasilkan
kesimpulan atau kesepakatan itu merupakan hasil pemikiran bersama.
2. MANFAAT DISKUSI
Apa manfaat yang diperoleh dari diskusi? Tentu saja banyak. Jika tidak,
mustahil kegiatan itu tetap lestari dari dulu hingga sekarang. Kita menyaksikan
bahwa dunia tidak pernah sepi dari kegiatan diskusi. Di televisi sering kita lihat
para pakar berdiskusi tentang masalah ekonomi, pendidikan, politik, dan lain-lain.
Di kampus, para mahasiswa dan dosen juga melakukan diskusi. Demikian juga
para pelajar di sekolah, para tokoh di tengah-tengah masyarakat, dan para pejabat
2
di kantor. Bahkan, para menteri juga melakukan diskusi yang dipimpin langsung
oleh presiden di Istana Negara.
Sangat menarik mengamati, mengapa kegiatan diskusi semakin luas?
Mengapa diskusi semakin sering dilakukan? Disamping perlu, kegiatam diskusi
juga banyak manfaatnya. Besarnya manfaat diskusi dapat dilihat pada uraian
berikut.
Peserta diskusi dapat memahami masalah, mengetahui sebab-sebaab
munculnya masalah, dan menemukan jalan keluar atau pemecahan ,asalah yang
rumit, yang tidak dapat diatasi oleh orang perseorangan.
Peserta diskusi dapat menetapkan suatu kesepakatan untuk melakukan
tindakan, kegiatan, pekerjaan, atau sikap tertentu.
Peserta diskusi dapat melihat dengan nyata gagasan-gagasan atau rencana-
rencana yang terbaik sebagai pemikiran bersama.
Peserta diskusi dapat menerima sesuatu yang tak mungkin hanya melalui
membaca atau mendengarkan ceramah. Dalam diskusi, peserta dapat belajar dari
peserta lain mengenai pengalaman, cara berpikir, cara menentukan sikap, cara
mengambil kesimpulan, dan lain-lain. Peserta diskusi dapat saling mengamati,
saling menilai, dan saling mengambil pelajaran.
Peserta diskusi yang kurang berpengalaman dapat belajar menyampaikan
pendapat secara langsung dan dapat menanggapi gagasan peserta lain secara
langsung pula. Hal ini tentu amat penting artinya, karena banyak orang yang
sebenarnya mempunyai gagasan baik, tetapi tidak dapat atau tidak berani
mengungkapkannya.
Kedudukan pemimpin atau peserta diskusi hampir sejajar. Karena itu, apa
yang dilakukan oleh pemimpin diskusi juga harus diketahui oleh peserta. Jadi,
3
jabatan pemimpin diskusi dapat dipindah-pindahkan kepada peserta lain. Dengan
cara seperti itu, semua peserta dapat berlatih menjadi pemimpin. Dengan kata
lain, potensi kepemimpinan seseorang dapat dikembangkan melalui kegiatan
diksusi.
3. TUJUAN DAN SYARAT-SYARAT DISKUSI
Tujuan kelompok diskusi adalah :
1. Mengemukakan pendapat kita masing-masing
2. Mengkonfrontasikan pendapat kita dengan pendapat orang lain
3. Meninjau kembali pendirian sendiri
Dari tujuan ini kita dapat menemukan syarat-syarat yang diperlukan bagi diskusi
demikian itu.
1. Harus diciptakan kemungkinan untuk menyatakan pendapat. Orang harus
diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya masing-masing. Ini bisa
sulit, jika pokok pembicaraan berkisar pada soal di mana orang-orang yang
hadir tidak merasa telah mempunyai sesuatu pendirian. Maka percakapan
dengan sendirinya akan berupa proses penyadaran. Diskusi semacam itu
memerlukan suasana dengan persyaratan yang tinggi.
2. Konfrontasi dengan pendapat orang lain harus juga menjadi suatu konfrontasi
yang sebenarnya, artinya : tidak hanya turut mendengar, tetapi benar-benar
mendengarkan dan berusaha mencapai pengertian tentang dasar pendirian
orang lain. Malahan boleh dikatakan bahwa dalam hal ini kita harus bersedia
untuk dapat melepaskan diri dan dapat menyelinap dalam tubuh orang lain.
4
Kita harus mengusahakan kemungkinan untuk dapat menempatkan diri di
tempat orang lain.
3. Apakah kita juga benar-benar hendak menimbulkan perubahan atau kesediaan
untuk meninjau kembali pendirian kita? Kalau benar demikian tidaklah cukup
dengan hanya mengemukakan pendapatsendiri dan mendengarkan pendapat
orang lain dengan baik. Tidak cukup. Masih banyak lagi yang diperlukan.
Masih ada lagi yang harus kita garap. Suatu penyusunan kembali yang kita
timang dan timbang dan juga kesediaan kita untuk pada suatu saat yang tepat
melepaskan pendirian kita tersebut. Proses pengerjaannya memerlukan suatu
bentuk diskusi yang khusus.
4. JENIS-JENIS DISKUSI
Dalam diskusi jumlah peserta, siapa peserta, tempat pelaksanaan, masalah
yang didiskusikan dan sasaran yang ingin dicapai tidak sama. Oleh karena
perbedaan itulah, diskusi dibagi dalam beberapa jenis. Berikut diuraikan jenis-
jenis diskusi tersebut.
A. Diskusi Kelompok
Peserta dalam jenis diskusi ini tidak banyak, hanya berkisar antara 6-
10 orang. Masalah yang dibahas dalam diskusi ini tidak terlalu kompleks. Para
mahasiswa atau pelajar sering melakukan diskusi jenis ini untuk memahami
atau mendalami suatu masalah dalam disiplin ilmu terrtentu.
Biasanya, seorang dari mereka ditunjuk sebagai ketua. Tugasnya
memimpin diskusi agar lancar dan terarah. Jabatan ketua biasanya bersifat
5
K K K
fleksibel, bisa dipindah-pindahkan kepada peserta lain karena kedudukan
ketua dan peserta hampir sejajar.
Di bawah ini merupakan beberapa contoh dari posisi duduk peserta
dalam jenis diskusi ini.
Keterangan :
K : Ketua
: Peserta
B. Diskusi Berkelompok-kelompok
Jenis diskusi ini biasa dilaksanakan bila jumlah peserta banyak.
Tujuan diskusi jenis ini adalah agar peserta mempunyai peluang yang besar
untuk aktif berbicara dalam diskusi tersebut. Contoh dari diskusi ini adalah
(1) diskusi di dalam kelas dalam pelajaran bahasa Indonesia. Pokok
bahasannya ragam bahasa, tujuannya agar siswa menemukan ciri-ciri
6
ragam bahasa lisan dan bahasa tulis. Karena jumlah murid dalam kelas
banyak, maka dibuatlah berkelompok-kelompok.
(2) panitia Pentas Seni di sebuah sekolah. Untuk menghemat waktu,
kelompok panitia yang bertanggung jawab dalam bidang tertentu,
misalnya seksi konsumsi, berdiskusi. Demikian pula panitia yang
bertanggung jawab dalam bidang acara, tempat, dan lain-lain. Tiap-tiap
kelompok mempunyai ketua. Kemudian bila perlu, ketua kelompok kecil
melaporkan hasil diskusinya dalam diskusi kelompok besar (gabungan
semua kelompok-kelompok kecil). Dalam kelompok besar ini, semua
peserta diskusi dapat membahas hasil diskusi kelompok-kelompok kecil.
Seorang ketua memimpin jalannya diskusi kelompok besar agar tertib,
lancar, dan terarah.
Di bawah ini merupakan contoh dari posisi duduk peserta dalam
diskusi ini.
7
K
K
K
K
KU
Keterangan :
K : Ketua
: Peserta
KU : Ketua Umum
C. Diskusi Panel
Adalah kegiatan bertukar pikiran atau pengalaman antara tiga sampai
enam orang ahli yang dipandu oleh seorang ketua (moderator) dan disaksikan
8
K K
oleh sejumlah pendengar. Agar diskusi dapat berjalan lancar dan mencapai
tujuan, sebaiknya moderator dan para peserta mempersiapkan diri lebih
dahulu untuk menguasai permasalahan yang didiskusikan. Peserta hendaknya
bisa memperkirakan bagian permasalahan yang cukup rawan yang
kemungkinan lebih banyak persoalan dalam diskusi. Dengan demikian,
masing-masing peserta benar-benar sudah siap memberi jawaban atas segala
pertanyaan yang muncul.
Waktu yang tersedia dibagi menjadi dua bagian. Pertama, setengah
waktu digunakan berdiskusi para peserta diskusi panel (panelis). Kedua,
setengah waktu sisanya untuk tanya jawab atau berdiskusi dengan para
pendengar.
Secara sederhana, pelaksanaan diskusi panel ini biasanya mengikuti
tahapan sebagai berikut.
1.Pendahuluan
Moderator membuka diskusi, mengumumkan topik diskusi dan arah
serta tujuan yang ingin dicapai, memperkenalkan para peserta, dan
membacakan tata tertib diskusi.
2. Penyampaian Gagasan
Panelis secara bergiliran menyampaikan gagasan, pendapat, atau
pengalaman sesuai dengan jatah waktu yang diberikan kepadanya.
3. Diskusi Bebas
Setelah semua panelis menyampaikan pembicaraan, moderator
mengatur jalannya diskusi antar panelis. Panelis yang satu akan
menanggapi atau menanyakan butir-butir tertentu berkaitan dengan
gagasan, pendapat, atau pengalaman panelis lain. Sementara itu,
9
M
P
P
P
P
P
P
panelis lain akan menjawab, menerangkan, atau mempertaankan
pendapatnya.
4. Partisipasi Pendengar
Moderator mempersilahkan para pendengar untuk mengemukakan
pendapat mereka sendiri, menanggapi, atau bertanya kepda panelis.
Panelis yang ditanyai atau ditanggapi akan memberi jawaban dan
tanggapan balik.
5. Rangkuman
Moderator merangkum hasil diskusi dengan jalan menyatakan
butir-butir yang tidak disepakati, dan butir-butir yang masih
menimbulkan perbedaan pendapat. Selanjutnya moderator menutup
diskusi.
Di bawah ini merupakan contoh dari posisi duduk peserta dalam jenis
diskusi ini.
Keterangan :
10
M : Moderator
P : Panelis
: Peserta
D. Workshop/Lokakarya
Adalah pertemuan yang khusus dihadiri oleh sekelompok orang yang
pekerjaannya sejenis. Dengan kata lain, peserta terbatas hanya orang-orang
seperkerjaan. Sebab yang dibicarakan masalah teknis berkaitan dengan
pekerjaan merekea.
Lokakarya biasa dilakukan bila :
1. Bermaksud mengevaluasi proyek kerja yang telah dilaksanakan;
2. membutuhkan suasana kerja baru sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan
baru;
3. Bertukar pengalaman untuk meningkatkan kualitas kerja agar lebih efektif
dan efisien.
Masalah yang dibahas dalam lokakarya danggap cukup rumit
sehinggga perlu dikaji untuk mendapatkan pemecahan. Itulah sebabnya,
pembicara dalam lokakarya biasanya orang yang ahli dalam bidangnya,
sehingga secara teknis dapat menyampaikan pandangan yang mendalam
untuk memecahkan masalah. Biasanya pandangannya dituangkan dalam
bentuk makalah, dan dalam penyajiannya, bila perlu disertai demonstrasi atau
peragaan mengenasi hal yang dibahas.
Masalah yang dibahas bukan masalah umum, melainkan masalah khusus
yang kongkret. Pembahasannya amat terarah dan mendalam secara teknis.
Semua ini dilakukan agar lokakarya menghasilkan suatu kesimpulan atau
keputusan untuk dilaksanakan.
11
E. Rapat Kerja
Adalah pertemuan wakil-wakil eselon dari suatu instansi untuk
membahas masalah yang berkaitan dengan tugas/fungsi intansi tersebut.
Masalah yang dibahas jelas, yaitu program kerja yang akan dilaksanakan.
Rapat kerja biasanya dipimpin langsung oleh kepala instansi yang
menyelenggarakan rapat kerja. Sebagai penanggung jawab, kepala instansi
mengarahkan semua pembicaraan dalam rapat kerja agar keputusan yang
dihasilkan benar-benar sesuai dengan tugas/fungsi instansi yang dipimpinnya.
F. Seminar
Kata seminar berasal dari bahasa latin semin yang artinya “biji atau
benih”. Dengan demikian, seminar dapat diartikan “tempat benih-benih
kebijaksanaan disemikan”. Kenyataannya memang demikian. Yang
dibicarakan dalam seminar bukan masalah teknis melainkan masalah
kebijaksanaan yang akan dipakai sebagai landasan masalah-masalah yang
bersifat teknis. Karena hasil seminar akan dipakai sebagai landasan, masalah
yang diangkat biasanya diangkat dari hasil penelitian atau hasil kajian literatur
(kepustakaan).
Dalam seminar, terdapat moderator, penulis, pemrasaran,
pembanding, partisipan, dan guru pembimbing. Tugas masing-masing sebagai
berikut.
1. Moderator bertugas membuka, memperkenalkan pemrasaran dan penulis,
mengumumkan masalah yang akan dibahas, membacakan tata tertib
seminar, mengarahkan dan mengatur lalu lintas pembicaraan, dan
membacakan kesimpulan sementara, serta menutup diskusi.
12
2. Penulis bertugas mencatat hal-hal penting dalam diksusi, baik berupa
gagasan, tanggapan, maupun pertanyaan yang disampaikan oleh
pemrasaran, pembanding, dan partisipan. Penulis merumuskan hasil
diskusi, kemudian memberikannya kepada moderator untuk dibicarakan
pada akhir diskusi. Yang dibacakan moderator ini biasanya disebut
kesimpulan sementara.
3. Pemrasaran bertugas menjelaskan isi makalah yang telah dipersiapkan
sebelumnya. Biasanya pemrasaran tidak membacakan makalahnya secara
keseluruhan, karena akan banyak menghabiskan waktu dan menimbulkan
kebosanan. Karena itu sebaiknya semua partsipan memperoleh makalah,
baik yang ditulis pemrasaran atau pembanding.
4. Pembanding bertugas menyampaikan makalah bandingannya yang berisi
tanggapan atau pertanyaan terhadap makalah yang disampaikan
pemrasaran. Untuk itu, sebelum menyusun makalah bandingan,
pembanding harus membaca makalah pemrasaran beberapa hari
sebelumnya.
5. Persiapannya bukan hanya pendengar biasa, melainkan harus aktif terlibat
dalam kegiatan diskusi. Karena itu, bila waktunya cukup, partisispan
diberi kesempatan luas untuk menanggapai, menyampaikan pendapat, atau
pengalaman, dan mengajukan pertanyaan baik kepada pemrasaran atau
pembanding.
6. Guru pembimbing biasanya ada kalau seminar diadakan di sekolah.
Tugasnya memberi saran dan arahan kepada pemrasaran dalam menyusun
makalah. Selain itu, guru pembimbing meluruskan pembicaraan yang
menyimpang dan memberi tanggapan terhadap pelaksanaan seminar.
Secara umum, pelaksanaan seminar sebagai berikut. Setelah
moderator membuka dan mengerahkan, pemrasaran menyampaikan
makalahnya. Kemudian, pembanding menyampaikan makalah pembanding
yang berupa tanggapan dan pertanyaan kepada pemrasaran. Pemrasaran
13
menanggapi balik atau menjawab pertanyaan. Setelah itu, giliran partisipan
menyampaikan tanggapan atau pertanyaan. Pertanyaan atau tanggapan harus
jelas ditujukan kepada siapa, pemrasaran atau pembanding? Pemrasaran atau
pembanding yang ditanya, akan menanggapinya. Selanjutnya, bila ada guru
pembimbing, barulah kesempatan diberikan kepadanya untuk menanggapinya.
Yang terakhir, moderator membacakan kesimpulan sementara.
Sebelum seminar ditutup, sebaiknya moderator menunjuk anggota tim
perumus untuk merumuskan hasil seminar secara keseluruhan. Tim perumus
yang bekerja setelah seminar ditutup itu terdiri dari:
(1) moderator
(2) pemrasaran
(3) pembanding
(4) penulis
(5) beberapa partisipan aktif
Di bawah ini merupakan contoh dari posisi duduk peserta dalam
diskusi ini.
c PS M PS
PB
PB
14
Keterangan :
: Peserta
PS : Pemrasaran
PB : Pembanding
M : Moderator
G. Konferensi
Ensiklopedia Indonesia menerangkan bahwa konferensi berarti
pembicaraan, rapat, atau permusyawaratan antara wakil-wakil berbagai
negara untuk membahas kepentingan bersama. Misalnya, Konferensi Asia
Afrika (1955) dan Koferensi Meja Bundar (1949). Sebagai bentuk diskusi,
kadang-kadang konferensi mengacu pada diskusi pengambilan tindakan.
Sebab, diskusi itu berusaha menghasilkan suatu keputusan untuk
ditindaklanjuti. Sebuah perusahaan besar biasanya sering melakukan
konferensi seperti itu. Konferensi diadakan bila dalam perusahaan itu muncul
masalah serius yang perlu segera dilakukan tindakan penyelesaian. Itulah
sebabnya, waktu yang ada lebih banyak digunakan untuk menentukan cara
yang paling baik dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah. Bila perlu,
penentuan cara terbaik itu harus melalui pemungutan suara dari peserta
konferensi.
15
H. Kongres
Kongres adalah rapat besar. Pesertanya ratusan, bahkan dapat
mencapai bilangan ribuan. Kongres PGRI misalnya, pernah diikuti oleh
sepuluh ribu orang. Bahkan ada kabar pembukaan kongres sebuah partai
politik dihadiri satu juta orang.
Kongreas ada pula yang senang menggunakan istilah muktamar,
sering diselenggarakan oleh suatu partai. Biasanya lima tahun sekali. Kongres
yang dihadiri oleh wakil-wakil dari semua cabang partai tersebut biasanya
untuk memilih ketua umum baru, menggantikan ketua umum lama yang
sudah habis masa jabatannya dan memilih pimpinan pusat. Selain itu, juga
menentukan garis-garis besar program partai untuk masa sekian tahun ke
depan.
I. Simposium
Adalah bentuk diskusi yang diawali serangkaian pidato pendek oleh
dua sampai empat orang pakar. Mereka memang diundang untuk
menyampaikan pandangan-pandangan mereka mengenai pokok pembicaraan
tertentu. Seorang moderator mengatur kelancaran diskusi.
Setelah para pembicara menyampaikan prasaran mereka, moderator
memberi kesempatan kepada peserta untuk menanggapi atau bertanya. Para
ahli yang ditanggapi atau ditanya memberi penjelasan, atau menjawab,
pertanyaan secara bergantian.
Di bawah ini merupakan contoh dari posisi duduk peserta dalam jenis
diskusi ini.
16
P P P
M
Keterangan :
M : Moderator
P : Pakar
: Peserta
J. Kolokium
Berbeda dengan simposium yang diawali dengan serangkaian pidato
oleh para pakar, kolokium tidak diawali pidato. Para pakar yang diundang
hanya memberi jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh peserta mengenai
topik yang telah ditentukan. Jadi, para pakar hanya menjawab pertanyaan.
Kalau pertanyaan yang diajukan hanya sedikit, simposium menjadi kurang
“meriah”. Karena itu, moderator harus pandai mendorong peserta untuk
mengajukan berbagai pertanyaan.
17
Di bawah ini merupakan contoh dari posisi duduk peserta dalam jenis
diskusi ini.
P P M P P
Keterangan :
M : Moderator
P : Pakar
: Peserta
K. Sarasehan
Adalah model diskusi yang sifatnya mendekati santai. Untuk
mengesankan suasana santai penuh keakraban, para peserta duduk lesehan di
karpet sambil minum kopi dan makan makanan kecil semacam pisang goreng,
kacang rebus, dan sebagainya. Masalah yang dibicarakan tidak terlalu
dibatasi. Para peserta dengan bebas dapat menyampaikan pendapat dan
pengalamannya seputar topik yang ditentukan dalam sarasehan. Topik sastra
18
Jawa misalnya, pembicara dapat berbicara dari sudut penciptaan, penikmatan,
atau pengembangan sastra Jawa.
Di bawah ini merupakan contoh dari posisi duduk peserta dalam
diskusi ini.
M
Keterangan :
M : Moderator
: Peserta
L. Cawan Ikan (Fish Bowl)
Model diskusi ini agak unik. Panitia menyediakan kursi-kursi yang
diatur dalam posisis melengkung setengah lingkaran, seperti bagian luar
mangkuk. Seorang moderator duduk di tengah. Di sebelah kanan moderator
19
duduk seorang atau beberapa pakar. Di sebelah kiri moderator masih terdapat
tiga kursi kosong.
Setelah moderator memberi pengantar, terutama mengenai topik
dalam diskusi itu, moderator mempersilahkan peserta untuk menduduki kursi
kosong di sebelah kiri. Kemudian, peserta yang diminta duduk di kursi
kosong itu mengajukan beberapa pertanyaan kepada para pakar. Para pakar
memberi jawaban dan penjelasan.
Selanjutnya, peserta yang sudah menyampaikan pertanyaan
meninggalkan tempat duduk sehingga kursi di sebelah kiri moderator kosong
lagi. Moderator mempersilahkan peserta lain untuk duduk di kursi kosong itu
untuk mengajukan pertanyaan seperti peserta sebelumnya. Para pakar juga
melayani mereka dengan memberi jawaban. Demikian seterusnya, sampai
waktu yang dijadwalkan habis.
Di bawah ini merupakan contoh dari posisi duduk peserta dalam jenis
diskusi ini.
20
P
P
P M KK
KK
KK
Keterangan :
M : Moderator
P : Pakar
: Peserta
: Kursi kosong
M. Debat
Debat artinya berbicara kepada lawan untuk membela sikap,
pendapat, pendirian, atau rencana dan melawan sikap, pendapat, pendirian,
atau rencana lawan. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa debat adalah
tukar pikiran tentang suatu hal dengan saling memberi alasan untuk
mempertahaankan pendapat. Oleh karena itu, yang diutamakan dalam debat
adalah mencari kemenangan. Untuk itu, alasan, bukti, contoh dan sejenisnya
amat menentukan dalam debat.
Dalam pelaksanaannya debat dapat dilakukan satu lawan satu. Akan
tetapi debat dapat juga kelompok lawan kelompok.
Di bawah ini merupakan contoh dari posisi duduk peserta dalam
diskusi ini.
M
21
KK
Keterangan :
M : Moderator
: Peserta
D : Peserta Debat
5. TEMPAT DISKUSI
Kegiatan diskusi dilaksanakan di tempat tertentu. Tempat diskusi ini
mempunyai pengaruh besar terhadap kelancaran diskusi. Tempat yang kurang
memadai bisa menghambat kelancaran diskusi. Sebaliknya, tempat yang ideal
jelas akan sangat mendukung tercapainya tujuan diskusi. Tempat yang baik untuk
berdiskusi itu yang bagaimana?
22
D D
Berikut ini gambaran tempat diskusi yang baik yang memungkinkan
diskusi dapat berjalan lancar, tertib, dan meinmbulkan perasaan senang bagi para
pesertanya.
1. Tempat yang akan dipakai untuk melaksanakan kegiatan diskusi harus bersih,
rapi, dan cukup luas. Jangan sampai peserta diskusi duduk berdesak-desakan,
tetapi juga jangan terlalu berjauhan. Selain itu, sirkulasi udara sebaiknya
berjalan lancar. Akan tetapi, jangan sampai angin menerpa langsung para
peserta sehingga menyebabkan kedinginan, atau angin yang terlalu kencang
dapat menerbangkan kertas-kertas.
2. Bila diskusi dilaksanakan malam harri, penerangan harus cukup. Namun, juga
harus diupayakan tidak ada lampu yang menyilaukan peserta.
3. Tempat diskusi harus diupayakan terhindar dari suara bisisng kendaraan,
pabrik, orang bekerja, anak-anak bermain, orang bergurau, dan lain-lain.
4. Ruang diskusi diisi peralatan yang diperlukan, seperti meja, kursi, asbak bila
ada yang merokok, papan tulis bila akan membuat skema, gambar, dan
sebagainya. Bila ruang cukup besar dan pesertanya banyak, pengeras suara
sangat diperlukan. Hanya saja, volume suara perlu diatur agar tidak terlalu
keras.
5. Tempat diskusi hendaknya mengesankan suasana yang menguntungkan, yaitu
suasana yang dapat membuat peserta diskusi merasa senang, merasa menjadi
anggota kelompok, dan merasa tentram dan aman, sehingga dapat
mengeluarkan pendapat dengan bebas. Terciptanya suasana seperti itu harus
diupayakan oleh ketua diskusi, dan harus didukung oleh semua peserta.
Pengaruhnya, semua peserta yang semula terpisah sendiri-sendiri itu akan
melebur menjadi satu kesatuan kelompok yang bulat dan kompak.
Kekompakan itu menyebabkan para peserta saling menyukai kehadirannya,
saling menghargai, dan saling tertarik pada pribadi masing-masing. Dengan
demikian, diharapkan masing-masing merasa sederajat, merasa sama-sama
23
penting, dan merasa mempunyai kesamaan tugas sehingga bersama-sama pula
mencapai tujuan yang mereka kehendaki. Karena itu, sebelum diskusi
dimulai, sebaiknya masing-masing peserta diskusi memeprekenalkan diri
kalau dianggap perlu, dan secara teknis mudah dilakukan, serta tidak
memerlukan waktu yang banyak.
6. Pengaturan tempat duduk harus diupayakan agar semua perserta diskusi dapat
saling bertatap muka dan saling memandang secara bebas dan leluasa.
Artinya, jangan sampai peserta diskusi berhadap-hadapan terlalu dekat, tetapi
juga jangan terlalu jauh. Formasi tempat duduk dapat disesuaikan dengan
selera dan peralatan yang ada serta situasi ruang. Namun, formasi yang
dianggap paling baik adalah formasi yang masing-masing peserta dapat saling
bertatap muka atau saling memandang. Adapun variasi formasi tempat duduk
dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini.
FORMASI 1 FORMASI 2
FORMASI 3 FORMASI 4
24
FORMASI 5 FORMASI 6
FORMASI 7 FORMASI 8
25
6. KETUA, SEKRETARIS DAN PESERTA DALAM DISKUSI
7. MASALAH DAN KEMACETAN DALAM DISKUSI
Dalam suatu diskusi, pasti ada sesuatu yang dibicarakan. Sesuatu
yang dibicarakan itu disebut masalah. Masalah adalah persoalan yang dibahas
oleh peserta diskusi untuk dipahami, diketahui sebab-sebabnya, dan dicari jalan
keluarnya.
Apa sebenarnya masalah itu? Masalah sebenarnya jarak antara
harapan dengan kenyataan. Misalnya, banjir. Semua orang
mengharapkan tidak kebanjiran. Akan tetapi, dalam kenyataannya ada saja
yang terlanda banjir. Nah, harapannya tidak kebanjiran. Akan tetapi,
kenyataannya terlanda banjir. Itulah masalah. Peserta diskusi lalu
membicarakan banjir: berapa tinggi dan luasnya genangan air, kerugian apa saja
yang diakibatkan banjir, apa yang menyebabkan banjir, dan jalan keluar
untuk mencegah atau memperkecil derita akibat banjir. Jadi, dapat dikatakan
bahwa diskusi itu adalah suatu upaya menemukan cara untuk menghilangkan
atau memperkecil jarak antara harapan dengan kenyataan. Agar lebih
jelas, perhatikan gambar berikut.
26
Kita sering menjumpai dan mengalami suatu masalah. Di mana-mana
ada masalah, di sekitar kita banyak masalah, bahkan dalam diri kita pun
ada masalah. Namun, tidak semua masalah baik untuk didiskusikan. Masalah
yang bagaimana yang baik didiskusikan? Rambu-rambu berikut ini
menuntun kita untuk memilih masalah yang baik untuk didiskusikan.
1. Menarik Perhatian Peserta
Suatu masalah bisa menarik perhatian peserta bila:
(a) aktual, yaitu sedang menjadi pembicaraan umum,
(b) berguna, baik bagi peserta maupun bagi masyarakat,
(c) menyangkut tokoh, baik dalam bidang politik, ekonomi,
pendidikan, olahraga, pahlawan, maupun seniman,
(d) baru, yaitu sesuatu yang belum ada sebelumnya, dan
(e) langka, yaitu sesuatu yang jarang ada.
2. Mengandung Nilai Diskusi
Artinya mengandung banyak kemungkinan jawaban. Jawabannya
bukan "Ya" atau "Tidak", melainkan bermacam-macam sesuai dengan
pengalaman, pandangan, bukti, dan alasan masing-masing peserta.
3. Merangsang timbulnya pemungutan suara, karena banyak menimbulkan
perbedaan pendapat.
4. Membutuhkan pertimbangan yang matang dari peserta sebelum diputuskan.
Bagaimana cara menemukan masalah? Ide untuk menemukan masalah yang
baik dapat kita peroleh melalui cara-cara berikut ini:
1. memikirkan dan mengingat-ingat sesuatu yang pernah kita ketahui, kita
27
alami, kita rasakan, dan kita bicarakan,
2. membaca buku, majalah, dan koran,
3- mendengarkan radio atau menonton televisi,
4. mendengarkan ceramah, pidato, dan khotbah,
5. mendengarkan cerita dari teman atau orang lain,
6. menonton pementasan drama atau film,
7. mengadakan penelitian, pengamatan, atau wawancara langsung, dan lain-
lain.
Jika kita melihat pada tingkatan proses dalam kelompok, maka
tidak selamanya pembicaraan berjalan lancar seperti dalam contoh -
contoh yang telah dikemukakan. Kadang-kadang terdapat juga ke -
macetan. Proses itu merupakan gerak gelombang turun naik yang
menempatkan kelompok dalam kemacetan atau kelancaran.
Kemacetan dapat muncul dalam berbagai tingkat dan juga
membawakan ciri yang khas. Kemacetan ini memerlukan cara
tersendiri untuk mengatasinya.
1. Kemacetan pada tingkat pertama suatu percakapan
Kemacetan seperti itu ada sangkutannya dengan kenyataan
bahwa pokok pembicaraan dalam kelompok menduduki tempat kedua,
sudah pada awalnya bahan-bahan tidak jelas. Tidak ada pokok pem-
bicaraan tertentu yang digambarkan dengan pasti, tidak ada tugas
yang jelas yang harus kita garap. Tidak menentunya acara, menye -
babkan kita tidak tahu ke mana kita menuju dan apa yang bisa terjadi,
dan dapat menimbulkan perasaan kacau.
Terutama di kalangan para anggota kelompok yang biasa
bekerja dalam kelompok yang teratur, tersusun dan terarahkan,
kesamaran in i pada pe rmu laannya dapa t d i a lami sebaga i sua tu
28
bahaya . Memang pada kebanyakan ke lompok t e rdapa t
kepas t i an dan ketentuan. Ini sebenarnya hanya diberikan dari
luar; sebenarnya batas-batas telah ditentukan, tingkah laku sosial
telah dikendalikan da r i l u a r , t i d ak a ka n d a pa t t e r j ad i ha l -h a l
ya n g an e h . P a d a kebanyakan kelompok ki ta lebih-kurang tahu
apa yang hendak dicapai kelompok tersebut.
Kalau ketentuan dari luar itu ternyata tidak ada - seperti
pada kelompok percakapan yang sebenarnya - dan kepada para
anggota kelompok diminta untuk mengemukakan ketentuan sendiri,
terutama y a n g m v m p u n y a i a r t i b a g i k e l o m p o k , m a k a i n i a k a n
d a p a t menimbulkan perasaan kehilangan arah, t idak adanya
suatu arah yang pasti. Sebenarnya kita kehilangan pegangan,
karena kita tidak biasa ikut menetapkan dan turut bertanggung jawab.
Ketidak pastian itu dapat menimbulkan berbagai macam
reaksi. Orang dapat menjadi agresif, menjadi tersinggung dan mengambil
s i kap meno lak semua yang t e r jad i . S ampa i l ah o r ang kepada
pertanyaan seperti "apakah gunanya itu semua ?" "Apakah sekarang
tidak bisa lain?" Atau "apakah kita tidak dapat mengerjakan tugas
lain
Tentu saja reaksi tersebut juga tergantung kepada
kepribadian para peserta. Perkembangan dapat juga mengarah
pada ketergan- tungan. Orang menuntut tindakan te gas pimpinan,
oran g mencari ketentuan dan ketetapan dari luar. Atau mengarah
kepada regresi, yang mengingatkan kita kepada masa ketika masih
duduk di bangku sekolah; dengan demikian dapatlah t imbul
ejekan, lelucon clan sebagainya. Sebagai peserta kita mudah
sekali terseret dalam pola regresi itu.
Semua reaksi ini memperlihatkan penolakan kemungkinan
me- milih suatu posisi, untuk turut serta menetapkan tujuan.
29
Bisa sa j a kepada ke lompok d ibe r ikan ga r i s be sa r
pokok pembicaraan tetapi akan selalu tergantung kepada kelompok,
mana- mana yang mereka anggap penting. Dan untuk menetapkan hal ini
diperlukan suatu keterbukaan pada acara.
Pada lain pihak bagi para peserta adalah sangat sulit untuk
memanfaatkan keterbukaan tersebut. Demikian sulitnya karena
o r ang harus member ikan sua tu pengorbanan . Orang ha rus
mengemukakan arab yang dipilihnya dan yang dianggapnya penting,
yang juga berisi kesediaan untuk didiskusikan, dengan mengandung
bahaya bahwa hal ini bisa tidak diterima oleh orang lain. Ini akan
berarti kehilangan muka, meskipun dalam keseluruhan kelompok di
mana arah ini ditetapkan bersama, hal yang demikian tidak perlu
harus terjadi.
Saat seperti ini , jadi di mana orang harus mengemukakan
sesuatu untuk didiskusikan, adalah merupakan saat yang harus
dilewati oleh kelompok bersama-sama. Perlawanan terhadap soal ini
akan menyebabkan kemacetan yang dapat menghambat kemajuan.
Apab i la k i t a sebaga i pese r ta be l a ja r me l iha t apa yang
berperanan di sini, maka kita dapat membantu kelompok untuk
mengatasi kemacetan. Apabila kita sendiri berani mengemukakan
secara terbuka yang kita harapkan dari kelompok, maka dengan ini
kita juga mendorong orang lain untuk mengemukakan arah mana yang
mereka kehendaki dan dengan begitu pembicaraan dapat lancar
kembali . Dengan melihat dan mengakui bahwa kita semuanya
tidak berani, kita dapat, umpamanya dengan bantuan percakapan
terdahulu yang menunjukkan keinginan setiap orang, keluar dari
kemacetan sehingga melihat kemungkinan untuk secara bersama-
sama menetapkan arah. Maka t iba- t iba k i ta akan mengatas i
kemacetan dan dapat menjernihkan suasana sehingga masing-masing
30
merasa santai.
2. Kemacetan dalam tingkat kedua dari percakapan
Sebelumnya ki ta te lah melihat bahwa pada tingkat itu
telah terjadi pembentukan hubungan; perasaan di antara sesama orang
mempunyai peranan penting. Orang perlu mengemu kakan
pendiriannya mengenai orang lain dan kita mengusahakan agar hal
ini dapat dibicarakan. Inipun tidak mudah; sebab bisa ter jadi
bahwa perasaan i tu t idak bera lasan dan orang harus meninjau
kembali pendiriannya sebelumnya.
In i memer lukan penanganan lebih banyak dar ipada
waktu tingkat pengenalan. Mungkin juga kita harus melakukan
peninjauan dan peni la ian kcmbal i secara menyeluruh perasaan
seseorang terhadap yang lain. Kita lebih banyak bekerja dengan
prasangka, ki ta sangat cepat menolak pendapat seseorang,
mendorongnya jauh-jauh dan menarik dekat-dekat orang lain. Pola
ini menuju pada kemace t an d i da l am s t ad ium te r sebu t ;
pe r tahanan t e rhadap prasangka yang mendapat perlawanan kini
muncul dan memainkan peranan. Juga dari pertahanan ini kita
dapat mengharapkan lagi berbagai macam bentuk reaksi.
Dengan seluruh kelompok umpamanya kita dapat
membangun semacam suasana terlindung, yang pada hakekatnya
kita sepakat untuk tidak bersikap negatif terhadap yang lain-lain.
Ini adalah suasana "berbaik-baik di antara sesama", "saling
melindungi", yang sebenarnya berar t i bahwa ki ta t idak akan
membahasnya lebih banyak , dan mas ing-mas ing
memper tahankan gambaran dan prasangkanya dan tidak akan
membicarakannya lagi.
Bentuk reaksi yang lain adalah penolakan terhadap orang
31
luar atau terhadap mereka yang mempunyai kedudukan lemah
dalam kelompok. Dapat juga tiba-tiba muncul reaksi yang keras
terhadap orang yang demikian; pandangan ne gatif seluruh
kelompok diarahkan kepada satu orang. Apabila ini berlangsung
sengit maka bisa terjadi pukulan baik terhadap kelompok:
kelompok merasa bersalah "hal ini sebenarnya tidak boleh kita lakukan
terhadapnya".
Tanda-tanda reaksi seperti ini menunjukkan bahwa
hubungan pribadi memainkan peranan. Kita hanya bisa keluar
dari keadaan semacam ini dengan mengemukakan perasaannya
agar dapat diketahui oleh yang lain-lain. Umpamanya, seseorang
mengemukakan perasaan apa yang timbul dalam dirinya oleh
perbuatan orang lain, dan kemudian membicarakan soal itu. Maka
ini merupakan langkah pertama untuk menguji perasaan menurut
nilai yang sebenarnya dengan menghilangkan segala prasangka.
Ini juga dimaksudkan agar orang bersedia melakukannya.
Dengan demikian kita juga harus berusaha menyadari perasaan kita
scnchri terhadap seorang yang tidak simpatik dan negatif, sebagai
ganti sikap kita yang menghina dan menyingkirkan orang tersebut
3. Kemacetan dalam tingkat ketiga dari percakapan
Seperti yang telah kita lihat sebelumnya, dalam tingkat
perkembangan kelompok ini kita saling memperkenalkan nilal pribadi
kita masing-masing untuk dapat sampai kepada saling menghargai
di antara sesama. Sangat bisa dimengerti bahwa dalam tingkat ini
akan ter jadi per tentangan pendapat , yang akan menimbulkan
lagi kemacetan pada percakapan.
Nilai-nilai yang sangat fundamental seperti kepercayaan agama
atau prinsip-prinsip tertentu yang telah kita anut sejak masa muda,
sering sulit untuk dijadikan pokok perdebatan. Nilai-nilai ini sangat
32
penting bagi orang yang bersangkutan, karena menjamin kepastian
dan stabilitas di dalam diri masing-masing. Apabila nilai ini digoyah -
kan, maka akan menggoyangkan seluruh kepast ian dari orang
tersebut. Jadi bukanlah tidak ada artinya apabila orang kemudian
memasang kuda-kuda, apabila timbul usul sampai di mana kita
menyatakan keterbukaan pribadi. Reaksi-reaksi defensif yang dapat
kita lihat dalam tingkat ini adalah
a. Rasionalisasi
Orang mencoba untuk membuat percakapan menjadi
bersifat umum, soal-soal yang sangat bersifat pribadi dijadikan
suatu pokok diskusi yang obyektif, seolah-olah merupakan pokok
pembicaraan yang jauh berada di luar, yang tidak seorangpun
dapat menyinggungnya. Jadi, ini adalah usaha untuk membuat
percakapan tidak didasarkan pada pernyataan dan pengalaman
pribadi, tetapi pendekatan secara umum dengan menganggapnya
sebagai persoalan falsafah atau bahan-bahan teoritis. Dalam hal ini
orang berusaha menjaga jangan sampai berlanjut di dalam suasana
yang bersifat pribadi.
b. Berputar-putar
Reaksi lain dapat berupa usaha orang untuk selalu berbicara
berkisar pada pokok acara, tetapi juga tidak langsung
mengenainya. Di sini orang menghindarkan inti persoalan menjadi
bahan pembicaraan: dengan perkataan lain dalam bentuk
pertanyaan : "Sejauh mana mengenai hal ini kita menjadi bersikap
pribadi?"
c. Kegairahan
Kegairahan yang dipergunakan oleh suatu kelompok untuk
mempertahankan diri seringkal i sukar diketahui, karena
33
reaksi semacam itu memberikan kesan yang sangat positif.
Dalam soal ini juga reaksi seolah-olah nampak seperti "berbaik-
baik terhadap sesama" yang merupakan suasana terlindung; yang
juga tidak mudah untuk dikenali sebagai suatu pertahanan.
Jadi kegairahan adalah kemauan besar untuk menanggapi
secara aktif setiap saran yang diberikan. Tiap pokok
pembicaraan diselesaikan dengan cepat, tiap-tiap orang merasa
sangat terlibat. Orang menyelesaikan dengan cepat semua pokok
pembicaraan dan memberikan kesan adanya suatu produktivitas
yang luar biasa. Walaupun demikian tiap-tiap orang mempunyai
perasaan tidak puas. Terburu-burunya kelompok tersebut
sebenarnya merupakan pelarian dari pembicaraan masalah yang
sesungguhnya.
Apabila sebagai seorang peserta kita dapat mengenali
reaksi lari cepat tersebut, maka kita dapat menolong kelompok
dengan ucapan : "Saya mempunyai perasaan, bahwa kita telah
meloncati persoalan, menurut saya intinya terletak di sana dan
di sini". Hal ini belum perlu membawa kelompok langsung
memasuki pokok persoalan. Tetapi hanya dengan memperlambat
dan berusaha mendapatkan kedalaman dalam pembicaraan
dapatlah kita membantu lainnya melewati jembatan.
Disimpulkan : kita dapat mengatakan bahwa dalam ketiga-
tiga tingkat proses pembicaraan kita dapat menemukan
kemacetan dalam percakapan. Dalam ketiga t ingkat tersebut
kelompok menghadapi reaksi defensif yang mengahalangi
kelompok dapat maju.
Untuk mengatasi halangan tersebut semua peserta perlu
memberikan pengorbanan yang bersifat pribadi :
a. pada tingkat pengenalan mengemukakan pokok pendirian ma-
34
sing-masing dan mendengarkan pokok pendirian orang lain:
b. pada tingkat kedua soalnya berkisar kepada pernyataan
perasaan terhadap sesamanya dan menanggapi perasaan orang lain;
c. pada tingkat ketiga, tingkat saling menerima, diminta adanya
kesediaan berkorban melepaskan nilai pribadi dan sama sekali
dapat menempatkan dirinya pada pokok pendirian orang lain.
8. BAGAIMANA KITA MENCIPTAKAN KELOMPOK DISKUSI YANG
BAIK ?
Kalau kita ingin supaya kelompok dapat mencapai tingkat
perkembangan pertama, maka adakah penting bahwa dikalangan para peserta
terdapat kepastian mengenai hal-hal yang dapat mereka capai bersama. Dengan
demikian ini merupakan tujuan dan elemen yang mengikat dalam kelompok.
Sasaran ini tidak diberikan dari luar. Tentu saja harus ada petunjuk mengenai
tema yang menjadi bahan diskusi, tetapi segi-segi yang hendak kita bicarakan
bersama itu ditentukan sendiri oleh kelompok. Sebab itu diperlukan pimpinan
yang diarahkan kepada kelompok untuk merangsang para peserta menetapkan
sasaran bersama. Secara bersama-sama kita harus menemukan apa yang kita
anggap penting untuk menjadi bahan pokok diskusi.
Untuk meningkatkan hal ini sebagai pimpinan percakapan kita tidak
boleh memberikan sasaran yang sudah nyata seingga menutup sama sekali semua
kemungkinan yang lain. Pemimpin percakapan harus memberikan pengantar
umum dengan menawarkan sejumlah kemungkinan yang dapat dipilih oleh para
peserta; jadi karena itu ia harus memberikan pengantar dengan cara yang khusus
sekali; jangan mengemukakan pokok pembicaraan yang meyakinkan orang, tetapi
ajaklah mereka meraba-raba untuk mencari kepastian, seperti “marilah kita lihat
35
bersama apakah yang penting bagi kita”. Jadi, pengantar yang terbuka; ini
memberikan kesempatan kepada para peserta untuk turut mencari dan
memberikan sumbanganya sendiri untuk bersama-sama menemukan tujuan
percakapan.
1. Alat pembantu untuk pengantar tema pembicaraan
Pengantar tidak selalu diberikan dengan lisan; sebagai pendahuluan
dapat juga diberikan pengantar yang menggambarkan keadaan yang nyata
dengan mendengarkan perekam suara dan menanyakan pendapat para peserta
mengenai hal ini . suatu alat lain untuk mengantarkan suatu tema adalah
meminta kepada orang lain supaya memberikan asosiasinya, jadi menanyakan
kepadanya apa yang terpikir olehnya apabila mendengar tema ini.
Pengantar dapat juga diberikan secara tertulis apabila kita meminta
kepada setiap peserta untuk menuliskan apa yang dianggap olehnya penting
mengenai tema ini. Pengantar semacam ini merupakan alat yang
menyenangkan bagi kelompok yang kurang lancar
Kemungkinan yang lain adalah membagi kelompok dalam bagian-
bagian kecil; ini sering dilakukan apabila kelompok itu besar . kepada bagian
kecil ini kemudian dapat diberi tugas untuk bersama-sama menentukan segi-
segi manakah dari pokok pembicaraan itu yang mereka pandang penting.
Sesudah itu diadakan pilihan dalam seluruh kelompok
2. Alat pembantu untuk kepentingan pengamatan
Soal lain yang penting pada tingkat pertama dari proses kelompok
adalah cara memberikan gambaran kepada para peserta. Apabila orang duduk
dalam suatu kelompok maka ia perlu mempunyai gambaran dengan siapa dia
36
duduk dalam kelompok itu. Hal ini perlu untuk menentukan sumbangan dan
peranan orang dalam kelompok. Peran itu tidak diberi dari luar, tetapi tumbuh
sendiri di dalam kelompok. Untuk meningkatkan hal ini maka para peserta
harus di galakkan untuk menunjukan gambaran mengenai diri mereka masing-
masing. Dengan demikian adalah baik apabila masing-masing dengan sepatah
dua kata memperkenalkan dirinya seperti yang telah dilakukan ketua
kelompok. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik yang hendak
disampaikan orang, maka hal ini dapat dilakukan dengan umpamanya
mengatakan: “bersediakah masing-masing secara singkat memperkenalkan
diri, darimana asalnya, kualitas apa yang dimilikinya dan apakah yang
diharapkanya dari pembicaraan ini ?”
3. Memberi kesempatan berbicara
Pada awal tingkat pertama ini kita terutama harus memberikan
kesempatan kepada orang-orang untuk berbicara secara bebas. Sekali hal ini
berlangsung, maka kita berusaha untuk meningkatkanya lebih jauh. Apabila
umpamanya ada orang yang sedang berbicara, kita berusaha agar orang
tersebut jangan diganggu ketika sedang berbicara. Dengan jalan demikian
benar-benar kita menciptakan kesempatan untuk menyatakan pendapat
Apabila orang mengatakan sesuatu maka kita tidak perlu segera
memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berbicara, hendaknya kita
diam sebentar, bahkan kalau perlu kita bertanya apa masih ada yang akan
dikatakanya lagi, sehingga orang yang berbicara mendapatkan kesempatan
untuk mengemukakan pendapatnya dengan tenang.
Dengan begitu perlu diciptakan kesempatan yang cukup, sehingga
berbagai macam keinginan dan harapan para peserta dapat dikemukakan.
Keanekaragaman ini dapat muncul umpamanya dengan menanyakan apabila
orang itu telah selesai berbicara sebagai berikut : “Siapa lagi yang mempunyai
37
pendapat lain mengenai hal itu ?” jadi penting sekali mengusahakan
timbulnya berbagai macam sumbangan pikiran.
4. Munculnya tokoh-tokoh yang ingin berkuasa
Anggota kelompok yang ingin berkuasa dapat mengakibatkan
hambatan bagi perkembangan kelompok, karena ingin mengambil kesempatan
orang lain untuk mengemukakan pendapatnya. Sedangkan justru yang penting
adalah bahwa tiap-tiap orang, jadi mereka yang sulit berbicara, mendapat
kesempatan mengemukakan pendapat, sehingga pengaruh dapat tersebar
dengan luas. Tiap-tiap orang dengan cara masing-masing harus merasa telah
memberikan sumbanganya di dalam kelompok.
Sikap ingin berkuasa ini dengan satu atau lain jalan harus disalurkan
dengan wajar. Ini tidak berarti bahwa orang yangi ingin berkuasa tersebut
harus dihentikan bicara begitu saja, tetappi sebagai pribadi orang ini harus kita
terima, hanya saja sumbanganya harus dibatasi. Ktia dapat secara singkat
menyimpulkan sumbanganya dan mengatakan kepadanya bahwa untuk
sementara sudah cukup sekian dulu dan memberikan kesempatan kepada yang
lain untuk mengemukakan pendapatnya. Dengan jalan ini hendaknya kita
jelaskan bahwa kita tidak bermaksud untuk mengekang pendapatnya, tetapi
kita menerima secara wajar apa yang dikemukakanya; hanya saja apa yang
telah dikataknya itu disimpulkan dan disederhanakan. Dalam keseluruhan
proses kelumpok ia mendapatkan tempatnya. Ini juga merupakan cara
pengendalian yang dapat diteruma oleh tokoh-tokoh dominan semacam itu.
Apabila tokoh semacam itu sebenarnya merasa dirinya tidak bisa diterima,
maka ia akan terus berusaha supaya suaranya tetap didengan dengan akibat
timbulnya semua gangguan bagi kelmpok yang bersangkutan.
38
5. Penutup fase pertama
Apabila masing-masing telah mendapat kesempatan untuk
mengemukakan harapan dan keinginanya dan telah muncul berbagai ragam
pendirian, maka dalam menutup fase ini kita harus kembali kepada suatu
persoalan bersama, yaitu : kita merangsang orang-orang untuk menyimpulkan
dan juga pemimpin percakapan mengemukakan beberapa kesimpulan. Dalam
hal ini dapat menggunakan papan tulus atau flip-chart untuk menyusun
beberapa pokok masalah. Persoalan harus dihimpun kembali setelah
ditemukanya beberapa persamaan. Berbagai masam persoalan ternyata dapat
disatukan dalam satu bidang. Hal ini tidak perlu dilakukan oleh pimpinan
sendiri. Ia dapat minta bantuan seorang anggota kelompok. Dengan cara kerja
yang terpadu ini pempin memainkan peranan yang penting.
Penutupan ini penting untuk menemukan bahwa di antara berbagai ragam
anggota kelompok. Kita dapat menemukan landasan umum, yang perlu
disepakati bersama
Apabila kita tidak mencapai landasan umum, umpamanya karena perbedaan
yang sangat besar, maka percakapan itu tidak akan berhasil
Kalau kita dapat menemukan persamaan ini, maka masing-masing akan
merasa enak, mengetahui persoalan yang sebenarnya dan merasa sanggup
untuk turun membantu bekerja.
9. LANGKAH-LANGKAH DALAM BERDISKUSI
Untuk mengatur jalannya diskusi sehingga lancer dan sistematik, maka
diperlukan beberapa keterampilan sebagai berikut :
39
A. Memulai diskusi
Memulai diskusi memang gampang-gampang susah. Jangan terburu-buru dan
jangan gugup. Jika perlu, dirumah susunlah apa yang hendak anda katakan.
Misalnya mengucapkan salam terlebih dahulu, dan selanjutnya
memperkenalkan diri.
B. Blocking dan distribusi
Dalam sebuah diskusi akan selalu akan muncul orang yang sangat dominan.
Jika moderator tidak berhasil mengatasi orang ini, maka peserta lain akan
putus asa dan akhirnya tidak mau berpartisipasi lagi. Oleh karena itu, jika
dirasakan bahwa satu atau dua orang menjadi dominan, maka moderator dapat
membatasi konstribusi kesempatan untuk mengeluarkan pendapat.
C. Refokus
Sudah jamak bahwa dalam diskusi akan ada saat-saat dimana pembicaraan
melantur ke mana-mana. Keadaan seperti ini tidak dapat dibiarkan terus-
menerus. Selain waktu akan habis, diskusi juga akan kehilangan focus. Oleh
karena itu, segera setelah moderator menangkap gejala melantur ini, ia dapat
melakukan refokus.
D. Melerai perdebatan
Perdebatan bisa saja terjadi dan perlu ditangani sebelum memburuk. Di sinilah
perlunya pengalaman untuk melihat perbedaan. Jika terjadi perdebatan, maka
moderator dapat mengatasinya dengan menyatakan bahwa perbedaan itu
penting dan mewakili perbedaan di dalam masyarakat. Diskusi ini bukanlah
tempat untuk mencari pemenang, tetapi justru tempat untuk memahami
perbedaan-perbedaan seperti itu.
E. Reframing
Jika terjadi perdebatan yang tidak kunjung selesai atau jika ada berbagai
pandangan yang menurut moderator mengubah pemahaman atau arti
permasalahan yang hendak didiskusikan maka, sebaiknya moderator
melakukan reframing. Reframing adalah suatu upaya untuk mendefinisikan
40
kembali persoalan yang didiskusikan setelah mendengar berbagai masukan
yang diperoleh dari kelompok. Dengan demikian jelas bahwa moderator harus
memahami betul konteks permasalahan yang dibicarakan.
F. Menegosiasi waktu
Jarang ada diskusi yang tepat waktu mulai dan tepat waktu terakhir. Oleh
karena itu, moderator harus sudah mulai menegosiasikan waktu seawall
mungkin.
G. Menutup
Seperti halnya dengan membuka, maka menutup harus dilakukan dengan
cukup hati-hati. Ucapkan lagi terima kasih kepada seluruh peserta yang
mengikuti diskusi.
41