8
Halaman 1 | Buletin Serantau | Edisi Desember 2015 Buletin Serantau, merupakan media informasi yang terbit setiap bulan. Buletin ini dibuat oleh beberapa Pekerja Indonesia di Malaysia sebagai ruang untuk saling belajar dan berbagi informasi antar sesama pekerja migran Indonesia di Malaysia. Informasi versi online bisa diakses diakses di www.buruhmigran.or.id Edisi Desember 2015 Edisi Desember 2015 Berita Utama Kuala Lumpur-Dalam setiap penyelenggaraan pelayanan atas pembangunan, fungsi pengawasan atas pelayanan adalah perkara yang prinsip. Metode audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) melalui proses partisipatif dengan melibatkan berbagai pihak dan komponen masyarakat untuk memberikan masukan sehingga menghasilkan rekomendasi yang berimbang kepada pemerintah terkait dengan pelayanan dan perlindungan WNI di luar negeri. Inilah maksud dan tujuan BPK RI mendatangi KBRI Kuala Lumpur pada hari Jumat, (20/11/2015). Selain memeriksa keuangan, BPK RI mengaudit kinerja dan performa KBRI Kuala Lumpur dalam mengemban tugas pokok dan fungsinya untuk melayani dan melindungi warga negara Indonesia di luar negeri, yaitu Malaysia. Selain Malaysia, BPK juga mengaudit organisasi perwakilan pemerintah di negara-negara penempatan BMI lainnya, seperti Arab Saudi, Hong Kong Special Adminstrative Region, Singapore, dan lain-lain. Beberapa elemen peguyuban masyarakat Indonesia di Malaysia diundang hadir untuk memberikan komentar atas pelayanan KBRI Kuala Lumpur, yang selanjutnya informasi itu akan diklarifikasi kepada KBRI Kuala Lumpur. Mereka yang diundang adalah Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara-JP), Forum Komunikasi Muslimah Malaysia (Fokma), Ikatan Keluarga Madura (IKMA), Ikatan Pekerja Muslim Indonesia (IPMI), Komunitas Photographer Indonesia, Migrant Care, Persatuan Masyarakat Indonesia- Malaysia (Permay), Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) dan Serantau (media komunitas BMI di Malaysia). Alex Ong dari Migrant Care menyoroti tentang kebijakan KBRI Kuala Lumpur yang menyetujui monopoli pemulangan BMI overstayers dengan biaya yang sangat besar bagi mereka. Seharusnya hal itu tidak sepatutnya Iman resources memonopoli dan menerapkan biaya seenaknya. (Baca selengkapnya: Pemulangan Buruh Migran PATI di Malaysia Dikelola Perusahaan Swasta). Hal tersebut ditanggapi oleh Dino Nuwahyudin, selaku koordinator konsuler KBRI Kuala Lumpur bahwa program pemulangan adalah kebijakan pemerintah Malaysia (Baca selengkapnya, Dubes Malaysia: UU-nya Mengatakan Diswastakan, Semua ini Bisnis). Sesi foto bersama Komunitas BMI Malaysia dengan BPK dan Pejabat, serta staff KBRI Kuala Lumpur Audit BPK RI, KBRI Kuala Lumpur Diberondong Pertanyaan oleh Komunitas BMI Oleh: Ridwan Wahyudi

Buletin Serantau_BMI Malaysia_Edisi_Desember 2015

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Serantau Edisi Desember 2016

Citation preview

Page 1: Buletin Serantau_BMI Malaysia_Edisi_Desember 2015

Halaman 1 | Buletin Serantau | Edisi Desember 2015

Buletin Serantau, merupakan media informasi yang terbit setiap

bulan. Buletin ini dibuat oleh beberapa Pekerja Indonesia di Malaysia sebagai ruang untuk

saling belajar dan berbagi informasi antar sesama pekerja

migran Indonesia di Malaysia.

Informasi versi online bisa diakses diakses di

www.buruhmigran.or.id

Edisi Desember 2015Edisi Desember 2015

Berita Utama

Kuala Lumpur-Dalam setiap penyelenggaraan pelayanan atas pembangunan, fungsi pengawasan atas pelayanan adalah perkara yang prinsip. Metode audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) melalui proses partisipatif dengan melibatkan berbagai pihak dan komponen masyarakat untuk memberikan masukan sehingga menghasilkan rekomendasi yang berimbang kepada pemerintah terkait dengan pelayanan dan perlindungan WNI di luar negeri. Inilah maksud dan tujuan BPK RI mendatangi KBRI Kuala Lumpur pada hari Jumat, (20/11/2015).

Selain memeriksa keuangan, BPK RI mengaudit kinerja dan performa KBRI Kuala Lumpur dalam mengemban tugas pokok dan fungsinya untuk melayani dan melindungi warga negara Indonesia di luar negeri, yaitu Malaysia. Selain Malaysia, BPK juga mengaudit organisasi perwakilan pemerintah di negara-negara penempatan BMI lainnya, seperti Arab Saudi, Hong Kong Special Adminstrative Region, Singapore, dan lain-lain. Beberapa elemen peguyuban masyarakat Indonesia di Malaysia diundang hadir untuk memberikan komentar atas pelayanan KBRI Kuala Lumpur, yang selanjutnya informasi itu akan diklarifikasi kepada KBRI Kuala Lumpur.

Mereka yang diundang adalah Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara-JP), Forum Komunikasi Muslimah Malaysia (Fokma), Ikatan Keluarga Madura (IKMA), Ikatan Pekerja Muslim Indonesia (IPMI), Komunitas Photographer Indonesia, Migrant Care, Persatuan Masyarakat Indonesia-Malaysia (Permay), Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) dan Serantau (media komunitas BMI di Malaysia).

Alex Ong dari Migrant Care menyoroti tentang kebijakan KBRI Kuala Lumpur yang menyetujui monopoli pemulangan BMI overstayers dengan biaya yang sangat besar bagi mereka. Seharusnya hal itu tidak sepatutnya Iman resources memonopoli dan menerapkan biaya seenaknya. (Baca selengkapnya: Pemulangan Buruh Migran PATI di Malaysia Dikelola Perusahaan Swasta). Hal tersebut ditanggapi oleh Dino Nuwahyudin, selaku koordinator konsuler KBRI Kuala Lumpur bahwa program pemulangan adalah kebijakan pemerintah Malaysia (Baca selengkapnya, Dubes Malaysia: UU-nya Mengatakan Diswastakan, Semua ini Bisnis).

Sesi foto bersama Komunitas BMI Malaysia dengan BPK dan Pejabat, serta staff KBRI Kuala Lumpur

Audit BPK RI, KBRI Kuala Lumpur Diberondong Pertanyaan oleh Komunitas BMIOleh: Ridwan Wahyudi

Page 2: Buletin Serantau_BMI Malaysia_Edisi_Desember 2015

Halaman 2 | Buletin Serantau | Edisi Desember 2015

Salam Redaksi

Penghujung tahun akan selalu menjadi momentum bersejarah bagi Buletin Serantau, tepat di hari Buruh Migran Internasional (Migran Day) tahun lalu (2014), beberapa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau biasa disebut Buruh Migran Indonesia (BMI) di Malaysia dari beberapa sektor (pekerja bangunan, pekerja rumah tangga, perkebunan, dll) membentuk tim Serantau. Bermodal semangat dan mimpi akan perbaikan perlindungan BMI, saat itu tujuan tim Serantau sangatlah sederhana, yakni membangun tradisi saling berbagi informasi dan pengetahuan antar sesama BMI di Malaysia .Kini, tapat di usia satu tahun, Tim Serantau dengan pelbagai dinamika dan proses belajar di dalamnya mulai memperkenalkan diri ke Jejaring Komunitas BMI di Malaysia, bukan hanya untuk mengembangkan Serantau sebagai buletin atau media bersama, melainkan berupaya membangun kolaborasi dan bagi peran dari kelola informasi, penanganan kasus, hingga advokasi kebijakan.

Pada edisi kali ini Tim Serantau akan memuat liputan petemuan jejaring komunitas BMI bersama BPK dan KBRI Kuala Lumpur, sorotan kasus penipuan penempatan kerja di Malaysia, serta pelbagai berita kegiatan BMI Malaysia dan panduan pengelolaan keuangan. Selain melalui buletin, redaksi Serantau juga mengoptimalkan website dan sosial media untuk menyebarkan informasi.

Semoga dengan momentum satu tahun proses berkomunitas, Tim Serantau makin solid dan mampu menghadapi pelbagai tantangan dalam mendesak perbaikan perlindungan dan pelayanan publik bagi BMI di Malaysia.

Salam Serantau.

TIM Redaksi Serantau >>

Koordinator: Nasrikah, Keuangan: Ayu, Sekretaris: Emmawati, Abdi, Tim Redaksi: Tyas Maulita, Andik, Desi, Ayu, Editor: Ridwan WahyudiEmail: [email protected] Website: www.buruhmigran.or.id

Buletin ini diterbitkan oleh Pekerja Indonesia di Malaysia atas dukungan program Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM), kerja sama Infest Yogyakarta dan Yayasan Tifa.

Siapapun bisa mengutip, menyalin, dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan tulisan dengan menyebutkan sumber tulisan dan jenis lisensi yang sama, kecuali untuk kepentingan komersil.

Page 3: Buletin Serantau_BMI Malaysia_Edisi_Desember 2015

Halaman 3 | Buletin Serantau | Edisi Desember 2015

Berita Utama

Audit BPK RI, KBRI Kuala Lumpur Diberondong Pertanyaan oleh Komunitas BMI Lanjutan...

Maka, entah itu mereka ingin memonopoli atau menunjuk satu perusahaan adalah urusan Malaysia. Tugas kita adalah menekan biaya pemulangan bagi WNI overstayers serendah mungkin. Sementara itu, Abdurahman dari Bara JP, mengatakan bahwa KBRI Kuala Lumpur harus memiliki perspektif kepada korban dalam pelayanannya. Para BMI yang bermasalah itu sebenarnya mereka kurang mengetahui informasi bagaimana bermigrasi yang benar, akan tetapi ketika mereka mengadu dan meminta pelayanan kepada pemerintahnya sendiri malah dibentak-bentak. Ini terjadi juga pada saat BMI mengurus perpanjangan paspor di KBRI.

IKMA menyayangkan tentang pengurangan anggaran oleh pemerintah pusat ke KBRI Kuala Lumpur. Sehingga ketika terjadi masalah BMI yang sakit atau pemulangan jenazah, KBRI kurang bisa membantu dalam situasi ini. Lain halnya dengan IPMI dan komunitas photographer Indonesia yang mengeluhkan tentang KTKLN yang selama ini menimbulkan permasalahan bagi BMI yang ingin berangkat atau pulang dan pergi antara Indonesia dan Malaysia.

Terkait dengan hal tersebut, Mustafa Kamal, Atase Ketenagakerjaan KBRI Kuala Lumpur menjawabnya dengan enteng bahwa KTKLN adalah dokumen identitas BMI yang merupakan amanah undang-undang dan itu penting untuk pendataan, maka dia meminta kepada BMI agar berangkat secara prosedural ketika bermigrasi ke luar negeri.

Seketika jawaban itu langsung ditimpali oleh Ridwan Wahyudi dari PSD-BM bahwa KTKLN sebenarnya tidak ada gunanya. Karenanya, selain bukan dokumen keimigrasian, pihak imigrasi tak memiliki dasar hukum untuk melakukan pencekalan kepada BMI yang tidak memiliki KTKLN. Selain itu ketika BMI bermasalah, petugas pemerintah juga tidak menanyakan KTKLN jika itu memang penting, tapi menanyakan tentang paspor BMI. Seharusnya KBRI Kuala Lumpur memberikan sosialisasi KTKLN dan melayani penerbitan KTKLN di sini jika itu memang penting.

Masih menurut Ridwan Wahyudi, bahwa peraturan seharusnya mengakui sejarah migrasi kawasan antara Indonesia dan Malaysia. Akan tetapi peraturan yang sekarang bahkan dalam draft revisi tidak mengakomodir migrasi mandiri, malah diserahkan kepada swasta untuk mengurusnya. Bahkan tidak ada naskah akademik dalam proses pembuatan UU BMI pada waktu itu. Peraturan dibuat seharusnya untuk menertibkan dan mengakui sejarah serta mengakui peran organisasi BMI di negara penempatan,

bukan malah menyulitkannya. Ini yang akhirnya menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

Sementara Nasrikah dari Tim Serantau mengkritik peran Atase Ketenagakerjaan yang seharusnya menjalankan fungsi pengawasan juga kepada agensi yang melakukan overcharging (penerapan biaya berlebih) kepada BMI. Selain itu, kita juga melakukan survei kecil di daerah Sunway, di mana hampir semua PPTKIS menerapkan overcharging kepada BMI yang ditempatkan pada Western Digital.

Nasrikah juga menambahkan mengenai pelayanan WNI di Malaysia yang masih menanyakan status BMI di sini, antara berdokumen dan tidak berdokumen. Padahal mereka menjadi tidak berdokumen adalah bukan keinginan BMI sendiri, akan tetapi lebih disebabkan oleh permasalahan rantai birokrasi dan peran agensi di sini serta penipuan oleh oknum. Oleh sebab itu, Nasrikah menyarankan agar setiap permasalahan BMI dilayani semua, karena mereka sebenarnya WNI dan pekerja yang semestinya memperoleh haknya. Sesal lagi, setiap permasalahan BMI yang diadukan oleh komunitas kepada KBRI Kuala Lumpur, komunitas tidak mendapatkan tembusan atas kemajuan kasus tersebut.

Selain itu, Nasrikah merinci lagi mengenai peran KBRI Kuala Lumpur yang sudah semestinya juga melayani anak-anak BMI. Karenanya banyak dari mereka yang akhirnya menjadi buta huruf. Pendidikan adalah hak bagi anak-anak Indonesia, tidak semestinya mereka mengalami masalah dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya hanya karena orang tua mereka bermigrasi ke negara orang. Hal ini merupakan pekerjaan rumah KBRI Kuala Lumpur yang harus dijalankan untuk memenuhi hak warrga negara.

Selanjutnya semua komentar dan pertanyaan akan diklarifikasi kepada KBRI Kuala Lumpur dan diolah untuk menghasilkan rekomendasi kepada pemerintah atas temuan-temuan BPK RI tersebut demi pelayanan dan perlindungan WNI yang lebih baik di masa mendatang.

Page 4: Buletin Serantau_BMI Malaysia_Edisi_Desember 2015

Halaman 4 | Buletin Serantau | Edisi Desember 2015

Berita Utama

Akibat formulir pendaftaran perpanjangan pasport dibatasi oleh pihak KJRI, setiap hari, ratusan Buruh Migran Indonesia (BMI) atau WNI di wilayah Johor Malaysia harus rela mengantri dari jam 5 pagi (04.00 WIB), meskipun kantor KJRI baru beroperasi mulai pukul 7.30 pagi.

Luasnya wilayah kerja KJRI Johor Bahru yang meliputi beberapa negeri (wilayah setingkat provinsi) seperti Johor, Melaka, Negeri Sembilan dan Pahang mengakibatkan BMI atau WNI yang tinggal di luar wilayah Johor Bahru harus berangkat malam atau sehari sebelumnya agar dapat memperoleh nomer antrian dan formulir pendaftaran.

Menurut seorang BMI yang ditemui di lokasi, menyebutkan petugas KJRI berdalih agar pekerjaan KJRI tidak menumpuk dan proses perpanjangan paspor bisa selesai dalam satu hari sehingga formulir perlu dibatasi. Alasan tersebut dianggapnya tidak berperikemanusiaan karena banyak BMI yang datang dari jauh ternyata tidak kebagian nomer antrian walaupun sudah berebut dengan berdesak-desakan dan dorong-dorangan. “Kasihan kawan-kawan kita yang datang jauh-jauh ternyata tak dapat nomer antrian, padahal mereka ada yang berangkat dari rumah jam 12 malam”, ujar Fitriyanti, BMI asal Jombang.

Antrian panjang BMI/WNI, menurut Fitriyanti, tidak hanya di halaman tetapi hampir setiap hari antrian itu meluber hingga ke luar pagar KJRI, anehnya tidak ada upaya untuk menambah kuota pelayanan perpanjangan pasport agar jumlah BMI/WNI yang terlayani juga bertambah.

“Saya pernah mengantar suami saya untuk tukar (perpanjangan, red) paspor, antri dari jam 5 pagi tapi pulang dengan tangan kosong, disitu saya merasa, untuk memperpanjang paspor saja kok sepertinya perasaan kami benar-benar dipermainkan”, pungkas Fitriyanti.

Syarat pengurusan paspor di luar negeri dapat dibaca melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 8 Tahun 2014 tentang Paspor Biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor, sementara terkait biaya, melalui website KJRI Johor Bahru mengumumkan biaya pengurusan paspor adalah sebesar:

Harga Paspor : RM 85.00Biometrik : RM 17.00Total : RM 102.00 Waktu: 3 Hari Kerja (kepastian waktu pelayanan ini butuh terus disoroti oleh semua pihak)

Formulir Dibatasi, Perpanjang Pasport di KJRI Johor Harus Antri dari Jam 5 Pagi Oleh: Figo Kurniawan.

Page 5: Buletin Serantau_BMI Malaysia_Edisi_Desember 2015

Halaman 5 | Buletin Serantau | Edisi Desember 2015

Jejak Kasus

Menuntut Hak Dasar, Beberapa BMI Dipulangkan dari Malaysia

Kisah AD bermula ketika direkrut oleh seorang perekrut buruh migran berinisial HL di Yogyakarta. Ia kemudian ditempatkan oleh PT. Wira Karitas. Sejak pertama kali mendaftar pada Oktober 2014, AD baru diberangkatkan ke Malaysia pada Mei 2015. Sebelum berangkat ke negeri jiran, AD membuat KTKLN dan mengikuti PAP. Selama lima hari di Jakarta, ia ditampung oleh PT Wira Karitas (pusat) dan hanya mendapat jatah beras mentah tanpa lauk. Padahal perekrutnya menjanjikan mendapat makanan gratis selama di Jakarta.

AD menghabiskan dana tak sedikit untuk sampai ke negeri jiran :1. Biaya pembuatan paspor 1.800.0002. Medikal pertama 500.0003. Medikal kedua 350.000 (Medikal pertama tak terpakai, karena sudah lebih dari 3 bulan)4. Uang pemberangkatan ke Jakarta 500.0005. Uang pemberangkatan ke Malaysia 3.000.000

Total biaya yang ia keluarkan untuk bekerja di Malaysia adalah 6.150.000. Penempatan yang dialami AD tergolong overcharging karena biaya penempatan yang dikeluarkan melebihi Keputusan Menteri. Berdasarkan Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 152/MEN/VI/2011 biaya penempatan yang harus ditanggung buruh migran adalah 5.040.000 atau setara dengan RM1800.

AD dan kawan-kawan lain sampai di Malaysia sore hari waktu setempat. Esok harinya, mereka langsung disuruh kerja dalam kondisi paspor dan KTKLN ditahan oleh majikan/pengguna. AD bersama kawan-kawannya bekerja di Sizul Breeding Farms SDN.BHD, sebuah peternakan di daerah Seremban, Negeri Sembilan, yang berlokasi di tengah hutan. Sepuluh hari bekerja, AD dan kawan-kawannya mendapat kerja lembur. Sayangnya lembur tersebut tak dibayar. Pengguna beralasan bahwa lembur tersebut untuk tolong menolong saja.

AD dan kawan-kawan sempat mogok satu hari. Manajemen perusahaan menanggapinya dengan mengadakan meeting.

Buruh migran diberi dua pilihan terkait dengan lembur. Pertama, uang lembur akan dibayarkan dan uang makan tak dibayarkan. Kedua, uang lembur tidak dibayarkan dan uang makan dibayarkan. Praktiknya uang makan di Sizul Breeding Farms tak berwujud uang makan, karena perusahaan telah menyediakan makan sehari 3x.

Pilihan yang ditawarkan Sizul Breeding Farms tak sesuai dengan perjanjian ketika di Indonesia. Di dalam perjanjian, gaji dasar adalah RM900 dengan 8 jam kerja. Lebih dari 8 jam kerja akan dianggap sebagai lembur. AD dan kawan-kawan juga dijanjikan mendapat perdiem/elaun. Faktanya, mereka tak mendapatkan hak-hak tersebut. Akhirnya 17 orang buruh migran yang protes diancam oleh perusahaan akan dipulangkan jika tak ikuti aturan main.

Sebelas orang buruh migran akhirnya bertahan dan mengikuti aturan main perusahaan. Mereka dalam posisi terjepit karena belum membawa hasil apapun, telah mengeluarkan banyak uang untuk penempatan dan memiliki hutang penempatan. Dari 17 orang yang protes, hanya tinggal 6 orang yang dipulangkan. Masing-masing dari mereka hanya diberi uang saku 50 ringgit dan tiket kapal sampai di Dumai, Provinsi Riau. Padahal mereka sudah bekerja beberapa hari dan bahkan ada yang sudah bekerja satu bulan.

Saat kepulangan lewat Port Dickson, ada petugas pelabuhan yang meminta uang 25 ringgit dengan alasan retribusi. Buruh migran membayarkannya dan pulang dengan sisa uang 25 ringgit. Sesampai di Dumai, beberapa buruh migran tersebut terlantar sebelum bisa kembali ke daerahnya masing-masing. AD bisa pulang karena menelpon perekrutnya di Yogyakarta. Ia meminta perekrut untuk membiayai kepulangannya. Semula perekrut menolak bertanggung jawab, tetapi akhirnya mau membelikan tiket Pekan Baru-Yogyakarta karena dipaksa.

Page 6: Buletin Serantau_BMI Malaysia_Edisi_Desember 2015

Halaman 6 | Buletin Serantau | Edisi Desember 2015

Sastra Rantau

Darah Untuk Sang PresidenOleh: Desi Lastati

Sebuah layar dari Elektrokardiograf masih menunjukkan garis isoelektrik secara teratur, dari gelombang P, menuju gelombang kompleks QRS ke gelombang T. Pergerakan dada berirama teratur, naik-turun dengan nafas pelan-pelan. Beberapa selang menjulur di bagian kepala tangan dan dadanya. selang infus, oksigen hingga selang yang menghubungkan ke alat pendeteksi jantung yang berbunyi secara teratur.

Masih ada detak kehidupan di sana, di tubuh seorang perempuan yang sedang berpacu dengan kekuatan takdir. Sama seperti layaknya manusia yang sehat dan duduk di sebelahnya yang mengenakan pakaian steril, sama-sama berpacu untuk menjemput kematian dalam dua keadaan.

Bibir lelaki itu terus bergerak sambil mengelus lambang salib dalam genggaman tangannya. Meski lirih nyaris tak bersuara, namun kumandang doa-doa nyaris tak berhenti ia lantunkan di dalam batinnya, berharap sang pmilik hidupnya berkenan memberikan perpanjangan usia.

Hampir dua minggu, ia melangkahkan kakinya di ruangan putih yang menguarkan aroma obat-obatan, membuat perutnya serasa mendidih dan memuntahkan seluruh sisa makanan yang tersimpan dalam perutnya. Ah, ia nyaris lupa. Selama satu hari ini ia tidak ada sebarang makanan pun yang mengalir ke lambungnya. Apa yang masih tersisa? Hanya cairan pahit yang jika dimuntahkan hanya terasa pahit dan berbau.

Di ruangan lain, sebuah ruangan yang memiliki pintu berlapis-lapis di dalam ruang bawah tanah dan tak sembarang orang boleh masuk, sedang terjadi rapat yang begitu serius. Dengan penerangan yang berasal dari LCD Proyektor, Gerakan cahaya laser berwarna merah bergerak ke atas, ke bawah, ke samping, berputar menunjuk potret orang per orang yang akan menjadi sasarannya. Seorang pemimpin Nampak serius memberikan arahan.

“10.30,” ia mengatur waktu setelah mendapatkan beberapa kode pesan yang diambil dari salah satu telefon.

Kemudian cahaya merah dari laser terus bergerak, menelusuri peta yang akan menjadi sasaran pada sebuah misi SRNH. Beberapa kepala saling mengangguk, menyimak interupsi dari sang pemimpin.

“Hanya enam kepala,“ kemudian ia menyilang beberapa foto yang ada di layar.“50 pasukan,“ ia menunjuk salah seorang berseragam, lalu memberikan tanda silang berwarna merah, sama seperti wajah enam orang lainnya.“Dead!”

Beberapa jam kemudian, rapat telah selesai. Satu persatu orang bangkit dengan kepala nyaris berasap. Sebuah misi atas nama Negara yang tidak boleh gagal. Harga dari sebuah politik adalah kehormatan atau kematian.

Page 7: Buletin Serantau_BMI Malaysia_Edisi_Desember 2015

Halaman 7 | Buletin Serantau | Edisi Desember 2015

Lintas Rantau

Pelatihan Perencanaan Keuangan untuk Buruh Migran Asia TenggaraOleh: Emawati Puspita Ningrum

Buruh migran adalah pekerja asing yang keluar dari negaranya dan pergi ke negara lain untuk bekerja, baik itu di sektor formal maupun informal. Sebagian besar buruh migran datang ke negara lain karena permasalahan ekonomi. Banyak juga dari buruh migran yang sudah ke luar negeri bertahun-tahun, memutuskan pulang ke negara asal bertemu dengan keluarga, namun kembali melakukan migrasi berulang dengan alasan yang sama.

Organisasi Perburuhan Internasional atau International Labor Organitation (ILO) yang berada di bawah naungan Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) mengungkapkan jika migrasi atau migrasi berulang disebabkan oleh kurangnya pekerjaan di negara asal. Faktor lainya adalah kesalahan dalam mengatur pengeluaran dan kurangnya kesadaran pekerja asing tentang menabung dan investasi. Berdasarkan alasan tersebut, International Labor Organization (ILO) bekerja sama dengan Atikha Overseas Workers Initiative, Inc. (Atikha) dan Bar Council Malaysia mengadakan workshop pendidikan keuangan bagi buruh migran se-ASEAN.

Workshop tersebut bertujuan untuk mencetak pelatih-pelatih yag sudah dibekali dengan perencanaan keuangan. Acara diselenggarakan selama 6 kali pertemuan, di gedung Bar Council Malaysia – Kuala Lumpur pada 14 &15, 21 & 22 serta 28 & 29 November 2015 dan dihadiri oleh Albert Bonasahat dari National Project Koordinator ILO ASEAN, Dato Ramachelvam Manimuthu yaitu Chairperson Bar Council Migrant dan May Executive Director of Athika inc. Pesertanya beragam dari berbagai negara pengirim buruh migran, namun Indonesia dan Philipina mendominasi karena buruh migran dari dua negara tersebut paling banyak jumlahnya di Malaysia.

Tak hanya buruh migran, perwakilan dari Kedutaan Indonesia, Kedutaan Philiphina, Kepala Imigrasi Malaysia dan berbagai komunitas sosial lain diundang. “Berdasarkan data, Malaysia memiliki 2 juta buruh migran yang berdokumen dan 2 juta buruh migran tak berdokumen. Itu merupakan jumlah yang besar bagi kami. Saya berharap adanya acara ini dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan bagi mereka untuk mengatur pendapatan sehingga memeperoleh kehidupan yang lebih baik,” kata Ravachelvam dalam pidato sambutanya.

Banyak ilmu yang didapat dari kegiatan tersebut yang dijelaskan secara gamblang melalui buku panduan yang disusun oleh ILO Canada. Dalam workshop tersebut calon Trainer for Financial Planner diberi gambaran beberapa aspek seperti Benefits and Negative Impacts of Migration, Achieving Your Migrant Goal, Managing Your Family Income, Saving and Investing, Protecting Your Self, Borrowing and getting out of the dept, Addressing Family Issue, Returning home.

“Setelah pelatihan ini, kami akan bekerjasama dengan kedutaan dan Lembaga Swadaya Masyarakat untuk menyebarkan informasi tersebut melalui seminar dan pelatihan, kata May, Executive Director of Athika inc.

Diharapkan setelah workshop ini anggota-anggota yang sudah dilatih mampu memberikan pengetahuan baru tentang perencanaan keungaan untuk pekerja migran khususnya masyarakat ASEAN. Juga untuk mewujudkan misi ILO yaitu agar pekerja mendapat pengetahuan yang layak dan produktif secara bebas, adil, aman dan bermartabat.

Page 8: Buletin Serantau_BMI Malaysia_Edisi_Desember 2015

Halaman 8 | Buletin Serantau | Edisi Desember 2015

Lintas Rantau

Belajar Fotografi Bersama KPIM dan Tompi Oleh: Emawati Puspita Ningrum Warga Negara Indonesia yang berada di Malaysia cukup banyak jumlahnya dibandingkan dengan negara negara lain. Karena alasan serumpun, orang Indonesia lebih memilih Malaysia sebagai negara tujuan untuk bekerja dan belajar. Selain itu, budaya, adat, bahasa, kuliner dan kebiasaan pendudukanya hampir sama dengan Indonesia. Komunitas yang mereka bangun pun beragam, mulai dari komunitas formal sampai informal, dari komunitas kecil hingga komunitas yang membernya sudah ratusan.

Komunitas tersebut salah satunya adalah Komunitas Photographer Indonesia di Malaysia (KPIM) yang mengadakan acara bertajuk “Workshop dan Photowalk with TOMPI”. Acara ini digelar di Silka Hotel Twin Tower Malaysia, Minggu (15/11/2015). Kemasan acara sebenarnya sederhana, namun syarat akan ilmu tentang fotografi yang disajikan dengan begitu apik dan profesional oleh panitia. Acara tersebut dibagi dalam dua sesi, sesi pertama adalah pembukaan dan presentasi singkat dari member KPIM yang sudah lama berkecimpung di dunia fotografi, yakni Indra. Dalam sesi ini peserta diajak untuk mengenal apa itu fotografi, makna seni tangkap cahaya dan perbedan mendasar antara foto yang bagus dengan gambar yang bagus. Indra menyampaikan bahwa, kamera DSLR yang bagus belum tentu meghasilkan foto yang bagus juga. Karena sesungguhnya foto akan lebih dinikmati ketika ada cerita didalamnya. Jadi usahakan untuk memotret sesuatu yang dapat diceritakan.

“Sejatinya foto yang bagus dengan gambar yang bagus adalah dua hal yang berbeda. Contoh, jika kamu memfoto sesuatu dengan kamera bagus, tapi tidak ada ceritanya atau memfoto sesuatu dengan kamera biasa tapi foto itu penuh makna. Jangan minder kalau kamera kalian biasa-biasa aja, yang paling penting adalah cerita dari gambar itu sendiri,” ujar Indra.

Suhada, pembica kedua, memaparkan hal-hal mendasar yang harus diketahui oleh fotografer pemula seperti Shutter Speed, Aperture, Exosure, ISO, F-number dan istilah-istilah lain dalam dunia fotografi. Selain itu ia juga menjelaskan tentang teknik membidik obyek. Faizal Ortho, pembicara ketiga mengungkapkan tentang bisnis fotografi dan tahap-tahap memulai bisnis tersebut.

Faizal menjelaskan untuk memulai bisnis fotografi, kita perlu memiliki pengetahuan yang cukup tentang fotografi. Selain itu kita perlu mempersiapkan bisnis, memiliki kamera dan peralatan fotografi yang memadai dan menemukan pelanggan. Acara berlangsung cukup meriah, apalagi ketika penyanyi Tompi diundang sebagai pengisi acara. Sosok penyanyi jazz dan dokter kecantikan ini merupakan seorang fotografer, bahkan ia memiliki laboratorium pribadi untuk mencetak foto hasil karyanya. Tompi adalah fotografer dengan kamera lama yang mengunakan roll film untuk mencetak hasilnya. Tompi juga menjelaskan, untuk memperoleh foto yang bagus usahakan agar foto itu dapat bercerita.