Upload
ifa-rahmawati
View
13
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan
Citation preview
LAPORAN INDIVIDU
LAPORAN PENDAHULUAN CA CERVIX
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Clinical Study 2 Departemen Maternitas di Rumah Sakit Islam Malang
OLEH:TEGUH FITRIYANTO115070207111024
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
LAPORAN PENDAHULUAN CA CERVIX
A. Pengertian
Kanker serviks / kanker leher rahim adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher
rahim / serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina).
Kanker serviks merupakan gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan
kelompok penyakit yang dimanifestasikan dengan gagalnya untuk mengontrol proliferasi dan
maturasi sel pada jaringan serviks.
Kanker serviks biasania menyerang wanita berusia 35 – 55 tahun. 90 % dari kanker
serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel
kelenjar penghasil lendir pada sluran servikal yang menuju ke dalam rahim.
B. Etiologi
Kanker serviks terjadi jika sel – sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara
tak terkendali. Jika sel–sel serviks terus membelah, maka akan terbentuk suatu masa
jaringan yang disebut tumor yang bisa bersifat jinak / ganas. Jika tumor tersebut ganas,
maka keadaannya disebut kanker serviks.
Penyebab terjadinya kelainan pada sel – sel serviks tidak diketahui secara pasti ,
tetapi terdapat beberapa factor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks
yaitu :
1. HPV ( Human Papiloma Virus )
HPV adalah virus penyebab kutil genitalis ( kondiloma akuminata ) yang ditularkan
melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya adalah HPV tipe 16, 18, 45
dan 56.
2. Merokok
Tembakau merusak sistem kekebalan dan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk
melawan infeksi HPV pada serviks.
3. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini
4. Berganti – ganti pasangan seksual
5. Suami / pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada usia di
bawah 18 tahun, berganti – ganti pasangan dan pernah menikah dengan wanita yang
menderita kanker serviks.
6. Pemakaian DES ( dietilstilbestrol ) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran.
7. Pemakaian pil KB
8. Infeksi herpes genitalis / infeksi klamiidia menahun.
9. Golongan ekonomi lemah (kerna tidak mampu melakukan pap smear secara rutin)
C. Manifestasi Klinik
1. Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2. Pendarahan yang dialami segera setelah senggama (75-80%)
3. Pendarahan yang terjadi di luar senggama (Tingkat II dan III)
4. Pendarahan spontan saat defekasi
5. Pendarahan spontan pervaginaan
6. Anemia akibat pendarahan berulang
7. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut syaraf.
D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pap Smear
Pap smear dapat mendeteksi sampai 90 % kasus kanker serviks secara akurat dan
dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Akibatnya angka kematian akibat kanker
servikpun menurun sampai lebih dari 50 %. Setiap wanita yang telah aktif secara
seksual / atau usianya telah mencapai 18 tahun, sebaiknya menjalani pap smear
secara teratur yaitu 1 kali / tahun. Jika selam 3 kali berturut – turut menunjukkan hasil
yang normal, pap smear bias dilakukan 1 kali / 2 – 3 tahun.
Hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan stadium dari kanker serviks :
- displasia ringan ( perubahan dini yang belum bersifat ganas )
- displasia berat ( perubahan lanjut yang belum bersifat ganas )
- karsinoma insitu ( kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar )
- kanker invasive ( kanker telah menyebar lapisan serviks yang lebih dalam / ke
organ tubuh lainnya )
2. Scan (MRI, CT, Gallium) dan ultrasound
Dilakukan untuk tujuan diagnostik identifikasi metastatik dan evaluasi respon pada
pengobatan.
3. Biopsy (aspirasi, eksisi, jarum, melubangi)
Dilakukan untuk diagnosa banding dan menggambarkan pengobatan dan dapat
dilakukan melalui sumsum tulang, kulit, organ, dsb.
4. Penanda tumor
5. Zat yang dihasilkan dan disekresikan oleh sel tumor dan ditemukan dalam serum
(CEA, antigen spesifik prostat, HCG, dll.)
6. Tes kimia skrining
7. HDL dengan diferensial dan trombosit dapat menunjukkan anemia, perubahan pada
SDM dan SDP, trombosit berkurang atau meningkat.
8. Sinar X dada
Menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.
E. Penatalaksanaan
1. Pada lesi precursor (lesi intra-epitel squamosa) tingkat rendah atau tingkat tinggi
ditemukan maka pengangkatan non bedah konservatif, kriterapi (pembekuan
dengan oksida nitrat) atau terapi laser, konisasi (pengangkutan yang berbentuk
kerucut dari serviks).
2. Pada kanker servikal invasif dilakukan radiasi atau histerektomi radikal.
3. Pada paisen dengan kekambuhan kanker servikal dipertimbangkan untuk
menjalani ekstenterasi pelvis dimana bagian besar isi pelvis diangkat.
F. Patofisiologi / Pathways
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologi
antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel kuboid/silindris
pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar
ostius uteri eksternum, sedangkan pada waniya umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam
kanalis serviks. Tumor dapat tumbuh :
1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lUmen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis.
2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk
mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.
3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan
melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling desak-
mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif
(metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui
tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif.. Sekali menjadi
mikroinvasif atau invasif, prose keganasan akan berjalan terus.
Periode laten dari NIS – I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya
fase pra invasif berkisar antara 3 – 20 tahun (rata-rata 5 – 10 tahun). Perubahan epitel
displastik serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan
dengan pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian Concept dari Richard.
Hispatologik sebagian besar 95-97% berupa epidermoid atau squamos cell carsinoma
sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang paling
jarang adalah sarcoma.
Pathways
G. Penyebaran
Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah yaitu :
1. Ke arah fornises dan dinding vagina
2. Ke arah korpus uterus.
3. Ke arah paramerium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal
dan kandungkemih.
H. Klasifikasi
Stadium Karsinoma Serviks
Klasifikasi internasional tentang karsinoma serviks uteri :
STADIUM KRITERIA
0 Karsinoma in situ atau karsinoma intra epitel
I Proses terbatas pada serviks dan uterus
Ia Karsinoma serviks preklinis, hanya dapat didiagnosis secara
mikroskopik, lesi tidak lebih dari 3 mm, atau secara
mikroskopik kedalamannya > 3 – 5 mm dari epitel basal dan
memanjang tidak lebih dari 7 mm.
Ib Lesi invasif > 5 mm, dibagi atas lesi ≤ 4 cm dan > 4 cm.
II Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar ke
2/3 bagian atas vagina dan atau ke parametrium, tetapi tidak
sampai ke dinding panggul.
Iia Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari
infiltrat tumor.
Iib Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral, tetapi belum
sampai ke dinding panggul.
III Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau parametrium
sampai dinding panggul.
IIIa Penyebaran sampai 1/3 distal vagina, namun tidak sampai ke
dinding panggul.
IIIb Penyebaran sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan
daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul,
atau proses pada tingkat I atau II, tetapi sudah ada gangguan
faal ginjal atau hidronefrosis.
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan
melibatkan mukosa rektum dan atau vesika urinaria
(dibuktikan secara histologi) atau telah bermetastasis keluar
panggul atau ke tempat yang jauh.
Iva Telah bermetastasis ke organ sekitar
Ivb Telah bermetastasis jauh
Kanker Serviks Pre-Invasif
Klasifikasi yang digunakan saat ini meliputi :
1. CIN I displasia ringan
2. CIN II displasia sedang
3. CIN III displasia berat dan karsinoma insitu
Metode yang digunakan untuk mendeteksi CIN adalah papanikolaou (PAP) Test.
PAP test terdiri dari 5 kategori.
1. Stadium I : Tidak ada sel abnormal
2. Stadium II : Sel epitel diidentifikasi, inflamasi harus diukur.
3. Stadium III : Kecurigaan Sel Abnormal
4. Stadium IV : Sel Malignan – karsinoma insitu
5. Stadium V : Sel malignan – kanker invasif
6. Kanker Serviks invasif
Terdapat 2 tipe yaitu mikro-invasif dan invasif
1. Karsinoma mikroinvasif
Adalah satu atau lebih lesi yang membesar tidak lebih dari 3 mm di bawah membran basal
tanpa adanya infasif limfatik atau vaskuler.
1. Karsinoma invasif
Adalah penyebaran karsinoma ke arah lain, kanker serviks invasif tidak menampakkan
gejala tunggal yang spesifik, yang terjadi adalah pendarahan yang terjadi saat coitus atau
latihan fisik, nyeri hematuria, dan gagal ginjal akibat penyebaran kanker ke kandung kemih
dan obstruksi serta pendarahan rektal serta obstruksi bowel. Terapi pembedahan dan
radioterapi.
1. Kanker Serviks Lanjut dan Berulang
Sekitar 1 dari 3 wanita dengan kanker serviks invasif, mempunyai penyakit berulang atau
persisten setelah terapi.
I. Perencanaan Terapi Radiasi
1. Terapi Radiasi Eksternal
Perawatan sebelum pengobatan
Kuatkan penjelasan tentang perawatan yang digunakan untuk prosedur.
1. Selama Terapi
- Pilihlah kulit yang baik dengan menganjurkan menghindari sabun, kosmetik dan
deodoran.
- Pertahankan keadekuatan nutrisi.
1. Perawatan Post Pengobatan
- Hindari infeksi
- Laporkan tanda-tanda infeksi
- Monitor intake cairan dan juga keadekuatan nutrisi.
- Beri tahu efek radiasi peresisten selama 10-14 hari sesudah pengobatan.
- Lakukan perawatan kulit dan mulut.
1. Terapi Radiasi Internal
Pertimbangan Perawatan Umum
- Teknik isolasi
- Membatasi aktivitas
1. Perawatan Pre Insersi
- Turunkan kebutuhan untuk enema atau BAB, selama beberapa hari.
- Pasang kateter sesuai indikasi
- Puasakan malam hari sebelum prosedur dilakukan
- Latih nafas panjang, latih ROM
- Jelaskan tentang pembatasan pengunjung.
1. Selama Terapi Radiasi
- Monitor TTV tiap 4 jam
- Latih ROM aktif dan nafas dalam setiap 2 jam
- Beri posisi semi fowler
- Beri makanan berserat dan cairan parenteral s/d 300 ml
- Kateter tetap terpasang
- Monitor intake dan output
- Monitor tanda-tanda pendarahan
- Beri support mental.
1. Perawatan Post pengobatan
- Hindari komplikasi post pengobatan (tromboplebitis emboli pulmonal dan
pneumonia)
- Hindari komplikasi akibat pengobatan itu sendiri (pendarahan, reaksi kulit, diare,
disuria dan distansia vagina)
- Monitor intake dan output cairan.
1. Teknik Kombinasi Radiasi Eksternal dan Intrakaviter
Stadium I dan II : Aplikasi radium 6500 rad dengan 2x aplikasi radiasi eksternal : 5000
rad / 5 minggu.
Stadium III : Radiasi eksternal seluruh pelvis 2000-3000 rad kemudian 4500-5000
rad.
Stadium IV : Hanya radiasi eksternal untuk pengobatan paliative.
J. Sitostatika dalam Ginekologi
Penggolongan obat sitostatika :
1. Golongan yang terdiri atas obat-obat yang mematikan semua sel pada siklus ® obat-
obat non spesifik
2. Golongan obat yang mematikan pada fase tertentu dari mana proliferasi ® obat fase
spesifik.
3. Golongan obat yang merusak semua sel akan tetapi pengaruh proliferasi sel lebih besar
® obat-obat siklus spesifik.
Macam – macam obat :
1. Obat dengan Komponen Alkil (Alkilating Agent)
Obat ini melepas alkil dalam selnya, menyebabkan gangguan pembentukan RNA. Obat ini
mempengaruhi proliferasi dan interface. Efek toksik adalah : depresi sumsum tulang dengan
gejala neutropeni dan trombositopeni dan pengaruh terhadap traktus digestivus dan folikel
rambut (alopesia).
1. Obat Anti Metabolit
Obat ini mempunyai identitas kimiawi yang sama, akan tetapi menghalangi berfungsinya
metabolit tersebut, sehingga akan mengganggu siklus dalam sel.
1. Obat Antibiotik
Obat ini berkhasiat spesifik terhadap siklus sel.
1. Obat alkaloid
Golongan ini menghentikan proses mitosis pada fase metastasis.
1. Obat Hormon
Dasar terapi ini bahwa organ yang dalam keadaan normal, rentan terhadap hormon tertentu,
dapat dipengaruhi oleh hormon dari luar.
Cara Pemberian Obat
1. Pemberian Oral
Obat yang diberikan sebaiknya obat yang larut dalam lemak. Perlu diperhatikan bahwa
pemberian obat oral dapat menyebabkan kerusakan sel epitelium sehingga mengakibatkan
ulkus yang disertai depresi sumsum tulang. dapat disertai pendarahan.
1. Pemberian Intramuskuler
Kurang dianjurkan karena dapat menimbulkan nekrosis, pendarahan lokal yang sukar
dihentikan.
1. Pemberian intravena
Pemberian intravena dapat dilakukan dengan penyuntikan langsung secara “bolus” atau per
infus.
1. Pemberian intrapleura
Pemberian obat ini bertujuan untuk mengurangi produksi cairan pleura dan membunuh sel
kanker.
1. Pemberian intraperitoneal
Pemberian ini bertujuan untuk mengurangi cairan asites, obat ini diberikan intraperineum.
Syarat Pemberian Sitostatika
1. Keadaan umum harus baik
2. Penderita mengerti tujuan pengobatan dan mengetahui efek samping yang terjadi.
3. Faal ginjal dan hati baik.
4. Diagnosis histopatologik diketahui.
5. Jenis kanker diketahui sensitif terhadap kemoterapi.
6. Hb > 10 gr%.
7. Leukosit > 5000/ml.
8. Trombosit > 100.000/ml.
Selain persyaratan di atas, ada syarat yang harus dipenuhi dalam pemberian pengobatan.
1. Mempunyai pengetahuan sitostatika dan manajemen kanker.
2. Dilengkapi secara sarana laboratorium yang lengkap.
Efek toksik yang paling cepat tampak adalah efek pada traktus digestivus yaitu :
1. Gingivitis
2. Diare
3. Rasa mual
4. Muntah
5. Pendarahan usus
6. Anemia
7. Leukopenia
8. Trombositopenia
9. Kenaikan suhu
10. Hiperpigmentasi
11. Gatal – gatal
12. Kenaikan kadar ureum dan kreatinin.
K. Pencegahan
Ada 2 cara untuk mencegah kanker serviks yaitu :
1. Mencegah terjadinya infeksi HPV
2. Melakukan pemeriksaan pap smear secara teratur
Pap smear ( tes papanicolau ) adalah suatu pemeriksaan mikroskopik terhadap sel – sel
yang diperoleh dari apusan serviks. Pada pemeriksaan pap smear, contoh sel serviks
diperoleh dengan bantuan sebuah spatula yang dibuat dari kayu / plastik ( yang dibedakan
bagian luar serviks ) dan sebuah sikat kecil ( yang dimasukkan ke dalam saluran servikal ).
Sel – sel serviks lalu dioleskan pada kaca objek lalu diberi pengawet dan dikirimkan ke
laboratorium untuk diperiksa.
24 jam sebelum menjalani pap smear, sebaiknya tidak melakukan pencucian / pembilasan
vagina, tidak melakukan hubungan seksual, tidak berendam dan tidak menggunakan
tampon.
Pap smear sangat efektif dalam mendeetksi perubahan prekanker pada serviks. Jika hasil
pap smear menunjukkan displasia/ serviks tampak abnormal, biasanya dilakukan kalposkopi
dan biopsi.
Anjuran untuk melakukan pap smear secara teratur :
1. setiap tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun
2. setiap tahun untuk wanita yang berganti – ganti pasangan seksual / pernah menderita
infeksi HPV / kutil kelamin
3. setiap tahun untuk wanita yang memaaakai pil KB
4. setiap 2-3 tahun untuk wanita yang berusia di atas 35 tahun jika 3 kali pap smear
berturut – turut menunjukkan hasil negatif / untuk wanita yang telah menjalani
histerektomi bukan karena kanker
5. sesering mungkin jika hasil pap smear menunjukkan abnormal
6. sesering mungkin setelah penilaian dan pengobatan pre kanker maupun kanker servik
Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kanker serviks sebaiknya :
1. anak perempuan yang berusia di bawah 18 tahun tidak melakukan hubungan seksual
2. jangan melakukan hubungan seksual pada penderita kutil kelamin/ gunakan kondom
untuk mencegah penularan kutil kelamin
3. jangan berganti – ganti pasangan seksual
4. berhenti merokok
5. pemeriksaan panggul ( pap smear ) harus dimulai ketika seorang wanita mulai aktif
melakukan hubungan seksual / pada usia 20 tahun. Setiap hasil yang abnormal harus
diikuti dengan pemeriksaan kolposkopi dan biopsi
6. Identitas Klien
7. Keluhan utama
8. Status kesehatan
1. Gejala yang dirasakan
L. Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
1) Gejala awal
2) Timbulnya gejala
- faktor yang memperbaiki gejala
- faktor yang memperburuk gejala
3) Deskripsi gejala
- lokasi
- kualitas
- kuantitas
4) Efek pada gaya hidup
1. Riwayat Ginekologi
- Karakteristik menstruasi
- Menarche
- Periode menstruasi terakhir
- Pengalaman menstruasi
- Pendarahan tengah siklus
- Menopause
- Kontrasepsi
- Usia pada saat kehamilan pertama
- Penyakit menular seksual
1. Status Obstetrik P …. A…..
2. Riwayat Medis Masa Lalu
1. Penyakit dan Pengobatan
2. Alergi
3. Penyakit masa kanak-kanak dan imunisasi.
4. Penyakit dan pembedahan sebelumnya
5. Kecelakaan atau cedera
6. Perilaku yang berisiko
- gaya hidup
- konsumsi kafein
- mengonsumsi alcohol
- obat-obatan
- praktik seks yang tidak aman
1. Riwayat penganiayaan
2. Riwayat Kesehatan Keluarga
1. Penyakit keturunan
2. Penyakit saat ini dalam keluarga
3. Riwayat penyakit jiwa dalam keluarga
4. Genogram
5. Riwayat psikososial
1. Koping individu
- Kesadaran diri dan harga diri
- Penatalaksanaan stress
- Penyalahgunaan zat
1. Pola kesehatan
Sirkulasi
- Gejala palpitasi
- Perubahan tekanan darah
Aktifitas istirahat dan tidur
- Kelemahan
- Perubahan pola istirahat dan tidur
- Adanya faktor – faktor yang mempengaruhi istirahat dan tidur misalnya : nyeri,
kecemasan, keringat malam dll
Integritas ego
- Factor stress ( perubahan peran, pekerjaan )
- Cara mengatasi stress misalnya merokok, minum alcohol, menunda mencari
pengobatan, keyakinan religius dll
- Masalah tentang perubahan penampilan misalnya alopesia, luka cacat, pembedahan,
menyangkal, menarik diri, marah dll
Nutrisi
- Keluhan mual
- Muntah
- Kebiasaan diet buruk : bahan pengawet, zat adiktif
- Anoreksia
- Kekurangan masa otot
- Perubahan BB
- Kakeksia
Eliminasi
- Perubahan pola defekasi
- Perubahan bising usus
- Distensi abdomen
Neurosensori
- Pusing
- Sinkop
Nyeri / kenyamanan
- Ketidaknyamanan ringan sampai dengan berat dihubungkan dengan proses penyakit
Keamanan
- Pemajanan terhadap kimia toksik, karsinogen,
- Ruam kulit
- Demam
- ulserasi
Interaksi social
- Masalah tentang fungsi dan tanggung jawab peran
seksualitas
- dampak pada hubungan, perubahan fungsi seksualitas
1. Spiritual
- Agama
- Praktik agama
1. Pemeriksaan Fisik
1. keadaan umum
2. head to toe
3. Pemeriksaan penunjang
4. Data pendukung lain
5. Kesimpulan
6. Kurangnya pengetahuan mengenai prognosis penyakit dan pengobatannya
brehubungan dengan tidak mengenal sumber informasi Tujuan :
B. Diagnosa Keperawatan – Intervensi
1 : Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif
akibat pendarahan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan
keseimbangan volume cairan adekuat
Kriteria Hasil : 1. TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)
Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
2. Membran mukosa lembab
3. Turgor kulit baik (elastis)
4. Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam ± 2-3 detik setelah ditekan )
5. Ekspresi wajah pasien tidak pucat
NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Awasi masukan dan haluaran. Ukur volume
darah yang keluar melalui pendarahan
Memberikan pedoman untuk penggantian
cairan yang perlu diberikan sehingga dapat
mempertahankan volume sirkulasi yang
adekuat untuk transport oksigen pada ibu dan
janin.
2 Catat kehilangan darah ibu dan kemungkinan
adanya kontraksi uterus
Bila kontraksi uterus disertai dilatasi serviks,
tirah baring dan medikasi mungkin tidak efektif
di dalam mempertahankan kehamilan.
Kehilangan darah ibu secara berlebihan
menurunkan perfusi plasenta
3 Hindari trauma dan pemberian tekanan
berlebihan pada daerah yang mengalami
pendarahan
Mengurangi potensial terjadinya peningkatan
pendarahan dan trauma mekanis pada janin
4 Pantau status sirkulasi dan volume darah ibu Kejadian perdarahan potensial merusak hasil
kehamilan, kemungkinan menyebabkan
hipovolemia atau hipoksia uteroplasenta
5 Pantau TTV. Evaluasi nadi perifer, dan
pengisian kapiler
Menunjukkan keadekuatan volume sirkulasi
6 Catat respon fisiologis individual pasien
terhadap pendarahan, misalnya kelemahan,
gelisah, ansietas, pucat, berkeringat /
penurunan kesadaran
Simtomatologi dapat berguna untuk mengukur
berat / lamanya episode pendarahan.
Memburuknya gejala dapat menunjukkan
berlanjutnya pendarahan / tidak adekuatnya
penggantian cairan
7 Kaji turgor kulit, kelembaban membran
mukosa, dan perhatikan keluhan haus pada
pasien
Merupakan indikator dari status hidrasi /
derajat kekurangan cairan
8 Kolaborasi :
Berikan cairan IV sesuai indikasi
Penggantian cairan tergantung pada derajat
hipovolemia dan lamanya pendarahan (akut /
kronis). Cairan IV juga digunakan untuk
mengencerkan obat antineoplastik pada
penderita kanker.
9 Kolaborasi :
Berikan transfusi darah (Hb, Hct) dan
trombosit sesuai indikasi
Transfusi darah diperlukan untuk memperbaiki
jumlah darah dalm tubuh ibu dan mencegah
manifestasi anemia yang sering terjadi pada
penderita kanker.
Transfusi trombosit penting untuk
memaksimalkan mekanisme pembekuan
darah sehingga pendarahan lanjutan dapat
diminimalisir.
10 Kolaborasi :
Awasi pemeriksaan laboratorium, misalnya :
Hb, Hct, sel darah merah
Perlu dilakukan untuk menentukan kebutuhan
resusitasi cairan dan mengawasi keefektifan
terapi
Dx 2 : Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan suplai O2 ke jaringan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan
perfusi jaringan kembali adekuat
Kriteria Hasil : 1. TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)
Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
2. Pasien tidak tampak lemas
3. Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam ± 2-3 detik setelah ditekan)
4. Denyut nadi teraba
5. Tidak tampak kebiruan pada permukaan kulit
6. Tidak terdapat perubahan karakteristik kulit (rambut, kuku, kelembaban)
NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler dan
warna dasar kuku
Identifikasi ketidakadekuatan derajat perfusi
jaringan dan membantu dalam menentukan
intervensi
2 Perhatikan status fisiologis ibu, status
sirkulasi, dan volume darah
Pada ibu hamil yang menderita kanker serviks
rentan mengalami perdarahan yang potensial
merusak hasil kehamilan, dan kemungkinan
menyebabkan hipovolemia hingga hipoksia pada
uteroplasenta
3 Auskultasi dan laporkan DJJ, catat
bradikardi atau takikardi. Catat perubahan
pada aktivitas janin (hipoaktif atau
hiperaktif).
Identifikasi berlanjutnya hipoksia janin. Pada
awalnya janin berespon terhadap penurunan
kadar oksigen dengan takikardia dan peningkatan
gerakan. Bila tetap defisit, bradikardia dan
penurunan aktivitas terjadi.
4 Anjurkan tirah baring pada posisi miring kiri Menurunkan tekanan vena cava inferior dan
superior sertameningkatkan sirkulasi
plasenta(janin) dan pertukaran oksigen.
5 Kolaborasi :
Awasi pemeriksaan laboratorium (Hct, Hb,
SDM)
Reduksi pada kadar Hb, Hct atau volume sirkulasi
darah mengurangi persediaan oksigen untuk
jaringan ibu yang akan berdampak pada janin
yang dikandungnya
6 Kolaborasi :
Berikan transfusi sel darah merah lengkap
sesuai indikasi. Awasi adanya komplikasi
transfusi
Meningkatkan jumlah mediator transport oksigen
ke sel-sel tubuh
7 Kolaborasi :
Berikan terapi oksigen tambahan sesuai
indikasi
Meningkatkan ketersediaan oksigen untuk
ambilan janin, sehingga kapasitas oksigen untuk
janin meningkat
Dx 3 : Risiko cedera pada janin berhubungan dengan penurunan perfusi
plasenta
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan
risiko cedera terhadap janin dapat dicegah sehingga tidak menjadi aktual
Kriteria Hasil : 1. Tidak terjadi cedera pada janin
2. Nilai profil biofisik janin normal sesuai dengan usia kehamilan
3. DJJ berada dalam batas normal ± 120 - 180 x / menit
4. Gerakan janin aktif seperti biasanya
3. Bayi lahir tanpa gangguan
NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Perhatikan kondisi ibu yang berdampak
pada sirkulasi janin
Faktor yang mempengaruhi atau menurunkan
sirkulasi / oksigenasi ibu mempunyai dampak yang
sama pada kadar oksigen janin melalui plasenta.
Janin yang tidak mendapatkan cukup oksigen
untuk kebutuhan metabolismenya, akan
mengalihkan menjadi metabolisme anaerob yang
menghasilkan asam laktat yang dapat
menimbulkan kondisi asidosis
2 Awasi dan pantau DJJ dan keaktifan
gerakan janin
Terjadinya hipoksia pada ibu dapat mengakibatkan
kelainan SSP janin. Krisis berulang dapat
meningkatkan prevalensi ibu dan janin pada
peningkatan mortalitas dan laju morbiditas.
Pengkajian yang cermat dan konsisten pada janin
dapat mengidentifikasi perubahan status janin
secara dini sehingga dapat segera menentukan
intervensi yang tepat untuk dilakukan.
3 Diskusikan efek negatif yang potensial
terjadi akibat kelainan genetik
Retardasi pertumbuhan intrauterus/ pascanatal,
malformasi dan retardasi mental dapat terjadi.
4 Kolaborasi :
Lakukan screening, pemeriksaan
ultrasonografi (USG) sesuai indikasi
Identifikasi dan evaluasipertumbuhan janin
Dx 4 : Nyeri kronis b/d nekrosis jaringan pada serviks akibat penyakit kanker
serviks
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan
nyeri pasien berkurang atau terkontrol
Kriteria hasil : 1. Pasien mengatakan skala nyeri yang dialaminya menurun
2. Pasien melaporkan nyeri yang sudah terkontrol maksimal dengan pengaruh / efek
samping minimal
3. TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
Nadi normal (± 60 - 100 x / menit)
Pernapasan normal ( ± 16 - 24 x / menit)
Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
Suhu normal (36,5oC - 37,5oC)
4. Ekspresi wajah pasien tidak meringis
5. Pasien tampak tenang (tidak gelisah)
6. Pasien dapat melakukan teknik relaksasi dan distraksi dengan tepat sesuai indikasi untuk
mengontrol nyeri
NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif [catat keluhan,
lokasinyeri, frekuensi, durasi, dan
intensitas (skala 0-10) dan tindakan
penghilangan nyeri yang dilakukan]
Membantu membedakan penyebab nyeri dan
memberikan informasi tentang kemajuan atau
perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan
keefektifan intervensi.
2 Pantau tanda - tanda vital Peningkatan nyeri akan mempengaruhi perubahan
pada tanda - tanda vital
3 Dorong penggunaan keterampilan
manajemen nyeri seperti teknik
relaksasi dan teknik distraksi,
misalnya dengan mendengarkan
musik, membaca buku, dan sentuhan
terapeutik.
Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara
aktif untuk mengontrol rasa nyeri yang dialami,
serta dapatmeningkatkan koping pasien
4 Berikan posisi yang nyaman sesuai
kebutuhan pasien
Memberikan rasa nyaman pada pasien,
meningkatkan relaksasi, dan membantu pasien
untuk memfokuskan kembali perhatiannya.
5 Dorong pengungkapan perasaanpasien Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut,
sehingga mengurangi persepsi pasienakan
intensitas rasa sakit.
6 Evaluasi upaya penghilangan nyeri /
kontrol pada pasien
Tujuan yang ingin dicapai melalui upaya kontrol
adalah kontrol nyeri yang maksimum dengan
pengaruh / efek samping yang minimum pada
pasien.
7 Tingkatkan tirah baring, bantulah
kebutuhan perawatan diri yang penting
Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan
nyeri
8 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai
indikasi
Nyeri adalah komplikasi tersering dari kanker,
meskipun respon individual terhadap nyeri
berbeda-beda. Pemberian analgetik dapat
mengurangi nyeri yang dialami pasien
9 Kolaborasi untuk pengembangan rencana
manajemen nyeri dengan pasien,
keluarga, dan tim kesehatan yang terlibat
Rencana manajemen nyeri yang terorganisasi
dapat mengembangkan kesempatan pada pasien
untuk mengontrol nyeri yang dialami. Terutama
dengan nyeri kronis, pasien dan orang terdekat
harus aktif menjadi partisipan dalam manajemen
nyeri di rumah.
10 Kolaborasi untuk pelaksanaan prosedur
tambahan, misalnya pemblokan pada
saraf
Mungkin diperlukan untuk mengontrol nyeri berat
(kronis) yang tidak berespon pada tindakan lain
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta : EGC
Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta :
EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medika
Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC
Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2.
Jakarta : EGC
Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media Ausculapius
Robbins. 1999. Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta : EGC
Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : FKUI