39
I. IDENTITAS Pasien Suami Nama : Ny. K Tn. B Umur : 21 th 32 th Pendidikan : SMP SD Pekerjaan : Ibu rumah tangga. Penjahit Agama : Islam Islam Suku : Sunda Sunda Alamat : LELES LELES No.CM : 01494208 Masuk RS : 24 April 2012 Keluar RS : 25 April 2012 Jam Masuk RSU : 14.45 WIB Ruangan : Jade II. ANAMNESIS A. Keluhan utama : Mules – mules disertai keluar air banyak B. Anamnesa khusus : G1P2A0 pasien datang mengaku hamil 9 bulan datang dengan keluhan , mengeluh keluar cairan dari jalan CASE REPORT 1

CASE 2 ADLI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

o

Citation preview

I. IDENTITAS

Pasien Suami

Nama : Ny. K Tn. B

Umur : 21 th 32 th

Pendidikan : SMP SD

Pekerjaan : Ibu rumah tangga. Penjahit

Agama : Islam Islam

Suku : Sunda Sunda

Alamat : LELES LELES

No.CM : 01494208

Masuk RS : 24 April 2012

Keluar RS : 25 April 2012

Jam Masuk RSU : 14.45 WIB

Ruangan : Jade

II. ANAMNESIS

A. Keluhan utama :

Mules – mules disertai keluar air banyak

B. Anamnesa khusus :

G1P2A0 pasien datang mengaku hamil 9 bulan datang dengan keluhan ,

mengeluh keluar cairan dari jalan lahir sejak 12 jam SMRS. Mules

dirasakan ibu, mules yg bertambah kuat dan semakin sering

disangkal.keluar lendir bercampur darah disangkal, keluar darah dari jalan

lahir disangkal, gerakan janin masih dirasakan ibu .

CASE REPORT 1

C. Riwayat Obstetri

1. Hamil saat ini.

D. Riwayat Perkawinan :

Status : Menikah pertama kali

Usia saat menikah : Perempuan : 20 tahun, SMP, IRT

Laki-laki : 11 tahun, Sd, Penjahit

E. Haid

HPHT : 11 agustus 2011

Siklus haid : teratur

Lama haid : 4-5 hari

Banyaknya : biasa (menggunakan 2 pembalut/hari)

Nyeri haid : Tidak

Menarche usia : 15 tahun

F. Riwayat kontrasepsi

Pil, pada bulan februari 2011 s/d agustus 2011, berhenti karena ingin

mempunyai anak

G. Prenatal Care :

Kontrol ke bidan, Jumlah kunjungan PNC 10 kali selama kehamilan. PNC

terakhir 1 minggu yang lalu.

H. Keluhan selama kehamilan

Tidak ada

I. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal, penyakit liver,

penyakit DM, penyakit tiroid, epilepsy disangkal. Riwayat hipertensi

disangkal

CASE REPORT 2

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS GENERALIS

Kesadaran : Compos mentis

Tensi : 110/80 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,5 oC

Kepala : Konjungtiva Anemis : -/-

Sklera ikterik : -/-

Cor : Bunyi jantung I-II murni dan regular, gallop (-),

murmur (-)

Pulmo : VBS kanan=kiri simetris rhonki (-) wheezing (-)

Abdomen : datar lembut

Hepar dan Lien: dalam batas normal

Ektremitas : tidak ada edema dan tidak ada varises

B. STATUS OBSTETRIK

Pemeriksaan luar

Tinggi Fundus Uteri/ lingkar perut : 27 / 88

HIS ( - )

DJJ ; 148 x/menit

Letak anak : kepala puki

Pemeriksaan Dalam :

Vulva : TAK

Vagina : TAK

Portio : Tebal lunak

Pembukaan : 1 jari longgar

Ketuban : (+)

Bagian terendah : kepala Test lakmus : (-)

Diagnosis :

G1 P0 A0 parturien 36 – 37 minggu kala 1 fase laten dgn IUH

CASE REPORT 3

Rencana Pengelolaan :

• Observasi Keadaan Umum, Tanda vital perdarahan pervaginum

• Infus RL 20 gtt/m

• Rencana USG

Pemeriksaan Penunjang

Tidak terlampir / Tidak dilakukan

OBSERVASI

24/04/2012 22.45 wib HIS ( - ) DJJ ( + ) Infus RL 20gtt/menit

Nifedipin 20mg

25/04/2012 06.45 wib HIS ( - ) DJJ ( + ) Nifedipin 20mg

FOLLOW UP DOKTER

Tanggal Catatan Instruksi

24 April 2012 USG : kepala, usia 35-36

minggu, cairan amnion

berkurang, plasenta

anterior TBBA : 2100 gr

D/ G1 P0 A0 Gravida 36

– 37 minggu dengan

KPD

- KPD tergantung

lakmus bila + antibiotik

cefotaxime

- Rawat konservatif

- LAKMUS ( - )

25 April 2012 KU: CM

Kel: -

T: 110/70 mmHg

R: 20x/menit

N: 80x/menit

S: 36,7 0C

Mata : Ca -/- Si -/-

Abdomen : cembung

- Lanjutkan rawat

konservatif

- Nifedipin 3x20 mg

CASE REPORT 4

lembut

HIS : +

DJJ : + 142x/menit

TFU/LP : 27/88

BAB/BAK : +/+

D/ G1P0A0 gravida 36 –

37 minggu dengan KPD

Karena lakmus (-)

menjadi Prematur

kontraksi

Pasien pulang atas

permintaan sendiri.

PERMASALAHAN

1. Apakah diagnosis pasien pada kasus ini sudah benar ?

2. Apakah prosedur penanganan pasien pada kasus ini sudah benar ?

3. Bagaimana prognosis pasien pada kasus ini ?

PEMBAHASAN

Apakah diagnosis pasien pada kasus ini sudah benar ?

Beberapa kontraksi yang terjadi selama masa kehamilan merupakan keadaan

normal (braxton hicks), tetapi tidaklah benar jika dikatakan bahwa kontraksi ini

menjadi semakin sering dengan bertambahnya usia kehamilan.

Berbagai tanda dan gejala yang dapat timbul mengawali persalinan

prematur adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan kontraksi rahim

2. Perasaan nyeri seperti haid

3. Nyeri punggung atau pinggang yang konstan

4. Penekanan pada daerah panggul

5. Keluar duh tubuh vagina yang bisa bertambah jumlahnya, berubah

warnanya, baunya atau konsistensinya.

CASE REPORT 5

Kita seringkali bicara mengenai kontraksi Braxton Hicks yang dianggap

sebagai kontraksi yang berhubungan dengan ”false labor” . namun demikian

telah diketahui bahwa persalinan prematur yang sesungguhnya juga diawali

dengan peningkatan kontraksi uterus beberapa minggu sebelumnya.

Dengan kata lain, seorang ibu hamil yang akan mengalami persalinan

prematur pada usia kehamilan 28-30 minggu telah mengalami gejala

peningkatan kontraksi uterus 6,8,9 bahkan 14 atau 18 minggu sebelumnya, yaitu

:

Kontraksi

Bila ibu hamil tersebut sudah pernah mengalami persalinan, kontraksi

ini akan dapat dengan mudak dikenali. Kontraksi uterus menyebabkan uterus

mengeras dan melunak secara ritmik. Kontraksi uterus biasanya tidak konstan

dan kontraksi yang sementara atau ireguler biasanya kurang bermakna. Ibu

hamil dapat merasakan adanya kontraksi uterus dengan menyadari perutnya

mengeras yang timbul dan menghilang selama periode waktu tertentu. Keadaan

ini juga dapat diidentifikasi dengan cara ibu hamil tersebut berbaring pada salah

satu sisinya dan meletakkan ujung-ujung jarinya pada perutnya. Bila uterus

dapat dengan mudah ditekan berarti tidak ada kontraksi. Sebaliknya bila

kontraksi mengeras maka keadaan itu adalah kontraksi walaupun ibu hamil

tersebut tidak merasakannya.

Nyeri (kram)

Beberapa ibu hamil mengalami kontraksi uterus sebagai nyeri (kram)

yang menyerupai nyeri haid yang hilang timbul. Bila hal ini terjadi, keadaan ini

perlu dipantau sebagai pemantauan kontraksi.

Nyeri punggung

Nyeri pungung bawah yang juga terjadi secara ritmik merupakan tanda

lain dari adanya kontraksi. Kadang-kadang kontraksi uterus lebih dirasakan di

punggung dan bukan di depan.

CASE REPORT 6

Tekanan panggul

Kadang-kadang kontraksi uterus hanya dirasakan sebagai tekanan

panggul yang juga hilang timbul. Kadang-kadang ibu hamil merasakan hal ini

sebagai adanya sesuatu yang ”akan keluar”. Sekali lagi, kunci dari keadaan ini

adalah pola ritmiknya. Hal ini tidak bararti bahwa keadaan ini harus selalu

timbul setiap 3-5 menit sekali, tetapi mungkin hanya terjadi 2-3 kali dalam satu

jam atau bahkan 2-3 kali sehari. Yang penting adalah pemantauan ritmisitas dan

frekuensi dari keadaan tersebut.

Perut terasa membulat seperti bola

Kadang-kadang satu-satunya tanda adanya kontraksi uterus adalah

uterus yang mengeras yang ”terasa membuat seperti bola”. Pada keadaan

tersebut, akan mudah untuk meraba uterus dan merasakan kekerasannya. Bila

keadaan ini terjadi ritmis maka keadaan ini merupakan tanda yang penting.

Kram usus

Kadang-kadang keadaan ini hanya terasa sebagai ”kembung” atau kram

usus. Bila keadaan ini terjadinya hilang timbul maka hal ini merupakan

kontraksi uterus.

Gejala lain

Perlu diperhatikan pula jika ditemukan pengeluaran cairan lendir atau

darah dari vagina.

Pemantauan untuk persalinan prematur yang terpenting dilakukan oleh

ibu hamil itu sendiri dengan membuat catatan harian dari pemantauan

kontraksi. Catatan ini dapat didiskusikan dengan dokternya setiap kunjungan

antenatal.

Main, dkk menganjurkan ibu hamil untuk memantau kontraksi satu jam

dalam satu minggu pada usia kehamilan 28-32 minggu dan prediktor persalinan

prematur adalah bila kontraksi mencapai 6 kali per jam.

CASE REPORT 7

Ketuban Pecah Dini

Ketuban Pecah Dini masih merupakan faktor predisposisi yang penting

untuk terjadinya persalinan kurang bulan dengan meningkatkan angka kesakitan

dan angka kematian perinatal. Meningkatnya angka kesakitan dan angka

kematian tersebut antara lain tergantung pada umur kehamilan, masa laten,

adanya infeksi pada ibu, serta keadaan sosioekonomi penderita

Etiologi yang pasti dari ketuban pecah dini sampai saat ini masih belum

diketahui, karena itu penanganan kasus-kasus ketuban pecah dini ditujukan

untuk mengurangi risiko pada bayi maupun ibu. Risiko pada ibu biasanya

berkaitan dengan terjadinya infeksi, sedangkan pada janin atau bayi baru lahir

adalah infeksi, kelahiran kurang bulan, gawat janin, dan persalinan traumatik.

Definisi

Definisi ketuban pecah dini sampai saat ini masih belum seragam

diantara beberapa penulis.

Menurut beberapa penulis, definisi ketuban pecah dini adalah pecahnya

selaput khorioamnion sebelum dimulainya proses persalinan secara spontan.

Mereka membedakan antara PROM dan PPROM, dimana definisi PROM (

Premature Rupture of the membrane ) yaitu bila ketuban pecah pada usia

kehamilan ≥ 37 minggu, sedangkan PPROM ( Preterm Premature Rupture of

the membrane ) bila usia kehamilan < 37 minggu.

Andersen, Hopkins dan Hayashi mendefinisikan KPD sebagai pecahnya

CASE REPORT 8

ketuban secara spontan sebelum adanya kontraksi uterus. Batasan KPD lainnya

adalah pecahnya selaput ketuban yang terjadi sebelum onset persalinan (inpartu)

pada umur kehamilan 24-44 minggu, dan untuk kehamilan yang kurang dari 38

minggu disebut sebagai ’ preterm rupture of the membranes’. Dibedakannya

istilah ini karena merupakan keadaan yang meningkatkan mortalitas dan

morbiditas janin.

Pernoll menggunakan istilah preterm rupture of membranes (PTROM)

untuk keadaan ketuban pecah pada kehamilan prematur dan prelabor rupture of

the membranes (PLROM) bila ketuban pecah yang terjadi pada kehamilan

aterm dan bila PTROM terjadi lebih dari 24 jam disebut sebagai prolonged

premature rupture of the membranes.

Di RS Hasan Sadikin Bandung digunakan istilah KPD pada keadaan

robeknya selaput khorioamnion dalam kehamilan. Tidak ada perbedaan istilah

untuk KPD pada kehamilan cukup bulan atau kurang bulan, tetapi

pengelolaannya berbeda

Etiologi

Sampai saat ini etiologi KPD belum diketahui dengan pasti. Beberapa

keadaan yang merupakan predisposisi untuk terjadinya KPD antara lain

1. Trauma : Amniosentesis, pemeriksaan dalam, koitus

2. Peningkatan tekanan intra uterin : Hidramnion, gemelli

3. Inkompeten serviks

4. Kelainan letak : Letak lintang, letak sungsang

5. Infeksi : Vagina, serviks, traktus urinarius

CASE REPORT 9

6. Riwayat keluarga dengan KPD

Diantara berbagai predisposisi yang ada, infeksi merupakan penyebab

tersering terjadinya KPD. Infeksi ini dapat langsung terjadi pada selaput janin

ataupun melalui infeksi vagina yang menjalar secara asenden ke selaput janin

atau infeksi pada cairan amnion.

Diagnosis

Menurut Garite, berdasarkan anamnesis saja, diagnosis ketuban pecah

dini dapat ditegakan dengan ketepatan 90%, ditambah dengan pemeriksaan fisik

dan lakmus tes, maka lebih tinggi lagi ketepatan diagnosisnya . Bila tes lakmus

dan ’ fern test ’ positif, ketepatan diagnostiknya 99%. Bila kedua pemeriksaan

ini hasilnya negatif, berarti selaput ketuban intak. Hanya harus diperhatikan

bahwa pemeriksaan-pemeriksaan di atas dapat memberikan hasil negatif palsu

atau positif palsu bila terpapar darah, cairan semen, cairan vagina ( pada

vaginitis )

Diagnosis ketuban pecah dini dapat ditegakkan berdasarkan:

- Keluarnya keluar cairan banyak dari jalan lahir secara tiba-tiba

- Cairan tersebut tetap mengalir dari jalan lahir

- Pada pemeriksaan spekulum ditemukan cairan mengalir dari serviks

- Pemeriksaan cairan tersebut dengan kertas nitrazine/kertas lakmus bersifat

basa

- Pada pemeriksaan ultrasonografi tampak oligohidramnion

- Pemeriksaan ’ fern test ’ secara mikroskopik (+)

CASE REPORT 10

Gejala

1. Pasien biasanya mengeluhkan adanya cairan yang keluar secara tiba-tiba

dari vagina. Dengan keterangan tambahan berupa saat timbul, warna,

konsistensi serta bau dari cairan tersebut dapat membantu untuk

membedakan KPD dengan leukorrhea normal dalam kehamilan,

inkontinensia urin, infeksi vagina dan secret mukus karena dilatasi

cervix.

2. Adanya flek dari vernix atau mekonium.

3. Ukuran uterus berkurang.

4. Janin semakin teraba pada palpasi.

Pemeriksaan Spekulum Steril

Pemeriksaan spekulum steril adalah tahapan yang paling penting

untuk diagnosis KPD yang akurat. Klinisi sebaiknya menghindari

pemeriksaan intraservikal digital secara bersamaan disaat pasien tidak

dalam inpartu dan tidak ada perencanaan tindakan induksi, karena

tindakan itu memberi kemungkinan meningkatnya risiko komplikasi

terhadap infeksi. Pemeriksa harus mencari dari 3 buah tanda pasti yang

berhubungan dengan KPD :

1. Pooling

Pengambilan cairan amnion dari fornix posterior untuk

divisualisasikan. KPD yang telah berlangsung lama dapat

menyebabkan kehilangan sebagian besar cairan, dan mukosa

CASE REPORT 11

vagina tampak hanya basah. Pada keadaan seperti itu, baik

manuver Valsalva atau tekanan pada fundus uteri selama

pemeriksaan spekulum menghasilkan visualisasi dari adanya

aliran atau pecahnya ketuban dari kanalis endoservikalis.

2. Tes Nitrazine

Cairan yang diambil dari fornix posterior menggunakan

kapas steril (cotton-tipped swab) lalu diapuskan pada kertas strip

yang sensitif terhadap perubahan pH, perubahan warna terjadi

dari kuning-hijau menjadi biru tua pada pH diatas 6,0 – 6,5.

Vagina dalam kehamilan memiliki pH sekitar 4,5 – 6,0 dan

cairan amnion memiliki pH 7,1 – 7,3. Oleh karena itu, tes

terhadap pH alkalis biasanya menunjukkan adanya cairan

amnion. Tes nitrazine ini memiliki tingkat akurasi sebesar 80-

90%, dengan 10% false positif dan 10% false negatif. Nitrazine

dapat memberikn hasil false-positif dari kontaminasi oleh darah,

semen dari hubungan seksual sebelumnya, atau antiseptic alkalis.

Infeksi pada vagina juga akan meningkatkan pH vagina. Hasil

false-positif juga dapat diberikan pada urin yang alkalis.

3. Ferning

Sedikit cairan yang diambil dari fornix posterior

diapuskan pada objek glass, lalu dibiarkan mengering, dan lihat

dengan mikroskop. Cairan amnion yang telah mengering tersebut

CASE REPORT 12

menampakkan gambaran ‘arborization’ atau ‘palm leaf pattern’

atau ‘feathery’ karena seperti bulu. Gambaran ferning ini terjadi

karena kristalisasi elektrolit terutama NaCl dalam cairan amnion

karena pengaruh dari hormone estrogen. Hasil false-positif dapat

terjadi bila sampel terkontaminasi dengan semen dan mucus

cervical.

Bersama-sama, ketiga penemuan ini menunjukkan ada rupturnya

ketuban. Apabila ada salah satu yang tidak diketemukan, merupakan indikasi

untuk dilakukan tes lebih lanjut. Jika tidak ada cairan bebas ditemukan, ‘dry

pad’ harus ditempatkan di bawah perineum pasien dan observasi adanya aliran.

Tes yang dapat digunakan untuk konfirmasi KPD termasuk mengobservasi

adanya cairan dari ostium cervix saat pasien batuk atau melakukan manuver

Valsalva atau tekana pada fundus uteri selama pemeriksaan spekulum dan

oligohydramnions pada pemeriksaan ultrasound. Adapun tes lebih lanjut yang

dapat digunakan antara lain :

a. Ultrasound

Penilaian ultrasound terhadap volume cairan amnion dapat membantu dalam

diagnosis KPD, terutama pada pasien yang sebelumnya memiliki volume

cairan amnion yang normal.

b. Amniocentesis

Terdapat bukti yang kuat bahwa keberadaan organisme pada rongga amnion

memiliki hubungan dengan peningkatan risiko terhadap pecahnya membran.

Adapun diagnosis infeksi intrapartum dapat ditunjukkan dengan gejala-

CASE REPORT 13

gejala sebagai berikut :

1) Febril di atas 38°C

2) Takikardi pada ibu (>100 denyut/menit)

3) Fetal takikardi (>160 denyut/menit)

4) Nyeri abdomen, nyeri tekan uterus

5) Cairan amnion berwarna keruh atau hijau

6) Leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm3)

Penilaian dari kultur membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga tidak

dapat diandalkan untuk penatalaksanaan yang cepat. Sedangkan pewarnaan

gram adalah standar baku emas untuk investigasi yang cepat.

c. Indigo Carmine Dye

Memasukkan indigo carmine dye ke dalam rongga amnion dalam beberapa

jam selama amniocentesis untuk mengkonfirmasi diagnosa KPD pada

oligohydramnions tanpa ada bukti pecahnya ketuban. Penggunaan ‘perineal

pad’ mungkin dilakukan terutama digunakan untuk insersi vagina karena

teori risiko infeksi. Harus diperhatikan bahwa cairan pewarna tersebut dapat

mencapai kandung kemih maternal setelah beberapa jam dan dapat

mewarnai ‘pad’ bila ada inkontinensia urin.

Komplikasi

Komplikasi KPD yang paling sering terjadi adalah meningkatnya angka

kejadian infeksi. Komplikasi lain yang dapat timbul adalah persalinan kurang

bulan, tali pusat menumbung, sepsis neonatorum, endometritis. Dengan

CASE REPORT 14

pecahnya ketuban akan terjadi kondisi oligohidramnion yang meningkatkan

risiko penekanan pada tali pusat yang dapat menimbulkan gawat janin dan

kematian janin.

Penelitian retrospektif terhadap 6425 kasus ketuban pecah dini pada

kehamilan aterm memperoleh hasil adanya peningkatan kematian janin setelah

KPD ≥ 72 jam. Komplikasi yang berhubungan dengan KPD diantaranya

adalah :

a. Persalinan prematur.

Ketika membran ruptur, persalinan biasanya segera terjadi. Terjadinya

persalinan setelah ketuban pecah bervariasi sesuai umur kehamilan. Pada

janin cukup bulan, persalinan sering terjadi dalam 24 jam dalam 90% kasus.

Ketika KPD terjadi pada usia 28-34 minggu, 50% pasien bersalin dalam 24

jam dan 80-90% dalam 1 minggu. Jika KPD terjadi pada janin prematur

CASE REPORT 15

akan menyebabkan komplikasi prematuritas yang menyababkan kesakitan

dan kematian perinatal. Pada kebanyakan kasus, mortalitas perinatal pada

KPD janin premature berhubungan dengan komplikasi prematuritas seperti

ARDS, NEC. Pada awal kehamilan, persalinan dapat terjadi dalam waktu

satu minggu atau lebih setelah terjadinya ketuban pecah, sehingga

kemungkinan terjadinya infeksi pun meningkat seiring bertambahnya waktu

antara ketuban pecah hingga terjadinya persalinan. Pada umumnya, terjadi

pemendekan kala I, tapi tidak berefek pada durasi kala II.

b. Infeksi pada ibu, janin ataupun neonatal.

Baik ibu ataupun janin memiliki resiko infeksi saat terjadi KPD.

Infeksi pada ibu diantaranya adalah korioamnionitis. Ibu dapat mengalami

endometriasis jika infeksi mencapai endometrium, penurunan aktivitas

miometrium (distonia, atonia).

Infeksi janin dapat berupa pneumonia, infeksi saluran kencing,

infeksi lokal seperti omphalitis atau konjungtivitis. Biasanya

korioamnionitis mengawali terjadinya infeksi janin. Tetapi serpsis pada

janin dapat terjadi sebelum korioamnionitis secara klinis terbukti pada ibu.

Hal ini dijelaskan dengan adanya infeksi preklinis, yang terjadi saat selaput

amnion menjadi tempat kolonisasi bakteri virulen, tetapi pada saat itu tidak

terlihat infeksi ibu secara klinis. Beratnya infeksi meningkat sesuai dengan

bertambahnya umur kehamilan. Infeksi dapat terjadi secara ascending,

dimana pecahnya ketuban menyebabkan adanya hubungan langsung antara

ruang intra amnion dan dunia luar. Infeksi terjadi ascenden dari vagina ke

CASE REPORT 16

intra uterin. Semakin lama terjadinya KPD maka invasi bakteri pun semakin

meningkat. Infeksi dapat berkembang menjadi infeksi sistemik saat infeksi

uterin menjalar melalui sirkulasi fetomaternal, sehingga terjadi sepsis

hingga septik syok yang dapat mengakibatkan kematian ibu.

Korioamnionitis menyebabkan bertambahnya resiko sepsis pada

janin. Organisme yang paling sering menyebabkan korioamnionitis adalah

bakteri yang berasal dari vagina seperti streptococcus B dan D, bakteri

anaerob yang masuk secara ascenden. Untuk membuktikan amnionitis perlu

dilakukan amniosentesis, kita dapat memeriksa leukosit, pewarnaan gram

ataupun kultur bakteri.

Sindroma respon peradangan janin menggambarkan infeksi janin dengan

adanya korioamnionitis secara klinis dan mengakibatkan kerusakan system

saraf pusat janin. Manifestasinya adalah lesi pada substansi putih

periventrikular (leukomalasia) diperantarai respon peradangan SSP janin

dengan dikeluarkannya sitokin. Lesi yang terjadi menyebabkan cerebral

palsy, berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi leukosit dan kadar

IL-6.

Tanda terjadinya infeksi diantaranya :

1. Febris, suhu >380C.

2. Ibu leukositosis. Jika ditemukan kelainan pada jumlah leukosit,

maka pemeriksaan harus diulang. Jika ternyata hasilnya lebih

dari 16000/μL, harus berhati-hati akan terjadinya infeksi.

3. Fundus lunak

CASE REPORT 17

4. Takikardi, nadi ibu >100x/m atau DJJ >160x/m.

5. Nyeri abdomen, nyeri tekan uterus

6. Cairan amnion berwarna keruh atau hijau dan berbau.

c. Hipoksia dan asfiksia sekunder karena kompresi tali pusat

Prolaps tali pusat terjadi lebih sering pada KPD(insidensi 1,5 %), hal ini disebabkan presentasi janin yang kurang

mencapai pelvis. Kombinasi antara KPD dan malpresentasi meningkatkan frekuensi terjadinya komplikasi ini.

Selain itu, kompresi tali pusat, meskipun tanpa prolaps, lebih sering

sekunder karena oligohidramnion. Hal ini bisa terjadi sebelum atau saat

persalinan dan mengakibatkan gawat janin. Ketuban pecah menyebabkan

berkurangnya jumlah air ketuban, terjadilah partus kering karena air ketuban

habis.

d. Deformitas janin

Komplikasi mayor yang terjadi karena KPD adalah deformitas janin.KPD

yang terjadi pada awal kehamilan dapat menyebabkan pertumbuhan

terganggu, malformasi karena kompresi pada wajah dan ekstremitas janin,

dan yang paling penting adalah hipoplasia paru. Mekanisme terjadinya

hipoplasia paru berkaitan dengan KPD tidak jelas diketahui. Drainase

ketuban menyebabkan oligohidramnion yang menyebabkan hipoplasia paru.

Oligohidramnion menyebabkan kompresi ekstrinsik terhadap toraks janin

dan mengganggu pertumbuhan paru dengan menghambat gerakan nafas.

Perubahan aliran darah paru juga menyebabkan terhambatnya

perkembangan dan maturasi paru. Diagnosis hipoplasia paru ditegakkan

dengan mengukur diameter dada janin dan dibandingkan dengan

CASE REPORT 18

normogram sesuai umur kehamilan dan rasio lainnya. Selain itu, hipoplasia

paru dapat ditegakkan melalui otopsi dengan cara menimbang berat paru.

e. Meningkatnya angka seksio sesarea

Komplikasi pada ibu seperti korioamnionitis, endometritis, juga solusio

plasenta , malformasi letak janin gawat janin meningkatkan resiko seksio

sesarea.

Pengaruh ketuban pecah dini terhadap Kesakitan dan Kematian bayi

Setelah terjadinya ketuban pecah dini, kuman vagina dan serviks

mengadakan invasi ke dalam kantung amnion dan dalam 24 jam cairan amnion

akan terinfeksi. Akibat dari cairan amnion yang terinfeksi akan terjadi infeksi

pada janin seperti :

Pneumonia

Septikemia

CASE REPORT 19

Meningitis

Gastroenteritis

Pyoderma

Komplikasi lain setelah ketuban pecah adalah timbulnya gawat janin

intrapartum, asfiksia neonatorum, prematurutas, dan kematian bayi. Beberapa

saat setelah ketuban pecah akan diikuti oleh persalinan, sehingga pada

kehamilan kurang bulan akan menghasilkan bayi kurang bulan.

Bayi-bayi yang lahir kurang bulan merupakan problem utama yang

dihadapi pada kasus dengan ketuban pecah dini, karena bayi kurang bulan ini

rentan terhadap infeksi, timbulnya sindroma gawat nafas tipe I dan gangguan

penutupan duktus arteriosus. Hal tersebut akan meningkatkan angka kesakitan

dan angka kematian perinatal.

Apakah prosedur penanganan pasien pada kasus ini sudah benar ?

Pengelolaan ketuban pecah dini

Pengelolaan ketuban pecah dini, pada beberapa pusat pendidikan

berbeda dan ini masih merupakan suatu dilema. Bila ketuban pecah dini terjadi

pada saat kehamilan aterm segera dilakukan induksi maka angka seksio sesarea

meningkat. Apabila ditunggu sampai persalinan spontan maka kemungkinan

infeksi meningkat.

Prematur KPD membutuhkan pengelolaan yang lebih sulit. Semakin

muda janin, semakin besar kemungkinan meninggal atau menderita kerusakan

serius yang permanen bila persalinan prematur. Tergantung dari usia janin dan

CASE REPORT 20

infeksi, dokter harus bisa memutuskan diantara menunda persalinan sampai

janin matur, atau menginduksi persalinan dan mempersiapkan komplikasi

persalinan prematur.

Variasi dari medikasi yang digunakan dalam pengelolaan KPD :

- Medikasi untuk menginduksi persalinan (oxytocin) digunakan pada KPD

aterm atau pada kasus prematur KPD yang terkena infeksi.

- Tokolitik digunakan untuk mencegah mencegah dimulainya persalinan. Ini

digunakan pada kasus prematur KPD yang tidak ada tanda infeksi.

- Steroid digunakan untuk membantu kematangan paru-paru lebih cepat.

Steroid biasanya digunakan pada KPD prematur jika janin dilahirkan lebih

cepat karena infeksi atau persalinan tidak dapat dicegah.

- Antibiotik dapat diberikan untuk mengobati infeksi. Sudah diteliti bahwa

dengan pemberian antibiotik sebelum timbul tanda-tanda infeksi dapat

mencegah perkembangan infeksi itu sendiri.

Di bawah ini terdapat beberapa prosuder terapi yang di ambil dari berbagai

sumber:

1. Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi

RSUP Dr. hasan Sadikin:

Konservatif

Pengelolaan konservatif dilakukan apabila tidak ada penyulit (baik

pada ibu maupun pada janin), pada umur kehamilan 28-36 minggu, dirawat

CASE REPORT 21

selama 2 hari.

Selama perawatan dilakukan :

- Observasi kemungkinan adanya amnionitis atau tanda-tanda infeksi

1) Ibu : suhu > 38oC, takikardi, lekositosis, tanda-tanda infeksi intra

uterin, rasa nyeri pada rahim, sekret vagina purulen.

2) Janin : Takikardi

- Pengawasan timbulnya tanda persalinan

- Pemberian antibiotika (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin 4x500 mg

dan metronidazole 2x500 mg) selama 3-5 hari

- Ultrasonografi untuk menilai kesejahteraan janin

- Bila ada indikasi untuk melahirkan janin, dilakukan pematangan paru

janin

Aktif

- Pengelolaan aktif pada ketuban pecah dini dengan umur kehamilan 20-

28 minggu dan > 37 minggu

- Ada tanda-tanda infeksi

- Timbulnya tanda-tanda persalinan

- Gawat janin

2. Menurut Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal

- Rawat di rumah sakit

- Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan

antibiotik

CASE REPORT 22

- Jika tidak ada infeksi dan kehamilan <37 minggu:

1) Berikan antibiotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin:

ampisilin 4x500 mg selama 7 hari ditambah eritromisin 3x250 mg

per oral selama 7 hari

2) Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk memperbaiki kematangan

paru janin :

- Betametason 12 mg i.m. dalam 2 dosis setiap 12 jam

- Atau deksametason 6 mg i.m dalam 4 dosis setiap 6 jam

3) Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu

- Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan >37 minggu

1) Jika ketuban telah pecah > 18 jam, berikan antibiotik profilaksis

untuk mengurangi resiko infeksi streptokokus grup B:

- Ampisilin 2 g i.v setiap 6 jam

- Atau penisilin G2 juta unit i.v setiap 6 jam sampai persalinan

- Jika tidak ada infeksi pasca persalinan hentikan antibiotik

2) Nilai serviks

- Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan

oksitosin

- Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan

prostaglandin dan infus oksitosin atau lahirkan dengan seksio

sesarea

CASE REPORT 23

3. Penanganan menurut Current Obstetrics and Gynecology

Dengan intervensi

- Umur kehamilan 36 minggu dan berat janin 2500 gram maka

persalinan normal harus segera dilakukan dalam 24 jam, walaupun

periode latennya 8-12 jam, induksi oksitosin infus dapat diberikan

dengan resiko infeksi yang rendah

- Umur kehamlan 34-36 minggu dan berat janin 2000-3000 gram,

induksi dapat diberikan karena sesuai dengan pematangan paru janin.

Persalinan dapat dimulai dalam 24-48 jam.

- Umur kehamilan 26-34 minggu dan berat janin 500-2000 gram,

penatalaksanaan harus berdasarkan dari pemeriksaan amniosintesis.

Jika paru matur dan terjadi amnionitis maka persalinan segera

dilakukan. Jika paru masih immature dan tidak terdapat amnionitis

maka penderita dianjurkan untuk tirah baring dengan pemeriksaan

tanda-tanda vital setiap 4 jam dan pemeriksaan lekosit setiap hari.

Adenokortikosteroid dapat diberikan untuk membantu maturitas.

- Umur kehamilan <26 mingu dan berat janin <500 gram, sangat kecil

kemungkinan bayi dapat diselamatkan dan resiko untuk ibunya sangat

besar

Tanpa Intervensi

- Tirah baring

- Tidak berhubungan seksual

- Tidak dipasang tampon

CASE REPORT 24

- Pengecekan suhu badan 3-6 kali perhari

- Pemeriksaan lekosit setiap hari

Bagaimana prognosis pasien pada kasus ini ?

Prognosis pada pasien dengan KPD dan Prematur Kontraksi umum nya

relatif baik apabila dapat ditangani secara cepat dan tepat, pertimbangan pada

setiap kasus dapat dipergunakan sesuai dengan keadaan dan tingkat keparahan

pasien. Pada pasien ini prognosis nya akan menjadi lebih buruk karena pasien

memutuskan untuk pulang atas permintaan sendiri.

CASE REPORT 25

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi kesembilan. Jakarta: Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2007.

2. Mochtar,Rustam.1998.Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi,Obstetri

Patologi. Jakarta. EGC.

3. Saifudin, Abdul Bari. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiohardjo. edisi 4.

Jakarta . PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2008

CASE REPORT 26