36
BAB I KASUS I.1 IDENTITAS PASIEN Nama : An. T Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 7 tahun Alamat : Kampung rumput, Cimanggis, Depok Pekerjaan : Pelajar Agama : Islam Status : Belum menikah Tanggal masuk RS : 5 Maret 2013 No. RM : 014705 I.2 ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 5 Maret 2013 WIB A. Keluhan Utama Mata gatal sejak 3 hari yang lalu B. Keluhan tambahan Mata berair dan kadang disertai belekan C. Riwayat penyakit sekarang Pasien datang ke poli mata RSAL Mintohardjo dengan keluhan kedua mata gatal sejak tiga hari yang lalu. 1

Case Teuku Arie Mata

Embed Size (px)

DESCRIPTION

konjugtivitis

Citation preview

Page 1: Case Teuku Arie Mata

BAB I

KASUS

I.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : An. T

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 7 tahun

Alamat : Kampung rumput, Cimanggis, Depok

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

Status : Belum menikah

Tanggal masuk RS : 5 Maret 2013

No. RM : 014705

I.2 ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 5 Maret 2013 WIB

A. Keluhan Utama

Mata gatal sejak 3 hari yang lalu

B. Keluhan tambahan

Mata berair dan kadang disertai belekan

C. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke poli mata RSAL Mintohardjo dengan keluhan kedua mata

gatal sejak tiga hari yang lalu. Pasien mengaku keluhan ini timbul bukan yang

pertama kali. Pertama kali, os mengeluhkan keluhan ini ketika umur 6 tahun.

Menurut os keluhan ini timbul saat os sedang bermain di luar, berpanas-

panasan atau sedang bermain di pasir. Keluhan gatal ini dirasakan bisa

berkurang dengan sendirinya, ataupun kadang-kadang os perlu minum obat

untuk menghilangkan rasa gatal. Pasien juga mengeluhkan adanya mata berair

dan kadang disertai belekan. Pasien menyangkal adanya demam dan nyeri

1

Page 2: Case Teuku Arie Mata

pada tenggorokan pasien. Penurunan tajam penglihatan disangkal oleh pasien.

Rasa penuh di bagian belakang mata disangkal oleh pasien. Riwayat trauma

pada daerah mata juga disangkal oleh pasien.

D. Riwayat Penyakit Dahulu.

Pasien sering mengalami keluhan yang sama sejak usia 6 tahun. Tidak ada

riwayat asma, eksem dan rhinitis allergi. Tidak ada riwayat trauma pada mata

pasien.

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada orang disekitar pasien yang menderita hal yang serupa. Ayah pasien

memiliki riwayat asma dan rhinitis allergi Riwayat penyakit mata pada

keluarga disangkal.

I.3 PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum baik : Baik

Kesan sakit : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital : Tekanan Darah 120/80 mmHg

Nadi 72x/menit

Suhu 36,5° C

Pernafasan 20 x/menit

Mata : status oftalmologis

THT : Kedua telinga hiperemis(-), edema(-), nyeri(-)

Hidung : Sekret (-), konka hiperemis (-), edema (-)

Tenggorokan: Hiperemis (-) tonsil T1-T1, edema (-)

nyeri menelan (-)

Thoraks : Jantung :BJ I II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : vesikuler/vesikuler, rh -/-, wh -/-

Abdomen : BU (+), supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Akral hangat

2

Page 3: Case Teuku Arie Mata

Status oftalmologis

OD OS

6/6 Visus 6/6

Ortoforia Kedudukan bola mata Ortoforia

Bergerak ke segala arah Pergerakan bola mata Bergerak ke segala arah

Ptosis (-) lagoftalmos (-)

blefaritis (-) hordeolum (-)

kalazion (-) ektropion (-)

entropion (-) oedem (-)

trikiasis (-) hematoma (-)

Palpebra superior Ptosis (-) lagoftalmos (-)

blefaritis (-) hordeolum (-)

kalazion (-) ektropion (-)

entropion (-) oedem (-)

trikiasis (-) hematoma (-)

Ptosis (-) lagoftalmos (-)

blefaritis (-) hordeolum (-)

kalazion (-) ektropion (-)

entropion (-) oedem (-) trikiasis

(-) hematoma (-)

Palpebra inferior Ptosis (-) lagoftalmos (-)

blefaritis (-) hordeolum (-)

kalazion (-) ektropion (-)

entropion (-) oedem (-)

trikiasis (-) hematoma (-)

Injeksi (-) pterigium (-)

subkonjungtiva bleeding (-)

pinguekula (-) folikel (-) giant

papil (+), sekret (+) mukoid

Konjungtiva Injeksi (-) pterigium (-)

subkonjungtiva bleeding (-)

pinguekula (-) folikel (-) giant

papil (+), sekret (+) mukoid

Jernih, arkus senilis (-)

sikatrik (-) ulkus (-)

neovaskular (-) perforasi (-)

benda asing (-)

Kornea Jernih, arkus senilis (-) sikatrik

(-) ulkus (-)

neovaskular (-) perforasi (-)

benda asing (-)

Dalam, hifema (-)hipopion (-)

flare (-)

COA Dalam, hifema(-)hipopion(-)

flare (-)

Coklat, kripti(-) sinekia (-),

shadow test (-)

Iris Coklat, kripti(-) sinekia (-),

shadow test (-)

3

Page 4: Case Teuku Arie Mata

Tepi reguler, bulat,

RCL(+)RCTL (+),

Pupil Tepi reguler, bulat,

RCL(+)RCTL (+),

Jernih Lensa Jernih

Jernih Vitreus Jernih

Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan

Tidak dilakukan TIO Tidak dilakukan

Sama dengan pemeriksa Uji konfrontasi Sama dengan pemeriksa

I.3 RESUME

Pasien datang ke poli mata RSAL Mintohardjo dengan keluhan kedua mata gatal

sejak tiga hari yang lalu. Pasien mengaku keluhan ini timbul bukan yang pertama kali.

Pertama kali, os mengeluhkan keluhan ini ketika umur 6 tahun. Menurut os keluhan ini

timbul saat os sedang bermain di luar, berpanas-panasan atau sedang bermain di pasir.

Keluhan gatal ini dirasakan bisa berkurang dengan sendirinya, ataupun kadang-kadang os

perlu minum obat untuk menghilangkan rasa gatal. Pasien juga mengeluhkan adanya mata

berair dan kadang disertai belekan. Pemeriksaan oftalmologis didapatkan visus mata kanan

dan kiri 6/6. Giant papil ( cobblestone ) +/+, sekret +/+ mukoid.

I.4 DIAGNOSIS KERJA

1 Konjungtivitis Vernal

I.5 DIAGNOSIS BANDING

1. Konjungtivitis Hay Fever

2. konjungtivitis atopik

4

Page 5: Case Teuku Arie Mata

I.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Kerokan konjungtiva untuk mempelajari gambaran sitologi

I.7 PENATALAKSANAAN

Medikamentosa:

1 Cendoxytrol tetes mata diberikan 4 kali sebanyak 1 tetes pada mata kanan dan

kiri.

2 Interhistin tablet sebanyak 1 kali sehari

3 Rawat jalan

Non-medikamentosa:

1. Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan,

karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator-

mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah superinfeksi yang pada

akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan katarak.

2. Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuksari

3. Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan alergen

di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus dihindari karena lensa kontak

akan membantu retensi alergen.

I.8 PROGNOSIS

Ad. Vitam = ad bonam

Ad sanationam = ad bonam

Ad functionam = ad bonam

5

Page 6: Case Teuku Arie Mata

BAB II

ANALISIS KASUS

Konjungtivitis vernalis adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang

(recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi (hipersensitivitas tipe I). Penyakit

ini juga dikenal sebagai “catarrh musim semi”, “konjungtivitis musiman” atau “konjungtivitis

musim kemarau”. Pada kasus ini pasien merupakan anak laki-laki dengan usia 7 tahun. Hal

ini sesuai dengan teori kepustakaan yang menyebutkan bahwa konjungtivitis vernalis paling

sering terjadi pada anak umur antara 3-25 tahun dengan prevalensi pada kedua jenis kelamin

sama dan sering terjadi pada anak dengan riwayat eksema, asma, atau alergi musiman.

Konjungtivitis vernalis biasanya kambuh setiap musim semi dan hilang pada musim gugur

dan musim dingin. Banyak anak tidak mengalaminya lagi pada umur dewasa muda.

Pasien datang dengan keluhan mata gatal pada kedua mata sejak 3 hari sebelum

dilakukan pemeriksaaan, disertai dengan mata berair, kotoran mata juga dikeluhkan terutama

pada pagi hari setelah bangun tidur yang berwarna putih dan lengket seperti lendir. Rasa

nyeri pada kedua mata, silau dan pandangan kabur disangkal oleh pasien. Hal ini sesuai

dengan teori pada kepustakaan, di mana gejala-gejala konjungtivitis vernalis meliputi rasa

gatal, mata merah, mata berair, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah ada benda asing yang

masuk. Gejala-gejala ini cukup menyusahkan, muncul berulang, dan sangat membebani

aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia tidak dapat beraktivitas normal.

Pada pemeriksaan mata didapatkan visus mata kanan dan kiri normal, edema palpebra

pada kedua kelopak mata kanan dan kiri, papil cobble stone pada konjungtiva tarsalis

superior kedua mata dan terdapat sekret mukoid pada permukaan konjungtiva palpebra. Pada

pemeriksaan sklera, kornea, bilik mata depan, iris, pupil, lensa, dan refleks fundus tidak

ditemukan adanya kelainan. Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik mata pada pasien ini sesuai

dengan tanda-tanda konjungtivitis vernalis berdasarkan kepustakaan.

Konjungtivitis vernalis pada dasarnya merupakan suatu reaksi alergi (hipersensitivitas

tipe I). Pada reaksi hipersensitivitas tipe I terjadi pelepasan mediator sel mast (histamin) yang

dapat memicu vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, rasa gatal, dan

peningkatan produksi mukus dari sel-sel goblet pada lapisan konjungtiva. Vasodilatasi arteri

konjungtiva posterior yang memasok darah ke konjungtiva bulbi mengakibatkan penampakan

6

Page 7: Case Teuku Arie Mata

mata merah yang dominan ditemukan pada fornix. Peningkatan permeabilitas pembuluh

darah mengakibatkan terjadinya edema palpebra dan kemosis. Keluhan lain seperti nyeri,

silau dan penurunan visus tidak dijumpai pada pasien, karena proses patologis dari penyakit

ini tidak melibatkan media refraksi seperti kornea, bili mata depan dan lensa. Pada pasien ini

dijumpai adanya papil pada kedua konjungtiva tarsalis posterior. Papil terbentuk sebagai

respon terhadap peradangan yang ditandai oleh infiltrasi sel-sel radang (limfosit, eosinofil,

basofil dan sel mast), neovaskularisasi, deposit jaringan ikat kolagen dan terjadinya

hiperplasia sel-sel epitel konjungtiva. Pada pemeriksaan dengan menggunakan tes fluorosens

tidak ditemukan adanya tanda-tanda erosi epitel pada kornea.

Terapi yang diberikan pada kasus ini antara lain berupa Cendoxytrol eyesdrop 4 x 1

tetes / hari ODS, Interhistin Tab 1 x 1, Kontrol poliklinik 1 minggu kemudian dan KIE.

Konjungtivitis vernalis merupakan penyakit yang sembuh sendiri sehingga medikasi yang

dipakai terhadap gejala hanya memberi hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai jangka

panjang. Pada pasien ini diberikan Cendoxytrol eyesdrop yang memiliki fungsi sebagai anti

alergi dan vasokontriksi pembuluh darah. Sedangkan interhistin merupakan antihistamin yang

berfungsi untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien. Apabila antihistamin

dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan kontrol yang memadai pada kasus

yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis. Pasien juga disarankan untuk kontrol ke

poliklinik minggu depan untuk menilai respon dari terapi yang diberikan dan diberikan KIE

antara lain:

- Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena

telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator-mediator sel

mast. Di samping itu, juga untuk mencegah superinfeksi yang pada akhirnya

berpotensi ikut menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan katarak.

- Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuksari

- Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan alergen

di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus dihindari karena lensa kontak

akan membantu retensi alergen.

- Kompres mata dengan air dingin

Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh spontan.

7

Page 8: Case Teuku Arie Mata

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Konjungtivitis (radang konjungtiva) adalah penyakit mata paling umum didunia.1

Konjungtivitis adalah proses inflamasi yang meliputi permukaan mata dan dikarakteristikan

oleh adanya dilatasi vaskular, infiltrasi sel dan eksudasi. Konjungtivitis dibedakan menjadi 2

bentuk yaitu: akut dan kronis.2 Penyebab umumnya eksogen, namun bisa juga endogen.

Gejala penting pada konjungtivitis adalah sensasi benda asing yaitu sensasi tergores atau

terbakar, sensasi penuh di sekeliling mata, gatal dan fotofobia. Tanda-tanda penting

konjungtivitis adalah hiperemia, mata berair, eksudasi, pesudoptosis, hipertrofi papilar,

kemosis, folikel, pseudomembran dan membran, granuloma dan adenopati pre-aurikuler.1

Konjungtivitis vernalis adalah penyakit bilateral yang biasanya mulai pada tahun-

tahun prapubertas dan berlangsung selama 5-10 tahun.1 Konjungtivitis vernalis adalah

penyakit pada anak-anak, penyakit ini adalah 0,5% dari penyakit alergi pada mata.3 Penyakit

ini lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan perempuan. Penyakit ini hampir selalu

lebih parah selama musim semi, musim panas, dan musim gugur daripada musim dingin.

Paling banyak ditemukan di afrika sub-sahara dan timur tengah.1 Konjungtivitis vernalis

mengenai pasien muda antara 3-25 tahun. Biasanya pada laki-laki mulai pada usia <10 tahun.

Penyakit ini paling banyak pada laki-laki yaitu pada dekade ke 2 kehidupan.4

Konjungtivitis vernalis adalah akibat dari reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang

mengenai kedua mata dan bersifat rekuren.5 Konjungtivitis vernalis menunjukan adanya

aktivitas sel mast/ limfosit yang memediasi respon alergi.4 Alergen spesifiknya sulit dilacak,

tetapi pasien konjungtivitis vernalis biasanya menampilkan manifestasi alergi lainnya yang

diketahui berhubungan dengan sensitivitas terhadap tepung sari rumput-rumputan.1

Pasien umumnya mengeluh sangat gatal dengan kotoran mata berserat-serat. Biasanya

ada riwayat alergi pada keluarga dan pasien itu sendiri. Pada konjungtiva palpebralis superior

sering terdapat papila raksasa mirip batu kali (cobblestone) yang berbentuk poligonal dengan

atap rata dan mengandung berkas kapiler.1 Papil raksasa ini disertai dengan rasa gatal berat,

sekret gelatin yang berisi eosinofil atau granula eosinofil, pada kornea terdapat keratitis,

8

Page 9: Case Teuku Arie Mata

neovbaskularisasi dan tukak indolen.5 Konjungtiva tampak putih susu, dan terdapat banyak

papila halus di konjungtiva tarsalis inferior.1 Pada penyakit ini, kulit periorbita biasanya

normal.3 Ada 2 bentuk utama dari konjungtivitis vernalis yaitu bentuk palpebral dan limbal.1

Penyakit ini adalah penyakit yang sembuh sendiri, dan medikasi yang dipakai adalah

untuk meredakan gejala dan dapat memberikan perbaikan dalam waktu singkat, namun dapat

memberi kerugiain jika dipakai dalam jangka panjang.1 Pemakaian steroid topikal atau

sistemik yang mengurangi rasa gatal akan menyembuhkan, tetapi pemakaian dalam jangka

panjang dapat menyebabkan glaukoma, katarak dan komplikasi yang lainnya. Kombinasi

antihistamin penstabil sel mast bermanfaat sebagai agen profilaktik dan terapeutik pada kasus

sedang hingga berat.1,5 Dapat diberikan kompres dingin, vasokonstriktor natrium karbonat

untuk membuat pasien merasa nyaman.5 Tidur atau berektivitas/ bekerja diruang ber-AC juga

membuat nyaman. Blefaritis dan konjungtivitis stafilokok adalah komplikasi yang sering dan

harus ditangani.1

2.1. Anatomi Konjungtiva.

Morfologi konjungtiva.

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus

permukaan posterior kelopak mata

(konjungtiva palpebralis) dan

permukaan anterior sklera

(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva

bersambungan dengan

kulit pada tepi palpebra (suatu

sambungan mukokutan) dan dengan

epitel kornea di limbus.

9

Page 10: Case Teuku Arie Mata

sumber dari oftalmologi a pocket textbook altas hal 84-119.

Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat

ke tarsus. Ditepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks

superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.

Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan melipat

berkali-kali. Adanya lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar

permukaan konjungtiva sekretorik. Duktus-duktus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks

temporal superior. Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di

bawahnya, kecuali dilimbus (tempat kapsul tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3

mm).

Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak dan mudah bergerak yaitu plica

semilunaris, letaknya di kantus internus. Struktur epidermoid kecil semacam daging

(caruncula) menempel secara superfisial ke bagian dalam plica semilunaris dan merupakan

zona transisi yang mengandung elemen kulit maupun mukosa.

Histologi konjungtiva.

Lapisan epitel konjungtiva terdiri atas 2 hingga 5 lapisan sel epitel silindris bertingkat,

superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas caruncula dan di

dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel skuamosa

bertingkat. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang

mensekresi mukus. Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan

10

Page 11: Case Teuku Arie Mata

untuk dispersi lapisan air mata prakornea secara merat. Sel-sel epitel basal berwarna lebih

pekat dibandingkan dengan sel-sel superfisial dan didekat limbus dapat mengandung pigmen.

Stroma konjungtiva dibagi menjadi 1 lapisan adenoid (superfisial) dan 1 lapisan

fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat

dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan in tidak

berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari

jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Lapisan ini tersusun longgar pada

bola mata.

Kelenjar lakrimal aksesorius (kelenjar krause dan wolfring) yang struktur dan

fungsinya mirip kelenjar lakrimal, letaknya di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause

berada di forniks atas, sisanya ada di forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak di tepi atas

tarsus atas.

Perdarahan, limfatik dan persarafan.

Arteri-arteri konjungtiva berasal dari a. ciliaris anterior dan a. Palpebralis. Kedua

arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dg vena konjutiva lainnya membentuk

jaring vaskular yang sangat banyak. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan

superfisial dan profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk

pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama

nervus V, saraf ini memeliki serabut nyeri yang relatif sedikit.

Imunitas humoral di konjungtiva sebagian besar adalah diperankan oleh Ig A,

sedangkan imuinitas selulernya didominasi oleh sel T CD4+. Serosal sel mast berisi protease

netral yang normalnya ada dikonjungtiva, dan mukosa sel mast dg granua-granula yang berisi

triptase. Triptase ini akan meningkat pada pasien atopi. Degranulasi produk dari sel mast

akan menyebabkan kemerahan pada konjungtiva, kemosis, pengeluaran sekret dan gatal.

2.2. Konjungtivitis

Definisi dan etiologi.

Konjungtivitis adalah proses inflamasi yang meliputi permukaan mata dan

dikarakteristikan oleh adanya dilatasi vaskular, infiltrasi sel dan eksudasi. Konjungtivitis

dibedakan menjadi 2 bentuk yaitu:

11

Page 12: Case Teuku Arie Mata

1. Konjungtivitis akut, onsetnya mendadak dan mulanya unilateraldengan inflamasi pada

mata dalam hitungan detik dalam 1 minggu. Keluhan berlangsung selama <4 minggu.

2. Konjungtivitis kronik, berlangsung >3-4 minggu.

Konjungtivitis (radang konjungtiva) adalah penyakit mata paling umum didunia. penyakit

ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat

dengan banyak sekret purulen kental. Penyebab umumnya eksogen, namun bisa juga

endogen.

Konjungtivitis adalah salah satu penyakit mata merah dengan penglihatan normal dan

kotor atau sekret. Sekret merupakan produk kelenjar, ada di konjungtiva bulbi yang

dikeluarkan oleh sel goblet. Sekret pada konjungtiva bulbi dapat bersifat;

Air, disebabkan oleh infeksi virus atau alergi

Purulen, disebabkan oleh infeksi bakteri atau klamidia

Hiperpurulen, disebabakn oleh gonokok atau meningokok

Mukoid, disebabkan oleh alergi atau vernal

Serous, disebabkan oleh adenovirus.

Sitologi konjungtivitis.

Cedera epitel konjuntiva oleh agen perusak dapat diikuti oleh edema epitel, kematian

sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau pembentukan granuloma. Hal ini juga memungkinkan

terjadi edema stroma konjungtiva (kemosis) dan hipertrofi lapisan limfoid stroma

(pembentukan folikel). Dapat ditemukan sel-sel radang termasuk neutrofil,eosinofil, basofil,

limfosit dan sel plasma yang seringkali menunjukkan agen peruskanya. Sel-sel radang

bermigrasi dari stroma konjuntiva melalui epitel permukaan. Sel-sel ini bergabung dengan

fibrin dan mukus dari sel-sel untuk membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan

perlengketan tepian palpebra (terutama pagi hari).

Sel-sel radang terutama terlihat dalam eksudat atau kerokan yang diambil dengan

spatula platina steril dari permukaan konjungtiva yang telah dianestesi. Bahan ini dipulas

dengan pulasan gram (untuk mengidentifikasi organisme bakteri) dan pulasan giemsa (untuk

menetapkan jenis dan morfologi sel). Pada konjungtivitis alergi, eosinofil dan basofil sering

ditemukan dalam biopsi konjungtiva, tapi jarang pada sediaan hapus konjungtiva, eosinofil

atau granul eosinofilik biasanya ditemukan pada keratokonjungtivitis/konjungtivitis vernalis.

12

Page 13: Case Teuku Arie Mata

Sejumlah besar protein yang eksresikan eosinofil (ex: protein kation eosinofil) dapat

ditemukan dalam air mata pasien konjungtivitis vernal, atopik dan alergika. Sebaran

eosinofilik dan eosinofil terdapat dalam konjungtivitis vernal. Pada semua jenis konjungtiva

terdapat sel-sel plasma dalam stroma konjungtiva, namun tidak bermigrasi melalui epitel

sehingga tidak tampak dalam hapusan eksudatatau kerokan permukaan konjungtiva, kecuali

epitelnya telah nekrotik seperti pada trakoma.

Gejala konjungtivitis.

Gejala penting pada konjungtivitis adalah sensasi benda asing yaitu sensasi tergores

atau terbakar, sensasi penuh di sekeliling mata, gatal dan fotofobia. Sensasi benda asing dan

sensasi tergores atau terbakar sering dihubungkan dengan edema dan hipertrofi papila yang

biasanya menyertai hiperemia konjungtiva. Jika ada rasa sakit, korneanya juga mungkin

terkena.

Tanda konjungtivitis.

Tanda-tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, mata berair, eksudasi, pesudoptosis,

hipertrofi papilar, kemosis, folikel, pseudomembran dan membran, granuloma dan adenopati

pre-aurikuler.

Hiperemia.

Adalah tanda klinis konjungtivitis akut yang paling menyolok. Kemerahan paling jelas di

forniks dan makin berkurang ke arah limbus kornea karena dilatasi pembuluh-pembuluh

konjungtiva posterior. Dilatasi perilimbus atau hiperemia siliaris mengesankan adanya radang

kornea atau struktur yang lebih dalam. Warna merah terang mengesankan konjungtivitis

bakteri, tampilan putih susu mengesankan konjungtivitis alergika. Hiperemi tanpa infiltrasi

sel mengesankan iritasi oleh penyebab fisik seperti angin, matahari, asap dll. Bisa juga karena

penyakit yang berhubungan dg ketidakstabilan vaskular (ex: acne roseosa).

Mata berair (epifora).

Tanda ini seringkali khas pada konjungtivitis. Sekresi air mata yang diakibatkan oleh

adanya sensasi benda asing, sensai terbakar atau tergores atau oleh rasa gatalnya. Transudasi

ringan juga timbul dari pembuluh-pembuluh yang hiperemik dan menambah jumlah air mata

tersebut. Kurangnya sekresi air mata yang abnormal mengesankan keratokonjungtivitis sika.

Eksudasi.

Adalah ciri semua konjungtivitis akut. Eksudatnya berlapis-lapis dan amorf pada

konjungtivitis bakteri dan berserabut pada konjungtivitis alergika. Pada hampir semua jenis

13

Page 14: Case Teuku Arie Mata

konjungtivitis, didapatkan banyak kotoran mata dipalpebra saat bangun tidur, jika eksudatnya

sangat banyak dan palpebranya saling lengket mungkin disebabkan oleh konjungtivitis

bakteri atau klamidia.

Pseudoptopsis.

Adalah terkulainya palpebra superior karena infiltrasi di otot Muller. Keadaan ini

dijumpai pada jenis konjungtivitis berat (ex: trakoma dan keratokonjungtivitis epidemika).

Hipertrofi papilar.

Adalah reaksi konjutiva nonspesifik yang terjadi karena konjungtiva terikat pada tarsus

atau limbus dibawahnya oleh serabut-serabut halus. Ketika berkas pembuluh yang

membentuk substansi papila (bersama unsur eksudat) mencapai membran basal epitel,

pembuluh ini bercabang-cabang diatas papila mirip jeruji payung. Eksudat radang

mengumpul diantara serabut-serabut dan membentuk tonjolan-tonjolan konjungtiva. Pada

penyakit-penyakit nekrotik (ex:trakoma), eksudat dapat digantikan oleh jaringan granulasi

atau jaringan ikat. Jika papilanya kacil, tampilan konjungtiva umunya licin, seperti beludru.

Konjungtiva dengan papila merah mengesankan penyakit bakteri atau klamidia (ex:

konjungtiva tarsal merah mirip beludru adalah khas pada trakoma akut). Pada infiltasi berat

konjungtiva, dihasilkan papil raksasa.

Pada keratokonjuntivitis vernal/konjungtivitis vernal, papil ini disebut “papila

cobblestone’ karena tampilannya yang rapat, papila raksasa beratap rata, poligonal dan

berwarna putih susu kemerahan. Jika letaknya di tarsal superior maka mengesankan

keratokonjungtivitis vernal dan keratokonjungtivitis papil raksasa. Sedangkan di tarsal

inferior mengesankan keratokonjungtivitis atopik.

Papila juga dapat timbul dilimbus, terutama pada daerah yang biasanya terpajan saat mata

terbuka (antara pukul 2 dan 4 dan antara pukul 8 dan 10), disini tampak berupa tonjolan-

tonjolan gelatinosa yang dapat meluas sampai ke kornea. Papila limbus ini khas untuk

keratokonjungtivitis vernal, tapi jarang pada keratokonjungtivitis atopik.

Kemosis.

Konjungtiva sangat mengarah pada konjungtivitis alergi, tapi dapat timbul pada

konjungtyivitis gonokok atau meningokok akut dan terutama pada kojungtivitis adenoviral.

Folikel.

14

Page 15: Case Teuku Arie Mata

Tampak pada sebagian besar konjungtivitis virus, semua kasus konjungtivitis klamidia,

kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, beberapa kasus konjungtivitis parasitik dan pada

beberapa kasus konjungtivitis toksik yang diniduksi oleh obat topikal (ex; miotik, dipivefrin,

idoxuridine). Folikel merupakan suatu hiperplasia limfoid lokal di dalam lapisan limfoid

konjungtiva dan biasanya mempunyai sebuah pusat germinal. Folikel dapat dikenali sebagai

struktur bulat kelabu atau putih yang avaskular. Pada pemeriksaan slitlamp, tampak

pembuluh-pembuluh kecil yang muncul pada batas folikel dan mengitarinya.

Pseudomembran dan membran.

Adalah hasil dari proses eksudatif dan hanya berbeda derajatnya. Pseudomembran adalah

suatu pengentalan (koagulum) diatas permukaan epitel, jika diangkat maka epitelnya tetap

utuh. Sedangkan membran adalah pengentalan yang meliputi seluruh epitel yang jika

diangkat, meninggalkan permukaan yang kasar dan berdarah. Pseudomembran dan membran

dapat menyertai konjungtivitis epidemika, k. Virus herpes simpleks primer, k. Streptokok,

difteria dll. Dapat pula kibat luka bakar kimiawi, terutama alkali.

Granuloma.

Pada Konjungtiva selalu mengenai stroma dan paling sering berupa kalazion. Penyebab

endogen contohnya sifilis, sarkoid.

Fliktenula.

Merupakan reaksi hipersensitivitas lambat terhadap antigen mikroba (ex: antigen

mikrobial). Fliktenula awalnya berupa perivaskulitis dengan penumpukan limfosit di

pembuluh darah.

Limfadenopati preaurikuler.

Adalah tanda penting konjungtivitis.

Diagnosis banding tipe konjungtivitis yang lazim.

Klinik dan sitologi Viral bakteri Klamidia Atopik (alergi)Gatal Minim Minim Minim HebatHyperemia Umum Umum Umum UmumAir mata Profuse Sedang Sedang SedangEksudasi Minim mengucur Mengucur MinimAdenopati periaurikuler Lazim Jarang Lazim hanya

konjungtivitis inklusiTak ada

Pewarnaan kerokan dan eksudat Monosit Bakteri, PMN

PMN, plasma sel, badan inklusi

Eosinofil

Sakit tenggorok, panas yg menyertai

Kadang kadang Tak pernah Tak pernah

15

Page 16: Case Teuku Arie Mata

Diagnosis banding konjungtivitis berdasarkan gambaran klinis.

Tanda Bakterial Viral Alergik Toksik Injeksi konjungtivitis

Mencolok Sedang Ringan-sedang Ringan-sedang

Hemoragi + + - -Kemosis ++ +/- ++ +/-Eksudat Purulen atau

mukopurulenJarang, air Berserabut

(lengket) putih-

pseudomembran +/- +/-Papil +/- - + -Folikel - + - + (medikasi)Nodus preaurikular + ++ - -Panus - - - -

Pada konjungtivitis, tajam penglihatan normal, silau (-), terasa sakit pedes atau

kelilipan, mata merah berupa injeksi konjungtiva, sekretnya serous/mukos/purulen, lengket

dikelopak mata terutama pagi hari, papil normal.

Sumber dari oftalmologi a pocket textbook altas hal 84-119.

injeksi konjungtiva: warnanya merah terang, dilatasi pembuluh darahnya bergerak dengan

konjungtiva dan berkurang kearah limbus.

2.2.1. Konjungtivitis Alergika

Konjungtivitis alergika ada 2 macam yaitu reaksi hipersensitivitas humoral segera dan

reaksi hipersensitivitas tipe lambat.

Reaksi hipersensitivitas humoral segera ada 4 macam yaitu:

1. Konjungtivitis hay fever.

16

Page 17: Case Teuku Arie Mata

Merupakan konjungtivitis nonspesifik ringan, umunya menyertai hay fever (rinitis

alergika). Biasanya terdapat riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan dll.

Pasien mengeluh gatal, kemerahan, mata berair dan sering mengatakan matanya seakan-akan

“tenggelam dalam jaringan sekitarnya. Terdapat injeksi ringan di konjungtiva palpebralis dan

bulbaris, selama serangan akut sering ditemukan kemosis berat yg menjadi sebab pasien

mengatakan matanya tenggelam dalam jaringan. Mungkin terdapat sedikit kotoran mata,

khususnya setelah pasien mengucek mata. Eosinofil sulit ditemukan pada kerokan

konjungtiva. Jika lergennya menetap, maka dapat timbul konjungtivitis papilar.

2. Konjungtitis vernalis.

Adalah penyakit alergi bilateral yang biasanya mulai pada tahun-tahun prapubertas dan

berlangsung selama 5-10 tahun. Disebut juga konjungtivitis musiman.

3. Konjungtivitis atopik.

Seringkali diderita pada orang yang menderita dermatitis atopik. Tanda dan gejalanya

adalah sensai terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah dan fotofobia. Tepi palpebranya

eritematosa dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papila-papila halus, tetapi

papila raksasa kurang nyata dibandingkan pada keratokonjungtivitis vernal dan lebih sering

terdapat ditarsus inferior. Penyakit ini seperti konjungtivitis vernal, yaitu kurang aktif setelah

pasien berumur 50 tahun.

4. Konjungtivitis papilar raksasa.

Tanda dan gejalanya mirip dengan konjungtivitis vernalis. Penyakit ini dapat dijumpai

pada pasien pengguna lensa kontak atau mata buatan dari plastik.

Sedangkan konjungtivitis alergika reaksi hipersensitivitas tipe lambat yaitu:

1. Fliktenulosis.

Timbul sebagai lesi kecil (D 1-3 mm) yang keras, merah, meninggi dan dikelilingi zona

hiperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga dengan apeks mengarah ke kornea. Penyakit

ini termasuk respon hipersensitivitas tipe lambat terhadap protein mikroba, seperi tuberkel,

stapylokokus, C. Albicans dll.

2. Konjungtivitis ringan sekunder akibat blefaritis kontak.

17

Page 18: Case Teuku Arie Mata

Disebabkan oleh atropine, neomycin, antibiotik spektrum luas dan obat topikal lain.

2.2.2 Konjungtivitis vernal.

Definisi dan epidemiologi

Konjungtivitis vernal juga dikenal sebagai “catarrh musim semi” dan konjungtivitis

musim kemarau adalah penyakit bilateral yang biasanya mulai pada tahun-tahun prapubertas

dan berlangsung selama 5-10 tahun. Konjungtivitis vernalis adalah penyakit pada anak-anak,

penyakit ini adalah 0,5% dari penyakit alergi pada mata. Penyakit ini lebih banyak pada anak

laki-laki dibandingkan perempuan. Penyakit ini lebih jarang didaerah beriklim sedang

daripada daerah hangat dan hampir tidak ada di daerah dingin. Penyakit ini hampir selalu

lebih parah selama musim semi, musim panas, dan musim gugur daripada musim dingin.

Paling banyak ditemukan di afrika sub-sahara dan timur tengah. Konjungtivitis vernalis

mengenai pasien muda antara 3-25 tahun. Biasanya pada laki-laki mulai pada usia <10 tahun.

Kondisi ini paling banyak mempengaruhi laki-laki pada dekade ke 2 kehidupan.

Etiologi.

Konjungtivitis vernalis adalah akibat dari reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang

mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Konjungtivitis vernalis menunjukan adanya

aktivitas sel mast/ limfosit yang memediasi respon alergi. Alergen spesifiknya sulit dilacak,

tetapi pasien konjungtivitis vernalis biasanya menampilkan manifestasi alergi lainnya yang

diketahui berhubungan dengan sensitivitas terhadap tepung sari rumput-rumputan.

Gambaran klinis.

Pasien umumnya mengeluh sangat gatal dengan kotoran mata berserta-serat. Biasanya

ada riwayat alergi pada keluaraga dan pasien itu sendiri. Pada konjungtiva palpebralis

superior sering papila raksasa mirip batu kali (cobblestone). Setiap papila raksasa berbentuk

poligonal dengan atap rata dan mengandung berkas kapiler. Papil raksasa ini disertai dengan

rasa gatal berat, sekret gelatin yang berisi eosinofil atau granula eosinofil, pada kornea

terdapat keratitis, neovbaskularisasi dan tukak indolen. Konjungtiva tampak putih susu, dan

terdapat banyak papila halus di konjungtiva tarsalis inferior. Pada penyakit ini, kulit

periorbita biasanya normal.

Klasifikasi.

Ada 2 bentuk utama dari konjungtivitis vernalis yaitu;

18

Page 19: Case Teuku Arie Mata

1. Bentuk palpebra

Terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat pertumbuhan papil yang besar

(cooblestone) yang diliputi sekret mukoid. Konjungtiva tarsal inferior hiperemi, edema

terdapat papil halus dengan kelainan kornea lebih berat dibandingkan bentuk limbal. Papil

besar ini tampak sebagai tonjolan berbentuk poligonal dengan permukaan yang rata dengan

kapiler ditengahnya.

Sumber dari AAO pediatric

oftalmology hal 209. Vernal Keratoconjunctivitis.

2. Bentuk limbal

Terdapat hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan

hiperplastik gelatin, dengan trantas dot (binti-bintik putih yang terlihat di limbus beberapa

pasien dengan fase aktif konjungtivitis vernalis) yang merupakan degenerasi epitel kornea

atau eosinofil dibagian epitel limbus korena, terbentuknya pannus dengan sedikit eosinofil.

Didalam bintik trantas ditemukan banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas dan juga di

sediaan hapus eksudat konjungtiva yang terpulas giemsa.

Sebuah pseudogerontoxon (kabut serupa busur) sering terlihat pada korena dekat papila

limbus. Mikropannua sering tampak pada konjungtivitis vernal palpebra dan limbus, tapi

pannus besar jarang. Parut konjungtiva biasanya tidak ada, kecuali sudah pernah kriopterapi,

pengangkatan papila, iradiasi atau prosedur yang lainnya. Mungkin terbentuk ulkus kornea

superfisial (perisai) lonjong dan terletak disuperior yang dapat berakibat parut ringan di

kornea. Dan jika terdapat lesi di kornea maka tak satupun lesi yang berespon baik terhadap

terapi standar. Konjungtivitis vernalis mungkin bisa juga disetrtai keratokonus.

19

Page 20: Case Teuku Arie Mata

Diagnosis Banding.

Konjungtivitis Atopik

Konjungtivitis Papilar raksasa

Konjungtivitis Hay Fever

Terapi.

Penyakit ini adalah penyakit yang sembuh sendiri, dan medikasi yang dipakai adalah

untuk meredakan gejala dan dapat memberikan perbaikan dalam waktu singkat, namun dapat

memberi kerugiain jika dipakai dalam jangka panjang. Pemakaian steroid topikal atau

sistemik yang mengurangi rasa gatal akan menyembuhkan, tetapi pemakaian dalam jangka

panjang dapat menyebabkan glaukoma, katarak dan komplikasi yang lainnya. Kombinasi

antihistamin penstabil sel mas bermanfaat sebagai agen profilaktik dan terapeutik pada kasus

sedang hingga berat. Dapat diberikan kompres dingin, vasokonstriktor natrium karbonat

untuk membuat pasien merasa nyaman. Tidur atau berektivitas/ bekerja diruang ber-AC juga

membuat nyaman. Kemungkinan besar, pemulihan terbaik dicapai dengan pindah ketempat

beriklim sejuk dan lembab, dengan ini keluhan ada membaik jika tidak dapat sembuh total.

Gejala akut pada konjungtivitis vernalis yaitu sangat fotofobia hingga tidak dapat

berbuat apa-apa, keluhan ini sering diatasi degan oemberian steroid topikal atau sistemik

jangka pendek diikuti dengan vasokonstriktor, kompres dingin dan pemakaian teratur tetes

mata yang memblok histamin. Obat-obat OAINS seperi ketorolac dan lodoxamide, cukup

bermanfaat mengurangi gejala, tapi bisa memperlambat ulkus ‘perisai”. Kelainan kornea dan

konjungtiva dapat diobati dengan natrium cromolyn topikal. Jika terdapat tukak maka diberi

antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai dengan siklopegik. Blefaritis dan

konjungtivitis stafilokok adalah komplikasi yang sering dan harus ditangani. Kekambuhan

pasti terjadi, khususnya pada musim panas, tapi setelah sejumlah kekambuhan, papillae akan

menghilang sempurna tanpa meninggalkan jaringan parut.

Pengobatan untuk konjungtivitis vernalis biasanya sedikit lebih efektif dari pada

konjungtivitis alergi. Tetes mata kombinasi penstabil sel mast dan penghambat reseptor H1

digunakan untuk kasus yang ringan. Siklosporin topikal sering efektif pada kasus yang lebih

berat. Injeksi kortikostreoid supratarsal digunakan untuk pasien dengan konjungtivitis vernal

yang sulit.

20

Page 21: Case Teuku Arie Mata

Tabel obat untuk penyakit alergi pada mata

Antihistamin.

Terapi topikal dimulai dengan pemberian antihistamin atau penstabil sel mast.

Stimulasi resptor H1 pada konjungtiva akan memediasi gejala seperti gatal, dan aktivasi

resptor H2 akan mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah. Generasi ke 2 dari antagonis

resptor H1 digunakan untuk pengobatan topikal untuk konjungtivitis alergi. Contohnya yaitu

levocabastine,azelastine dan emedastine.

Generasi baru dari antagonis reseptor H1, azelastin topikal aktivasnya akan

mengurangi eosinofil dan aktivasi sel T limfosit dan menghambat mediator yang lainnya.

Selain itu juga sebagai penekan yang poten untuk gatal dan hiperemi pada konjungtiva

setelah konjungtiva terpapar dengan alergen dengan onset efeknya 3 menit dan waktu

paruhnya minimal 8-10 jam. Meskipun antihistamin topikal tunggal dapat digunakan untuk

mengobati konjungtivitis alergi, namun kombinasi antihistamin dengan vasokonstriktor akan

lebih efektif dari pada penggunaan antihistamin secara tunggal. Vasokonstriktor yang

biasanya digunakan untuk kombinasi dengan antihistamin topikal yaitu phenylephrine atau

naphazoline.

21

Page 22: Case Teuku Arie Mata

Agen penstabil sel mast.

Agen penstabil sel mast.paling banyak digunakan oleh dokter spesialis mata untuk

semua bentuk konjungtivitis alergi. Yang termasuk agen penstabil sel mast yaitu sodium

cromoglygate, lodoxamide, ketotifen, nedocromil sodium dan olopatadine. Penstabil sel mast

efektif pada bentuk penyakit alergi pada mata yang ringan dan mempunya efek samping yang

sedikit, baik lokal maupun sistemik. Penggunan dalam jangka panjang bermanfaat untuk

mengurangi triptase dan sel inflamasi setelah terpapar alergen. Pengobatannya membutuhkan

waktu beberapa tahun. Sodium neodocromil mampu menghambat aliran ion klorida di sel

mast dan neuron, sehingga dapat mencegah respon seperti degranulasi sel mast. Selain itu

juga dapat menghambat produksi Ig E oleh sel B.

Sodium cromoglygate adalah inhibtibor sekresi sel mast yang pertama, paling dulu

dan paling banyak digunakan. Namun mekanisme kerjanya masih belum diketahui dg pasti.

Efikasi medikasinya tergantung dari konsentrasinya.

Yang terbaru yaitu lodoxamide kerjanya lebih cepat dan lebih poten daripada sodium

cromoglycate dalam mencegah pelepasan histamin dan juga mengurangi triptase dan sel

inflamasi setelah terpapar dengan alergen.

Dual-Acting Agents

Agen yang didalamnya terdapat efek antihistamin dan inhibitor pelepasan mediator

kimia. Oplotadin termasuk dual acting agent yang digunakan untuk pengobatan konjungtivitis

alergi.

Non-steroidal Anti-inflammatory Drugs (NSAIDs).

Prostaglandin PGE2 and PGI2 yang ada di kulit dan dikonjungtiva ambangnya lebih

rendah untuk menginduksi gatal. NSAIDs akan menginhibisi produksi prostaglandin dan

membantu meringankan gatal dan juga mengurangi nyeri dan inflamasi pada mata yang

berhubungan dengan reaksi alergi. NSAIDs yang digunakan untuk pengobatan topikal alergi

pada mata yaitu ketorolac, diclofenac, fluribrofen dan indomethacin. Agen ini tidak speri

kortikosteroid, tidak akan menutupi infeksi pada mata, tidak mempengaruhi penyembuhan

luka dan tidak meningkatkan IO dan tidak menyebabkan komplikasi lain seperti katarak.

Steroid topikal.

Steroid topikal terapi paling efektif untuk konjungtivitis vernalis sedang sampai berat,

namun dalam penggunaannya seharusnya dibatasi dengan tepat untuk kasus yang berat dan

22

Page 23: Case Teuku Arie Mata

dimonitor dengan hati-hati sejak mereka menggunakannya dalam jangka lama yang

berhubungan dengan peningkatan resiko untuk menyebabkan katarak dan glaukoma dan

dapat berpotensi mengakibatkan infeksi herpes pada mata. Dalam faktanya, streroid topikal

responsif untuk 2% insiden glaukoma pada pasien konjungtivitis vernalis.

Komplikasi.

Blefaritis dan konjungtivitis stafilokok adalah komplikasi yang sering dan harus

ditangani.

Prognosis.

Penyakit ini adalah penyakit yang sembuh sendiri. Kekambuhan pasti terjadi,

khususnya pada musim panas, tapi setelah sejumlah kekambuhan papillae akan menghilang

sempurna tanpa meninggalkan jaringan parut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Staff Ilmu Penyakit Mata FK UGM, Keratokonjungtivitis Vernalis dalam http://www.tempo.com.id/medika/042002.htm

2. Al-Ghozie, M., Handbook of Ophthalmology : A Guide to Medical Examination, FK UMY, Yogyakarta, 2002

23

Page 24: Case Teuku Arie Mata

3. Wijana, N., Konjungtiva dalam Ilmu Penyakit Mata, 1993, hal: 41-69

4. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah., Buku Pedoman Kesehatan Mata Telinga dan Jiwa, 2001

5. Vaughan, D.G, Asbury, T., Eva, P.R., General Ophthalmology, Original English Language edition, EGC, 1995

6. Ilyas, S., Konjungtivitis Vernalis dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, Cetakan I, Fakultas Kedokteran UI, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2004

24