11

Click here to load reader

Cengkraman Neoliberalisme Dan Neoimperialisme Di Indonesia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

neoliberalisme

Citation preview

Page 1: Cengkraman Neoliberalisme Dan Neoimperialisme Di Indonesia

Cengkraman Neoliberalisme dan Neoimperialisme di Indonesiai

Oleh : Muhammad Shadiq Al-Makassary

I. Defenisi Neoliberalisme dan Neoimperialisme

Dalam Wikipedia disebutkan Neoliberalisme yang juga dikenal sebagai paham ekonomi neoliberal mengacu pada filosofi ekonomi-politik akhir-abad keduapuluhan, sebenarnya merupakan redefinisi dan kelanjutan dari liberalisme klasik1 yang dipengaruhi oleh teori perekonomian neoklasik2 yang mengurangi atau menolak penghambatan oleh pemerintah dalam ekonomi domestik karena akan mengarah pada penciptaan Distorsi3 dan High Cost Economy yang kemudian akan berujung pada tindakan koruptif. Paham ini memfokuskan pada pasar bebas dan perdagangan bebas merobohkan hambatan untuk perdagangan internasional dan investasi agar semua negara bisa mendapatkan keuntungan dari meningkatkan standar hidup masyarakat atau rakyat sebuah negara dan modernisasi melalui peningkatan efisiensi perdagangan dan mengalirnya investasi.

Doktrin utama sistem ekonomi neoliberal adalah memimalisasi peran pemerintah dalam kegiatan ekonomi. Hal itu dilakukan dengan: (1) menjalankan pasar bebas; (2) melakukan privatisasi BUMN; (3) melakukan pencabutan subsidi.

Kesimpulan ini dapat kita pahami dari gagasan Adam Smith4 tentang ”lepasnya campur tangan pemerintah” (laissez faire) terhadap urusan ekonomi dan analisnya terhadap kekuatan-kekuatan ekonomi, dan menjadi tonggak dasar paham ekonomi liberal (economic liberalism). Selanjutnya, paham liberalisme ini –terutama liberalisme ekonomi— dimodifikasi sedemikian rupa hingga beralih rupa menjadi neoliberalisme. Sehingga neoliberalisme adalah upaya menghidupkan kembali gagasan ”laissez faire”, setelah sebelumnya (tepatnya pada tahun 1926), gagasan ini sempat mendapatkan serangan dari Keynes5 dan ekonom-ekonom yang anti ”laissez faire”.

Menurut Keynes, kapitalisme dalam banyak hal sangat memberatkan; namun jika ia diatur dengan bijaksana, paham ini bisa menciptakan tujuan ekonomi masyarakat secara lebih efisien. Keynes yakin sepenuhnya bahwa campur tangan pemerintah sangat diperlukan untuk mencegah depresiasi dan stagnasi ekonomi yang terjadi pada saat itu.

Ketika terjadi "depresi besar" pada tahun 1930 telah mendorong J.M. Keynes untuk menerbitkan buku The General Theory yang menawarkan penyelesaian untuk mengatasi depresi tersebut. Pemikiran Keynes kemudian berkembang dan dianut oleh banyak negara hingga empat dekade. Seruan untuk mengakhiri laissez faire sudah dipropagandakan setidaknya lima kali; yakni oleh Keynes (1926), Polanyi (1944), Myrdal, Galbraith, dan sebagainya (1957-1960), Kuttner, Lester Thurow, Sen, Soros, Stiglitz, dan sebagainya (1990-2002); dan Hurwich, Maskin, dan Myerson –ketiganya adalah penerima hadiah nobel ekonomi tahun 2007. Sekitar tahun 1970 terjadi stagflasi6

1 Ada  dua  macam Liberalisme,   yakni   Liberalisme  Klasik  dan   Liberallisme  Modern. Liberalisme  Klasik  timbul  pada  awal   abad  ke 16. Sedangkan   Liberalisme  Modern  mulai   muncul   sejak   abad   ke-20. Namun,   bukan   berarti   setelah   ada   Liberalisme  Modern, Liberalisme Klasik akan hilang begitu saja atau tergantikan oleh Liberalisme Modern, karena hingga kini, nilai-nilai dari Liberalisme Klasik itu masih ada. Liberalisme Modern tidak mengubah hal-hal yang mendasar ; hanya mengubah hal-hal lainnya atau dengan kata lain, nilai intinya (core values) tidak berubah hanya ada tambahan-tanbahan saja dalam versi yang baru. 

2  Neo-klasik adalah   istilah   yang   digunakan   untuk   mendefinisikan   beberapa   aliran   pemikiran   ilmu ekonomi yang   mencoba menjabarkan pembentukan harga , produksi, dan distribusi pendapatan melalui mekanisme permintaan dan penawaran pada suatu pasar.  Asumsi  maksimalisasi utilitas mendekatkan mazhab  ini  pada aliran ekonomi marginalis yang  lahir  pada akhir abad 19.  Tiga penggagas utama mazhab ini adalah Léon Walras, Carl Menger dan William Stanley Jevons.

3 Distorsi (ekonomi) (atau ketidaksempurnaan pasar) adalah yang membuat kondisi ekonomi ketidak efisien sehingga mengganggu agen ekonomi dalam memaksimalkan kesejahteraan sosial dalam rangka memaksimalkan kesejahteraan mereka sendiri. .4  John Adam Smith  (lahir di  Kirkcaldy,  Skotlandia,  5 Juni  1723 – meninggal di  Edinburgh,  Skotlandia,  17 Juli  1790  pada umur 67 tahun), adalah seorang filsuf berkebangsaan Skotlandia yang menjadi pelopor ilmu ekonomi modern. Karyanya yang terkenal adalah buku An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations  (disingkat The Wealth of Nations) adalah buku pertama yang menggambarkan sejarah perkembangan industri dan perdagangan di Eropa serta dasar-dasar perkembangan perdagangan bebas dan kapitalisme. Adam Smith adalah salah satu pelopor sistem ekonomi Kapitalisme. Sistem ekonomi ini muncul pada abad 18 di Eropa Barat dan pada abad 19 mulai terkenal di sana.5 John Maynard Keynes (lahir di Cambridge, Cambridgeshire, Britania Raya, 5 Juni 1883 – meninggal di East Sussex, Inggris, 21 April 1946 pada umur 62 tahun) adalah seorang ahli ekonomi Inggris. Ide-idenya yang radikal mempunyai dampak luas pada ilmu ekonomi modern. Ia terutama menjadi terkenal dengan karyanya; The General Theory of Employment, Interest and Money (1936) yang merupakan reaksi terhadap Depresi Besar Amerika Serikat pada tahun 1930-an. Dalam karyanya Keynes menulis bahwa Pemerintah kadangkala harus menstimulasi pertumbuhan ekonomi, terutama pada saat konjungtur lemah. Pemikiran dan filsafatnya biasa disebut dengan istilah Keynesianisme.6  Stagflasi,   dalam  makroekonomi,   adalah  periode  ketika  inflasi  dan  konstraksi  (yaitu,  menurunnya  pertumbuhan  ekonomi  dan meningkatnya pengangguran, yang sering terjadi pada masa resesi) terjadi secara bersamaan. Istilah stagflasi pertama kali disebutkan oleh United Kingdom Chancellor of the Exchequer  Iain MacLeod  dalam pidatonya di hadapan parlemen pada tahun  1965. "Stag" 

1

Page 2: Cengkraman Neoliberalisme Dan Neoimperialisme Di Indonesia

yang merupakan merupakan masalah besar dalam perekonomian dunia karena terjadi inflasi yang tinggi yang diikuti oleh tingkat pengangguran yang serius. Stagflasi ini tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan kerangka pemikiran Keynes. Hal ini mengakibatkan para ekonom mulai meninggalkan pemikiran Keynes dan Kurva Phillips7. Landasan mikro dari pemikiran Keynes mulai dipertanyakan dan pemikiran Klasik Baru mulai mendominasi menggantikan pemikiran Keynes.8 Itulah saat bangkitnya kembali liberalisme yang baru (Neoliberalisme).

Sedangkan makna neoimperialisme adalah menundukkan dan mendominasi negara lain yang dilakukan negara penjajah kepada negara terjajah, sehingga negara terjajah tidak memiliki kemandirian dan bergantung kepada negara penjajah dalam berbagai aspek kehidupan, seperti kedaulatan, politik, ekonomi, sosial-budaya, militer, dan lain-lain.

II. Neoliberalisme, Neoimperialisme dan Konsensus Washington

Prof. Hikmahanto Juwana, SH., LL.M., Ph.D9 mengatakan Neoliberal merujuk pada satu perekonomian di mana pasar diberikan peran yang lebih besar, sementara negara hanya berperan secara minim.Peran minim ini terkait dengan pembentukan peraturan perundang-undangan.10

Pembentukan peraturan itu memang merupakan monopoli dari peran pemerintah. Peran pemerintah yang minimal diidentikkan dengan resep ekonomi yang dikenal dengan istilah Konsensus Washington (Washington Consensus). Penyebutan Konsensus Washington pertama kali dimunculkan John Williamson pada 1989. Istilah Washington merujuk pada lembaga keuangan yang berada di Washington DC,di antaranya International Monetary Fund (IMF), World Bank (WB),dan Departemen Keuangan AS. Sementara Konsensus merujuk pada resep bagi negara- negara di Amerika Latin yang ketika itu sedang menghadapi krisis ekonomi dan keuangan.

Ada sepuluh kebijakan ekonomi yang menurut Jhon Williamson, perlu menjadi standar reformasi bagi negara berkembang yang baru didera krisis. Konsensus ini merekomendasikan : (1) Disiplin anggaran pemerintah; (2) Pengarahan pengeluaran pemerintah dari subsidi ke belanja sektor publik, terutama di sektor pendidikan, infrastruktur, dan kesehatan, sebagai penunjang pertumbuhan dan pelayanan masyarakat kelas menengah ke bawah; (3) Reformasi pajak, dengan memperluas basis pemungutan pajak; (4) Tingkat bunga yang ditentukan pasar dan harus dijaga positif secara riil; (5) Nilai tukar yang kompetitif; (6) Liberalisasi pasar dengan menghapus restriksi kuantitatif11; (7) Penerapan perlakuan yang sama antara investasi asing dan investasi domestik sebagai insentif untuk menarik investasi asing langsung; (8) Privatisasi BUMN; (9) Deregulasi untuk menghilangkan hambatan bagi pelaku ekonomi baru dan mendorong pasar agar lebih kompetitif; (10) Keamanan legal bagi hak kepemilikan.

Rekomendasi Konsensus Washington diimplementasikan baik secara sukarela maupun dipaksa. Secara sukarela karena pengambil kebijakan memercayai bahwa berbagai resep tersebut dapat merevitalisasi perekonomian. Pada saat bersamaan sebenarnya ada pemaksaan oleh unsur eksternal, yakni dengan adanya dorongan mengikuti berbagai perjanjian internasional, di samping memanfaatkan ketergantungan ekonomi sebuah negara. Sebagai contoh berbagai perjanjian internasional seperti WTO Agreements telah menjadi perjanjian internasional yang penting untuk mengamankan kepentingan negara industri. Pemaksaan seperti ini sulit untuk disebut sebagai pelanggaran atas hukum internasional ataupun campur tangan dalam urusan domestik sebuah negara.12 Menurut Prof.Hikmahanto, perjanjian internasional dan ketergantungan ekonomi telah dimanfaatkan oleh negara maju sebagai alat politik.Bahkan dapat dikatakan telah menjadi alat pengganti kolonialisme (baca Neoimperialisme).

Sehingga Neoliberalisme merupakan alat penjajahan negara-negara Kapitalis terhadap negara-negara berkembang.

III. Neoliberalisme dan Neoimperialisme di Indonesia

Bila menilik apa yang terjadi di Indonesia pada akhir 1980 hingga kini rekomendasi atau resep Konsensus Washington ternyata telah diimplementasikan. Indonesia, misalnya, telah melakukan liberalisasi perdagangan internasional dengan meratifikasi Agreement Establishing World

berasal dari suku kata pertama "Stagnasi", yang merujuk pada menurunnya kondisi ekonomi, sementara "flasi" berasal dari suku kata kedua dan ketiga "inflasi", yang merujuk pada naiknya harga barang-barang secara umum dan terjadi secara terus menerus.7  Kurva Philips adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara tingkat pengangguran dengan tingkat  inflasi di  sebuah negara. Menurut Kurva Philips, hubungan keduanya adalah berbanding negatif. Jadi ketika inflasi naik, maka pengangguran turun. Dan ketika inflasi turun, maka pengangguran naik jumlahnya. Kedua poin dalam makroekonomi ini menjadi pilihan yang begitu rumit.8 http://speunand.blogspot.com/2011/01/ringkasan-pemikiran-keynesian-baru.html9 Prof. Hikmahanto Juwana, SH., LL.M., Ph.D adalah seorang Guru Besar Hukum Internasional di Universitas Indonesia10 http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=10943&coid=4&caid=4&gid=411 hambatan perdagangan, seperti pengenaan tarif, kuota, dan larangan-larangan lainnya.12 http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=10943&coid=4&caid=4&gid=4

2

Page 3: Cengkraman Neoliberalisme Dan Neoimperialisme Di Indonesia

Trade Organization(WTO) pada 1994. Perjanjian WTO telah mampu menghilangkan hambatan yang kerap diberlakukan oleh negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk berbagai alasan. Tujuan akhir adalah membuat perdagangan antarnegara sama seperti perdagangan antarprovinsi yang tidak mengenal hambatan tarif maupun nontarif. Perjanjian WTO mendasarkan diri pada prinsip nondiskriminasi atas barang dan jasa. Sayangnya prinsip nondiskriminasi hanya akan adil bila negara-negara yang memiliki kesetaraan (equal footing). Kesetaraan atas kualitas barang atau jasa,merek, bahkan efisiensi dalam memproduksi barang. Bagi negara yang memiliki ketimpangan dengan negara lain, seperti antara negara maju dengan negara berkembang, pihak yang diuntungkan dari prinsip nondiskriminasi adalah negara maju.13

Negara maju memiliki jumlah produsen yang banyak, kuat secara finansial serta pemilik teknologi. Sementara negara berkembang sebaliknya. Negara berkembang memiliki apa yang dibutuhkan produsen negara maju,yaitu pasar yang besar. Pasar besar karena jumlah populasi yang besar dan kesukaan (preference) konsumen atas barang atau jasa yang belum terbentuk. Dalam konteks demikian negara maju sangat diuntungkan bila dibandingkan dengan keuntungan yang didapat oleh negara berkembang.

Selanjutnya, resep lain yang telah diimplementasikan Indonesia adalah amendemen berbagai peraturan perundang-undangan di bidang yang terkait dengan kegiatan ekonomi dan bisnis. Di antaranya adalah peraturan perundang- undangan di bidang perseroan terbatas (PT), pasar modal, penanaman modal. Demikian pula sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) secara agresif melakukan privatisasi14, salah satunya dengan cara kerja sama operasi15 dan go public16. Pemerintah pun melakukan deregulasi17 atas peraturan perundang-undangan di berbagai sektor. Terakhir sejumlah undang-undang diubah dan dibentuk untuk menguatkan hukum jaminan bagi hak-hak kebendaan, termasuk hak atas kekayaan intelektual.

Di Indonesia, walaupun sebenarnya pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal telah dimulai sejak pertengahan 1980-an, antara lain melalui paket kebijakan deregulasi dan debirokratisasi, pelaksanaannya secara massif menemukan momentumnya setelah Indonesia dilanda krisis moneter pada pertengahan 1997. Menyusul kemerosotan nilai rupiah, Pemerintah Indonesia kemudian secara resmi mengundang IMF untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Sebagai syarat untuk mencairkan dana talangan yang disediakan IMF, pemerintah Indonesia wajib melaksanakan paket kebijakan Konsensus Washington melalui penanda-tanganan Letter Of Intent (LOI), yang salah satu butir kesepakatannya adalah penghapusan subsidi untuk bahan bakar minyak, yang sekaligus memberi peluang masuknya perusahaan multinasional seperti Shell. Begitu juga dengan kebijakan privatisasi beberapa BUMN, diantaranya Indosat, Telkom, BNI, PT. Tambang Timah dan Aneka Tambang.

Istilah NEOLIBERALISME mencuat menjadi wacana hangat di tengah-tengah masyarakat seiring munculnya nama Boediono sebagai calon wakil presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemilihan presiden yang silam. Menurut para penentang mantan Gubernur Bank Indonesia tersebut, Boediono seorang ekonom yang menganut paham ekonomi neoliberal, sebab itu ia sangat berbahaya bagi masa depan perekonomian Indonesia.

IV. Neoliberalisme dan Neoimperialisme mencekram Indonesia

Dengan belenggu hutang (misalnya hutang Indonesia yang meningkat dari Rp 1.200 trilyun 20 tahun 2004 dan bengkak jadi Rp 1.600 trilyun di 2009) lembaga tersebut memaksakan program Neoliberalisme ke seluruh dunia. Pemerintah AS (USAID) bertindak sebagai Project Manager yang kerap campur tangan terhadap pembuatan UU di berbagai negara untuk memungkinkan neoliberalisme berjalan (misalnya di negeri kita UU Migas).

Mari kita bahas satu per satu agenda utama Neoliberalisme.

4.1. Privatisasi/Penjualan BUMN (Badan Usaha Milik Negara).

Neoliberalis menghendaki negara tidak berbisnis meski bisnis tersebut menyangkut kekayaan alam negara dan juga menyangkut kebutuhan hidup orang banyak. Oleh karena itu semua BUMN

13 idem no 1214 Privatisasi (istilah lain: denasionalisasi) adalah proses pengalihan kepemilikan dari  milik umum menjadi milik pribadi. Lawan dari privatisasi adalah nasionalisasi.15 Kerja sama operasi (KSO) adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana masing-masing sepakat untuk melakukan suatu usaha bersama dengan menggunakan asset dan/atau hak usaha yang dimiliki dan secara bersama-sama mengurangi resiko usaha tersebut,  sebagaimana disebutkan dalam Pernyataan Standar  Akuntansi  Keuangan  (PSAK)  No.  39  mengenai  Akutansi  Kerjasama Operasi.16 Go Public adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan olehemiten (perusahaan) untuk menjual saham atau efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh UU Pasar Modal dan Peraturan Pelaksanaannya.17 Deregulasi menunjuk ke bijakan pemerintah untuk mengurangi/meniadakan aturan administrasi yang mengekang kebebasan gerak modal, barang, dan jasa. Dengan kebebasan gerak produksi, distribusi, dan konsumsi modal, barang, serta jasa itu, volume kegiatan bisnis swasta diharapkan melonjak.

3

Page 4: Cengkraman Neoliberalisme Dan Neoimperialisme Di Indonesia

harus dijual atau diprivatisasi ke pihak swasta. Karena swasta Nasional keuangannya terbatas, umumnya yang membelinya adalah pihak asing seperti Indosat dan Telkom yang dijual ke perusahaan asing seperti STT dan Singtel yang ternyata anak perusahaan dari Temasek (BUMN Singapura).

PAM (Perusahaan Air Minum) yang dibeli pihak asing sehingga jadi Palyja (Lyonnaise, Perancis) dan TPJ (Thames PAM Jaya yang kemudian dibeli oleh AETRA). Privatisasi ini akhirnya menyebabkan tarif PAM naik berkali-kali hingga sekarang 1 m3 jadi sekitar Rp 7.000.

Yang berbahaya adalah ketika perusahaan swasta/asing itu bergerak di bidang pertambangan seperti minyak, gas, emas, perak, tembaga, dan sebagainya, sehingga kekayaan alam Indonesia bukannya dinikmati oleh rakyat Indonesia justru masuk ke kantong asing. Inilah yang menyebabkan kemiskinan di Indonesia. Menurut PENA, Rp 2.000 trilyun setiap tahun dari hasil kekayaan alam Indonesia masuk ke tangan asing. Padahal APBN kita saat itu hanya sekitar Rp 1.000 trilyun sementara hutang luar negeri Rp 1.600 trilyun.

Sebagai contoh, Freeport yang menguasai lahan tambang di Papua di mana satu gunung Grassberg saja punya deposit emas sebanyak US$ 50 milyar (Rp 500 trilyun), ternyata hanya memberi royalti ke Indonesia 1% saja! Jadi kalau Freeport dapat Rp 495 trilyun, Indonesia cuma dapat Rp 5 trilyun. Bagaimana Indonesia bisa kaya?18

Jika Privatisasi khususnya yang menyangkut kekayaan alam bisa dihentikan, maka hutang luar negeri bisa dilunasi dalam waktu kurang dari setahun. Para pejabat dan pegawai negeri bisa hidup senang dengan anggaran Rp 1000 trilyun/tahun dan rakyat bisa makmur dengan rp 2.000 trilyun/tahun yang saat ini justru dinikmati asing.

Prinsip Neoliberalisme di atas jelas bertentangan dengan hadits berikut :

Kaum muslimin berserikat (memiliki bersama) dalam tiga hal, yaitu air, rerumputan (di padang rumput yang tidak bertuan), dan api (migas/energi). (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Lihat privatisasi BUMN yang telah terjadi19 :

No Nama BUMN Th. IPO

Harga IPO Harga P’nutupan

No Nama BUMN Th. IPO

Harga IPO Harga P’nutupan 

1 Kimia Farma 2001 Rp 200 Rp 325 9 Timah 1995 Rp 2,900Rp 29,900

2 Indo Farma 2001 Rp 250 Rp 215 10 Antam 1997 Rp 1,400Rp 4,650

3 Jasa Marga 2007 Rp 1,700 Rp 2,025 11 Bukit Asam 2002 Rp 575Rp 12,250

4 Adhi Karya 2004 Rp 150 Rp 1,450 12 Semen Gresik 1991 Rp 7,000Rp 5,900

5 Wijaya Karya 2007 Rp 420 Rp 570 13 Indosat 1994 Rp 7,000Rp 9,150

6 BNI 1996 Rp 850 Rp 2,050 14 Telkom 1995 Rp 2,050Rp 11,100

7 Bank Mandiri 2003 Rp 675 Rp 3,700 15 PGN 2003 Rp 1,500Rp 15,500

8 BRI 2003 Rp 875 Rp 7,950    Yang parah adalah Bank Indonesia (BI) yang merupakan Bank Sentral Indonesia yang memiliki otoritas membuat uang diswastanisasi dan akhirnya dikontrol oleh IMF lewat LOI IMF yang terpaksa ditanda-tangani Soeharto. Pemerintah yang telah dipilih secara resmi oleh rakyat tidak berdaulat lagi atas BI. Sebagai gantinya justru Dinasti Rothschild via IMF yang menguasai BI.20

Dengan jumawa Amschel Rothschild berkata di Frankfurt, “Let me issue and control a nation’s money, and I care not who writes the laws.” “Biarkan saya mengeluarkan dan mengawasi uang satu negara, dan saya tidak akan peduli siapa yang menulis hukumnya.”

4.2. Pencabutan Subsidi Barang

Menurut kaum Neoliberalis, subsidi barang adalah penyakit. Oleh karena itu subsidi BBM, angkutan umum, air, dan sebagainya dihapuskan. Harga barang mengikuti harga pasar dunia sehingga harga barang terus meroket melebihi kenaikan penghasilan rakyat.

18 http://www.detikfinance.com/read/2007/08/14/124751/816995/4/freeport-masih-negosiasikan-kenaikan-royalti-emas19 http://buletinbisnis.wordpress.com/2007/12/10/profil-bumn-yang-telah-di-privatisasi-melalui-ipo20 http://ilovecassava.multiply.com/journal/item/7/Dokumen_LOI_Indonesia_IMF

4

Page 5: Cengkraman Neoliberalisme Dan Neoimperialisme Di Indonesia

Sebagai contoh harga Premium yang tahun 2004 masih Rp 1.800/liter naik hingga Rp 6.000/liter. Sementara harga Pertamax betul-betul mengikuti harga minyak dunia sehingga harganya sama dengan di AS. Padahal jika garis kemiskinan di Indonesia hanya Rp 182 ribu/bulan, di AS sekitar Rp 10,4 juta/bulan. Di AS, seorang pengantar Pizza bisa mendapat Rp 14 juta/bulan belum termasuk tip. Sementara di Indonesia, seorang manager belum tentu dapat gaji rp 2 juta/bulan.

Jadi kebijakan kaum Neoliberalis yang memaksakan harga barang mengikuti harga pasar/dunia betul-betul menyengsarakan rakyat Indonesia.

Barang Harga 2005 Harga 2008 KenaikanPremium 1.810 6.000 231%Beras 3.000 6.000 100%

Angkutan Umum

1.000 2.500 150%

Minyak Goreng 4.500 13.000 189%UMR 635.000 972.000 53%

Sebagai kompensasi atas berbagai kenaikan harga barang, kaum Neoliberalis memberikan bantuan langsung kepada rakyat seperti BLT sebesar Rp 100 ribu/bulan. Namun sayang, tidak semua rakyat kebagian. Banyak buruh/pekerja yang upahnya di bawah UMR tidak menerima BLT. Garis Kemiskinan yang begitu rendah jauh di bawah standar Bank Dunia yang US$ 2/orang/hari (Rp 660 ribu/bulan) mengakibatkan banyak orang miskin tidak dapat BLT. Penerima BLT kurang dari 40 juta orang. Padahal orang miskin di Indonesia dengan standar Bank dunia diperkirakan sekitar 120 juta jiwa. Ada 80 juta rakyat miskin yang tak menerima BLT sehingga kerap ada orang yang menurut garis kemiskinan BPS “kaya” berebut BLT karena sebetulnya menurut garis kemiskinan Bank Dunia masih miskin.

Ajaran Neoliberalisme yang membisniskan semua barang termasuk air bertentangan dengan ajaran Islam. Jika anda tak punya uang, anda kesulitan menikmati air bersih. Pernah di zaman Nabi ada orang Yahudi yang memiliki sumur air dan menjualnya kepada masyarakat. “Wahai Sahabatku, siapa saja diantara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surgaNya Allah Ta’ala” (HR. Muslim).

4.3. Penghapusan Layanan Publik

Pelayanan Publik oleh negara seperti pendidikan, kesehatan, transportasi dihapuskan. Diserahkan ke pihak swasta atau harganya meningkat sesuai harga “Pasar”.

Meski pendidikan dasar SD-SMP gratis (mungkin agar rakyat Indonesia bisa lulus SMP sehingga kalau jadi office boy atau kuli tidak bodoh-bodoh amat), namun untuk SMA dan Perguruan Tinggi Negeri biayanya sangat mahal. Uang masuk SMA Negeri sekitar rp 4-7 juta sementara SPP berkisar Rp 175 ribu-400 ribu/bulan. Melebihi biaya di perguruan tinggi swasta seperti BSI yang kurang dari rp 200 ribu/bulan. Untuk masuk PTN apalagi Fakultas Kedokteran bisa mencapai Rp 75-200 juta.

4.4. Pembangunan Bertumpu dengan Investor Asing dan Hutang Luar Negeri

Menurut kaum Neoliberalis, tidak mungkin pembangunan dilakukan tanpa hutang. Padahal Arab Saudi yang menasionalisasi perusahaan minyak ARAMCO pada tahun 1974 berhasil meningkatkan pendapatan secara signifikan dan memakmurkan rakyatnya tanpa perlu berhutang. Hutang dari Lembaga seperti IMF, World Bank, ADB, dan sebagainya justru jadi belenggu yang memaksa Indonesia menjual BUMN dan kekayaan alamnya. Saat ini Rp 2.000 trilyun/tahun hasil kekayaan alam Indonesia tidak dapat dinikmati rakyat sehingga mayoritas rakyat Indonesia hidup melarat. Tapi justru oleh perusahaan asing yang merupakan kroni dari IMF dan World Bank.

4.5. Spekulasi Pasar Uang, Pasar Modal, dan Pasar Komoditas

Dari Rp 1.982 Trilyun perdagangan saham di BEI, hanya Rp 44,37 Trilyun masuk ke Sektor Riel (2,24%). Sementara 97% lebih tersedot untuk Spekulasi Saham. Perdagangan valuta asing (valas) di Indonesia sekitar Rp 7.000 trilyun/tahun dan terus meningkat. Uang jadi lebih sebagai alat spekulasi ketimbang sebagai alat tukar. Inilah contoh keserakahan Kartel dan spekulan Pasar Minyak yang mempermainkan harga di Pasar Komoditas dan tak terkontrol. Harga minyak dari US$ 20/brl (2002) jadi US$ 144/brl (2008). Naik 7x lipat dalam 6 tahun!

Menurut ensiklopedi MS Encarta, dari tahun 1950-2001 volume ekspor dunia meningkat 20 kali lipat. Sementara perdagangan uang dari tahun 1970-2001 naik 150 x lipat dari US$ 10-20 milyar per hari jadi US$ 1,5 trilyun/hari (Rp 16.500 trilyun/hari)! Spekulasi uang asing seperti Rupiah-Dollar-Yen-Euro, dsb lebih besar ketimbang sebagai alat tukar untuk pembelian barang.

Itulah sistem Neoliberalisme yang lebih mementingkan uang tersedot ke Spekulasi uang, saham, dan komoditas (meski barang, tapi dipermainkan hingga jatuh tempo selama 6 tahun) di Pasar Uang, Pasar Saham, dan Pasar Komoditas.

5

Page 6: Cengkraman Neoliberalisme Dan Neoimperialisme Di Indonesia

4.6. Penjajahan “Kompeni” Gaya Baru

Dulu yang menjajah kita adalah Kompeni Belanda. Artinya Perusahaan (VOC-Verenigde Oost Indische Compagnie) Belanda. Bukan Pemerintah Belanda. VOC ini mendirikan berbagai perkebunan terutama rempah-rempah dan memonopolinya untuk dijual ke Eropa.

Karena jumlahnya sedikit (total penduduk Belanda waktu itu hanya 7 juta dan tentara Belanda di Indonesia kurang dari 10.000), maka Kompeni Belanda tetap bekerjasama dengan Raja-raja dan Bupati-bupati lokal. Raja-raja yang tidak mau bekerjasama diperangi bersama sekutunya. Bangsa Indonesia bekerja sebagai kuli kontrak.

Nah saat ini yang menguasai kekayaan alam kita adalah Kompeni gaya baru, yaitu Multi National Company (MNC) yang didukung oleh pemerintah AS dan sekutunya. Sejarah kembali berulang. Raja-raja dan Bupati-bupati baru tetap orang Indonesia, demikian pula Kuli Kontraknya. Bahkan para pengkhianat/komprador yang bekerjasama dengan para penjajah pun tetap ada. Bahkan jika dulu Kompeni Belanda umumnya masih mengutamakan Perkebunan yang masih ramah lingkungan, Kompeni baru sekarang menguras hasil tambang Indonesia seperti minyak, gas, emas, perak, batubara, tembaga, dan sebagainya. Gunung-gunung di Papua menjadi rata dan tercemar zat kimia, begitu pula di daerah-daerah pertambangan lainnya. Sungai-sungai dan danau juga tercemar sehingga rakyat setempat tidak bisa lagi mendapat makanan berupa ikan dari situ. Jadi situasi penjajahan Kompeni gaya baru ini justru lebih buruk dan ironisnya tidak disadari oleh mayoritas rakyat Indonesia! Ini karena penjajah gaya baru ini membina begitu banyak kaki tangan mulai dari LSM-LSM, Kampus-kampus, hingga media massa yang mereka biayai (Contohnya TV Pemerintah AS VOA muncul di satu TV Swasta di Indonesia sementara TVRI tidak bisa muncul).

Neoliberalisme sangat berbahaya. Inilah komentar mantan presiden Venezuela :"IMF membunuh umat manusia tidak dengan peluru/rudal, tapi dengan wabah kelaparan"21

V. Neoliberalisme Makin Kokoh

Belum genap seratus hari Rezim Jokowi telah menaikkan BBM pada tanggal 17 November 2014. Nilai kenaikannya cukup signifikan yatu sebesar Rp 2000,- untuk jenis premiun dan solar. Jokowi menjelaskan, kenaikan harga BBM tidak bisa dihindarkan. Menurutnya, alokasi anggaran APBN untuk subsidi BBM terlalu besar dan cenderung boros. Padahal penggunaan BBM bukan hanya pengendara tetapi ada industri, baik kecil maupun menengah, demikian juga para petani dan nelayan. Dampak dari kenaikan BBM tersebut memicu kenaikan harga kebutuhan pokok, hampir semua sektor mengalami kenaikan yang arusnya tidak dapat dihindari.

Program  Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) merupakan model penjajahan modern yang dilaksanakan oleh negara-negara Kapitalisme dan juga merupakan agenda neoliberalisme untuk mendorong perdagangan bebas berskala kawasan yang didalamnya mempunyai empat pilar yang akan diberlakukaan diseluruh Negara yang tergabung di dalam ASEAN, yakni; 1) pasar tunggal dan basis produksi, 2) membangun kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi, 3) membangun kawasan dengan ekonomi yang merata, 4) membangun kawasan dengan integrasi penuh terhadap pereekonomian global. Selain itu ada beberapa aspek yang terkena dampak dari MEA, yakni bakal menjamurnya lembaga pendidikan asing, standar dan orientasi pendidikan yang makin pro pasar, dan pasar tenaga kerja yang dibanjiri tenaga kerja asing, dan lain sebagainya.

Konsep TRI SAKTI yang didengungkan kembali oleh Rezim Jokowi, mungkinkah bisa Berdaulat, Berdikari dan Berkepribadian, ketika PT. Freeport diwilayah Ujung timur Indonesia yang hari ini tidak pernah menjadi target pembicaraan ditataran kementrian yang beri nama “Kabinet Kerja”, Malahan Presiden Indonesia Jokowi Dodo dalam pertemuan APEC dibeijing dan KTT G20 di Australia (Pertemuan Ekonomi Internasional) Berusaha untuk mengajak kepada Bangsa-bangsa Asing (Bangsa Imperialis dan Kapitalis) untuk berinvestasi ke Indonesia dengan janji memberikan kemudahan dalam berinvestasi. []

21 Andres Perez, Mantan Presiden Venezuela, The Ecologist Report, Globalizing Poverty, 2000

6

Page 7: Cengkraman Neoliberalisme Dan Neoimperialisme Di Indonesia

i Disampaikan pada acara HR Biringkanaya, masjid Rahmatullah tgl 19 Maret 2015