24
HUBUNGAN LIBRALISME KLASIK, NEOLIBERALISME, GLOBALISASI Ekspansi global dengan berbagai sistem nilai yang dibawanya memberikan peluang sekaligus tantangan tersendiri bagi kelangsungan sebuah negara. Globalisasi bagaikan pisau bermata dua bagi negara. Ia bisa saja memperkuat sistem negara dan masyarakatnya, atau sebaliknya, prosesnya akan melemahkan legitimasi negara sebagai akibat lahirnya kebijakan liberalisme pasar serta membuat masyarakat terfragmentasi ke dalam semangat dan sentimen-sentimen identitas komunal. Globalisasi yang merupakan kredo inti dari ajaran neoliberalisme memunculkan model baru bagi mekanisme kebijakan sebuah negara hubungannya dengan pasar. Kredo inti itu meliputi prioritas pertumbuhan ekonomi, pentingnya perdagangan bebas untuk merangsang pertumbuhan; pasar bebas yang tak terbatas; pilihan individual, pemangkasan regulasi pemerintah; dan dukungan pada model pembangunan sosial yang evolusioner sesuai dengan pengalaman barat yang diyakini dapat diterapkan di seluruh dunia. Pada konteks ini menarik membahas relasi negara dengan pasar dalam bingkai diskusi globalisasi seraya melihat konsekuensi-konsekuensi sosiologis yang ditimbulkan dari

Libralisme klasik, neoliberalisme, globalisasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Oleh Novi Hendra S. IP ([email protected])

Citation preview

Page 1: Libralisme klasik, neoliberalisme, globalisasi

HUBUNGAN LIBRALISME KLASIK,

NEOLIBERALISME, GLOBALISASI

Ekspansi global dengan berbagai sistem nilai yang dibawanya

memberikan peluang sekaligus tantangan tersendiri bagi

kelangsungan sebuah negara. Globalisasi bagaikan pisau bermata dua

bagi negara. Ia bisa saja memperkuat sistem negara dan

masyarakatnya, atau sebaliknya, prosesnya akan melemahkan

legitimasi negara sebagai akibat lahirnya kebijakan liberalisme pasar

serta membuat masyarakat terfragmentasi ke dalam semangat dan

sentimen-sentimen identitas komunal.

Globalisasi yang merupakan kredo inti dari ajaran

neoliberalisme memunculkan model baru bagi mekanisme kebijakan

sebuah negara hubungannya dengan pasar. Kredo inti itu meliputi

prioritas pertumbuhan ekonomi, pentingnya perdagangan bebas untuk

merangsang pertumbuhan; pasar bebas yang tak terbatas; pilihan

individual, pemangkasan regulasi pemerintah; dan dukungan pada

model pembangunan sosial yang evolusioner sesuai dengan

pengalaman barat yang diyakini dapat diterapkan di seluruh dunia.

Pada konteks ini menarik membahas relasi negara dengan pasar

dalam bingkai diskusi globalisasi seraya melihat konsekuensi-

konsekuensi sosiologis yang ditimbulkan dari persinggungan dua kubu

besar itu (negara vis a vis pasar). Masyarakat yang terfragmen dalam

semangat individualitas merupakan salah satu konsekuensi logis dari

proses yang tengah berlangsung. Sampai pada titik ini, menarik untuk

membahas peran kaum intelektual dalam melakukan penguatan ide-

ide bersama sebagai masyarakat sehingga mereka tidak terpolarisasi

lebih jauh dari berbagai kepentingan karena globalisasi.

Page 2: Libralisme klasik, neoliberalisme, globalisasi

Pembahasan pada tulisan ini pun akan melihat model hubungan

negara dan pasar di Indonesia secara khusus serta kondisi masyarakat

yang menjadi bagian dari globalisasi, di samping, akan memotret pula

peran para kaum intelektualnya dalam menjaga integrasi dan nilai-nilai

solidaritas sosial di antara masyarakat. Upaya terakhir ini penting

menurut penulis, terlebih relevansinya dengan kondisi Indonesia yang

tengah menyiapkan menjadi negara demokrasi, atau ada dalam masa

transisi demokrasi.

Tulisan ini akan dibagi ke dalam beberapa sub tema pokok, yaitu

diawali dengan tinjauan konsep teoritik terhadap hubungan negara

dengan pasar, artikulasi pengalaman Indonesia, dilanjutkan dengan

konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan dari hubungan negara dan

pasar itu. Tulisan ini akan diakhiri dengan analisa konsekuensi-

konsekuensi itu relevansinya dengan perkembangan demokrasi serta

peran intelektual dalam memperkuat ide-ide kultural masyarakat civil

society.

 PASAR DAN NEGARA

Pemikiran tentang ekonomi dan sub sistem-sub sistem di

dalamnya merupakan diskursus yang sangat panjang dan lama. Sejak

manusia mengenal dan melakukan kerja bersama untuk mencapai

tujuannya, pemikiran tentang ekonomi dan pasar sudah mulai

berkembang. Varian-varian pemikirannya sangatlah banyak, dari

model yang sangat tradisional hingga yang paling canggih. Meski

demikian, paling tidak untuk menelusuri penjelasan menyangkut dua

tema besar itu, pasar dan hubungannya dengan negara, tidak terlepas

dari empat mainstream besar pemikiran, yaitu teori ekonomi Klasik

(Liberal), Marxian, Keynesian, dan Neoliberal.

Page 3: Libralisme klasik, neoliberalisme, globalisasi

Dalam perspektif teori ekonomi klasik, pasar merupakan salah

satu sistem besar yang bisa dijalankan masyarakat dalam memenuhi

kebutuhan-kebutuhan ekonominya yang meliputi produksi, konsumsi,

dan distribusi. Pasar dengan mekanismenya mampu berjalan sendiri

dengan mengikuti logika hukumnya, permintaan dan penawaran.

“Invisible hand”, pasar diatur oleh tangan yang tidak terlihat,

mengatur sendiri. Pasar dianggap sebagai mekanisme otomatis (self-

regulating) yang selalu mengarah pada neraca keseimbangan,

equilibrium, sehingga terwujud alokasi sumberdaya dengan cara yang

paling efektif dan efisien.

Adam Smith memaklumatkan liberalisme pasar secara luas

dalam mekanismenya. Melalui ajarannya, Laissez faire (biarkan saja),

Smith menahbiskan “absolutisme pasar,” atas lembaga-lembaga

lainnya di masyarakat. Menurutnya ekonomi pasar akan berkembang

dengan bebas jika negara tidak menghalanginya dengan memberi

batasan-batasan. Peranan pemerintah sebaiknya ditekan seminimal

mungkin dalam mekanisme ekonomi pasar.

Adalah pasar dapat mengatur dirinya sendiri merupakan

argumentasi terkuat kapitalisme liberal dan menentang campur

tangan negara. Smith mengatakan, jika seluruh sistem yang

memberikan hak istimewa dan memberikan batasan dihapuskan maka

dengan sendirinya akan terbentuk suatu sistem kebebasan alamiah

yang jelas dan sederhana. Selama setiap pribadi tidak melanggar

aturan ini, ia akan diberikan kebebasan sepenuhnya agar dapat

mengikuti kepentingannya dengan caranya sendiri serta dapat

mengembangkan modalnya di bidang lain.

Kendati demikian, bukan berarti pasar sama sekali imun dari

peran negara, melainkan pada kondisi-kondisi tertentu masih

memungkinkan negara melakukan campur tangan terhadap pasar.

Page 4: Libralisme klasik, neoliberalisme, globalisasi

Hanya saja upaya itu sejauh mengamankan kemungkinan-

kemungkinan terjadinya kompetisi yang tidak fair di antara sub sistem

di dalam pasar, seperti munculnya gejala destruksi yang berpotensi

mengancam kebebasan ekonomi individu yang lain atau yang lebih

terjauh lagi problem sanitasi lingkungan yang akan menggangu alur

pasar.

Kompetisi yang terjadi di pasar berlangsung secara terbuka bagi

siapapun yang mampu bersaing. Proses persaingan di antara individu

itu mendapat jaminan dari pemerintah. Negara dalam konsep ini hanya

bertugas menyediakan kerangka hukum untuk kontrak, pertahanan

serta ketertiban dan keamanan. Ia hanya menjadi “stempel” bagi

mekanisme pasar yang berjalan. Karena, dalam keyakinan ekonomi

klasik, intervensi negara yang besar terhadap pasar akan

memperburuk lajunya pasar.

Menurut Smith, negara hubungannya dengan pasar memiliki tiga

tugas utama, yaitu melakukan proteksi masyarakat dari pelanggaran

yang dilakukan masyarakat lainnya. Kedua, proteksi itu dimungkinkan

sejauh melindungi dari tekanan atau ancaman individu masyarakat

atas masyarakat lain; negara juga menjaga kondisi agar tetap ada

dalam keadilan. Ketiga, menjaga institusi-institusi publik agar tetap

aman dari tindak kerusakan yang dilakukan oleh komunitas.

Dari penjelasan Smith tampak bahwa negara semaksimal

mungkin tidak melakukan intervensi terhadap pasar. Negara diberikan

tugas pada bidang-bidang tertentu seperti menjaga kemungkinan

terjadinya pelanggaran. Mekanisme pasar dibiarkan berjalan sendiri.

Pada konteks ini pasar menjadi sub sistem dari sebuah masyarakat

yang sangat kuat, berdiri di atas sub lainnya. Negara hanya menjadi

subordinasi dari pasar dalam upaya mensejahterakan masyarakatnya.

Pasar steril dari kepentingan negara. Kenyataan ini pun telah

Page 5: Libralisme klasik, neoliberalisme, globalisasi

menegaskan bahwa ada gejala baru dari proses tersebut, yaitu

“fundamentalisme pasar”. Pasar dengan hukum-hukumnya menguasai

seluruh kehidupan masyarakat.

Kritik atas paham “absolutisme pasar” muncul dari para pemikir

yang dikenal dengan Marxian. Pemikiran komunitas ini bermula dari

tokoh utamanya yaitu Karl Marx. Melalui mahakaryanya, Das Kapital,

Marx menjelaskan bahwa pasar adalah realitas bentukan dari kelas-

kelas kapitalis penguasa. Pasar menjadi arena perjuangan (champ),

bagi kelas-kelas sosial untuk saling menguasai. Di dalamnya, struktur

pertentangan kelas dilanggengkan. Hukum pasar dalam bentuknya

penawaran dan permintaan terjadi dalam relasi yang tidak seimbang.

Pasar dikendalikan para pemilik modal besar dengan cara

memproduksi barang secara besar-besaran, dari keringat para pekerja.

Nilai barang yang diproduksi pekerja ditukarkan tidak sama di pasaran.

Melainkan mereka menerima lebih rendah dari nilai barang yang dijual.

Disparitas itu disebabkan karena pemanfaatan yang dilakukan para

pemilik modal.

Marx menjelaskan tentang pertentangan yang terjadi di pasar

antara kaum kapital besar dengan kelas-kelas kapital kecil. Kemajuan

industri yang ditandai oleh penemuan teknik-teknik yang lebih baru,

canggih, dan mahal tentu saja tidak bisa dipenuhi oleh perusahaan

dengan modal kecil. Mereka (pemilik modal kecil) tetap memproduksi

barang-barangnya dengan alat-alat tradisional, menjadikan produk-

produk mereka tidak masuk ke pasaran, karena kalah oleh produk

buatan perusahaan-perusahaan dengan modal besar yang diproduksi

dengan alat-alat canggih. Akan terus terjadi pertentangan di antara

dua kelas kapital itu, sampai-sampai para kapital kecil itu menyatukan

diri agar tidak terkalahkan oleh para pemilik modal yang lebih besar.

Page 6: Libralisme klasik, neoliberalisme, globalisasi

Dalam konteks yang lain, penguasaan kapital yang besar-

besaran dibarengi dengan kemajuan alat-alat produksi berteknologi

canggih menuntut pergantian tenaga-tenaga buruh oleh mesin-mesin.

Akibat itu selalu menimbulkan endapan pengangguran yang

memungkinkan pengusaha untuk memperketat syarat kerja buruh dan

menurunkan upah buruh yang sedang bekerja. Dengan bertambah

besarnya kapital, tumbuh juga penghisapan, penderitaan, penindasan,

perbudakan yang menimbulkan kemarahan kelas. Pada gilirannya

akan terjadi revolusi, dan kaum kapitalis tengah menggali liang

kuburnya sendiri. Pada akhirnya, sistem perekonomian liberal-kapitalis

harus digantikan dengan sistem lain yang lebih memperhatikan

masalah pemerataan bagi semua untuk semua, yaitu sistem

perekonomian sosialis-komunis.

Negara dalam hubungannya dengan pasar, oleh Marx, dilihat

tidak jauh bedanya dengan pasar, yaitu sebagai instumen kelas yang

berkuasa untuk mengukuhkan dominasinya terhadap kelas yang

tertindas (pekerja). Negara adalah organ bagi dominasi kelas, organ

bagi penindasan kelas sosial atas kelas lainnya; yang memiliki tujuan

untuk penciptaan keteraturan yang di dalamnya melegalisasi dan

melenggengkan penindasan melalui mekanisme pelunakan

ketegangan-ketegangan antarkelas. Negara dan pasar, sama-sama

alat legitimasi para pemilik modal.

Baik Smith maupun Marx ditengarai tidak mampu menjelaskan

persoalan dengan utuh, di mana ekonomi pasar dan negara di

andaikan ada dalam kondisi yang melulu antagonis. Respon terhadap

dualisme itulah kemudian muncul dari pemikir kelahiran Inggris, Jhon

Maynard Keynes. Pemikir ini menilai Smith keliru dengan mengatakan

bahwa ekonomi pasar akan berjalan otomatis, dan akan stabil kembali

ketika terjadi goncangan-goncangan internal dalam pasar. Menurut

Page 7: Libralisme klasik, neoliberalisme, globalisasi

Smith, keseimbangan ideal terutama sekali termasuk kesempatan

kerja penuh untuk manusia dan mesin, tidak merupakan sebuah

aturan tetapi merupakan sesuatu yang kebetulan saja. Karenanya,

negara sebagai sebuah kekuatan di luar sistem itu harus menyediakan

pekerjaan yang cukup.

Kritik yang sama juga ditujukan Smith kepada Marx. Menurut

Smith, Das Kapital merupakan buku teori yang usang, karena Marx

sendiri tidak pernah sungguh-sungguh membahas pendapat mengenai

penghisapan buruh yang terjadi di dalam bukunya sendiri. Smith

mengatakan, dalam perjuangan kelas orang yang menemukan dirinya,

Keynes, di pihak kaum borjuis yang berpendidikan itu, sedangkan

dalam politik ia berada di pihak kaum liberal, karena kaum konservatif

tidak menawarkan baik makanan, minuman, hiburan intelektual

maupun spiritual. Kritik lain mengambil bentuknya pada tuduhan

bahwa teori nilai lebih (surplus value) Marx tidak mampu menjelaskan

secara tepat tentang nilai komoditas, karenanya dapat diabaikan.

Pasar dalam sistemnya, menurut Keynes, tidak bisa dilepaskan

dari peran negara. Keynes merekomendasikan agar perekonomian

tidak diserahkan begitu saja pada mekanisme pasar. hingga batas

tertentu peran pemerintah diperlukan. Bila terjadi pengangguran,

misalnya, pemerintah dapat memperbesar pengeluarannya untuk

proyek-proyek padat karya. Langkah itu agar sebagian tenaga kerja

yang menganggur bisa bekerja dan pada akhirnya akan meningkatkan

pendapat masyarakat. Begitupun halnya ketika harga-harga naik

cepat, pemerintah bisa menarik jumlah uang beredar dengan

mengenakan pajak yang lebih tinggi sehingga inflasi yang tak

terkendali pun tidak sampai terjadi.

Analisa Keynes bertolak dari kenyataan objektif yang terjadi

pada awal tahun 30-an, di mana perekonomian negara-negara

Page 8: Libralisme klasik, neoliberalisme, globalisasi

pertama mengalami goncangan yang mengakibatkan pada depresi

besar laju ekonomi. Kondisi itu pun menandai runtuhnya tesis yang

pernah dikembangkan para tokoh ekonomi Klasik tentang otonomi

pasar atas negara. Kondisi ini pun menandai gerak pendulum

pertumbuhan ekonomi yang kemudian beralih pada pandangan

pentingnya memperbesar peran pemerintah terhadap pasar.

Demikianlah, dapat secara jelas dikatakan, bila kaum klasik pada

umumnya menganggap tabu campur tangan pemerintah, tapi bagi

Keynes, upaya pemerintah dalam menentukan arah perkembangan

pasar merupakan sebuah keniscayaan. Campur tangan diperlukan

kalau perekonomian berjalan tidak sesuai dengan baik. Meski Keynes

mengkritik liberalisme pasar yang dikembangkan Smith, tapi ia tampak

masih berusaha ingin menyelamatkan sistem liberalisme dengan lebih

mempercantiknya. Lain halnya yang berusaha menghancurkan sistem

tersebut karena dituduh sebagai representasi penguasaan kapitalis,

dan harus diganti dengan sosialis.

Pasar dalam penjelasan Keynes bukan realitas objektif yang

imun dari guncangan, fluktuasi, dan krisis, melainkan ia akan

menemukan hukumnya dalam bentuk yang dinamis. Karenanya

negara bertugas untuk melindungi dan menjaga dari kemungkinan

guncangan itu berakibat lebih jauh terhadap perkembangan ekonomi

masyarakat. Negara menjamin stabilitas pasar dan berkembangnya

masyarakat. Melalui regulasi-regulasi, pembebanan pajak kepada

pemilik modal besar, serta jaminan kesejahteraan sosial bagi

masyarakat, maka negara itu berjalan. Konsep negara dalam bentuk

ini pun sering disebut sebagai negara kesejahteraan (welfare state).

Pandangan Keynes tersebut telah menciptakan revolusi sosial

dalam diskursus ekonomi. Selama tiga atau empat decade sejak tahun

30-an hingga 70-an pandangan Keynes diterima secara luas di negara-

Page 9: Libralisme klasik, neoliberalisme, globalisasi

negara berkembang. Sikap itu didasari pada harapan perbaikan sistem

ekonomi pada negara itu. Hingga pada masa selanjutnya tesis tentang

negara kesehateraan pun mulai dipertanyakan menyusul dengan

stagnasi pertumbuhan ekonomi. Stagnasi diduga akibat proteksi pasar

oleh negara, adanya kebijakan keadilan sosial, dan kesejahteraan bagi

rakyat.

Pendulum sejarah pun kembali bergerak ke arah yang

berlawanan, di mana muncul kembali gagasan liberalisme dalam

bentuknya yang baru atau yang dikenal dengan Neoliberalisme.

Kesepakatan Washington (Washington Consensus) merupakan

menifestasi dari pembelaan ekonomi privat terutama yang dilakukan

oleh perusahaan-perusahaan besar yang mengontrol dan menguasai

ekonomi internasional. Pokok-pokok ajaran neoliberalisme tergambar

pada: pertama, biarkan pasar bekerja, kedua, kurangi pemborosan

dengan memangkas semua anggaran negara yang tidak produktif

seperti subsidi pelayanan sosial, ketiga, lakukan deregulasi ekonomi,

keempat, keyakinan terhadap privatisasi, kelima, keyakinan pada

tanggung jawab individual.

Tokoh yang terkenal penganjur paham ini adalah Milton

Friedman. Pemikir yang masih percaya pada kapitalisme klasik itu

berpendapat bahwa urusan negara hanyalah masalah tentara dan

polisi, yang melindungi hidup dan milik penduduknya (negara sebagai

penjaga). Terutama sekali negara tidak boleh mencampuri

perekonomian dan menarik pajak dari rakyatnya. Karena menurutnya

telah terbukti bahwa krisis ekonomi semakin memburuk jika negara

berusaha untuk mengatasinya.

Ide neoliberalisme sejak penemuannya kali pertama hingga

sekarang seakan menjadi jargon utama bagi perkembangan negara-

negara di dunia. Neoliberalisme meminjam istilah Mansour Fakih telah

Page 10: Libralisme klasik, neoliberalisme, globalisasi

menjadi semacam “agama baru” bagi banyak masyarakat negara-

negara di dunia. Berbagai preskripsi diyakini mampu mengatasi

berbagai kemacetan pertumbuhan ekonomi. Ide ini pun

memaklumatkan akan signifikansi pasar bebas antarnegara dengan

menghilangkan berbagai batasan dan regulasi yang akan menghambat

proses globalisasi ekonomi.

PASAR INDONESIA

Keempat mainstream besar pemikiran itu diadopsi secara luas

oleh masyarakat dunia ketiga. Model-model pembangunan ekonomi

yang telah berhasil dikembangkan di dunia-dunia pertama, diyakini

akan menjadi “obat mujarab” bagi ketertinggalan yang dialami

masyarakat pinggiran. Dengan mencontoh model kebijakan dunia

pertama, dipercaya kemajuan akan dengan cepat mengikuti

perkembangan di dunia ketiga. Globalisasi yang menyebabkan negara-

negara berada dalam satu kesatuan, memungkinkan ekspor pemikiran

terjadi secara luas. Bersamaan dengan itu, maka tidak salah bila

kemudian pada kenyataannya banyak negara-negara dalam

mengembangkan ekonomi masyarakatnya dengan menganut prinsip-

prinsip yang ditawarkan para pemikir ekonomi negara dunia pertama,

tidak terkecuali Indonesia.

Indonesia dalam berbagai rumusan kebijakan ekonomi

negaranya tidak terlepas dari arus utama perkembangan diskursus itu.

Tulisan ini akan menelaah secara lebih jauh perkembangan kebijakan

negara terhadap pasar serta pertumbuhan ekonomi pasar terhadap

masyarakat. Di samping itu akan lebih memberikan penekanan yang

pada masa pemerintahan Orde Baru. Hal ini penting, karena pada

masa ini ditandai fase dimulainya puncak tertinggi dari krisis moneter.

Page 11: Libralisme klasik, neoliberalisme, globalisasi

Perkembangan ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru sering

dinilai oleh sejumlah kalangan lebih berorientasi pada pasar dan

kepentingan para pemilik modal. Artinya kebijakan perekonomiannya

lebih mementingkan kepada para pemilik modal dibanding berpihak

kepada kepentingan rakyat banyak. Seperti diketahui melalui pinjaman

yang diberikan lembaga-lembaga internasional, pemerintah Indonesia

kemudian membangun bidang ekonominya. Pinjaman yang

diberikannya pun bukan tanpa beban, melainkan harus dibayar oleh

pembuatan regulasi-regulasi yang lebih berpihak kepada kepentingan

pasar. Di antaranya menuntut untuk melakukan deregulasi dan

liberalisasi terhadap asset-aset negara. Upaya itu pun sejalan dengan

keinginan agar masuknya “tangan-tangan” asing ke Indonesia.

Pada sisi yang lain, kebijakan itu pun bertolak belakang dengan

undang-undang yang telah digariskan dalam UUD 1945, di mana

pemerintah Indonesia bertanggungjawab untuk mensejahterakan dan

melindungi rakyatnya. Seperti yang tertera jelas dalam UUD pasal 34

yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar

dipelihara oleh negara. Dan pasal 33 menyatakan bahwa bumi, air dan

semua yang memenuhi hajat orang banyak dimiliki oleh negara. Dalam

pada kenyataannya, negara memiliki kecenderungan yang sangat

minim perannya terhadap perkembangan kesejahteraanya, sebaliknya

ia lebih memilih berpihak kepada ekonomi pasar dan lembaga

internasional.

Ekspansi dan intervensi yang besar-besaran lembaga-lembaga

internasional terhadap penentuan arah kebijakan pemerintah

Indonesia, ternyata harus ditanggung oleh mayoritas masyarakat

Indonesia dengan munculnya krisis moneter yang puncaknya terjadi

pada 1997. Intervensi pasar yang begitu besar terhadap negara pada

gilirannya harus diterima oleh Indonesia dengan terjadinya krisis di

Page 12: Libralisme klasik, neoliberalisme, globalisasi

berbagai bidang, mulai dari ekonomi, sosial, politik, budaya, hingga

krisis kepercayaan.

Indonesia ternyata tidak hanya mengalami problem ekonomi,

tapi juga menghadapi persoalan yang cenderung lebih serius, yaitu

mengendurnya negara-bangsa (nation-state). Seperti diketahui bahwa

Ide negara-bangsa mulai mendapati persoalannya setelah ekspansi

besar-besaran yang dilakukan globalisasi. Negara bangsa diyakini

semakin kurang berdaulat ketimbang masa sebelumnya dalam

konteks kontrol atas urusan dalam negeri mereka. Bahkan bersamaan

dengan mengendurnya ide-ide itu muncul pula ramalan atas hilangnya

ide negara bangsa, diganti dengan negara-dunia (nation-global).

Interkoneksi yang menimbulkan saling ketergantungan

antarnegara dalam bingkai kebutuhan bersama melahirkan kebijakan

yang membebaskan ekonomi dari berbagai hambatan sosial:

privatisasi perusahaan publik, deregulasi control negara, liberalisasi

perdagangan dan industri, potongan pajak yang besar, kontrol keras

atas organisasi buruh, serta pengurangan belanja publik.

Semua negara dan masyarakat sama-sama tunduk pada logika

pasar internasional yang pada jangka panjang akan menguntungkan

dan tak terelakan, dan bahwa masyarakat tidak punya pilihan lain

kecuali menerima kekuatan pembentuk dunia itu. Negara-negara tidak

dapat menghindari dari kebijakan lembaga-lembaga ekonomi

internasional seperti IMF dan World Bank. Kepentingan ekonomi

negara dalam posisinya seringkali dikendalikan oleh kepentingan

ekonomi kapitalisme. Negara sepenuhnya menyerahkan mekanisme

pengaturannya kepada pasar.

Pada fase itulah negara mengalami devisit legitimasinya. Ketika

peran negara dalam tidak mampu melindungi ekonomi nasional dari

Page 13: Libralisme klasik, neoliberalisme, globalisasi

gurita ekonomi kapitalis maka pada titik itulah konsep negara-bangsa

mulai mengalami problem sosiologis. Apa yang dialami Indonesia, tidak

lebih dari artikulasi praktik dari sebuah ramalan dan kekhawatiran para

pemikir sebelumnya. Pemerintah Indonesia dalam bentuknya harus

menerima kekalahan dari arogansi pasar yang begitu kuat.

KRISIS LEGITIMASI

Gelombang globalisasi dengan berbagai ajarannya telah

membawa dampak begitu besar dalam kelangsungan sebuah negara

dan kehidupan masyarakat. Bagi negara, krisis legitimasi menjadi

sangat memungkinkan dihadapi. Pasalnya, negara akan diklaim gagal

memenuhi kebutuhan hajat dari rakyatnya setelah orientasinya lebih

beralih kepada mekanisme ekonomi pasar. Orientasi itulah yang

kemudian mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi atau moneter yang

puncaknya pada 1997. Hingga sekarang krisis itu masih terasa

dampaknya.

Krisis ekonomi diramalkan oleh Jurgen Habermas akan

melahirkan krisis legitimasi. Kondisi ini (legitimation crisis) dijelaskan

oleh Habermas melalui pendekatan konsep adaptip (Adaptation),

pencapaian tujuan (Goal Attainment), integrasi (Integration), dan pola

pemeliharaan (Latency) atau dikenal AGIL yang dikembangkan oleh

pemikir sebelumnya, yaitu Talcott Parsons. Adaptation adalah fungsi

bagi sebuah sistem yang menjamin terpenuhinya apa yang dibutuhkan

dari lingkungan dan mendistribusikannya. Sistem ini mengambil

bentuknya pada sistem ekonomi. Goal Attainment adalah fungsi yang

menjamin bagi terpenuhinya tujuan sistem yang diwakili oleh sistem

Page 14: Libralisme klasik, neoliberalisme, globalisasi

politik atau pemerintahan. Integration adalah fungsi dari sebuah sistem

yang menjamin berlangsungnya hubungan antarindividu yang diwakili

oleh komunitas sosial. Latencyadalah prasyarat yang menunjuk pada

cara bagaimana menjamin kesinambungan tindakan sesuai dengan

norma.

                  Legitimasi merupakan output yang lahir dari komunitas

sosial meliputi kepercayaan sosial (social trust) dan solidaritas.

Pengakuan yang lahir dari masyarakat terhadap pemerintah

merupakan input, masukan dari fungsi yang dimainkan sendiri oleh

pemerintah sebagai penjamin tercapainya tujuan dari sistem

masyarakat. Keberadaan negara diakui sejauh memberikan

sumbangan positif bagi pelindungan hak-hak ekonomi warga dalam

memenuhi kebutuhannya. Sebaliknya, bila tidak mampu melindungi

pengakuan dan kepercayaan itu akan luntur.

                  Dalam konteks ini bagaimana pun menurut Habermas

negara tidak dapat terlepas dari perannya terhadap ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi menjadi persoalan pengakuan politik dari

masyarakat. Begitupun sebaliknya krisis ekonomi yang akan terjadi

pun akan menjadi krisis politik. Keadaan ini pada gilirannya akan

memaksa negara untuk menghimpun berbagai sumber dari sistem

sosial budaya untuk memulihkan keseimbangan fungsi. Akan tetapi

karena krisis politik itu sekali lagi mencerminkan konflik kepentingan

mendasar dalam masyarakat kelas, maka mustahil menyelesaikan

persoalan ini langsung melalui mekanisme integrasi sosial. Hal ini

menyebabkan negara semakin kesulitan menjustifikasi kebijakan-

kebijakannya. Kesulitan inilah yang kemudian menciptakan defisit

legitimasi.

                  Ramalan Habermas mendapat artikulasinya dalam bentuk

yang lebih konkrit pada krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia yang

Page 15: Libralisme klasik, neoliberalisme, globalisasi

puncaknya pada 1997. Pemerintah Indonesia yang lebih berpihak

kepada kepentingan pasar ternyata harus mengaku kalah dari

kekuatannya konsekuensinya adalah krisis moneter yang

berkepanjangan. Kedudukan pasar yang begitu besar dalam

menentukan kehidupan masyarakat pada satu sisi, dan lemahnya

sistem pengaturan negara pada sisi yang lain, maka berakibat kuat

pada munculnya destruksi pasar terhadap rakyat kecil atau para

pemilik modal kecil. Negara diklaim tidak mampu menjaga kestabilan

harga dan melindungi warganya yang memiliki kapital kecil dari

hisapan kapital besar. Puncaknya adalah hilangnya trust masyarakat

terhadap pemerintah. Kondisi menghilangnya trust kemudian

berakibat lanjut pada krisis legitimasi terhadap pemerintah.

Fakta ini dapat kita saksikan dari munculnya sejumlah aksi

demontrasi menentang setiap kebijakan pemerintah, bahkan beberapa

bulan yang lalu sempat muncul “cabut mandat” yang dilakukan oleh

sejumlah tokoh nasional terhadap pemerintah yang tengah berjalan

sekarang. Masyarakat seakan berjalan masing-masing, tanpa kendali

pemerintah. Masyarakat tampak seakan memenuhi kebutuhan

hidupnya sendiri dengan bersaing dipasaran. Masyarakat cenderung

tidak lagi percaya dengan keberadaan pemerintah. terlebih lagi pada

masyarakat kecil, yang dewasa ini seringkali menjadi “korban

kebijakan” yang merugikan.

Dalam analisa yang lebih jauh, ternyata ekspansi pasar dalam

dunia kehidupan masyarakat tidak hanya menyebabkan munculnya

krisis legitimasi kepada sistem politik atau pemerintah yang tidak

mampu melindungi dan menjaga dari pemenuhan kebutuhan ekonomi,

melainkan juga menimbulkan konsekuensi bagi krisis yang lain, yaitu

lahirnya krisis motivasi, krisis solidaritas, hingga krisis identitas.

Page 16: Libralisme klasik, neoliberalisme, globalisasi

Mengendurnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah

Indonesia mengakibatkan pada lahirnya gejala krisis motivasi yang

ditandai mulai meredupnya komitmen setiap individu masyarakat

terhadap kerja yang dilakukan selama ini. Masyarakat akhirnya lebih

memiliki motivasi untuk mementingkan kebutuhannya dibanding untuk

mengabdi pada negara. Masyarakat dewasa ini cenderung memiliki

kepercayaannya lebih kepada hukum-hukum yang telah ditentukan di

pasar.

Pada dimensi yang lain, ternyata pengaruh itu tidak berjalan

mulus, ekspansi pasar yang begitu besar dalam menentukan

kebutuhan ekonomi masyarakat ternyata melahirkan destruksi bagi

munculnya krisis dalam bentuk lain, yaitu krisis solidaritas dan krisis

identitas. Masyarakat civil society, dengan berbagai sub sistem di

dalamnya memiliki fungsi perlindungan dan jaminan bagi terjadinya

keberlangsungan dan kesinambungan tindakan setiap komponen di

dalamnya agar sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku. Melalui

norma maupun aturan yang diciptakan baik dari konvensi maupun

secara formal, maka civil society saling memperkuat di antara mereka.

Ikatan yang kuat di antara mereka sendiri melahirkan solidaritas sosial

yang berfungsi memiliki sistem integratif di dalamnya.

                  Ikatan-ikatan solidaritas tersebut akan berada di dalam

ancaman, di mana antara masyarakat akan dengan mudah terjadi

pertentangan. Solidaritas adalah hasil dalam bentuknya yang normatif

dari sebuah hubungan antarmasyarakat yang diatur berdasarkan

sebuah norma. Ikatan-ikatan lama yang mewujud pada terjalinnya

kekerabatan (kinship) akan dengan sendirinya tergantikan dengan

ikatan-ikatan yang lebih bersifat pragmatis dan rasional. Konsekuensi

ekonomi pasar dalam masyarakat berakibat pada tergantikannya

modus relasi antara masyarakat yang sebelumnya diukur berdasarkan

Page 17: Libralisme klasik, neoliberalisme, globalisasi

solidaritas primordial dan kekeluargaan kemudian diganti oleh pola

hubungan yang lebih didasarkan modus produksi ekonomi.

Asumsi itu bisa dibuktikan dengan kenyataan yang terjadi di

banyak masyarakat kita. Hubungan antarmasyarakat cenderung lebih

mempertimbangkan rasionalitas ekonomi atau kalkulasi untung-rugi,

jarang lebih mengedepankan semangat kebersamaan dan

kekeluargaan. Logika-logika ekonomi pasar seringkali digunakan oleh

kebanyakan masyarakat kita dalam membangun hubungan di antara

sesamanya. Institusi-institusi kultural tidak luput dari pengaruh ini,

bahkan hingga ke subsistem yang paling terkecil dalam masyarakat,

seperti keluarga.

Krisis identitas mengambil bentuknya yang lain yang terjadi di

masyarakat. Berbagai ragam nilai dan produk yang ditawarkan oleh

pasar, dan masyarakat memungkinkan mendapat akses secara bebas

terhadap produk-produk itu Nilai-nilai yang lebih mengedepankan

kebebasan, seperti konsumerisme, instans, dan serba cepat kerapkali

direspons secara berlebihan dari masyarakat. Globalisasi yang

menawarkan sejumlah nilai itu pada akhirnya menimbulkan gagap.

Komunitas mengalami meminjam istilah Karl Marx teralienasi, atau

terasing dari kondisi barunya.

Identitas yang dimiliki masyarakat relevansinya dengan ekspansi

globalisasi pasar tengah diuji; apakah akan memilih kooperatif dan

menyesuaikan dengan identitas yang baru atau sebaliknya resistensi

terhadap identitas baru itu. Gejala yang ada di masyarakat sekarang

ditemukan bahwa muncul kecenderungan menguatnya identitas-

identitas kultural seperti dengan munculnya organsasi-organisasi

primordial atau berbasis pada agama tertentu seperti FBR atau FPI.

Identitas masyarakat menjadi lebih sangat beragam dan terpolarisasi

kepada berbagai komunitas tertentu, pada gilirannya kondisi ini akan

Page 18: Libralisme klasik, neoliberalisme, globalisasi

mengancam pada masa depan demokrasi yang tengah berkembang di

Indonesia.

PENGARUH LIBERALISME KLASIK TERHADAP

PERKEMBANGAN NEOLIBERALISME DAN GLOBALISASI

Ekonomi Politik

Oleh :

FIDEL

06193078

Page 19: Libralisme klasik, neoliberalisme, globalisasi

JURUSAN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG 2008