23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jika kita membicarakan musik tentunya tidak akan lengkap apabila tidak membicarakannya dalam konteks kebudayaan. Musik bukanlah sebuah genre seni dan unsur kebudayaan yang berdiri sendiri. Musik selalu berkaitan erat denga aspek fungsi sosial dan sejarah. Musik adalah bahagian dari budaya, yang mencerminkan aspek sosial kemasyarakatan di mana music itu hidup, tumbuh, dan berkembang. Bisa dikatakan seperti itu, karena musik mampu mengekspresikan berbagai hal yang terjadi dalam sistem sosial dan mempunyai fungsi yang sangat luas. Misalnya musik diadakan untuk menghibur penguasa di istana, untuk upacara pernikahan, untuk upacara yang bersifat ritual, hiburan, dan lain-lain--tergantung kepada konteks penyajian dan jenis musik yang dibutuhkan. Dalam mengamati perkembangan musik di Indonesia maupun dunia saat ini, jenis musik yang paling pesat berkembang adalah jenis musik populer. Jenis musik populer tersebut dapat berkembang dengan pesat karena diminati, dimengerti, dan mudah dicerna dalam pemikiran dan kehidupan, oleh masyarakat dari berbagai tingkatan sosial. Misalnya dari kalangan bawah sampai kalangan atas khususnya generasi muda. Selain diminati dan dimengerti, segala sesuatu yang berhubungan dengan musik populer dapat dengan cepat menyebar luas di tengah-tengah masyarakat, melalui media cetak dan elektronik atau digital, seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, dan lain-lainnya. Tumbuh dan berkembangnya sebuah unsur kebudayaan, dapat dilihat dari hasil karya yang didasari oleh ide-ide kreatif oleh tokoh-tokoh di bidang tersebut, Universitas Sumatera Utara

Chapter I

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Chapter I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Jika kita membicarakan musik tentunya tidak akan lengkap apabila tidak

membicarakannya dalam konteks kebudayaan. Musik bukanlah sebuah genre seni

dan unsur kebudayaan yang berdiri sendiri. Musik selalu berkaitan erat denga aspek

fungsi sosial dan sejarah. Musik adalah bahagian dari budaya, yang mencerminkan

aspek sosial kemasyarakatan di mana music itu hidup, tumbuh, dan berkembang.

Bisa dikatakan seperti itu, karena musik mampu mengekspresikan berbagai hal yang

terjadi dalam sistem sosial dan mempunyai fungsi yang sangat luas. Misalnya musik

diadakan untuk menghibur penguasa di istana, untuk upacara pernikahan, untuk

upacara yang bersifat ritual, hiburan, dan lain-lain--tergantung kepada konteks

penyajian dan jenis musik yang dibutuhkan.

Dalam mengamati perkembangan musik di Indonesia maupun dunia saat ini,

jenis musik yang paling pesat berkembang adalah jenis musik populer. Jenis musik

populer tersebut dapat berkembang dengan pesat karena diminati, dimengerti, dan

mudah dicerna dalam pemikiran dan kehidupan, oleh masyarakat dari berbagai

tingkatan sosial. Misalnya dari kalangan bawah sampai kalangan atas khususnya

generasi muda. Selain diminati dan dimengerti, segala sesuatu yang berhubungan

dengan musik populer dapat dengan cepat menyebar luas di tengah-tengah

masyarakat, melalui media cetak dan elektronik atau digital, seperti radio, televisi,

surat kabar, majalah, dan lain-lainnya.

Tumbuh dan berkembangnya sebuah unsur kebudayaan, dapat dilihat dari

hasil karya yang didasari oleh ide-ide kreatif oleh tokoh-tokoh di bidang tersebut,

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter I

termasuk musik populer. Pada awalnya musik populer tercipta karena adanya kontak

kebudayaan (culture contact). Blues adalah genre musik dalam budaya Afroamerika

yang mempunyai ciri sinkopasi dan blue note. Kemudian unsur klasik Barat

digabungkan dengan budaya Afroamerika sehingga terbentuk musik ragtime, yang

kemudian berkembang menjadi jazz. Sama halnya dengan terbentuknya rock n’roll

tokoh yang paling penting pada jenis musik ini adalah Elvis Presley yang

mempertemukan unsur blues dan country. Kontak kebudayaan itu terjadi, dan

didasari oleh ide-ide kreatif oleh tokoh musik sehingga tercipta banyak jenis musik

populer dewasa ini. Musik populer juga selalu memiliki hubungan dengan eksistensi

bangsa atau dalam tataran yang lebih kecil adalah etnik.

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki identitas sebagai negara

multietnik. Indonesia adalah sebuah negara yang terdiri dari beragam etnik, seperti:

Jawa, Bali, Madura, Sunda, Tamiang, Kluet, Aneuk Jamee, Aceh Rayeuk, Alas,

Gayo, Pakpak-Dairi, Batak Toba, Simalungun, Banjar, Bawean, Jawa, Sunda,

Madura, Bali, Sasak, Makassar, Bugis, Ambon, Dayak (Kadazan, Iban, Kenyah,

Modang), Asmat, Danu, Sentani, dan lainnya. Selain itu Indonesia juga dihuni oleh

para pendatang dari kawasan lainnya di dunia.

Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di Indonesia, yang penduduknya

dari berbagai kelompok etnik, yang secara garis besar dapat digolongkan ke dalam

tiga kategori, yaitu: (a) etnik setempat, yang terdiri dari delapan kelompok etnik:

Melayu, Karo, Pakpak-Dairi, Batak Toba, Simalungun, Mandailing-Angkola, Pesisir

Tapanuli Tengah, dan Nias, ditambah etnik Lubu dan Siladang; (b) etnik pendatang

Nusantara, seperti: Aceh, Minangkabau, Jawa, Sunda, Banjar, Makasar, Bugis, dan

lainnya; (c) etnik pendatang Dunia, seperti: Hokkian, Hakka, Kwong Fu, Kanton,

Benggali, Tamil, Sikh, Arab, dan lainnya. Pada masa sekarang ini penduduk

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter I

Sumatera Utara berjumlah sekitar 13 juta, termasuk salah satu provinsi terpadat

penduduknya di Indonesia (sumber: www.sumut.go.id).

Etnik Batak Toba adalah salah satu etnik natif Sumatera Utara, yang daerah

kebudayaannya berada di seputar danau Toba, yang kini adalah sebagai salah satu

pusat industri pariwisata di Indonesia. Etnik Batak Toba pada masa sekarang ini

daerah budayanya meliputi empat Kabupaten di Sumatera Utara, yaitu Kabupaten: (a)

Tapanuli Utara, (b) Toba Samosir, (c) Samosir, dan (d) Humbang Hasundutan.

Mereka memiliki berbagai kesenian, seperti sastra, tari (tortor), musik (gondang), dan

rupa (gorga), dan lain-lain. Masyarakat Batak Toba ini sejak abad ke-19 telah

berinteraksi secara pesat dengan peradaban Eropa dan agama Kristen Protetan

khususnya dari organisasi Reinische Mission Gesselschaft (RMG) yang kemudian

berubah menjadi Verenigte Evangelische Mission (VEM). Awalnya agama Protestan

ini berkembang dibawa oleh Ingwer Ludwig Nommensen. Dalam gereja Huria

Kristen Batak Protestan (HKBP) dimasukkan berbagai unsur musik Eropa, seperti

penggunaan ensambel musik tiup, penggunaan empat suara dalam paduan suara

dengan teknik khordal, dan lain-lain.

Kemudian selaras dengan perkembangan teknologi, budaya musik populer

Barat juga masuk ke Indonesia, termasuk ke wilayah budaya etnik Batak Toba.

Mereka dengan didasari oleh pengalaman kultural sebelumnya dengan antusias

mencipta lagu-lagu (musik) populer Batak Toba, dengan berbagai kreativitas dan

akulturasinya dengan budaya Barat. Pada paruh pertama abad ke-20, muncullah

berbagai komponis ternama dari etnik Batak Toba ini. Bahkan beberapa di antaranya

adalah komponis lagu-lagu nasional Indonesia, di antaranya adalah Cornel

Simanjuntak, di samping itu ada Ismail Hutajulu, Nahum Situmorang, Tilhang

Gultom, dan lain-lainnya. Sesudah itu muncul pula berbagai komponis musik populer

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter I

Batak Toba seperti Sidik Sitompul (S. Dis) dan Buntora Situmorang. Sementara itu

muncul pula berbagai kelompok musik populer Batak Toba seperti: Trio Ambisi,

Trio Amsisi, Trio Lasidos, Trio Maduma, Panjaitan Bersaudara, Nainggolan Sisters,

dan yang terkini adalah Marsada Band, dan lain-lain. Dalam pertunjukannya, mereka

melakukan akulturasi antara budaya Barat dan Batak Toba, yang diadun sedemikian

rupa menjadi budaya populer. Musik populer Batak Toba itu berkembang dengan

masuknya pengaruh budaya asing dan berinteraksi dengan budaya Batak Toba.

Awalnya musik populer Batak Toba dipengaruhi oleh musik gereja, yang dapat

ditelusuri melalui penggunaan tangga nada diatonis (diatonic scale) nampak di dalam

melodi-melodi yang diciptakan dan digunakan dalam berbagai peristiwa budaya.

Seiring perkembangan zaman dan teknologi, masyarakat dan para pemusik

Batak Toba banyak mendengar berbagai jenis irama, dengan media utamanya adalah

radio, tape recorder, video compact disk, dan televisi. Karena seringnya mendengar

musik dalam berbagai irama, para pemusik mendapatkan wawasan secara musikal,

alhasil timbul keinginan para pemusik membuat sesuatu yang baru di dalam musik

populer Batak Toba yang membawa musik Batak Toba itu kepada perkembangan-

perkembangan.

Lagu-lagu Batak sendiri banyak dinikmati oleh masyarakat baik yang dari

masyarakat Batak sendiri maupun masyarakat diluar kebudayaa Batak Toba. Lagu-

lagu tersebut merupakan hasil karya dari musisi-musisi Batak seperti Nahum

Situmorang, Tilhang Gultom, Cornel Simanjuntak, Joe Harlen Simanjuntak, L.

Manik, Daulat Hutagaol, Bachtiar Panjaitan, Erick Silitonga, Parhiutan Manik,

Abidin Simamora, dan lain sebagainya. Mereka inilah yang membuat musik dan lagu

Batak bisa dinikmati oleh masyarakat luas khususnya penduduk yang ada di

Sumatera Utara ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter I

Ada beberapa lagu Batak yang cukup popular hinga saat ini, seperti lagu yang

diciptakan oleh musisi-musisi Batak ini sangat terkenal sebut saja Sitogol, Maria,

Sihutur Sanggul, dan lainnya. Lagu-lagu tersebut sudah beberapa kali dirilis ulang

oleh beberapa musisi lain bahkan oleh musisi di era yang berbeda. Selain itu lagu-lagu

tersebut masih terbilang sering disiarakan di beberapa media radio yang menyiarkan

khusus lagu-lagu yang berakar pada budaya Batak, seperti stasiun radio Teladan FM

dan Kardopa FM.

Namun demikian, disisi lain, pada saat musisi-musisi Batak meninggal dunia

dan tidak bisa menghasilkan karya lagi, maka musik Batak pun redup karena adanya

kejenuhan. Sehingga ada sekelompok musisi Batak yang membuat garapan dan

pertunjukan baru dari ciptaan-ciptaan terdahulu dengan memberi warna baru dalam

perindustrian musik Batak, seperti yang dilakukan oleh Marsada Band. Pada masa

kini kelompok band ini sangat diminati oleh para pencinta musik popular Batak.

Bahkan setiap hari di tahun 2011 ini lagu Maria yang mereka garap dan pertunjukkan

ditayangkan di televisi Deli TV, pagi dan sore hari.

Marsada Band adalah kelompok musisi Batak yang berasal dari Pulau Samosir

yang terdirir dari tujuh personil yaitu, (1) Marlundu Situmorang, (2) Monang

Sidabutar, (3) Jannen Sigalinging, (4) Kolous Sidabutar, (5) Pardi Sidabutar, (6)

Lundu Sidabutar, dan (7) Hobbi Sinaga. Mereka inilah yang membawa musik yang

baru, tetapi dengan menggunakan lagu-lagu “lama” (artinya lagu Batak Toba yang

telah ada sebelumnya), yang dikolaborasikan dengan alat musik tradisi Batak dan

modern.

Alat musik yang mereka gunakan antara lain: gitar (melodi, ritem, bas),

marakas, taganing, garantung, kadang-kadang memakai hasapi, dan sulim. Kemudian

mereka menambahkan musiknya dengan satu buah kontrabas, serta botol sebagai

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter I

pengatur tempo yang mereka sebut hesek. Mereka ini adalah pemuda-pemuda Batak

Toba yang bisa saya katakan sebagai musisi yang kreatif, karena di samping mereka

memainkan alat musik, mereka juga membuat sebuah kesepakatan untuk bernyanyi

sekaligus memainkan alat musik.

Di saat mereka membuat sebuah grup Marsada Band ternyata respon dari

masyarakat cukup menyukai karya mereka dengan kualitas musik yang mereka buat

sendiri. Sehingga mereka membuat sebuah album musik pertamanya yang terdiri dari

14 lagu dari berebagai pencipta. Tampaknya kelompok Marsada Band ini memilih-

milih lagu-lagu Batak baik yang sifatnya anonim maupun yang telah ada

pengarangnya, yang mereka anggap akan dapat diterima masyarakat pencinta musik

populer Batak.

Lagu-lagu tersebut semuanya adalah lagu Batak. Secara teknis lagu-lagu ini

dinyanyikan dengan vokal, secara responsorial, dengan tekstur homofoni atau

polifoni, dan menggunakan unsur seri harmoni, sebagaimana yang lazim dalam tradisi

music popular Batak Toba. Selain itu, dalam video compact disk (VCD) yang mereka

hasilkan, mereka menggunakan para penari Batak Toba yang cantik-cantik untuk

memanjakan penonton secara audiovisual. Ini juga teknik tersendiri Marsada Band

dalam menggarap dan mempertunjukkan lagu-lagu Batak. Di bawah ini, terdapat 14

lagu dengan berbagai pencipta yang dikemas dalam Album Marsada Band.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter I

Tabel 1.1

Daftar Lagu-lagu Batak yang Dipertunjukkan Marsada Banda dalam

Album Pertama Mereka

No Judul Lagu Pencipta

1 Maria Joe Harlen Simanjuntak

2 Boasa Ma Abidin Simamora

3 Molo Hu Ingot Parhiutan Manik

4 Marsitogol Nahum Situmorang

5 Di Parsobanan Daulat Hutagaol

6 Rosita Nahum Situmorang

7 Sada Do Bachtiar Simanjuntak

8 Marmasak Sandiri Erick Silitonga

9 Pulau Samosir Nahum Situmorang

10 Baringin Sabatola Nahum Situmorang

11 Sihutur Sanggul NN

12 Gondang Mula-mula NN

13 Silambiak Ni Pinasa NN

14 Sirait Nabolon NN

Sumber: Album Pertama Marsada Band (2009)

Dengan pola-pola menggarap dan mempertunjukkan lagu-lagu dan music

Batak Toba seperti di atas, akhirnya mereka sangat laris diundang oleh masyarakat

untuk mengadakan pertunjukan secara live (langsung). Khususnya oleh para pencinta

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter I

lagu-lagu Batak. Misalnya pada Pesta Danau Toba tahun 2010 dan Pekan Raya 2010.

Bahkan kelompok musik ini akan mengisi acara pada Perayaan Hari Jadi Kabupaten

Samosir (Samosir Fiesta 2011) pada akhir bulan Juli, dan masih banyak lagi.

Di sisi lain, teryata kelompok ini dikenal dan diminati oleh masyarakat luar

negeri terbukti mereka sering diundang untuk mengisi acara bertaraf internasional.

Misalnya pada tahun 2009 mereka diundang untuk melakukan pertunjukan music di

Inggris dan beberapa Negara Eropa lainnya seperti Jerman dan Belanda di tahun yang

sama.

Keunikan lain dari Marsada Band adalah alat musik yang digunakan selain

alat musik yang tersebut di atas, adalah menggunakan balanga (kuali). Awalnya ide

ini datang dari inspirasi pribadi personil Marsada Band, Jannen Sigalingging. Ia

membuat tambahan equipment musik dalam Marsada Band yang mereka sebut Sambo

(Samosir Bonggo). Sambo ini terdiri dari drum, simbal, serta balanga (kuali) yang

juga berfungsi sebagai bas, yang menghasilkan suara boom-boom. Kolaborasi

equipment ini sudah berjalan sejak tahun 2009, tutur Lundu Sidabutar (wawancara

penulis dengannya 20 November 2010).

Dari uraian ini penulis sangat tertarik dengan keunikan dan kreativitas yang

mereka miliki serta menambahkan unsur-unsur musik modern seperti gitar, kontrabas,

dan bas. Sedangkan musik tradisinya garantung, hesek, taganing, dan sulim. Untuk

itu penulis merasa bahwa Marsada Band memang sangat baik untuk dibahas dengan

pendekatan etnomusikologi, karena kemampuan mereka menggarap dan

mempertunjukkan lagu-lagu Batak dengan sentuhan estetikanya, yang kemudian

diterima oleh masyarakat luas.

Berbagai definisi tentang etnomusikologi telah dikemukakan dan dianalisis oleh

para pakar etnomusikologi. Dalam edisi berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter I

Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni

Indonesia (STSI) Surakarta, telah mengalihbahasakan berbagai definisi

etnomusikologi, yang terangkum dalam buku yang bertajuk Etnomusikologi, 1995,

yang disunting oleh Rahayu Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan

Indonesia, yang berkantor pusat di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P. Merriam

mengemukakan 42 definisi etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi

sejarah dimulai oleh Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976

(Supanggah ed., 1995).1

`Lihat lebih jauh R. Supanggah, 1995. Etnomusikologi. Surakarta: Yayasan bentang Budaya, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: (a) “Beberapa Definisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,” (b) “Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,” (c) “Metode dan Teknik Penelitian dalam Etnomusikologi.” Sementara Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk “Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis artikel “Etnomusikologi: Definisi dalam Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang berjudul “Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.” Buku ini barulah sebagai alihbahasa terhadap tulisan-tulisan etnomusikolog (Barat). Ke depan, dalam konteks Indonesia diperlukan buku-buku panduan tentang etnomusikologi terutama yang ditulis oleh anak negeri, untuk kepentingan perkembangan disiplin ini. Dalam ilmu antropologi telah dilakukan penulisan buku seperti Pengantar Ilmu Antropologi yang ditulis antropolog Koentjaraningrat, diikuti oleh berbagai buku antropologi lainnya oleh para pakar generasi berikut seperti James Dananjaya, Topi Omas Ihromi, Parsudi Suparlan, Budi Santoso, dan lain-lainnya.

Dari 42 definisi tentang etnomusikologi dapat diketahui bahwa etnomusikologi

adalah fusi dari dua disiplin utama yaitu musikologi dan atropologi, pendekatannya

cenderung multi disiplin dan interdisiplin. Etnomusikologi masuk ke dalam bidang

ilmu humaniora dan sosial sekali gus, merupakan kajian musik dalam kebudayaan,

dan tujuan akhirnya mengkaji manusia yang melakukan musik sedemikian rupa itu.

Walau awalnya mengkaji budaya musik non-Barat, namun sekarang ini semua jenis

musik menjadi kajiannya namun jangan lepas dari konteks budaya. Dengan

demikian, masalah definisi dan lingkup kajian etnomusikologi sendiri akan terus

berkembang dan terus diwacanakan tanpa berhenti.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter I

Dalam penelitian ini, Marsada Band dapat dikaji dari sisi etnomusikologi, yaitu

mengkaji musik yang digarap dan dipertunjukkannya dalam konteks kebudayaan

Batak Toba secara umum. Yang menjadi permasalahan utama kajian adalah unsur

kreativitas garapan dan pertunjukan musik mereka. Kemudian dalam konteks budaya,

unsur-unsur tradisional dan modern dipadukan dalam garapan musik mereka.

Masyarakat Batak secara umum juga menyukai musik mereka ini. Untuk itu penulis

memberi judul skripsi ini dengan, Analisis Lagu-lagu Batak yang Digarap dan

Dipertunjukan Kembali oleh Marsada Band.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian pada Latar Belakang yang tertera diatas, maka terdapat

pokok permasalahan mengenai tulisan karya ilmiah ini:

1. Bagaimana lagu-lagu Batak (baik yang anonim atau telah ada pengarangnya)

yang digarap dan dipertunjukan kembali dengan kemampuan estetis oleh grup

Marsada Band sehingga disukai oleh masyarakat?

2. Bagaimana eksistensi dan perjalanan karir Marsada Band sehingga dapat

dikenal oleh kalangan masyarakat Batak, bahkan sampai ke Eropa?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian bertujuan untuk mengetahui atau mengungkapkan objek

yang diteliti yang bertujuan untuk menemukan sebuah kesimpulan dari sebuah

masalah antara lain,

1. Untuk mengetahui lebih jelas struktur musikal yang digarap dan

dipertunjukkan oleh Marsada Band.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter I

2. Untuk mengetahui eksistensi perjalanan dari kelompok Marsada Band.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini khusunya terhadap masyarakat luar, pada saat

membaca penulisan karya ilmiah ini. Adapun manfaat tersebut antara lain;

1. Untuk mengetahui alasan mereka dalam mengarap dan mempertunjukkan

musik Batak, menjadi musik gaya mereka sendiri, dan menjadikan musik

Batak lebih dicintai dan dapat dinikmati oleh para pemiliknya.

2. Dapat memberi sumbangsih pemikiran yang sederhana terhadap

perkembangan musik-musik Batak yang lain.

3. Agar masyarakat lebih menyadari bahwa pentingnya musik daerah sendiri.

4. Untuk pengembangan keilmuan, khususnya disiplin etnomusikologi dalam

konteks mengkaji bagaimana seniman-seniman di tempat tertentu mengolah,

menggarap, dan mempertunjukan music dengan estetika yang baru sehingga

diterima oleh masyarakat luas. Tentu saja dalam hal ini menekankan kajian

kepada musik, estetika, fungsionalisasi, dan budaya populer.

5. Menjadikan penulis menjadi sarjana seni dalam konteks menyelesaikan studi

di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera

Utara, yang telah menyelesaikan mata-mata kuliah lainnya. Semoga penulis

bermanfaat bagi etnik Batak Toba, bangsa, dan negara Republik Indonesia.

6. Sebagai bahan kajian lebih lanjut bagi disiplin-disiplin ilmu terkait, baik

dalam lingkup humaniora, sosial, maupun eksakta.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter I

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Konsep merupakan defenisi singkat dari apa yang diamati. Konsep

menentukan variabel-variabel utama dan kita ingin menentukan adanya hubungan

empiris ( Merton, 1963:89).

Dalam penulisan konsep ini, penulis akan menerangkan kata-kata kunci

dalam judul tulisan yaitu: Analisis Lagu-lagu Batak yang Digarap dan Dipertunjukan

Kembali oleh Marsada Band. Agar pembaca memahami maksud dari judul tulisan

ini.

Kata analisis berasal dari kata analisa yaitu, penyelidikan dan penguraian

terhadap masalah untuk mengetahui keadaan yang sebenar-benarnya serta proses

pemecahan masalah yang dimulai dengan dugaan akan sebenarnya.

Sedangkan struktur adalah bagunan (teoritis) yang terdiri atas unsur-unsur

yang berhubungan satu dengan lain dalam satu kesatuan (Kamus Besar Bahasa

Indonesia 1988).

Kata garapan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988) adalah

mengandung makna diolah dan diberi suasana estetika. Kata ini juga mengandung

makna adanya proses kreativitas seni yang menjadikan karya-karya seperti music, tari,

teater, dan seni rupa menjadi indah, dan akhirnya disukai oleh banyak orang.

Menurut Takari (2010) seni persembahan telah menjadi suatu disiplin ilmu

pengetahuan yang mencoba menerapkan berbagai kajian dan metodologi, yang

bersifat integratif dan interdisiplin. Kajian perbandingan dilakukan terhadap perilaku

manusia dalam kehidupan sehari-hari, olah raga, sirkus, perayaan, upacara, hingga

kepada pertunjukan musik, tari, dan teater, yang menekankan aspek estetika. Dalam

mata kuliah teori dan metodologinya, dilakukan usaha untuk mengembangkan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter I

sekumpulan konsep dan pendekatan yang spesifik. Ilmu ini menggunakan teori-teori

dan metodologi-metodologi dalam disiplin ilmu antropologi, sosiologi, sejarah, teori

sastera, semiotik, analisis struktural, teori feminimisme, etnologi, analisis gerak-gerik,

psikologi perseptual, estetika, dan teori seni pertunjukan itu sendiri. Untuk

memberikan perspektif persembahan yang terintegrasi, tari dan musik tidak hanya

dipelajari sebagai pertunjukan yang berdiri sendiri, tetapi juga sebagai bagian dari

teater, ritual, dan kehidupan sosiobudaya.

1.4.2 Teori

Untuk mengkaji musik Batak yang digarap dan dipertunjukkan kembali oleh

Marsada Band, penulis menggunakan teori semioti pertunjukan. Seperti yang

dikemukakan oleh owzan dan Pavis (dalam Takari 2008), pendekatan seni salah

satunya mengambil teori semiotika dalam usaha untuk memahami bagaimana makna

diciptakan dan dikomunikasikan melalui sistem simbol yang membangun sebuah

peristiwa seni. Dua tokoh perintis semiotik adalah Ferdinand de Saussure seorang ahli

bahasa dari Swiss dan Charles Sanders Pierce, seorang filosof dari Amerika Serikat.

Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang membuat lambang bahasa itu terdiri dari

sebuah imaji bunyi (sound image) atau signifier yang berhubungan dengan konsep

(signified). Setiap bahasa mempunyai lambang bunyi tersendiri.

Peirce juga menginterpretasikan bahasa sebagai sistem lambang, tetapi terdiri

dari tiga bagian yang saling berkaitan: (1) representatum, (2) pengamat (interpretant),

dan (3) objek. Dalam kajian kesenian berarti kita harus memperhitungkan peranan

seniman pelaku dan penonton sebagai pengamat dari lambang-lambang dan usaha kita

untuk memahami proses pertunjukan atau proses penciptaan. Peirce membedakan

lambang-lambang ke dalam tiga kategori: ikon, indeks, dan simbol. Apabila lambang

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter I

itu menyerupai yang dilambangkan seperti foto, maka disebut ikon. Jika lambang itu

menunjukkan akan adanya sesuatu seperti timbulnya asap akan diikuti api, disebut

indeks. Jika lambang tidak menyerupai yang dilambangkan, seperti burung garuda

melambangkan negara Republik Indonesia, maka disebut dengan simbol.

Dengan mengikuti pendekatan semiotik, maka dua pakar pertunjukan budaya,

Tadeuz Kowzan dan Patrice Pavis dari Perancis, mengaplikasikannya dalam

pertunjukan. Kowzan menawarkan 13 sistem lambang dari sebuah pertunjukan

teater--8 berkaitan langsung dengan pemain dan 5 berada di luarnya. Ketiga belas

lambang itu adalah: kata-kata, nada bicara, mimik, gestur, gerak, make-up, gaya

rambut, kostum, properti, setting, lighting, musik, dan efek suara.

Meriam (1964:44-47) mengatakan apa yang dikerjakan oleh etnomusikologi di

lapangan ditentukan oleh rumusan metodenya yang tidak hanya dari aspek saja, tetapi

sosial budaya, psikologi, dan estetika yang baik. Oleh karena itu ada enam area

pemeriksaan untuk diperhatikan dalam penulisan karya ilmiah ini, antara lain:

1. kebudayaan material musik,

2. studi terhadap teks nyanyian,

3. studi terhadap kategori musik,

4. studi terhadap para pemusik,

5. studi dengan penekanan pada penggunaan dan fungsi musik, dan

6. studi tentang musik sebagai aktivitas kreatif kebudayaan.

Melalui teori di atas, penulis mengarahkan tulisan ini dengan pembahasan

utama yaitu studi terhadap poin keenam yaitu tentang musik sebagai aktivitas dan

kreativitas kebudayaan yang dilakukan oleh Marsada Band dalam merubah musik

terhadap lagu-lagu batak dari musisi-musisi batak terdahulu.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter I

Bila dilihat dalam pokok permasalahan yang berbicara gaya dan karakter,

disini penulis juga menjelaskan apa itu gaya dan karakter. Menurut Jeff Todd Titon

yang dimaksud gaya dan karakter adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

organisasi bunyi musikal itu sendiri, anatara lain:

1. elemen-elemen nada yaitu, tengga nada, modus, melodi, harmoni, sistem laras,

dan lain-lain,

2. elemen-elemen waktu yaitu, ritme dan metrik,

3. elemen warna suara yaitu, kualitas suara dan warna suara instrumen, dan

4. intensitas bunyi yaitu, keras dan lembut.

Keseluruhan ini tergantung pada aspek estetika suatu kebudayaan musik.

Dengan kata lain, gaya dan nilai estetika secara bersamaan diciptakan suatu bunyi

musikal yang dapat dikenal suatu kelompok masyarakat dan memahaminya sebagai

milik sendiri. Dari uraian konsep dan teori yang tertera diatas inilah yang akan penulis

bahas dalam tulisan karya ilmiah ini terhadap objek yang diteliti.

1.5 Metode Penelitian

Metode yang penulis lakukan adalah dengan cara mencari tahu dan

mewawancari informan pangkal dan informan kunci. Informal pangkal adalah sebuah

informan yang dianggap banyak tahu dan mengerti mengenai kebudayaan Batak.

Mereka sendiri terdiri dari musisi-musisi Batak, dan para budayawan Batak,

selanjutnya dari mereka ini akan terkuat siapa-siapa saja yang sangat cocok untuk

dituliskan ke dalam tulisan karya ilmiah yang menjadi topik pembahasan yang

biasanya disebut informan kunci.

Pada tahap sebelum penulis turun ke lapangan, penulis mempersiapkan segala

sesuatu yang berkaitan dengan penelitian seperti kamera digital untuk mengambil

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter I

gambar agar lebih jelas dan terbukti. Serta alat perekam suara, pada saat melakukan

wawancara. Kemudian studi kepustakaan sebagai informan awal yang dijadikan acuan

dengan membaca buku-buku serta mencari tahu dengan menggunakan internet yang

berhubungan dengan objek penelitian. Agar dapat berjalan dengan lancar sampai

selesainya penulisan karya ilmiah ini.

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam tulisan ini adalah metode

deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu suatu penelitian yang berdasarkan atas

tujuannya dalam menggambarkan dan menafsirkan data yang dijumpai di lapangan.

Metode ini bertujuan untuk menggambarkan dengan jelas sifat-sifat suatu individu,

keadaan, gejala, kelompok tertentu, menentukan frekuensi atau penyebaran dari suatu

gejala lain dalam suatu masyarakat (Koentjaraning-rat,1990:29).

Dalam rangka kerja penelitian ini, penulis juga berpedoman pada disiplin

etnomusikologi. Seperti yang disarankan Curt Sachs dalam Nettl (1964:62) yaitu

penelitian etnomusikologi dibagi dalam dua jenis pekerjaan yakni kerja lapangan

(field work) dan kerja laboratorium (deks work). Kerja lapangan meliputi studi

kepustakaan, observasi, wawancara, dan perekaman lagu. Sedangkan kerja

laboratorium meliputi pembahasan dan penganalisisan data yang telah diperoleh

selama penelitian. Sehingga melalui pendekatan ini penulis lebih terfokus dan

memusatkan objek yang ingin diteliti untuk dituliskan kedalam karya ilmiah ini serta

dapat dipertangung jawabkan.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Maksud dari studi kepustakaan adalah mendapat data berupa tulisan yang

bersal dari buku-buku, jurnal, majalah seni, skripsi-skripsi di Perpustakaan

Departemen Etnomusikologi.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter I

Sehingga pada tahap awal dalam kerja lapangan ini, penulis terlebih dahulu

melakukan studi kepustakaan yaitu mencari buku, makalah, skipsi-skripsi

Etnomusikologi dan literatur-literatur yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

Studi kepustakaan ini dipergunakan untuk mengetahui konsep-konsep dan teori-teori

yang erat kaitannya dengan apa yang akan diteliti. Studi ini merupakan landasan bagi

penulis dalam melakukan penelitian.

1. Buku-buku yang digunakan adalah Kebudayaan Musik Pasifik, Timur Tengah,

dan Asia yang diterjemahkan oleh Muhammad Takari (1993). Bku aslinya adalah

dalam bahasa Inggris oleh William P. Malm, 1977. Music Cultures of the Pacific,

Near East, and Asia. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. Buku ini menjadi

panduan untuk menganalisis melodi lagu-lagu yang dipertunjukkan dan digarap

kembali oleh Marsada Band.

Untuk penulisan karya ilmiah ini, penulis juga mencari tahu lewat internet.

2. Tulisan ilmiah lainnya yang digunakan untuk enambah wawasan adalah

skripsi Ruth Apulina Sitompul yang berjudul Musik Populer Barat dalam Kehidupan

Generasi Muda di Medan: Suatu Kajian Sosiomusikologis. Dalam skripsi ini dibahas

pengaruh musik terhadap generasi muda ditinjau dari aspek sosiologi dan psikologi.

Ruth Apulina Sitompul mengatakan musik populer yang diciptakan seorang atau lebih

disukai dan diminati masyarakat cepat menyebar luas, sarana penyebarannya adalah

media massa elektronik. Musik populer sangat dekat dengan masyarakat khususnya

generasi muda karena dapat mewakili jiwa mereka dan menunjukkan hubungan antara

sosiologi dan musik. Dalam skripsi ini juga dibahas tentang masyarakat khususnya

generasi muda dalam kehidupan sehari-hari mempunyai hubungan dengan dunia

musik dan saling mempengaruhi timbal balik.

3. Skripsi Ivo Kesuma yang berjudul Musik Populer Batak Toba: Suatu

Observasi Musikologi-diskografis. Di dalam skripsi ini dikaji perkembangan musik

populer Batak Toba dan minat umum masyarakat Batak Toba secara umum di dalam

penyimpulannya minat masyarakat Batak Toba tersebut terhadap musik yang berasal

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter I

dari tradisinya sendiri sangat umum khususnya generasi muda, lagu-lagu populer

Batak Toba merupakan gambaran tentang kehidupan masyarakat Batak Toba.

4. Buku yang berjudul Musik dan Ideologi Pasar karangan C. Teguh Budiarto.

Di dalam buku ini diutarakan bahwa musik tidak hhanya enak didengarkan melainkan

juga bisa melenakan pendengarnya. Musik modern telah kehilangan auura, telah

kehilangan pamornya. Penyebabnya musik tidak lagi otonom dalam penciptaannya,

dia hanya menjadi alat ideologis kelompok tertentu. Tegasnya, musik telah menjadi

propaganda pihak-pihak tertentu. Termasuk menjadi alat kepentingan pasar, ketika

kaum borjuis memperhitungkan pasar dalam segala bidang seiring dengan

meningkatnya industrialisasi—industri budaya dan perdagangan seni.

4. Peter Manuel dalam bukunya yang bertajuk Popular Music of the non-

Western Worlds: An Introduction Survey. Dalam buku in dikaji secara umum

keberadaan mussik-musik populer yang ada di seluruh dunia di luar kebudayaan

Barat. Misalnya saja musik-musik populer di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.

5. Untuk mengkaji fungsi musik populer Batak Toba dalam masyarakatnya,

peneliti menggunakan teori fungsionalisme. Teori ini pada prinsipnya menyatakan

bahwa segala aktivitas kebudayaan sebenarnya bermaksud memuaskan suatu

rangkaian dan kebutuhan-kebutuhan naluri manusia yang berhubungan dengan

kehidupannya, misalnya: kesenian timbul karena pada mulanya manusia hendak

memuaskan kebutuhan nalurinya akan keindahan; ilmu pengetahuan timbul karena

kebutuhan naluri manusia untuk selalu ingin tahu. Dalam konteks seni dangdut,

seni ini muncul karena berbagai kebutuhan dalam budaya masyarakat Indonesia.

6. Buku lainnya yang menjadi panduan untuk mengkaji fungsi musik populer

dalam budaya etnik Batak Toba, terutama penerimaan masyarakat Batak Toba

terhadap lagu-lagu garapan Marsada Band dan fungsinya, adalah karya Merriam yang

berjudul The Anthropology of Music (1964). Sebagai salah seorang ahli teori

fungsionalisme dalam etnomusikologi, secara implisit mengemukakan gagasan bahwa

fungsi itu memiliki dua pengertian, yaitu sebagai penggunaan (uses) dan fungsi

sebagai fungsi (function).

Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover uses song to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to approach his god, he is employing a particular mechanism in conjunction with other mechanisms such as dancer, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter I

hand, is inseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment af a sense of security vis-vis the universe. "Use" them, refers to the situation in which music is employed in human action; "function" concerns the reason for its employment and particularly the broader purpose which it serves (1964:210).

Menurut Merriam, seperti kutipan di atas, musik dipergunakan dalam

situasi tertentu yang menjadi bagian darinya--fungsi ini dapat atau tidak dapat

menjadi fungsi yang lebih dalam. Ia memberikan contoh, jika seseorang

menggunakan nyanyian untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu dapat

dianalisis sebagai kontinuitas dan kesinambungan keturunan. Mekanismenya

fungsional seperti itu adalah melalui penari, pembaca doa, ritual yang

diorganisasikan, dan kegiatan-kegiatan seremonial. "Penggunaan" menunjukkan

situasi musik dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan "fungsi" memperhatikan

pada sebab yang ditimbulkan oleh pemakaiannya, dan terutama tujuan-tujuan yang

lebih jauh dari apa yang dilayaninya.

7. Untuk mengkaji respons masyarakat Batak Toba terhadap musik populer

Batak Toba yang digarap dan dipertunjukkan oleh Marsada Band, penulis

mempergunakan teori perilaku musik. Seperti yang dikemukakan oleh R. Douglas

Greer.

Music behaviors include performance, composition, analytical conceptualization (e.g., verbal behavior), and listening. One may assume responsibility for music instruction and not regard oneself as responsible for music learning. Many, if not all, professional musicians have some responsibility for music instruction: performer, musicologists, composers, theoriests, and conductors commit a portion of their careers to educationally related tasks such as children’s concerta and academic appointments. Indeed, it is difficult to think of a single musician who is not concerned in some manner with music instruction. Although many rerecognize this association with music instruction, some musicians do not regard themselves as being responsible for music learning (Greer 1975:3).

Menurut Greer seperti kutipan di atas perilaku musik mencakup pertunjukan,

komposisi, konseptualisasi analitis (misalnya perilaku verbal atau bahasa), dan belajar

dengan cara mendengar. Sebagian besar musisi (seniman, musikolog, komposer, ahli

teori, dan dirigen) memiliki berbagai respons dalam menginstruksikan musik yang

diajarkannya. Dalam tulisan ini akan dikaji secara terfokus pada perilaku masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter I

Batak Toba dalam merespons musik populer Batak Toba yang digarap dan

dipertunjukkan oleh Marsada Band.

1.5.2 Pegumpulan Data di Lapangan

1.5.2.1 Observasi

Kerja lapangan berkaitan dengan pengumpulan data melalui kaset-kaset dan

CD kemudian penulis pun langsung melakukan penelitian di lapangan yaitu melihat

bagaimana cara Marsada Band merubah musik dari lagu-lagu batak yang terdahulu.

Selain itu, mencari informal pangkal yang mendukung dan membuka jalan bagi

penulis untuk bertemu dan mengenal lebih jauh group Marsada Band itu sendiri,

sehingga sedapat mungkin informan pangkal tersebut berasal dari kebudayaan yang

sama dengan informal kunci.

1.5.2.2 Wawancara

Dalam penelitian ini penulis menggunakan wawancara jenis wawancara

riwayat secara lisan (Moleong, 2000:137). Wawancara ini dimaksudkan

mewawancarai sang informan kunci secara mengalir tanpa adanya draft pertayaaan

yang disusun. Wawancara tidak terkesan kaku melainkan terkesan santai seperti

pembicaraan sehari-hari.

Kemudian penulis menggunakan 2 jenis informan yaitu, informan pangkal,

dan informan pokok (koetjaraningrat 1977:163-164), yang menjadi informan pangkal

saya adalah teman saya sendiri marin mahasiswa Universitas Negeri Medan sebagai

penunjuk tempat ataupun lokasi dari personil Marsada Band sendiri. Sebagai

informan pokok (kunci) adalah Marsada Band sendiri sebagai objek penelitian penulis

dalam pembahasan karya ilmiah ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter I

1.5.2.3 Rekaman

Dalam penulisan ini penulis menggunakan beberapa instrumen pendukung

antara lain kamera digital merk Lumix DMC-FX 12. Kamera digunakan untuk

merekam proses wawancara dan saat masa observasi/ penelitian lapangan. Selain itu,

penulis juga menggunakan rekaman komersial dalam bentuk Album Pertama Marsada

Band. Alasannya melalui album inilah Marsada Band menjadi popular di kalangan

masyarakat. Album ini juga mengekspresikan aspek garapan dan pertunjukan musik

dipadu dengan tarian.

1. 5. 3 Kerja Laboratorium

Seluruh hasil wawancara dan rekaman oleh informan kunci yang penulis

dapatkan dari penelitian, penulis langsung kelapangan kemudian diolah kedalam

laboratorium. Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan hasil transkripsi dan analisis

musik yang mereka buat serta menyusun perjalan karir mereka.

Kemudian pada tahap akhir semua data yang sudah terkumpul di analisa

kembali dengan menyaring data, meyeleksi data, menambah data yang kurang,

memodifikasi teori dan pengkalsifikasian data, dengan tujuan agar penulis dapat

menjawab permasalahan yang ada dengan benar sesuai dengan fakta.

1. 6 Lokasi Penelitian

Pada tahap penelitian penulis mencari tahu letak kehadiran dari markas

Marsada Band sendiri. Setelah penulis sempat mencari tahu dengan bertanya-tanya

kepada orang yang mengenal dan mengetahui lebih dekat terhadap group Marsada

Band ini, pada akhirnya penulis mendapat informasi dari salah seorang teman saya

yang dekat dan menegnal salah satu personil Marsada Band sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter I

Adapun alas an penulis memilih lokasi penelitian di Samosi dikarenakan

personil Marsada Band tinggal dan kebanyakan berkarya di daerah tersebut, tetapi

tidak menutup kemungkinan didaerah-daerah lain seperti tarutung dan di Medan

sendiri, untuk mendapatkan informan untuk memperoleh data-data yang konkrit

dalam penulisan karya ilmiah ini.

1.7 Kerangka Penulisan

Tulisan dalam bentuk skripsi ini, secara pengorganisasiannya ditbagi ke dalam

lima bab. Setiap bab dipandag sebagai satu kesatuan yang dekat dan menyatu. Adapun

setiap bab dirinci sebagai berikut.

Bab I, merupakan Pendahuluan yang terdiri dari sub-sub bab: Latar Belakang

Masalah, Pokok Permasalahan, Tujuan daan Manfaat Penelitian, Tujuan Penelitian,

Manfaat Peneilitian, Konsep dan Teori (Konsep, Teori), Metode Penelitian (Studi

Kepustakaan, Pengumpulan Data di Lapangan, Observasi, Wawancara, Rekaman,

Kerja Laboratorium, dan Lokasi Penelitian).

Bab II diberi judul Deskripsi Kebudayaan Batak Toba di Pulau Samosir.

Adapun sub-sub babnya adalah sebagai berikut: Agama, Bahasa, Mata Pencaharian

(Ekonomi), Sistem Organisasi, Kesenian, Pendidikan, dan Teknologi. Ini dilakukan

menurut kajian antropologis yang biasanya dalam mendeskripsikan kebudayaan

mencakup tujuh unsur universalnya seperti tersebut di atas.

Bab III berjudul Perjalanan Karir Bermusik Marsada Band. Kemudian judul

ini didukung oleh sub-sub bab: Sejarah terbentuknya grup Marsada Band, Sistem

Perekrutan Anggota, Keberadaan dan Eksistensi, Sistem Pembelajaran dan Proses

Latihan, Perlengkapan/peralatan, Manajemen Pertunjukan, Konteks Penyajian,

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter I

Pandangan Masyarakat, Tempat Pertunjukan, Pendukung, dan Prestasi yang Pernah

Diraih.

Selanjutnya Bab IV berjudul Garapan, Pertunjukan, Transkripsi, dan Analisis

Lagu-lagu Batak oleh Marsada Band. Judul ini didukung oleh sub-sub bab sebagai

berikut: Garapan, Pertunjukan, Transkripsi (Metode Pentranskrip-sian, Sistem

Notasi, Analisis musik Batak yang Digarap kembali oleh Marsada Band.

Bab V adalah Bab Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

Kesimpulan dibuat dalam rangka menjawab dua pokok permasalahan yang telah

ditetapkan di dalam Bab I. Sementara saran adalah berupa pemikiran penulis untuk

menjaga eksistensi musik Batak, khususnya dalam kerangka bagaiman kebijakan

untuk Marsada Band dan kelompok musik Batak lainnya.

Universitas Sumatera Utara