Upload
qurratie
View
3
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Saat ini, kita tengah menyaksikan semakin kurangnya peran utama Negara dalam
tanggung jawabnya untuk mensejahterahkan kehidupan rakyat. Sebagian besar kebijakan
publik yang dihasilkan oleh para Policy Maker tanpa mereka sadari sesungguhnya
cenderung berpihak kepada kepentingan modal. Banyak kepentingan rakyat yang dulunya
menjadi tanggung jawab Negara kini telah diatur oleh mekanisme Pasar bebas dalam
desain demokratisasi yang membangun sistem hubungan Negara dengan rakyat dalam
tatanan masyarakat neoliberalisme. Dan disinilah gerakan sosial hadir dalam rangka
merespon kebijakan neoliberalisme yang pada kenyataannya menghilangkan paham
kedaulatan rakyat. Perlawanan rakyat dari berbagai komunitas bergabung dalam sebuah
konsep diri gerakan sosial. Gerakan sosial melakukan perlawanan terhadap hegemoni
neoliberalisme dengan berbagai langkah dan strategi. Dan salah satunya adalah memasuki
ruang ruang politik, yaitu mempengaruhi proses kebijakan publik. Karena dalam proses
kebijakan publik tersebutlah menjadi arena pertarungan antara mereka yang mendukung
kapitalisme liberal dengan mereka yang selalu menginginkan keadialan dan kedaulatan
rakyat.
Hal ini tidak terlepas dari perkembangan Kapitalisme global yang semakin pesat,
yang menjadi penyebab dari krisis di banyak negara belahan dunia. Kemenangan
Kapitalisme global tersebut dimulai ketika mereka mengadakan GATT ( General
Agreement on Trade and Tariff ), suatu perjanjian global tentang sistem perdagangan
Universitas Sumatera Utara
2
global liberal sejak tahun 1940-an. Yaitu untuk mempengaruhi dan merebut kembali
global governance dalam bidang ekonomi dan politik perdagangan. Sehingga peran
utama negara dalam pembangunan semakin tergeser oleh kepentingan kapitalis liberal
tersebut.
Dan terjadinya pergeseran paradigma dari model kapitalisme negara kepada
kapitalisme liberal membawa dampak bagi banyak negara terutama bagi negara-negara
yang ikut menandatangani konvensi WTO ( World Trade Organization )1. Karena sejak
tahap inilah yaitu mulai tahun 1940-an mulai terjadinya perubahan peran negara, karena
sistem governance telah dipengaruhi oleh kekuatan kapitalisme global. Negara tidak
dapat lagi memenuhi tuntutan rakyat secara utuh. Karena banyak komoditas yang sangat
penting bagi rakyat seperti air, hutan, pangan, kesehatan, dan layanan sosial kini telah
diambil alih oleh kapitalisme global melalui kekuatan TNCs ( Trans National
Corporation ) dan MNCs ( Multi National Corporation ).
Perkembangan kapitalisme saat ini yaitu yang telah melahirkan era neoliberalisme
tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan kapitalisme itu sendiri. Yaitu mulai
dari kapitalisme era kolonialisme, kapitalisme negara pasca kolonialisme sampai kepada
kapitalisme era neoliberalisme yang ada seperti saat ini. Dan disetiap tahapan
perkembangan kapitalisme tersebut selalu diikuti oleh perubahan dalam peran negara.
Pada era kapitalisme kolonialisme misalnya kekuatan kapitalisme kuat dan posisi negara
sangat dipengaruhi. Dan pada era kapitalisme negara yang sering disebut dengan era
State-led development maka kekuatan kapitalisme secara global sangat melemah. Karena
1 Mansour fakif, social movement sebagai alternatif terhadap civil society, wacana : menuju gerakan sosial baru, yogyakarta, Insist Press 2002, hal 64
Universitas Sumatera Utara
3
pada tahap inilah Negara mempunyai peran utama dalam pembangunan2.Model ini dulu
ditetapkan sebagai alternatif sejak timbulnya krisis liberalisme pada era kapitalisme
kolonialisme dan imperialisme sebelumnya pada tahun 1930-an3.
Sejak era State-led Development tersebut, negara menjadi aktor utama dan diberi
wewenang sebagai pengendali ekonomi dan politik. Negara lah yang bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan rakyat dan juga dianggap bertanggung jawab dalam melindungi
dan mencegah setiap bentuk pelanggran HAM. Dan gerakan sosial yang ada pada saat itu
lahir dalam rangka merespon model kapitalisme negara atau State-led development.
Sehingga banyak ornop pada saat itu menggunakan hak azasi manusia sebagai perisai
untuk menuntut peran negara yang sesungguhnya sesuai dengan konvensi yang mereka
tanda tangani.
Akan tetapi, pada saat itu yaitu sejak menguatnya kapitalisme negara golongan
kapitalisme liberal sangat menderita. Karena akumulasi dan investasi mereka menjadi
lamban yang disebabkan oleh banyaknya negara melakukan kebijakan proteksionis demi
melindungi golongan kapitalisme pribumi dan GNP negara, sehingga hal ini menjadi
penghalang utama yang membatasi gerakan dan ekspansi dari golongan kapitalisme
transnasional.
Maka sejak terjadinya krisis dalam tubuh kapitalisme liberal, muncul suatu strategi
untuk merebut kembali global governance dalam bidang ekonomi dan politik dari model
kapitalisme negara atau state-led development kepada model kapitalisme persaingan
bebas atau liberal melalui perjanjian GATT yang juga turut melahirkan badan baru yang
dikenal dengan WTO ( world trade Organization ). Dan dengan banyaknya negara-
2 Ibid, hal 62 3 Mansour fakih, dalam pengantar Radikalisme kaum pinggiran, Penerbit Insist Press, Yogyakarta 2002.
Universitas Sumatera Utara
4
negara yang menjadi anggota WTO merupakan awal dari kemenangan dan bangkitnya
kembali kekuatan kapitalis liberal. Golongan kapitalis liberal sudah mulai dapat
memegang kendali ekonomi global, mereka dapat menguasai SDA dari berbagai negara
dan juga melakukan perdagangan bebas4. Hal ini dapat dengan bebas mereka lakukan
karena negara-negara yang tergabung dalam WTO dilarang melakukan proteksi ekonomi
seperti sebelumnya kepada golongan kapitalis liberal. Karena negara-negara yang
tergabung dalam WTO harus meratifikasi semua konvensi trade and tariff, termasuk
perjanjian investasi, hak cipta intelektual dan pertanian.
Sehingga dapat diasumsikan bahwa awal dari matinya peran utama negara sebagai
pengendali ekonomi politik negara adalah ketika mereka tergabung dalam WTO dan
harus mengikuti beberapa kesepakatan yang ada didalamnya. Kebijakan publik yang
dihasilkan oleh negara harus disesuaikan dengan konvensi trade and tariff yang ada
dalam WTO tersebut. Dan kekuasaan negara untuk mengontrol SDA dan ekonomi telah
tergusur oleh paham neoliberalisme melalui diskursus good governance. Hal ini
disebabkan oleh visi dan idiologi dari WTO tersebut ternyata bertentangan konvensi PBB
yang masih mengindahkan akan keadilan dan kedaulatan rakyat pada era state-led
development.
Dan yang lebih penting lagi saat ini adalah menguatnya paham persaingan bebas atau
neoliberalisme dan tenggelamnya paham keadilan sosial dan kerakyatan. Karena berbagai
kepentingan dan keadilan rakyat yang sesungguhnya harus direalisasikan oleh negara
melalui kebijakan publik kini telah bergeser ke dalam arena persaingan bebas oleh
kekuatan kapitalisme secara global5.
4 Mansour Fakih Ibid 5 Andre G Frank, Krisis demokrasi perwakilan, Penerbit Resist book, yogyakarta 2002.
Universitas Sumatera Utara
5
Perkembangan kapitalisme dewasa ini sering juga disebut sebagai kapitalisme di era
globalisasi. Karena sesuai dengan prinsip kepentingan kapitalisme yaitu bagaimana
menyatukan ekonomi negara ke dalam ekonomi global seperti yang dicita-citakan oleh
TNCs. Sehingga aktifitas ekonomi negara-negara terutama yang tergabung dalam WTO
harus disesuaikan oleh grand design kapitalisme transnasional yaitu oleh kepentingan
TNCs.
Dan secara teoritis memang tidak ada perbedaan idiologis antara model kolonialisme
liberal dengan neoliberalisme saat ini yaitu di era globalisasi. Hanya saja pada saat ini
proses globalisasi memiliki mekanisme yang lebih canggih dari kapitalisme sebelumnya.
Dan dibangun secara global melalui kebijakan internasional, hingga tingkat nasional,
kabupaten bahkan hingga pedesaan sehingga mempengaruhi sistem governance negara-
negara Sehingga peranan rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri mulai tersingkir,
kecuali jika rakyat melakukan perlawanan melalui gerakan sosial yang terorganisir.
Dan sesuai dengan perkembangan kapitalisme di era neoliberalisme saat ini. Maka
perubahan yang begitu nyata dan berpengaruh bagi kehidupan rakyat adalah banyak
kebutuhan rakyat yang tidak dapat dipenuhi oleh negara secara penuh. Karena sumber-
sumber produksi seperti air, tanah, hutan dan lain sebagainya kini mayoritas dikuasai oleh
TNCs. Sehingga banyak kebijakan neoliberalisme yang diterapkan negara-negara yang
terbagung dalam WTO, salah satunya adalah Indonesia.
Banyaknya kebijakan neoliberalisme yang diterapkan di Indonesia juga tidak dapat
dilepaskan dari banyaknya aktor yang berada di belakang neoliberalisme ataupun
globalisasi tersebut. Seperti misalnya TNCs, IFIs ( International Financial Institutions )
yang mempunyai misi utama dalam memberikan pinjaman bagi negara miskin termaksud
Universitas Sumatera Utara
6
Indonesia. Dan masih banyak IFIs yang terkenal, dua diantaranya adalah World Bank dan
IMF. Di Indonesia salah satu proyek besar Bank Dunia adalah Proyek Administrasi
Pertanahan-Indonesia yang juga merupakan mega proyek 25 tahun ( 1995-2020 ).
Tujuan dari proyek ini adalah mengembangkan desain untuk mengubah administrasi dan
manajemen tanah di Indonesia. Dan objek utama dari proiyek ini adalah mempromosikan
sebuah perdagangan tanah yang efisien dan meminalisir konflik sosial akibat dari
persoalan tanah yaitu melalui percepatan pasar tanah dan perbaikan kerangka institusi
administrasi tanah. Tentu hal ini juga menimbulkan perlawanan dari masyarakat karena
banyak tanah rakyat yang dirampas akibat dari mega proyek ini. Dan gerakan sosial
petani adalah konsekuensi dari hal ini. Karena rakyat harus melakukan perlawanan agar
mereka dapat menghindari dampak negatif dari kebijakan neoliberalisme tersebut salah
satunya adalah bagaimana memainkan peranan mereka dalam proses kebijakan publik
baik dalam skala nasional maupun lokal.
Dan belakangan ini semakin banyak kebijakan neoliberalisme yang diterapkan di
Indonesia. Seperti misalnya pemotongan subsidi negara dan pembebasan tarif bagi
produk pertanian, privatisasi perusahaan-perusahaan negara, perguruan tinggi, serta
pelayanan kesehatan dan pendidikan. Negara juga di tuntut untuk mengubah kebijakan
publik termaksud hukum atas pajak, ekspor, paten dan ijin pemanfaatan GMO pertanian.
Dalam bidang Industri kebijakan neoliberalisme selalu menginginkan upah buruh yang
rendah yang tidak banyak memakan biaya produksi dengan adanya aturan hukum yang
efisien sehingga dapat memudahkan ekspansi dari investasi oleh TNCs6. Sehingga dalam
waktu kapan saja kekuatan modal TNCs dapat dipindahkan ke berbagai negara. Tentu hal
ini juga menimbulkan kerugian bagi pihak buruh sendiri dan secara tidak langsung akan 6 Ibid hal 78
Universitas Sumatera Utara
7
menimbulkan gerakan sosial buruh sebagai wujud perlawanan terhadap kebijakan
neoliberalisme di Indonesia.
Seperti kita ketahui banyak konsep yang muncul seiring dengan menguatnya paham
neoliberalisme, baik yang mendukung maupun konsep yang bertentangan. Yang banyak
muncul adalah good governance, demokratisasi, otonomi daerah dan civil society yang
selalu ada menopang neoliberalisme. Tetapi di sisi lain ada sebuah konsep yang
bertentangan dan bahkan kehadirannya berusaha mendemistifikasi akan mitos-mitos dari
neoliberalisme, yaitu gerakan sosial ( Social Movement ). Kehadian gerakan sosial
semakin banyak seiring dengan menguatnya paham neoliberalisme, karena banyak
ornop/LSM ataupun serikat tani, buruh yang memilih konsep diri sebagai gerakan sosial
dengan asumsi bahwa globalisasi hanya membawa keuntungan bagi golongan kapitalisme
sedangkan bagi rakyat miskin hanya membawa dampak kemiskinan.
Sehingga jika kita amati perkembangan kapitalisme pada era neoliberalisme saat ini
beserta konsekuensi yang ditimbulkannya maka kita akan mendapati suatu realitas yang
lain, yaitu banyak ornop/LSM yang melakukan perlawanan terhadap penerapan kebijakan
neoliberalisme tersebut. Karena sejak globalisasi ataupun neoliberalisme diterapkan di
Indonesia telah banyak memakan korban khususnya kaum miskin seperti buruh dan
petani dan juga menyingkirkan rakyat sebagai subjek sentral produksi ekonomi.
Dan secara tidak langsung maka entitas rakyat yang telah dirugikan oleh kebijakan
neoliberalisme tersebut akan selalu memimpikan akan hadirnya keadilan dan kedaulatan
rakyat. Ketika konsep gerakan sosial menjadi pilihan bagi serikat tani maupun buruh,
maka secara perlahan mereka akan menyadari bahwa bukan negara yang menjadi
penyebab dari krisis tersebut melainkan ada kebijakan global yang selalu mengontrol
Universitas Sumatera Utara
8
kebijakan negara. Walaupun banyak serikat buruh atau tani yang awal kehadirannya
kurang mencermati hubungan neoliberal dengan kebijakan negara. Akan tetapi
pembangunan kesadaran kritis yang mereka lakukan telah membawa perubahan.
Tetapi dilain hal bagi serikat tani atau buruh, tidak cukup hanya dengan menunjukkan
sikap perlawanan terhadap kebijakan neoliberalisme. Memperoleh kehidupan yang layak
adalah suatu tujuan mereka. Maka perlawanan terhadap neoliberalisme harus dilakukan
dengan upaya bagaimana mengubah kebijakan negara agar selalu berpihak kepada
kepentingan rakyat miskin. Karena hal tersebut juga merupakan tugas utama dari gerakan
sosial. Karena dengan adanya perubahan dalam kebijakan publik oleh negara yang
berpihak pada rakyat miskin, maka disitu pulalah secara perlahan perubahan terjadi
dalam hubungan antara negara dengan rakyat, yaitu tidak dalam tatanan hubungan
masyarakat neoliberalisme yang mewacanakan civil society. Sehingga tidak jarang
pulalah serikat buruh atau tani dalam melakukan perlawanan terhadap neoliberalisme
mereka selalu memprotes negara untuk mengubah kebijakan publik yang berdasarkan
kepentingan neoliberalisme. Sering kali juga mereka selalu berusaha ikut dalam setiap
proses kebijakan publik. Yang dalam realitasnya banyak yang kurang berhasil dalam
mengubah kebijakan publik, tetapi gerakan sosial yang dibangun oleh buruh sedikit
membuahkan hasil, minimal mereka terlibat dalam tahap awal proses kebijakan public,
yaitu tahap agenda setting. Dimana gerakan sosial mampu membangun isu-isu mereka
dan memasukkannya ke dalam agenda kebijakan di dewan. Seperti misalnya para buruh
yang melakukan advokasi dalam kebijakan perburuhan yang menyangkut tentang upah
buruh, ikut andil dalam menentukan upah minimum propinsi/kota melalui keterlibatannya
dalam dewan pengupahan daerah.
Universitas Sumatera Utara
9
Di Indonesia semakin banyak gerakan sosial yang menentang neoliberalisme atau
globalisasi. Terlebih lagi pasca reformasi 1998 yang membuka ruang bagi masyarakat
dalam partisipasi, seperti semakin mudah bagi buruh untuk membentuk serikat buruh.
Walaupun pada awalnya hanya serikat tani akar rumput dan masyarakat adat saja yang
memilih gerakan sosial sebagai bentuk perlawanan terhadap neoliberalisme, tetapi
semakin hari semakin banyak bentuk gerakan sosial dari rakyat untuk menentang
kebijakan neoliberalisme.
Diluar serikat petani, banyak gerakan sosial di Indonesia yang terus melakukan
perlawanan. Seperti misalnya, protes para buruh menolak privatisasi perusahaan semen
dan Telkom, protes mahasiswa menolak privatisasi perguruan tinggi, dan protes para
karyawan Bank Central Asia ( BCA ) menolak divestasi BCA. Dan masih banyak lagi
bentuk gerakan sosial di Indonesia yang memprotes penerapan kebijakan neoliberalisme.
Terlebih lagi jika kita jauh melihat ke skala lokal, seperti tingkat propinsi atau
kabupaten/kota maka kita akan menemukan banyak bentuk perlawanan terhadap
kebijakan neoliberalisme dalam konsep gerakan sosial.
Sehingga dalam mengkaji gerakan sosial di Indonesia, maka kota Medan patut
menjadi salah satu refrensi. Karena kota Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia
ternyata memiliki sejarah penting dalam gerakan sosial buruh di Indonesia. Yaitu tepat
pada bulan april 1994 sekitar 40.000 buruh melakukan protes menuntut pemberlakuan
upah yang layak dan kebebasan berserikat bagi kaum buruh7. Walaupun gerakan buruh
pada waktu itu memakan korban yang tidak sedikit ternyata dapat menjadi kemenangan
7 Tabloid protes, Edisi Mei thn 2005. sebuah tabloid yang diterbitkan oleh LSM kelompok pelita sejahtera ( KPS ) medan.
Universitas Sumatera Utara
10
kecil bagi buruh untuk terus melakukan perlawanan, yaitu telah mengilhami para buruh
sampai saat ini untuk terus berada dalam gerakan sosial buruh menentang neoliberalisme.
Serikat Buruh Medan Independen ( SBMI ) adalah salah satu dari serikat buruh yang
ada di Medan yang kehadirannya dapat eksis dalam gerakan buruh dan memiliki
beberapa karakteristik dari serikat buruh yang lain. Walaupun SBMI adalah serikat buruh
yang masih muda, namum didirikannya SBMI pada tahun 2001 atas bantuan LSM
Perhimpunan Kelompok Pelita Sejahtera ( PKPS ) mereka dapat melakukan perlawanan
yang besar dalam menentang kebijakan neoliberalisme perburuhan. Perlawanan SBMI
tidak hanya sebatas kampanye, melainkan juga mereka terlibat dalam proses kebijakan
publik yang menyangkut kebijakan perburuhan, SBMI juga terlibat dalam pengambilan
keputusan kebijakan perburuhan. Seperti dalam kebijakan Upah Minimum Propinsi (
UMP ) SBMI ikut mengambil keputusan yaitu dalam keterlibatannya dalam Dewan
pengupahan Daerah ( DPD )8. Setiap gerakan yang dilakukan oleh SBMI tersebut pada
intinya adalah sebuah perlawanan terhadap kebijakan neoliberalisme , sehingga
mengubah kebijakan publik agar dapat berpihak pada buruh merupakan sebuah peranan
yang harus mereka lakukan sebagai salah satu tugas utama dari gerakan sosial. Salah satu
contoh adalah pada tahun 2005 SBMI melakukan perlawanan terhadap kebijakan UMP
walaupun SBMI terlibat dalam DPD.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap peranan
gerakan sosial buruh oleh SBMI dalam proses kebijakan publik di daerah Sumatera
Utara. Tepatnya pada perlawanan SBMI dalam penetapan kebijakan UMP tahun 2005.
8 Tua H Hutabarat, Dilema keterlibatan serikat buruh kritis dalam dewan pengupahan, tabloid protes edisi januari 2006.
Universitas Sumatera Utara
11
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah adalah usaha untuk menyatakan secara tersirat pertanyaan-
pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab ataudicari jalan pemecahannya.
Perumusan masalah merupakan penjabarandari identifikasi masalah dan pembatasannya9.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
Bagaimanakah peranan Gerakan sosial buruh oleh SBMI menentang implementasi kebijakan neoliberalisme dalam dalam skala lokal
Bagaimanakah kekuatan SBMI dalam penetapan kebijakan perburuhan Apakah SBMI berhasil dalam memasukkan agenda perburuhan dalam isu agenda
dalam proses kebijakan publik di darerah.
Apakah perlawanan SBMI hanya berhasil dalam tahap membangun isu saja seperti gerakan sosial oleh LSM pada umumnya.
1.3 PEMBATASAN MASALAH
Suatu penelitian yang dilakukan baiknya mempunyai batasan masalah. Karena
pembatasan masalah adalah usaha untuk menetapkan batasan-batasan dari masalah
penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna bagi penulis untuk
mengidentifikasi faktor mana saja yang termaksud dalam ruang lingkup masalah
penelitian dan faktor mana saja yang tidak termaksud dalam ruang lingkup penulisan10.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka penulis menetapkan batasan penelitian ini
sebagai berikut :
9 Masri singarimbun, metode penelitian sosial, Pustaka pelajar, Jakarta. 10 Sofyan efendy dan masri singarimbun, metode penelitian survey, Jakarta 1999.
Universitas Sumatera Utara
12
a. Yang dimaksud dengan Gerakan sosial buruh adalah perlawanan Serikat
Buruh Medan Independen ( SBMI ) dalam kasus penetapan Upah Minimum
Propinsi ( UMP ) tahun 2005-2007.
b. Yang dimaksud dengan Proses Kebijakan Publik adalah Proses penetapan
kebijakan Upah Minimun Propinsi ( UMP ) oleh Dewan pengupahan daerah
( Depeda ) yang melibatkan SBMI.
1.4 TUJUAN PENELITIAN
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui bagaimanakah peranan SBMI dalam penetapan kebijakan
yang menyangkut tentang perburuhan.
b. Untuk mengetahui sejauhmanakah keberhasilan gerakan buruh oleh SBMI dalam
menentang kebijakan Neoliberalisme dalam skala lokal.
c. Untuk mengetahui bagaimanakah konsep dan strategi gerakan sosial yang
dibangun oleh SBMI
1.5 MANFAAT PENELITIAN
a. Secara Akademis Penelitian ini dapat menambah refrensi ilmu pengetahuan dan
karya ilmiah di Departemen Ilmu Politik khususnya dalam studi Gerakan Sosial (
Social Movement )
b. Secara Teoritis maupun metodologis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi pemikiran dalam studi gerakan sosial khususnya peranan serikat buruh.
Universitas Sumatera Utara
13
c. Secara praktis penelitian ini dapat diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi
para pelaku gerakan sosial dalam menentang kebijakan neoliberalisme khususnya
bagi serikat buruh.
d. Bagi penulis, penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan berpikir penulis
melalui karya ilmiah dalam penelitian ini.
1.6 KERANGKA TEORI
Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian perlu ada pedoman dasar berpikir
yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti perlu
menyusun suatu kerangka teori sebagi landasan berpikir untuk menggambarkan dari
sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih11. Teori merupakan serangkaian
asumsi, konsep, konstruksi, defenisi, dan proporsi untuk menrangkan suatu fenomena
sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.
Oleh karena itu, dalam kerangka teori ini penulis akan memaparkan landasn
berpikir dalam menggambarkan masalah penelitian yang sedang disoroti.
1.6.1 Gerakan Sosial
1.6.1.1 Sejarah dan pengertian Gerakan Sosial
Berbicara tentang gerakan sosial ( Social Movement ) maka tidak dapat dipisahkan
dari perkembangan kapitalisme dunia, karena pada umumnya gerakan sosial lahir untuk
merespon akan diskursus kapitalisme. Dan walaupun gerakan sosial merupakan gejala
yang baru dalam ilmu sosial, namum gerakan sosial sudah ada sejak lama yaitu mulai
abad 18, yaitu pada saat gereja Methodis di Amerika dan Inggris menjadi sebuah bentuk 11 Ibid
Universitas Sumatera Utara
14
gerakan sosial yang berbasis Agama. Di abad 19 terdapat gerakan sosial Internasional (
The International Socialist Movement ) yang tumbuh dan berkembang di berbgai tempat
di Eropa juga di anggap sebagai gerakan sosial. Dan pada abad ke 20 juga terdapat
gerakan hak-hak sipil di Eropa dan Amerika yang menentukan sejarah panjang
diskriminasi rasial di negeri tersebut. Di tahun 1970 an gerakan anti perang dan gerakan
anti kemapanan yang menggunjang kehidupan Amerika juga dianggap sebagai inspirasi
dari gerakan sosial12.
Bagi Indonesia sendiri fenomena gerakan sosial bukanlah hal yang baru. Karena
banyak terdapat model-model aksi sosial sebagai respon terhadap kebijakan publik yang
tidak berpihak. Misalnya aksi sosial menentang penggusuran tanah di kedung ombo.
Sehingga jika melihat beberapa kasus gerakan sosial di Indonesia maka dapat kita ambil
kesimpulan sementara bahwa gerakan sosial merupakan gerakan yanglahir dari dan atas
prakarsa masyarakat dalam rangka menuntut perubahan dalam institusi, kebijakan atau
struktur pemerintah. Dan biasanya gejala gerakan sosial lahir karena kebijakan
pemerintah tidak sesuai lagi dengan konteks masyarakat yang ada atau kebijakan itu
bertentangan dengan kehendak sebagian rakyat.
Jelas bagi kita bahwa sejarah gerakan sosial itu sudah ada sejak lama dengan
pengecualian terhadap konsep revolusi kelas yang berbau idiologis. Bahwa gerakan sosial
hadir sebagai respon terhadap sistem sosial yang berkembang, terlebih lagi saat
berkembangnya paham kapitalisme negara era state-led development hingga era
neoliberalisme seperti saat sekarang.
Berdasarkan sejarah dari gerakan sosial tersebut maka banyak defenisi terhadap
gerakan sosial. Menurut defenisi Tarrow ( 1996 ) dalam karyanya yang berjudul Social 12 Lihat pada pengantar radikalisme kaum pinggiran.
Universitas Sumatera Utara
15
Movement in Contentious Politics : A Review bahwa gerakan sosial diartikan sebagai
tantangan-tantangan pada pemegang kuasa atas nama orang-orang tertindas/tersingkirkan
yang hidup dibawah kawasan atau pengaruh pemegang kuasa itu. Dan gerakan sosial juga
di defenisikan Tarrow ( 1994 ) sebagai tantangan kolektif yang diajukan sejumlah orang
yang memiliki tujuan dan solidaritas yang sama, dalam konteks interaksi yang
berkelanjutan dengan kelompok elit,lawan dan penguasa. Dan gerakan sosial memiliki
beberapa karakteristik seperti (a) menyusun aksi mengacau melawan kelompok elit danm
penguasa, (b) dilakukan atas nama tuntutan yang sama terhadap lawan, penguasa dan
kelompok elit, (c) terus melanjutkan aksi kolektifnya sampai menjadi sebuah gerakan
sosial yang terorganisir.
1.6.1.2 Teori Gerakan Sosial
Secara teoritis terdapat teori gerakan sosial di luar teori gerakan yang berbasiskan
idiologi Marxist. Walaupun teori lama tersebut sudah jarang digunakan sebagai bahan
analisis gerakan sosial, tetapi tetap mempunyai sejarah sendiri dalam gerakan menuntut
keadilan. Beberapa teori dalam gerakan sosial adalah sebagai berikut :
1.6.1.2.1 Teori Gerakan sosial Klasik/Lama
Dalam perspektif ini, beranggapan bahwa gerakan sosial lahir karena dukungan
dari mereka yang terisolasi dan teralineasi di masyarakat. Gerakan sosial klasik ini
merupakan cerminan dari perjuangan kelas di sekitar proses produksi, dan oleh karenanya
gerakan sosial selalu dipelopori dan berpusat pada kaum buruh. Paradigma dalam
gerakan ini adalah Marxist Theory , sehingga gerakan ini selalu melibatkan dirinya pada
wacana idiologis yang meneriakkan anti kapitalisme, revolusi kelas dan perjuangan
kelas.Orientasi nya juga selalu berkutat pada penggulingan pemerintahan yang
Universitas Sumatera Utara
16
digantikan dengan pemerintahan diktator proletariat. Tetapi dalam konteks saat ini teori
gerakan sosial klasik ini sudah jarang di jumpai di lapangan dan bahkan nyaris lenyap
dari rohnya gerakan dan telah digantikan oleh tero gerakan sosial baru.
1.6.1.2.2 Teori Gerakan Sosial Baru
Teori gerakan sosial baru adalah muncul sebagai kritik terhadap teori lama
sebelumnya yang selalu ada dalam wacana idiologis kelas. Gerakan sosial baru adalah
gerakan yang lebih berorientasi isu dan tidak tertarik pada gagasan revolusi. Dan
tampilan dari gerakan sosial baru lebih bersifat plural, yaitu mulai dari gerakan anti
rasisme, anti nuklir, feminisme, kebebasan sipil dan lain sebagainya.Gerakan sosial baru
beranggapan bahwa di era kapitalisme liberal saat ini perlawanan timbul tidak hanya dari
gerakan buruh, melainkan dari mereka yang tidak terlibat secara langsung dalam sistem
produksi seperti misalnya, mahasiswa, kaum urban, kaum menengah. Karena sistem
kapitalisme telah merugikan masyarakat yang berada di luar sistem produksi. Ada
beberapa hal yang baru dari gerakan sosial, seperti berubahnya media hubung antara
masyarakat sipil dan negara dan berubahnya tatanan dan representasi masyarakat
kontemporer itu sendiri13.
Gerakan sosial baru menaruh konsepsi idiologis mereka pada asumsi bahwa
masyarakat sipil tengah meluruh, ruang sosialnya telah mengalami penciutan dan
digerogoti oleh kemampuan kontrol negara. Dan secara radikal Gerakan sosial baru
mengubah paradigma marxis yang menjelaskan konflik dan kontradiksi dalam istilah
kelas dan konflik kelas.Sehingga gerakan sosial baru didefenisikan oleh tampilan gerakan
yang non kelas serta pusat perhatian yang non materialistik, dan karena gerakan sosial
baru tidak ditentukan oleh latar belakang kelas, maka mengabaikan organisasi serikat 13 Rajendra Singh, Teori-teorigerakan sosial baru, Wacana: menuju gerakan sosial baru, Insist Press 2002
Universitas Sumatera Utara
17
buruh industri dan model politik kepartaian, tetapi lebih melibatkan politik akar rumput,
aksi-aksi akar rumput. Dan berbeda dengan gerakan klasik, struktur gerakan sosial baru
didefenisikan oleh pluralitas cita-cita, tujuan , kehendak dan orientasi heterogenitas basis
sosial mereka.
Gerakan sosial baru pada umumnya merespon isu-isu yang bersumber dari
masyarakat sipil, dan membidik domain sosial masyarakat sipil ketimbang perekonomian
atau negara, dan membangkitkan isu-isu sehubungan demoralisasi struktur kehidupan
sehari-hari dan memusatkan perhatian pada bentuk komunikasi dan identitas kolektif.
Jean Cohen ( 1985:669 ) menyatakan Gerakan Sosial Baru membatasi diri dalam
empat pengertian yaitu, (a) aktor-aktor gerakan sosial baru tidak berjuang demi
kembalinya komunitas-komunitas utopia tak terjangkau dimasa lalu (b) aktornya berjuang
untuk otonomi, pluralitas (c) para aktornya melakukan upaya sadar untuk belajar dari
pengalaman masa lalu, untuk merelatifkan nilai-nilai mereka melalui penalaran, (d) para
aktornya mempertimbangkan keadaan formal negara dan ekonomi pasar14.
Dengan demikian tujuan dari gerakan sosial baru adalah untuk menata kembali
relasi negara, masyarakat dan perekonomian dan untuk menciptakan ruang public yang di
dalamnya terdapat wacana demokratis otonomi dan kebebasan individual.
1.6.1.2.3 Teori Mobilisasi Sumber Daya
Dalam perspektif ini gerakan sosial mensyaratkan sebentuk komunikasi dan
organisasi yang canggih ketimbang terompet teriakan anti kapitalisme. Dan gerakan
sosial muncul akibat dari adanya ketersedian sumber pendukung gerakan, tersedianya
kelompok koalisi, adanya dukungan dana, adanya tekanan dan upaya pengorganisasian
yang efektif, dan juga idiologi. Dan para teoritisi mobilisasi sumber daya mengawali 14 Dikutip dari artikel Rajendra Singh, dalam teori-teori gerakan sosial baru.
Universitas Sumatera Utara
18
tesis mereka dengan menolak penekanan pada peran perasaan dan penderitaan dan
kategori-kategori psikologisasi dalam menjelaskan fenomena gerakan sosial.
Tetapi teori mobilisasi sumber daya yang berbasiskan rasionalitas, tetaplah sebuah
teori yang tidak persis dan tidak mencukupi, dan gagal dalam menjelaskan beberapa
ekspresi kuat dari gerakan sosial baru, seperti feminisme, environmentalism, perdamaian,
perlucutan senjata dan gerakan otonomi lokal.
1.6.1.2.4 Teori Orientasi Identitas
Teori ini menyuarakan asumsi dasarnya melalui sebuah kritik terhadap teori yang
sudah ada. Dan bersifat non materialistik dan materialisme. Ia mengurai pertanyaan
seputar integrasi dan solidaritas kelompok yang terlibat aksi kolektif. Teori ini juga
menolak upaya yang menekankan model neo-utilitarian untuk menjelaskan gerakan sosial
dan aksi kolektif.
Kendatipun paradigma teori berorientasi identitas beranjak dari pertanyaan
tentang solidaritas dan integrasi, ia tidak bertatap muka dengan pokok-pokok yang
relevan dalam uraian perilaku kolektif. Tetapi untuk sementara teori ini kelihatannya
menerima beberapa elemen teori marxis seperti pengertian perjuangan,
mobilisasi,kesadaran,dan solidaritas, tetapi teori ini tetap menolak reduksionisme dan
determininasi tesis materialisme dan konsepsi yang berhubungan dengan formasi sosial
yang materialistik.
Universitas Sumatera Utara
19
1.6.1.3 Fungsi Gerakan Sosial
Perubahan-perubahan besar dalam tatanan sosial dunia yang muncul dalam dua abad
terakir sebagian besar secra lansung ataupun tidak langsung adalah hasil dari gerakan
sosial. Meskipun misalnya gerakan sosial itu tidak mencapai tujuannya, sebagian dari
programnya diterima dan digabungkan dalam tatanan sosial yang sudah berubah15. Inilah
fungsi utama dari gerakan-gerakan sosial. Saat gerakan sosial tumbuh, fungsi sekunder
atau laten dapat dilihat sebagai berikut :
a. Gerakan sosial memberikan sumbangsih kedalam pembentukan opini publik
dengan memberikan diskusi-diskusi masalah sosial dan politik dan melalui
penggabungan sejumlah gagasan-gagasan gerakan ke dalam opini publik yang
dominan.
b. Gerakan sosial memberikan latihan para pemimpin yang akan menjadi bagian dari
elit politik. Gerakan buruh sosialis dan kemerdekaan nasional menghasilkan
banyak pemimpin yang sekarang memimpin negaranya. Para pemimpin buruh dan
gerakan lainnya bahkan sekalipun mereka tidak memegang jabatan pemerintah
juga menjadi elit politik di banyak negara.
Saat kedua fungsi ini mencapai titik dimana gerakan sesudah mengubah atau
memodifikasi tatanan sosial, menjadi bagian dari tatanan itu maka siklus hidup gerakan
sosial akan berakhir karena sudah melembaga.
15 www,worldpress.com dalam artikel teori gerakan sosial.
Universitas Sumatera Utara
20
1.6.2 Kebijakan Publik
1.6.2.1 Sejarah dan Pengertiannya
Studi kebijakan publik adalah sudah ada sejak abad XVIII sebelum masehi.
Dimana pada masa itu sudah terbit sebuah peraturan pemerintah Babilonia yang disebut
dengan kode Hammurabi yang ditulis oleh penguasa Babilonia pada abad XVIII sebelum
masehi. Dalam kode Hammurabi tersebut adalah produk kebijakan publik pada masa itu
yang mencantumkan sebuah persyaratan-persyaratan ekonomi dan sosial untuk sebuah
permukiman urban yang stabil. Dan tanda-tanda keberadaan kebijakan publik ditemukan
pada arkeologi masyarakat abad pertengahan. Pada masa itu, struktur masyarakat sudah
menjadi demikian beragam16. Dan pada belahan dunia lain hingga kini, perkembangan
studi kebijakan publik menjadi perbincangan yang menarik bagi para ilmuwan sosial.
Istilah kebijakan publik dalam kehidupan sehari-hari sering digunakan untuk
menunjuk suatu kegiatan yang mempunyai maksud yang berbeda-beda. Dan banyak
defenisi untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan kebijakan publik, namun suatu
defenisi yang dianggap lebih tepat adalah suatu defenisi yang menekankan tidak hanya
pada apa yang diusulkan oleh pemerintah, tetapi juga mencakup arah tindakan atau apa
yang dilakukan pemerintah.
Dengan demikian kebijakan publik adalah adalah sebuah aktifitas negara yang
menghasilkan keputusan-keputusan yang mengikat bagi masyarakat, dimana keputusan
tersebut juga merupakan menjadi kepentingan bagi masyarakat. Hal ini karena kebijakan
publik lebih berorientasi kepada pemecahan masalah riil yang dihadapi di tengah
16 Fadillah putra, Paradigma kritis dalam studi kebijakan publik, Pustaka pelajar, yogyakarta,2002
Universitas Sumatera Utara
21
masyarakat17. Oleh karenanya kebijakan publik pada dasarnya adalah ilmu terapan dan
berperan sebagai problem solver.
1.6.2.2 Proses Kebijakan Publik
Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena
melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu, beberapa
ahli kebijakan publik membagi proses-proses kebijakan publik ke dalam beberapa tahap.
Tujuan ini adalah untuk memudahkan kita dalam menkaji kebijakan publik18. Adapun
tahap-tahap atau proses dalam kebijakan publik adalah sebagai berikut19 :
a. Tahap penyusunan agenda
Para pejabat yang diangkat menempatkan masalah pada agenda publik.
Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk
dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Dan pada akhirnya, beberapa
maslah masuk ke dalam agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada
tahap ini suatu maslah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa
yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang
lama.
b. Tahap formulasi kebijakan
Masalah yang masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para
pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut didefenisikan untuk
kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut
berasal dari berbagai alternatif yang ada. Sama halnya dengan perjuangan
17 Fadillah Putra Ibid 18 Charles Lindblom, Proses penetapan kebijakan publik, edisi kedua. Penerjemah Ardian Syamsudin, Jakarta : Airlangga, 1986. 19 Wlliam Dunn, Analisa kebijakan publik, Yogyakarta : Gajah Mada Press, 1986, hal 24-25.
Universitas Sumatera Utara
22
suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahap
perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat
dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada
tahap ini, masing-masing aktor akan bermain mengusulkan pemecahan
masalah terbaik.
c. Tahap adopsi kebijakan
Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para
perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan
tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, consensus
antar direktur lembaga atau keputusan peradilan.
d. Tahap implementasi kebijakan
Suatu program kebijakn hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika
program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program
kebijakan yang telah diambil sebagai alternative pemecahan masalah harus
diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan birokrasi
maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah
diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan
sumberdaya financial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai
kepentingan akan bersaing.
e. Tahap penilaian kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi
untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat mampu memecahkan
masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak
Universitas Sumatera Utara
23
yang diinginkan. Dalam hal ini memperbaiki masalah yang dihadapi
masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran atau kriteria yang
menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak
yang diinginkan.
1.6.2.3 Teori Penetapan Kebijakan
1.6.2.3.1 Teori Rasional Konprehensif
Model ini merupakan model perumusan kebijakan yang paling terkenal dan juga
paling luas diterima di kalangan para pengkaji kebijakan publik. Pada dasarnya teori ini
terdiri dari beberapa elemen, yakni20 :
1. Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu. Masalah ini
dapat dipisahkan dengan masalah yang lain atau paling tidak masalah
tersebut dapat dipandang bermakna bila dibandingkan dengan maslah-
masalah yang lain.
2. Tujuan-tujuan, nilai-nilai atau sasaran-sasaran yang mengarahkan pembuat
kebijakan dijelaskan dan disusun menurut arti pentingnya.
3. Berbagi alternative untuk mengatasi maslah perlu diselidiki,
4. Konsekuensi ( biaya dan keuntungan ) yang timbul dari setiap pemilihan
alternaif diteliti.
5. Setiap alternatif dan konsekuensi yang menyertainya dapat dibandingkan
dengan alternatif dengan alternatif lainnya.
Keseluruhan proses tersebut akan menghasilkan suatu keputusan rasional, yaitu
keputusan yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu. Namun demikian terdapat 20 Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik,Yogyakarta, MedPress, 2002.
Universitas Sumatera Utara
24
beberapa keberatan dan kritik terhadap teori rasional konprefensif ini. Seperti misalnya
kritik bahwa teori rasional komprehensif tidak realistis dalam tuntutan-tuntutan yang
dibuat oleh para pembuat keputusan. Karena menurut asumsi model ini pembuat
keputusan akan mampu membuat perbandingan alternatif berdasarkan keuntungan yang
tepat.
1.6.2.3.2 Teori Inkremental/Penambahan
Teori ini lahir dan berusaha menutupi kekurangan yang ada dalam model rasional
komprehensif. Teori ini lebih bersifat deskriptif dalam pengertian, dan menggambarkan
secara aktual cara-cara yang dipakai para pejabat dalam membuat keputusan.
Inkrementalisme merupakan proses pembuatan keputusan yang khas dalam masyarakat
yang plural seperti di Amerika Serikat. Keputusan dan kebijakan merupakan hasil
kompromi dan kesepakatan bersama antara banyak partisipan. Sehingga pembuatan
kebijakan atau keputusan secara inkrementalis adalah penting dalam rangka mengurangi
konflik, memelihara stabilitas dan sistem politik itu sendiri.
Menurut kaum inkrementalis, para pembuat keputusan dalam menunaikan
tugasnya berada di bawah keadaan yang tidak pasti yang berhubungan dengan
konsekuensi dari tindakan mereka di masa depan, maka keputusan atau kebijakan
inkrementalis dapat mengurangi resiko atau biaya ketidakpastian tersebut. Teori ini juga
mempunyai sifat yang realistis dan menghaslikan keputusan yang terbatas, dapat
dilakukan dan diterima.
1.6.2.3.3 Teori Penyelidikan Campuran
Teori ini adalah gabungan dari dua teori yang ada sebelumnya, dan merupakan
suatu pendekatan terhadap pembuatan kebijakan yang memperhitungkan keputusan-
Universitas Sumatera Utara
25
keputusan pokok dan inkrementalis, menetapkan proses-proses pembuatan kebijakan
pokok dan urusan tinggi yang menentukan petunjuk-petunjuk dasar, prose-proses yang
mempersiapkan keputusan pokok dan menjalankannya setelah keputusan itu tercapai.
Dalam model penyelidikan campuran para pembuat keputusan dapat
memanfaatkan teori-teori rasional komprehensif dan inkrementalisme dalam situasi-
siyuasi yang berbeda. Dalam beberapa hal pendekatan inkrementalis telah cukup
memadai namun dalam situasi yang lain dimana masalah yang dihadapi berbeda, maka
pendekatan yang lebih cermat dengan menggunakan rasional komprehensif adalah jauh
lebih memadai. Penyelidikan campuran juga memperhitungkan kemampuan-kemampuan
yang berbeda dari para pembuata keputusan. Semakin besar kemampuan para pembuat
keputusan memobilisasi kekuasaan untuk melaksanakan keputusan, maka semakin besar
pula penyelidikan campuran dapat digunakan secara realistis oleh para pembuat
keputusan. Dengan demikian, penyelidikan campuran merupakan suatu bentuk
pendekatan kompromi yang menggabungkan penggunaan inkrementalisme dan
rasionalisme komprehensif sekaligus.
1.6.2.4 Aktor-aktor dalam Penetapan Kebijakan
Aktor-aktor atau pemeran serta dalam penetapan kebijakan dapat dibagi kedalam
dua kelompok, yakni Aktor resmi dan aktor tidak resmi21.
1.6.2.4.1 Aktor/Pemeran serta resmi :
1) Badan-badan administrasi ( agen-agen pemerintah )
Badan-badan administrasi dalam hal ini dapat membuat dan
melanggar undang-undang, dan sering membuat keputusan-
21 Budi Winarno Ibid
Universitas Sumatera Utara
26
keputusan yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi politik dan
kebijakan yang luas.
2) Lembaga Legislatif
Dalam hal ini yaitu dalam penetapan kebijakan, maka lembaga
legislatif adalah yang lebih mempunayi kapasitas karena sesuai
dengan tugas dan fungsinya. Legislatif dapat membahas dan
megeluarkan sebuah kebijakan yang menyangkut tentang
kepentingan masyarakat dalam bentuk Undang-undang.
1.6.2.4.2 Aktor/Pemeran serta tidak resmi
1) Kelompok-kelompok kepentingan.
Kelompok ini merupakan pemeran serta tidak resmi yang
memainkan peran serta tidak resmi dalam pembuatan kebijakan
di hampir semua Negara. Pengaruh kelompok kepentingan
terhadap keputusan kebijakan tergantung pada banyak faktor
yang menyangkut ukuran-ukuran keanggotaan kelompok,
keuangan dan sumber lain. Seperti misalnya Serikat Buruh,
Organisasi guru. Kamar dagang dan lain sebagainya.
2) Partai Politik
Dalam konteks masyarakat modern, partai politik seringkali
melakukan agregasi kepentingan dan berusaha untuk mengubagh
tuntutan-tuntutan dari masyarakat menjadi alternatif kebijakan.
Karena dalam perspektif negara demokrasi, kebijakan yang
dijalankan oleh birokrasi adalah merupakan agenda kebijakan
Universitas Sumatera Utara
27
dari Partai Politik. Eksistensi partai politik ditunjukkan melalui
kompetensi mereka dalam hal kebijakan publik, yaitu sejauh
manakah parati politik yang ada respon terhadap tuntutan-
tuntutan masyarakat.
1.7 Defenisi Konsep
Defenisi Konsep dirancang untuk memberikan batasan-batasan yang jelas
mengenai konsep-konsep yang hendak di teliti sehingga tidak menimbulkan interprestasi
ganda dari variable-variabel yang diteliti, adapun yang menjadi kosep dalam penelitian
ini adalah :
1.7.1 Gerakan Sosial Buruh
Gerakan sosial buruh adalah sebuah tantangan aksi kolektif oleh pihak buruh
terhadap pemegang kekuasaan atas nama orang-orang tertindas. Gerakan sosial buruh
berwujud pada sebuah perlawananan terhadap diskursus neoliberalisme yang
meruntuhkan paham kedaulatan rakyat. Sehingga konsep gerakan sosial buruh adalah
sebuah konsep perlawanan yang tidak hanya menentang kebijakan pemerintah, tetapi
lebih dari itu yaitu menentang kebijakan neoliberalisme yang selalu mempengaruhi
kebijakan negara atupun sistem governance. Salah satu bentuk dari gerakan sosial buruh
adalah perlawanan buruh terhadap kebijakan upah buruh yang biasanya ada dalam
kebijakan Upah Minimum Propinsi ( UMP ).
Universitas Sumatera Utara
28
1.7.2 Proses Kebijakan Publik
Proses kebijakan publik adalah proses penetapan kebijakan oleh para pengambil
kebijakan yang menyangut tentang kepentingan rakyat banyak. Dalam penetapan
kebijakan tersebut biasanya melibatkan banyak unsur diluar para pengambil kebijakan,
hal ini dikarenakan banyak isu agenda yang dibahas berasal dari masyarakat yang
disampaikan melalui konsep gerakan sosial. Sehingga dalam perspektif pluralisme proses
kebijakan publik adalah sebuah arena dimana rakyat secara bebas dapat mengajukan
kepentingannya karena semakin banyaknya jenis kebutuhan rakyat yang harus
diselesaikan oleh pemerintah. Hal ini misalnya terdapat dalam proses penetapan
kebijakan upah buruh dalam Dewan Pengupahan Daerah ( Depeda ) yang menetapkan
kebijakan Upah Minimum Propinsi ( UMP ) atau Upah Minimum Kota ( UMK ). Dan
dalam Dewan Pengupahan Daerah, pihak-pihak yang terlibat tidak hanya para pengambil
kebijakan saja yang dalam hal ini adalah pemerintah melaui Dinas tenaga kerja, tetapi
banyak pihat yang terkait dalam perburuhan. Yaitu pihak buruk, dan pengusaha.
1.8 Defenisi Operasional
Defenisi Operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana
cara mengukur suatu variabel dengan kata lain sebagai rincian dari indikator-indikator
pengukuran suatu variabel. Dan dalam penelitian ini maka variabel yang akan diteliti
adalah peranan Gerakan sosial buruh oleh Serikat Buruh Medan Independen ( SBMI )
dalam proses kebijakan publik, yaitu :
Perlawanan SBMI dalam penetapan UMP Peranan SBMI dalam Depeda ( DPD )
Universitas Sumatera Utara
29
Strategi gerakan buruh oleh SBMI Posisi SBMI dalam agenda setting Agenda SBMI dalam membangun isu perburuhan di kota Medan
1.8 METODOLOGI PENELITIAN
1.8.1 Bentuk Penelitian
Untuk memberikan gambaran tentang bagaimana penelitian akan dilaksanakan
para peneliti hendaknya menjelaskan akan metodologi penelitian yang digunakan dalam
proposal secara singkat. Dan berdasarkan metode yang dipakai maka penelitian ini
menggunakan metode penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakn suatu cara
yang digunakan untuk memcahkan masalah yang ada pada saat sekarang berdasrkan
fakta-fakta dan data-data yang ada. Data yang ada dikumpulkan, diklasifikasikan
kemudian dianalisa. Tetapi penelitian deskriptif bukan saja menjabarkan tetapi juga
memadukan serta menganalisis.22
1.8.2 Lokasi Penelitian.
Penelitian yang akan dilakukan berlokasi di kota Medan, khususnya di fokuskan
pada secretariat Serikat Buruh Medan Independen ( SBMI ) yang terletak di jln. Garu IV
Simpang Limun Medan.
1.8.2 Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan objek yang terdiri dari manusia, benda, hewan, gejal,
nilai atau peristiwa sebagi sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam
penelitian23.
22 Masri Singarimbun Ibid 23 Sofyan Effendi Ibid
Universitas Sumatera Utara
30
Sedangkan sample merupakan bagian dar populasi yang menjadi sumber data
yang sebenarnya dalam suatu penelitian. Pengambilan yang sebagian itu dimaksudkan
sebagai representasi dari seluruh populasi.
Berdasarkan hal itu maka yang dimaksud populasi dalam penelitian ini adalah
pengurus Serikat Buruh Medan Independen ( SBMI ) dan juga sekaligus sampel.
1.8.3 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data atau informasi, keterangan-keterangan atau fakta-fakta
yang diperlukan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Data Primer : wawancara, yaitu suatu cara dalam pengumpulan data dengan
dialog langsung dengan respondenyang berhubungan dengan objek penelitian.
b. Data Sekunder : Penelitian Kepustakaan ( Library Research ), yaitu sumber data
yang berasal dari buku, jurnal, tabloid dan literatur lain yang berhubungan dengan
penelitian ini.
1.8.4 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
menggunakan analisa kualitatif. Dimana jenis analisa data seperti ini banyak digunakan
dalam jenis penelitian deskriptif, yaitu suatu metode yang lebih didasarkan kepada
pemberian gambaran yang terperinci. Data yang telah dikumpulkan, dianalisa untuk
mendeskripsikan mengenai peranan gerakan sosial buruh dalam proses kebijakan publik.
Jadi analisa data hanya dilakukan dengan cara menggambarkan data yang diperoleh
dengan memberi interprestasi.
Universitas Sumatera Utara
31
1.9 SISTEMATIKA PENULISAN
BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan latar belakang masalah, pokok permasalahan
yang akan dibahas, dan tujuan mengapa diadakan penelitian ini dan
metode penelitian serta kerangka teori yang akan menjadi landasan
pembahasan masalah.
BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini memberikan gambaran secara umum tentang sejarah singkat
akan lokasi penelitian yang dalam hal ini adalah Sejarah berdirinya
Serikat Buruh Medan Independen ( SBMI ) kota Medan, Struktur
pengurus, perkembangan SBMI, Visi Misi SBMI, Tujuan, Program kerja
SBMI, dan langkah strategi dalam gerakan buruh oleh SBMI.
BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
Bab ini akan memuat penyajian data yang diperoleh melalui penelitian
ini dan setelah itu analisa terhadap data penelitian yang telah didapat
melalui metode penelitian yang digunakan.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini adalah bab terakhir dari penelitian ini, dan berisi kesimpulan dari
hasil-hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, serta berisi saran-
saran yang nantinya berguna bagi penulis.
Universitas Sumatera Utara