Upload
fernia-stevani
View
57
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
cholelitiasis
Citation preview
patogenesis ya
Hepatolitiasis ialah batu empedu yang terdapat di dij dalam saluran empedu dari
awal percabangan duktus hepatikus kanan dan kiri meskipun percabangan ter- ny
sebut mungkin terdapat di luar parenkim hati. Batu pr cersebut umumnya berupa
batu pigmen yang berwarna m
cokelat, lunak, bentuknya seperti lumpur dan rapuh. ba
Hepatolitiasis akan menimbulkan kolangitis pio- n)
genik rekurens atau kolangitis oriental yang sering sulit ka
penanganannya.
Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam te
duktus koledokus melalui duktus sistikus. Di dalam ds
perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan
aliran empedu secara ba
parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik K;
empedu. Pasase batu empedu berulang melalui duktus be
sistikus yang sempit dapat menimbulkan iritasi dan se
perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan st
dinding duktus sistikus dan striktur. Kalau batu terhenti k
di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu Is
besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada di sana sebagai batu
duktus sistikus
Kolelitiasis asimtomatik biasanya diketahui secara kebetulan, sewaktu pemeriksaan
ultrasonografi, pembuatan foto polos perut, atau perabaan sewaktu operasi.
Pada pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak ditemukan kelainan.
Gambaran klinis
ANAMNESIS. Setengah sampai dua pertiga penderita batu kandung empedu adalah
asimtomatik. Keluhan yang mungkin timbul berupa dispepsia yang kadang disertai
intoleransi terhadap makanan berlemak.
Pada yang simtomatik, keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran atas kanan atau prekordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa
jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga
kasus timbul tiba-tiba.
Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah (lihat Bab 12-2 Nyeri perut).
Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang setelah
makan antasid. Kalau terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah
pada waktu menarik napas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh ujung
jari tangan sehingga pasien berhenti menarik napas, yang merupakan tanda
rangsangan peritoneum setempat (tanda Murphy).
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut
kanan atas akan disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi
kolangitis. Biasanya terdapat ikterus dan urin berwarna gelap yang hilang timbul.
Ikterus yang hilang timbulnya berbeda dengan ikterus karena hepatitis {lihat Bab
13-8 Ikterus).
Pruritus ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan lebih banyak
ditemukan di daerah tungkai daripada di badan.
Pada kolangitis dengan sepsis yang berat, dapat terjadi kegawatan disertai syok dan
gangguan kesadaran.
Pemeriksaan fisik pada batu kandung empedu. Kalau ditemukan kelainan, biasanya
berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal
atau umum, hidrops kandung empedu, empiema kandung empedu, atau
pankreatitis.
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah
letak anatomi kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan
bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang karena kandung empedu
yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik
napas.
Pemeriksaan fisik pada ratu saluran empedu. Batu saluran empedu tidak menimbulkan
gejala atau tanda dalam fase tenang. Kadang teraba hati agak membesar dan sklera
ikterik. Patut diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dL,
gejala ikterus tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, baru
akan timbul ikterus klinis.
Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan
ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis
akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial nonpiogenik yang
ditandai dengan trias Charcot*, yaitu demam dan menggigil, nyeri di daerah hati,
dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik
intrahepatik, akan timbul lima gejala pentade* Reynold*, berupa tiga gejala trias
Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai
koma.
Kalau ditemukan riwayat kolangitis yang hilang timbul, harus dicurigai
kemungkinan hepatolitiasis.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium. Batu kandung empedu yang asimto- matik umumnya tidak
menunjukkan kelainan laboratorik. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi
leukositosis. Apabila ada sindrom Mirizzi*, akan ditemukan kenaikan ringan
bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu, dinding yang udem
di daerah kantong Hartmann, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan
tersebut. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam
duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase
serum biasanya meningkat sedang setiap kali ada serangan akut. Pencitraan.
Ultrasonografi mempunyai derajat spesi-
fisitas dan sensitivitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan
pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Dengan
ultrasonografi juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena
fibrosis atau udem karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada
duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang udara di dalam
usus. Dengan ultrasonografi, lumpur empedu dapat diketahui karena bergerak
sesuai dengan gaya gravitasi. Dengan ultrasonografi, punktum maksimum rasa nyeri
pada batu kandung empedu yang gangren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
Foto polos perut biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya
sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak*. Kadang kandung
empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tine^i danar dilihat
nada foto polos.
Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,
kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan
atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras yang diberikan per os
cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen* sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral
akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubin serum di atas 2
mg/dL, obstruksi -pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan tersebut kontras tidak
dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi*oral lebih bermakna pada
penilaian fungsi kandung empedu.
CT-scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis batu
kandung empedu. Cara ini berguna untuk membantu diagnosis keganasan pada
kandung empedu yang mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90 persen.
Foto Roentgen dengan kolangiopankreatikografi endoskopi retrograd (ERCP) di
papila Vater atau melalui kolangiografi transhepatik perkutan (PTC) berguna untuk
pemeriksaan batu di duktus koledokus. Indikasinya ialah batu kandung empedu
dengan gangguan fungsi hati yang tidak dapat dideteksi dengan ultrasonografi dan
kolesistografi oral, misalnya karena batu kecil. Saat ini sedang dikembangkan
pemeriksaan ultrasonografi endoluminal dengan endoskopi fleksibel untuk
mendeteksi batu empedu di saluran empedu. Cara ini dianggap jauh lebih aman
daripada ERCP. Kelemahan ERCP untuk diagnosis adalah bahaya timbulnya
komplikasi pankreatitis.
Prediksi klinis koledokolitiasis pada pemeriksaan prabedah dirangkum pada Tabel
34-7.
Penyulit
Komplikasi kolelitiasis dapat berupa kolesistitis akut yang dapat menimbulkan
perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, ikterus obstruktif, kolangitis,
KoJangiolitts piogenik, fistel bilioenterik, ileus batu
Tata laksana medis koledokolitiasis. Penderita yang menunjukkan gejala kolangitis
akut harus dirawat dan dipuasakan. Apabila ada distensi perut, dipasang pipa
lambung. Dilakukan koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
penanganan syok, pemberian antibiotik sistemik, dan pemberian vitamin K sistemik
kalau ada koagulopati. Biasanya keadaan umum dapat diperbaiki dalam waktu 24-
48 jam.
Panduan Tokyo 2007 yang telah dipublikasikan dengan judul ” Tokyo Guidelines for the
Management of Acute Cholangitis and Cholecystitisn menyatakan kolangitis akut yang telah
diresusitasi dan didiagnosis, harus segera ditentukan derajat beratnya penyakit;
apakah ringan, sedang atau berat.
Kriteria kolangitis ringan adalah kolangitis yang segera membaik setelah terapi awal
perawatan medik.
Kriteria kolangitis sedang adalah kolangitis akut yang tidak segera dapat diatasi
dengan terapi awal perawatan medik, perlu beberapa waktu untuk membaik. Pada
golongan pasien ini, tidak ditemukan gejala gagal organ. Dahulu, keadaan ini
termasuk di dalam kelompok trias Charcot (1858).
Kriteria kolangitis berat adalah kolangitis yang telah disertai disfungsi organ yang
ditandai oleh salah satu gejala di bawah ini
sistem kardiovaskular: hipotensi yang memerlukan dopamin 5 Mg/kg menit, atau
dopamin dengan berbagai dosis;
sistem persarafan: gangguan kesadaaran;
sistem pernapasan: rasio Pa02/FJ02<300;
4v ginjal: kreatinin > 2,0 mg/dL;
1||b % hati: PT-INR > 1,5;
6, M stem hematologi: jumlah platelet <100.000/mL.
Tata laksana endoskopik. Apabila setelah tindakan diatas keadaan umum
tidak membaik atau kondisi penderita malah semakin buruk, dapat dilakukan
sfingtero- tomi endoskopik untuk menyalir empedu dan nanah dan membersihkan
duktus koledokus dari batu. Kadang dipasang pipa nasobilier.
Cara ini juga berhasil melalui sfingterotomi sfingter Oddi di papila Vater, yang
memungkinkan batu keluar secara spontan atau melalui kateter Fogarty* atau
kateter basket. Indikasi lain dari sfingterotomi endoskopik ialah adanya riwayat
kolesistektomi. Apabila batu duktus koledokus besar, yaitu berdiameter lebih dari 2
cm, sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat mengeluarkan batu ini. Pada
penderita ini dianjurkan litotripsi lebih dahulu untuk mengeluarkan batu duktus
koledokus secara mekanik melalui papila Vater dengan alat ultrasonik atau laser.
Umumnya penghancuran ini dilakukan bersama-sama atau dilengkapi dengan
sfingterotomi endoskopik.
Penyaliran bilier transhepatik perkutan (percutaneous transhepatic biliar drainage, PTBD)
biasanya bersifat darurat dan sementara sebagai salah satu alternatif untuk
mengatasi sepsis pada kolangitis berat, atau mengurangi ikterus berat pada
obstruksi saluran empedu distal karena keganasan. Pada pasien dengan pipa T pada
saluran empedu dapat juga dimasukkan koledo- koskop dari luar untuk membantu
mengambil batu intrahepatik.
Koledokotomi. Sambil memperbaiki keadaan umum serta mengatasi infeksi
kolangitis, diagnosis dipertajam. Biasanya dengan ultrasonografi ditemukan
kolesisto- litiasis disertai koledokolitiasis. Kalau pada kandung empedu tidak
ditemukan batu, atau pernah dilakukan kolesistektomi, tetapi di dalam duktus
koledokus ditemukan batu apalagi bila batu ditemukan di saluran intra- he pati k,
perlu dicurigai batu primer saluran empedu. Pemeriksaan endoskopik (ERCP) dapat
membantu pe- negakan diagnosis sekaligus dapat dilakukan sfingterotomi sebagai
terapi definitif atau terapi sementara.
Pada waktu laparotomi untuk kolesistektomi, perlu ditentukan apakah akan dilakukan koledokotomi dengan
tujuan eksplorasi saluran empedu. Indikasi eksplorasi duktus koledokus pada saat dilakukan kolesistektomi
dirangkum pada Bagan 34-2.
Kolangiografi intraoperatif tidak selalu dilakukan pada penderita yang dicurigai menderita koledokoli tiasis
karena prosedur ini memakan waktu. Tindakan ini hanya dilakukan atas indikasi yang selektif.
Indikasi membuka duktus koledokus adalah jelas jika ada kolangitis, teraba batu atau ada batu pada foto.
Indikasi relatif ialah ikterus dengan pelebaran duktus koledokus. Untuk menentukan indikasi absolut dilaku -
kan kolangiogram sewaktu pembedahan.
Sewaktu melakukan eksplorasi saluran empedu, semua batu, lumpur dan debris harus dibersihkan, sebaiknya
dengan bantuan koledokoskop. Kalau ada
striktur sfingter Oddi, harus dilakukan dilatasi dengan sonde khusus atau dilakukan
sfingterotomi transduo- denal. Umumnya dipasang penyalir pipa T setelah luka
koledokotomi dijahit, kemudian dilakukan kolangiografi pascaeksplorasi untuk
mengetahui apakah ada batu yang tertinggal, agar segera dapat dikeluarkan.
Koledokoduodenostomi. Setelah eksplorasi saluran empedu dan pengangkatan batu
secara sempurna, mungkin perlu penyaliran empedu diperbaiki dengan
koledokoduodenostomi latero-lateral atau koledo- koyeyunostomi Roux-en-Y.
Tindakan ini dilakukan bila ada striktur di duktus koledokus distal atau di papila
Vater yang terlalu panjang untuk dilakukannya dilatasi atau sfingterotomi. Striktur
demikian mungkin terjadi pasca pankreatitis.