Cirrhosis Hepatis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sirosis hepatis

Citation preview

TINJAUAN PUSTAKA

DefinisiSirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vascular dan regenerasi nodularis parenkim hati. 1

Epidemiologi Insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk, di Indonesia belum ada data pasti mengenai sirosis namun pada beberapa Rumah Sakit seperti RS Sardjito diketahui pasien sirosis berjumlah 4,1% dari total pasien penyakit dalam.1

Etiologi Terdapat beberapa penyebab dari sirosis hepatis, antara lain :1. Virus Hepatitis (B, C, dan D)2. Alkohol (alcoholic cirrhosis)3. Kelainan metabolica. Hemokromatosisb. Wilson diseasec. Defisiensi alpha 1-antitripsind. Glikonosis tipe-IVe. Galaktosemiaf. Tirosinemia 4. Kolestasis 5. Gangguan imunitas (hepatitis lupoid)6. Toksin dan pemakaian obat7. Non-alcoholic fatty liver disease8. Kriptogenik 9. Obstruksi pada saluran vena hepatika

Anatomi

Hepar merupakan salah satu organ intestinal, memiliki berat 1,2-1,8 kg. Hepar menempati daerah hipokondrium kanan dengan lobus kiri yang meluas hingga epigastrium, hepar berabatasan dengan diafragma pada bagian superior dan bagian inferior mengikuti kosta kanan. Secara anatomis, hepar terdiri atas 2 lobus yaitu lobus kanan dan lobus kiri, kedua lobus tersebut dipisahkan oleh ligamentum falsiforme1,2 Lobus kanan hepar dibagi menjadi bagian anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan, sedangkan lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme . pada daerah antara ligamentum falsiform dengan vesica fellea di lobus kanan dapat ditemukan lobus kuadratus dan kaudatus yang tertutup oleh vena cava inferior dan ligamnetum venosum pada permukaan posterior.Permukaan hepar diliputi oleh peritoneum visceralis, kecuali daerah kecil yang berhubungan langsung dengan diafragma pada bagian posterior. Beberapa ligamentum yang merupakan peritoneum membantu menyokong hepar. Dibawah peritoneum terdapat jaringan ikat padat yang disebut kapsula Glisson, yang meliputi permukaan seluruh organ, bagian tebal dari kapsula ini terdapat pada porta hepatis.porta hepatis merupakan fisura pada hepar tempat masuknya vena porta dan arteri hepatica serta tempat keluarnya duktus hepatica.1Hepar memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatica dan dari aorta melalui arteri hepatika. Arteri hepatica keluar dari aorta dan memberikan 80% darahnya kepada hepar, darah ini masuk ke hepar membentuk jaringan kapiler dan setelah bertemu dengan kapiler vena akan keluar sebagai vena hepatica. Vena hepatica mengembalikan darah dari hepar ke vena kava inferior. Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior, mengantarkan 20% darahnya ke hepar, darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70 % sebab beberapa O2 telah diambil oleh limpa dan usus. Darah yang berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hepar dan setiap lobulus dilewati oleh sebuah pembuluh sinusoid atau kapiler hepatika. Pembuluh darah halus yang berjalan di antara lobulus hepar disebut vena interlobular.Vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari saluran cerna, dan arteri hepatika membawa darah yang kaya oksigen dari sistem arteri. Arteri dan vena hepatika ini bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih kecil membentuk kapiler di antara sel-sel hepar yang membentuk lamina hepatika. Jaringan kapiler ini kemudian mengalir ke dalam vena kecil di bagian tengah masing-masing lobulus, yang menyuplai vena hepatika. Pembuluh-pembuluh ini menbawa darah dari kapiler portal dan darah yang mengalami deoksigenasi yang telah dibawa ke hepar oleh arteri hepatika sebagai darah yang telah deoksigenasi. Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar didalam septum interlobularis. Anterior ini menyuplai darah dari arteri ke jaringan jaringan septum diantara lobules yang berdekatan, dan banyak arterior kecil mengalir langsung ke sinusoid hepar, paling sering pada sepertiga jarak ke septum interlobularis2Hepar terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hepar, sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel non parenkimal yang termasuk di dalamnya endothelium, sel Kuppfer dan sel Stellata yang berbentuk seperti bintang . Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen vena hepatika dan ductus hepatikus. Saat darah memasuki hepar melalui arteri hepatica dan vena porta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen secara bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting kerentanan jaringan terhadap kerusakan asinus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubungan dan desmosom yang saling bertautan dengan disebelahnya3Sinusoid hepar memiliki lapisan endothelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding sinusoid adalah sel fagositik Kuppfer yang merupakan bagian penting dalam sistem retikuloendotelial dan sel Stellata (juga disebut sel Ito, liposit atau perisit) yang memiliki aktivitas miofibriblastik yang dapat membantu pengaturan aliran darah sinusoidal disamping sebagai faktor penting dalam perbaikankerusakan hepar. Peningkatan aktivitas sel-sel Stellata tampaknya menjadi faktor kunci pembentukan fibrosis di hepar3

Patofisiologi Pada sirosis hepatis terdapat 3 pola khas yang ditemukan pada banyak kasus, yaitu sirosis Laennec, pascanekrotik, dan biliaris.a. Sirosis LaennecSirosis Laennec atau sirosis alkoholik diawali dengan akumulasi lemak secara bertahap didalam hepatosit (infiltrasi lemak),akumulasi lemak mencerimkan adanya gangguan metabolic yang mencakup pembentukan trigliserida yang berlebihan, menurunnya jumlah keluaran trigliserida dari hepar dan menurunnya oksidasi asam lemak. Degenerasi lemak tak berkomplikasi pada hepar seperti yang terlihat pada alkoholisme dini bersifat reversibel jika konsumsi alcohol dihentikan. Namun, bila kebiasaan konsumsi alcohol diteruskan dapat memicu terbentuknya jaringan fibrotic, sebagian ahli meyakini bahwa lesi dalam perkembangan sirosis kemngkinan adalah hepatitis alkoholik. Hepatitis alkoholik ditandai secara histologis oleh nekrosis hepatoseluler, sel-sel balon, infiltrasi PMN di hepar.Pada kasus yang lebih lanjut, jaringan fibrotik yang tebal terbentuk pada tepian lobules, membagi parenkim menjadi nodul-nodul halus. Nodul dapat membesar akibat aktivitas regenerasi sebagi upaya hepar untuk mengganti sel-sel yang rusak. Hepar tampak terdiri dari sarang-sarang sel-sel degenerasi dan regenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang padat. Pada tahap tersebut, hepar akan mengecil, konsitensinya keras, dan hamper tidak memiliki parenkim yang normal. b. Sirosis pascanekrotik Sirosis pascanekrotik terjadi setlah nekrosis berbercak pada jaringan hepar. Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan fibrotic dan jaringan hepar yang normal. Sekitar 25-75% kasus memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya. Ciri khas sirosis pascanekrotik ialah faktor predisposisi timbulnya karsinoma hepatoseluler .c. Sirosis biliaris Kerusakan sel hati yang dimulai disekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Penyebab tersering sirosis biliaris ialah obstruksi biliaris pascahepatik. Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hepar dan kerusakan hepatosit. Terbentuk lembaran fibrosa di tepi lobules, namun jarang memotong lobules seperti pada sirosis Lannec. Ukuran hepar akan membesar, konsistensi keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari sindrom ini. Pada sirosis biliaris primer penyebabnya tidak diketahui namun pada 90% pasien ditemukan antibody anti-mitokondrial pada sirkulasi darah. Komplikasi hipertensi porta jarang terjadi.

KlasifikasiBerdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hepatis atas 3 jenis, yaitu 1:1. MikronodularYaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk berukuran < 3mm.2. MakronodularYaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk berukuran > 3mm.3. Campuran Yaitu gabungan dari mikronodular dan makronodular. Nodul-nodul yang terbentuk ada yang berukuran < 3 mm dan ada yang berukuran > 3 mm.Secara fungsional, sirosis hepatis terbagi atas1 :1. Sirosis Hepatis KompensataSering disebut dengan latent cirrhosis hepar. Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.2. Sirosis Hepatis Dekompensata Dikenal dengan active cirrhosis hepar, dan stadium ini biasanya gejala- gejala sudah jelas, misalnya ; asites, edema dan ikterus.

Manifestasi klinisManifestasi klinis pada sirosis terjadi akbiat 2 tipe gangguan fisiologis, yaitu : Gagal hepatoselular Ikterus terjadi sedikitnya pada 60% penderita selama perjalanan penyakitnya dan biasanya hanya minimal. Hiperbilirubinemia tanpa ikterus lebih sering terjadi. Penderita dapat menjadi ikterus selama fase dekompensasi disertai gangguan hati yang reversibel. Gangguan endokrin sering terjadi pada penderita sirosis, karena pada fungsi hepar yang normal hormone korteks adrenal, testis dan ovarium akan dimetabolisme dan inaktif oleh hepar. Salah satu gangguan endokrin yang sering terjadi adalah berlebihnya hormone estrogen dalam sirkulasi, sehingga akan terlihat gejala seperti angioma (spider nevy), atrofi testis, ginekomastia, serta eritema palmaris. Selain itu, peningkatan MSH akan mengakibatkan hiperpigmentasi.Gangguan hematologic yang sering terjadi ialah kecenderungan perdarahan, anemia, leukopenia, dan trombositopenia. Masa protrombin dapat memanjang, manifestasi hematologic dapat terjadi karena berkurangnya pembentukan faktor-faktor pembekuan oleh hepar dan hipersplenisme. Pada hipersplenisme, limpa tidak hanya membesar namun juga lebih aktif menghancurkan sel-sel darah dalam sirkulasi. Hipertensi porta. Hipertensi porta didefinisikan sebagai peningkatan tekanan vena porta yang menetap diatas nilai normal yaitu 6 sampai 12 cmH2O. mekanisme hipertensi porta adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu biasanya terjadi peningkatan aliran arteri splangnikus. Kombinasi dari menurunnya aliran keluar melalui vena hepatica dan meningkatnya aliran masuk ebrsama-sama menghasilkan ebban berlebihan pada sistem porta. Pembebanan berlebihan akan memicu timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatic. Tekanan balik pada sistem porta mengakibatkan splenomegali dan asites.Asites merupakan penimbunan cairan intraperitoneal yang mengandung sedikit protein. Asites terjadi karena adanya peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus dan penurunan tekana osmotic koloid akibat hipoalbuminemia, faktor lain yang ebrperan ialah retensi natrium dan air serta peningkatan sintesis dan aliran limfe hepar.Saluran kolateral juga melibatkan vena superfisial dinding abdomen dan timbulnya sirkulasi ini mengakibatkan diltasi vena-vena periumbilikal (kaput medusa). Sistem vena rektal membantu dekompensasi tekanan porta sehingga vena-vena berdilatasi dan menyebabkan berkembangnya hemoroid interna.

Pemeriksaan Penunjang1. Laboratorium Beberpa indicator penilaian fungsi hepar dapat diperiksa, seperti aspartate aminotransferase, serum glutamil oksalo asetat ( SGOP), serum glutamil piruvat transaminase (SGPT), alanine aminotransferase (ALT) akan meningkat namun tidak akan terlalu tinggi. AST akan lebih tinggi daripada ALT, transaminase yang tidak meningkat bukan berarti diagnosis sirosis dapat disingkirkan. Alkali fosfatase akan meningkat hingga 2-3 kali dari nilai normal, peningkatan juga terdapat Gamma-glutamil transpeptidase (GGT). Kadar bilirubin bisa normal pada sirosis dekompesata namun akan meningkat pada sirosis yang lanjut, penurunan albumin akan sebanding dengan perburukan sirosis. 2. RadiologiTerdapat beberapa pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada penderita sirosis, antara lain : Barium mealPemeriksaan barium meal dapat melihat adanya varises, yang merupakan salah satu tanda dari hipertensi porta.

Gambar 1. gambaran varises esofagus dalam pemeriksaan barium meal4

Ultrasonography (USG)Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan non-invasive yang sering dilakukan pada pasien sirosis, dengan USG dapat menilai sudut hepar, permukaan hepar, ukuran, homogenitas, da nada atau tidaknya massa. Pada sirosis lanjut, ukiran hepar akan mengecil dan nodular, serta permukaannya ireguler dan adanya peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, dengan USG dapat terlihat juga adanya ascites, splenomegaly, thrombosis vena porta dan dilatasi vena porta, serta skrining adanya karsinoma pada pasien sirosis.IPD

Gambar 2. Gambaran USG yang menunjukkan perubahan struktur dan ukuran hepar pada pasien sirosis4.

Gambar 3. gambaran nodul pada USG7

CT ScanPenggunaan metode CT-Scan dapat dilakukan untuk menggambarkan morfologi hepar serta abnormalitas pada sistem gastrointestinal, seperti oedema pada mesentrika dan dinding vesica felea, ascites, perkembangan pembuluh darah kolateral akibat hipertensi porta, serta splenomegali.

Gambar 4. Gambaran CT-Scan varises esofagus4

Gambar 5. CT-Scan tanpa kontras memperlihatkan gambaran hiperdens merujuk pada nodul5.

MRIMRI merupakan metode non-invasif alternatif menggambarkan hepar berdasarkan karakteristik-jaringan tertentu. Selain menunjukkan perubahan morfologi pada sirosis, MRI cocok untuk evaluasi struktur vaskular untuk patensi atau invasi tumor. T1-weighted yang berharga dalam memberikan detil anatomi, dan gambar T2 lebih sensitif dalam mendeteksi massa dan karakteristik kista serta hemangioma. Teknologi MRI terus berkembang pesat, dengan perkembangan teknik, seperti penggunaan gradient-echo, fast spin-echo (SE), dandiffusion-weighted sequence, yang memungkinkan akuisisi cepat gambar yang diperlukan dalam hubungan dengan penggunaan kontras paramagnetik .Gambar 6. Gambaran CT-Scan pada pasien sirosis karena Hepatitis C.4

Gambar 7. gambaran sirosis yang disebabkan oleh alkohol7

3. Biopsi HatiRujukan untuk biopsi hati harus dipertimbangkan setelah menyeluruh, serologi noninvasif dan evaluasi radiografi telah gagal untuk mengkonfirmasi diagnosis sirosis; manfaat biopsi melampaui risiko; dan itu mendalilkan bahwa biopsi akan memiliki tampak yang menguntungkan pada pengobatan penyakit hati kronis. Sensitivitas dan spesifisitas untuk diagnosis yang akurat dari sirosis dan etiologi jangkauan 80-100%, tergantung pada jumlah dan ukuran sampel histologis dan pada method.24 pengambilan sampel biopsi hati dilakukan melalui perkutan, transjugular, laparoskopi, operasi terbuka, atau pendekatan jarum halus ultrasonography- atau CT-dipandu. Sebelum prosedur, CBC dengan trombosit dan pengukuran waktu protrombin harus diperoleh. Pasien harus dianjurkan untuk menahan diri dari konsumsi aspirin dan obat anti-inflamasi nonsteroid selama tujuh sampai 10 hari sebelum biopsi untuk meminimalkan risiko perdarahan

Diagnosis Diagnosis pada sirosis hepatis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada stadium kompensasi sempurna diagnosis kadang sulit ditegakkan, sedangkan pada stadium dekompesata gejala klinis dan pemeriksaan penunjang telah terlihat jelas menggambarkan sirosis sehingga diagnosis dapat ditegakkan. Pada beberapa kasus, pemeriksaan biopsy hepar dan peritoneoskopi dilakukan untuk membedakan antara sirosis dan hepatitis kronis aktif yang berat.1

Terapi Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan, dan penanganan komplikasi. Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untk mengurangi progresi kerusakan hati.1. Penatalaksanaan Sirosis KompensataBertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, meliputi : Menghentikan penggunaan alcohol dan bahan atau obat yang hepatotoksik Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang dapat menghambat kolagenik Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan. Pada pentakit hati nonalkoholik, menurunkan BB akan mencegah terjadinya sirosis Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi utama. Lamivudin diberikan 100mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3MIU, 3x1 minggu selama 4-6 bulan. Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara subkutan dengann dosis 5 MIU, 3x1 minggu, dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan Untuk pengobatan fibrosis hati, masih dalam penelitian. Interferon, kolkisin, metotreksat, vitamin A, dan obat-obatan sedang dalam penelitian.2. Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata Asites Tirah baring Diet rendah garam : sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari Diuretic : spiroolakton 100-200 mg/hari. Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan BB 0,5 kg/hari (tanpa edem kaki) atau 1,0 kg/hari (dengan edema kaki). Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat, dapat dikombinasi dengan furosemide 20-40 mg/hari (dosis max.160 mg/hari) Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar (4-6 liter),diikuti dengan pemberian albumin. Peritonitis Bakterial SpontanDiberikan antibiotik glongan cephalosporin generasi III seperti cefotaksim secara parenteral selama lima hari atau quinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk profilaksis dapat diberikan norfloxacin (400 mg/hari) selama 2-3 minggu. Varises Esofagus Sebelum dan sesudah berdarah, bisa diberikan obat penyekat beta (propanolol) Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau okreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi Ensefalopati Hepatik Laktulosa untuk mengeluarkan ammonia Neomisin, untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia Diet rendah protein 0,5 gram.kgBB/hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang

Komplikasi Perdarahan saluran cernaPenyebab perdarahan yang paling sering adalah varises esophagus. Penderita akan mengeluhkan BAB berwarna hitam atau melena. Perdarahan saluran cerna ialah salah satu faktor predisposisi terjadinya ensefalopati hepatic, hal ini karena sumber ammonia adalah pemecahan protein oleh bakteri pada saluran cerna. Ensefalopati hepatik.Ensefalopati hepatic merupakan sindrom neuropsikiatri pada penderita penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai dengan kekacauan mental tremor otor, dan flapping tremor. Perubahan mental diawali dengan perubahan kepribadian, hilang ingatan, dan iritabilitas yang dapat berlanjut hingga kematian akibat koma dalam. Ensefalopati hepatic yang berakhir dengan koma adalah mekanisme kematian yang terjadi pada sepertiga aksus sirosis yang fatal. Ensefalopati hepatic merupakan salah satu bentuk intoksikasi otak yang disebabkan oleh penuruna fungsi metabolism oleh hepar sehingga metabolit mencapai sirkulasi sistemik tanpa dimetabolisme terlebih dahulu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nurdjanah S. Sirosis Hati. Dalam:Sudoyo AW et al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta:Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI;2011. Hal. 443-53.2. Lindseth, Glenda N. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Dalam : Sylvia A.Price et.al, eds. Patofisiologi. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2006. Hal.472-5.3. Netter FH. Surface and bed of liver. In : Atlas of Human Anatomy. 4th Edition. USA : Saunders Elsevier; 2006. p. 287.4. Caroline RT. Cirrhosis Imaging. Available at http://emedicine.medscape.com /article/366426-overview#a1. Accessed on January 15th 2016.5. Dodd GD, et al. Spectrum of Imaging Findings of the liver in end-stage Cirrhosis: Part II, Focal abnormalities. AJR:173. 1999.p.18866. Heidelbugh JJ. Cirrhosis and chronic liver failure, Part I: evaluation and diagnostic. 2006. Am Fam Phys:74.p.754.7. Okazaki H et al. Discrimination of Alcoholic from Virus-Induced Cirrhosis on MR Imaging. AJR 2000;175.p. 1878-9.10