32
1 BAB I PENDAHULUAN Keganasan kolorektal merupakan keganasan terbanyak diantara seluruh keganasan pada traktus gastrointestinal. Lebih dari 150.000 kasus baru dilaporkan terjadi di Amerika Serikat dan lebih dari 52.000 orang akan meninggal setiap tahunnya meskipun kanker kolorektal menempati urutan kedua penyebab tersering kematian akibat kanker di Amerika Serikat. Insidensinya sama baik pada wanita maupun pria. Angka kematian dari kanker rektal telah meningkat selama 20 tahun terakhir. Dengan adanya diagnosa dini melalui skrining akan sangat menurunkan insidensi terjadinya kanker dan menurunkan angka kematian akibat kanker ini. (1) Meskipun keberhasilan pengobatan adjuvant akhir-akhir ini berkembang secara cepat dan sangat maju, akan tetapi hanya sedikit saja yang meningkatkan harapan hidup pasien. Kunci utama keberhasilan penanganan keganasan kolorektal adalah ditemukannya karsinoma dalam stadium dini, sehingga terapi dapat dilaksanakan secara bedah kuratif. Namun sayang sebagian besar penderita di Indonesia datang dalam stadium lanjut sehingga angka survival rendah, terlepas dari terapi yang diberikan. Penderita datang ke rumah sakit sering dalam stadium lanjut karena tidak jelasnya gejala awal dan tidak menganggap penting gejala dini yang terjadi. Terapi bedah paling efektif bila dilakukan pada penyakit yang masih terlokalisir. Bila sudah terjadi metastasis, prognosis menjadi buruk, karena pilihan terapi mungkin hanya paliatif saja. (2)

colon cancer.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: colon cancer.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

Keganasan kolorektal merupakan keganasan terbanyak diantara seluruh keganasan

pada traktus gastrointestinal. Lebih dari 150.000 kasus baru dilaporkan terjadi di Amerika

Serikat dan lebih dari 52.000 orang akan meninggal setiap tahunnya meskipun kanker

kolorektal menempati urutan kedua penyebab tersering kematian akibat kanker di Amerika

Serikat. Insidensinya sama baik pada wanita maupun pria. Angka kematian dari kanker rektal

telah meningkat selama 20 tahun terakhir. Dengan adanya diagnosa dini melalui skrining

akan sangat menurunkan insidensi terjadinya kanker dan menurunkan angka kematian akibat

kanker ini.(1)

Meskipun keberhasilan pengobatan adjuvant akhir-akhir ini berkembang secara cepat

dan sangat maju, akan tetapi hanya sedikit saja yang meningkatkan harapan hidup pasien.

Kunci utama keberhasilan penanganan keganasan kolorektal adalah ditemukannya karsinoma

dalam stadium dini, sehingga terapi dapat dilaksanakan secara bedah kuratif. Namun sayang

sebagian besar penderita di Indonesia datang dalam stadium lanjut sehingga angka survival

rendah, terlepas dari terapi yang diberikan. Penderita datang ke rumah sakit sering dalam

stadium lanjut karena tidak jelasnya gejala awal dan tidak menganggap penting gejala dini

yang terjadi. Terapi bedah paling efektif bila dilakukan pada penyakit yang masih terlokalisir.

Bila sudah terjadi metastasis, prognosis menjadi buruk, karena pilihan terapi mungkin hanya

paliatif saja.(2)

Page 2: colon cancer.pdf

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. ANATOMI(3,4)

Kolon terdiri dari caecum, appendix, kolon ascendens, kolon transversum,

kolon descendens, kolon sigmoideum, rektum serta anus. Mukosa kolon terdiri dari

epitel selapis silindris dengan sel goblet dan kelenjar dengan banyak sel goblet, pada

lapisan submukosa tidak mempunyai kelenjar. Otot bagian sebelah dalam sirkuler dan

sebelah luar longitudinal yang terkumpul pada tiga tempat membentuk taenia koli.

Lapisan serosa membentuk tonjolan-tonjolan kecil yang sering terisi lemak yang

disebut appendices epiploicae. Di dalam mukosa dan submukosa banyak terdapat

kelenjar limfa, terdapat lipatan-lipatan yaitu plica semilunaris dimana kecuali lapisan

mukosa dan lapisan submukosa ikut pula lapisan otot sirkuler. Di antara dua plica

semilunares terdapat saku yang disebut haustra coli, yang mungkin disebabkan oleh

adanya taenia coli atau kontraksi otot sirkuler. Letak haustra in vivo dapat berpindah-

pindah atau menghilang.

Gambar 1. Anatomi kolon

Secara embriologik, kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon

kiri sampai rectum berasal dari usus belakang. Kolon berbentuk tabung muskular

berongga dengan panjang sekitar 1,5 m (5 kaki) yang terbentang dari caecum hingga

canalis ani. Diameter kolon lebih besar daripada usus kecil, yaitu sekitar 6,5 cm (2,5

Page 3: colon cancer.pdf

3

inci), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil. Kolon terdiri dari caecum,

appendix, kolon ascendens, kolon transversum, kolon descendens, kolon sigmoideum

dan rektum serta anus.

Caecum merupakan kantong yang terletak di bagian proksimal kolon dengan

diameter rata rata 7,5 cm dan panjang 10 cm. Caecum terletak pada fossa iliaca

kanan di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale. Biasanya caecum

seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat bergerak bebas, tetapi tidak

mempunyai mesenterium, terdapat perlekatan ke fossa iliaca di sebelah medial dan

lateral melalui lipatan peritoneum yaitu plica caecalis, menghasilkan suatu kantong

peritoneum kecil, recessus retrocaecalis.

Colon ascenden memanjang dari caecum ke fossa iliaca kanan sampai ke

sebelah kanan abdomen. Panjangnya 15 cm, terletak di bawah abdomen sebelah

kanan, dan di bawah hati membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut fleksura hepatica

(fleksura coli dextra) dan dilanjutkan dengan colon transversum.

Colon transversum merupakan bagian kolon yang paling besar dan paling

dapat bergerak bebas karena tergantung pada mesocolon, yang ikut membentuk

omentum majus. Panjangnya sekitar 45 cm, berjalan menyilang abdomen dari

fleksura coli dekstra sinistra yang letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis.

Letaknya tidak tepat melintang (transversal) tetapi sedikit melengkung ke bawah

sehingga terletak di regio umbilicalis.

Colon descenden panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen

bagian kiri, dari atas ke bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum

kiri, bersambung dengan sigmoid, dan di belakang peritoneum.

Colon sigmoid panjangnya bervariasi antara 15-50 cm (rata rata 38 cm),

sangat bebas bergerak dan berbentuk lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari

apertura pelvis superior (pelvic brim) sampai peralihan menjadi rectum di depan

vertebra S-3. Tempat peralihan ini ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli, dan

terletak 15 cm di atas anus. Colon sigmoideum tergantung oleh mesocolon

sigmoideum pada dinding belakang pelvis sehingga dapat sedikit bergerak bebas

(mobile).

Rectum merupakan lanjutan dari kolon, yaitu colon sigmoid dengan panjang

sekitar 15 cm. Rectum memiliki tiga kurva lateral serta kurva dorsoventral. Rectum

memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian

distal rectum terletak di rongga pelvis dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal

Page 4: colon cancer.pdf

4

terletak di rongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh

peritoneum reflectum dimana bagian anterior lebih panjang dibandingkan bagian

posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi

sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal, dikelilingi oleh sfingter ani

(eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rectum ke dunia luar.

Sfingter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.

Caecum, kolon asendens, dan bagian kanan kolon transversum diperdarahi

oleh cabang a.mesenterika superior yaitu a. ileokolika, a. kolika dekstra dan a. kolika

media. Kolon transversum bagian kiri, kolon desendens, kolon sigmoid, dan sebagian

rektum diperdarahi oleh a.mesenterika inferior melalui a. kolika sinistra, a. sigmoid

dan a. hemoroidalis superior. Vaskularisasi kolon dipelihara oleh cabang-cabang

arteri mesenterica superior dan arteri mesenterica inferior, membentuk marginal arteri

seperti periarcaden, yang memberi cabang-cabang vasa recta pada dinding usus. Yang

membentuk marginal arteri adalah arteri ileocolica, arteri colica dextra, arteri colica

media, arteri colica sinistra dan arteri sigmoidae. Hanya arteri colica sinistra dan arteri

sigmoideum yang merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior, sedangkan yang

lain dari arteri mesenterica superior. Pada umumnya pembuluh darah berjalan

retroperitoneal kecuali arteri colica media dan arteri sigmoidae yang terdapat didalam

mesocolon transversum dan mesosigmoid. Seringkali arteri colica dextra membentuk

pangkal yang sama dengan arteri colica media atau dengan arteri ileocolica. Pembuluh

darah vena mengikuti pembuluh darah arteri untuk menuju ke vena mesenterica

superior dan arteri mesenterica inferior yang bermuara ke dalam vena porta. Aliran

limfe mengalir menuju ke Lnn. ileocolica, Lnn. colica dextra, Lnn. colica media, Lnn.

colica sinistra dan Lnn. mesenterica inferior. Kemudian mengikuti pembuluh darah

menuju truncus intestinalis.

Pembuluh darah kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena

disalurkan melalui v. mesenterika superior untuk kolon asendens dan kolon

transversum, dan melalui v. mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid, dan

rektum. Keduanya bermuara kedalam vena porta, tetapi v. mesenterika inferior

melalui v. lienalis. aliran vena dari menuju ke v. kava inferior. Karena itu anak sebar

yang berasal dari keganasan rektum dan anus dapat ditemukan di paru, sedangkan

yang berasal dari kolon dapat ditemukan di hati. Aliran limfe kolon sejalan dengan

aliran darahnya. Hal ini penting diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan

dan kepentingannya dalam reseksi keganasan kolon. Sumber aliran limfe terdapat

Page 5: colon cancer.pdf

5

pada muskularis mukosa. Jadi selama suatu keganasan kolon belum mencapai lapisan

muskularis mukosa kemungkinan belum ada metastasis.

Gambar 2. Pembuluh darah arteri yang memperdarahi kolon

Gambar 3. Pembuluh darah vena yang memperdarahi kolon

Page 6: colon cancer.pdf

6

Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n. splanknikus dan

pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari n. vagus. Karena

distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua bagian

kolon kiri dan kanan berbeda. Lesi pada kolon bagian kanan yang berasal dari usus

tengah terasa mula mula pada epigastrium atau di atas pusat. Nyeri pada appendisitis

akut mula mula terasa pada epigastrium, kemudian berpindah ke perut kanan bawah.

Nyeri dari lesi pada kolon desendens atau sigmoid yang berasal dari usus belakang

terasa mula mula di hipogastrium atau di bawah pusat.

II.2. FISIOLOGI(4)

Fungsi kolon adalah menyerap air, vitamin dan elektrolit, sekresi mukus, serta

menyimpan feses, dan mendorongnya keluar. Dari 700-1000 ml cairan usus halus

yang diterima oleh kolon, 150-200 ml sehari dikeluarkan sebagai feses. Udara ditelan

sewaktu makan, minum atau menelan ludah. Oksigen dan CO2 didalamnya diserap di

usus sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dan peragian

dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas didalam usus mencapai 500 ml sehari. Pada

infeksi usus produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas tertimbun

di jalan cerna yang menimbulkan flatulensi.

II.3. DEFINISI(5)

Karsinoma Kolorektal adalah istilah yang diberikan kepada karsinoma yang

berkembang pada kolon atau rektum. Kolon dan rektum merupakan bagian dari

saluran pencernaan atau saluran gastrointesinal. Lebih jelasnya kolon berada di bagian

proksimal usus besar dan rektum di bagian distal sekitar 5-7 cm di atas anus. Kolon

dan rektum merupakan bagian dari saluran gastrointestinal dimana fungsinya adalah

untuk menghasilkan energi bagi tubuh dan membuang zat-zat yang tidak berguna.

II.4. EPIDEMIOLOGI(1)

Keganasan kolorektal merupakan keganasan terbanyak di antara seluruh

keganasan pada traktus gastrointestinal. Lebih dari 150.000 kasus baru dilaporkan

terjadi di Amerika Serikat dan lebih dari 52.000 orang akan meninggal setiap

tahunnya meskipun kanker kolorektal menempati urutan kedua penyebab tersering

kematian akibat kanker di Amerika Serikat. Insidensinya sama baik pada wanita

Page 7: colon cancer.pdf

7

maupun pria. Angka kematian dari kanker rektal telah meningkat selama 20 tahun

terakhir. Dengan adanya diagnosa dini melalui skrining akan sangat menurunkan

insidensi terjadinya kanker dan menurunkan angka kematian akibat kanker ini.

Gambar 4. Angka kejadian kasus baru karsinoma kolorektal

Gambar 5. Angka kejadian estimasi kematian karsinoma kolorektal

Gambar 6 : Daerah yang paling sering terkena karsinoma kolon

Page 8: colon cancer.pdf

8

II.5. ETIOLOGI & FAKTOR RISIKO(6)

Secara umum kanker selalu dihubungkan dengan: bahan bahan kimia, bahan

bahan radioaktif, dan virus. Umumnya kanker kolon terjadi dihubungkan dengan

faktor genetik dan lingkungan. Serta dihubungkan juga dengan faktor predisposisi diet

rendah serat, kenaikan berat badan dan asupan alkohol. Faktor risiko kanker kolon :

1. Kanker kolorektal sporadik (88-94%)

- Usia tua

- Jenis kelamin laki-laki

- Cholecystectomy

- Ureterocolic anastomosis

- Faktor hormonal : nulliparitas, usia tua kehamilan pertama, menopause dini

- Faktor lingkungan

o Diet tinggi daging, lemak dan rendah serat, folat dan kalsium

o Gaya hidup

o Obesitas

o Diabetes mellitus

o Merokok

o Riwayat terpajan radiasi

o Intake tinggi alkohol

- Riwayat tumor sporadik

o Riwayat polip kolorektal

o Riwayat kanker kolorektal (risiko 1,5-3% terkena kanker untuk yang

kedua kalinya dalam waktu 5 tahun)

o Riwayat endometriosis, kanker payudara dan kanker ovarium

- Riwayat kanker kolorektal dalam keluarga (20%)

2. Kanker kolorektal pada Inflamatory bowel disease (1-2%)

- Kolitis ulseratif

- Colitis crohn’s

3. Kanker kolorektal herediter (5-10%)

- Sindrom poliposis : Familial adenomatous polyposis (FAP), sindrom gardner,

sindrom turcot, attenuated adenomatous polyposis coli, sindrom flat adenoma,

hereditery non-polyposis colorectal cancer (HNPCC), sindrom hamartoma

poliposis (sindrom peutz-jeghers, sindrom juvenil poliposis, sindrom cowden).

Page 9: colon cancer.pdf

9

II.6. PATOGENESIS(3,7)

Gambar 7. Karsinogenesis kanker kolorektal. Ket: APC, adenomatous polyposis coli. DCC, deleted in colorectal

carcinoma; HNPCC, hereditary nonpolyposis colorectal cancer; MMR, mismatch repair. Tumor suppressor gen

(DCC, p53, APC)

Gambar 8: Perkembangan histopatologi karsinoma kolorektal

Gambar 9 : Gambaran anatomis karsinoma kolorektal

Page 10: colon cancer.pdf

10

Secara makroskopik terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum, yaitu :

Tipe Polipoid atau Vegetatif

Tumbuh menonjol ke dalam lumen usus dan berbentuk bunga kol ditemukan

terutama di sekum dan kolon ascenden. Tipe ini merupakan pertumbuhan yang

berasal dari papiloma simpel atau adenoma.

Tipe Skirous (Scirrhous)

Mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi,

terutama ditemukan di kolon ascenden, sigmoid dan rektum. Disini terjadi reaksi

fibrous sangat banyak sehingga terjadi pertumbuhan yang keras serta melingkari

dinding kolon sehingga terjadi konstriksi kolon untuk membentuk napkin ring.

Tipe Ulseratif

Terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum. Pada tahap lanjut

sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak maligna.

II.7. DIAGNOSIS(1)

Diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik termasuk

colok dubur, dan pemeriksaan penunjang lainnya:

Anamnesis

Anamnesis meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa diare

ataupun konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per anum (darah segar),

penurunan berat badan, faktor predisposisi, riwayat kanker dalam keluarga,

riwayat polip usus, riwayat kolitis ulserosa, riwayat kanker payudara/ovarium,

uretero-sigmoidostomi, serta kebiasaan makan (rendah serat, banyak lemak).

Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah adanya perubahan pola buang air

besar (change of bowel habits), bisa diare bisa juga obstipasi.

Semakin distal letak tumor semakin jelas gejala yang ditimbulkan karena

semakin ke distal feses semakin keras dan sulit dikeluarkan akibat lumen yang

menyempit, bahkan bisa disertai nyeri dan perdarahan, bisa jelas atau samar.

Warna perdarahan sangat bervariasi, merah terang, mahogany, dan kadang merah

kehitaman. Makin ke distal letak tumor warna merah makin pudar. Perdarahan

sering disertai dengan lendir, kombinasi keduanya harus dicurigai adanya proses

patologis pada colorektal. Selain itu, pemeriksaan fisik lainnya yaitu adanya

massa yang teraba pada fossa iliaca dextra dan secara perlahan makin lama

Page 11: colon cancer.pdf

11

makin membesar. Penurunan berat badan sering terjadi pada fase lanjut, dan 5%

kasus sudah metastasis jauh ke hepar.

Gambar 10. Gejala karsinoma kolorektal

TABEL 1. Perbedaan Gejala Berdasarkan Tempat Lesi

Kolon kanan Kolon kiri Rektum

Anemia dan kelemahan

Darah samar di feses

Dyspepsia

Perasaan kurang enak di perut

kanan bawah

Massa perut kanan bawah

Foto Rontgen perut khas

Temuan kolonoskopi

Perubahan pola defekasi

Darah di feses

Gejala dan tanda obstruksi

Foto Rontgen khas

Penemuan kolonoskopi

Perdarahan rectum

Darah di feses

Perubahan pola defekasi

Pasca defekasi, perasaan tidak

puas atau rasa penuh

Penemuan tumor pada colok

dubur

Penemuan tumor pada

rektosigmoidoskopi

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan colok dubur

Pemeriksaan colok dubur atau rectal toucher dipakai untuk menilai

tonus dari muskulus sfingter ani, ampula rektum, mukosa dan massa. Tonus

sfingter ani dinilai kuat atau lemah, ampula rektumnya kolaps atau tidak dan

isinya, mukosa dinilai permukaannya apakah kasar, licin atau berbenjol –

Page 12: colon cancer.pdf

12

benjol, dan dinilai apakah teraba massa, lokasinya, batasnya dan

permukaannya. Kemudian dinilai juga apakah terdapat perdarahan.

Pemeriksaan Penunjang

Barium Enema

Pemeriksaan dengan barium enema dapat dilakukan dengan Single

contras procedure (barium saja) atau Double contras procedure (udara dan

barium). Kombinasi udara dan barium menghasilkan visualisasi mukosa yang

lebih detail. Akan tetapi barium enema hanya bisa mendeteksi lesi yang

signifikan (lebih dari 1 cm). DCBE memiliki spesifisitas untuk adenoma yang

besar 96% dengan nilai prediksi negatif 98%. Metode ini kurang efektif untuk

mendeteksi polips di Rectosigmoid-colon. Angka kejadian perforasi pada

DCBE 1/25.000 dan Single Contras Barium Enema (SCBE) 1/10.000.

Gambar 11. Barium enema double contras, (a) Karsinoma Polipoid, (b) Karsinoma Annular

Endoskopi

Tes tersebut diindikasikan untuk menilai seluruh mukosa kolon karena

3% dari pasien mempunyai kanker dan berkemungkinan untuk mempunyai

polip premaligna.

Ultrasound Transrectal

Page 13: colon cancer.pdf

13

Gambar 12. Ultrasound Transrectal memperlihatkan 5 lapisan normal dinding rektum.

Mukosa (cincin paling dalam), submukosa (cincin tengah), dan serosa (cincin terluar) dengan

bagian ekogenik (cincin putih). Cincin ini dipisahkan 2 cincin hipoekoik (hitam).

Proktosigmoidoskopi

Pemeriksaan ini dapat menjangkau 20-25 cm dari linea dentata, tapi

akut angulasi dari rectosigmoid junction akan dapat menghalangi masuknya

instrumen. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi 20-25% dari kanker kolon. Rigid

proktosigmoidoskopi aman dan efektif untuk digunakan sebagai evaluasi

seseorang dengan risiko rendah dibawah usia 40 tahun jika digunakan bersama

sama dengan occult blood test.

Kolonoskopi

Prosedur dengan menggunakan tabung fleksibel yang panjang dengan tujuan

memeriksa seluruh bagian rectum dan usus besar. Kolonoscopi umumnya

dianggap lebih akurat daripada barium enema, terutama dalam mendeteksi

polip kecil. Jika ditemukan polip pada usus besar, maka biasanya diangkat

dengan menggunakan colonoscope dan dikirim ke ahli patologi untuk

kemudian diperiksa jenis kankernya. Tingkat sensitivitas kolonoscopi dalam

diagnosis adenokarsinoma atau polip kolorektal adalah 95%. Namun tingkat

kualitas dan kesempurnaan prosedur pemeriksaannya sangat tergantung pada

persiapan kolon, sedasi, dan kompetensi operator. Kolonoskopi memiliki

resiko dan komplikasi yang lebih besar dibandingkan FS. Angka kejadian

perforasi pada skrining karsinoma kolorectal antara 3-61/10.000 pemeriksaan,

dan angka kejadian perdarahan sebesar 2-3/1.000 pemeriksaan.

Page 14: colon cancer.pdf

14

Gambar 12. Pemeriksaan kolonoskopi

Biopsi

Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat

penting. Biopsi biasanya dilakukan dengan endoskopi.

Skrining Carcinoembrionik Antigen (CEA)

CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel

yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi

untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini

dan metastase ke hepar. CEA terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa

digunakan sebagai screening kanker kolorektal. Meningkatnya nilai CEA

serum, bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya

nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari

penyakit dan kehadiran metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA

serum merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA serum baru dapat

dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan.

Meskipun keterbatasan spesifitas dan sensifitas dari tes CEA, namun

tes ini sering diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi dini. Tes CEA

sebelum operasi sangat berguna sebagai faktor prognosa dan apakah tumor

primer berhubungan dengan meningkatnya nilai CEA. Peningkatan nilai CEA

preoperatif berguna untuk identifikasi awal dari metatase karena sel tumor

yang bermetastase sering mengakibatkan naiknya nilai CEA.

Page 15: colon cancer.pdf

15

Occult Blood Test

Terdapat berbagai masalah yang perlu dicermati dalam menggunakan

occult blood test untuk skrining, karena semua sumber perdarahan akan

menghasilkan hasil positif. Kanker mungkin hanya akan berdarah secara

intermitten atau tidak berdarah sama sekali, dan akan menghasilkan false

negative. Proses pengolahan, manipulasi diet, aspirin, jumlah tes, interval tes

adalah faktor yang akan mempengaruhi keakuratan dari tes tersebut. Efek

langsung dari occult blood test dalam menurunkan mortalitas dari berbagai

sebab masih belum jelas dan efikasi dari tes ini sebagai skrining kanker

kolorektal masih memerlukan evaluasi lebih lanjut.

CT scan

CT scan dapat mengevaluasi abdominal cavity dari pasien kanker

kolon preoperatif. CT scan bisa mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar

adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. CT scan sangat

berguna untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan nilai CEA yang

meningkat setelah pembedahan kanker kolon. Sensitifitas CT scan mencapai

55%. CT scan memegang peranan penting pada pasien dengan kanker kolon

karena sulitnya dalam menentukan stadium dari lesi sebelum tindakan operasi.

CT scan pelvis dapat mengidentifikasi invasi tumor ke dinding usus dengan

akurasi mencapai 90 %, dan mendeteksi pembesaran kelenjar getah bening >1

cm pada 75% pasien. Penggunaan CT dengan kontras dari abdomen dan pelvis

dapat mengidentifikasi metastase pada hepar dan daerah intraperitoneal.

MRI

MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan

sering digunakan pada klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan

menggunakan CT scan. Karena sensitivitasnya yang lebih tinggi daripada CT

scan, MRI dipergunakan untuk mengidentifikasikan metastasis ke hepar.

II.8. STADIUM(1,8)

Stadium dari karsinoma kolorektal merupakan salah satu faktor yang penting

untuk menentukan prognosis. Dukes tahun 1932 mengembangkan klasifikasi yang

dipakai sampai sekarang. Di samping itu AJCC dan UICC juga menetapkan

klasifikasi berdasarkan sistem TNM. Untuk menentukan apakah suatu tindakan

Page 16: colon cancer.pdf

16

bersifat kuratif atau paliatif biasa digunakan Dukes staging atau Astler-Coller

modification staging.

1. Klasifikasi Dukes

A : Tumor terbatas pada dinding mukosa

B : Tumor menginvasi menembus dinding mukosa

C : Keterlibatan kelenjar limfe lokal dan regional

D : Metastase Jauh

2. Klasifikasi Dukes modifikasi Astler Coller. Membagi karsinoma kolorektal

berdasarkan gambaran histologis, sebagai berikut :

A : Tumor hanya pada lapisan mukosa.

B1 : Tumor sampai lapisan muskularis propria

B2 : Tumor menginvasi menembus lapisan muscularis propria

C1 : Tumor B1 dan ditemukan anak sebar pada kelenjar getah bening

C2 : Tumor B2 dan di temukan anak sebar pada kelenjar getah bening

D : Metastasis jauh

3. Stadium berdasarkan sistem TNM (American Joint Committee of Cancer)

pT-Tumor Primer (T)

pTx : Tumor primer tidak dapat dinilai

pTo : Tidak ada tumor primer yangdapat ditemukan

pTis : Karsinoma in situ (mukosa), intra epitel atau ditemukan sebatas lapisan

mukosa saja.

pT1 : Tumor menginvasi submukosa.

pT2 : Tumor menginvasi lapisan muskularis propria.

pT3 : Tumor menembus muskularis propria hingga lapisan serosa atau jaringan

perikolika/perirektal belum mencapai peritoneum.

pT4 : Tumor menginvasi organ atau struktur di sekitarnya atau menginvasi sampai

peritoneum visceral.

pN-Kelenjar limfe regional (N)

pNx : Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai.

pNo : Tidak ada metastasis ke kelenjar regional.

pN1 : Ditemukan metastasis ke 1 – 3 kelenjar getah bening regional.

pN2 : Ditemukan metastasis ke 4 atau lebih kelenjar getah bening.

pN3 : Metastasis ke kelenjar limfe sepanjang percabangan vaskuler.

p-M Metastasis jauh (M)

Page 17: colon cancer.pdf

17

pMx : Metastasis tidak dapat dinilai.

pMo : Tidak ada metastasis jauh.

pM1 : Ditemukan metastasis jauh.

TABEL 2. Deskripsi Stadium Kanker Kolorektal

Gambar 14. Staging karsinoma kolorektal

Metastasis

Karsinoma kolorektal menyebar secara :

1. Langsung

Pertumbuhan karsinoma secara sirkumferensial dapat menyebar ke daerah

sekitarnya dan dapat mengenai permukaan usus sebelum diagnosis dilakukan.

Secara longitudinal tumor akan keluar menembus submukosa dan menginvasi

jaringan intramural tetapi jaraknya jarang melebihi 2 cm dari asal tumor kecuali

jika ada penyebaran ke aliran limfe. Lesi akan memberikan presentasi keluar

dinding usus dan selanjutnya akan terjadi kontak dengan jaringan / struktur sekitar

misalnya hati, kurvatura mayor dari lambung, duodenum, usus halus, pankreas,

Page 18: colon cancer.pdf

18

limpa, vesika urinaria, vagina, ginjal, ureter dan juga dinding abdomen.

Karsinoma rektum dapat menginvasi ke dinding vagina, vesika urinaria, prostat

atau sakrum, dan hal ini dapat menyebar sepanjang otot levator.

2. Metastase hematogen

Tumor dapat menginvasi vena mensenterika inferior dan berjalan melalui

aliran vena porta dan bermetastase ke hepar. Embolisasi dapat terjadi melalui vena

– vena lumbal dan vertebra, ke paru – paru atau tempat – tempat lain. Invasi vena

terjadi 15-50% kasus, tapi tidak selalu menyebabkan metastasis jauh. Usaha yang

perlu dilakukan adalah mencegah terjadinya metastasis hematogen selama operasi

dengan manipulasi minimal dari tumor.

3. Metastase limfogen

Penyebaran karsinoma kolorektal paling sering melalui limfe. Biasanya terjadi

penyebaran secara langsung ke proksimal mengikuti vena hemoroidalis superior

ke vena mesenterika inferior apabila terjadi kanker rektum, tetapi dapat juga

terjadi penyebaran secara langsung ke kaudal jika terjadi obstruksi dari kelenjar

limfe yang retrograd.

4. Metastasis transperitoneal

Umumnya jarang terjadi pada karsinoma rektum. Pada kasus ini tumor

menembus serosa masuk rongga peritoneum kemudian cairan serous masuk

rongga peritoneum sehingga menimbulkan implant lokal atau karsinomatosis

abdominal. Kantong rektovesikal atau rektourin biasanya terkena pada beberapa

pasien dan pada pemeriksaan colok dubur, metastase ini dapat dirasakan sekeras

papan. Metastase tumor ini dapat juga ke ovarium.

II.9. PENATALAKSANAAN(8)

Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan operatif. Tujuan

utama tindakan operatif ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif

maupun non kuratif. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan

manfaat kuratif.

Kemoterapi yang menunjukkan efektivitas sebagai terapi adjuvant pada kanker

kolon juga bermanfaat sebagai adjuvant pada kanker rectal. Kombinasi neoadjuvant

(preoperasi) radiasi (4500-5040 cGy) dengan 5-FU/leucovorin (dan ditambah yang

baru oxaliplatin) dapat mengurangi ukuran massa (down-staging) dan juga dapat

mengeradikasi tumor secara komplit pada 25% kasus.

Page 19: colon cancer.pdf

19

Gambar 15. Penatalaksanaan karsinoma kolon

Sebelum melakukan tindakan operasi harus terlebih dahulu dinilai keadaan

umum dan toleransi operasi serta ekstensi dan penyebaran tumor. Terapi standar

untuk kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :

Pembedahan

Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran lokal maupun

jauh. Penatalaksanaan objektif dari karsinoma kolon adalah dengan membuang tumor

primer bersama dengan suplai limfovaskularnya. Pada tumor sekum ataupun

ascendens, dilakukan hemikolektomi kanan, kemudian anastomosis ujung ke ujung.

Pada tumor di fleksura hepatica dilakukan juga hemikolektomi. Pada tumor kolon

transversum dilakukan reseksi kolon transversum, kemudian anastomosis ujung ke

ujung sedangkan pada tumor kolon descendens dilakukan hemikolektomi kiri. Pada

tumor sigmoid dilakukan reseksi sigmoid dan pada rectum sepertiga proksimal

dilakukan reseksi anterior. Pada tumor rectum sepertiga tengah dilakukan amputasi

rectum melalui reseksi abdominoperineal Quenu – Miles. Anus turut dikeluarkan.

HNPCC (Herediter Nonpolyposis Cancer Colorectal)

Operasi pengangkatan seluruh kolon adalah satu-satunya cara pasti untuk

mencegah kanker kolon. Penghapusan organ sebelum kanker terjadi disebut

profilaksis. Kolektomi profilaksis (pengangkatan kolon) masih kontroversial dan

harus didiskusikan dengan dokter ahli dalam merawat pasien dengan HNPCC.

Jika polip ditemukan paling sering dapat diangkat melalui kolonoscopi. Kadang-

kadang, operasi mungkin disarankan jika polip besar atau sebagai profilaksis

sekali polip terdeteksi. Jika ditemukan kanker kolorektal, maka dilakukan

Page 20: colon cancer.pdf

20

pembedahan untuk mengangkat semua yg terkena kanker. Ada berbagai tekhnik

operasi. Tergantung pada keahlian dari ahli bedah, salah satu operasi berikut dapat

dilakukan melalui beberapa lubang di abdomen yang disebut laparoskopi atau

melalui insisi midline di abdomen yang disebut laparotomi.

Total kolektomi dan anastamosis ileorectal (IRA)

Selama operasi, ahli bedah mengangkat kolon pasien dengan jarak 5 inci dari

rektum. Usus kecil, atau ileum, kemudian dianastomosiskan dengan rektum

proksimal. Setelah itu, pasien memiliki fungsi usus normal.

Kolektomi dengan kantong ileoanal (proctocolectomy restorative)

Prosedur bedah berhasil pada pasien tertentu. Ahli bedah mengangkat kolon

dan rektum, meninggalkan lubang anus dan otot-otot sfingter anus. Kemudian

dibuat ileostomi. Setelah operasi pertama sembuh, ileostomi ditutup, untuk

memulihkan fungsi usus.

Proctocolectomy dan ileostomy

Prosedur ini direkomendasikan untuk pasien dengan kanker rektum atau yang

tidak dapat dilakukan operasi lainnya. Kolon dan rektum diangkat, dan dibuat

ileostomi permanen. Pasien kemudian memakai kantung ileostomi untuk

menampung feses yang dikeluarkan tubuh. Lima tahun kelangsungan hidup di

antara pasien dengan kanker kolorektal nonpolyposis (HNPCC) diperkirakan

mencapai sekitar 60%, dibandingkan dengan 40-50% untuk kasus-kasus sporadis.

Kolorektal tumor yang positif MSI (microsatellite instability) memiliki ciri khas,

termasuk kecenderungan untuk muncul dalam proksimal usus, Lymphocytic

infiltrate dan sangat sulit dibedakan dari penampilan mucinous atau cincinnya.

Peneliti telah menemukan positif MSI pada tumor dikaitkan dengan peningkatan

tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik. Bila dibandingkan berdasarkan pada

tahap, pasien dengan kanker kolorektal dari keluarga dengan sejarah HNPCC

memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan kanker kolorektal

dalam populasi umum, yang dapat dijelaskan oleh faktor-faktor kekebalan atau

imunitas. Contoh penelitian pada tikus menunjukkan bahwa tikus dengan kanker

kolon telah menunjukkan bahwa tumor tersebut mempengaruhi respon imun host

dengan mengubah reseptor sel T host. Namun, respon sel T cacat diamati hanya

pada hewan dengan tumor lama, yang menyiratkan bahwa pertumbuhan tumor

cepat, seperti yang terlihat di HNPCC yang dapat mempertahankan respon imun.

Page 21: colon cancer.pdf

21

Kanker kolon yang terjadi pada pasien dengan HNPCC yang diyakini berasal dari

adenomas; Namun, adenomatous polip yang mungkin memiliki riwayat

perkembangan singkat pasca-karsinoma dibandingkan dengan populasi umum.

Dengan demikian, untuk dikenal MLH1 atau MSH2 germline mutasi pembawa,

dianjurkan kolonoskopi rutin setiap 1-2 tahun dimulai pada usia 20-25 tahun atau

5 tahun sebelum diagnosis pertama kanker kolorektal dalam keluarga. Setelah usia

35-40 tahun, kolonoskopi harus dilakukan setiap tahun.

Kanker rektum

Lesi pada rektum sebaiknya dibedakan dan tidak disatukan dengan kanker

kolon karena adanya perbedaan dalam pola kelainan lokal dan strategi

penanganannya. Tindakan operasi bagi kanker yang letaknya di rektum

membutuhkan beberapa pertimbangan khusus berdasarkan Rule of Third :

o Lesi pada bagian atas ( > 12 cm di atas anus) dilakukan tindakan reseksi

sepanjang abdominal dengan anastomosis antara kolon sisi kiri dengan rektum

yang tersisa (Low anterior resection).

o Lesi pada bagian tengah (7 – 12 cm di atas anus) dilakukan reseksi low

anterior dengan menggunakan alat stapling sirkuler pada anastomosisnya.

o Lesi pada bagian bawah ( < 7 cm), dipertimbangkan beberapa pilihan antara

lain :

o Reseksi rektum, anus dan spinkter ani dengan mengkombinasi

pendekatan abdominal dan perineal yang disertai dengan kolostomi

(reseksi abdominoperineal, disebut juga prosedur Miles).

o Reseksi rektum distal dengan menggunakan pendekatan transanal,

reseksi dilakukan pada rektum proksimal dengan pendekatan

abdominal, atau anastomosis antara kolon dengan distal rektum

melalui anus.

Eksisi lokal dan radioterapi kontak dapat digunakan sebagai pilihan terapi

terutama bagi kanker rektum yang memiliki peluang metastase kecil, contohnya : lesi

superfisial, bergerak bebas pada pemeriksaan digital, tumor differensiasi baik, tumor

yang terbatas pada dinding rektal, terdeteksi dengan ultrasound endorektal, tidak

terabanya pembesaran kelenjar limfe rektorektal.

Page 22: colon cancer.pdf

22

Hemikolektomi kanan Hemikolektomi kanan extended

Hemikolektomi kiri Reseksi kolon transversum

Reseksi kolon sigmoid

Gambar 15. Metode Pembedahan Kuratif Pada Karsinoma Kolorectal

Page 23: colon cancer.pdf

23

II.10 PROGNOSIS KARSINOMA KOLOREKTAL (1)

Tabel 3. Angka Bertahan Hidup 5 Tahun Mendatang Berdasarkan Dukes Modified

(9)

Berdasarkan histopatologi, pasien dengan kanker kolon tipe polip adenomatosa atau

tubulovillous adenoma memiliki angka bertahan hidup lebih rendah dibandingkan

adenokarsinoma musinosum. Sebaliknya, pasien dengan kanker rektal tipe karsinoid

maligna memiliki angka bertahan hidup lebih tinggi dibandingkan dengan

adenokarsinoma tipe non spesifik.(10)

Page 24: colon cancer.pdf

24

BAB III

ILUSTRASI KASUS

III.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. L

No RM : 493018

Usia : 53 tahun

Jenis kelamin : Laki laki

Suku : Batak

Alamat : Pamulang, Tangerang Selatan

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Status : Menikah

Pendidikan : Akademi

Masuk Perawatan : 8 Juli 2012

Keluar : 30 Juli 2012

III.2 ANAMNESIS

Anamnesis didapatkan berdasarkan alloanamnesis pada tanggal 26 Juli 2012 dan

data rekam medik.

Keluhan utama

BAB berdarah sejak 3 bulan SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan BAB berdarah sejak 3 bulan SMRS. Darah warna

merah segar, menempel pada tinja. Keluhan BAB berdarah ini awalnya kurang lebih

3x dalam seminggu. Namun 2 minggu SMRS, BAB berdarah semakin sering, menjadi

hampir setiap hari. Riwayat BAB hitam seperti aspal disangkal, terdapat mual tapi

tidak sampai muntah. Riwayat muntah darah atau muntah hitam tidak ada. Pasien

mengaku nafsu makannya berkurang 1 minggu SMRS. Perut terasa kembung. Pasien

masih dapat flatus. BAK tidak ada keluhan.

Page 25: colon cancer.pdf

25

Os menyangkal terdapat benjolan di perut. Nyeri perut disangkal. Os hanya

mengeluh mulas berlebih bila ingin BAB. Kadang os mengalami mencret, kadang os

mengalami kesulitan BAB sehingga baru BAB 3-5 hari sekali, kadang BAB

bentuknya kecil-kecil seperti tahi kambing. Perubahan pola BAB ini dirasakan sejak 1

tahun terakhir. Tidak ada riwayat demam, batuk-batuk lama (-), sesak napas (-), sakit

kepala (-), keluar benjolan di anus saat mengedan (-). Berat badan pasien juga turun

10 kg dalam 3 bulan terakhir.

7 bulan sebelumnya, os pernah dirawat di RSF karena keluhan BAB berdarah. Os

dukatakan menderita tumor yang dicurigai ganas dan direncanakan kolonoskopi.

Kemudian os dirujuk ke bagian bedah digestif.

Sebelum keluhan timbul, os memiliki frekuensi BAB teratur sekali sehari. Os juga

senang makan sayur dan buah. Riwayat merokok (+) selama 20 tahun, sudah berhenti

selama 2 tahun terakhir. Dalam 1 hari os dapat menghabiskan 1 bungkus.

Selama dirawat di rumah sakit os telah menjalani operasi pengangkatan usus. Saat

ini os mengeluh nyeri pada luka operasi, tidak terdapat demam atau keluar nanah dari

luka operasi.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menyangkal adanya riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, penyakit

jantung, asma, dan alergi obat-obatan. Pasien tidak pernah menjalani operasi

sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien menyangkal adanya riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, asma,

dan alergi obat-obatan di keluarga pasien. Riwayat tumor atau keganasan juga

disangkal.

III.3 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 26 Juli 2012 di Gedung GPS Lantai 2.

Status Generalis

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : kompos mentis

Tanda Vital : Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Page 26: colon cancer.pdf

26

Suhu : 37,0 °C

RR : 20 x/menit

Kepala : Deformitas (-), distribusi rambut merata, tidak mudah dicabut.

Mata : Konjungtiva Pucat -/-, Sklera Ikterik -/-.

Hidung : Deviasi septum (-), sekret -/-.

Telinga : KAE tidak terdapat kelainan, Serumen -/-

Rongga Mulut : Oral hygiene baik, mukosa lembab, faring hiperemis (-), tonsil T1-T1.

Leher : Trakea di tengah, KGB tidak teraba membesar.

Toraks : tidak terdapat kelainan

Paru : I : bentuk normal, dada tampak simetris statis dan dinamis, retraksi (-)

P : vocal fremitus kanan kiri simetris

P : sonor pada kedua lapang paru

A : suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Jantung : I : iktus kordis tidak terlihat

P : iktus kordis teraba di ICS VI midklavikula sinistra

P : pinggang jantung : ICS II parasternal sinistra

batas kanan : ICS V parasternal dekstra

batas kiri : ICS VI midklavikula sinistra

A : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : I : datar, tampak luka operasi tertutup kassa, rembesan (-), terpasang

Ileostomi, tampak vital, produksi (+) kecoklatan, encer

P : supel, massa (-), NT (-), hepar dan lien tidak teraba membesar

P : timpani

A : bising usus (+) Normal

Ekstremitas : akral hangat +/+, edema -/-

Rectal Touche : TSA baik, ampula tidak kolaps, teraba massa, 8 cm di atas sfingter

ani, konsistensi keras, mobile, nyeri tekan (+).

Sarung tangan: feses (+), darah (+), lendir (-)

III.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

o Pemeriksaan Radiologi

o Toraks PA (18/5/2012)

Kesan : Bronkiektasis minimal di parakardial kanan,

Jantung dalam batas normal

Page 27: colon cancer.pdf

27

o Kolonoskopi (12/6/2012)

Kesan : Displasia berat, karsinoma insitu, rectum.

o CT Scan (24/5/2012)

Kesan : Tumor rektosigmoid, tidak tampak tanda metastase

o Patologi Anatomi

Adenokarsinoma berdiferensiasi baik, pT3, rektosigmoid.

o Laboratorium

Pemeriksaan 18/07/12 23/09/12 02/09/12

HEMATOLOGI CEA

Hb 13,5 0,95 5,35

Ht 40

Leukosit 11.400

Trombosit 388.000

VER 89,1

HER 28,5

Fungsi ginjal

Ureum darah 34

Creatinin darah 0,9

Fungsi hati

SGOT 36

SGPT 113

Elektrolit

Natrium 138

Kalium 3,89

Klorida 110

Hemostasis

PT 19,2

Page 28: colon cancer.pdf

28

III.5 RESUME

Tn. L, 55 tahun datang dengan keluhan BAB berdarah sejak 3 bulan SMRS, warna

merah segar, menempel pada tinjayang semakin sering 2 minggu SMRS, BAB

berdarah semakin sering, menjadi hampir setiap hari. Nafsu makannya berkurang 1

minggu SMRS. Kembung (+). Flatus (+). BAK normal. Benjolan di perut (-). Nyeri

perut (-).Perubahan pola BAB (+) sejak 1 tahun terakhir. Demam (-), batuk (-), sesak

(-), sakit kepala (-), keluar benjolan di anus saat mengedan (-). Penurunan berat badan

(+). 7 bulan sebelumnya, pernah dirawat karena serupa dan dikatakan menderita

tumor yang dicurigai ganas dan direncanakan kolonoskopi. Os dirujuk ke bedah

digestif. Frekuensi BAB teratur sekali sehari sebelum sakit, senang makan sayur dan

buah. Riwayat merokok (+) selama 20 tahun, sudah berhenti selama 2 tahun terakhir.

Dalam 1 hari os dapat menghabiskan 1 bungkus.

Pada pemeriksaan fisik, tanda vital stabil, status generalis dalam batas normal,

Rectal Touche didapatkan TSA baik, ampula tidak kolaps, teraba massa, 8 cm di atas

sfingter ani, konsistensi keras, mobile, nyeri tekan (+). Sarung tangan: feses (+), darah

(+), lendir (-). Pemeriksaan Toraks PA Kesan : Bronkiektasis minimal di parakardial

kanan, Jantung dalam batas normal. Kolonoskopi Kesan : Displasia berat, karsinoma

insitu, rectum. CT Scan Kesan : Tumor rektosigmoid, tidak tampak tanda metastase.

Patologi Anatomi didapatkan kesan Adenokarsinoma berdiferensiasi baik, pT3,

rektosigmoid.

III.6 DIAGNOSIS KERJA

Post Lower Anterior Resection ai Adenokarsinoma Rektosigmoid T3N0M0

III.7 PENATALAKSANAAN

Lower Anterior Resection dengan Ileostomi

Kontrol PT 13,1

APTT 36,5

Kontrol APTT 31,5

Page 29: colon cancer.pdf

29

III.8 PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Page 30: colon cancer.pdf

30

BAB IV

ANALISA KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, terdapat perubahan pola BAB pada pasien selama 1

tahun terakhir, hematoskezia, dan penurunan berat badan secara signifikan. Hal ini

mendukung diagnosis karsinoma kolorektal pada pasien ini. Faktor risiko individu dan

riwayat penyakit keluarga tidak diketahui pada pasien ini. Hanya terdapat riwayat kebiasan

merokok yang cukup lama. Akan tetapi butuh pembahasan lebih lanjut bila merokok

merupakan faktor risiko untuk karsinoma kolorektal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan hemodinamik stabil, pada abdomen tidak terdapat

massa, hanya dari Rectal Touche yang dilakukan sebelum operasi didapatkan massa 8 cm di

atas sfingter ani, disertai dengan nyeri tekan.

Pada Laboratorium terdapat leukositosis ringan pasca operasi. Tampak pemeriksaan

CEA menurun setelah dilakukan operasi. Carcinoembrionic antigen CEA dapat meningkat

pada 60-90% pasien dengan carcinoma colorectal. Namun CEA bukan merupakan tes

skrining yang efektif untuk keganasan.

Pemeriksaan Radiologi Toraks PA didapatkan bronkiektasis paru, tidak terdapat tanda

metastasis pada pasien ini. Pemeriksaan Kolonoskopi didapatkan kesan displasia berat,

karsinoma insitu, rectum. Pada Pemeriksaan CT Scan didapatkan kesan tumor rektosigmoid,

tidak tampak tanda metastase. Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi didapatkan

Adenokarsinoma berdiferensiasi baik, pT3, rektosigmoid. Bermakna bahwa tumor menembus

muskularis propria hingga lapisan serosa atau jaringan perikolika/perirektal belum mencapai

peritoneum. Dapat ditentukan bahwa pada pasien ini ditegakkan diagnosis adenokarsinoma

recto-sigmoid T3N0M0.

Penatalaksanaan tumor pada kasus ini dilakukan adalah tindakan operatif. Yang

kemudian akan dilanjutkan dengan kemoterapi.pada pasien ini dilakukan Lower Anterior

Resection sesuai dengan Rule of Third pada karsinoma rectum. Ileostomi dilakukan sebagai

sarana pembuangan feses pada pasien. Angka kekambuhan pada pasien ini perlu dievaluasi

lagi selama perjalanan penyakitnya.

Page 31: colon cancer.pdf

31

BAB V

KESIMPULAN

Kanker kolon merupakan kasus terbanyak dalam keganasan traktus gastrointestinal

Gejala klinik karsinoma kolorektal tergantung dari lokasi tumor. Kanker caecum dan

kolon asenden biasanya tidak memberikan gejala obstruksi, sedangkan kanker rekto

sigmoid dapat memberikan gejala obstruksi disertai hematoskezia.

Gold Standar kanker kolorektal dengan kolonoskopi dan diagnosis pasti dengan

pemeriksaan histopatologi.

Teknik pembedahan kanker kolorektal tergantung dari letak lesi dari tumor tersebut.

Stadium kanker kolorektal penting dalam penentuan tatalaksana bagi pasien beserta

prognosis angka bertahan hidup.

Page 32: colon cancer.pdf

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi, F. Charles, Anderson, Dana K, et al. Schwartz’s Principles of Surgery. 8th

ed. 2004

2. Karnadihardja W. Panduan klinis nasional pengelolaan karsinoma kolorektal.

Kelompok Kerja Adenokarsinoma Kolorektal. 2004

3. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston Textbook of

Surgery. Ed 18th

. Elsevier Inc. 2007

4. Sjamsuhidajat-de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta : EGC. 2010

5. Pezzoli A, Metarese V, Rubini M, et al. Colorectal cancer screening: Result of a 5-

year program in asymptomatic subject at increased risk. Digestive and Liver Disease.

2007

6. Durondi S, Banerjea A. Colorectal cancer: early diagnosing and predisposing causes.

Surgery 2006: 24; 131-136

7. Way LW, Doherty GM. Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11th

ed. New York

: Mc Graw-Hill. 2003. p716 – 25.

8. Bruce D. Greenwald, MD. Carcinoma colon. Associate Professor of Medicine.

University of Maryland. Diunduh dari :

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=8.%09Bruce+D.+Greenwald%2C+MD.+

Carcinoma+colon.+Associate+Professor+of+Medicine.+University+of+Maryland&so

urce=web&cd=2&cad=rja&ved=0CCcQFjAB&url=http%3A%2F%2Fmedschool.um

aryland.edu%2Fminimed%2Fpowerpoint%2Fgreenwaldppt.ppt&ei=-

AJbUKKFAcLHrQfTyIHwCg&usg=AFQjCNEGuDVbtWsR7CA1uui8srtk3KynDA

&sig2=_hPtLgQ2B9pep8NOdzD0hQ

9. Hassan Issac. Rectal carcinoma imaging. 2011. Diunduh dari :

http://emedicine.medscape.com/article/373324-overview

10. Ward KC, Young JL, Ries LA. SEER survival monograph : Cancers of the colon and

rectum. National Cancer Institute. 2001. Ch4. Diunduh dari :

http://seer.cancer.gov/publications/survival/surv_colon_rectum.pdf