21
COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN Diperbarui: 4 Juni 2020 1

COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

01

COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEANDiperbarui: 4 Juni 20201

Page 2: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

1

1Konteks

Menanggapi pandemi COVID-19, negara-negara di kawasan ASEAN telah menerapkan langkah-langkah untuk mencegah penyebaran pandemi, termasuk pembatasan, karantina dan penutupan perbatasan. Respons kebijakan terkait pekerja migran bervariasi dari memfasilitasi perpanjangan visa,2 hingga, di hanya satu negara, penangkapan dan penahanan keimigrasian.3 Di seluruh kawasan ini banyak organisasi bisnis dan organisasi lain (termasuk layanan dukungan migran dan perempuan) harus menghentikan operasi atau mengurangi jam kerja. Pada bulan Mei saat penyusunan ringkasan ini, beberapa negara di kawasan ini telah melonggarkan pembatasan, berdasarkan kewaspadaan terhadap gelombang infeksi kedua mengingat asrama-asrama migran yang padat, akomodasi lainnya dan pusat-pusat penahanan yang rentan terhadap wabah.4 5

Laporan singkat ini mengeksplorasi dampak multidimensi pada pekerja migran perempuan, yang menyoroti bahwa COVID-19 bukan hanya krisis kesehatan, tetapi juga krisis yang memiliki dampak merugikan pada kebebasan dari kekerasan dan pelecehan, pekerjaan, pendapatan, perlindungan sosial, akses ke layanan serta akses ke peradilan.

Sebelum wabah COVID-19, diperkirakan terdapat 10 juta migran internasional di ASEAN, yang hampir 50 persennya adalah perempuan.6 Di negara-negara tujuan di kawasan ini, pekerja migran perempuan merupakan mayoritas pekerja di, antara lain, pekerjaan rumah tangga, hiburan, pengolahan makanan laut, manufaktur elektronik dan manufaktur garmen. Pekerja migran mengirim sejumlah besar uang kepada keluarga mereka di negara asal, dengan beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mengirim pulang bagian pendapatan yang lebih besar dibandingkan laki-laki.7 Pengiriman uang oleh perempuan dan laki-laki mencapai US$ 147 miliar ke Asia Timur dan Pasifik.8 Pekerja migran perempuan juga dapat membawa pulang pengetahuan baru tentang keterampilan kerja serta pandangan yang diberdayakan secara politik dan sosial.

Dalam keadaan normal, pekerja migran perempuan berisiko mengalami banyak persimpangan diskriminasi dan kekerasan berdasarkan ras, etnis, kebangsaan, usia, status migrasi atau karakteristik terkait jenis kelamin atau gender lainnya.9 Situasi kedaruratan menimbulkan peningkatan risiko kekerasan dan pelecehan terhadap pekerja migran perempuan yang dilakukan oleh pemberi kerja, mitra, petugas penegak hukum atau penyedia layanan garis depan.10 Langkah “menjaga jarak sosial”, terutama ketika diterapkan melalui pembatasan pergerakan dan prosedur karantina, dapat meningkatkan risiko kekerasan terhadap pekerja migran perempuan. Pekerja migran perempuan mungkin mendapati diri terjebak bersama orang yang melakukan kekerasan terhadap mereka.11

Sementara pekerja migran perempuan dan laki-laki di kawasan tersebut berupaya melindungi mata pencarian dan kesehatan mereka, banyak pekerja migran perempuan yang sangat terdampak COVID-19 secara ekonomi dan kesehatan. Sejumlah orang mengalami pemotongan upah dan pemberhentian kerja. Mereka yang tetap bekerja mungkin dipaksa atau diwajibkan terus bekerja dalam kondisi yang tidak aman, atau tanpa alat pelindung yang memadai.12 13

Dalam situasi ini, pembatasan pergerakan dan prosedur karantina membatasi pekerja migran perempuan untuk mencari bantuan dan mengakses jejaring sosial dan layanan dukungan. Peningkatan kekerasan dan pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan, dukungan migran, dan bantuan hukum sulit diakses.14

Berkomitmen memastikan perlindungan hak-hak pekerja migran perempuan dan agar mereka mendapatkan dukungan kapan pun dan di mana pun, laporan singkat ini menguraikan dampak langsung COVID -19 terhadap pekerja migran perempuan dan respons program dan kebijakan penting yang diperlukan.

Page 3: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

2

1) Keselamatan dari kekerasan dan dampak pada kesejahteraan

Kekerasan berbasis gender merupakan isu yang kesehatan dan hak asasi manusia global yang membahayakan kehidupan, yang melanggar hukum hak asasi internasional dan prinsip-prinsip kesetaraan gender.15 Keadaan darurat terdahulu telah menunjukkan bahwa selama krisis kemanusiaan, tingkat kekerasan seksual, pasangan dan bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan lainnya berkembang semakin akut.16 Selama COVID-19, stres, gangguan jaringan sosial dan perlindungan dan menurunnya akses ke layanan dapat semakin memperburuk risiko kekerasan bagi perempuan,17 termasuk pekerja migran perempuan.18 Saluran siaga yang menanggapi insiden kekerasan melaporkan peningkatan panggilan telepon.19 Di Singapura, Women’s Helpline dari AWARE menerima 33 persen lebih banyak panggilan telepon terkait kekerasan pada bulan Februari 2020 dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya.20 Di Malaysia, saluran siaga untuk perempuan dan anak-anak Talian Kasih melaporkan kenaikan sebesar 57 persen dalam panggilan telepon saat perintah pengendalian pergerakan nasional berlaku;21 dan Women’s Aid Organisation (WAO) melaporkan kenaikan 40 persen dalam panggilan telepon tentang kekerasan kepada saluran siaga mereka.22 Dampak khusus pada pekerja migran perempuan ASEAN meliputi:

● Pekerja migran perempuan yang masih bekerja, mungkin mengalami kenaikan risiko kekerasan, pelecehan dan eksploitasi di tempat kerja.23 Karantina meningkatkan isolasi dan semakin mempersulit pekerja rumah tangga migran untuk meninggalkan situasi kekerasan.24 Sebagian pemberi kerja di kawasan ini tidak mengizinkan pekerja rumah tangga mengakses telepon seluler mereka selama jam kerja, sehingga menyulitkan untuk mengakses serikat pekerja, OMS dan penyedia layanan lain apabila mereka membutuhkan pertolongan.25

● Perempuan purna pekerja migran rentan terhadap kekerasan dan pelecehan saat dalam perjalanan pulang dan saat berada di fasilitas karantina COVID-19 wajib.

● Risiko kekerasan oleh pasangan saat karantina26 baik di negara tujuan, atau setelah pulang ke kampung halaman meningkat tinggi saat anggota keluarga menghabiskan lebih banyak waktu bersama dan keluarga menghadapi stres tambahan dan kemerosotan ekonomi.27 Pelaku bisa menggunakan rasa takut yang ditimbulkan oleh pandemi untuk melakukan kekerasan psikologis dan perilaku mengendalikan untuk semakin mengisolasi perempuan.

Saluran siaga yang menanggapi insiden kekerasan melaporkan peningkatan panggilan telepon

Page 4: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

3

Meningkatnya narasi yang menyalahkan orang luar sebagai pembawa virus hanya meperburuk diskriminasi yang dihadapi oleh pekerja migran perempuan

● Kekerasan memiliki dampak serius jangka pendek dan panjang terhadap kesehatan fisik, mental, seksual dan reproduksi perempuan serta kesejahteraan personal dan sosial mereka. Dampak kesehatan dari kekerasan terhadap perempuan mencakup cedera, kehamilan yang belum saatnya/tidak diinginkan, penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV dan disabilitas. Dampak kesehatan mental pada penyintas kekerasan berbasis gender mencakup Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD), depresi, ketakutan, penyalahgunaan zat, membahayakan diri sendiri dan perilaku bunuh diri dan gangguan tidur. Selain itu, seorang penyintas kekerasan mungkin juga menghadapi stigma dan penolakan dari masyarakat dan keluarganya.28

● Menurut sebuah penelitian oleh Safe and Fair, sikap masyarakat terhadap pekerja migran perempuan di beberapa negara tujuan di ASEAN pada umumnya tidak positif bahkan sebelum pandemi.29 Meningkatnya narasi yang menyalahkan orang luar sebagai pembawa virus hanya memperburuk diskriminasi yang dihadapi oleh pekerja migran perempuan.30 Di sebagian negara asal di ASEAN, migran dikarantina di pinggiran desa mereka dan mengalami diskriminasi sebagai kemungkinan pembawa virus.31

● Selama masa darurat misalnya wabah COVID-19, migran perempuan yang terdampak kekerasan dapat menghadapi lebih banyak kesulitan dalam mengakses layanan-layanan penting, termasuk layanan kesehatan yang sangat penting dan menyelamatkan nyawa, perawatan psikososial, kepolisian dan peradilan atau sosial, karena hambatan, misalnya, bahasa, ketersediaan atau hal-hal terkait status migrasi mereka.32

● Banyak layanan yang menangani kekerasan ditutup atau dikurangi. Karena penutupan kantor, sebagian penyedia layanan beralih ke layanan jarak jauh menggunakan teknologi daring dan/atau telepon, yang tidak semua pekerja migran perempuan memiliki akses terhadapnya. Selain itu, sumber daya dan prioritas dialihkan kepada tanggapan manusia langsung yang lebih tradisional (misalnya bantuan tunai atau pembagian makanan), dan menjauh dari layanan kekerasan berbasis gender.33

Page 5: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

4

2) Dampak pada pekerjaan dan perlindungan sosial

Pandemi COVID-19 telah menimbulkan gangguan ekonomi masif, dengan dampak khusus pada perempuan, migran, pekerja informal dan pekerja ekonomi gig (gig economy), pekerja muda dan pekerja lansia.34 ILO memperkirakan bahwa 1,25 miliar orang (yang mewakili 38 persen angkatan kerja global) bekerja di sektor-sektor yang berisiko tinggi akan pemindahan angkatan kerja35 dan hampir 47 juta pemberi kerja (yang mewakili 54 persen pemberi kerja di seluruh dunia) menjalankan usaha di sektor-sektor yang paling terpukul.36 Khususnya di negara-negara ASEAN berpendapatan rendah dan menengah, sebagian besar pekerja migran perempuan bekerja di pekerjaan informal.37 Pekerja di seluruh kawasan tersebut mengalami penurunan atau sama sekali kehilangan pendapatan, serta kehilangan tunjangan dan perlindungan sosial terkait pekerjaan,38 dan kerapkali risiko tersebut lebih tinggi bagi pekerja migran perempuan. Tren meliputi:

● Dampak pada kegiatan penghasil pendapatan sangat kritis bagi pekerja yang tidak dicakup oleh UU ketenagakerjaan atau perlindungan sosial. Perempuan dan migran cenderung sangat mendominasi di kategori ini.40 Dengan demikian, kesetaraan yang sudah ada, termasuk kesetaraan gender, bisa semakin memburuk.

● Pekerja rumah tangga melaporkan mendapat beban berlebihan, diberi tugas tambahan, tidak mendapatkan lembur berbayar, dan tidak mendapatkan beberapa hari cuti berbayar selama karantina.41 Perawatan orang sakit di rumah memiliki risiko kesehatannya sendiri.

● Proyek-proyek ILO yang merupakan sektor-sektor yang terdampak paling buruk secara global adalah sektor-sektor yeng mempekerjakan pekerja migran perempuan. Sektor-sektor tersebut meliputi:

- Jasa akomodasi dan makanan (dengan 54,1 persen pekerja perempuan secara global)

- Manufaktur (dengan 38,7 persen pekerja perempuan secara global)

- Perdagangan grosir dan eceran (dengan 43,6 persen pekerja perempuan secara global).42

Perkiraan orang yang bekerja di sektor-sektor yang berisiko tinggi terhadap pemindahan angkatan kerja

1,25 miliar38% angkatan

kerja global

47 juta54% pemberi

kerja di seluruh dunia

Pemberi kerja yang menjalankan usaha di sektor-sektor yang paling terpukul

Sumber: ILO 2020

Page 6: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

5

13%Uang yang dikirim pulang sebagai remitansi ke Asia Timur dan Pasifik diperkirakan turun sebesar 13 persen selama pandemi

Sumber: Bank Dunia, 2020

● Uang yang dikirim pulang sebagai remitansi ke Asia Timur dan Pasifik diperkirakan turun sebesar 13 persen selama pandemi.43 Ini akan memiliki dampak signifikan terhadap keluarga di negara asal.

● Banyak migran perempuan yang masih memiliki pekerjaan adalah pekerja garis depan dan mendasar, yang melawan pandemi dan memastikan masyarakat terpenuhi kebutuhan dasarnya. Mereka meliputi pekerja di bidang kesehatan, transportasi, pertanian dan layanan publik dasar. Secara global, terdapat 136 juta pekerja di bidang kesehatan dan pekerjaan sosial, termasuk perawat, dokter, pekerja di fasilitas perawatan masyarakat, pekerja sosial serta pekerja dukungan, misalnya pekerja binatu dan kebersihan, yang berisiko terkena COVID-19 di tempat kerja. Perempuan mengisi sekitar 70 persen di sektor tersebut.44

● Kebijakan kontingensi ekonomi nasional seringkali tidak sepenuhnya mencakup pekerja migran, dan hanya dirancang bagi warga negara saja.45 Dengan demikian, pekerja migran perempuan mungkin tidak dapat mengambil manfaat dari dukungan pendapatan atau langkah-langkah mata pencarian darurat lainnya.46

● Dalam hal pemberhentian, kebijakan nasional dan/atau pemberi kerja mungkin memprioritaskan pekerjaan untuk warga negara.47 Ini mengakibatkan pekerja migran yang pertama diberhentikan.

● Kehilangan pekerjaan dan pengumuman penutupan perbatasan di kawasan ASEAN mengakibatkan banyak pekerja migran berbondong-bondong pulang ke kampung halaman menggunakan transportasi yang padat, tanpa kemungkinan menjaga jarak sosial. Ribuan pekerja migran berdokumen melintasi perbatasan ASEAN setelah pengumuman tentang langkah-langkah kedaruratan COVID-19. Statistik resmi di beberapa perlintasan perbatasan yang dipantau oleh pemerintah di kawasan tersebut menunjukkan lebih tingginya persentase laki-laki yang pulang,48 sementara terdapat laporan anekdotal mengenai lebih tingginya presentase perempuan yang melintasi perbatasan secara ilegal di luar area titik pemeriksaan resmi. Lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki di negara-negara ASEAN yang cenderung tidak berdokumen,49 50 sehingga migrasi mereka cenderung lebih berbahaya dibandingkan laki-laki.

Page 7: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

6

3) Dampak pada kesehatan dan pemberian perawatan

Pekerja migran perempuan dalam pekerjaan berupah rendah di ASEAN meningkat risiko kesehatannya selama pandemi karena mereka kerap hidup dan bekerja dalam kondisi tanpa sarana, ruang, informasi atau APD untuk mengikuti langkah-langkah kesehatan masyarakat dan menjaga jarak sosial.51 Ini memiliki potensi dampak signifikan terhadap kesehatan mereka, serta peran mereka dalam pemberian perawatan berbayar atau tidak berbayar, seperti di bawah ini:

● Pekerja migran perempuan dapat mengalami kesulitan mengakses informasi yang akurat mengenai COVID-19 dalam bahasa mereka sendiri. Akses ke informasi sangat penting bagi mereka untuk memahami skala dan dampak pandemi; bagaimana cara melindungi diri dan membatasi penyebaran virus; serta apa yang harus dilakukan dan apa layanan yang tersedia jika mereka menunjukkan gejala. Sementara beberapa organisasi beralih ke berbagai teknologi komunikasi dan platform media sosial untuk menjangkau pekerja migran dan memberikan layanan jarak jauh, sejumlah besar pekerja migran tidak memiliki akses ke telepon atau internet. Sebagian mungkin bekerja di daerah terpencil, sementara pekerja rumah tangga migran mungkin tidak memiliki akses ke perangkat komunikasi mereka.52 Sebagian pekerja migran purna tinggal di daerah perdesaan di mana konektivitas terbatas.

● Pekerja migran perempuan yang tetap bekerja di negara tujuan mungkin tidak memiliki akses ke alat perlindungan diri dan pedoman tentang langkah-langkah keselamatan dalam bahasa yang mereka pahami.53 54

Proporsi pemberi kerja yang mengizinkan pekerja rumah tangga migran mengakses ponsel mereka

Malaysia

Singapura

Thailand

Sumber: ILO dan UN Women, 2019

Page 8: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

7

● Pekerja migran perempuan terutama di sektor konstruksi dan manufaktur di negara tujuan cenderung hidup di akomodasi bersama yang padat, yang seringkali disediakan oleh pemberi kerja. Ini menyulitkan dipraktikkannya jaga jarak sosial. COVID-19 menyebar cepat di asrama-asrama migran (laki-laki) di Singapura dan negara-negara GCC.55 Bagi perempuan, terdapat risiko lain berupa kekerasan seksual dan kekerasan lain di akomodasi migran,56 dan pada masa pembatasan dan karantina, risiko tersebut meningkat.57

● Pekerja migran berdokumen dan tidak berdokumen mengungkapkan kekhawatiran dan ketakutan bahwa mereka akan dites atau mencari perawatan jika mereka merasa terkena COVID-19. Kendati tes dan perawatan digratiskan bagi migran di beberapa negara, namun pekerja migran khawatir akan risiko penangkapan dan penahanan bila berinteraksi dengan petugas pemerintah, termasuk di sektor kesehatan.58

● Tanggung jawab atas pekerjaan perawatan berbayar atau tidak berbayar selama pandemi sangat besar jatuh pada perempuan. Di masa normal, perempuan di seluruh kawasan Asia-Pasifik memikul beban perawatan yang lebih besar dibandingkan laki-laki, menghabiskan 4,1 kali lebih banyak waktu untuk perawatan anak, lansia dan orang sakit.59 Maka, kenaikan jumlah orang sakit karena virus menimbulkan pekerjaan perawatan yang lebih banyak serta risiko kesehatan yang lebih besar pada perempuan. Penutupan sekolah juga berarti lebih banyak waktu dihabiskan untuk mengasuh anak di rumah.60 61 Tanggung jawab ini menimbulkan tekanan kesehatan mental. Contohnya, dalam sebuah penilaian cepat PBB 68 persen perempuan (berbanding dengan 54 persen laki-laki) di Filipina melaporkan dampak kesehatan mental dan emosional terkait dengan COVID-19.62

● Saat sektor kesehatan di seluruh dunia secara mendesak menanggapi pandemi, beberapa layanan untuk perempuan, termasuk layanan yang menanggapi kekerasan, dialihkan untuk menangani kekurangan sumber daya. Dalam beberapa kasus, layanan kesehatan reproduksi harus tutup atau beroperasi dengan sumber daya lebih sedikit. Akses ke layanan kesehatan sangat penting dan dapat menyelamatkan nyawa. Respons terhadap kekerasan seksual/pemerkosaan sangat sensitif waktu, yakni pemberian kontrasepsi darurat untuk mencegah kehamilan yang diperlukan dalam 72 jam dan pengobatan Post-Exposure Prophylaxis (PEP) untuk mencegah infeksi HIV yang diperlukan dalam 72 jam kemungkinan paparan.65

● Ketidakamanan pangan dan kekurangan gizi timbul sebagai masalah kesehatan bagi migran karena langkah-langkah pembatasan, termasuk penutupan perbatasan.66 Bila pekerja migran perempuan di negara-negara tujuan kehilangan pendapatan, mereka dapat tidak memiliki sarana untuk membeli makanan, apalagi masker atau pembersih tangan.

68%

Sumber: UN Women, 2020

perempuan di Filipina melaporkan dampak kesehatan mental dan emosional terkait COVID-19

Page 9: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

8

Potret respons oleh Program Safe and Fair

Selaras dengan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia untuk mencegah penyebaran COVID-19 dan dengan panduan global tentang GBV dalam kedaruratan, yang memprioritaskan layanan, Program Safe and Fair dari Spotlight Initiative UE-PBB, melalui para mitranya, sedang melaksanakan intervensi berbasis gender. Safe and Fair sedang berupaya merespons pandemi dengan strategi respons COVID-19 jangka pendek dan panjang, yang meliputi:

Pemberian layanan

• Memberikan layanan bantuan hukum dan penanganan kasus untuk memfasilitasi akses ke peradilan bagi pekerja migran perempuan yang mungkin diberhentikan secara tidak adil atau yang mengalami kekerasan, gangguan, pelecehan dan eksploitasi.

• Mendukung organisasi yang mengkhusukan diri pada penanganan kekerasan terhadap pekerja migran perempuan untuk tetap beroperasi, termasuk dengan meningkatkan kapasitas memberikan layanan jarak jauh.

• Memastikan bahwa penyedia layanan mendasar dari seluruh sektor, termasuk Pusat Sumber Daya Pekerja Migran (MRC) dan organisasi masyarakat sipil (OMS), memiliki alat perlindungan diri dan protokol yang berlaku untuk melindungi diri mereka dan orang lain dari COVID-19, tanpa mengorbankan aksesibilitas dan responsivitas layanan.

• Memberikan dukungan teknis dan dukungan lain kepada penampungan dan fasilitas karantina yang menampung pekerja migran perempuan untuk menanggulangi virus yang tanggap gender dan keselamatan.

• Mendukung layanan saluran siaga di negara tujuan agar tersedia dalam bahasa pekerja migran perempuan. Meningkatkan kapasitas penerima telepon pertama, termasuk operator saluran siaga, guna menanggapi kasus kekerasan pekerja migran perempuan yang terjaga kerahasiaannya.

• Mendukung pemberian konseling psikologi berkualitas kepada penyedia layanan garis depan yang beroperasi selama pandemi untuk menangani stres.

• Mendukung pembaruan mekanisme rujukan dan direktori layanan untuk mempertimbangkan perkembangan yang ditimbulkan oleh pandemi COVID-19, dan menyebarluaskan direktori melalui mitra utama, jaringan sesama dan OMS.

• Meningkatkan kapasitas mitra, termasuk pemberi kerja dan penyedia layanan, tentang kebijakan perlindungan dari eksploitasi dan pelecehan seksual (PEPS).

Advokasi kebijakan

• Mengadvokasi pemerintah untuk memastikan risiko kekerasan yang dihadapi oleh pekerja migran perempuan selama krisis tidak diabaikan.

• Mengadvokasi pemerintah dan pemberi kerja agar mengizinkan pekerja migran untuk memperpanjang visa dan izin kerja mereka dan/atau memperpanjang tenggat pembaruan hingga pembatasan pergerakan dan langkah-langkah karantina lain dicabut.

• Mengadvokasi pemberi kerja agar mempertahankan pekerja migran dan memberikan pengaturan fleksibel untuk memastikan pendapatan dan tunjangan kesehatan medis tidak hilang pada masa ini.

Page 10: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

9

• Mengadvokasi pemberi kerja dan pemerintah untuk memperluas layanan kesehatan dan sosial kepada seluruh pekerja migran, termasuk perempuan dan mereka yang tidak berdokumen, terutama saat mengalami kekerasan, sakit atau kebutuhan kesehatan seksual serta reproduksi. Ini harus mencakup akses ke layanan tes COVID-19 dan layanan medis.

• Mengadvokasi pemerintah agar mengalokasikan sumber daya untuk mempertahankan layanan operasional bagi penyintas kekerasan yang lari, termasuk layanan penampungan, kesehatan, kepolisian, sosial dan peradilan.68

• Mengadvokasi untuk dimasukkannya kebijakan Pencegahan Eksploitasi dan Pelecehan Seksual (PEPS) dalam rencana respons COVID-19 dengan melakukan koordinasi bersama para pemangku kepentingan terkait.69

• Mengadvokasi pemerintah agar menjadikan layanan bagi penyintas kekerasan sebagai bagian mendasar dari rencana perlindungan sosial dan investasi untuk pemulihan dari krisis COVID-19 jangka menengah dan panjang.70

Berbagi informasi

• Bekerja dengan mitra (OMS, MRC, serikat pekerja, organisasi pekerja perempuan, dan petugas penerima telepon garis depan) untuk memantau situasi yang berkembang.

• Bekerja dengan penyedia layanan untuk mengumpulkan data terpilah jenis kelamin yang rahasia dan aman tentang kekerasan terhadap pekerja migran perempuan, guna memahami permintaan dan hasil layanan. Namun demikian, Safe and Fair menganjurkan bahwa kekerasan terhadap perempuan, termasuk pekerja migran perempuan selama masa darurat dan epidemi, membutuhkan tindakan langsung dan tidak diperlukan melakukan survei baru sebelum bertindak.

• Mendukung program radio/TV/pernyataan media tentang dampak COVID-19 terhadap pekerja migran perempuan, termasuk meningkatnya insiden kekerasan dan diskriminasi terhadap komunitas pekerja migran.

• Menyusun daftar periksa rencana keselamatan, untuk disebarluaskan, termasuk kepada pekerja migran perempuan, sebagai informasi kunci mengenai apa yang harus dilakukan jika menjadi korban kekerasan dan pelecehan

UNTUK MENDAPAT DUKUNGAN, TELEPON NOMOR BERIKUTPERENCANAAN

KESELAMATAN SELAMA PANDEMI COVID-19

Rencana keselamatan TIDAK menggantikan menelepon polisi untuk meminta bantuan, tetapi akan membantu Anda bersiaga. Teleponlah polisi untuk bantuan mendesak bila diperlukan

Kartu identitas

Dokumen hukum

Baju cadangan

Pengisi daya HP

Kunci cadangan

Produk kebersihan

Obat rutin

Uang tunai & kartu

Ponsel prabayar

Nomor kontak penting

HAL YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN DALAM PEMBATASAN BEPERGIAN

Ikuti perkembangan terkini tentang ketersediaan transportasi.

Saat krisis mendesak, telepon polisi atau organisasi perempuan

YANG PERLU DIMASUKKAN KE TAS DARURAT

HAL YANG PERLU DIKETAHUI JIKA ANDA PEKERJA MIGRAN

PEREMPUAN

Anda SELALU berhak atas keselamatan dan perlindungan apapun status migrasi Anda

Teleponlah organisasi perempuan atau pekerja terdekat atau layanan lain yang Anda butuhkan

Mintalah layanan penerjemah bila Anda meminta layanan

Berhubunganlah dengan jaringan dukungan sesama yang bisa memberikan informasi dan layanan.

Hubungi nomor layanan kedutaan dan konsulat Anda jika Anda di luar negeri.

* khusus pekerja migran perempuan di Singapura

Negara Polisi Layanan untuk penyintas

Kamboja 1288

Indonesia 112

Laos 191

Malaysia 999

Myanmar 199

Singapura 999

Thailand 191

Vietnam 112

Filipina 177

1280 (Helpline Number)

081317617622 (F2TP2A)

1362 (Lao Women’s Union)

03 7956 3488(Women’s Aid Organization)

067 3 404 222(Union Government)

1800 777 55556341 5535 (Home*)

1300(One Stop Crisis Center)

1900 96 96 80(Viet Nam Women’s Union)

0919 777 7377(PNP Women and Children’s Protection Center)

Page 11: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

10

Rekomendasi kunci bagi para pelaksana migrasi tenaga kerja & mengakhiri kekerasan terhadap perempuan (MKTP)

Meningkatnya risiko kekerasan dan pelecehan berkaitan dengan hilangnya pekerjaan dan pendapatan pekerja migran perempuan, tiadanya perlindungan sosial dan perawatan kesehatan dasar, meningkatnya utang dan tingginya risiko paparan COVID-19 karena sifat pekerjaan atau kondisi akomodasi. Kekerasan harus diperlakukan sebagai masalah mendesak yang membutuhkan dukungan penyelamat nyawa yang bersifat segera. Langkah-langkah untuk mencegah dan merespons kekerasan terhadap pekerja migran perempuan khususnya harus diprioritaskan untuk tindakan segera selama pandemi. Untuk menangani isu-isu ini, rekomendasi utama, selaras dengan prioritas ASEAN dan Pernyataan Bersama Menteri Ketenagakerjaan ASEAN tentang Respons terhadap Dampak Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) terhadap Pekerja dan Pekerjaan, meliputi:

Keselamatan dari kekerasan

• Akui bahwa kekerasan terhadap perempuan, termasuk pekerja perempuan migran selama masa darurat dan epidemi membutuhkan tindakan segera dan tidak perlu membuat bukti survei baru sebelum bertindak.

• Alokasikan sumber daya untuk mempertahankan layanan mendasar yang berkualitas bagi penyintas kekerasan. Layanan penampungan, saluran siaga, kesehatan, kepolisian, psikologi, sosial dan peradilan sangatlah penting.72 Pastikan layanan-layanan ini menyertakan pekerja migran perempuan dan berikan pelatihan kepada penyedia layanan garis depan untuk menanggapi pandemi dengan langkah yang berkualitas. Untuk melakukannya, pastikan sumber daya dialokasikan, protokol diberlakukan, dan staf memiliki alat keselamatan. Selanjutnya, alokasikan sumber daya untuk kesehatan mental penyedia layanan, yang kemungkinan akan diminta untuk menangani beban kasus yang meningkat.

• Pastikan manajemen fasilitas karantina yang menampung migran bersifat tanggap gender.73

Peran pemerintah

Page 12: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

11

• Tingkatkan sistem untuk melakukan respons terkoordinasi bagi kekerasan terhadap perempuan, termasuk pekerja migran perempuan, selama masa darurat. Perbarui direktori layanan dengan jalur rujukan untuk layanan mendasar (termasuk layanan perawatan kesehatan, kepolisian dan peradilan, dukungan psikososial serta mekanisme pelaporan dan pengaduan) yang terakses bagi perempuan dan anak perempuan migran, tanpa memandang status migrasi mereka.74 Sertakan MRC dan OMS dalam rencana respons COVID-19 dan alokasikan lebih banyak sumber daya bagi mereka dan organisasi perempuan yang memberikan layanan kepada pekerja migran perempuan, termasuk penampungan dan fasilitas karantina.

• Tetapkan bahwa penyintas kekerasan dan pelecehan berbasis gender di dunia kerja memiliki akses efektif terhadap mekanisme pengaduan dan penyelesaian perselisihan yang tanggap gender, aman dan efektif serta terhadap dukungan, layanan dan pemulihan.75

Pekerjaan dan perlindungan sosial

• Dalam merespons krisis, pemerintah harus memastikan, melalui konsultasi dengan organisasi pengusaha dan organisasi pekerja yang paling representatif, bahwa semua langkah yang ditetapkan dikembangkan atau dipromosikan melalui dialog sosial yang inklusif gender. Semua populasi migran, termasuk pekerja migran perempuan, tanpa memandang status migrasi mereka harus diberi perlindungan penuh atas hak asasi mereka selama krisis COVID-19 dan setelahnya, tanpa prasangka dan diskriminasi dan sesuai dengan hukum internasional.76

• Untuk negara asal: kembangkan mekanisme untuk mendukung pekerja migran perempuan yang kehilangan pekerjaan karena krisis COVID-19, termasuk bantuan mendapatkan pekerjaan baru dan mengelola utang terkait migrasi ketenagakerjaan.

• Untuk negara tujuan: pertimbangkan untuk memperpanjang tenggat pembaruan izin kerja dan visa, yang memberi pekerja migran perpanjangan hak tinggal dan bekerja, hingga kantor-kantor terkait aman untuk dibuka untuk pengurusan yang semestinya.77

• Selaras dengan Visi Masyarakat ASEAN Tahun 2025 sebagai masyarakat peduli, susunlah rencana respons COVID-19 yang tanggap gender dan inklusif.

• Pastikan akses ke pemulihan dan kompensasi untuk perlakuan tidak adil, dan layanan terjemahan yang membantu dalam akses ke peradilan dalam kasus-kasus ini. Pastikan kebutuhan khusus pekerja migran perempuan diketahui dan ditangani, termasuk kesediaan perempuan sebagai staf garis depan.78

• Lakukan pemantauan dan upaya untuk memastikan ketersediaan APD yang memadai dan cuti sakit di sektor-sektor yang dominan migran dan perempuan.79

• Dalam paket stimulus dan kebijakan ketenagakerjaan, prioritaskan kebutuhan khusus perempuan dan dukungan untuk usaha dan sektor-sektor di mana pekerja migran perempuan terkonsentrasi.

• Sertakan pekerja migran perempuan dan sektor-sektor tempat mereka terkonsentrasi dalam langkah-langkah perluasan perlindungan sosial dan langkah-langkah keringanan. Ini mencakup skema retensi pekerjaan (misalnya pengaturan kerja jangka pendek, tunjangan pengangguran parsial dan dukungan terbatas waktu untuk perusahaan lainnya); keringanan keuangan/pajak berbatas waktu; dan langkah-langkah perataan laba untuk mendukung kelangsungan usaha.

• Sertakan penyintas kekerasan sebagai bagian mendasar rencana perlindungan sosial dan investasi untuk pemulihan jangka menengah dan panjang dari krisis

Page 13: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

12

COVID-19. Dukungan krisis untuk penyintas itu penting dan dapat mencegah trauma lebih lanjut, disabilitas dan kematian.80 Terdapat bukti bahwa memberikan bantuan tunai kepada rumah tangga miskin, bila dirancang untuk mengurangi risiko kekerasan rumah tangga, dapat mengakibatkan penurunan angka kekerasan semacam itu.81

Kesehatan dan perawatan

• Pastikan bahwa pemberi kerja pekerja migran perempuan di bidang layanan mendasar mengidentifikasi dan memitigasi risiko pekerja terpapar COVID-19.

• Susunlah pedoman keselamatan dan kesehatan kerja mengenai COVID-19 dalam bahasa yang dipahami oleh pekerja migran. Kembangkan dan luncurkan kampanye informasi publik tentang hal-hal yang terkait dengan pandemi COVID-19, MKTP dan migrasi dalam bahasa para migran.

• Pastikan ketersediaan layanan mendasar, terutama bagi pekerja migran perempuan dalam situasi berisiko tinggi, termasuk dalam pekerjaan yang mengharuskan interaksi dengan rekan kerja dan klien, serta mereka yang berada di tempat tinggal yang padat. Selanjutnya, pastikan ketersediaan layanan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk layanan GBV.

• Pastikan bahwa semua pekerja migran perempuan, termasuk mereka yang tidak memiliki status imigrasi legal, memiliki akses ke bantuan kemanusiaan dan bantuan kedaruratan, termasuk makanan, penampungan dan penyediaan alat perlindungan diri dan perangkat kebersihan (yang berisi produk sanitasi dan kebersihan diri yang diperlukan oleh perempuan).

Keselamatan dari kekerasan

• Integrasikan kebijakan PEPS dalam respons COVID-19.82 Berikan pelatihan kepada staf tentang kebijakan PEPS dan penerapannya. Pastikan pekerja migran perempuan memiliki informasi tentang kebijakan dan layanan yang tersedia untuk kejadian kekerasan dan pelecehan.

Pekerjaan dan perlindungan sosial

• Pemberhentian harus dilakukan hanya bila memang benar-benar dibutuhkan dan alternatif lain benar-benar tidak ada, misalnya mengurangi jam kerja, membatasi perekrutan pekerja baru, membatasi lembur, dan mengurangi upah tenaga kerja meskipun tidak di bawah upah minimum.83

• Organisasi yang beranggotakan pemberi kerja dan usaha bisa mengambil langkah untuk memobilisasi sektor swasta guna mendukung upaya nasional, misalnya dengan membuat dana untuk memperkuat kapasitas kesehatan nasional, yang memberikan dukungan keuangan untuk kelompok-kelompok dalam situasi rentan.84

• Pemberi kerja dapat memainkan peran kunci dalam memperluas perlindungan sosial bagi pekerja migran perempuan, misalnya tunjangan terkait sakit dan akses gratis ke tes dan skrining COVID-19.

Kesehatan dan perawatan

• Di sektor-sektor di mana pekerja diminta untuk mengambil beban kerja yang meningkat dan lembur selama pandemi, ingatlah bahwa berkurangnya waktu istirahat dapat memiliki konsekuensi berbahaya pada kesehatan fisik dan mental para pekerja tersebut. Lelah dan stres juga dapat meningkatkan risiko cedera dan kecelakaan tempat kerja. Penting untuk memberikan lingkungan kerja yang aman, termasuk selama masa darurat.

Peran pemberi kerja

Page 14: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

13

Keselamatan dari kekerasan

• Jagalah penampungan untuk penyintas kekerasan tetap beroperasi dan dengan protokol untuk menghindari penyebaran virus.

• Tingkatkan saluran siaga yang ada untuk memberikan konseling mengenai kekerasan terhadap perempuan, termasuk pekerja migran perempuan, dan rujukan. Sertakan bahasa yang digunakan oleh pekerja migran perempuan.

• Perbarui direktori layanan untuk mencerminkan layanan yang tersedia selama pandemi dan sebarluaskan melalui media sosial, situs dan selebaran.

• Dukunglah pekerja migran perempuan dengan perencanaan keselamatan. Simpanlah catatan kasus (secara etis dan terjaga kerahasiaannya) dan pastikan tindak lanjut.

• Pastikan akses pekerja migran perempuan terhadap penanganan kasus, dukungan psikososial, bantuan hukum dan akses ke peradilan. Beralihlah ke pemberian layanan jarak jauh jika diperlukan. Jika menggunakan solusi teknologi, pastikan kerahasiaan dan keselamatan data penyintas.

• Berpartisipasilah dalam atau selenggarakan acara daring untuk berbagi munculnya kebutuhan yang Anda amati di kalangan pekerja migran perempuan dan kembangkan respons secara inklusif.

Pekerjaan dan perlindungan sosial

• Bantulah pekerja migran perempuan, tanpa memandang status imigrasi mereka, menerima seluruh upah dan tunjangan jaminan sosial yang menjadi hak mereka, serta mengakses pemulihan dan kompensasi atas perlakuan tidak adil dan melaporkan pelecehan dan eksploitasi.

Kesehatan dan perawatan

• Susunlah dan luncurkan kampanye informasi publik yang menyasar pekerja migran dan sertakan informasi tentang kebutuhan khusus perempuan dalam hal-hal terkait dengan pandemi COVID-19 dalam bahasa para migran. Kampanye tersebut harus mencakup bagaimana cara menghentikan penyebaran COVID-19, tanda-tanda infeksi, siapa yang harus dihubungi untuk meminta bantuan, bagaimana cara menjaga jarak sosial dan isolasi mandiri serta pembaruan keimigrasian. Informasi untuk migran harus juga tersedia tentang dukungan kedaruratan termasuk saluran siaga, penampungan dan dukungan bila terjadi kekerasan dan pelecehan.

Peran organisasi pekerja, organisasi pekerja migran, organisasi perempuan dan OMS

• Lakukan langkah-langkah K3 untuk mencegah dan memitigasi COVID-19 di tempat kerja, yang memastikan pekerja dengan kebangsaan dan jenis kelamin apapun memiliki akses yang sama ke pelatihan, informasi, pendidikan dan komunikasi, APD serta jaga jarak sosial dan ruang kerja yang bersih.85

Page 15: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

14

1 Disusun oleh Cayherine Laws, Deepa Bharathi, dan Rebecca Napier-Moore di Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan Valentina Volpe dan Younghwa Choi di UN Women; dengan masukan dan tinjauan oleh Joni Simpson, Nilim Buruah dan Panudda Boonpala di ILO dan Katja Freiwald, Melissa Alvarado, Namsiri Iamsuk dan Sarah Knibbs di UN Women. Ringkasan ini dirancang oleh Pichit Promkade.

2 Bangkok Post: “Visas extended, relief measures approved”, dalam Bangkok Post, 21 Apr. 2020, https://www.bangkokpost.com./thailand/general/1904435/visas-extended-relief-measures-approved [diakses 8 Mei 2020]

3 BBC: “Malaysia migrant raids ‘to reduce Covid-19 spread’”, dalam BBC, 2 Mei 2020: https://www.bbc.com/news/world-asia-52515000 [diakses 8 Mei 2020]

4 The Guardian: “We’re in prison: Singapore’s migrant workers suffer as Covid-19 surges back”, dalam The Guardian, 23 Apr. 2020, https://www.theguardian.com/world/2020/apr/23/Singapore-million-migrant-workers-suffer-as-Covid-19-surges-back [diakses 8 Mei 2020]

5 Bloomberg: “Virus surge in Southeast Asia migrant workers serves as warning”, dalam Bloomberg, 28 Apr. 2020. https://www.bloomberg.com/news/articles/2020-04-28/virus-surge-in-sioutheast-asia-migrant-workers-serves-as-warning [diakses 8 Mei 2020]

6 Total stok migran di ASEAN adalah 10,1 juta pada tahun 2019, yang 47 persen diantaranya adalah perempuan. UN DESA: International migrant stock 2019, 2019, https://www.un.org/en/development/desa/population/migration/data/estimates2/estimates19.asp [diakses 8 Mei 2020]

7 Lihat kajian literatur di ILO: Labour mobility between Asia and the Arab states: Sharing of experiences and progress under the Bali Declaration with specific focus on women migrant workers, interregional meeting background paper, Bangkok, 3-4 Desember 2019.

8 World Bank: World Bank Predicts Sharpest Decline of Remittances in Recent History, 22 Apr. 2020, https://www.worldbank.org/en/news/press-release/2020/04/22/world-bank-predicts-sharpest-decline-of-remittances-in-recent-history [diakses 8 Mei 2020]

9 UN Women: Action brief: A guide for action to stem increasing violence against women amid the covid-19 pandemic in asia and the pacific, 2020, https://asiapacific.unwomen.org/en/digital-library/publications/2020/05/action-brief-a-guide-for-action-to-stem-increasing-violence-against-women-amid-the-covid-19 [diakses 8 Mei 2020]

10 UN Women: Addressing the impact of the COVID-19 pandemic on women migrant workers, 2020, https://www.unwomen.org/en/digital-library/publications/2020/04/guidance-note-addressing-the-impacts-of-the-covid-19-pandemic-on-women-migrant-workers [diakses 8 Mei 2020].

11 WHO: COVID-19 and violence against women, 2020, https://www.who.int/reproductivehealth/publications/vaw/covid-19/en/ [diakses 8 Mei 2020]

12 DW: “Rubber glove shortage exposes migrant worker abuse in Malaysia”, 27 Apr. 2020, https://www.dw.com/en/rubber-glove-shortage-exposes-migrant-worker-abuse-in-malaysia/a-53256054 [diakses 8 Mei 2020]

13 Asia Times: “Thailand’s migrant workers at risk during pandemic”, dalam Asia Times, 24 Apr. 2020, https://asiatimes.com/2020/04/thailands-migrant-workers-at-risk-during-pandemic/ [diakses 8 Mei 2020]

14 ILO: Policy brief:Protecting migrant workers during the COVID-19 pandemic Recommendations for Policy-makers and Constituents, 2020, https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_protect/---protrav/---migrant/documents/publication/wcms_743268.pdf [diakses 8 Mei 2020]

15 GBV AOR: The Inter-Agency Minimum Standards for Gender-Based Violence in Emergencies Programming, 2019, https://www.unfpa.org/minimum-standards [diakses 8 Mei 2020] [diakses 8 Mei 2020]. Konvensi mengenai penghapusan kekerasan dan pelecehan di dunia kerja, 2019 (No. 190). https://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=NORMLEXPUB:12100:0::NO::P12100_ILO_CODE:C190 [diakses 8 Mei 2020]

16 WHO: Gender-based violence in health emergencies https://www.who.int/health-cluster/about/work/other-collaborations/gender-based-violence/en/ [diakses 5 Mei 2020]

Page 16: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

15

17 Ibid.

18 UNGA A/70/723, Protecting humanity from future health crises: Report of the High Level Panel on the Global Response to Health Crises, UNICEF: GBV in emergencies: Emergency responses to public health outbreaks, September 2018, hlm. 2; IASC: Guidelines for integrating gender-based violence interventions in humanitarian action; Food security agriculture, 2015.

19 UN Women: Action brief: A guide for action to stem increasing violence against women amid the covid-19 pandemic in asia and the pacific, 2020, https://asiapacific.unwomen.org/en/digital-library/publications/2020/05/action-brief-a-guide-for-action-to-stem-increasing-violence-against-women-amid-the-covid-19 [diakses 8 Mei 2020]

20 Channel New Asia: “Commentary: Isolated with your abuser? Why family violence seems to be on the rise during COVID-19 outbreak”, dalam Channel News Asia, 7 Apr. 2020, https://www.channelnewsasia.com/news/commentary/coronavirus-covid-19-family-violence-abuse-women-self-isolation-12575026 [diakses 2 Apr. 2020]

21 The Asean Post: “Virus lockdown causing rise in domestic abuse”, dalam The Asean Post, 30 Mar. 2020, https://theaseanpost.com/article/virus-lockdown-causing-rise-domestic-abuse [diakses 8 Mei 2020]

22 New Straits Times:“WAO: Kickstart emergency responses on domestic violence during MCO”, dalam New Straits Times, 9 Apr. 2020. Terdapat di: https://www.nst.com.my/news/nation/2020/04/582865/wao-kickstart-emergency-responses-domestic-violence-during-mco [diakses 8 Mei 2020]

23 UN Women: Addressing the impacts of the COVID-19 pandemic on women migrant workers, 2020, https://www.unwomen.org/-/media/headquarters/attachments/sections/library/publications/2020/guidance-note-impacts-of-the-covid-19-pandemic-on-women-migrant-workers-en.pdf?la=en&vs=227 [diakses 8 Mei 2020]

24 Ibid.

25 ILO dan UN Women: Public attitudes towards migrant workers in Japan, Malaysia, Singapore and Thailand (Bangkok), 2019, https://www.ilo.org/asia/publications/WCMS_732443/lang--en/index.htm [diakses 8 Mei 2020]

26 UN Women: The First 100 Days of the COVID-19 Outbreak in Asia and the Pacific: A Gender Lens, 2020, https://asiapacific.unwomen.org/en/digital-library/publications/2020/04/the-first-100-days-of-the-covid-19-outbreak-in-asia-and-the-pacific [diakses 8 Mei 2020]

27 WHO: COVID-19 and violence against women, 2020, https://www.who.int/reproductivehealth/publications/vaw-covid-19/en/[diakses 8 Mei 2020]

28 UN Women, UNFPA, WHO, UNDP dan UNODC: Essensial services package for women and girls subject to violence, 2015.

29 ILO dan UN Women: Public attitudes towards migrant workers in Japan, Malaysia, Singapore and Thailand (Bangkok), 2019, https://www.ilo.org/asia/publications/WCMS_732443/lang--en/index.htm [diakses 8 Mei 2020]

30 International Organization for Migration: COVID-19 Analytical Snapshot #6: Stigmatization & discrimination, 2020, https://www.iom.int/sites/default/files/our_work/ICP/MPR/covid-19_analytical_snapshot_6_-_stigmatization_and_discrimination.pdf [diakses 8 Mei 2020]

31 Cambodianess: “Coming Home in COVID-19 Times: Migrant Workers Follow Cambodia’s Directives”, Cambodianess, 11 Apr. 2020, https://cambodianess.com/article/coming-home-in-covid-19-times-migrant-workers-follow-cambodias-directives [diakses 8 Mei 2020]

32 UN Women: Action brief: A guide for action to stem increasing violence against women amid the covid-19 pandemic in asia and the pacific, 2020, https://asiapacific.unwomen.org/en/digital-library/publications/2020/05/action-brief-a-guide-for-action-to-stem-increasing-violence-against-women-amid-the-covid-19 [diakses 8 Mei 2020]

33 WHO: COVID-19 and violence against women, 2020, https://www.who.int/reproductivehealth/publications/vaw-covid-19/en/ [diakses 8 Mei 2020]

34 ILO: ILO Monitor: COVID-19 and the world of work. 3rd Edition, 2020, https://www.ilo.org/global/topics/coronavirus/impacts-and-responses/WCMS_743146/lang--en/index.htm [diakses 8 Mei 2020]

Page 17: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

16

35 ILO: ILO Monitor: COVID-19 and the world of work. 3rd Edition, 2020, https://www.ilo.org/global/topics/coronavirus/impacts-and-responses/WCMS_743146/lang--en/index.htm [diakses 8 Mei 2020]

36 Ibid.

37 ILO dan International Organization for Migration: Risks and rewards: Outcomes of labour migration, 2017, http://apmigration.ilo.org/resources/risks-and-rewards-outcomes-of-labour-migration-in-south-east-asia/at_download/file1 [diakses 8 Mei 2020]

38 The Diplomat: ”Amid COVID-19 Crisis, Southeast Asia’s Migrant Workers Fall Through the Cracks”, dalam The Diplomat, 31 Mar. 2020, https://thediplomat.com/2020/03/amid-covid-19-crisis-southeast-asias-migrant-workers-fall-through-the-cracks/ [diakses 8 Mei 2020]

39 UN Women: Guidance note: Addressing the impacts of the COVID-19 pandemic on women migrant workers, 2020, https://www.unwomen.org/en/digital-library/publications/2020/04/guidance-note-addressing-the-impacts-of-the-covid-19-pandemic-on-women-migrant-workers [diakses 8 Mei 2020]

40 ILO: COVID-19 crisis and the informal economy Immediate responses and policy challenges, 2020, https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public---ed_protect/---protrav/---travail/documents/briefingnote/wcms_743623. pdf [diakses 8 Mei 2020]

41 International Domestic Workers Federation (IDWF): The Impacts of COVID-19 on Domestic Workers and Policy Responses, 1 Mei 2020, https://idwfed.org/en/covid-19/the-idwf/advocacy/idwf-policy-brief_final-eng.pdf [diakses 8 Mei 2020]

42 ILO: ILO Monitor: COVID-19 and the world of work. 2nd edition, 2020 https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@dgreports/@dcomm/documents/briefingnote/wcms_740877.pdf [diakses 8 Mei 2020]

43 World Bank: World Bank Predicts Sharpest Decline of Remittances in Recent History, 22 Apr. 2020, https://www.worldbank.org/en/news/press-release/2020/04/22/world-bank-predicts-sharpest-decline-of-remittances-in-recent-history [diakses 8 Mei 2020]

44 ILO: ILO Monitor: COVID-19 and the world of work. 2nd edition, 2020 https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@dgreports/@dcomm/documents/briefingnote/wcms_740877.pdf [diakses 8 Mei 2020]

45 Bangkok Post: “Migrants see lives upended by downturn”, dalam Bangkok Post, https://www.bangkokpost.com/thailand/general/1912084/migrants-see-lives-upended-by-downturn [diakses 8 Mei 2020]

46 Untuk informasi lebih banyak mengenai perlindungan sosial selama pandemi, lihat ILO: Social protection responses to the Covid-19 crisis Country responses in Asia and the Pacific, 25 Mar. 2020, https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/documents/briefingnote/wcms_739587.pdf [diakses 8 Mei 2020]

47 ILO: COVID-19: Impact on migrant workers and country response in Malaysia, update: 8 Mei 2020, 2020.

48 Di Myanmar, 46.000 pekerja migran yang pulang, diperkirakan 65 persen diantaranya adalah laki-laki, telah pulang dari luar negeri. Uited Nations Myanmar: “Press release: UN Supports Myanmar Nationals Returning from Abroad”, 17 Apr. 2020, https://myanmar.un.org/en/41814-un-supports-myanmar-nationals-returning-abroad [diakses 8 Mei 2020]

49 ILO dan UN Women: Protected or put in harm’s way? Bans and restrictions on women’s labour migration in ASEAN countries (Bangkok), 2017, http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---sro-bangkok/documents/publication/wcms_555974.pdf [diakses 8 Mei 2020]

50 ILO dan International Organization for Migration: Risks and rewards: Outcomes of labour migration, 2017, http://apmigration.ilo.org/resources/risks-and-rewards-outcomes-of-labour-migration-in-south-east-asia/at_download/file1 [diakses 8 Mei 2020]

51 WHO: COVID-19: ensuring refugees and migrants are not left behind, 2020, http://www.euro.who.int/en/health-topics/health-determinants/migration-and-health/news/news/2020/4/covid-19-ensuring-refugees-and-migrants-are-not-left-behind [diakses 8 Mei 2020]

Page 18: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

17

52 ILO dan UN Women: Public attitudes towards migrant workers in Japan, Malaysia, Singapore and Thailand (Bangkok), 2019, https://www.ilo.org/asia/publications/WCMS_732443/lang--en/index.htm [diakses 8 Mei 2020]

53 ILO: COVID-19: Impact on migrant workers and country response in Thailand, update: 17 April 2020, 2020. https:// http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---sro-bangkok/documents/briefingnotes/wcms_741920.pdf [diakses 8 Mei 2020]

54 ILO: In the face of a pandemic: Ensuring Safety and Health at Work, 2020, https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_protect/---protrav/---safework/documents/publication/wcms_742463.pdf [diakses 8 Mei 2020]; ILO: Prevention and Mitigation of COVID-19 at Work action checklist, 2020, https://www.ilo.org/global/topics/safety-and-health-at-work/resources-library/publications/WCMS_741813/lang--en/index.htm [diakses 8 Mei 2020]

55 New York Times: “Packed With Migrant Workers, Dormitories Fuel Coronavirus in Singapore” dalam New York Times, 28 Apr. 2020, https://www.nytimes.com/interactive/2020/04/28/world/asia/coronavirus-singapore-migrants.html [diakses 8 Mei 2020]; The Economist: “Migrant Workers in cramped Gulf dorms fear infection”, 23 Apr. 2020, https://www.economist.com/middle-east-and-africa/2020/04/23/migrant-workers-in-cramped-gulf-dorms-fear-infection [diakses 8 Mei 2020]

56 ILO: High rise, low pay: Experiences of migrant women in the Thai construction sector, 2016, https://www.ilo.org/asia/publications/WCMS_537743/lang--en/index.htm [diakses 8 Mei 2020]

57 UN Women: Action brief: A guide for action to stem increasing violence against women amid the covid-19 pandemic in asia and the pacific, 2020, https://asiapacific.unwomen.org/en/digital-library/publications/2020/05/action-brief-a-guide-for-action-to-stem-increasing-violence-against-women-amid-the-covid-19 [diakses 8 Mei 2020]

58 Lihat misialnya, Mekong Migration Network: Self-Care & Health Care: How Migrant Women in the Greater Mekong Subregion Take Care of their Health, 2015, http://www.mekongmigration.org/?page_id=3324 [diakses 8 Mei 2020]

59 ILO: Care work and care jobs for the future of decent work, 2018, https://www.ilo.org/global/publications/books/WCMS_633135/lang--en/index.htm [diakses 8 Mei 2020]

60 UN Women: The First 100 Days of the COVID-19 Outbreak in Asia and the Pacific: A Gender Lens, 2020, https://asiapacific.unwomen.org/en/digital-library/publications/2020/04/the-first-100-days-of-the-covid-19-outbreak-in-asia-and-the-pacific [diakses 8 Mei 2020]

61 GiHA Working Group: The COVID-19 Outbreak and Gender: Key Advocacy Points from Asia and the Pacific, 2020, https://asiapacific.unwomen.org/en/digital-library/publications/2020/03/the-covid-19-outbreak-and-gender [diakses 8 Mei 2020]

62 UN Women: Gender and COVID-19: Surveys show that COVID-19 has gendered effects in Asia and the Pacific, 2020, https://data.unwomen.org/resources/surveys-show-covid-19-has-gendered-effects-asia-and-pacific [diakses 8 Mei 2020]

63 UN Women: The First 100 Days of the COVID-19 Outbreak in Asia and the Pacific: A Gender Lens, 2020, https://asiapacific.unwomen.org/en/digital-library/publications/2020/04/the-first-100-days-of-the-covid-19-outbreak-in-asia-and-the-pacific [diakses 8 Mei 2020]

64 United Nations Population Fund: Coronavirus Disease (COVID-19) Preparedness and Response - UNFPA Interim Technical Brief, 2020, https://www.unfpa.org/resources/sexual-and-reproductive-health-and-rights-maternal-and-newborn-health-covid-19-0 [diakses 8 Mei 2020]

65 GBV AOR: The Inter-Agency Minimum Standards for Gender-Based Violence in Emergencies Programming , 2019, https://www.unfpa.org/minimum-standards [diakses 8 Mei 2020]

66 S. Sri Priya: “Migrant workers and refugees cry for help”, dalam The Star, 9 Apr. 2020, https://www.thestar.com.my/metro/metro-news/2020/04/09/migrant-workers-and-refugees-cry-for-help [dialses 12 Apr. 2020]. Lihat juga respons di Malaysia yang disebutkan secara rinci di ILO: COVID-19: Impact on migrant workers and country response in Malaysia, update: 8 Mei 2020, 2020.

67 ILO dan UN Women mendukung pekerja migran dan menghentikan kekerasan terhadap perempuan di ASEAN melalui proyek dan program berikut: Program-program regional ILO meliputi Safe dan Fair: Realizing women migrant workers’ rights and opportunities in the ASEAN region; TRIANGLE in ASEAN, Ship to ShoreRights Southeast Asia.

Page 19: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

18

Program ILO di negara tertentu meliputi proyek Bridge (From Protocol to Practice: A Bridge to Global Action on Forced Labour (Malaysia), Developing International and Internal Labour Migration Governance in Myanmar (DIILM Myanmar), proyek Fair International Recruitment Against Slavery and Trafficking (FIRST Vietnam), proyek Migrant Workkers Empowerment and Advocacy (MWEA, Malaysia), dan proyek REFRAME (Filipina). Program-program regional UN Women mencakup Safe dan Fair: Realizing women migrant workers’ rights and opportunities in the ASEAN region; Poverty Reduction through Safe Migration; Skills Development and Enhanced Job Placement in Cambodia, Lao People’s Democratic Republic, Myanmar and Thailand (PROMISE) (2019-2021); dan Enhancing women’s role in law enforcement and border security to prevent trafficking in persons, transnational organized crime and terrorism in ASEAN Countries (2019-2021).

68 UN Women: Action brief: A guide for action to stem increasing violence against women amid the covid-19 pandemic in asia and the pacific, 2020, https://asiapacific.unwomen.org/en/digital-library/publications/2020/05/action-brief-a-guide-for-action-to-stem-increasing-violence-against-women-amid-the-covid-19 [diakses 8 Mei 2020]

69 Ibid.

70 Ibid.

71 UN Women: Action brief: Guidance for action: Addressing the Emerging Impacts of the COVID-19 Pandemic on Migrant Women in Asia and the Pacific for a Gender-Responsive Recovery, 2020, https://asiapacific.unwomen.org/en/digital-library/publications/2020/04/guidance-for-action-addressing-the-emerging-impacts-of-the-covid-19-pandemicnder-responsive-recovery [diakses 8 Mei 2020]

72 Ibid.

73 ICRC: Prevention and response to SGBV in covid-19 quarantine centres, 2020, https://gbvguidelines.org/wp/wp-content/uploads/2020/04/Prevention_and_Response_to_SGBV_Quarantine_Centres_COVID-19-ICRC.pdf [diakses 8 Mei 2020]

74 UN Women: Action brief: Guidance for action: Addressing the Emerging Impacts of the COVID-19 Pandemic on Migrant Women in Asia and the Pacific for a Gender-Responsive Recovery, 2020, https://asiapacific.unwomen.org/en/digital-library/publications/2020/04/guidance-for-action-addressing-the-emerging-impacts-of-the-covid-19-pandemicnder-responsive-recovery [diakses 8 Mei 2020]

75 Pasal 10(e), Konvensi mengenai penghapusan kekerasan dan pelecehan di dunia kerja, 2019 (No. 190), https://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=NORMLEXPUB:12100:0::NO::P12100_ILO_CODE:C190 [diakses 8 Mei 2020]

76 UN Women: Addressing the impacts of the COVID-19 pandemic on women migrant workers, 2020, https://www.unwomen.org/-/media/headquarters/attachments/sections/library/publications/2020/guidance-note-impacts-of-the-covid-19-pandemic-on-women-migrant-workers-en.pdf?la=en&vs=227 [diakses 8 Mei 2020]

77 ILO: COVID-19: Impact on migrant workers and country response in Thailand, update: 17 April 2020, 2020. https:// http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---sro-bangkok/documents/briefingnotes/wcms_741920.pdf [diakses 8 Mei 2020]

78 Ibid.

79 Untuk pekerja rumah tangga secara khusus, lihat ILO: Beyond contagion or starvation: giving domestic workers another way forward,7 Mei 2020, https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_protect/---protrav/---travail/documents/publication/wcms_743542.pdf [diakses 8 Mei 2020]

80 UN Women: Action brief: Guidance for action: Addressing the Emerging Impacts of the COVID-19 Pandemic on Migrant Women in Asia and the Pacific for a Gender-Responsive Recovery, 2020, https://asiapacific.unwomen.org/en/digital-library/publications/2020/04/guidance-for-action-addressing-the-emerging-impacts-of-the-covid-19-pandemicnder-responsive-recovery [diakses 8 Mei 2020]

81 The Prevention Collaborative: Evidence brief: Cash transfers and intimate partner violence, 2019.

82 Inter-Agency Standing Committee, Interim Technical Note: Protection from Sexual Exploitation and Abuse (PSEA) during COVID-19 Response, 2020, https://interagencystandingcommittee.org/system/files/2020-04/IASC%20interim%20Guidance%20COVID-19%20-%20Protection%20from%20Sexual%20Exploitation%20and%20Abuse.pdf [diakses 27 Mei 2020]

Page 20: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

19

83 ILO: COVID-19: Impact on migrant workers and country response in Malaysia, update: 8 Mei 2020, 2020; ILO: An employers’ guide on managing your workplace during COVID-19, https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_dialogue/---act_emp/documents/publication/wcms_740212.pdf [diakses 12 Apr. 2020]

84 ILO: A policy framework for tackling the economic and social impact of the COVID-19 crisis, 2020, https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---dgreports/---dcomm/documents/briefingnote/wcms_745337.pdf [diakses 27 Mei 2020]

85 ILO: In the face of a pandemic: Ensuring Safety and Health at Work, 2020, https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_protect/---protrav/---safework/documents/publication/wcms_742463.pdf [diakses 8 Mei 2020]; ILO: Prevention and Mitigation of COVID-19 at Work action checklist, 2020, https://www.ilo.org/global/topics/safety-and-health-at-work/resources-library/publications/WCMS_741813/lang--en/index.htm [diakses 8 Mei 2020]

Page 21: COVID-19 dan Pekerja Migran Perempuan di ASEAN · pelecehan yang disebutkan di atas, dan sifat pelanggaran hak asasi manusia yang berubah-ubah, terjadi pada saat layanan tanggap kekerasan,

20