Upload
helda-septivany
View
233
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
css
Citation preview
CLINICAL SCIENCE SESSION
ULKUS KORNEA
Oleh
A. F. Marnida S., S.Ked
0618011039
Pembimbing
dr. Aryanti Ibrahim, Sp.M
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
JUNI 2012
ULKUS KORNEA
A. Pendahuluan
Kornea (latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup
bola mata sebelah depan yang terdiri atas lapis : 1) epitel, 2) membrana
bowman, 3) stroma, 4) membrana descement, dan 5) endotel.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrana Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan
di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus
terjadi dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan system
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema
kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi (Ilyas, 2009).
Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea,
superficial maupun dalam (benda asing kornea, abrasi kornea, keratitis
interstisial), menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat
oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap
sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan
membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan
penglihatan, terutama kalau letaknya di pusat (Vaughan dkk, 2000).
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata
di sebelah depan. Diameter kornea dewasa rata-rata 12 mm. pembiasan sinar
terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dan 50 dioptri pembiasan
sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.
B. Definisi
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak
ditentukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel
radang (Ilyas, 2009).
C. Etiologi
Terjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor pencetus yaitu
rusaknya barier epitel kornea oleh penyebab-penyebab seperti :
1. Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air
mata, sumbatan saluran lakrimal)
2. Oleh faktor eksternal yaitu : luka pada kornea (erosio kornea) karena
trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka
3. Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh edema kornea kronil,
exposure keratitis (pada lagoftalmus, bius umum, koma) keratitis karena
defisiensi vitamin A, keratitis neuropatik, keratitis superfisualis virus
4. Kelainan-kelainan sistemik seperti malnutrisi, alkoholisme, sindrom
steven-johnson, sindrom defisiensi imun
5. Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun misalnya kortikosteroid,
IDU (idoxyuridine), anastetik lokal dan golongan imunosupresif
Diclofenac dapat mengakibatkan ulkus kornea sentral dengan
menginhibisi profliferasi epitel dan MMPs (Matrix Metalo Proteinases),
yang merupakan predisposisi hancurnya kornea.
6. Sarcoidosis neuropathy nervus trigerminal menurun bahkan
hilangnya sensasi kornea ulkus kornea.
Penyebab:
a. Virus (paling sering): herpes simpleks dan herpes zoster
b. Intracranial space occupying lession, seperti: neuroma, meningioma,
aneurisma. Mengakibatkan kompresi nervus trigerminal.
c. Penyakit sistemik: DM, multiple sclerosis, sifilis, lepra kerusakan
serabut saraf.
Secara etiologi ulkus kornea dapat disebabkan oleh
1. Bakteri : kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah
Streptococcus pneumonia
2. Virus : herpes simpleks, zooster, vaksinia, variola
3. Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium
4. Reaksi hipersensitivitas : terhadap stafilococcus (ulkus marginal), TBC
(keratokunjungtivitis flikten), alergen tidak diketahui (ulkus cincin)
(Ilyas, 2009).
D. Tanda dan Gejala Umum
1. Mata merah
2. Sakit ringan hingga berat
3. Fotofobia (peka terhadap cahaya)
4. Penglihatan menurun
5. Pada kornea akan tampak bintik nanah yang berwarna kuning keputihan
6. Iris sukar dilihat karena edema kornea dan infiltrasi sel radang pada kornea
7. Penipisan kornea
(Ilyas, 2009; Vaughan dkk,2000; Wijaya, 1983)
Patogenesis ulkus kornea
E. Gambaran Klinik, Gejala, dan Pengobatan
Ulkus kornea dibedakan dalam bentuk :
· Ulkus kornea sentral
· Ulkus kornea perifer
1. Ulkus kornea sentral
Ulkus sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan pada
epitel. Lesi terletak di sentral, jauh dari limbus vaskular. Hipopion
biasanya ( tidak selalu ) menyertai ulkus. Hipopion adalah pengumpulan
sel-sel radang yang tampak sebagai lapis pucat di bagian bawah kamera
anterior dan khas untuk ulkus sentral komea bakteri dan fungi.
Menurut kausa, ulkus kornea sentral dibedakan menjadi :
a. Ulkus kornea et causa bakteri
- Ulkus kornea Pneumokokus
Biasanya muncul 24-48 jam setelah inokulasi pada kornea yang
lecet. Infeksi ini secara khas menimbulkan sebuah ulkus berbatas tegas
warna kelabu yang cenderung menyebar secara tak teratur dari tempat
infeksi ke sentral kornea. Batas yang maju menampakkan ulserasi aktif
dan infiltrasi sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh. Lapis
superfisial kornea adalah yang pertama terlibat, kemudian parenkim
bagian dalam. Kornea sekitar ulkus sering bening, biasanya banyak
hipopion.
Obat yang disarankan dalam terapi cefazolin atau penisilin G atau
vancomycin yang diberikan secara topikal.
- Ulkus kornea Pseudomonas
Berawal sebagai infiltrat kelabu atau kuning di tempat epitel kornea yang
retak. Nyeri yang sangat biasanya menyertainya. Lesi ini cenderung cepat
menyebar ke segala arah karena pengaruh enzim proteolitik yang
dihasilkan organisme ini. Meskipun pada awalnya superfisial, ulkus ini
dapat mengenai seluruh kornea. Umumnya terdapat hipopion besar yang
cenderung membesar dengan berkembangnya ulkus. Infiltrat dan eksudat
mungkin berwarna hijau kebiruan. Ini akibat pigmen yang dihasilkan
organisme dan patognomonik untuk infeksi P. aeruginosa.
Kasus ulkus kornea pseudomonas dapat terjadi pada abrasi kornea minor
atau penggunaan lensa kontak lunak- terutama yang dipakai agak lama.
Organisme itu ditemukan melekat pada permukaan lensa kontak lunak.
Beberapa kasus dilaporkan setelah penggunaan larutan fluorescein atau
obat tetes mata yang terkontaminasi.
Obat yang disarankan dalam terapi Tobramycin atau Gentamicin atau
Polymyxin B yang diberikan secara topikal.
b. Ulkus kornea et causa fungi
Banyak dijumpai pada para pekerja di sektor pertanian. Biasanya dimulai
dengan suatu rudapaksa pada kornea oleh ranting pohon, daun dan bagian
tumbuh-tumbuhan. Setelah lima hari rudapaksa atau tiga, minggu
kemudian pasien akan merasa sakit hebat pada mata dan silau. Tetapi
dengan semakin maraknya pemakaian kortikosteroid pada pengobatan
mata, maka kasus ini juga banyak dijumpai pada masyarakat perkotaan.
Ulkus et causa jamur, memberikan gambaran infiltrat kelabu, sering
dengan hipopion, dan lesi-lesi satelit yang terdapat pada tempat-tempat
yang jauh dari daerah ulserasi. Kebanyakan ulkus fungi disebabkan oleh
Candida, Fusarium, Aspergillus dan lain-lain. Tidak ada ciri khas yang
membedakan macam-macam ulkus fungi ini.
Obat yang disarankan dalam terapi adalah antimikosis seperti amfoterisin,
nistatin. Bila tidak terlihat efek obat mata dapat dilakukan keratoplasti.
c. Ulkus kornea et causa virus
- Virus Herpes Simpleks
Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan oleh HSV tipe 1
(penyebab herpes radialis), namun beberapa kasus pada bayi dan dewasa
dilaporkan disebabkan HSV tipe 2 (penyebab herpes genitalis). Lesi
kornea kedua jenis ini tidak dapat dibedakan. Gejala-gejala pertama
umumnya iritasi, fotofobia, dan berair mata. Bila kornea bagian pusat
yang terkena, terjadi sedikit gangguan penglihatan. Sering ada riwayat
lepuh-lepuh demam atau infeksi herpes lain, namun ulserasi kornea
kadang- kadang merupakan satu-satunya gejala infeksi herpes rekurens.
Lesi paling khas adalah ulkus dendritik. Ini terjadi pada epitel kornea,
memiliki pola percabangan linear khas dengan tepian kabur, memiliki
bulbus-bulbus terminalis pada ujungnya.
Terapi bertujuan menghentikan replikasi virus didalam kornea, sambil
memperkecil efek merusak respon radang yaitu dengan cara :
Debridement epitelial : karena virus berlokasi di dalam epitel, juga
mengurangi beban antigenik virus pada stroma kornea. Epitel sehat
melekat erat pada kornea, namun epitel terinfeksi mudah dilepaskan.
Terapi obat : idoxuridine, trifluridine, vidarabine, acyclovir.
Terapi bedah : keratoplasti penetrans mungkin di indikasikan
untuk rehabilitasi penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea
berat, namun hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah
penyakit herpes non-aktif.
- Virus Varisella-Zoster
Virus ini mengenai stroma dan uvea anterior pada awalnya. Lesi
epitelnya keruh dan amorf, kecuali kadang-kadang ada pseudodendrit
linear. Kekeruhan stroma disebabkan oleh edema dan sedikit infiltrat sel
yang pada awalnya hanya subepitelial. Keadaan ini dapat diikuti penyakit
stroma dalam, dengan nekrosis dan vaskularisasi.
Pengobatan dengan acyclovir intravena dan oral telah dipakai dengan
hasil baik untuk mengobati herpes zoster oftalmik, khususnya pada
pasien yang kekebalannya terganggu. Dosis oralnya adalah 800 mg
lima kali sehari untuk 10-14 hari. Tetapi hendaknya dimulai 72 jam
setelah timbulnya kemerahan (rash).
2. Ulkus kornea perifer
Ulkus perifer merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk
khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan
tempat kelainannya. Diduga dasar kelainannya adalah suatu reaksi
hipersensitifitas terhadap eksotoksin bakteri. Ulkus yang terutama
terdapat pada bagian perifer kornea, biasanya terjadi akibat alergi, toksik,
infeksi dan penyakit kolagen vaskular. Biasanya bersifat rekuren, dengan
kemungkinan terdapatnya Streptococcus pneumoniae, Haemophillus
aegepty, Moraxella lacunata dan Esrichia. Penglihatan pasien
dengan ulkus perifer akan menurun disertai rasa sakit, fotofobia
dan lakrimasi. Terdapat pada satu mata blefarospasme, injeksi
konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang memanjang dan dangkal.
Terdapat unilateral dapat tunggal atau multiple dan daerah yang jernih
antara kelainan ini dengan limbus kornea.
Kebanyakan ulkus kornea perifer bersifat jinak namun sangat sakit.
Ulkus ini timbul akibat konjungtivitis bakteri akut atau
menahun, khususnya blefarokonjungtivitis stafilokokus dan lebih
jarang konjungtivitis koch-weeks (Haemophilus aegyptius). Namun
ulkus-ulkus ini bukan merupakan proses infeksi dan kerokan tidak
mengandung bakteri penyebab. Ulkus timbul akibat sensitisasi terhadap
produk bakteri, antibodi dari pembuluh limbus bereaksi dengan
antigen yang telah berdifusi melalui epitel kornea. Ulkus kornea perifer
antara lain berupa :
- Ulkus dan infiltrat marginal
Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat jinak namun sangat
sakit. Ulkus ini timbul akibat konjungtivitis akut atau menahun.
Ulkus timbul akibat sanitasi terhadap produk bakteri, antibodi
dari pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi
melalui epitel kornea. Infiltrat dan ulkus marginal mulai berupa
infiltrat linear atau lonjong terpisah dari limbus oleh interval bening,
dan hanya pada akhirnya menjadi ulkus dan mengalami vaskularisasi.
Proses ini sembuh sendiri, umumnya setelah 7-10 hari, namun yang
menyertai blefarokonjungtivitis stafilokok umumnya kambuh. Terapi
terhadap blefaritis (bilasan shampoo, antimikroba) umumnya dapat
mengatasi masalah ini, untuk beberapa kasus diperlukan
kortikosteroid topikal untuk mempersingkat perjalanan penyakit
dan mengurangi gejala yang sering hebat, namun terapi terhadap
blefarokonjungtivitis yang mendasarinya sangat penting untuk
mencegah kekambuhan.
- Ulkus mooren
Penyebab ulkus mooren belum diketahui, namun diduga autoimun.
Ulkus ini termasuk ulkus marginal, pada 60-80% kasus
unilateral yang ditandai ekstravasi limbus dan kornea perifer
yang sakit dan progresif dan sering berakibat kerusakan mata.
Ulkus mooren paling sering terdapat pada usia tua. Ulkus ini tidak
responsif terhadap antibiotika maupun kortikosteroid.
Belakangan ini telah dilakukan eksisi konjungtiva limbus
melalui bedah dalam usaha untuk menghilangkan substansi
perangsang. Keratoplasti tektonik lamellar telah dipakai dengan
hasil baik pada kasus tertentu. Terapi imunosupresif sistemik ada
manfaatnya untuk penyakit yang telah lanjut.
- Keratokonjungtivitis phlyectenular
Penyakit ini akibat hipersensitivitas tipe lambat terhadap produk
bakteri. Phlycten adalah akumulasi setempat limfosit, monosit,
makrofag, dan akhirnya neutrofil. Lesi ini mula-mula muncul
dilimbus, namun pada serangan-serangan berikutnya akan mengenai
konjungtiva bulbi dan kornea.
Phlyctenul kornea, umumnya bilateral, berakibat sikatriks dan
vaskularisasi namun phlyctenul konjungtiva tidak menimbulkan bekas.
Pada jenis tuberkulosa, serangan dapat dipicu oleh kojungtivitis bakteri
akut, namun secara khas terkait dengan peningkatan
sementara aktivitas tuberkulosis pada anak. Phlyctenul yang tidak
diobati akan menyembuh dalam 10-14 hari, namun terapi topikal
dengan kortikosteroid memperpendek proses ini menjadi satu atau dua
hari dan sering mengurangi timbulnya parut dan vaskularisasi.
Respon kortikosteroid terutama ditujukan untuk mengatasi infeksi
bakteri penyebab.
- Keratitis marginal pada penyakit autoimun
Konjungtiva perilimbus agaknya berperan penting dalam patogenesis
lesi-lesi kornea pada penyakit mata lokal atau penyakit sistemik
terutama yang asalnya autoimun, seperti arthritis rheumatoid,
poliarteritis nodosa, lupus eritematosus sistemik, skleroderma,
granulimatosus Wegener, kolitis ulserativa, penyakit Crohn, dan
polikondritis yang kambuh. Perubahan kornea terjadi setelah
peradangan sklera, dengan atau tanpa penutupan vaskuler sklera.
Tanda-tanda klinik termasuk vaskularisasi, infiltrat, dan
kekeruhan, dan pembentukan lubang perifer yang dapat
berkembang sampai perforasi. Terapi diarahkan pada pengendalian
penyakit sistemik penyebab, terapi topikal umumnya tidak efektif, dan
sering diperlukan penggunaan obat imunosupresif yang poten.
Perforasi kornea memerlukan keratoplasti.
- Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A
Ulkus kornea tipikal pada avitaminosis A terletak dipusat dan
bilateral, berwarna kelabu dan indolen, disertai kehilangan kilau
kornea didaerah sekitarnya. Kornea melunak dan nekrotik, dan sering
timbul perforasi. Epitel konjungtiva berlapis keratin, yang terlihat
dibintik bitot. Bintik bitot adalah daerah berbentuk baji pada
konjungtiva, biasanya pada tepi temporal, dengan limbus dan apeksnya
melebar ke arah canthus lateral. Di dalam segitiga ini, konjungtiva
berlipat-lipat konsentris terhadap limbus, dan materi kering
bersisik dapat rontok dari daerah ini ke dalam cul-de-sac inferior.
Ulserasi kornea akibat avitaminosis A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran
cerna dan gangguan pemanfaatan oleh tubuh. Ulkus dapat terjadi
pada bayi yang mempunyai masalah makan, pada orang dewasa
dengan diet ketat atau tidak adekuat, atau pada orang dengan
obstruksi bilier, karena empedu dalam saluran cerna diperlukan
untuk penyerapan vitamin A. Kekurangan vitamin A menyebabkan
keratinisasi umum pada epitel di seluruh tubuh. Perubah pada
konjungtiva dan kornea bersama-sama dikenal sebagai
xerophthalmia. Karena epitel jalan napas juga terkena, banyak pasien
bila tidak diobati akan meninggal karena pneumonia. Avitaminosis
A juga menghambat pertumbuhan tulang. Ini terutama penting
pada bayi, misalnya jika tulang-tulang tengkorak tidak tumbuh
dan otak tumbuh terus, timbulah peningkatan tekanan intrakranial dan
papiledema.
Defisiensi vitamin A ringan harus diterapi, pada orang dewasa dengan
dosis 30.000 unit/hari selama 1 minggu. Kasus-kasus berat mula-mula
memerlukan dosis yang jauh lebih tinggi (20.000 unit/kg/hari). Salep
sulfonamida atau antibiotika dapat digunakan secara lokal pada mata
untuk mencegah infeksi balcteri sekunder.
- Keratitis neurotropik
Jika nervus trigeminus, yang mempersarafi kornea, terputus karena
trauma, tindakan bedah, tumor, peradangan atau karena cara
lain, kornea akan kehilangan kepekaan dan salah satu
pertahanan terbaiknya terhadap, degenerasi, ulserasi, dan infeksi
yaitu refleks berkedip. Dengan berlanjutnya proses ini timbulah
daerah-daerah berupa bercak terbuka. Kadang-kadang epitelnya hilang
dari daerah yang luas di kornea.
Dengan hilangnya sensasi kornea, keratitis berat sekalipun tidak
banyak menimbulkan gangguan bagi pasien. Pasien harus
diperingatkan untuk melihat adanya kemerahan pada mata,
gangguan penglihatan atau sekret yang makin banyak dan
memeriksakan matanya segera setelah timbul gejala diatas. Menjaga
agar kornea tetap basah dengan air mata buatan dan salep-salep
pelumas dapat membantu melindunginya. Bila timbul keratitis, harus
segera diobati. Cara terbaik adalah menutup mata dengan plester
horizontal dengan tarsorrhaphy atau dengan ptosis yang dipicu
toksin botulinum A (botox). Infeksi sekunder pada kornea
hendaknya diobati sebaik-baiknya.
- Keratitis pajanan (exposure)
Dapat timbul pada segala situasi, jika kornea tidak cukup
dibasahi dan ditutupi oleh palpebra. Contohnya antara lain
eksoftalmos, ektropion, sindrom palpebra lunak, hilangnya sebagian
palpebra akibat trauma, ketidakmampuan palpebra menutup
secukupnya, seperti pada Bell's palsy. Dua faktor penyebabnya
adalah pengeringan kornea dan pajanan terhadap trauma minor.
Kornea yang terbuka mudah mengering selama jam-jam tidur. Jika
timbul ulkus, umumnya terjadi setelah trauma kecil dan di sepertiga
kornea bagian bawah.
Jenis keratitis ini steril, kecuali ada infeksi sekunder. Tujuan
pengobatannya adalah memberi perlindungan dan membasahi seluruh
permukaan kornea. Metode pengobatan tergantung pada kondisi
penyebabanya : tindakan bedah plastik pada palpebra, koreksi
eksoftalmos atau memakai cara-cara yang dibahas pada keratitis
neurotropik.
F. Diagnosa Banding
1. Uveitis anterior akut / Iridosiklitis akut
2. Leukoma kornea dengan neovaskularisasi
G. Pengobatan Secara Umum dan Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium sangat berguna untuk membantu membuat
diagnosis kausa. Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus yang
memakai larutan KOH. Sebaiknya pada setiap ulkus kornea dilakukan
pemeriksaan agar darah, Saboraud, Triglikolat dan agar coklat.
Secara umum, pengobatan untuk ulkus kornea adalah dengan siklopegik,
antibiotik topikal yang sesuai, dan pasien dirawat bila terjadi perforasi, pasien
tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat
sistemik.
Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan untuk menghalangi pertumbuhan
bakteri dengan pemberian antibiotika dan mengurangi reaksi radang dengan
steroid.
Pengobatan ulcus kornea bacterialis dapat menggunakan antibiotik tunggal
maupun kombinasi untuk bakteri gram positif maupun gram negatif.
Dilaporkan terdapat resistansi Staphylococcus aureus terhadap siprofloksasin
dan ofloksasin pada pengobatan ulkus kornea. Namun demikian, penggunaan
antibiotik topikal yang dikombinasi dan penggunaan fluoroquinolon masih
terbukti.
Secara umum ulkus kornea diobati sebagai berikut :
1. Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga berfungsi
sebagai inkubator.
2. Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari
3. Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder.
4. Debridement sangat membantu penyembuhan.
5. Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi secara lokal,
kecuali pada keadaan yang berat.
Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelialisasi dan mata terlihat
tenang, kecuali bila penyebabnya Pseudomonas yang memerlukan tambahan
pengobatan selama 1-2 minggu.
Pada ulkus kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila:
1. Dengan pengobatan tidak sembuh
2. Terjadinya jaringan parut yang mengganggu penglihatan.
Pengobatan yang paling ideal terhadap ulkus kornea adalah pencegahan
terjadinya ulkus dengan mengobati setiap trauma kornea sesteril mungkin.
Kalau terdapat debu, maka debu tersebut dikeluarkan dengan alat-alat yang
steril, kemudian beri antibiotik lokal yang berspektrum, luas, kalau perlu juga
sistemik dan mata ditutup dengan kasa steril dan diganti setiap hari sampai
sembuh. Bila telah terbentuk ulkus, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan
mikrobiologi dan tes resistensi, supaya pengobatannya tepat guna.
Disamping itu juga diberikan Sulfas Atropin sebagai salep atau larutan sebagai
midriatika, mata ditutup serta diberikan roborantia, analgetika, sedative. Kalau
tidak sembuh dapat dilakukan:
· Kauterisasi kimia dan mekanik
· Parasentesa
· Membuat flap konjungtiva, d1l.
H. Prognosa
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Qou ad fungtionam : dubia ad malam
DAFTAR PUSTAKA
Gignac, D. Bremon, F. Chiambaretta, S. Milazzo. 2011. A European on Topical Ophtalmic Antibiotics: Current and Evolving Options. Ophtalmology and Eye Disease. France.
Gupta, M., G. Lascaratos, A. Syrogiannis, L. Esakowitz. 2010. Isolated Bilateral Trigeminal Neuropathy in Sarcoidosis with Neurotrophic Corneal Ulcers. Ophtalmology and Eye Disease. Edinburgh.
Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jhonson, Cameron Campbell. 2011. Central Corneal Melting Associated with Reformulated Generic Diclofenac in a Patient with Inferior Fornix Foreshortening. Ophtalmology and Eye Disease. USA
Pinerda, Roberto., et al. 2011. Phototherapeutic Keratectomy Outcomes in Superficial Corneal Opacities. Ophtalmology and Eye Disease. USA
Vaughan, Daniel G dkk. 2000. Oftalmologi Umum. Jakarta : Widya Medika
Wijaya, N. 1983. Ulkus Kornea Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta