Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
AccounTax
62
dan Pelaporan
PPh Final
dan Tidak FinalOleh:
Herman SE., Ak., M.Si., BKP., CPA.
Dosen di Universitas Mercu Buana
Setiap
untuk
perusahaan terikat kewajiban
membuat pembukuan. Standar
yang digunakan tentu saja Standar
Akuntansi Keuangan (SAK). Namun,
sebagai Wajib Pajak, perusahaan juga
harus menyesuaikan pembukuan
yang dibuatnya dengan ketentuan
perpajakan, termasuk dalam hal
pemotongan PajakPenghasilan (PPh)
milik lawan transaksinya. Masalah
pencatatan ini penting untuk
diperhatikan, supaya laporan
keuangan valid danmenghindari
adanya koreksi dari pemeriksa
pajak di kemudian hari.
Indonesian Tax Review
Dalammenjalankan kegiatan usaha, akuntansi danpajak adalah dua hal yang perlu diperhatikandantidak dapat diabaikan salah satunya.Disatusisi, akuntasi merupakan salah satu bentuk
pertanggungjawaban usaha. Melalui pembukuan atauakuntansi, pengusaha melaporkan kegiatannya dalamrangka mencapai tujuan usaha, yaitu meningkatkannilai perusahaan. Di Indonesia, kegiatan pembukuanini dilakukan berdasarkan Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) yang disusun oleh Dewan StandarAkuntansi Keuangan (DSAK).
Di sisi lain, setiap pengusaha juga dilekatidengan kewajiban perpajakan. Nah, setiapkejadian ekonomi atau transaksi yangdilakukan perusahan, yang dicatat dalamlaporan komersial, berkonsekuensi danberimplikasi terhadap kewajiban pajak,baik secara langsung maupun tidak
langsung.Oleh karena itu, dalam kegiatan
usaha, akuntansi pajak diperlukanuntuk menerapkan perlakuan
akuntansi ataskejadianperpajakan,
Volume IV/Edisi 24/2012
•
•
63
ACCOUNTAX
mulai dari penilaian/penghitungan, pencatatan
(pengakuan) atas pajak, dan penyajiannya di dalam
laporan komersial maupun laporan fiskal perusahaan.
Contohnya, transaksi pembayaran sewa atas
gedung kantor yang akan menimbulkan kewajiban
pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atau transaksi
pembagian dividen kepada Wajib Pajak badan yang
menimbulkan kewajiban pemotongan PPh Pasal
23. Semua pembayaran tersebut harus diakui atau
dibuatkan jurnalnya, kemudian dinyatakan dalam
laporan komersial yang berbasis akuntansi keuangan.
Untuk keperluan perpajakan, pemerintah tetap
mengakui SAK sebagai pedoman untuk menyusun
laporan keuangan. Akan tetapi, pemerintah memiliki
aturan tersendiri, misalnya dalam hal menentukan
apakah suatu penghasilan merupakan objek dan
bukan objek pajak. Pengakuan beban juga dilakukan
berbeda dengan pedoman SAK. Meski demikian,
pengusaha tidak perlu membuat dua pembukuan.
Laporan keuangan yang disusun sesuai dengan SAK
akan disesuaikan dengan melakukan koreksi positif
dan negatif untuk mendapatkan laba fiskal.
Sayangnya, tidak semua staf akunting perusahaan
bisa mencatat kejadian pajak sesuai dengan ketentuan
akuntansi. Apalagi, di lapangan masih banyak
perusahaan yang menugaskan stafakuntansinya untuk
menangani masalah perpajakan pula. Namun, karena
kesibukan, mereka tidak punya cukup waktu untuk
mempelajari akuntansi dan pajak secara bersamaan.
Boxl:
Mekanisme Pemotongan dan Pemungutan PPh
Artikel ini akan berupaya memberikan panduan
mengenai pencatatan atas kejadian pajak sehari-
hari yang sering ditemui oleh perusahaan. Salah satu
bentuk kejadian pajak yang sering ditemui perusahaan
adalah pemotongan/pemungutan (potput) pajak
atas penghasilan yang dibayarkan kepada pihak lain
(withholding tax), misalnya pemotongan PPh Pasal
23 dan PPh Pasal 4 ayat (2). PPh potput tersebut ada
PPh yang bersifat final dan ada yang tidak final.
Pencatatan yang dilakukan perusahaan tidak hanya
meliputi transaksinya saja, tetapi juga pemotongan atau
pemungutan pajaknya. Nah, bagaimanakah akuntansi
mencatat pemotongan atau pemungutan pajak
tersebut? Apakah pencatatannya berbeda antara yang
bersifat final dengan yang tidak final? Bagaimana pula
dengan pelaporannya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka
dalam artikel ini akan dibahas mengenai contoh
transaksi yang mengandung kewajiban pemungutan/
pemotongan PPh Pasal 22, 23, dan Pasal 4 ayat (2).
Pembahasannya akan meliputi:
a. Pencatatan dan pelaporan atas transaksi yang
dipotong PPh tidak final; dan
b. Pencatatan dan pelaporan atas transaksi yang
dipotong PPh Final.
Dasar Pengenaan PPhSebelum kita membahas mengenai pencatatan
pemotongan PPh, ada baiknya kita mengulas sekilas
Membayar imbalanjasa,dikurangiPPh
Wajib Pajak A
fPemberi
jasa/penerimapenghasilan
Memberikan jasa
MemotongPPhalaspenghasilanyang dibayarkan kepada Wajib
PajakA
Wajib Pajak A^elaku penerima penghasilan tidak m->nyetorkon PPh pada saat transaksi ke kas pegara, tetapi melalui pihak ketiga yaitu Wajib:;Pajak B. Sistem inidijalankan karena dianggap pih.ik yang lebih independen adalah Wajib Pajak B. Oleh karena itu, penerima,.n pajak dapat'diamankan.
Wajib Pajak Bpada saatmemotong PPh, wajib menyerahkan bukti potong sebagai tanda PPh telah dipotong. Sementara Wajih Pajak Aakanimengkreditkan PPh yang sesuai dengan bukti potong pada penyampaian SPTTahunan PPh.
64 Indonesian Tax Review
tentang pengenaan PPh. Dasar hukum pengenaan
pajak atas penghasilan terdapat dalam Undang-Undang
(UU) Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor
36Tahun 2008(UU PPh). Pajak atas penghasilan tersebut
dikenakan terhadap penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi atau perseorangan dan badan
selama satu tahun pajak.
Kemudian, penghasilan yang dikategorikan sebagai
Objek PPh diatur lebih lanjut dalam Pasal 4 UU PPh.
Dalam pasal itu disebutkan bahwa definisi penghasilan
adalah, "..setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luarIndonesia, yang
dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambahkekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama
dan dalam bentuk apapun...".
Berdasarkan definisi tersebut, dapat dipahami
bahwa Objek PPh sangat luas. Di antara penghasilan
tersebut, ada yang dikenakan PPh yang bersifat final
dan ada yang tidak final. Pemerintah menerapkan
PPh Final dengan pertimbangan asas ekonomis dalam
pemungutan pajak. Hal ini bisa dilihat pada arti kata
"final" yang dalam pengertian pajak artinya rampung
atau selesai.
Jadi, PPh Final artinya, pemenuhan kewajiban pajak
atas penghasilan yang menjadi Objek PPh Final sudah
dianggap rampung atau selesai pada saat pemotongan
pajak dilakukan oleh pemotong pajak. Oleh karenanya,
atas objek yang dikenakan PPh Final, Wajib Pajak yang
menerima penghasilan berupa Objek PPh Final tidak
perlu menggabungkan penghasilan tersebut dengan
penghasilan lain dalam rangka penghitungan PPh
di akhir tahun pajak. Untuk lebih jelasnya, jenis-jenis
penghasilan yang dikenakan PPh final dapat dilihat
dalam box 2.
Objek PPh Final
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, penghasilan
yang dikenai pajak bersifat final adalah:
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan
lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara,
dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b. Penghasilan berupa hadiah undian;
Volume IV/Edisi 24/2012
ACCOUNTAX
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas
lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di
bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya
yang diterima oleh perusahaan modal venture;
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa
tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi,
usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau
bangunan; dan
e. Penghasilan tertentu lainnya,
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
Sementara itu, untuk transaksi yang dikenakan
PPh tidak final, Wajib Pajak diwajibkan untuk
menghitung kembali pajak yang terutang, dan PPh
yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain dapat
diperhitungkan sebagai kredit pajak. Salah satu contoh
PPh tidak final adalah PPh Pasal 23. Untuk mengetahui
bagaimana pencatatan atas transaksi yang dipotong
PPh Final dan tidak final, perhatikan ilustrasi 1dan 2.
Box 3:
Objek PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 dikenakan atas penghasilan tersebut
di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa
pun "yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan,
atau "telah jatuh tempo pembayarannya oleh badanpemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada
Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap,
dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
a. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas:
1) Dividen
2) Bunga
3) Royaiti
b. .Sebesar 2% dari jumlah bruto atas:
1) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan
lain sehubungan dengan penggunaan harta
yang telah dikenai PPh sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2); dan
2) imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan,
dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong
PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
65
ACCOUNTAX
:-:>
llustrasi 1:
Pencatatan dan Pelaporan atas Transaksi yang Dipotong PPhTidak Final
PTYakin adalahperusahaanyangbergerakdibidang penyediaanjasateknik. Selama tahun pajak 2011 melakukantransaksi berikut ini:
a. Menerbitkan tagihan dan Faktur Pajak sebesar Rp30.000.000.000,00 atas pekerjaan jasa teknik yangtelah selesai.Piutang Usaha Rp33.000.000.000,00
PendapatanJasa Rp30.000.000.000,00
PajakKeluaran Rp 3.000.000.000,00
Pada saat tagihan diterima, PTYakin akan dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% tidak final, akan dicatat:
Kas/bank Rp32.400.000.000,00
PPh Pasal23 Dibayar Dimuka Rp 600.000.000,00
PiutangUsaha Rp33.000.000.000,00
b. Membayar material kecil sebesar Rpl .250.000.000,00, 80% berasal dari PKP.
Beban Material Rpl.250.000.000.00
PajakMasukan Rp 100.000.000,00Kas/Bank Rpl.350.000.000,00
c. Membayar upah teknisi sebesar Rp12.000.000.000, dengan memotong PPh Pasal 21 sebesar Rp356.880.000,00.
Gaji kantor sebesar Rp13.350.000.000,00, dengan potongan PPh Pasal21 sebesar Rp855.350.000,00.Beban Upah Langsung Rp12.000.000.000,00
Beban Gaji Rp 13.350.000.000,00
Kas/Bank Rp24.137.770.000,00
UtangPPh Pasal21 Rp 1.212.230.000,00
d. Menerima tagihan dan membayar pos-pos berikut ini:
1. Perjalanan dinas
2. Perlengkapan kantor
3. Listrikdan telepon
4. Jasa konsultan pajak
5. Sewa peralatan
6. Sewa kantor
7. Lain-lain
Beban perjalanan dinas
Beban perlengkapan kantor
Beban listrik dan telepon
Rp263.000.000,00
Rp120.000.000,00
Rp360.000.000,00 ^
Rpl00.000.000,00 (ada Faktur Pajak)
Rp650.000.000,00 (ada Faktur Pajak)
Rp200.000.000,00 (ada Faktur Pajak)
Rpl 35.000.000,00
Pencatatan yang harus dilakukan adalah:
Rp263.000.000,00
Rpl20.000.000,00
Rp360.000.000,00
Bebanjasa konsultanpajak RplOO.000.000,00
Beban sewa peralatan Rp650.000.000,00
Beban sewa kantor Rp200.000.000,00
Beban lain-lain Rpl 35.000.000,00
Pajak Masukan Rp 95.000.000,00
Kas/Bank Rpl.888.000.000,00
Utang PPhPasal23 Rp 15.000.000,00
Utang PPhPasal 4 ayat (2) Rp 20.000.000,00
e. Pendapatan jasa giro dari bank sebesar Rp2.356 500,00Bank Rpl.885.200,00
Beban PPh Final Rp 471.300,00
Pendapatan Jasa Giro Rp2.356.500,00
••..••',:• .'..:••
66
\
Indonesian Tax Review
ACCOUNTAX
Pelaporan yang dilakukanoleh PTYakin untuk Tahun Pajak2011 adalah sebagai berikut:••''''••
PTYakin
§ Laporan Laba Rugi
untuk Periode yang Berakhir 31 Desember 2011
' ' ... " '
Pendapatan Jasa Rp 30.000.000.000
Beban Pokok Jasa:
Beban material lip 1.250.000.000
Beban upah langsung Rp 12.000.000.000
Total beban pokok jasa (Rp 13.250.000.000)
Laba Kotor Rp 16.750.000.000
Beban Usaha:
Beban perjalanan dinas Rp 263.000.000
Beban perlengkapan kantor Rp 120.000.000
Beban listrik dan telepon Rp 360.000.000
Beban jasa konsultan pajak Rp 100.000.000
Beban sewa peralatan Rp 650.000.000
Beban sewa kantor Rp 200.000.000
Beban lain-lain 135,Q0Q.0OO
Total Beban Usaha Rp 1.828.000.000
Laba Usaha Rp 14.922.000.000
Pendapatan (Beban) Lain-Lain
Pendapatan jasa giro Rp 2.356.500
Beban PPh Final (Rp 471.300)
Total pendapatan (beban) lain-lain Rp 1.885.200
Laba sebelum pajak Rp 14.923.885.200
Beban PPh Rp 3.486.109.999
Laba Bersih Rp 11.437.775.201
Penghitungan PPh badan
Laba sebelum pajak Rp 14.923.885.200
Penyesuaian Fiskal:
Beban perjalanan dinas Rp 100.000.000
Beban lain-lain Rp 135.000.000
Beban PPh Final Rp 471.300
Pendapatan jasa giro (Rp 2.356.500)
Total Penyesuaian Fiskal Rp 233.114.800
Laba fiskal Rp 15.157.000.600
Pembulatan Rp 15.157.000.000
PPh terutang
Fasilitas perpajakan
= Rp 4.800.000.000 XRdI 5.157.000.000
Rp30.000.000.000
Volume IV/Edisi 24/2012 67
ACCOUNTAX
= Rp2.424.516.640 x 25% X50%
= Rp303.064.580
Tidak Fasilitas
= (15.157.000.000-2.425.119.999) x 25%
= Rp12.731.880.000x25%
= Rp3.182.970.000
Total PPh terutang Rp 3.486.109.999
(Rp303.064.580 + Rp3.182.970.000)
Kredit PPh Pasal 23 Rd 600.000.000
PPh kurang bayar Rp 2.886.109.999
Jurnal penyesuaian yang harus dicatat adalah:
Beban PPh Badan Rp3.486.109.999
PPh Pasal23 dibayardimuka Rp 600.000.000
Utang PPh Pasal 29 Rp2.886.109.999
Pencatatan dan Pelaporan atas Transaksi yangDipotong PPh Final
Sebagaimana telah disebutkan dalam box 2 di
atas, ada sejumlah jenis penghasilan yang dikenai
pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2). Salah satu
penghasilan tersebut adalah penghasilan dari usaha
jasa konstruksi. Sebelum kita membahas bagaimanapencatatan atas pemotongan pajaknya, mari kita lihat
pengakuan pendapatan pengerjaan konstruksi ditinjau
dari Standar Akuntansi Keuangan, sebagai berikut:
a. Berdasarkan paragraf 48 PSAK Nomor 34, bila hasil
(outcome) kontrak konstruksi dapat diestimasikan
secara andal, maka pendapatan kontrak dan biaya
kontrak yang berhubungan dengan kontrak
konstruksi harus diakui masing-masing sebagai
pendapatan dan beban dengan memperhatikan
tahap penyelesaian aktivitas kontrak pada tanggal
neraca. Taksiran rugi (expected loss) pada kontrak
konstruksi tersebut harus segera diakui sebagaibeban sesuai dengan paragraf 53.
b. Apabila kontrak menggunakan metode hargatetap, hasil kontrak konstruksi dapat diestimasi
secara andal bila semua hal-hal berikut ini dapatterpenuhi:
1. Total pendapatan kontrak dapat diuktir secaraandal;
68
2. Besar kemungkinan manfaat keekonomian
yang berhubungan dengan kontrak tersebut
akan tertagih dan mengalir ke perusahaan;
3. Baikbiaya kontrak untuk menyelesaikan kontrak
maupun tahap penyelesaiankontrak pada tanggalneraca dapat diukur secara andal; dan
4. Biaya kontrak yang dapat diatribusikan
ke kontrak dapat diidentifikasi denganjelas, sehingga biaya kontrak aktual dapat
dibandingkan dengan estimasi sebelumnya.
c Apabila kontrak menggunakan biaya-plus, hasilkontrak konstruksi dapat diestimasikan secara
andal bila semua kondisi berikut ini terpenuhi:
1. Besar kemungkinan manfaat keekonomian
yang berhubungan dengan kontrak tersebut
akan tertagih dan mengalir ke perusahaan; dan2. Biaya kontrak yang akan diatribusikan, apakah
dapat ditagih atau tidak ke pemberi kerja,dapatdiidentifikasi dengan jelas dan diukur secara
andal.
Kemudian dalam kerangka PPh, penghasilan jasa
konstruksi dikenakan l'Ph yang bersifat final sesuaidengan Pasal 4 ayat (2) UU PPh. Lebih lanjut Pasal
3 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 187/
PMK.03/2008, menetapkan tarif PPh jasa konstruksi
yang bersifat final, sebagai berikut:
Indonesian Tax Review
a. 2% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan
oleh Penyedia Jasa dengan kualifikasi usaha kecil;b. 4% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan
oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi
usaha;
c. 3% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan
oleh Penyedia Jasa selain PenyediaJasa sebagaimana
yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
d. 4% untuk Perencanaan Konstruksi dan Pengawasan
Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang
memiliki kualifikasi usaha;
e. 6% untuk Perencanaan Konstruksi dan Pengawasan
Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang
tidak memiliki kualifikasi usaha.
Untuk lebih jelas mengenai pencatatan dan
pelaporan atas transaksi yang dipotong PPh Final Pasal
4 ayat (2), lihat ilustrasi 2.
KesimpulanPerbedaan perlakuan perpajakan dan akuntansi
akan menghasilkan pencatatan serta pelaporan yang
berbeda untuk transaksi yang dikenakan PPh tidak
final dan PPh Final. Hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut
a. Penghasilan yang dikenakan PPh tidak final atas
transaksi, akan dibukukan sebagai uang muka pajak.
Penghasilan selama satu tahun "pajak wajib untukdihitung kembali sesuai dengan tarif umum PPh
Volume IV/Edisi 24/2012
ACCOUNTAX
Pasal 17. PPh terutang kemudian akan dikurangkan
dengan kredit PPh Pasal 23 untuk mendapatkan
PPh kurang atau lebih bayar. Bilamana terjadi
kurang bayar, akan dibuatkan pencatatan dengan
menimbulkan utang pajak. Sedangkan untuk lebih
bayar akan timbul pajak dibayar di muka.
b. Penghasilan yang dikenakan PPh Final atas
transaksi, akan dibukukan sebagai beban pajak,
karena pada akhir tahun pajak tidak perlu dihitung
kembali sesuai dengan tarif umum PPh Pasal 17.
Pada akhir tahun pajak, baik laba maupun rugi
tidak memengaruhi jumlah pajak yang terutang.
Daftar Pustaka
Agoes, Sukrisno dan Estralia Trisnawati. 2007.
Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat, _
Ikatan Akuntan Indonesia. 2010. Standar
AkuntansiKeuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42
Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/
PMK.03/2008 tentang Pekerjaan Jasa Konstruksi
Dikenakan PPh yang Bersifat Final sesuai dengan
Pasal 4 ayat (2) UU PPh •
Tax Toons
69
ACCOUNTAX
• •"-,.
70
Ilustrasi 2:
Pencatatan dan Pelaporan atas Transaksi yang Dipotong PPh Final
PTJaya adalah perusahaan jasa konstruksi yang memiliki kualifikasi usaha menengah, sehingga dikenakan
PPh Final atas jasa konstruksi dengan tarif 3%. PT Jaya sedang melakukan proyek pembangunan gedung
perkantoran. Berikut adalah data atas transaksi yang dilakukan oleh PTJaya:
a. Transaksi yang Berhubungan dengan Proyek Langsung
(dalam Rupiah)
„ TahunKeterangan *• „ „„„„
2009 2010
Pendapatan kontrak yang disetujui 60.000.000.000 60.000.000.000
Biayakontrak yang terjadi tahun ini 20.000.000.000 20.000.000.000
Biaya kontrak untuk menyelesaikan 20.000.000.000 -
Total estimasi biaya kontrak 40.000.000.000 40.000.000.000
Estimasi laba 20.000.000.000 20.000.000.000
Tahap penyelesaian 50% 100%
Pada saat perusahaan mengajukan tagihan ke pemilik gedung, pencatatan yang harus dilakukan adalah:
Piutang tagihan konstruksi Rp33.000.000.000,00
Pendapatan jasa kontruksi Rp30.000.000.000,00
PajakKeluaran Rp 3.000.000.000,00
Penerimaan pembayaran akan dicatat sebagai berikut:
Bank Rp32.100.000.000,00
BiayaPPhfinal Rp 900.000.000,00
Piutang tagihan konstruksi Rp33.000.000,00
Pencatatan atas material y^ng dikeiuarkan untuk kegiatan konstruksi selama tahun 2009 diringkas sebagai
berikut:
Konstruksi dalam Pelaksana Rp20.000.000.000,00
Persediaan Material Rp20.000.000.000,00
Pengakuan atas biaya konstruksi yang harus dibebankan sebagai beban kontrak pada akhir periode akuntansi
adalah:
Beban Konstruksi Rp20.000.000.000,00
Konstruksi dalam Pelaksana Rp20.000.000.000,00
b. Menerima tagihan dan membayar pos-pos berikut ini:
1. Perjalanan dinas
2. Perlengkapan kantor
3. Listrik dan telepon
4. Jasa konsultan pajak
5. Sewa peralatan
6. Sewa kantor
7. Lain-lain
Rp263.000.000,00
Rpl 20.000.000,00
Rp360.000.000,00
Rpl00.000.000,00 (ada Faktur Pajak dan konsultan pajak punya NPWP)
Rp650.000.000,00 (ada Faktur Pajak dan pemilik peralatan punya NPWP)
Rp200.000.000,00 (ada Faktur Pajak)
Rpl 35.000.000,00
Pencatatan yang harus dilakukan adalah:
Beban perjalanan dinas Rp263.000.000,00
Beban perlengkapan kantor Rp 120000.000,00
:'
Indonesian Tax Review
ACCOUNTAX
Beban listrik dan telepon Rp360.000.000,00
Bebanjasa konsultan pajak RplOO.000.000,00
Beban sewa peralatan Rp650.000.000,00
Beban sewa kantor Rp200.000.000,00
Beban lain-lain Rpl 35.000.000,00
Pajak Masukan Rp95.000.000,00
Kas/Bank Rpl.888.000.000,00
Utang PPh Pasal 23 Rp 15.000.000,00
Utang PPh Pasal 4 ayat (2) Rp 20.000.000,00
c. Pendapatan jasa giro dari bank sebesar Rp2.356.500,00.
Bank Rpl.885.200,00
Beban PPh Final Rp 471.300,00
Pendapatan Jasa Giro Rp2.356.500
Pelaporan yangdilakukan oleh PTJaya untukTahun Pajak 2011 adalahsebagai berikut:
PTJaya
Laporan Laba Rugi
untuk Periode yang Berakhir 31 Desember 2011IHH
Pendapatan Jasa Rp 30.000.000.000
Beban Pokok Jasa
Beban Konstruksi Rp20.000.000.000
Laba Kotor Rpl 0.000.000.000
Beban Usaha
Beban perjalanan dinas Rp 263.000.000
Beban perlengkapan kantor Rp 120.000.000
Beban listrik dan telepon Rp 360.000.000
Beban jasa konsultan pajak Rp 100.000.000
Beban sewa peralatan Rp 650.000.000
Beban sewa kantor Rp 200.000.000
Beban lain-lain Rp 135.000.000
Total Beban Usaha Rp_ 1.828.000.000
Laba Usaha Rp 8.172.000.000
Pendapatan (beban) lain-lain
Pendapatan jasa giro Rp 2.356.500
Beban PPh Final (Rp 471.300)
Total pendapatan (beban) lain-lain Rp_ L885.2QQ
Laba sebelum Pajak Rp 8.173.885.200
Beban PPh Bb_ 900.000.000
Laba Bersih Rp 7.273.885.200
•••I
Volume IV/Edisi 24/2012 71