10
AccounTax 62 dan Pelaporan PPh Final dan Tidak Final Oleh: Herman SE., Ak., M.Si., BKP., CPA. Dosen di Universitas Mercu Buana Setiap untuk perusahaan terikat kewajiban membuat pembukuan. Standar yang digunakan tentu saja Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Namun, sebagai Wajib Pajak, perusahaan juga harus menyesuaikan pembukuan yang dibuatnya dengan ketentuan perpajakan, termasuk dalam hal pemotongan PajakPenghasilan (PPh) milik lawan transaksinya. Masalah pencatatan ini penting untuk diperhatikan, supaya laporan keuangan valid dan menghindari adanya koreksi dari pemeriksa pajak di kemudian hari. Indonesian Tax Review

dan Pelaporan - digilib.mercubuana.ac.id

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: dan Pelaporan - digilib.mercubuana.ac.id

AccounTax

62

dan Pelaporan

PPh Final

dan Tidak FinalOleh:

Herman SE., Ak., M.Si., BKP., CPA.

Dosen di Universitas Mercu Buana

Setiap

untuk

perusahaan terikat kewajiban

membuat pembukuan. Standar

yang digunakan tentu saja Standar

Akuntansi Keuangan (SAK). Namun,

sebagai Wajib Pajak, perusahaan juga

harus menyesuaikan pembukuan

yang dibuatnya dengan ketentuan

perpajakan, termasuk dalam hal

pemotongan PajakPenghasilan (PPh)

milik lawan transaksinya. Masalah

pencatatan ini penting untuk

diperhatikan, supaya laporan

keuangan valid danmenghindari

adanya koreksi dari pemeriksa

pajak di kemudian hari.

Indonesian Tax Review

Page 2: dan Pelaporan - digilib.mercubuana.ac.id

Dalammenjalankan kegiatan usaha, akuntansi danpajak adalah dua hal yang perlu diperhatikandantidak dapat diabaikan salah satunya.Disatusisi, akuntasi merupakan salah satu bentuk

pertanggungjawaban usaha. Melalui pembukuan atauakuntansi, pengusaha melaporkan kegiatannya dalamrangka mencapai tujuan usaha, yaitu meningkatkannilai perusahaan. Di Indonesia, kegiatan pembukuanini dilakukan berdasarkan Standar Akuntansi

Keuangan (SAK) yang disusun oleh Dewan StandarAkuntansi Keuangan (DSAK).

Di sisi lain, setiap pengusaha juga dilekatidengan kewajiban perpajakan. Nah, setiapkejadian ekonomi atau transaksi yangdilakukan perusahan, yang dicatat dalamlaporan komersial, berkonsekuensi danberimplikasi terhadap kewajiban pajak,baik secara langsung maupun tidak

langsung.Oleh karena itu, dalam kegiatan

usaha, akuntansi pajak diperlukanuntuk menerapkan perlakuan

akuntansi ataskejadianperpajakan,

Volume IV/Edisi 24/2012

63

Page 3: dan Pelaporan - digilib.mercubuana.ac.id

ACCOUNTAX

mulai dari penilaian/penghitungan, pencatatan

(pengakuan) atas pajak, dan penyajiannya di dalam

laporan komersial maupun laporan fiskal perusahaan.

Contohnya, transaksi pembayaran sewa atas

gedung kantor yang akan menimbulkan kewajiban

pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atau transaksi

pembagian dividen kepada Wajib Pajak badan yang

menimbulkan kewajiban pemotongan PPh Pasal

23. Semua pembayaran tersebut harus diakui atau

dibuatkan jurnalnya, kemudian dinyatakan dalam

laporan komersial yang berbasis akuntansi keuangan.

Untuk keperluan perpajakan, pemerintah tetap

mengakui SAK sebagai pedoman untuk menyusun

laporan keuangan. Akan tetapi, pemerintah memiliki

aturan tersendiri, misalnya dalam hal menentukan

apakah suatu penghasilan merupakan objek dan

bukan objek pajak. Pengakuan beban juga dilakukan

berbeda dengan pedoman SAK. Meski demikian,

pengusaha tidak perlu membuat dua pembukuan.

Laporan keuangan yang disusun sesuai dengan SAK

akan disesuaikan dengan melakukan koreksi positif

dan negatif untuk mendapatkan laba fiskal.

Sayangnya, tidak semua staf akunting perusahaan

bisa mencatat kejadian pajak sesuai dengan ketentuan

akuntansi. Apalagi, di lapangan masih banyak

perusahaan yang menugaskan stafakuntansinya untuk

menangani masalah perpajakan pula. Namun, karena

kesibukan, mereka tidak punya cukup waktu untuk

mempelajari akuntansi dan pajak secara bersamaan.

Boxl:

Mekanisme Pemotongan dan Pemungutan PPh

Artikel ini akan berupaya memberikan panduan

mengenai pencatatan atas kejadian pajak sehari-

hari yang sering ditemui oleh perusahaan. Salah satu

bentuk kejadian pajak yang sering ditemui perusahaan

adalah pemotongan/pemungutan (potput) pajak

atas penghasilan yang dibayarkan kepada pihak lain

(withholding tax), misalnya pemotongan PPh Pasal

23 dan PPh Pasal 4 ayat (2). PPh potput tersebut ada

PPh yang bersifat final dan ada yang tidak final.

Pencatatan yang dilakukan perusahaan tidak hanya

meliputi transaksinya saja, tetapi juga pemotongan atau

pemungutan pajaknya. Nah, bagaimanakah akuntansi

mencatat pemotongan atau pemungutan pajak

tersebut? Apakah pencatatannya berbeda antara yang

bersifat final dengan yang tidak final? Bagaimana pula

dengan pelaporannya?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka

dalam artikel ini akan dibahas mengenai contoh

transaksi yang mengandung kewajiban pemungutan/

pemotongan PPh Pasal 22, 23, dan Pasal 4 ayat (2).

Pembahasannya akan meliputi:

a. Pencatatan dan pelaporan atas transaksi yang

dipotong PPh tidak final; dan

b. Pencatatan dan pelaporan atas transaksi yang

dipotong PPh Final.

Dasar Pengenaan PPhSebelum kita membahas mengenai pencatatan

pemotongan PPh, ada baiknya kita mengulas sekilas

Membayar imbalanjasa,dikurangiPPh

Wajib Pajak A

fPemberi

jasa/penerimapenghasilan

Memberikan jasa

MemotongPPhalaspenghasilanyang dibayarkan kepada Wajib

PajakA

Wajib Pajak A^elaku penerima penghasilan tidak m->nyetorkon PPh pada saat transaksi ke kas pegara, tetapi melalui pihak ketiga yaitu Wajib:;Pajak B. Sistem inidijalankan karena dianggap pih.ik yang lebih independen adalah Wajib Pajak B. Oleh karena itu, penerima,.n pajak dapat'diamankan.

Wajib Pajak Bpada saatmemotong PPh, wajib menyerahkan bukti potong sebagai tanda PPh telah dipotong. Sementara Wajih Pajak Aakanimengkreditkan PPh yang sesuai dengan bukti potong pada penyampaian SPTTahunan PPh.

64 Indonesian Tax Review

Page 4: dan Pelaporan - digilib.mercubuana.ac.id

tentang pengenaan PPh. Dasar hukum pengenaan

pajak atas penghasilan terdapat dalam Undang-Undang

(UU) Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor

36Tahun 2008(UU PPh). Pajak atas penghasilan tersebut

dikenakan terhadap penghasilan yang diterima atau

diperoleh orang pribadi atau perseorangan dan badan

selama satu tahun pajak.

Kemudian, penghasilan yang dikategorikan sebagai

Objek PPh diatur lebih lanjut dalam Pasal 4 UU PPh.

Dalam pasal itu disebutkan bahwa definisi penghasilan

adalah, "..setiap tambahan kemampuan ekonomis

yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang

berasal dari Indonesia maupun dari luarIndonesia, yang

dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambahkekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama

dan dalam bentuk apapun...".

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dipahami

bahwa Objek PPh sangat luas. Di antara penghasilan

tersebut, ada yang dikenakan PPh yang bersifat final

dan ada yang tidak final. Pemerintah menerapkan

PPh Final dengan pertimbangan asas ekonomis dalam

pemungutan pajak. Hal ini bisa dilihat pada arti kata

"final" yang dalam pengertian pajak artinya rampung

atau selesai.

Jadi, PPh Final artinya, pemenuhan kewajiban pajak

atas penghasilan yang menjadi Objek PPh Final sudah

dianggap rampung atau selesai pada saat pemotongan

pajak dilakukan oleh pemotong pajak. Oleh karenanya,

atas objek yang dikenakan PPh Final, Wajib Pajak yang

menerima penghasilan berupa Objek PPh Final tidak

perlu menggabungkan penghasilan tersebut dengan

penghasilan lain dalam rangka penghitungan PPh

di akhir tahun pajak. Untuk lebih jelasnya, jenis-jenis

penghasilan yang dikenakan PPh final dapat dilihat

dalam box 2.

Objek PPh Final

Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, penghasilan

yang dikenai pajak bersifat final adalah:

a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan

lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara,

dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh

koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

b. Penghasilan berupa hadiah undian;

Volume IV/Edisi 24/2012

ACCOUNTAX

c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas

lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di

bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan

penyertaan modal pada perusahaan pasangannya

yang diterima oleh perusahaan modal venture;

d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa

tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi,

usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau

bangunan; dan

e. Penghasilan tertentu lainnya,

yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan

Pemerintah.

Sementara itu, untuk transaksi yang dikenakan

PPh tidak final, Wajib Pajak diwajibkan untuk

menghitung kembali pajak yang terutang, dan PPh

yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain dapat

diperhitungkan sebagai kredit pajak. Salah satu contoh

PPh tidak final adalah PPh Pasal 23. Untuk mengetahui

bagaimana pencatatan atas transaksi yang dipotong

PPh Final dan tidak final, perhatikan ilustrasi 1dan 2.

Box 3:

Objek PPh Pasal 23

PPh Pasal 23 dikenakan atas penghasilan tersebut

di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa

pun "yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan,

atau "telah jatuh tempo pembayarannya oleh badanpemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri,

penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau

perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada

Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap,

dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:

a. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas:

1) Dividen

2) Bunga

3) Royaiti

b. .Sebesar 2% dari jumlah bruto atas:

1) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan

penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan

lain sehubungan dengan penggunaan harta

yang telah dikenai PPh sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 ayat (2); dan

2) imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa

manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan,

dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong

PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

65

Page 5: dan Pelaporan - digilib.mercubuana.ac.id

ACCOUNTAX

:-:>

llustrasi 1:

Pencatatan dan Pelaporan atas Transaksi yang Dipotong PPhTidak Final

PTYakin adalahperusahaanyangbergerakdibidang penyediaanjasateknik. Selama tahun pajak 2011 melakukantransaksi berikut ini:

a. Menerbitkan tagihan dan Faktur Pajak sebesar Rp30.000.000.000,00 atas pekerjaan jasa teknik yangtelah selesai.Piutang Usaha Rp33.000.000.000,00

PendapatanJasa Rp30.000.000.000,00

PajakKeluaran Rp 3.000.000.000,00

Pada saat tagihan diterima, PTYakin akan dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% tidak final, akan dicatat:

Kas/bank Rp32.400.000.000,00

PPh Pasal23 Dibayar Dimuka Rp 600.000.000,00

PiutangUsaha Rp33.000.000.000,00

b. Membayar material kecil sebesar Rpl .250.000.000,00, 80% berasal dari PKP.

Beban Material Rpl.250.000.000.00

PajakMasukan Rp 100.000.000,00Kas/Bank Rpl.350.000.000,00

c. Membayar upah teknisi sebesar Rp12.000.000.000, dengan memotong PPh Pasal 21 sebesar Rp356.880.000,00.

Gaji kantor sebesar Rp13.350.000.000,00, dengan potongan PPh Pasal21 sebesar Rp855.350.000,00.Beban Upah Langsung Rp12.000.000.000,00

Beban Gaji Rp 13.350.000.000,00

Kas/Bank Rp24.137.770.000,00

UtangPPh Pasal21 Rp 1.212.230.000,00

d. Menerima tagihan dan membayar pos-pos berikut ini:

1. Perjalanan dinas

2. Perlengkapan kantor

3. Listrikdan telepon

4. Jasa konsultan pajak

5. Sewa peralatan

6. Sewa kantor

7. Lain-lain

Beban perjalanan dinas

Beban perlengkapan kantor

Beban listrik dan telepon

Rp263.000.000,00

Rp120.000.000,00

Rp360.000.000,00 ^

Rpl00.000.000,00 (ada Faktur Pajak)

Rp650.000.000,00 (ada Faktur Pajak)

Rp200.000.000,00 (ada Faktur Pajak)

Rpl 35.000.000,00

Pencatatan yang harus dilakukan adalah:

Rp263.000.000,00

Rpl20.000.000,00

Rp360.000.000,00

Bebanjasa konsultanpajak RplOO.000.000,00

Beban sewa peralatan Rp650.000.000,00

Beban sewa kantor Rp200.000.000,00

Beban lain-lain Rpl 35.000.000,00

Pajak Masukan Rp 95.000.000,00

Kas/Bank Rpl.888.000.000,00

Utang PPhPasal23 Rp 15.000.000,00

Utang PPhPasal 4 ayat (2) Rp 20.000.000,00

e. Pendapatan jasa giro dari bank sebesar Rp2.356 500,00Bank Rpl.885.200,00

Beban PPh Final Rp 471.300,00

Pendapatan Jasa Giro Rp2.356.500,00

••..••',:• .'..:••

66

\

Indonesian Tax Review

Page 6: dan Pelaporan - digilib.mercubuana.ac.id

ACCOUNTAX

Pelaporan yang dilakukanoleh PTYakin untuk Tahun Pajak2011 adalah sebagai berikut:••''''••

PTYakin

§ Laporan Laba Rugi

untuk Periode yang Berakhir 31 Desember 2011

' ' ... " '

Pendapatan Jasa Rp 30.000.000.000

Beban Pokok Jasa:

Beban material lip 1.250.000.000

Beban upah langsung Rp 12.000.000.000

Total beban pokok jasa (Rp 13.250.000.000)

Laba Kotor Rp 16.750.000.000

Beban Usaha:

Beban perjalanan dinas Rp 263.000.000

Beban perlengkapan kantor Rp 120.000.000

Beban listrik dan telepon Rp 360.000.000

Beban jasa konsultan pajak Rp 100.000.000

Beban sewa peralatan Rp 650.000.000

Beban sewa kantor Rp 200.000.000

Beban lain-lain 135,Q0Q.0OO

Total Beban Usaha Rp 1.828.000.000

Laba Usaha Rp 14.922.000.000

Pendapatan (Beban) Lain-Lain

Pendapatan jasa giro Rp 2.356.500

Beban PPh Final (Rp 471.300)

Total pendapatan (beban) lain-lain Rp 1.885.200

Laba sebelum pajak Rp 14.923.885.200

Beban PPh Rp 3.486.109.999

Laba Bersih Rp 11.437.775.201

Penghitungan PPh badan

Laba sebelum pajak Rp 14.923.885.200

Penyesuaian Fiskal:

Beban perjalanan dinas Rp 100.000.000

Beban lain-lain Rp 135.000.000

Beban PPh Final Rp 471.300

Pendapatan jasa giro (Rp 2.356.500)

Total Penyesuaian Fiskal Rp 233.114.800

Laba fiskal Rp 15.157.000.600

Pembulatan Rp 15.157.000.000

PPh terutang

Fasilitas perpajakan

= Rp 4.800.000.000 XRdI 5.157.000.000

Rp30.000.000.000

Volume IV/Edisi 24/2012 67

Page 7: dan Pelaporan - digilib.mercubuana.ac.id

ACCOUNTAX

= Rp2.424.516.640 x 25% X50%

= Rp303.064.580

Tidak Fasilitas

= (15.157.000.000-2.425.119.999) x 25%

= Rp12.731.880.000x25%

= Rp3.182.970.000

Total PPh terutang Rp 3.486.109.999

(Rp303.064.580 + Rp3.182.970.000)

Kredit PPh Pasal 23 Rd 600.000.000

PPh kurang bayar Rp 2.886.109.999

Jurnal penyesuaian yang harus dicatat adalah:

Beban PPh Badan Rp3.486.109.999

PPh Pasal23 dibayardimuka Rp 600.000.000

Utang PPh Pasal 29 Rp2.886.109.999

Pencatatan dan Pelaporan atas Transaksi yangDipotong PPh Final

Sebagaimana telah disebutkan dalam box 2 di

atas, ada sejumlah jenis penghasilan yang dikenai

pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2). Salah satu

penghasilan tersebut adalah penghasilan dari usaha

jasa konstruksi. Sebelum kita membahas bagaimanapencatatan atas pemotongan pajaknya, mari kita lihat

pengakuan pendapatan pengerjaan konstruksi ditinjau

dari Standar Akuntansi Keuangan, sebagai berikut:

a. Berdasarkan paragraf 48 PSAK Nomor 34, bila hasil

(outcome) kontrak konstruksi dapat diestimasikan

secara andal, maka pendapatan kontrak dan biaya

kontrak yang berhubungan dengan kontrak

konstruksi harus diakui masing-masing sebagai

pendapatan dan beban dengan memperhatikan

tahap penyelesaian aktivitas kontrak pada tanggal

neraca. Taksiran rugi (expected loss) pada kontrak

konstruksi tersebut harus segera diakui sebagaibeban sesuai dengan paragraf 53.

b. Apabila kontrak menggunakan metode hargatetap, hasil kontrak konstruksi dapat diestimasi

secara andal bila semua hal-hal berikut ini dapatterpenuhi:

1. Total pendapatan kontrak dapat diuktir secaraandal;

68

2. Besar kemungkinan manfaat keekonomian

yang berhubungan dengan kontrak tersebut

akan tertagih dan mengalir ke perusahaan;

3. Baikbiaya kontrak untuk menyelesaikan kontrak

maupun tahap penyelesaiankontrak pada tanggalneraca dapat diukur secara andal; dan

4. Biaya kontrak yang dapat diatribusikan

ke kontrak dapat diidentifikasi denganjelas, sehingga biaya kontrak aktual dapat

dibandingkan dengan estimasi sebelumnya.

c Apabila kontrak menggunakan biaya-plus, hasilkontrak konstruksi dapat diestimasikan secara

andal bila semua kondisi berikut ini terpenuhi:

1. Besar kemungkinan manfaat keekonomian

yang berhubungan dengan kontrak tersebut

akan tertagih dan mengalir ke perusahaan; dan2. Biaya kontrak yang akan diatribusikan, apakah

dapat ditagih atau tidak ke pemberi kerja,dapatdiidentifikasi dengan jelas dan diukur secara

andal.

Kemudian dalam kerangka PPh, penghasilan jasa

konstruksi dikenakan l'Ph yang bersifat final sesuaidengan Pasal 4 ayat (2) UU PPh. Lebih lanjut Pasal

3 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 187/

PMK.03/2008, menetapkan tarif PPh jasa konstruksi

yang bersifat final, sebagai berikut:

Indonesian Tax Review

Page 8: dan Pelaporan - digilib.mercubuana.ac.id

a. 2% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan

oleh Penyedia Jasa dengan kualifikasi usaha kecil;b. 4% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan

oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi

usaha;

c. 3% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan

oleh Penyedia Jasa selain PenyediaJasa sebagaimana

yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b;

d. 4% untuk Perencanaan Konstruksi dan Pengawasan

Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang

memiliki kualifikasi usaha;

e. 6% untuk Perencanaan Konstruksi dan Pengawasan

Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang

tidak memiliki kualifikasi usaha.

Untuk lebih jelas mengenai pencatatan dan

pelaporan atas transaksi yang dipotong PPh Final Pasal

4 ayat (2), lihat ilustrasi 2.

KesimpulanPerbedaan perlakuan perpajakan dan akuntansi

akan menghasilkan pencatatan serta pelaporan yang

berbeda untuk transaksi yang dikenakan PPh tidak

final dan PPh Final. Hal ini dapat dijelaskan sebagai

berikut

a. Penghasilan yang dikenakan PPh tidak final atas

transaksi, akan dibukukan sebagai uang muka pajak.

Penghasilan selama satu tahun "pajak wajib untukdihitung kembali sesuai dengan tarif umum PPh

Volume IV/Edisi 24/2012

ACCOUNTAX

Pasal 17. PPh terutang kemudian akan dikurangkan

dengan kredit PPh Pasal 23 untuk mendapatkan

PPh kurang atau lebih bayar. Bilamana terjadi

kurang bayar, akan dibuatkan pencatatan dengan

menimbulkan utang pajak. Sedangkan untuk lebih

bayar akan timbul pajak dibayar di muka.

b. Penghasilan yang dikenakan PPh Final atas

transaksi, akan dibukukan sebagai beban pajak,

karena pada akhir tahun pajak tidak perlu dihitung

kembali sesuai dengan tarif umum PPh Pasal 17.

Pada akhir tahun pajak, baik laba maupun rugi

tidak memengaruhi jumlah pajak yang terutang.

Daftar Pustaka

Agoes, Sukrisno dan Estralia Trisnawati. 2007.

Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat, _

Ikatan Akuntan Indonesia. 2010. Standar

AkuntansiKeuangan. Jakarta: Salemba Empat.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36

Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42

Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/

PMK.03/2008 tentang Pekerjaan Jasa Konstruksi

Dikenakan PPh yang Bersifat Final sesuai dengan

Pasal 4 ayat (2) UU PPh •

Tax Toons

69

Page 9: dan Pelaporan - digilib.mercubuana.ac.id

ACCOUNTAX

• •"-,.

70

Ilustrasi 2:

Pencatatan dan Pelaporan atas Transaksi yang Dipotong PPh Final

PTJaya adalah perusahaan jasa konstruksi yang memiliki kualifikasi usaha menengah, sehingga dikenakan

PPh Final atas jasa konstruksi dengan tarif 3%. PT Jaya sedang melakukan proyek pembangunan gedung

perkantoran. Berikut adalah data atas transaksi yang dilakukan oleh PTJaya:

a. Transaksi yang Berhubungan dengan Proyek Langsung

(dalam Rupiah)

„ TahunKeterangan *• „ „„„„

2009 2010

Pendapatan kontrak yang disetujui 60.000.000.000 60.000.000.000

Biayakontrak yang terjadi tahun ini 20.000.000.000 20.000.000.000

Biaya kontrak untuk menyelesaikan 20.000.000.000 -

Total estimasi biaya kontrak 40.000.000.000 40.000.000.000

Estimasi laba 20.000.000.000 20.000.000.000

Tahap penyelesaian 50% 100%

Pada saat perusahaan mengajukan tagihan ke pemilik gedung, pencatatan yang harus dilakukan adalah:

Piutang tagihan konstruksi Rp33.000.000.000,00

Pendapatan jasa kontruksi Rp30.000.000.000,00

PajakKeluaran Rp 3.000.000.000,00

Penerimaan pembayaran akan dicatat sebagai berikut:

Bank Rp32.100.000.000,00

BiayaPPhfinal Rp 900.000.000,00

Piutang tagihan konstruksi Rp33.000.000,00

Pencatatan atas material y^ng dikeiuarkan untuk kegiatan konstruksi selama tahun 2009 diringkas sebagai

berikut:

Konstruksi dalam Pelaksana Rp20.000.000.000,00

Persediaan Material Rp20.000.000.000,00

Pengakuan atas biaya konstruksi yang harus dibebankan sebagai beban kontrak pada akhir periode akuntansi

adalah:

Beban Konstruksi Rp20.000.000.000,00

Konstruksi dalam Pelaksana Rp20.000.000.000,00

b. Menerima tagihan dan membayar pos-pos berikut ini:

1. Perjalanan dinas

2. Perlengkapan kantor

3. Listrik dan telepon

4. Jasa konsultan pajak

5. Sewa peralatan

6. Sewa kantor

7. Lain-lain

Rp263.000.000,00

Rpl 20.000.000,00

Rp360.000.000,00

Rpl00.000.000,00 (ada Faktur Pajak dan konsultan pajak punya NPWP)

Rp650.000.000,00 (ada Faktur Pajak dan pemilik peralatan punya NPWP)

Rp200.000.000,00 (ada Faktur Pajak)

Rpl 35.000.000,00

Pencatatan yang harus dilakukan adalah:

Beban perjalanan dinas Rp263.000.000,00

Beban perlengkapan kantor Rp 120000.000,00

:'

Indonesian Tax Review

Page 10: dan Pelaporan - digilib.mercubuana.ac.id

ACCOUNTAX

Beban listrik dan telepon Rp360.000.000,00

Bebanjasa konsultan pajak RplOO.000.000,00

Beban sewa peralatan Rp650.000.000,00

Beban sewa kantor Rp200.000.000,00

Beban lain-lain Rpl 35.000.000,00

Pajak Masukan Rp95.000.000,00

Kas/Bank Rpl.888.000.000,00

Utang PPh Pasal 23 Rp 15.000.000,00

Utang PPh Pasal 4 ayat (2) Rp 20.000.000,00

c. Pendapatan jasa giro dari bank sebesar Rp2.356.500,00.

Bank Rpl.885.200,00

Beban PPh Final Rp 471.300,00

Pendapatan Jasa Giro Rp2.356.500

Pelaporan yangdilakukan oleh PTJaya untukTahun Pajak 2011 adalahsebagai berikut:

PTJaya

Laporan Laba Rugi

untuk Periode yang Berakhir 31 Desember 2011IHH

Pendapatan Jasa Rp 30.000.000.000

Beban Pokok Jasa

Beban Konstruksi Rp20.000.000.000

Laba Kotor Rpl 0.000.000.000

Beban Usaha

Beban perjalanan dinas Rp 263.000.000

Beban perlengkapan kantor Rp 120.000.000

Beban listrik dan telepon Rp 360.000.000

Beban jasa konsultan pajak Rp 100.000.000

Beban sewa peralatan Rp 650.000.000

Beban sewa kantor Rp 200.000.000

Beban lain-lain Rp 135.000.000

Total Beban Usaha Rp_ 1.828.000.000

Laba Usaha Rp 8.172.000.000

Pendapatan (beban) lain-lain

Pendapatan jasa giro Rp 2.356.500

Beban PPh Final (Rp 471.300)

Total pendapatan (beban) lain-lain Rp_ L885.2QQ

Laba sebelum Pajak Rp 8.173.885.200

Beban PPh Bb_ 900.000.000

Laba Bersih Rp 7.273.885.200

•••I

Volume IV/Edisi 24/2012 71