13
EKSTRASISTOL SUPRAVENTRIKULAR,VENTRIKULAR Gol Penyakit SKDI : 3A DECI YULIA VANY 0907101050021 A. Definisi Ekstrasistole ventrikular adalah suatu kompleks ventrikel prematur timbul secara dini disalah satu ventrikel akibat cetusan dini dari suatu fokus yang otomatis atau melalui mekanisme reentri atau takikardi ventricular adalah kelainan irama jantung berupa tiga atau lebih kompleks yang berasal dari ventrikel secara berurutan dengan laju lebih dari 100/menit. (Schwartz, 2004). Ekstrasistole supraventrikular atau takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada TSV mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan TSV mempunyai kompleks QRS normal. Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung (Schwartz, 2004). B. Insidensi Takikardi supraventrikular merupakan kegawatdaruratan kardiovaskular yang sering ditemukan pada bayi dan anak. Angka kejadian TSV diperkirakan 1 per 250.000 sampai 1 per 250 angka kekerapan masing-masing bentuk TSV pada anak berbeda dengan TSV

Decy-ekstrasistol Supraventrikular Dan Ventrikular

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bahan

Citation preview

Page 1: Decy-ekstrasistol Supraventrikular Dan Ventrikular

EKSTRASISTOL SUPRAVENTRIKULAR,VENTRIKULARGol Penyakit SKDI : 3A

DECI YULIA VANY0907101050021

A. Definisi

Ekstrasistole ventrikular adalah suatu kompleks ventrikel prematur timbul secara dini disalah

satu ventrikel akibat cetusan dini dari suatu fokus yang otomatis atau melalui mekanisme reentri

atau takikardi ventricular adalah kelainan irama jantung berupa tiga atau lebih kompleks yang

berasal dari ventrikel secara berurutan dengan laju lebih dari 100/menit. (Schwartz, 2004).

Ekstrasistole supraventrikular atau takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis

takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat

menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada TSV mencakup

komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan TSV

mempunyai kompleks QRS normal. Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas

fisik dan gagal jantung (Schwartz, 2004).

B. Insidensi

Takikardi supraventrikular merupakan kegawatdaruratan kardiovaskular yang sering

ditemukan pada bayi dan anak. Angka kejadian TSV diperkirakan 1 per 250.000 sampai 1 per

250 angka kekerapan masing-masing bentuk TSV pada anak berbeda dengan TSV pada dewasa.

Menurut Emilly dkk angka pada TSV pada anak-anak berkisar 1 dari 250 anak. TSV pada bayi

biasanya terjadi pada hari pertama kehidupan sampai usia 1 tahun, tapi sering terjadi sebelum

umur 4 bulan. Sebagian besar TSV pada bayi dengan struktur jantung normal dan hanya 15%

bayi TSV yang disertai dengan penyakit jantung karena obat-obatan atau karena demam

(Rubenstein, 2005).

C. Patofisiologi

Berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak, terdapat dua mekanisme terjadinya

takikardi supraventrikular yaitu Otomatisasi (automaticity) dan Reentry. Irama ektopik yang

terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang mengalami percepatan (akselerasi) pada

fase 4 dan sel ini dapat terjadi di atrium, A-V junction, bundel HIS, dan ventrikel. Struktur lain

Page 2: Decy-ekstrasistol Supraventrikular Dan Ventrikular

yang dapat menjadi sumber/fokus otomatisasi adalah vena pulmonalis dan vena kava superior.

Contoh takikardi otomatis adalah sinus takikardi. Ciri peningkatan laju nadi secara perlahan

sebelum akhirnya takiaritmia berhenti. Takiaritmia karena otomatisasi sering berkaitan dengan

gangguan metabolik seperti hipoksia, hipokalemia, hipomagnesemia, dan asidosis. Ini adalah

mekanisme yang terbanyak sebagai penyebab takiaritmia dan paling mudah dibuktikan pada

pemeriksaan elektrofisiologi. Syarat mutlak untuk timbulnya reentry adalah Adanya dua jalur

konduksi yang saling berhubungan baik pada bagian distal maupun proksimal hingga

membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup. Salah satu jalur tersebut harus memiliki blok

searah. Aliran listrik antegrad secara lambat pada jalur konduksi yang tidak mengalami blok

memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur konduksi yang mengalami blok searah untuk

kemudian menimbulkan aliran listrik secara retrograd secara cepat pada jalur konduksi tersebut

(Price, 1994).

D. Gambaran klinis

1. Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi

jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis,

berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.

Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.

2. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah

3. Napas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan

(krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada

gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.

4. Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial);

kehilangan tonus otot/kekuatan (Hanafi, 2001).

E. Pemeriksaan Penunjang

1. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan

tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.

2. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan

dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga

dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.

Page 3: Decy-ekstrasistol Supraventrikular Dan Ventrikular

3. Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan

disfungsi ventrikel atau katup.

4. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang

dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan

kemampuan pompa.

5. Tes stres latihan : dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan

disritmia.

6. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat

mnenyebabkan disritmia.

7. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau

dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.

8. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat

menyebabkan.meningkatkan disritmia.

9. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh

endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.

10. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia

(Santoso, 1996).

F. Diagnosis

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan denyut/irama jantung,

perubahan sekuncup jantung: preload, afterload, penurunan kontraktilitas miokard.

Tujuan: Penuruanan curah jantung teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 1x24jam dengan kriteria hasil:

Pasien tidak mengeluh pusing

Pasien tidak mengeluh sesak

EKG normal

Kulit elastis BB normal

Suhu: 36-37C/axila

Pernapasan 12-21x/mnt

Tekanan darah 120-129/80-84mmHg

Nadi 60-100x/mnt

Page 4: Decy-ekstrasistol Supraventrikular Dan Ventrikular

G. Diagnosis Banding

Supraventrikular takikardia

Konduksi aberans

H. Penanganan

1.Penatalaksanaan segera

Pemberian adenosin. Adenosin merupakan nukleotida endogen yang bersifat kronotropik

negatif, dromotropik, dan inotropik. Efeknya sangat cepat dan berlangsung sangat singkat

dengan konsekuensi pada hemodinamik sangat minimal. Adenosin dengan cepat dibersihkan dari

aliran darah (sekitar 10 detik) dengan cellular uptake oleh sel endotel dan eritrosit. Obat ini akan

menyebabkan blok segera pada nodus AV sehingga akan memutuskan sirkuit pada mekanisme

reentry. Adenosin mempunyai efek yang minimal terhadap kontraktilitas jantung.

Adenosin merupakan obat pilihan dan sebagai lini pertama dalam terapi TSV karena dapat

menghilangkan hampir semua TSV. Efektivitasnya dilaporkan pada sekitar 90% kasus. Adenosin

diberikan secara bolus intravena diikuti dengan flush saline, mulai dengan dosis 50 µg/kg dan

dinaikkan 50 µ/kg setiap 1 sampai 2 menit (maksimal 250 µ/kg). Dosis yang efektif pada anak

yaitu 100 – 150 µg/kg. Pada sebagian pasien diberikan digitalisasi untuk mencegah takikardi

berulang.

A. Efek samping adenosin dapat berupa nyeri dada, dispnea, facial flushing, dan terjadinya

A-V bloks. Bradikardi dapat terjadi pada pasien dengan disfungsi sinus node, gangguan

konduksi A-V, atau setelah pemberian obat lain yang mempengaruhi A-V node (seperti

beta blokers, calsium channel blocker, amiodaron). Adenosin bisa menyebabkan

bronkokonstriksi pada pasien asma.

B. Pada pasien AVRT atau AVNRT, prokainamid mungkin juga efektif. Obat ini bekerja

memblok konduksi pada jaras tambahan atau pada konduksi retrograd pada jalur cepat

pada sirkuit reentry di nodus AV. Hipotensi juga sering dilaporkan pada saat loading dose

diberikan.

C. Digoksin dilaporkan juga efektif untuk mengobati kebanyakan TSV pada anak. Digoksin

tidak digunakan lagi untuk penghentian segera TSV dan sebaiknya dihindari pada anak

yang lebih besar dengan WPW sindrom karena ada risiko percepatan konduksi pada jaras

tambahan. Digitalisasi dipakai pada bayi tanpa gagal jantung kongestif. Penelitian oleh

Page 5: Decy-ekstrasistol Supraventrikular Dan Ventrikular

Wren dkk tahun 1990, pada 29 bayi dengan TSV, pengobatan efektif dengan digoksin.

Digoksin memperbaiki fungsi ventrikel, baik melalui pengaruh inotropiknya maupun

melalui blokade nodus AV yang ditengahi vagus.

D. Bila adenosin tidak bisa digunakan serta adanya tanda gagal jantung kongestif atau

kegagalan sirkulasi jelas dan alat DC shock tersedia, dianjurkan penggunaan direct

current synchronized cardioversion dengan kekuatan listrik sebesar 0,25 watt-detik/pon

yang pada umumnya cukup efektif. DC shock yang diberikan perlu sinkron dengan

puncak gelombang QRS, karena rangsangan pada puncak gelombang T dapat memicu

terjadinya fibrilasi ventrikel. Tidak dianjurkan memberikan digitalis sebelum dilakukan

DC Shock oleh karena akan menambah kemungkinan terjadinya fibrilasi ventrikel.

Apabila terjadinya fibrilasi ventrikel maka dilakukan DC shock kedua yang tidak sinkron.

Apabila DC shock kedua ini tetap tidak berhasil, maka diperlukan tindakan invasif.

E. Bila DC shock tidak tersedia baru dipilih alternatif kedua yaitu preparat digitalis secara

intravena. Dosis yang dianjurkan pada pemberian pertama adalah sebesar ½ dari dosis

digitalisasi (loading dose) dilanjutkan dengan ¼ dosis digitalisasi, 2 kali berturut-turut

berselang 8 jam.

F. Bila pasien tidak mengalami gagal jantung kongestif, adenosin tidak bisa digunakan, dan

digitalis tidak efektif, infus intravena phenylephrine bisa dicoba untuk konversi cepat ke

irama sinus. Phenylephrine dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat dan

mengubah takikardi dengan meningkatkan refleks vagal. Efek phynilephrin (Neo-

synephrine) sama halnya dengan sedrophonium (tensilon) yang meningkatkan reflek

vagal seperti juga efek anti aritmia lain seperti procainamid dan propanolol. Metode ini

tidak direkomendasikan pada bayi dengan CHF karena dapat meningkatkan afterload

sehingga merugikan pada bayi dengan gagal jantung. Dosis phenylephrin 10 mg

ditambahkan ke dalam 200 mg cairan intravena diberikan secara drip dengan pengawasan

doketr terhadap tekanan darah. Tekanan sistolik tidak boleh melebihi 150-170 mmHg.

G. Price dkk pada tahun 2002, menggunakan pengobatan dengan flecainide dan sotalol

untuk TSV yang refrakter pada anak yang berusia kurang dari 1 tahun. Flecainide dan

sotalol merupakan kombinasi baru, yang aman dan efektif untuk mengontrol TSV yang

refrakter.

Page 6: Decy-ekstrasistol Supraventrikular Dan Ventrikular

H. Penelitian oleh Etheridge dkk tahun 1999, penggunaan beta bloker efektif pada 55%

pasien. Selain itu juga penggunaan obat amiodarone juga berhasil pada 71% pasien

dimana di antaranya sebagai kombinasi dengan propanolol. Keberhasilan terapi

memerlukan kepatuhan sehingga amiodarone dipakai sebagai pilihan terapi pada

beberapa pasien karena hanya diminum 1x sehari. Semua pasien yang diterapi dengan

amiodarone, harus diperiksa tes fungsi hati dan fungsi tiroid setiap 3 bulan. Propanolol

dapat digunakan secara hati-hati, sering efektif dalam memperlambat fokus atrium pada

takikardi atrial ektopik (Etienne, 2011).

2. Penanganan Jangka Panjang

Umur pasien dengan TSV digunakan sebagai penentu terapi jangka panjang TSV. Di antara

bayi-bayi yang menunjukkan tanda dan gejala TSV, kurang lebih sepertiganya akan membaik

sendiri dan paling tidak setengah dari jumlah pasien dengan takikardi atrial automatic akan

mengalami resolusi sendiri. Berat ringan gejala takikardi berlangsung dan kekerapan serangan

merupakan pertimbangan penting untuk pengobatan.

Pada sebagian besar pasien tidak diperlukan terapi jangka panjang karena umumnya tanda

yang menonjol adalah takikardi dengan dengan gejala klinis ringan dan serangan yang jarang dan

tidak dikaitkan dengan preeksitasi. Bayi-bayi dengan serangan yang sering dan simptomatik akan

membutuhkan obat-obatan seperti propanolol, sotalol atau amiodaron, terutama untuk tahun

pertama kehidupan.

Pada pasien TSV dengan sindrom WPW sebaiknya diberikan terapi propanolol jangka

panjang. Sedangkan pada pasien dengan takikardi resisten digunakan procainamid, quinidin,

flecainide, propafenone, sotalol dan amiodarone. Pada pasien dengan serangan yang sering dan

berusia di atas 5 tahun, radiofrequency ablasi catheter merupakan pengobatan pilihan. Pasien

yang menunjukkan takikardi pada kelompok umur ini umumnya takikardinya tidak mungkin

mengalami resolusi sendiri dan umunya tidak tahan atau kepatuhannya kurang dengan

pengobatan medikamentosa. Terapi ablasi dilakukan pada usia 2 sampai 5 tahun bila TSV

refrakter terhadap obat anti aritmia atau ada potensi efek samping obat pada pemakaian jangka

panjang. Pada tahun-tahun sebelumnya, alternatif terhadap pasien dengan aritmia yang refrakter

dan mengancam kehidupan hanyalah dengan anti takikardi pace maker atau ablasi pembedahan

(Medi, 2011).

Page 7: Decy-ekstrasistol Supraventrikular Dan Ventrikular

J. Komplikasi

Emboli Paru

Emboli Otak

Kematian (Schwartz, 2004).

K. PROGNOSIS

Pada bayi 90% memberi respon terhadap terapi. Akan tetapi  pada 30% kasus penyakit ini

akan muncul lagi saat anak berusia 8 tahun. Bayi yang datang dengan SVT pada umur 3-4 bulan

pertama mempunyai insidens untuk kumat lebih rendah daripada mereka yang datang pada umur

yang lebih tua. Penderita ini biasanya diobati selama minimum 1 tahun sesudah di diagnosis,

sesudahnya obat-obat antiaritmia dapat dikurangi sedikit demi sedikit dan penderita diawasi

tanda-tanda kumatnya (Paul, 2010)

Page 8: Decy-ekstrasistol Supraventrikular Dan Ventrikular

DAFTAR PUSTAKA

David Rubenstein. 2005. Kedokteran Klinis. Erlangga. Jakarta. EGC

Delacretaz, Etienne. 2011. Supravertricular Tachycardia.

http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp051145   Diakses 11 april 2013.

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk

Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3.

Jakarta : EGC.

Gugneja, Monika. 2011. Paroxysmal Supraventricular Tachycardia.

http://emedicine.medscape.com/article/156670-overview   Diakses 11 April 2013.

Hanafi B. Trisnohadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI.

Hudak, C.M, Gallo B.M. 1997. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC

Medi, Carolin, Jonathan M Kalman dan Saul B Freedman. 2011.

SupravertricularTachycardia.http://www.mja.com.au/public/issues/190_05_020309/

med107 27_fm.html Diakses 11 april 2013.

Price, Sylvia Anderson. 1994. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Alih

bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC

Santoso Karo karo. 1996. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Schwartz, M. William. 2004. Pedoman klinis pediatric. Jakarta. EGC

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih

bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.

Wang, Paul J dan N.A. Mark Estes III. 2010. Supravertricular Tachycardia.

http://circ.ahajournals.org/content/106/25/e206Diakses 11 April 2013.

Page 9: Decy-ekstrasistol Supraventrikular Dan Ventrikular