19
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap warga negara baik sebagai Pimpinan maupun rakyat kecil sebaiknya perlu mengetahui tentang perbuatan korup dan korupsi, sebab dan akibatnya karena bagi pemimpin erat hubungan dengan keberhasilan tugasnya sedang bagi masyarakat menyangkut nasibnya. Bagi para penyelenggara negara yang mempunyai peranan penting untuk mewujudkan tujuan negara yaitu masyarakat adil dan makmur, tujuan itu hanya dapat dicapai apabila para penyelenggara negara bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme seperti yang diatur dalam UU. No. 28 Tahun 1999, Termasuk pula pihak swasta misalnya pengusaha, pedagang dan lain-lain dalam menjalankan usahanya harus bersih dari praktek korupsi dan kolusi. Suatu organisasi hanya akan mencapai tujuan apabila semua tindakan mereka yang terlibat dalam organisasi dilandasi integritas dan nilai etika. Jujur belum tentu berkaitan dengan uang, jujur bagi seorang pegawai baik pimpinan maupun pelaksana terutama jujur dalam melakasanakan tugas sesuai aturan yang mendasarinya. Bagi para pengusaha, pedagang maupun 1

Defensif Fix

Embed Size (px)

DESCRIPTION

korupsi

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Setiap warga negara baik sebagai Pimpinan maupun rakyat kecil sebaiknya perlu mengetahui tentang perbuatan korup dan korupsi, sebab dan akibatnya karena bagi pemimpin erat hubungan dengan keberhasilan tugasnya sedang bagi masyarakat menyangkut nasibnya.

Bagi para penyelenggara negara yang mempunyai peranan penting untuk mewujudkan tujuan negara yaitu masyarakat adil dan makmur, tujuan itu hanya dapat dicapai apabila para penyelenggara negara bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme seperti yang diatur dalam UU. No. 28 Tahun 1999, Termasuk pula pihak swasta misalnya pengusaha, pedagang dan lain-lain dalam menjalankan usahanya harus bersih dari praktek korupsi dan kolusi.

Suatu organisasi hanya akan mencapai tujuan apabila semua tindakan mereka yang terlibat dalam organisasi dilandasi integritas dan nilai etika. Jujur belum tentu berkaitan dengan uang, jujur bagi seorang pegawai baik pimpinan maupun pelaksana terutama jujur dalam melakasanakan tugas sesuai aturan yang mendasarinya. Bagi para pengusaha, pedagang maupun masyarakat lainnya jadilah pengusaha yang jujur, dan jauh dari keinginan untung besar misalnya dengan cara menipu.

Bagaimana kalau mereka yang termasuk pemimpin melakukan perbuatan korup dan korupsi? Jarang buku yang membahas tentang bagaimana apabila justru pemimpin yang melakukan perbuatan korup dan korupsi. Barang kali sebagai contoh negara kita. Pada awal 1966, boleh dikatakan kekayaan alam masih utuh, kita tidak punya hutang luar negeri yang jumahnya cukup signifikan. Perusahaan dari nasionalisasi penjajah Belanda masih sepenuhnya dikuasai negara.

Sampai sekarang ini entah sudah berapa % kekayaan alam yang dieksploitasi, perusahaan negara sebagian sahamnya sudah dijual, hutang luar negeri menumpuk, namun kemiskinan masih terjadi di mana-mana. Permasalahan yang dihadapi pada masa yang akan datang semakin komplek antara lain menyangkut penyediaan dana APBN, tingginya angka pengangguran, banjir dan bencana alam lain akibat pembalakan hutan masa lalu dan lain-lain.

Berbeda dengan Malaysia, sebelum membangun, Perdana Menteri Mahadir Mohammad melakukan pemberantasan korupsi secara besar-besaran terlebih dahulu, sehingga rakyat Malaysia sekarang dapat menikmati hasil jerih payah para pemimpin mereka.

Kalau yang korupsi pimpinan perusahaan, yang jelas perusahaan itu tidak bisa berkembang, dan akan mempengaruhi gaji karyawan. Kalau yang dikorupsi jumlahnya demikian besar dan tidak ada penyehatan dari luar, maka perusahaan bangkrut.

Masyarakat perlu tahu apabila pada suatu negara praktek korup dan korupsi merajalela maka masyarakat akan menderita dalam bidang ekonomi (kemiskinan), politik, administratif dan hukum.

1.2 Rumusan Masalah1. Apa pengertian dari korupsi?2. Apa pengertian dari korupsi Defensif?3. Bagaimana ciri-ciri dari korupsi ?4. Bagaimana contoh kasus korupsi?5. Bagaimana perspektif korupsi Defensif dari segi agama?6. Bagaimana perspektif korupsi Defensif dari segi hukum?7. Bagaimana perspektif korupsi Defensif dari segi budaya?8. Bagaimana contoh kasus korupsi Defensif di lingkungan Masyarakat?9. Bagaimana contoh kasus korupsi Defensif di lembaga Pendidikan?

1.3 Tujuan1. Memahami pengertian dari korupsi?2. Memahami pengertian dari korupsi Defensif?3. Memahami ciri-ciri dari korupsi ?4. Memahami bagaimana contoh kasus korupsi?5. Memahami perspektif korupsi Defensif dari segi agama?6. Memahami perspektif korupsi Defensif dari segi hukum?7. Memahami perspektif korupsi Defensif dari segi budaya?8. Memahami contoh kasus korupsi Defensif di lingkungan Masyarakat?9. Memahami contoh kasus korupsi Defensif di lembaga Pendidikan?

BAB IITINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian2.1.1 Pengertian Korupsi

Kata korupsi awalnya berasal dari bahasa Latin, corruptio atau corruptus (Webster Student Dictionary; 1960). Kata corruptio itu sendiri berasal dari kata corrumpere, suatu kata dalam bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin itulah lalu turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt; Perancis, yaitu corruption; dan Belanda, yaitu corruptie (korruptie). Patut diduga, istilah korupsi dalam Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Belanda. Kata korupsi sudah masuk perbendaharaan Bahasa Indonesia. Menurut kamus Bahasa Indonesia karangan WJS Purwadarminta (1976) pengertian korupsi adalah :Korup:Busuk, buruk, suka menerima uang sogok, memakai kekusaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya. Misalnya: Karena merosotnya akhlak maka banyak pegawai yang korup. Korupsi:Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. Misalnya: Korupsi di kalangan pegawai negeri harus dibasmi hingga akar-akarnya.Arti harfiah dari kata korupsi adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.Dengan demikian pengertian korupsi sangat luas. Sedang pengertian korupsi menurut menurut penjelasan UU. No. 3 tahun 1971 adalah :Perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang dilakukan secara melawan hukum, yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara atau diketahui atau patut disangka bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.Definisi korupsi menurutTransparency Internationaladalahperilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakankepada mereka.Dari segi tipologi, korupsi dapat dibagi dalam tujuh jenis yang berbeda. Tujuh jenis itu adalah korupsi transaktif (transactive corruption), korupsi yang memeras (extortive corruption), korupsi investif (investive corruption), korupsi perkerabatan (nepotistic corruption), korupsi defensif (defensive corruption), korupsi otogenik (autogenic corruption), dan korupsi dukungan (supportive corruption).

2.1.2 Pengertian Korupsi Defensif

Korupsi defensif yaitutindak korupsi yang terpaksa di lakukan dalam rangka mempertahankan diri dari pemerasan.

2.2 Ciri-Ciri Korupsi

Sebagaimana halnya definisi korupsi, tidak ada satu tipologi perwujudan korupsi yang tunggal dan dapat disepakati umum. Namun, terdapat beberapa ciri-ciri umum yang dapat membedakan korupsi dengan bentuk kriminal lainnya seperti pencurian, pencopetan, penjambretan dan perampokan. Syed Hussein Alatas merumuskan sembilan ciri korupsi sebagai berikut: a. Pengkhianatan terhadap kepercayaanb. Penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta, atau masyarakat umumc. Melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khususd. Dilakukan dengan rahasia, kecuali dalam keadaan dimana orang-orang yang berkuasa atau bawahannya menganggapnya tidak perlue. Melibatkan lebih dari satu orang atau satu pihakf. Adanya kewajiban atau keuntungan bersama dalam bentuk uang atau yang laing. Terpusatnya kegiatan korupsi pada mereka yang menghendaki keputusan yang pasti dan mereka yang dapat mempengaruhi keputusanh. Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk-bentuk pengesahan hokumi. Menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif pada mereka yang melakukan korupsi

Bila diperas lagi, maka ciri-ciri umum itu dapat mencakup tiga hal antara lain:a. Pengkhianatan terhadap kepercayaan yang diberikanb. Penyalahgunaan kekuasaanc. Keuntungan material untuk kepentingan pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang banyak.

BAB IIIANALISIS KASUS3.1 Contoh Kasus Korupsi DefentifTersangka Korupsi Mengaku Diperas Jaksa Rp 10 MiliarTuesday, 28 January 2014, 17:09 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersangka kasus dugan korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Blok 2, Belawan, Bahalwan menuduh ada jaksa yang memeras dirinya. Dia mengatakan, ada jaksa berinisial BIJ meminta uang sebesar Rp 10 miliar.Saya sudah lelah karena diperas, ujar tersangka dugaan korupsi yang merugikan uang negara Rp 25 miliar, Selasa (28/1).Untuk diketahui, Bahalwan ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-03/F.2/Fd.1/01/2014. Perusahaan yang ia pimpin, PT Mapna Indonesia diduga terlibat korupsi pengadaan proyek Life Time Extention (LTE) Gas Turbine (GT) 2.1 dan 2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Blok 2 Belawan Tahun 2012.Selain dia, Kejakgung juga telah menetapkan lima orang tersangka, yaitu mantan General Manager KITSBU Chris Leo Manggala, Manager Sektor Labuan Angin Surya Dharma Sinaga, Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia Supra Dekanto, serta karyawan PT PLN Pembangkit Sumbagut, Rodi Cahyawan dan M. Ali.Analisa KasusKelompok kami menggolongkan kasus di atas sesuai dengan pengertian dari korupsi defentif yaitutindak korupsi yang terpaksa dilakukan dalam rangka mempertahankan diri dari pemerasan dimana dalam kasus tersebut pelaku korupsi adalah bapak Bahalwan yang mengaku diperas Jaksa sebesar Rp 10 Milyar.Namun perilaku korupsi yang diduga telah ia lakukan sebelumnya bukan termasuk jenis korupsi defensive karena ia melakukannya bukan karena terpaksa untuk mempertahankan diri dan bukan juga karena pemerasan.

BAB IVPERSPEKTIF DAN PRAKTEKKorupsi sebagai fenomena penyimpangan dalam kehidupan sosial, budaya, kemasyarakatan, dan kenegaraan sudah sejak lama dikaji secara kritis oleh para ilmuwan dan filsuf. Filsuf Yunani, Aristoteles, yang diikuti oleh Machiavelli, misalnya, sejak awal sudah merumuskan sesuatu yang disebutnya sebagai korupsi moral (moral corrupt). Korupsi moral merujuk pada berbagai bentuk penyimpangan konstitusi, sehingga para penguasa rezim --termasuk dalam sistem demokrasi-- tidak lagi dipimpin oleh hukum dan tidak lagi melayani kepentingan rakyat, tetapi tak lebih hanya berupaya melayani dirinya sendiri. 4.1 Perspetif Dari Segi Agama, Hukum Dan Budaya4.1.1 Perspetif dari Segi Agama Pandangan dan sikap Islam terhadap korupsi sangat tegas: haram dan melarang. Banyak argumen mengapa korupsi dilarang keras dalam Islam. Selain karena secara prinsip bertentangan dengan misi sosial Islam yang ingin menegakkan keadilan sosial dan kemaslahatan semesta (iqmat al-adlah alijtimiyyah wa al-mashlahat al-mmah), korupsi juga dinilai sebagai tindakan pengkhianatan dari amanat yang diterima dan pengrusakan yang serius terhadap bangunan sistem yang akuntabel. Oleh karena itu, baik al- Quran, al-Hadits maupun ijm al- ulam menunjukkan pelarangannya secara tegas (sharih).Hafidhuddin menyatakan, korupsi termasuk perbuatan fasad atau perbuatan yang merusak kemaslahatan, kemanfaatan hidup, dan tatanan kehidupan. Pelakunya dikategorikan melakukan jinayah kubro (dosa besar). Dalam konteks ajaran Islam yang lebih luas, korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan (al-adalah), akuntabilitas (al-amanah), dan tanggung jawab. Dalam al-Quran, misalnya, dinyatakan: Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan cara batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (cara berbuat) dosa padahal kamu mengetahui. Dalam ayat yang lain disebutkan: Hai orangorang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara batil, kecuali dengan cara perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu Sedangkan dalam al-Hadits lebih konkret lagi, dinyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Allah melaknati penyuap dan penerima suap dalam proses hukum. Dalam redaksi lain, dinyatakan: Rasulullah SAW melaknati penyuap, penerima suap, dan perantara dari keduanya. Kemudian dalam kesempatan yang berbeda, Rasulullah SAW bersabda: penyuap dan penerima suap itu masuk ke neraka.Tidak ada penyebab ketidakadilan dan kekejaman yang lebih besar daripada korupsi, karena penyuapan menghancurkan baik iman maupun negara. Sari Mehmed PashaHai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara batil, kecuali dengan cara perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu Al-Quran, Surat an-Nis': 29Dalam sejarah, baik para sahabat Nabi, generasi sesudahnya (tabiin), maupun para ulama periode sesudahnya, semuanya bersepakat tanpa khilaf atas keharaman korupsi, baik bagi penyuap, penerima suap maupun perantaranya. Meski ada perbedaan sedikit mengenai kriteria kecenderungan mendekati korupsi sebab implikasi yang ditimbulkannya, tetapi prinsip dasar hukum korupsi adalah haram dan dilarang.Ini artinya, secara mendasar, Islam memang sangat anti korupsi. Yang dilarang dalam Islam bukan saja perilaku korupnya, melainkan juga pada setiap pihak yang ikut terlibat dalam kerangka terjadinya tindakan korupsi itu. Bahkan kasus manipulasi dan pemerasan juga dilarang secara tegas, dan masuk dalam tindakan korupsi. Ibn Qudamah dalam al-Mughn menjelaskan bahwa memakan makanan haram itu identik dengan korupsi. Zamakhsyari dalam tafsir al-Kasysyaf juga menyebut hal yang sama. Umar Ibn Khaththab berkata: menyuap seorang hakim adalah tindakan korupsi.Dalam sejarah Islam sering dikutip kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, salah seorang Khalifah Bani Umayyah, sebagai prototipe Muslim anti korupsi. Umar bin Abdul Aziz adalah figur extra-ordernary, suatu figur unik di tengah-tengah para pemimpin yang korup dalam komunitas istana. Ia sangat ketat mempertimbangkan dan memilahmilah antara fasilitas negara dengan fasilitas pribadi dan keluarga. Keduanya tidak pernah dan tidak boleh dipertukarkan (changeble). Pada suatu malam, Khalifah Umar bin Abdul Aziz berada di kamar istana melakukan sesuatu berkaitan dengan urusan negara. Tiba-tiba salah seorang anaknya mengetuk pintu ingin menemui bapaknya. Sebeum masuk, ditanya oleh Khalifah, Ada apa Anda malam-malam ke sini? Ada yang ingin dibicarakan dengan bapak, jawab anaknya. Urusan keluarga atau urusan negara? tanya balik Khalifah. Urusan keluarga, tegas anaknya. Seketika itu, Khalifah mematikan lampu kamarnya dan mempersilakan anaknya masuk. Lho, kok lampunya dimatikan, tanya anaknya sambil keheranan. Ini lampu negara, sementara kita mau membicarakan urusan keluarga, karena itu tidak boleh menggunakan fasilitas negara, demikian jawab Kh alifah. Sang anakpun mengiyakannya.Itulah sekelumit cerita tentang Khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam upayanya untuk menegakkan good qovernance, melalui sikap-sikap yang akuntabel dan menghindari pemanfaatan fasilitas negara untuk kepentingan diri, kelompok, dan keluarganya. Adakah pemimpin sekarang seperti Umar bin Abdul Aziz?4.1.2 Perspetif dari Segi HukumKorupsi merupakan masalah yang sangat serius. Alinea pertama Penjelasan Umum UU Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 menyatakan: Tindak pidana korupsi merupakan ancaman terhadap prinsip-prinsip demokrasi, yang menjunjung tinggi transparansi, akuntabilitas, dan integritas, serta keamanan dan stabilitas bangsa Indonesia. Oleh karena korupsi merupakan tindak pidana yang bersifat sistematik dan merugikan pembangunan berkelanjutan sehingga memerlukan langkah-langkah pencegahan tingkat nasional maupun internasional. Dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang efisien dan efektif diperlukan dukungan manajemen tata pemerintahan yang baik dan kerjasama internasional, termasuk pengembalian aset-aset yang berasal dari tindak pidana korupsi. Dari sudut pandang hukum, korupsi mencakup unsur-unsur :1. Melanggar hukum2. Penyalahgun aan wewenag3. Merugikan Negara4. Memperkaya pribadi/diri sendiri

4.1.3 Perspetif dari Segi BudayaKorupsi bisa dilihat dari perspektif kebudayaan. Secara teoritis dan praktis, relasi antara korupsi dan kebudayaan sangat kuat. Bahkan dalam praktiknya, korupsi terkait dengan unsur tradisi feodalisme, hadiah, upeti, dan sistem kekerabatan (extended family). Korupsi agaknya akan tumbuh dalam masyarakat atau bangsa yang memiliki tradisi budaya feodalis atau neofeodalis. Pasalnya, dalam budaya tersebut, tidak ada sistem nilai yang memisahksan secara tajam antara milik publik (negara) dengan milik pribadi bagi ruling class (elit penguasa). Sedangkan, sistem kekerabatan ikut mendorong nepotisme. 4.2 Contoh Kasus Korupsi Defentif4.2.1 Contoh Kasus Korupsi Defentif di Masyarakata. Rakyat yang terpaksa membayar sejumlah uang kepada Pejabat Tinggi untuk kepentingan pejabat itu sendiri.b. Pengendara sepeda motor yang terpaksa memberikan uang di lapangan kepada oknum polisi dengan tujuan tidak berurusan dengan proses hukum yang lama dan dengan bayaran hukum lebih banyak.c. Seorang oknum hakim bekerjasama dengan panitera terlibat kasus pemerasan terhadap seorang saksi, agar saksi tersebut tetap menutup mulut dan apabila mengatakan yang sebenarnya ia terancam bahaya baik keuangan maupun hidupnya.d. Pemerasan juga bisa dilakukan oleh oknum polisi terhadap pengusaha. Misalnya, dengan dalih razia, oknum polisi bisa meminta paksa uang kepada pengusaha gerai ponsel misalnya, seperti yang terjadi di Kediri. Dalam konteks ini yang menjadi pelaku korupsi adalah pengusaha tersebut karena dengan terpaksa memberikan sejumlah uang kepada polisi.e. George L. Yaney menjelaskan bahwa pada abad 18 dan 19, para petani Rusia menyuap para pejabat untuk melindungi kepentingan mereka.

4.2.2 Contoh Kasus Korupsi Defentif di Lembaga Pendidikana. Mahasiswa memberikan hadiah kepada dosen sebagai tanda terimakasih atas bimbingan yang telah diberikan.

BAB VPENUTUP5.1 KesimpulanKorupsi secara umum adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.Sedangkan Korupsi defensif yaitutindak korupsi yang terpaksa di lakukan dalam rangka mempertahankan diri dari pemerasan.5.2 SaranSetelah mengkaji tentang pengertian dari korupsi , kelompok kami ingin memberikan saran agar berbagai pihak ikut andil dalam pemberantasan korupsi agar Negara kita Indonesia terbebas dari korupsi yang sudah sangat merajalela.1. Kita sebagai generasi penerus bangsa perlu menghindari berbagai modus grativikasi yang telah merajalela.2. Tidak melindungi pihak-pihak manapun yang terlibat dalam tindak pidana korupsi.3. Menciptakan generasi penerus bangsa yang bermoral tinggi, bermartabat dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi serta memenuhi hak setiap orang.

DAFTAR PUSTAKA

Alatas, S.H,.1987. Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi (Nirwono, Penerj.). Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES).Bayley, D.H.1985. Websters Third New Dictionary.http://www.emakalah.com/2013/04/bentuk-bentuk-korupsi.htmlhttps://www.academia.edu/10696258/Penegakan_Hukum_dalam_Konteks_Keberhasilan_KPK_dalam_Memberantas_Korupsipdfdatabase.com/index.php?q=hukum+korupsi+dalam+islamKhoiri, Mishad. Pendidikan Anti Korupsi diunduh dari http://kualitaindonesia.blogspot.com/2012/03/pendidikan-anti-korupsi.html (diakses tanggal 9 September 2012)

12