DHF.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dhf

Citation preview

LAPORAN KASUS INTERNAI. Identitas PasienNama

: Ny. S Nomor RM

: 197898Umur

: 30 tahun

Jenis Kelamin: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: -

Alamat

: Simalunyang

Status perkawinan: KawinII. ANAMNESIS: Alloanamnesis

1. KU: Demam sejak 5 hari yang ini.2. RPS: Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan demam sejak 5 hari ini, demam dirasakan pasien timbul secara mendadak, dan terus menerus. Pasien juga mengeluhkan kepala terasa pusing dan berdenyut, mual (+), muntah (+) sebanyak 1x, dan sariawan sejak 2 hari, sesak (-), batuk (-), pilek (-).3. RPD:Riwayat pernah mengalami keluhan yang sama (-), riwayat dirawat inap (-) , riwayat operasi (-).4. RPK: Riwayat keluhan yang sama pada keluarga di sangkal.5. RPO: Belum ada penggunaan obat, alergi obat (-).

6. Riwayat psikososial : Merokok (-), alkohol (-), olahraga tidak teratur.III.PEMERIKSAAN FISIK1. Keadaan umum

: Tampak sakit sedang2. Kesadaran

: Compos mentis

3. Vital sign

: - Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/menit ( irama: teratur, pulsasi : lemah) Nafas : 20 x/menit Suhu : 365 0C4. Status generalisata

a. Kepala/leher: Rambut

: hitam, lurus, tidak mudah di cabutMata

:pupil isokor, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, palpebra tidak edem, alis atau bulu mata tidak mudah di cabut, gangguan penglihatan tidak ada, reflek acahaya (+/+).Hidung

: DBNTelinga

: DBNMulut : bibir tidak kering, gusi berdarah, sariawan (+), lidah tidak kotorLeher

: DBN

b. Thorax

: Paru- paru:

I : bentuk : simetris, retraksi (-), gerakan pernafasansimetris

Pa : fremitus fokal : simestris kanan dan kiri

Pr : sonor

Au : suara nafas : vesikuler, suara nafas tambahan (-)

Jantung:

I : iktus tidak terlihat

Pa : apeks tidak teraba

Pr : Batas kanan : ics IV linea parasternalis dextra

Batas kiri : ics V linea midklavikula sinistra

Batas atas : ics II linea parasternalis dekstra

Au : bunyi jantung normal

c. Abdomen: DBN

d. Genitourinaria : DBNe. Ekstremitas atas/ bawah : Ka/Ki : DBN5. Status lokalis Kepala : - kepala terasa pusing dan berdenyut Mulut : gusi berddarah, sariawan (+)

Gastrointestinal : mual (+), muntah (+) sebanyak 1 kali

Ekstremitas atas : tangan timbul bintik merah (6/12/2013)

IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan darah rutinNamaHasilNilai normal

Hb12,2 mg%13-18 (lk), 12-16 (pr)

Leukosit5300 mm24000-11000 mm2

LED20 mm/jam0-10 mm/jam (lk), 0-20 mm/jam (pr)

Trombosit139.000 (L150.000- 450.000 (L

Ht 36,7%39-54% (lk), 36-47% (pr)

Eritrosit4,44 juta4,5- 6,5 juta (lk), 4,10- 5,10 juta (pr)

LabEosBasSbtSegLimmo

Hasil 20369235

Nilai normal0-30-12-650-7020-402-8

V. DIAGNOSIS BANDING : Demam tifoid, campak, chikungunyaVI. DIAGNOSIS: Dengue Hemorrage Fever

VII.PENATALAKSANAAN:

Medikamentosa : Infus RL 20 TPM

Ranitidin 1 amp

Ondansetron 1 amp

Paracetamol 3x1 injVIII. PROGNOSIS : Dubia ad bonamTinjauan pustaka

Definisi Demam Berdarah

Demam dengue (dengue fever, DF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak remaja atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, rasa mengecap yang terganggu, trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (petekie) spontan3.

Demam berdarah dengue/DBD (dengue henorrhagic fever, DHF), adalah suatu penyakit trombositopenia infeksius akut yang parah, sering bersifat fatal, penyakit febril yang disebabkan virus dengue. Pada DBD terjadi pembesaran plasma yang ditandai hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan tubuh, abnormalitas hemostasis, dan pada kasus yang parah, terjadi suatu sindrom renjatan kehilangan protein masif (dengue shock syndrome), yang dipikirkan sebagai suatu proses imunopatologik3.

Etiologi Demam BerdarahDemam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.Terdapat paling tidak 4 tipe serotipe virus dengue, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak3.

Sebagai tambahan, terdapat 3 virus yang ditulari oleh artropoda (arbovirus) lainnya yang menyebabkan penyakit mirip dengue3.

Penularan Demam Dengue/ Demam Berdarah DenguePenularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. Aegepty dan A. Albopticus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air, seperti bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya3.Beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan transmisi virus dengue, yaitu3: a. Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain. b. Penjamu: terdapatnya penderita di lingkungan, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelaminc. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, kepadatan penduduk, dan ketinggian di bawah 1000 di atas permukaan laut.

Patogenesis

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindroma syok dengue (dengue shock syndrome)3.

Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi virus. Reaksi yang amat berbeda tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal ini Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis yang disebut secondary heterologous infection atau sequential infection hypothesis. Hipotesis ini telah diakui oleh sebagian besar para ahli saat ini3.Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah respon imun humoral. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE). Limfosit T, baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, interleukin-2 (IL-2) dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus. Namun, proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag. Selain itu, aktivasi oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya senyawa proaktivator C3a dan C5a, sementara proaktivator C1q, C3, C4, C5-C8, dan C3 menurun3.

Faktor-faktor di atas dapat berinteraksi dengan sel-sel endotel untuk menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular melalui jalur akhir nitrat oksida. Sistem pembekuan darah dan fibrinolisis diaktivasi, dan jumlah faktor XII (faktor Hageman) berkurang. Mekanisme perdarahan pada DBD belum diketahui, tetapi terdapat hubungan terhadap koagulasi diseminata intravaskular (dissemintated intravascular coagulation, DIC) ringan, kerusakan hati, dan \trombositopenia3.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum tulang, serta destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemia. Namun, pada laporan WHO Scientific Working Group. Diperoleh beberapa laporan perdarahan parah pada pasien yang tidak memiliki atau memilki bukti minimum kebocoran plasma. Fenomena ini memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi, dan patofisiologinya belum dipahami dengan baik3.

3. Sindrom Syok Dengue

Seluruh kriteria DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (2cm

Peningkatan hematokrit dan penurunan trombosit

3. Dengue Berat (Severe dengue)

Kebocoran plasma berat dapat menyebabkan syok (DSS)

Pedarahan hebat Gangguan organ berat, hepar (AST dan ALT >1000), gangguan kesadaran, gangguan jantung)Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan terutama untuk mendeteksi perubahan hematologis.

Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain2,3:

a. Leukosit

Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (>15% dari jumlah total leukosit) yang pada fase syok meningkat.

b. Trombosit

Umumnya terdapat trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/l) pada hari ke 3-8.

c. Hematokrit

Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

d. Hemostasis

Dilakukan pemeriksaan prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (aPTT), thrombin time (TT) atau fibrinogen pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

e. Protein/albumin

Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. Nilai normal albumin adalah 3-5,5 g/dl, nilai normal protein total adalah 5-8 g/dl.

f. SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase)

Dapat meningkat. Nilai normal alanin aminotransferase adalah 0-40 IU/l. Menurut Kalayanarooj (1997) anak dengan level enzim hati yang meningkat sepertinya lebih rentan mengalami dengue yang parah dibandingkan dengan yang memiliki level enzim hati yang normal saat didiagnosis.

g. Elektrolit

Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. Jumlah kalium normal serum adalah 3,5-5,2 mEq/l, sedangkan natrium 135-145 mEq/l.

h. Golongan darah dan cross match Bila akan diberikan transfusi darah dan komponen darah.

i. Imunoserologi

Dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2.2. Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan. Tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG3.PenatalaksanaanPenatalaksanaan pasien DBD umumnya berorientasi kepada pemberian cairan. Setiap pasien tersangka demam dengue atau DBD sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk (berkelambu). Penatalaksanaan pada demam dengue atau DBD tanpa penyulit adalah1,3:

1. Tirah baring.

2. Pemberian cairan.

Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula/sirup, atau air tawar ditambah dengan garam saja).

3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis.

Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres kepala, ketiak atau inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya perdarahan.

4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder. Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda syok, yaitu3:

1. Keadaan umum memburuk.

2. Terjadi pembesaran hati.

3. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia.

4. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.

Jika ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus segera dipersiapkan dan terpasang pada pasien. Observasi meliput pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan; serta Hb dan Ht setiap 4-6 jam pada hari-hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam3.

Terapi untuk sindrom syok dengue bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl 0,9%, Ringers lactate (RL) atau bila terdapat syok berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma. Jumlah cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis1,3.

Kecepatan permulaan infus ialah 20 ml/kg berat badan/ jam, dan bila syok telah diatasi, kecepatan infus dikurangi menjadi 10 ml/kg berat badan/ jam.

Pada kasus syok berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak tampak perbaikan, diusahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15-29 ml/kg berat badan. Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na-bikarbonat. Pada umumnya untuk menjaga keseimbangan volume intravaskular, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12-48 jam setelah syok selesai3.

Pada tahun 1997, WHO merekomendasikan jenis larutan infus yang dapat diberikan pada pasien demam dengue/DBD3:

1. Kristaloid.

a. Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL). b. Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA). c. Larutan NaCl 0,9% (garam faali/GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan faali (D5/GF).

2. Koloid (plasma).

Transfusi darah dilakukan pada:

a. Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan melena). b. Pasien sindrom syok dengue yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar Hb dan Ht.

Pemberian transfusi profilaksis trombosit atau produk darah masih banyak dipraktikkan. menemukan bukti bahwa praktik ini tidak berguna dalam pencegahan perdarahan yang signifikan3.

Pemberian kortikosteroid tidak memberikan efek yang bermakna. Pada pasien dengan syok yang lama, koagulopati intravaskular diseminata (disseminated intravascular coagulophaty, DIC) diperkirakan merupakan penyebab utama perdarahan. Bila dengan pemeriksaan hemostasis terbukti adanya DIC, heparin perlu diberikan3.

Komplikasi

Infeksi primer pada demam dengue dan penyakit mirip dengue biasanya ringan dan dapat sembuh sendirinya. Kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam adalah komplikasi paling sering pada bayi dan anak-anak. Epistaksis, petekie, dan lesi purpura tidak umum tetapi dapat terjadi pada derajat manapun. Keluarnya darah dari epistaksis, muntah atau keluar dari rektum, dapat memberi kesan keliru perdarahan gastrointestinal. Pada dewasa dan mungkin pada anak-anak, keadaan yang mendasari dapat berakibat pada perdarahan signifikan. Kejang dapat terjadi saat temperatur tinggi, khususnya pada demam chikungunya. Lebih jarang lagi, setelah fase febril, astenia berkepanjangan, depresi mental, bradikardia, dan ekstrasistol ventrikular dapat terjadi3.

Komplikasi akibat pelayanan yang tidak baik selama rawatan inap juga dapat terjadi berupa kelebihan cairan (fluid overload), hiperglikemia dan hipoglikemia, ketidak seimbangan elektrolit dan asam-basa, infeksi nosokomial, serta praktik klinis yang buruk3.Daftar pustaka

1. Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V 2009, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.2. Achmadi, U.F. Sukowati S, Wahyono T, Haryanto B, Mulyono S, Adiwibowo A. Buletin Jendela Epidemiologi Topik Utama Demam Berdarah Dengue.3. Sylvana F, Pereira G. Demam Berdarah Dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, 2000.