Upload
rerenrahmawati
View
391
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
reren PSIK UB
Citation preview
Dengue Haemorragic Fever (DHF)
1. Definisi
Dengue Haemorragic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk aedes aegypty ( Christantie Efendy, 2009 ).
Dengue Haemorragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejalautama demam, nyeri otot, dan nyeri sendi yang disertai ruam atau
tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty(betina)(Soeparman, 2000).
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa dengue Haemorragic Fever
(DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue sejenis virus yang tergolong
arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang
terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi
yang disertai ruam atau tanpa ruam.
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF)
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopeniadan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue
yang ditandai oleh renjatan/syok (Suhendro, Nainggolan, Chen, 2006).
Demam Dengue adalah penyakit febris virus akut yang seringkali disertai dengan gejala
sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan lekopenia. Demam Berdarah
Dengue ditandai dengan manifestasi klinis utama yaitu demam tinggi, fenomena hemoragik,
sering dengan hepatomegali dan pada kasus berat ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi.
Pasien dapat mengalami syok hipovolemik (penurunan cairan) akibat kebocoran plasma.
Syok ini disebut Dengue Shock Syndrome (DSS) dan dapat menjadi fatal yaitu kematian. 7
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
Dengue yang berat yang ditandai gejala panas yang mendadak, perdarahan dan kebocoran
plasma yang dapat dibuktikan dengan adanya penurunan jumlah trombosit, peningkatan
hematokrit, ditemukan efusi pleura disertai dengan penurunan kadar albumin, protein dan
natrium. Dengue Syok Syndrome (DSS) sebagai manifestasi klinis Demam Berdarah
Dengue (DBD) dengan ditandai syok yang dapat mengancam kehidupan penderita.2
Derajat penyakit infeksi virus dengue Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi
virus dengue, perlu diketahui klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada tabel
2. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106 .
Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat serotype
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi
silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese
encephalitis dan West Nile virus (Suhendro, Nainggolan, Chen).
Sekurang-kurangnya ada empat tipe antigenik virus dengue yang berbeda-beda. Lagipula,
tiga virus yang dibawa arthopoda (arbo) lain menyebabkan penyakit demam serupa atau
identik ruam. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya Perang Dunia II,
sedangkan Dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus
dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan
natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70o C, ke empat serotif tersebut telah ditemukan di
Indonesia dengan serotif ke 3 sebagai serotif yang paling banyak.
3. Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan
pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada
tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada
tahun 1999. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan
dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina
yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air
lainnya). Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue
yaitu : 1) Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu tempat ke tempat
lain; 2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan
kepadatan penduduk (WHO, 2000).
4. Patofisiologi
Fenomena patofisiologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang
extra seluler. Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah
viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hiperemi
tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjer getah bening,
pembesaran hati (hepatomegali), dan pembesaran limpa (splenomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler terjadi karena penglepasan zat anafilaktosin,
histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikren yang berakibat ekstravisasi cairan
intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia serta renjatan/shock. Hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit > 20 %) menunjukkan adanya kebocoran / prembesan plasma sehingga nilai
hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intra vena. Jika pemberian
cairan tidak adekuat, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat
mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika hipovolemik atau
renjatan berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian
apabila tidak segera diatasi dengan baik.
Terjadinya trombositipenia, menurunnya fungsi trombosit dan faktor koagulasi (protombin,
faktor V, VII, IX, X, dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat,
terutama perdarahan saluran gastrointestinal.
5. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam
yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue
(SSD). Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis
selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai
risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat. Diagnosis Masa
inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala prodormal
yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.
Demam Dengue (DD).
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau
lebihmanifestasi klinis sebagai berikut:
• Nyeri kepala.
• Nyeri retro-oebital.
• Mialgia / artralgia
• Ruam kulit.
• Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif).
• Leukopenia.
dan pemeriksaan serologi dengue positif, ayau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
Demam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD
ditegakkan bila semua hal ini di bawah ini dipenuhi :
• Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
• Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut : - Uji bendung positif. -
Petekie, ekimosis, atau purpura. - Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau
perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain. - Hematemesis atau melena.
• Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).
• Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai
berikut : - Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur
dan jenis kelamin. - Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya. - Tanda kebocoran plasma
seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia. Dari keterangan di atas terlihat
bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya
kebocoran plasma.
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi
antara 13 – 15 hari, rata – rata 2 – 8 hari. Penderita biasanya mengalami :
Demam akut / suhu meningkat tiba-tiba (selama 2 – 7 hari).
• Sering disertai menggigil
• Perdarahan pada kulit ( petekie, ekimosis, hematoma ) serta perdarahan lain seperti
epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena.
• Keluhan pada saluran pernapasan ; batuk, pilek, sakit waktu menelan.
• Keluhan pada saluran cerna ; mual, muntah, tak nafsu makan, diare, konstipasi.
• Keluhan sistem tubuh yang lain ; nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan
sendi, nyero otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh,
kemerahan pada kulit, kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata,
lakrimasi dan fotopobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh Hepatomegali,
splenomegali.
5. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue. Respon
imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah : a) Respon humoral berupa
pembentukan antibody yang berparan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimeasi
komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue
berperan dalam mempercepat replikasi virus pad monosit atau makrofag. Hipotesis ini
disebut antibody dependent enhancement (ADE); b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T
sitotoksik (CD8) berepran dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T
helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2
memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; c) Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis
virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d) Selain itu aktivitasi komplemen oleh
kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit
plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM
maupun IgG.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
• Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative
(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah
total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
• Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
• Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
• Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
• Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. • SGOT/SGPT
(serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
• Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
• Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
• Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah
atau komponen darah.
• Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-
90 hari. IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
• Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans. (WHO, 2006)
8. Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan
(pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi
dengan pemeriksaan USG. (WHO, 2006).