Di industri migas

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/22/2019 Di industri migas

    1/6

    Di industri migas, adanya migas non-konvensional, seperti: shale oil,oil sand, shale gas, tight sand dan coal-bed methane (gas metanabatubara), sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru. Potensi migasnon-konvensional yang kaya organik di beberapa perusahaan migasselama ini sudah teridentifikasi namun relatif diabaikan karena sangatrendahnya permeabilitas yang mencerminkan kesulitan untukmengalirkan migas tersebut.

    Sumber daya migas non-konvensional ini sangat besar, berbedadengan migas konvensional, dimana keberhasilan eksplorasi menjadisalah satu kunci sukses utama. Pada migas non-konvensional karenalokasi sumber daya sudah teridentifikasi, isu utamanya adalah apakah

    cukup ekonomis memproduksikan akumulasi lapisan tersebut.Aplikasi teknologi perekahan (fracturing) dan pemboran horizontalyang umum digunakan pada sumur migas konvensional, merupakanterobosan dalam rangka memproduksikan akumulasi migas non-konvensional.

    Di Amerika Serikat (AS), sejak tahun 2006 produksi shale gasmeningkat luar biasa. Hal ini berakibat turunnya harga gas secara

    dramatis disana. Harga gas spot Henry-Hub, tahun 2006 mencapai 13$ per mmbtu, saat ini hanya berharga antara 2 - 3 $ per mmbtu.

    Adanya revolusi gas non-konvensional ini sedikit banyak akanmempengaruhi geopolitik energi. Tambahan produksi gas non-konvensional pada masa yang akan datang akan berpengaruh terhadaprute perdagangan LNG global. Majalah Petroleum Economist (edisiApril 2012) menulis ancaman seriusshale gas dari AS akan dirasakan

    oleh LNG Australia yang sedang melakukan investasi besar besaran.Impor LNG dari shale gas di AS diperkirakan akan lebih murahkarena harganya mengacu kepada Henry- Hub yang merupakan hargapatokan gas di Amerika Serikat. Sementara harga LNG tradisionalumumnya mengacu kepada harga minyak.

    Sementara untuk minyak non-konvensional, tambahan pasokanberasal dari shale/tight oil di AS dan oil sand/tar sand di Kanada.

    Akibatnya, sebagaimana diperkirakan oleh pakar migas Leonardo

  • 7/22/2019 Di industri migas

    2/6

    Maugeri, produksi minyak AS dalam satu dekade kedepan akanmendekati 12 juta barel per hari, nomor dua di dunia setelah SaudiArabia. Begitu pula dengan Kanada, tambahan produksi minyakakibat kegiatan migas non-konvensional akan meningkat signifikan,mereka akan menjadi salah satu dari 5 besar produsen minyak dunia.Sementara Brazil pada dekade kedepan, melalui produksi dari wilayahLaut Dalam, produksi minyak (konvensional) mereka akan sedikitdiatas 4 juta barel per hari, meningkat 100% dari produksi saat ini.

    Tambahan produksi minyak dunia kedepan akan di dominasi olehempat negara, tiga dari wilayah Amerika (AS, Kanada dan Brazil),ditambah Irak yang mewakili wilayah klasik Timur Tengah melalui

    tambahan produksi dari sumur sumur minyak yang di rehabilitasiakibat kerusakan pada masa perang. Meningkatnya aktivitas minyaknon-konvensional di AS ini akan secara dramatis mengurangikebutuhan impor minyak negara tersebut.

    Dari beberapa seminar internasional yang dihadiri penulis satu tahunterakhir, tidak sedikit pengamat minyak internasional terkenalberpendapat bahwa implikasi dari tambahan produksi minyak non-

    konvensional dapat menekan harga minyak. Namun demikian,keekonomian pengembangan migas non-konvensional secara global,pada saat ini memerlukan harga minyak paling tidak sekitar 70 $ perbarel. Dibawah harga ini, sebagian proyek migas non-konvensionalkhususnya diluar AS menjadi kurang menarik.

    Sumber daya (resources) migas non-konvensional di dunia sangatmelimpah, pertanyaannya: apakah kesuksesan pengembangannya di

    AS dan Kanada dapat dengan mudah di copy paste oleh negaralain? Jawabannya: tidak, khususnya dalam jangka pendek.Kesuksesan industri migas non-konvensional di kedua negara tersebutdisamping tersedianya sumber daya migas non-konvensional yangsangat besar, juga didukung oleh adanya akses terhadap sistempipanisasi lokal, faktor jarak yang relatif dekat antara lokasi proyekdengan konsumen, ditambah lagi dengan banyaknya perusahaanpenyedia jasa untuk kegiatan hulu migas dan ketersediaan

    infrastruktur. Adanya kompetisi sesama perusahaan yang terlibat

  • 7/22/2019 Di industri migas

    3/6

    dalam pengembangan gas non-konvensional mendorong terjadinyapenurunan biaya. Disamping itu di AS agak unik, berbeda dengannegara lain dimana migas merupakan kekayaan yang dikuasai negara,di AS, migas merupakan kepemilikan privat (private ownerhip ofmineral rights). Tentu saja faktor harga gas domestik yang tinggiselama periode 2005 - 2008 juga menjadi pendorong sehingga proyekmenjadi ekonomis.

    Isu lingkungan

    Sejauh ini, tantangan yang dihadapi pada saat pengembangan migasnon-konvensional adalah isu lingkungan. Penggunaan teknologi

    fracturing yang sangat intensif melalui injeksi air dan zat kimiatambahan ke dasar sumur dengan volume yang besar besaran diyakinibeberapa pihak akan menyebabkan kerusakan dan kontaminasi airtanah serta masalah lingkungan lainnya. Beberapa negara khususnyadi daratan Eropa sangat serius menangani isu lingkungan ini. Perancismengeluarkan larangan kegiatan fracturing untuk eksploitasi shalegas sampai ada teknologi yang dianggap lebih akrab lingkungan.Eksploitasi minyak non-konvensional, seperti: oil sand juga

    menghadapi tantangan serupa, mengingat emisi karbon relatif lebihbesar dihasilkan oleh minyak non-konvensional. Pada saat ini, isulingkungan sedang dicarikan solusinya, termasuk kajian seberapa jauhkerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatanfracturing.

    Pembelajaran

    Dalam satu dekade kedepan, diperkirakan peta geopolitik energi akan

    berubah, salah satu faktor penyebabnya tak lain adalah revolusi padaindustri migas non-konvensional. Pembelajaran apa sekiranya dapatkita petik dari negara yang diperkirakan akan memberikan tambahanpasokan minyak secara signifikan pada masa datang, seperti: Brazildan AS.

    Dari pengalaman negara tersebut, tampaknya diperlukan suatu pemicuagar suatu kebijakan energi secara umum dan terobosan peningkatan

    produksi migas secara khusus akan berhasil pada masa depan.

  • 7/22/2019 Di industri migas

    4/6

    Sebagai ilustrasi: kisah sukses industri migas di Brazil berangkat darikeprihatinan dimana berdasarkan hasil survey di darat tahun 1960-an,tidak banyak ditemukan cadangan minyak disana. Menyadari sebagainegara miskin minyak, pemerintah mengeluarkan kebijakan yangintinya mencari cara supaya minyak digunakan secara lebih efisiendan sedapat mungkin beralih dari minyak. Dalam rangka mengurangipengeluaran untuk impor minyak, pemerintah memutuskanmembangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yangdiharapkan dapat mengurangi kebutuhan minyak pada pembangkitlistrik di masa yang akan datang, membangun pembangkit listriktenaga air (PLTA) dan meluncurkan program bahan bakar ethanol.Pajak bahan bakar minyak ditingkatkan untuk mendorong efisiensi

    energi dan menghindari pemborosan bahan bakar minyak.

    Pemerintah pada saat yang sama mendorong perusahaan minyaknasional (Petrobras) untuk mempercepat program pemenuhankebutuhan minyak domestik. Tahun 1995 terjadi deregulasi untuksektor migas. Petrobras di privatisasi, hak monopolinya kemudiandicabut. Pemerintah mendirikan National Petroleum Agency (ANP)yang bertanggung jawab terhadap urusan penawaran wilayah kerja

    dan mengatur kegiatan baik hulu maupun hilir. Deregulasi inibertujuan agar Petrobras terbiasa berkompetisi, meningkatkantransparansi fiskal dan mengundang investor asing di sektor migas.Kegiatan eksplorasi meningkat sehingga terjadi banyak temuancadangan minyak besar pertengahan tahun 2000-an dari lokasi lautdalam.

    Prinsip bersakit sakit dahulu ini berbuah sukses. Padahal 32 tahun

    yang lalu, produksi minyak di Brazil hanya 200 ribu barel per hari,sementara konsumsi minyak pada saat itu mencapai 1.2 juta barel perhari. Saat ini, Brazil menjadi negara net eksporter minyak danproduksinya akan cenderung terus meningkat dekade ke depandengan berproduksinya lapangan lapangan baru dari lokasi laut dalamtersebut.

    Terobosan shale gasdi AS tidak terlepas dari pemicu yang membuat

    mereka menderita, yaitu: tingginya harga gas pada tahun 2005 serta

  • 7/22/2019 Di industri migas

    5/6

    kekhawatiran impor LNG akan terus meningkat pada saat itu. Padahaldari sisi insentif pajak, sejak tahun 1990-an sudah ada insentif untukpengembangan migas non-konnvensional. Insentif saja rupanya tidakcukup, perlu pemicu yang membuat orang menjadi was wassehingga terpaksa menjadi kreatif dengan terobosan aplikasiteknologi dan lain lain.

    Belajar dari pengalaman diatas, untuk kasus di tanah air, kelihatannyasekedar himbauan penghematan dan lain lain, rasanya akan kurangeffektif. Untuk urusan kebijakan energi, bangsa ini perlu pemicu yangmungkin pada awalnya tidak terlalu nyaman. Dalam posisi yangkepepet, dorongan kreativitas dan optimalisasi sumber daya dan

    usulan kebijakan seharusnya bukan lagi pada tatanan wacana tetapisudah menjadi kewajiban yang mau tidak mau harus dilaksanakan.Sehingga kita tidak hanya menjadi penonton dan semakin sangattergantung terhadap impor energi di masa depan.

    Shale gas dan shale oil adalah energi non-konvensional. Disebutseperti itu, karena proses eksplorasi dan ekploitasinya yang lebih sulit

    daripada minyak dan gas bumi yang selama ini dikenal. Shale gasdanshale oil bisa didapatkan di kedalaman 1.500 sampai 3.000 meter dibawah permukaan tanah. Kandungan minyak dan gas itu terdapat diantara formasi batuan serpih. Biaya eksplorasi untuk menemukanshale gas dan shale oil lebih tinggi daripada pencarian minyak dangas bumi dengan cara konvensional.

  • 7/22/2019 Di industri migas

    6/6

    Meski prosesnya lebih rumit,shale gasdanshale oildigadang-gadangbisa mendongkrak cadangan minyak dan gas dunia yang jumlahnyasemakin menipis.

    Sampai saat ini baru Kanada dan Amerika yang sudah mulaimelakukan produksi shale gas dan shale oil. Bahkan karenakandungannya yang besar, Amerika yang kini merupakan konsumenminyak terbesar di dunia, pada 2035 diramalkan justru akan menjadinegara pengekspor minyak dan gas.

    Badan Energi Dunia (IEA) menyebutkan, saat ini Amerika masih

    mengimpor 20 persen dari kebutuhan gas alam dan 60 persen darikebutuhan minyak bumi. Namun pada pada 2035, Amerika diprediksijustru menjadi negara pengekspor gas dan hanya mengimpor 30persen dari kebutuhan minyak bumi.

    Lebih hebat lagi, menurut perhitungan IEA, pada 2020 gabunganproduksi minyak konvensional dan non-konvensional akan membuatAmerika melampui produsen minyak terbesar di dunia Arab Saudi.

    Saat ini dengan cadangan minyak 265 miliar barel Arab Saudimemproduksi 11,2 juta barel per hari.

    Indonesia bukannya tidak punya potensi shale gas. Penilitian yangdilakukan oleh perusahaan Kanada Tallisman Energy memperkirakankandungan shale gas di Indonesia mencapai 574 tcf. Dikutip darimigasreview.com, kandungan shale gas Indonesia lebih besar daricadangan gas konvensional dalam negeri yang mencapi 153 tcf dan

    cadangan gas metana batubara (CBM) yang mencapai 453 tcf. Daerahyang diprediksi memiliki kandungan shale gas terbesar adalahSumatera, Kalimantan, Jawa dan Papua.

    Pertamina Mei lalu menandatangani production sharing contract(PSC) untuk pengembangan shale gas di blok Sumbagut MNK. Inimembuat Pertamina menjadi perusahaan migas pertama di Indonesiayang mengembangkan shale gas. Blok Sumbagut MNK diperkirakan

    memiliki 18.56 tcf. - See more at: