Diagnosa trichostrongilus

Embed Size (px)

Citation preview

Diagnosa trichostrongilusPenyakit trichostrongilosis dapat di diagnosa dengan cara melakukan pemeriksaan terlur cacing pada feses dengan menggunakan uji apung,metode natif, metode witlock(perhitungan jumlah telur dari tiap gram tinja),dan deteksi telur dalam sampel tinja segar dimana metode dalam kultur tinja juga dapat digunakan. Untuk menggambil specimen dapat diambil feses secara langsung dari rectum dan kemudian di awetkan dengan menggunakan formalin 10% atau fenol gliserin (fenol : gliserin : air = 1:5:94 ) (natadisastra,1996).1.Metode natif(Direct slide)Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Cara pemeriksaan ini menggunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%. Penggunaa eosin 2% dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur cacing dengan kotoran disekitarnya. Eosin memberikan latar belakang merah terhadap telur yang berwarna kekuning-kuningan dan untuk lebih jelas memisahkan feces dengan kotoran yang ada. Kekurangan dari metode ini adalah hanya dilakukan untuk infeksi berat, infeksi ringan sulit terditeksi. Kelebihann meotde ini adalah mudah dan cepat dalam pemeriksaan telur cacing semua spesies, biaya yang di perlukan sedikit, peralatan yang di gunakan sedikit(kusumamihardja,1992).

Prosedur kerja :1.Ambil satu buah objel glass , bersihkan agar tidak terkontaminasi2.Ambil feses ternak secukupnya letakan diobjek glass diencerkan sedikit air kemudian ditutup dengan cover glass.3.Amati telur cacing dengan mikroskop dengan pembesaran 10 kali.2.Metode Apung(Flotation method)Metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau larutan gula jenuh yang didasarkan atas BD (Berat Jenis) telur sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur. Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis larutan yang digunakan, sehingga telur-telur terapung dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam tinja. Pemeriksaan ini hanya berhasil untuk telur-telur Nematoda, Schistostoma, Dibothriosephalus, telur yang berpori-pori dari famili Taenidae, telur-telur Achantocephala ataupun telur Ascaris yang infertil. Kekurangan dari metode ini adalah penggunaan feses banyak dan memerlukan waktu yang lama, perlu ketelitian tinggi agar telur di permukaan larutan tidak turun lagi. Kelebihan dari metode ini adalah dapat di gunakan untuk infeksi ringan dan berat, telur dapat terlihat jelas(neva and brown,1994).3. Kultur feses/ tinjaKultur feces menggunakan modifikasi dari metode Roberts dan OSullivan. Prinsip dari metode ini adalah menyediakan suasana yang sesuai untuk perkembangan telur cacing hingga menjadi larva stadium III yang infektif. Feces yang positif mengandung telur tipe trichostrongylus kira kira 10 gram dimasukkan kedalam gelas becker ditambah serpihan kayu lalu dicampur hingga homogen. Tambahkan air secukupnya supaya campuran menjadi lembab. Tutup gelas becker dengan plastik yang diikat dengan karet, kemudian dibuatkan beberapa lubang untuk sirkulasi udara. Masukkan kedalam inkubator dengan suhu 27 C selama 9-11 hari. Lakukan kontrol terhadap kelembabannya, jika campuran terlalu kering maka tambahkan air secukupnya. Setelah didiamkan selama 9 11 hari, tutup plastik dibuka dari gelas becker. Masukkan air kedalam gelas sampai penuh, tutup gelas dengan cawan petri lalu posisinya dibalik, sehingga cawan petri berada dibawah. Tambahkan air pada cawan petri hingga penuh. Diamkan selama 12 jam sampai larva keluar dan terkumpul dalam cawan petri (Damriyasa, 2001).

Diagnosa banding

Gejala klinis pada trichostrongilus mirip dengan cooperia dan nematodirus

Cacing tipe trichostrongilus memiliki bentuk telur yang hampir sama dengan strongilus Cacing trichostrongilus sp Mempunyai ukuran tebal yang sama dengan cooperia sp sedangkan panjangnya tidak lebih dari 10mm.DAFTAR PUSTAKA

Damriyasa, I.M. 2001. Querschnittsstudie zu Parasitosen bei Zuchtsauen in Sudhessischen Betrieben. Inaugural- Dissertation zur Erlangung des Doktorgrades beim Fachbereich Veterinarmedizin der Jestus-liebig Universitat Geissen.Kusumamihardja, S. 1992. Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan Piaraan di Indonesia. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.

Natadisastra D, dkk 1996,Penuntun Praktikum ilmu parasit (protozologi) untuk Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. FK. Unpad: Bagian ParasitologiNeva F. A and Brown H. W. 1994.Basic Clinical Parasitology, 6thEdition. Connecticur. Appleton and Lange