Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
STUDI KOMPARASI PROSES PENYELESAIAN SENGKETA
PENGAJUAN GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK ATAU CLASS
ACTION DI NEGARA INDONESIA BERDASARKAN PERMA NOMOR 1
TAHUN 2002 DAN DI NEGARA AUSTRALIA BERDASARKAN
FEDERAL COURT OF AUSTRALIA ACT 1976
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam
Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
PUSPA INDAH AYU AGUSTIN
NIM. E 0008067
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Puspa Indah Ayu Agustin, NIM. E. 0008067. 2012. STUDI KOMPARASI
PROSES PENYELESAIAN SENGKETA PENGAJUAN GUGATAN
PERWAKILAN KELOMPOK ATAU CLASS ACTION DI NEGARA
INDONESIA BERDASARKAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2002 DAN DI
NEGARA AUSTRALIA BERDASARKAN FEDERAL COURT OF
AUSTRALIA ACT 1976. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini bertujuan mengetahui persamaan dan perbedaan serta
mengetahui kelemahan dan kelebihan proses penyelesaian sengketa pengajuan
gugatan perwakilan kelompok atau class action di negara Indonesia berdasarkan
PERMA Nomor 1 Tahun 2002 dan di negara Australia berdasarkan Federal Court of
Australia Act 1976.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif.
Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Sumber data sekunder yang
digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan atau studi
dokumen. Teknik analisis data yang digunakan menggunakan logika deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
proses penyelesaian sengketa pengajuan gugatan perwakilan kelompok atau class
action di negara Indonesia dan di negara Australia memiliki kesamaan tujuan dalam
proses penyelesaian sengketa pengajuan gugatan pewakilan kelompok atau class
action yaitu memberikan keuntungan dengan berperkara lebih ekonomis dan biaya
lebih efisien, memberikan akses pada keadilan dimana para penggugat individual
yang umumnya berposisi lemah untuk memperjuangkan haknya di pengadilan, dan
mengubah sikap pelanggaran serta menumbuhkan sikap jera bagi mereka yang
berpotensi untuk merugikan kepentingan masyarakat luas. Sedangkan perbedaannya
adalah jumlah anggota kelompok yang mengajukan gugatan perwakilan kelompok
atau class action, persyaratan gugatan, dan sisa ganti kerugian. Kelebihan proses
penyelesaian pengajuan gugatan perwakilan kelompok atau class action di negara
Indonesia yaitu didalam PERMA tidak diatur jumlah minimal anggota kelompok,
PERMA mengatur secara terperinci mengenai semua yang mencakup proses beracara
dalam gugatan perwakilan kelompok atau class action. Sedangkan kelebihan
penyelesaian class action di Australia yaitu didalam pengadministrasian ganti rugi
apabila terdapat sisa uang ganti rugi maka uang tersebut bisa diminta kembali oleh
pihak tergugat. Kelemahan proses penyelesaian sengketa class action di negara
Indonesia yaitu PERMA tidak mencantumkan mekanisme pengadministrasian ganti
kerugian dan tidak mengatur bagaimana pembuktian bagi anggota kelas yang
memperoleh ganti rugi. Sedangkan kelemahan class action di negara Australia yaitu
jumlah anggota minimal 7 anggota kelompok, dalam menjelaskan identitas para pihak
tidak terperinci.
Kata kunci : Perbandingan hukum, Penyelesaian Sengketa, Class Action, Federal
Court Of Australia Act 1976
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
PUSPA INDAH AYU AGUSTIN, NIM. E. 0008067. 2012. A COMPARATIVE
STUDY ON THE DISPUTE RESOLUTION PROCESS OF CLASS ACTION
IN INDONESIA BASED ON PERMA NUMBER 1 OF 2002 AND IN
AUSTRALIA BASED ON FEDERAL COURT OF AUSTRALIA ACT 1976.
Faculty of Law of Sebelas Maret University.
This research aims to find out the similarity and the difference, as well as
to find out the weakness and the strength of dispute resolution process for class
action in Indonesia based on PERMA Number 1 of 2002 and in Australia based
on Federal Court of Australia Act 1976.
This research was a normative law research that was prescriptive in
nature. The type of data was used secondary one. The source of secondary data
used include primary, secondary and tertiary law materials. Techniques of
collecting data were used library study or documentary study. Technique of
collecting data used was used a deductive logic.
Based on the result of research and discussion, it could be concluded that
the dispute resolution process of class action in Indonesia and in Australia have
similarity in the term of objective, namely to give benefit by having case
economically and cost efficiently, to give access to justice in which individual
prosecutors who were generally in weak position to struggle for their right in the
court, and to change the violation attitude as well as to grow the wary attitude to
those who potentially harmed public interest. Meanwhile, the differences occurred
in the number of group members filing class action, requirement of prosecution,
and redress residue. The strength of dispute resolution process for class action in
Indonesia were: PERMA had not governed yet the minimum number of group
members, but it governed in detail about everything concerning the process of
filing class action. Meanwhile, the strength of class action resolution in Australia
were: in redress administration, when there is redress residue, the money may be
withdrawn by the prosecuted. The weaknesses of class action dispute resolution in
Indonesia were that PERMA did not mentioned the mechanism of administering
redress and did not govern the authentication for the members of class that
receive redress. Meanwhile the weaknesses if class action in Australia was that
the number of members is at least 7 members of group, and it did not explain in
detailed the identity of parties.
Keywords: Law Comparison, Dispute Resolution, Class Action, Federal Court of
Australia Act 1976
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
“Hai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu orang-orang yang benar-
benar menegakkan keadilan, menjadi saksi semata-mata karena Allah,
biarpun terhadap dirimu-sendiri, bapak-ibu dan kaum kerabatmu,
sekalipun terdakwa itu kaya atau miskin, maka Allah lebih
mengutamakan persamaan hak dan kewajiban terhadap keduanya.Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu untuk memperkosa keadilan.Dan
kalau kamu memutarbalikkan kenyataan maka sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan“
(QS. An Nisaa„ :135)
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu
berharap”
(QS. Al Insyirah: 6-8)
“If you love somebody, let them go, for if they return, they were always yours. And if they don't, they never were”
(Kahlil Gibran)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini penulis persembahkan kepada:
❧ Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan tak
terhingga dan skenario kehidupan yang indah sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan suri tauladan
dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW.
❧ Bapak dan Ibu tercinta yang senantiasa mendukung kuliah,
memberikan doa dan nasihat, semangat, cinta dan kasih
sayang serta kerja keras yang tak ternilai harganya demi
mewujudkan cita-citaku menjadi seorang Sarjana Hukum
dan membuatku lebih menghargai setiap waktu dan
kesempatan di dalam hidupku.
❧ Kakak-kakakku tersayang Mayestika dan Maylani yang
selalu ada untuk memberi semangat, dukungan dan
motivasi.
❧ Sahabat-sahabatku yang memberikan warna dalam
kehidupanku.
❧ Seorang hamba Allah SWT yang kelak akan menemani
hidupku...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan
rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi)
dalam rangka memenuhi persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana. Penulisan
hukum ini, penulis beri judul “STUDI KOMPARASI PROSES
PENYELESAIAN SENGKETA PENGAJUAN GUGATAN PERWAKILAN
KELOMPOK ATAU CLASS ACTION DI NEGARA INDONESIA
BERDASARKAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2002 DAN DI NEGARA
AUSTRALIA BERDASARKAN FEDERAL COURT OF AUSTRALIA ACT
1976”.
Pada kesempatan ini dengan rendah hati penulis bermaksud
menyampaikan ucapan terimakasih kepada segenap pihak yang telah memberi
bantuan, dukungan serta pertolongan baik berupa materiil maupu imateriil selama
penyusunan penulisan hukum ini terutama kepada :
1. ALLAH SWT yang senantiasa menjaga dan melindungi penulis dalam
setiap langkah dan mencari ridho-Nya.
2. Nabi Muhammad SAW junjungan dan suri tauladan yang baik untuk
penulis dalam menjalani kehidupan.
3. Kedua orang tua penulis, Bapak dan Ibu, atas segala doa, cinta kasih,
dukungan tanpa henti baik moril maupun materiil, kesabaran, dan
kepercayaan yang diberikan kepada Penulis tanpa pamrih apapun,
sehingga penulis dapat menghargai setiap waktu dan kesempatan di dalam
hidup.
4. Kakak-kakakku Mayestika Satria Manggalih, S.Kom, dan Maylani Astuti
Dewantari, S.E., beserta Kakak iparku Sutaryo, S.T terimakasih atas
nasihat yang di berikan, semangat serta dukungan dan terlebih terimakasih
atas ponakan centilku Nadya Chayara Alima. Penyemangat baruku,
terimakasih atas hari-hari sibuk ceria sama dek Dea, penghibur di saat
mulai jenuh dan lelah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
5. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Bapak Sutopo Mulya Widjaja S.H., M.Hum. selaku Pembimbing
Akademik penulis yang sudah membimbing selama menuntut ilmu di
Fakultas Hukum UNS.
7. Bapak Harjono, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I yang telah
berbagi ilmu, mengajari penulis akan ketelitian, kesabaran sehingga dapat
terselesaikanya penulisan hukum ini.
8. Bapak Syafrudin Yudowibowo, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II
yang telah memberikan bimbingan, masukan, arahan dan pengetahuan
sehingga mempermudah penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum.
9. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh Pimpinan dan Staf
Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret atas segala
dedikasinya selama Penulis menempuh studi di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
10. Sahabat sekaligus keluargaku, Novi Rizka Permatasari. Terimakasih atas
semua waktu, tawa dan air mata, susah dan senang, sedih dan amarah,
walaupun tak semuanya sama sepaham tapi semoga kita bisa selalu
melengkapi. Terimakasih juga sudah memberi semangat dan membantu
dalam segala hal.
11. Dimas Yuda Asmara, Terimakasih atas semua waktu, nasihat, semangat,
dan motivasinya. Sahabat-sahabatku sepermainan dan seperjuangan
sekaligus keluargaku Uci, Meis, Lisa, Guntur, Upik, Rizka, Dedi
terimakasih atas kebahagiaan, kekonyolan, semua hal yang kita lakukan
bersama serta semua teman-teman angkatan 2008 Fakultas Hukum.
12. Temen-temen Magang di Pengadilan Agama Surakarta Dyah, Satrio,
Ichsan, dan Reninta terima kasih atas segala bantuan dan perhatiannya
sehingga kita bisa menyelesaikan semua misi tepat pada waktunya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
bersama-sama dan juga kenangan-kenangan manis yang indah bersama
kalian.
13. Temen-temen angkatan 2008, terima kasih bisa menjadi bagian dari kalian
selama 4 tahun yang luar biasa ini.
14. Temen-temen kost Yellow Castle, terimakasih atas kebersamaannya
persaudaraan selama 3 tahun ini
15. Keluarga Besar Panita Osmaru “KASASI 2011” kita buktikan ke semua
kalau kita bisa!!
16. Adik-adik tingkat angkatan 2009, 2010 dan seluruh Civitas Akademika FH
UNS.
17. Semua pihak yang tidak bisa Penulis sebutkan satu-persatu yang tidak
dapat disebutkan satu-persatu
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan, mengingat kemampuan Penulis yang masih sangat terbatas. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun akan Penulis terima
dengan senang hati. Semoga penulisan ini dapat dan semoga pihak-pihak yang
telah membantu penulisan ini mendapat pahala dari Allah SWT. Amin.
Surakarta, 04 Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... .... i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... .... ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... .... iii
HALAMAN PERNYATAAN………………………………………………….. iv
ABSTRAK……………………………………………………………………… v
ABSTRACT…...………………………………………………………………… vi
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... .... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... .... viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... .... ix
DAFTAR ISI ............. ...................................................................................... .... xiv
DAFTAR TABEL………………………………………………………………. xvii
BAB I : PENDAHULUAN ...................................................................... .... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... .... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................. .... 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................. .... 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................... .... 5
E. Metode Penelitian ................................................................ .... 6
F. Sistematika Penulisan Hukum ............................................. .... 10
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. .... 13
A. Kerangka Teori .................................................................... .... 13
1. Tinjauan Umum Tentang Pihak-Pihak Dalam Perkara Gugatan
Perdata……………….................................................... 13
a. Gugatan oleh Pihak Perorangan (Person)……………..... 13
b. Gugatan oleh Pihak Badan Hukum .............................. 13
c. Gugatan oleh Kelompok Masyarakat........................... 13
2. Tinjauan Umum tentang Gugatan Perwakilan Kelompok di Negara
Australia…….................................................................. 19
3. Tinjauan Umum tentang Perbandingan Sistem Hukum Class
Action…………………................................................... 21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
a. Pengertian Perbandingan Sistem Hukum…………….. 21
b. Perbandingan Sistem Hukum di Negara Indonesia dan Negara
Australia................................................................ .. 24
B. Kerangka Pemikiran…................ ......................................... . 27
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................... . 29
A. Persamaan dan Perbedaan Proses Penyelesaian Sengketa Gugatan
Perwakilan Kelompok atau Class Action di Negara Indonesia
Berdasarkan PERMA Nomor1 Tahun 2002 dan di Negara Australia
Berdasarkan Federal Court of Australia Act 1976............. 29
B. Kelebihan dan Kelemahan Proses Penyelesaian Sengketa Gugatan
Perwakilan Kelompok atau Class Action di Negara Indonesia
Berdasarkan PERMA Nomor1 Tahun 2002 dan di Negara Australia
Berdasarkan Federal Court of Australia Act 1976............ 47
BAB IV : PENUTUP .................................................................................. .... 53
A. Simpulan .............................................................................. .... 53
B. Saran .................................................................................... .... 56
DAFTAR PUSTAKA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 : Persamaan dan Perbedaan Proses Penyelesaian Gugatan Perwakilan
Kelompok atau Class Action............................................. .................. 47
Tabel 2 : Kelebihan dan Kelemahan Proses Penyelesaian Gugatan Perwakilan
Kelompok atau Class Action............................................................. 53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pelanggaran hukum tidak hanya dapat menimpa pada seseorang, tetapi
juga sekelompok orang dalam jumlah besar atau masyarakat luas. Pada
dewasa ini, dengan perkembangan perekonomian yang mengarah pada
perkembangan produksi barang dan jasa sangatlah berpotensi untuk
menimbulkan kerugian yang juga bersifat massal. Oleh karena itu, kebutuhan
informasi serta pengetahuan tentang gugatan class action atau gugatan
perwakilan kelompok yang bersifat praktis, kini sangat dirasakan
kebutuhannya.
Gugatan class action didalam penerapannya baru pada awal abad ke-
19 di negara-negara lain seperti Amerika, Kanada, Australia dan lain-lain,
yang pada umumnya negara-negara dengan sistem common law . Sistem
Hukum common law membentuk bagian utama dari hukum banyak negara,
terutama di negara – negara yang merupakan bebas koloni atau wilayah dari
Britania. Dia terkenal karena terdapat hukum tidak tertulis (non-statutory)
yang luas mencerminkan sebuah konsensus penghakiman dengan sejarah
berabad-abad para juris. Di Indonesia pemahaman konsep ini masih terbilang
baru dan mulai mempengaruhi perkembangan hukum di Indonesia. Usaha
pembaruan hukum dengan menerapkan sistem common law juga memasuki
aturan dalam bidang pembangunan dan ekonomi. Namun pemahaman konsep
tentang sistem common law yang diterapkan dalam gugatan class action
belum memadai, disebabkan oleh prosedur gugatan class action di Indonesia
yang belum ada pedoman prosedur acara atau teknis penerapannya yang
terkait dengan aspek prosedural yang sangat kompleks (Susanti Adi Nugroho,
2010 : 4).
Tidak adanya undang-undang ataupun peraturan lain yang mengatur
tentang acara atau prosedur gugatan class action selain daripada PERMA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Nomor 1 Tahun 2002 tentang tata cara penerapan gugatan perwakilan
kelompok. Dalam menggunakan dan menyikapi prosedur gugatan class
action ini tidaklah cukup dengan sekedar memahami PERMA Nomor 1
Tahun 2002. Pemahaman keseluruhan aspek teknis penerapan gugatan class
action sangatlah penting. Karena gugatan ini memiliki karakteristik atau
kekhasan tersendiri, yang belum terakomodasi dalam hukum acara yang
berlaku.
Pada prinsipnya, gugatan class action merupakan suatu cara untuk
memudahkan pencari keadilan untuk mendapatkan pemulihan hak hukum
yang dilanggar melalui jalur keperdataan. Sangatlah tidak praktis apabila
kasus yang menimbulkan kerugian terhadap orang banyak, memiliki fakta
atas dasar hukum, serta tergugat yang sama, diajukan secara sendiri-sendiri
sehingga menimbulkan ketidakefesienan bagi pihak yang mengalami
kerugian, maupun pihak tergugat bahkan bagi pihak pengadilan sendiri.
Gugatan class action ini mahal dan rumit tetapi mampu untuk
memecahkan masalah litigasi dalam skala besar tanpa terlalu membebani
tugas pengadilan, dan mampu memberikan keadilan bagi mereka yang tidak
bersedia untuk mengajukan gugatan perorangan. Dengan adanya gugatan
melalui class action proses berperkara ini menjadi lebih ekonomis dengan
biaya lebih efektif (judicial economy). Biaya pengacara melalui mekanisme
class action juga akan jauh lebih murah daripada gugatan masing-masing
individu, yang kadang tidak sesuai dengan ganti kerugian yang akan diterima.
Apalagi jika biaya gugatan yang dikeluarkan tidak sebanding dengan tuntutan
yang diajukan.
Penerapan di negara Australia tentang gugatan class action atau
representative class proceeding sudah diakui bertahun-tahun di Amerika dan
Kanada tetapi di Australia prosedur gugatan perwakilan ini baru diusulkan di
Pengadilan Federal pada 1988, dan baru dilaksanakan pada 1991, dengan
mengamandemen Federal Court of Australia Act 1976. Meskipun pada awal
pelaksanaan tidak banyak perkara yang diajukan dengan prosedur perwakilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
ini, tetapi secara bertahap berkembang cepat, makin banyak gugatan yang
diajukan dengan mekanisme gugatan kelompok (Peter R.A Gray 2002: 3).
Class action pertama kali diperkenalkan oleh Law Reform Committee
of South Australia, kemudian juga oleh Law Reform Commission of Australia.
Pertama kali Australia mengakui prosedur class action untuk negara bagian
New South Wales dan diatur di dalam New South Wales Supreme Court Rules
(NSWCR), 1970. Hukum yang mengatur prosedur class action di Australia,
banyak dipengaruhi oleh prinsip-prinsip class action dari negara Inggris,
terutama yang bersumber dari judge made law (Susanti Adi Nugroho, 2010 :
21).
Pengadilan Federal Australia kemudian juga memperkenalkan class
action dan diatur dalam Part IV Federal Court of Australia Act (FCAA),
1976. Tentang representative proceedings, sebagaimana diamandemen pada
tahun 1992. Berbeda dengan pengadilan federal di Australia sangat terbatas,
hanya dijamin oleh beberapa peraturan perundang-undangan seperti Undang-
Undang tentang Persaingan Usaha (Trade Practices Act) dan Undang-Undang
tentang Imigrasi (Immigration Act). Kemudian, secara berturut-turut class
action berkembang Australia telah mengenal prosedur class action dan pada
umumnya diatur sebagai salah satu ketentuan prosedur beperkara,dalam
hukum acara perdata mereka. Dengan demikian, untuk perkara-perkara yang
termasuk yurisdiksi pengadilan federal, gugatan class action dapat diajukan
ke pengadilan federal, dengan menggunakan ketentuan yang diatur dalam
Part IV Federal Court of Australian Act (FCAA) 1976, yang sangat fleksibel
dan elaboratif dibandingkan dengan Rule 23 of Civil Procedure, di Amerika.
Adapun untuk perkara yang termasuk kewenangan negara bagian dapat
diajukan di negara bagian yang bersangkutan, yang pada umumnya telah
diatur dalam acara perdata masing-masing negara bagian (Peter Cashman and
Maurice Blackburn Cashman, 2002 : 8).
Dari uraian diatas, Penulis hendak mengkaji lebih jauh mengenai
persamaan dan perbedaan serta kelebihan dan kelemahan proses penyelesaian
sengketa pengajuan gugatan perwakilan kelompok atau class action di negara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Indonesia dan di negara Australia dalam suatu penulisan yang berjudul Studi
Komparasi Proses Penyelesaian Sengketa Pengajuan Gugatan
Perwakilan Kelompok atau Class Action Di Negara Indonesia
Berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2002 Dan Di Negara Australia
Berdasarkan Federal Court of Australia Act 1976.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas,
permasalahan dapat diangkat untuk selanjutnya diteliti dan dibahas dalam
penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana proses penyelesaian sengketa pengajuan gugatan perwakilan
kelompok atau class action di negara Indonesia berdasarkan PERMA
Nomor 1 Tahun 2002 dan di negara Australia berdasarkan Federal Court
of Australia Act 1976 ?
2. Apakah kelebihan dan kelemahan proses penyelesaian sengketa pengajuan
gugatan perwakilan kelompok (class action) di negara Indonesia
berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2002 dan di negara Australia
berdasarkan Federal Court of Australia Act 1976 ?
C. Tujuan Penelitian
“Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan isu hukum
yang timbul” (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 41), berdasarkan hal tersebut
maka penelitian ini mempunyai tujuan obyektif dan tujuan subyektif sehingga
mampu mencari pemecahan isu hukum terkait. Adapun tujuan yang hendak
dicapai peneliti adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan proses penyelesaian
sengketa pengajuan gugatan perwakilan kelompok atau class action di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
negara Indonesia berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2002 dan di
negara Australia berdasarkan Federal Court of Australia Act 1976.
b. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan proses penyelesaian
sengketa pengajuan gugatan perwakilan kelompok atau class action
di negara Indonesia PERMA Nomor 1 Tahun 2002 dan di negara
Australia berdasarkan Federal Court of Australia Act 1976.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah dan memperluas wawasan pengetahuan serta
pemahaman penulis di bidang hukum acara perdata khususnya tentang
perbandingan atau komparasi proses penyelesaian sengketa pengajuan
gugatan perwakilan kelompok atau class action di negara Indonesia
menurut PERMA Nomor 1 Tahun 2002 dan di negara Australia
berdasarkan Federal Court of Australia Act 1976.
b. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh derajat sarjana
dalam bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum
ini akan bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain. Adapun manfaat yang
dapat diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada
umumnya dan hukum acara perdata pada khususnya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan
literatur dalam dunia kepustakaan tentang perbandingan atau
komparasi proses penyelesaian sengketa pengajuan gugatan
perwakilan kelompok atau class action di negara Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2002 dan di negara Australia
berdasarkan Federal Court of Australia Act 1976.
c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penulisan
maupun penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
semua pihak yang berkepentingan dan mejawab permasalahan yang
sedang diteliti.
b. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran,
membentuk pola pikir ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemampuan
penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh.
c. Memberikan pendalaman, pengetahuan dan pengalaman yang baru
kepada penulis menganai permasalahan hukum yang dikaji, yang
dapat berguna bagi penulis maupun orang lain di kemudian hari.
E. Metode Penelitian
Penulisan merupakan suatu sarana pokok dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam usaha mencari kebenaran ilmiah,
metode penulisan menjadi bagian yang cukup penting dalam menyusun suatu
penulisan.
1. Jenis Penelitian
Penelitian hukum secara umum dapat dikategorikan menjadi
penelitian doktrinal dan penelitian non doktrinal. Penelitian doktrinal
adalah suatu penelitian hukum yang bersifat preskriptif bukan deskriptif
sebagaimana ilmu social dan ilmu alam. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan jenis penelitian doktrinal atau disebut juga penelitian
hukum normatif. (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 33). Sisi normatif dari
penelitian ini adalah menemukan persamaan dan perbedaan proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
penyelesaian sengketa pengajuan gugatan perwakilan kelompok atau
class action di negara Indonesia berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun
2002 dan di negara Australia berdasarkan Federal Court of Australia Act
1976, serta kelebihan dan kelemahan proses penyelesaian sengketa
pengajuan gugatan perwakilan kelompok atau class action di negara
Indonesia berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2002 dan di negara
Australia berdasarkan Federal Court of Australia Act 1976.
2. Sifat Penelitian
Penelitian hukum ini bersifat evaluatif, menilai atau mengevaluasi
dua sistem hukum yang berbeda. Dalam hal ini penulis membandingkan
persamaan dan perbedaan proses penyelesaian sengketa pengajuan
gugatan perwakilan kelompok atau class action di negara Indonesia
berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2002 dan di negara Australia
berdasarkan Federal Court of Australia Act 1976 maka dari itu dapat
ditemukan kelebihan dan kelemahan dari negara masing-masing.
3. Pendekatan Penelitian
Didalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan
pendekatan tersebut, penulis akan mendapatkan informasi dari berbagai
aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum
adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan
historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative
approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan
konseptual (conseptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 93).
Dari kelima pendekatan tersebut, pendekatan yang relevan
dengan penelitian hukum yang penulis angkat adalah pendekatan
undang-undang (statute approach), dan pendekatan komparatif
(comparative approach). Pendekatan undang-undang (statute approach)
adalah pendekatan dengan menggunakan regulasi dan legilasi, dimana
dalam penelitian ini regulasi yang digunakan sebagai acuan adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
PERMA Nomor 1 Tahun 2002 dan Federal Court of Australia Act 1976 ,
sedangkan pendekatan komparatif (comparative approach) yang penulis
maksud dalam penelitian hukum ini yaitu dengan membandingkan
undang-undang atau peraturan suatu negara dengan undang-undang atau
peraturan dari satu atau lebih negara lain mengenai hal yang sama.
Dalam penelitian ini komparasi atau perbandingan aturan hukum
yang diadakan adalah dengan membandingkan PERMA Nomor 1 Tahun
2002 dengan Federal Court of Australia Act 1976. Kegunaan dan tujuan
dari pendekatan komparatif ini adalah untuk memperoleh persamaan dan
perbedaan serta kelebihan dan kelemahan proses penyelesaian sengketa
pengajuan gugatan perwakilan kelompok atau class action, di antara
kedua aturan hukum di negara Indonesia dan di negara Australia.
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Penelitian
Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi
sumber-sumber penelitian yang berupa bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang
bersifat autoritatif yang artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum
primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau
risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan
hakim. Bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum
meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan
komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki,
2010: 141).
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian hukum ini
adalah sumber data sekunder. Sumber data sekunder yaitu sumber data
yang diperoleh dari kepustakaan, dalam hal ini dibedakan menjadi dua,
yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
a. Bahan hukum primer
Semua bahan hukum yang kedudukannya, mengikat secara yuridis,
meliputi peraturan perundangan-undangan dalam hal ini:
1) PERMA Nomor 1 Tahun 2002 tentang Gugatan Perwakilan
Kelompok atau Class action;
2) Federal Court of Australia Act 1976;
b. Bahan hukum sekunder terdiri dari buku-buku referensi, jurnal-jurnal
hukum yang terkait, dan media massa yang mengulas tentang gugatan
perwakilan kelompok atau class action; dan
c. Bahan hukum tersier antara lain kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-
lain.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Karena penelitian yang penulis angkat merupakan penelitian
doktrinal, maka dalam pengumpulan sumber hukumnya dilakukan
dengan studi kepustakaan atau studi dokumen. Teknik ini merupakan
cara pengumpulan sumber hukum dengan membaca, mempelajari,
mengkaji, dan menganalisis serta membuat catatan dari buku literatur,
peraturan perundang-undangan, dokumen dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti. Pada penelitian ini penulis
mengkaji dan mempelajari peraturan perundang-undangan di negara
Indonesia adalah PERMA Nomor 1 Tahun 2002 dan di negara Australia
adalah Federal Court of Australia Act 1976.
6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Penelitian ini menggunakan teknik analisis sumber hukum dengan
logika deduktif. Menurut Johnny Ibrahim yang mengutip pendapat
Bernard Arief Shidarta, logika deduktif merupakan suatu teknik untuk
menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang
bersifat individual. Penalaran deduktif adalah penalaran yang bertolak
dari aturan hukum yang berlaku umum pada kasus individual dan konkret
yang dihadapi (Johnny Ibrahim, 2006 : 249-250). Peter Mahmud Marzuki
yang mengutip pendapat Philipus M. Hadjon menjelaskan metode
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles,
penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis major
(pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat
khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau
conclusion. Akan tetapi di dalam argumentasi hukum, silogisme hukum
tidak sesederhana silogisme tradisional (Peter Mahmud Marzuki, 2010 :
47). Jadi dapat disimpulkan bahwa logika deduktif atau pengolahan
bahan hukum dengan cara deduktif yaitu menjelaskan suatu hal yang
bersifat umum kemudian menariknya menjadi kesimpulan yang lebih
khusus.
Dalam penelitian ini, sumber hukum yang diperoleh dengan cara
menginventarisasi sekaligus mengkaji penelitian dari studi kepustakaan,
aturan perundang-undangan beserta dokumen-dokumen yang dapat
membantu menafsirkan norma untuk menjawab permasalahan yang
diteliti. Tahap terakhir yaitu dengan menarik kesimpulan dari sumber
hukum yang diolah, sehingga pada akhirnya dapat menjawab tentang
komparasi proses penyelesaian sengketa pengajuan gugatan perwakilan
kelompok atau class action di negara Indonesia berdasarkan PERMA
Nomor 1 Tahun 2002 dan di negara Australia berdasarkan Federal Court
of Austalia Act 1976.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Dalam Penulisan hukum (Skripsi) ini terdiri atas empat bab yang
masing-masing terdiri atas beberapa sub bab sesuai pembahasan dan materi
yang diteliti. Sistematika penulisan itu sendiri sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang penulisan
hukum terkait dengan munculnya gugatan class action
sebagai suatu cara untuk memudahkan pencari keadilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
untuk mendapatkan pemulihan hak hukum dan sebagai
sarana dalam penyelesaian gugatan perwakilan kelompok.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan bahan kepustakaan yang digunakan
berupa teori pendukung penelitian dan pembahasan masalah
penelitian. Bab ini dibagi kedalam dua sub bab, yaitu
kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kajian teoritis
dalam tinjauan pustaka meliputi : (1) Tinjauan Umum
tentang pihak-pihak dalam perkara gugatan perdata; (2)
Tinjauan Umum tentang gugatan perwakilan kelompok atau
class action di negara Australia; dan (3) Tinjauan umum
tentang perbandingan sistem hukum di negara Indonesia
dan di negara Australia.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai hasil penelitian
dan pembahasan berdasarkan rumusan masalah, yaitu
proses penyelesaian sengketa pengajuan gugatan perwakilan
kelompok atau class action di negara Indonesia berdasarkan
PERMA Nomor 1 tahun 2002 dan di negara Australia
berdasarkan Federal Court of Australia Act 1976 serta
kelebihan dan kelemahan proses penyelesaian sengketa
pengajuan gugatan perwakilan kelompok atau class action
di negara Indonesia berdasarkan PERMA Nomor 1 tahun
2002 dan di negara Australia berdasarkan Federal Court of
Australia Act 1976.
BAB IV : PENUTUP
Pada bab ini penulis mengemukakan kesimpulan yang
penulis ambil dari hasil penelitian serta memberikan saran
yang relevan dan bermanfaat bagi semua pembaca dari
penulisan hukum, terutama bagi yang sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
berkepentingan dan juga pihak-pihak yang terkait dengan
penulisan hukum ini.
DAFTAR PUSTAKA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1. Tinjauan Umum Tentang Pihak-Pihak Dalam Perkara Gugatan Perdata
a. Gugatan oleh Pihak Perorangan (Person)
Gugatan perorangan adalah gugatan yang diajukan seorang atau
perorangan baik secara langsung atau tidak berkepentingan langsung tetapi
dianggap berkepentingan yang merasa atau dirasa haknya dilanggar atau
mereka yang rasanya. Pihak berkepentingan secara langsung terdiri dari
pemohon, penggugat, tergugat, pihak ketiga. Pihak yang tidak
berkepentingan langsung tetapi dianggap berkepentingan terdiri dari wali
dan kurator. Seorang wali atau pengampu bertindak sebagai pihak atas
namanya sendiri untuk kepentingan orang lain, maka yang mempunyai
kepentingan adalah pihak yang diwakilinya (Pasal 383, Pasal 446, Pasal
452, Pasal 403, dan Pasal 405 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Mereka ini yang mewakili pihak atas namanya termasuk pihak formil.
Advokat atau pengacara bukan pihak materiil meskipun bertindak atas
nama dan kepentingan kliennya (Djamanat Samosir, 2011 : 57).
b. Gugatan oleh Pihak Badan Hukum (Rechts Person)
Gugatan badan hukum adalah tindakan perdata yang diajukan
oleh suatu badan hukum dimana badan hukum tersebut mengalami
kerugian sebagai akiibat dari tindakan tergugat guna menyelesaikan
sengketa antara badan hukum tersebut dengan tergugat. Pihak-pihak yang
termasuk dalam badan hukum adalah direksi, pengurus, jaksa, TNI dan
PNS (Djamanat Samosir, 2011 : 58).
c. Gugatan oleh Kelompok Masyarakat (Class action)
1) Pengertian Gugatan Kelompok Masyarakat (Class action)
Dari aspek terminologi istilah class action berasal dari bahasa
inggris yang belum ada padanannya secara resmi dalam bahasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
indonesia, tetapi didalam praktek sering diartikan sebagai kelompok
atau perwakilan kelas. Dalam bahasa Inggris ada pula istilah lain yang
sering dipakai untuk memberi arti class action yaitu representative
action. Dalam bahasa Indonesia biasa dikenal dengan gugatan
perwakilan kelompok, atau gugatan kelompok.
Didalam penjelasan pasal 46 ayat (1) huruf b Undang-Undang
Perlindungan Konsumen digunakan istilah gugatan kelompok atau
class action. Sedangkan PERMA Nomor 1 tahun 2002 menggunakan
istilah gugatan perwakilan kelompok.
Berikut ini penulis mengutip pendapat para ahli seperti dibawah
ini :
Menurut Henry Campbell Black (1979 : 226-227 dalam Husni
Syawali dkk) Class action atau Representative Action adalah :
“A Class action provides a mean by which, where a large
group of persons are interested in a matter, one or more may
sue or be sued as representatives of the class without needing
to join every member of the class. There are general
requirements for the maintenance of any class suit. These are
that the persons constituiting the class must be numorous that
it is impractable to bring them akk before the court, and the
named representatives much be such as will fairly insure the
adequate representation of them all. It must be an
ascertainable class and there must be a welldefined community
of interest in the questions of law ad fact involved affecting the
parties to be represented”.
Dalam terjemahan bebas adalah
“Class action memberikan pengertian yang mana dimana suatu
kelompok besar mempunyai suatu keadaan yang sama, satu
tuntutan atau lebih atau wakil dari kelompok menuntut tanpa
memerlukan kesepakatan setiap anggota dari kelompok
tersebut. Ada beberapa syarat-syarat untuk menentukan
gugatan dari kelompok tersebut. Disini orang-orang yang ikut
dalam kelompok tersebut harus mempunyai jumlah yang
banyak karena hal itu sangat penting untuk membawa mereka
sebelum ke pengadilan dan perwakilan kelompok harus
memastikan untuk mempresentasikannya secara adil untuk
seluruh anggota kelompok. Kelompok tersebut harus dapat
dipastikan dan harus ada suatu komunitas memastikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
kepentingan dari pertanyaan hukum termasuk pengaruh
terhadap anggota kelompok yang diwakili”.
Menurut Gregory Churchill, (yang telah diterjemahkan oleh
Husni Syawali dkk, 2000 : 72) memberikan pengertian sebagai
berikut:
“Beberapa orang yang merasa dirugikan oleh suatu produk
menuntut ganti rugi di pengadilan bukan untuk diri mereka
sendiri akan tetapi juga untuk semua orang yang telah
mengalami kerugian yang sama”. Lebih lanjut dikemukakan
bahwa kesulitan dari acara ini adalah pertama, sulit
menentukan orang yang merasa dirugikan; kedua, kalau
gugatan dirugikan oleh hal yang sama mendaftarkan diri; dan
ketiga memakan waktu lama dan biaya mahal.
Menurut Mas Achmad Santoso, dkk (1991 : 1) Class action
atau gugatan perwakilan kelompok merupakan prosedur beracara
dalam perkara perdata yang memberikan hak prosedural terhadap satu
atau sejumlah orang (jumlah yang tidak banyak) bertindak sebagai
penggugat untuk memperjuangkan kepentingan para penggugat itu
sendiri, dan sekaligus mewakili kepentingan ratusan, ribuan, ratusan
ribu, bahkan jutaan orang lainnya yang mengalami kesamaan
penderitaan atau kerugian orang (tunggal) atau orang-orang
(jumlah/lebih dari satu) yang tampil sebagai penggugat dan disebut
sebagai wakil kelas atau class representative, sedangkan sejumlah
orang banyak yang diwakilinya disebut sebagai class members.
Menurut peraturan perundang-undangan baik di negara-negara
asing maupun di Indonesia dapat dikutip beberapa di antaranya,
menurut pasal 10 Rules of Procedure dalam Supreme Court of
Judicature Act 1973 menyebutkan Class action sebagai berikut:
“Where there are numerous parties having the same interest in
one action, one or more of such parties may sue or be sued or
may be authoreized by the court to defend in such action or,
behalf of or for the benefit of all parties so interested” (dalam
Mas Achmad Santoso, dkk 1999)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Dalam terjemahan bebas adalah
“Dimana suatu kelompok mempunyai jumlah anggota
kelompok yang banyak, mempunyai kepentingan yang sama
dalam satu tindakan, satu atau lebih dari satu pihak dapat
mengugat atau digugat atau dapat disahkan oleh pengadilan
untuk membela dari tindakan tersebut, kepentingan atau
manfaat untuk pihak-pihak yang tidak berkepentingan”.
Aturan tersebut diatas kemudian diadopsi oleh beberapa negara
antara lain USA di dalam pasal 23 The Federal Rules of Civil
Procedures ; Australia di dalam The Federal Court of Australia Act ;
Quebec Kanada di dalam the Quebec Law Respecting the Class
action, dan lain-lain.
Sedangkan di negara Indonesia dapat dijumpai di dalam
beberapa peraturan perundangan-undangan antara lain : Undang-
Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, Undang-
Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997,
Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999, Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 dan
PERMA Nomor 1 Tahun 2002.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen Pasal 46 ayat (1) huruf b, yang berbunyi sebagai berikut :
Gugatan atas pelanggaran Pelaku Usaha dapat dilakukan oleh :
sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama.
Dijelaskan didalam penjelasan sebagai berikut : Undang-Undang ini
mengakui gugatan kelompok atau class action, gugatan kelompok
atau class action harus diajukan oleh konsumen yang benar-benar
dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah satu diantaranya
adalah bukti transaksi.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
Pasal 71 ayat (1) masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan
kelompok atau class action ke pengadilan dan atau melaporkan ke
penegak hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
kepentingan masyarakat ; sedangkan pada ayat (2) Hak mengajukan
gugatan dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan terhadap
pengelolaan hutan yang tidak sesuai dengan persetujuan perundang-
undangan yang berlaku. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam pasal 37 ayat (1)
mengatur mengenai hal mengajukan gugatan secara perwakilan.
PERMA Nomor 1 Tahun 2002 yang mengatur tentang
ketentuan acara gugatan class action adalah suatu tata cara pengajuan
gugatan, dalam mana satu atau lebih yang mewakili kelompok
mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan
sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang
memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok
dan anggota kelompok dimaksud. Wakil kelompok adalah satu atau
lebih yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan
sekaligus mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya.
Anggota kelompok adalah sekelompok orang dalam jumlah yang
menderita kerugian yang kepentingannya diwakili oleh wakil
kelompok di pengadilan.
2) Manfaat dan dasar gugatan class action
Ada berbagai pendapat mengenai manfaat gugatan class action,
H. Toto Tahir berpendapat bahwa tujuan kegunaan class action secara
mendasar dapat dilihat dari segi efisiensi perkara ; proses berperkara
yang ekonomis ; menghindari putusan yang berulang-ulang yang
dapat beresiko adanya putusan inkonsistensi dalam perkara yang sama
(H. Toto Tahir, dalam Husni Syawali, dkk ; 2000 : 73).
Sementara itu Susanti Adi Nugroho berpendapat bahwa
manfaat gugatan class action dapat dilihat setelah memperbandingkan
antara beberapa negara, yang pada umumnya bertujuan sama, yaitu :
a) Agar proses berperkara lebih ekonomis dan biaya lebih efisien
(Judicial Economy);
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
b) Memberikan akses pada keadilan dan mengurangi hambatan-
hambatan bagi penggugat individual yang umumnya berposisi
lemah;
c) Merubah sikap perilaku pelaku pelanggaran dan menimbulkan
sikap jera bagi mereka yang berpotensi untuk merugikan
kepentingan masyarakat luas (Susanti Adi Nugroho, 2002 : 6).
Berdasarkan kedua pendapat tersebut diatas penulis sependapat,
karena memang kenyataannya tujuan dan kegunaan class action
memang demikian adanya, dalam arti lebih menyederhanakan
prosedur dan mekanisme beracara di pengadilan, yang tentunya
menguntungkan konsumen yang notabene dalam berbagai aspek
memang posisinya lemah.
Sedangkan landasan hukum dari gugatan class action dapat
ditemui dalam beberapa Undang-undang sektoral antra lain :
a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
b) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan;
c) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen; dan
d) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11
Tahun 2008 (Harjono, 2012 : 5).
Dengan menggunakan kewenangan yang ada pada Mahkamah
Agung RI untuk mengisi kekosongan hukum acara khususnya gugatan
class action maka telah ditetapkan PERMA Nomor 1 tahun 2002 yang
mengatur tentang hukum acara gugatan perwakilan kelompok atau
class action. Melihat substansi dari PERMA Nomor 1 tahun 2002
yang tidak mengatur tentang salah satu bidang tertentu, maka Susanti
Adi Nugroho berpendapat bahwa PERMA tersebut dapat diterapkan
terhadap gugatan perwakilan kelompok dalam bidang perkara apa saja
yang memenuhi syarat untuk diajukan secara perwakilan kelompok
(Susanti Adi Nugroho. 2002 : 15).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
2. Tinjauan Umum tentang Gugatan Perwakilan Kelompok atau class
action di Negara Australia
Pengadilan Federal Australia adalah pengadilan tinggi Australia suatu
dokumen yang memiliki yurisdiksi untuk menangani perselisihan sipil yang
paling diatur oleh hukum federal (dengan pengecualian hal-hal hukum
keluarga), bersama dengan beberapa hal yang berkaitan dengan pidana. Kasus
didengar pada tingkat pertama oleh hakim tunggal. Pengadilan ini mencakup
divisi banding disebut sebagai Pengadilan Lengkap yang terdiri dari tiga
hakim, jalan hanya banding dari yang terletak di Pengadilan Tinggi Australia.
Dalam hirarki pengadilan Australia, Pengadilan Federal menempati posisi
setara dengan Pengadilan Agung masing-masing negara dan wilayah.
Sehubungan dengan Pengadilan lainnya dalam aliran federal, itu sama dengan
Family Court of Australia, dan ketua Pengadilan Magistrate Federal.
Didirikan pada tahun 1976 oleh Pengadilan Federal Court of Australia Act
(http://en.wikipedia.org/wiki/Federal_Court_of_Australia, diakses tanggal 07
april 2012).
Pengadilan Federal Australia terbagi menjadi dua bagian dan
kewenangan, yaitu:
a. Yurisdiksi Original (Original jurisdiction)
Pengadilan Federal ini tidak memiliki yurisdiksi yang melekat.
Yurisdiksinya mengalir dari undang-undang. Yurisdiksi asli Mahkamah
mencakup hal-hal yang timbul dari undang-undang Persemakmuran
seperti, misalnya, hal yang berhubungan dengan perpajakan,
perdagangan praktek, judul asli, kekayaan intelektual, hubungan
industrial, perusahaan, dan kebangkrutan.
b. Yurisdiksi Banding (Appellate jurisdiction)
Pengadilan Federal Australia juga memiliki yurisdiksi banding
Pengadilan Magistrates Federal pada segala hal, dengan pengecualian
hukum keluarga, dimana Pengadilan Keluarga Australia memiliki
yurisdiksi banding. Pengadilan banding juga menjalankan yurisdiksi
umum di pidana dan perdata hal-hal di banding dari Mahkamah Agung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Australian Capital Territory dan Mahkamah Agung Norfolk Island.
Mahkamah juga menjalankan yurisdiksi banding di banding dari
Pengadilan Tinggi Negara dalam beberapa urusan federal.
Pengadilan Federal Court of Australia Act 1976 juga memiliki
yurisdiksi mengenai gugatan perwakilan kelompok atau class action.
Ketika suatu kelompok tidak ada pertentangan yang muncul mengenai
siapa saja anggota kelompok dan siapa wakil dari gugatannya dalam hal
itu proses gugatan telah dimulai. Pengertian–pengertian yang berkenaan
dengan class action di dalam Federal Court of Australia Act 1976 adalah
sebagai berikut :
a. Perwakilan kelompok berarti seseorang yang memulai proses
gugatan perwakilan kelompok;
b. Responden atau anggota kelompok berarti seseorang terhadap siapa
bantuan di cari dalam melanjutkan proses representasi; dan
c. Sub-kelompok anggota berarti seseorang termasuk dalam sub-
kelompok yang dibentuk sub-kelompok partai perwakilan berarti
orang yang ditunjuk menjadi sub-kelompok partai perwakilan.
Melanjutkan proses Gugatan Perwakilan Kelompok, subjek dari
bagian proses lanjutan ini adalah
a. 7 orang atau lebih yang mewakili anggota kelompok yang
mempunyai gugatan yang sama;
b. Gugatan dari Kelompok tersebut adalah sehubungan dengan atau
muncul dari keadaaan yang sama dan terkait; dan
c. Gugatan dari kelompok tersebut menjelaskan tentang isu hukum dan
fakta hukum yang sama.
Apabila Wakil kelompok telah memulai melanjutkan
perwakilannya atas kelompok tersebut, orang tersebut tetap memiliki
kewenangan cukup untuk melanjutkan persidangan itu, dan untuk
membawa banding dari keputusan dalam sidang itu meskipun wakil
kelompok tersebut tidak lagi memiliki kepentingan terhadap responden.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Perihal persetujuan menjadi anggota kelompok , tidak perlu adanya
persetujuan secara tertulis , kecuali :
a. Persemakmuran, Negara Bagian atau Wilayah;
b. Menteri atau Menteri dari Negara Bagian atau Wilayah;
c. Suatu badan hukum yang didirikan untuk tujuan sosial masyarakat
oleh hukum persemakmuran, negara atau wilayah, selain sebuah
perusahaan atau asosiasi; dan
d. Seorang petugas dari persemakmuran, negara atau wilayah atau
kapasitasnya sebagai seorang perwira.
3. Tinjauan Umum tentang Perbandingan Sistem Hukum Class action
a. Pengertian Perbandingan Sistem Hukum
Terdapat berbagai istilah asing mengenai perbandingan hukum,
yakni antara lain : Comparative Law, Foreign Law (bahasa inggris);
Droit Compare (istilah Perancis); Rechtsvergelijking (bahasa Belanda)
dan Vergleichende Rechlehre (bahasa Jerman). Di dalam Black‟s Law
Dictionary dijelaskan : Comparative Law Jurisprudence is the study of
principles of legal science by the comparison of various system of law.
Suatu studi mengenai prinsip-prinsip ilmu hukum dengan melakukan
perbandingan berbagai macam sistem hukum (Barda Nawawi Arief, 2002
: 3).
Apabila diamati istilah asingnya, comparative law, maka dapat
diartikan bahwa titik berat adalah kepada perbandingannya atau
comparative memberikan sifat kepada hukum (yang dibandingkan).
Istilah perbandingannya, bukan kepada sisi hukumnya. Inti sedalamnya
dari pengertian istilah perbandingan hukum dalah membandingkan
sistem-sistem hukumnya (Romli Atmasasmita, 2000 : 7).
Beberapa definisi mengenai perbandingan hukum yang
dikemukakan oleh beberapa pakar sebagaimana dikutip oleh Romli
Atmasasmita adalah sebagai berikut :
1) Rudolf B. Schlesinger, Winterton, dan Gutteridge
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Perbandingan hukum menurut Rudolf B. Schlesinger yang
dikutip oleh Romli Atmasasmita merupakan metode penyelidikan
dengan tujuan memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang
bahan hukum tertentu. Perbandingan hukum adalah bukan perangkat
peraturan dan asas-asas hukum dan bukan suatu cabang hukum,
melainkan merupakan teknik untuk menghadapi unsur hukum asing
dari suatu masalah hukum. Menurut Winterton yang dikutip dalam
buku Romli Atmasasmita perbandingan hukum adalah suatu metode
yaitu perbandingan sistem hukum dan perbandingan tersebut
menghasilkan data sistem hukum yang dibandingkan. Perbandingan
hukum menurut Gutteridge yang dikutip dalam buku Romli
Atmasasmita adalah suatu metode perbandingan yang dapat
digunakan dalam semua cabang hukum. Ia membedakan antara
comparative law dengan foreign law (hukum asing), pengertian yang
pertama untuk membandingkan dua sistem hukum atau lebih,
sedangkan pengertian istilah hukum yang kedua, adalah mempelajari
hukum yang lain (Romli Atmasasmita, 2000 : 7).
2) Lemaire, Hessel Yutema, dan Orucu
Perbandingan hukum menurut Lemaire yang dikutip oleh
Romli Atmasasmita adalah sebagai cabang ilmu pengetahuan (yang
juga mempergunakan metode perbandingan) mempunyai lingkup (isi
dari) kaidah-kaidah hukum, persamaan dan perbedaannya, sebab-
sebabnya dan dasar-dasar kemasyarakatannya.
Menurut Hessel Yutema yang dikutip dalam buku Romli
Atmasasmita perbandingan hukum adalah
“law is simply another name for legal science, or like other
branches of science it has a universal humanistic outlook; it
comtemplates hat while the technique nay vary, the problems
of justice are basically the same in time and space
throughout the world”.
Dalam terjemahan bebas adalah
“Perbandingan hukum hanya satu nama lain untuk ilmu
hukum dan merupakan bagian yang menyatu dari suatu ilmu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
sosial, atau seperti cabang ilmu lainnya. Perbandingan hukum
memiliki wawasan yang universal, sekalipun caranya
berlainan, masalah keadilan pada dasarnya baik menurut
waktu dan tempat di seluruh dunia (Romli Atmasasmita,
2000 : 9)”.
Perbandingan hukum menurut Orucu yang dikutip oleh Romli
Atmasasmita adalah
“comparative law is legal discipline aiming at ascertaining
similarities and diffirences and finding out relationship
between various legal systems,their assence and style,
looking at comparable legal institutions and concepts and
typing to determine solutions to certains problem in these
systems with a definite goal in mind, such as law reform,
unificationetc”.
Dalam terjemahan bebas adalah
“Perbandingan hukum merupakan suatu disiplin ilmu yang
bertujuan menemukan persamaan dan perbedaan serta
menemukan hubungan-hubungan yang erat antara berbagai
sistem-sistem hukum, melihat perbandingan lembaga-
lembaga hukum, konsep-konsep serta mencoba menemukan
suatu penyelesaian masalah-masalah tertentu dalam sistem-
sistem hukum yang dimaksud dengan tujuan seperti
pembaharuan hukum, unifikasi hukum dll (Romli
Atmasasmita, 2000 : 9)”.
Mencermati definisi-definisi perbandingan hukum diatas dan
menurut analisis dari penulis bahwa terdapat dua kelompok dari definisi
tersebut, yaitu kelompok pertama yang menyatakan bahwa perbandingan
hukum merupakan cabang dari ilmu hukum. Kedua kelompok definisi
tersebut dikemukakan sesuai dengan masanya sehingga dapat diakui
kebenarannya. Definisi dari kelompok yang pertama yang akan penulis
gunakan dalam penulisan hukum ini sebagai alat untuk mengetahui
perbedaan dan persamaan dua sistem hukum yang berbeda. Lebih
tepatnya menggunakan sistem perbandingan hukum menurut Orucu
dimana mencari persamaan dan perbedaan serta hubungan dalam sistem
hukum, lembaga hukum, konsep hukum, serta penyelesaian masalah
hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
b. Perbandingan Sistem Hukum di Negara Indonesia dan Negara
Australia
Negara-negara civil law biasanya adalah negara-negara yang
berdasarkan kriterianya dapat diklasifikan dengan memperhatikan
sumber-sumber hukumnya (peraturan, undang-undang, dan legislasi
utama yang berlaku), karakteristik mode pemikirannya berkenaan dengan
masalah hukum, institusi hukumnya yang berbeda (dan struktur yudisial,
eksekutif dan legislatif), serta ideologi hukum fundamentalnya. Sistem
hukum common law adalah negara-negara yang gaya yuristiknya
didasarkan pada model common law Inggris yang terutama didirikan
berdasarkan pada sistem kasus atau preseden yudisial, dan dimana
legislasi secara tradisional tidak dianggap sebagai sumber hukum utama,
tetapi biasanya dianggap sebagai hanya sekedar sarana konsolidasi atau
klarifikasi dari peraturan dan prinsip hukum yang secara esensial
diturunkan dari hukum kasus dan hukum yang dibuat oleh hakim (Peter
de Cruz, 2012 : 62).
Indonesia menganut sistem civil law dimana ada perbedaan
fundamental yang terdapat di antara hukum privat dan hukum publik
yang jauh lebih dalam dan digambarkan dengan lebih tajam daripada
didalam sistem common law . Dalam lingkup konseptual, sistem common
law maupun civil law mengakui bahwa hukum privat itu mengatur
hubungan antar warga negara privat dan antar perusahaan, sedangkan
hukum publik menangani masalah yang berhubungan dengan
perselisihan dimana negara menjadi salah satu pihaknya. Pembedaannya
dalam sistem civil law memiliki implikasi praktis yang jauh lebih besar
karena, dari pembedaan ini, muncul dua macam hirarki pengadilan
berbeda yang masing-masing dari kedua macam hukum ini.
Pembedaan antara hukum privat dan hukum publik di dalam
hukum inggris telah sangat banyak dipengaruhi untuk kepentingan
analisis akademik. Konsekuensi utama dari pembedaannya di dalam
common law Inggris adalah berkenaan dengan macam ganti rugi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
tersedia bagi individu privat dalam perkara yang melibatkan „hukum
publik‟. Terlepas dari tatanan terspesialisasi yang tersedia
(certiorari/surat perintah peninjauan ulang dari pengadilan yang lebih
tinggi ke yang lebih rendah), mandamus (perintah pelaksanaan kewajiban
dari pengadilan tinggi ke yang lebih rendah atau otoritas) dan perintah
pengadilan. Tidak ada pengadilan tersendiri berkenaan dengan
perselisihan hukum publik di dalam yuridiksi common law yang
mengaplikasikan prinsip-prinsip common law yang sama; pengadilan
juga digunakan untuk menangani perselisihan hukum privat dan hukum
publik. Dalam sistem civil law kumpulan substantif hukum privat secara
prinsipil terdiri atas civil law dalam pengertian hukum perdata (atau droit
law dalam hukum Perancis) yang selanjutnya dipecah ke dalam beberapa
sub divisi hukum, seperti hukum perorangan, hukum keluarga, rezim hak
kepemilikan matrimonial dan hukum obligasi.
Setelah melihat bagaimana sistem hukum civil law di negara
indonesia, selanjutnya dapat dikomparasikan dengan sistem hukum di
negara Australia yaitu sistem hukum common law . Di negara Australia
sistem common law yang digunakan adalah undang-undang yang
komprehensif untuk satu bidang hukum, tetapi modal interpretasi dan
pertimbangan mereka yang paling dominan dalam mengaplikasikan
undang-undang ini, yang mereka letakkan pada hukum kasus, biasanya
akan menentukan klasifikasi akhir mereka. Tradisi common law yang
biasanya diidentifikasikan dengan sebuah sistem berbasis kasus tetapi
meskipun kasus memainkan peran yang dominan. Gaya yang menjadi
ciri khas common law dapat disebut pragmatis dan improvisatoris, yang
terutama diperlihatkan oleh keputusan hakim dari resolusi terhadap
perselisihan (Peter De Cruz, 2012 : 147).
Masalah penting lainnya adalah ruang lingkup kekuasaan
Pengadilan Federal. Hal yang paling penting disini adalah bahwa hukum
Federal menjadi hukum tertinggi hanya pada bidang yang terbatas. Baik
di Pengadilan Federal maupun Pengadilan Negara Bagian, sebuah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
tindakan yang didasarkan pada hak yang diperoleh dari hukum negara
bagian mungkin saja berhadapan dengan pembelaan yang didasarkan
pada hukum Federal. Atau sebaliknya, sebuah perkara yang didasarkan
pada hukum negara bagian bisa saja berhadapan dengan pembelaan yang
didasarkan pada hukum Federal. Oleh sebab itu, Pengadilan Federal
seringkali mengaplikasikan hukum negara bagian, tetapi peran hukum
negara bagian dalam Pengadilan Federal harus diberi catatan singkat.
Mahkamah Agung menyatakan bahwa Pengadilan Federal telah
membentuk sebuah common law federal yang seragam di seluruh
Australia Serikat, yang menunjukan ekspresi puncaknya didalam
keputusan-keputusan Mahkamah Agung Australia. common law federal
ini, oleh sebab itu, mengikat terhadap Pengadilan Federal tetapi tidak
terhadap Pengadilan Negara Bagian. Hasil dari pengajuan perkara, oleh
sebab itu, akan tergantung pada pengadilan yang mana, Negara Bagian
atau Federal, yang memeriksa perkara tersebut dan banyak yang merasa
kalau ini dapat menyebabkan ketidakpastian, ketidakadilan yang
disebabkan oleh forum shopping (berbagai upaya yang dilakukan
penggugat untuk membuat agar perkara mereka diperiksa di pengadilan
dan agar hasilnya sesuai dengan apa yang mereka inginkan), dan
ketidakpuasan terhadap kebijakan-kebijakan negara bagian.
Dalam kasus yang melibatkan pilihan hukum, agar dapat
menentukan hukum asing manakah yang akan diaplikasikan, Pengadilan
Federal, dalam perkara-perkara yang ada pengaruhnya terhadap hukum
negara bagian, harus mengikuti pilihan prinsip-prinsip hukum negara
bagian dimana ia berada. Dalam kasus-kasus yang melibatkan
keberagaman yuridiksi, oleh sebab itu, sebuah Pengadilan Federal yang
menyidangkan tuntutan-tuntutan yang diajukan berdasarkan hukum
negara bagian secara substansial harus sampai pada hasil yang sama
seperti dalam pengadilan negara bagian dimana ia berada. Hukum dalam
bidang ini tidak harus kompleks dan punya kemungkinan untuk
diselesaikan melalui legislasi. Tetapi, merekonsiliasi isu-isu yuridiksional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
dan konstitusional yang menimbulkan banyak masalah dalam bidang ini
bukanlah masalah yang sederhana ( Peter De Cruz, 2012 : 163).
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Pengajuan Gugatan Perwakilan
Kelompok atau Class Action
Negara Indonesia
Negara Australia
PERMA Nomor 1 Tahun 2002
tentang Gugatan Perwakilan
Kelompok atau Class Action
Federal Court of Australia
Act 1976
Perbandingan Proses Penyelesaian
Sengketa Pengajuan Gugatan
Perwakilan Kelompok atau class
action di Indonesia dan Australia
Kelemahan dan kelebihan Proses
Penyelesaian Pengajuan Gugatan
Perwakilan Kelompok atau class
action di Indonesia dan Australia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Keterangan :
Kerangka pemikiran tersebut menjelaskan alur pemikiran penulis
dalam mengangkat, menggambarkan, menelaah, dan menjabarkan serta
menemukan jawaban atas permasalahan hukum, yaitu proses penyelesaian
sengketa pengajuan gugatan perwakilan kelompok atau class action di
negara Indonesia dan di negara Australia dan kelebihan dan kelemahan
proses penyelesaian sengketa pengajuan guagatan perwakilan kelompok
atau class action di negara Indonesia dan di negara Australia.
Class action merupakan suatu prosedur pengajuan gugatan, dimana
satu orang atau lebih yang mewakili sekelompok mengajukan gugatan
untuk dirinya sendiri sekaligus mewakili kelompok orang yang jumlahnya
banyak. Hanya beberapa negara tertentu yang menerapkan pengajuan
gugatan class action. Dalam penelitian ini penulis mengkomparasikan
antara proses penyelesaian sengketa pengajuan gugatan perwakilan
kelompok atau class action di Indonesia dan Australia.
Gugatan class action di Indonesia pengaturannya di dasarkan pada
PERMA Nomor 1 Tahun 2002 tentang Gugatan Perwakilan Kelompok
sedangkan di Australia di atur di dalam Federal Court of Australia Act
1976. Kemudian setelah penulis dapat mengomparasikan antara proses
penyelesaian pengajuan gugatan perwakilan kelompok atau class action di
Indonesia dan Australia berdasarkan aturan hukum di masing – masing
negara tersebut, Penulis mencoba mencari dan mendeskripsikan
kelemahan dan kelebihan dalam proses penyelesaian sengketa pengajuan
gugatan class action di negara Indonesia dan di negara Australia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Persamaan dan Perbedaan Pengaturan Prosedur Penyelesaian Sengketa
Gugatan Perwakilan Kelompok atau Class Action di Negara Indonesia
berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2002 dan di Negara Australia
berdasarkan Federal Court of Australia Act 1976
Istilah class action berasal dari bahasa inggris, yakni gabungan dari
kata class dan action. Pengertian class adalah sekelompok orang, benda,
atau kegiatan yang mempunyai sifat atau ciri, sedangkan action dalam dunia
hukum adalah tuntutan yang diajukan ke pengadilan. Jadi Class action
adalah suatu pengertian dimana sekelompok besar orang yang
berkepentingan dalam suatu perkara, satu atau lebih dari mereka dapat
menuntut atau dituntut mewakili kelompok besar orang tersebut tanpa harus
menyebutkan satu persatu anggota kelompok yang diwakili (Henry
Campbell Black, 1991 : 170).
Dalam jurnalnya, Robert. G. Bone berpendapat mengenai definisi
Class action, yaitu :
“ The class action is a device that allows one or more parties, called
―class representatives, to sue on behalf of many other similarly
situated persons, called absent class members or absentees. It traces
its early roots to medieval forms of group litigation and its modern
shape to the courts of equity of the seventeenth and eighteenth
centuries.”
Dalam terjemahan bebas :
“ Class action adalah sebuah alat yang terdiri dari satu atau lebih
anggota, yang disebut wakil kelompok, untuk menggugat
kepentingan dari banyak orang yang memiliki keadaan yang sama, di
sebut anggota kelompok yang tidak hadir atau ketidakhadiran. Hal
ini di gunakan sebagai dasar awal atau surat gugatan dari grup
litigasi pada abad pertengahan dan hal ini bentuk modern dari
pengadilan di abad ke 17 dan ke 18 Masehi.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Dalam pasal 1 huruf a PERMA Nomor 1 Tahun 2002, gugatan
perwakilan kelompok atau class action didefinisikan sebagai suatu prosedur
pengajuan gugatan, dimana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok
mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili
sekelompok orang jumlahnya banyak, memiliki kesamaan fakta atau
kesamaan dasar hukum antara wakil kelomppok dan anggota kelompoknya.
Didalam pengajuan gugatan perwakilan kelompok atau class action
terdapat beberapa ketentuan yaitu harus memenuhi kriteria class action,
syarat formal pengajuan surat gugatan, syarat gugatan class action, tahap
pemeriksaan gugatan class action. Beberapa tahapan tersebut harus dilalui
agar gugatan class action tersebut bisa diperiksa oleh hakim sebagaimana
ketentuan yang berlaku. Hal ini dilakukan agar dalam proses pengajuan
gugatan class action tidak segampang mungkin dilakukan karena hal ini
juga berpengaruh terhadap putusan yang akan dijatuhkan nantinya.
Perbuatan melawan hukum dan wanprestasi dapat dilakukan oleh
seseorang atau badan hukum yang mengakibatkan kerugian terhadap orang
banyak, seperti dalam perkara cacat produk atau iklan produk suatu barang
yang menyesatkan, pencemaran lingkungan yang merugikan ratusan bahkan
ribuan konsumen. Untuk menentukan apakah suatu gugatan dapat diajukan
melalui gugatan perwakilan kelompok. Terlebih dahulu harus memenuhi
beberapa persyaratan, dan melalui beberapa prosedur beracara di dalam
class action. Berikut ini adala kriteria pengajuan gugatan class action :
a. Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidaklah
efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri
atau bersama-sama dalam satu gugatan (numeriousity);
b. Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum
yang digunakan yang bersifat substansial, serta terdapat kesamaan jenis
tuntutan di antara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya; dan
c. Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk
melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya
(adequacy of representation).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Selain ada kriteria pengajuan gugatan class action, ada penggantian
pengacara apabila pengacara tersebut melakukan tindakan yang
bertentangan dengan kewajiban membela dan melindungi kepentingan
anggota kelompok sebagaimana diatur dalam Pasal 2 sub d PERMA Nomor
1 Tahun 2002. PERMA tidak memberi penjelasan apa yang dimaksud
dengan “melakukan tindakan yang bertentangan dengan kewajiban membela
dan melindungi kepentingan anggota kelompoknya”.
Selain harus memenuhi persyaratan-persyaratan formal surat
gugatan sebagaimana di atur dalam Hukum Acara Perdata yang
berlaku, surat gugatan perwakilan kelompok harus memuat :
a. Identitas lengkap dan jelas wakil kelompok;
b. Definisi kelompok secara terperinci dan spesifik, walaupun tanpa
menyebutkan nama anggota kelompok satu persatu;
c. Keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan
dengan kewajiban melakukan pemberitahuan;
d. Posita dari seluruh kelompok baik wakil kelompok maupun anggota
kelompok, yang teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi yang
dikemukakan secara jelas dan terperinci;
e. Dalam suatu gugatan perwakilan kelompok, dapat dikelompokkan
beberapa bagian kelompok atau sub kelompok, jika tuntutan tidak sama
karena sifat dan kerugian yang berbeda; dan
f. Tuntutan atau petitum tentang ganti rugi harus dikemukakan secara jelas
dan terperinci, memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara
pendistribusian ganti kerugian kepada keseluruhan anggota kelompok
termasuk usulan tentang pembentukan tim atau panel yang membantu
memperlancar pendistribusian ganti kerugian.
Selanjutnya, tahap prosedural pemeriksaan gugatan class action ada
beberapa tahapan yaitu antara lain :
a. Proses pemeriksaan awal (Preliminary Certification Test)
b. Pemberitahuan atau notifikasi
c. Hak untuk Opt-out
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
d. Putusan hakim dan pendistribusian ganti rugi.
Setelah membahas tentang proses beracara dalam pengajuan gugatan
class action secara umum, penulis akan membandingkan proses beracara
pengajuan gugatan class action di negara Indonesia berdasarkan PERMA
Nomor 1 Tahun 2002 dengan di negara Australia berdasarkan Federal
Court of Australia Act 1976. Ketentuan tentang class action di berbagai
negara pada umumnya mensyaratkan bahwa jumlah orang yang mengajukan
gugatan harus sedemikian banyaknya (numerous persons), sehingga apabila
gugatan diajukan secara individual atau kumulasi akan menjadi tidak praktis
lagi (E. Sundari , 2002 : 38).
Di Indonesia, PERMA Nomor 1 Tahun 2002 tidak menentukan
jumlah anggota kelompok agar gugatan dapat diperiksa berdasarkan
perwakilan kelompok. PERMA hanya mensyaratkan jumlah anggota
kelompok sedemikian banyak sehingga tidaklah praktis dan efisien apabila
pengajuan gugatan perwakilan kelompok (class action) dilakukan secara
sendiri-sendiri. Deskripsi minimal kelompom yang tidak diatur secara jelas
dapat menimbulkan berbagai penafsiran. Oleh karena itu, hakim dalam
menentukan jumlah anggota kelas yang banyak (numerous persons) perlu
mempertimbangkan dengan seksama dan benar-benar memerhatiakn apakah
gugatan perwakilan ini merupakan cara yang praktis dan tepat dibandingkan
gugatan biasa (Susanti Adi Nugroho, 2010 : 72).
PERMA Nomor 1 Tahun 2002 juga tidak menentukan batas
maksimal anggota kelas. Dalam praktiknya memang sulit untuk menentukan
batas maksimal anggota kelompok, namun dalam Pasal 3 huruf e telah
mengantisipasi, jika jumlah anggota kelompok sedemikian banyak dapat
dibagi dalam subkelompok. Demikian pula jika nilai kerugian dan sifat
kerugian yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok berbeda,
dapat dipisahkan dalam beberapa subkelompok (Susanti Adi Nugroho, 2010
: 72).
Penerapan adanya kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan
dasar hukum yang bersifat substansial (common questions of fact or law or
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
commonality) digunakan untuk menentukan apakah gugatan yang diajukan
dapat dikategorikan sebagai gugatan perwakilan kelompok (class action),
terlebih dahulu perlu diketahui faktor kesamaan antara wakil kelas (class
representatives) dan anggota kelasnya (class member). Kesamaan adapat
dilihat dari faktanya (question of fact) maupun kesamaan dasar hukum
(question of law). PERMA Nomor 1 Tahun 2002 tidak menjelaskan apa
yang dimaksud dengan persamaan fakta atau dasar hukum. Namun dapat
dijelaskan bahwa wakil kelas harus merupakan bagian dari anggota kelas
yang di deskripsikan dalam surat gugatan (Susanti Adi Nugroho, 2010 : 94).
Mempunyai persamaan jenis tuntutan, tidak berarti bahwa masing-
masing anggota kelas menuntut jumlah yang sama, jumlah ganti rugi di
antara anggota kelas dapat berbeda-beda sesuai dengan kerugian masing-
masing. Namun dalam menentukan persamaan jenis tuntutan ini haruslah
selalu dikaitkan dengan persyaratan lain seperti adanya persamaan
kepentingan, hukum dan fakta, dan persamaan bersama ini lebih dominan
jika diperbandingkan dengan tuntutan yang bersifat individu.
Dalam gugatan perwakilan kelompok, para wakil kelas yang
mewakili pada umumnya berjumlah sedikit dan mereka ini juga merupakan
bagian dari anggota kelas, tetapi pada umumnya yang paling kuat bukti-
buktinya yang akan tampil sebagai penggugat, mengatasnamakan dan
memperjuangkan kepentingan dirinya sendiri maupun yang diwakilinya,
yang pada umumnya berjumlah besar. Wakil kelas ini harus benar-benar
dapat menjamin kepentingan anggota kelasnya secara jujur dan bertanggung
jawab atau biasa disebut dengan adequacy of representation.
Peraturan di negara Indonesia menurut PERMA Nomor 1 Tahun
2002 mengenai kelayakan perwakilan dalam pasal 2 sub bab c PERMA juga
mensyaratkan bahwa wakil kelompok harus memiliki kejujuran dan
kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang
diwakilinya. PERMA tidak memberi penjelasan apa dan bagaimana sikap
wakil kelas yang pantas dan jujur, secara umum, lazimnya wakil kelompok
disyaratkan yang mengetahui kasusnya secara lengkap, jujur dan memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
karakter dan kredibilitas yang baik. Disamping itu, juga tidak ada konflik
kepentingan dengan anggota kelompok lain, karena wakil kelompok juga
merupakan bagian dari anggota kelompok. Wakil kelompok di isyaratkan
juga yang memiliki kemampuan finansial untuk membiayai gugatan,
menanggulangi biaya pemberitahuan atau notifikasi. Atau dengan kata lain,
ketidakmampuan secara finansial juga menentukan ketidaklayakan wakil
kelompok.
Tidak adanya kejelasan mengenai kriteria wakil kelompok yang
dianggap jujur, cakap dan benar-benar mewakili kepentingan kelompoknya
akan menimbulkan penilaian yang subyektif, tidak adil dan menimbulkan
putusan yang sewenang-wenang. Oleh karena itu, sangat menuntut
kebijaksanaan dan kecermatan hakim di dalam menafsirkan kriteria
kejujuran dan kesungguhan dari wakil kelompok agar tidak merugikan
anggota kelompoknya. Jadi penilaian kelayakan dan kejujuran haruslah
ditafsirkan tidak saja bagi wakil kelas tapi juga kuasa hukumnya. Dalam
melakukan penilaian harus selalu dikaitkan dengan kepentingan anggota
kelompoknya. Seperti yang ditentukan dalam pasal 4 PERMA, untuk
mewakili kepentingan hukum anggota kelompok, wakil kelompok tidak
dipersyaratkan memperoleh surat kuasa khusus dari anggota kelompok. Hal
ini juga tercermin dari berbagai persyaratan yang mengatur wakil kelas,
pada prinsipnya secara umum class action di negara-negara common law ,
tidak mengharuskan wakil kelompok memperoleh kuasa dari anggota-
anggota kelas diwakilinya (Susanti Adi Nugroho, 2010 : 114-115).
Untuk dapat diajukan mekanisme gugatan perwakilan kelompok,
disamping harus memenuhi kriteria persyaratan class action, juga harus
memenuhi persyaratan formal surat gugatan sesuai dengan Pasal 3 PERMA
Nomor 1 Tahun 2002, antara lain :
Pertama, identitas lengkap dan jelas wakil kelompok dan keterangan
tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan kewajiban
melakukan pemberitahuan hal ini dimuat dalam Pasal 3 sub a PERMA
Nomor 1 Tahun 2002. Keterangan tentang anggota kelompok, tempat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
kedudukan atau keberadaan anggota kelompok diperlukan dalam kaitannya
agar dapat ditentukan mekanisme yang tepat untuk melakukan
pemberitahuan, dan agar dapat kena sasarannya.
Kedua, definisi kelompok secara terperinci dan spesifik, walaupun
tanpa menyebutkan nama anggota kelompok satu persatu sebagaimana yang
dimuat dalam Pasal 3 sub b PERMA Nomor 1 Tahun 2002. Namun PERMA
tidak memberi penjelasan bagaimana mendeskripsikan anggota kelompok
secara terperinci dan spesifik, sehingga dalam penerapannya dapat
menimbulkan masalah.
Ketiga, posita dari seluruh kelompok baik wakil kelompok maupun
anggota kelompok yang terindentifikasi maupun tidak teridentifikasi yang
dikemukakan secara jelas dan terperinci tercantum dalam Pasal 3 ayat 1
huruf d PERMA Nomor 1 Tahun 2002.
Keempat, pengelompokan dalam sub kelompok, jika tuntutan tidak
sama karena sifat dan kerugian yang berbeda. Jika jumlah anggota
kelompok besar dan kerugian yang diderita berbeda antara satu anggota
kelompok dengan anggota kelompok lainnya maka dimungkinkan untuk
dibagi dalam kelompok yang lebih kecil, tetapi dalam menentukan
kelompok yang lebih kecil haruslah tepat dan hati-hati agar tidak
menimbulkan ketidak adilan dalam pendistribusian ganti rugi hal ini diatur
dalam Pasal 3 huruf e PERMA Nomor1 Tahun 2002.
Kelima, tuntutan tentang ganti rugi harus dikemukakan secara jelas
dan terperinci, dan memuat tentang usulan tentang mekanisme
pendistribusian ganti kerugian kepada keseluruhan anggota kelompok
termasuk usulan tentang pembentukan tim atau panel yang membantu
memperlancar pendistribusian ganti rugi sebagaimana yang diaturr dalam
Pasal 3 ayat 1 huruf f PERMA Nomor 1 Tahun 2002. Ketentuan tersebut
dikaitkan dengan kewenangan hakim atau panitera yang menerima
pengajuan gugatan class action, untuk memberi petunjuk atau nasihat
sebatas mengenai persyaratan gugatan class action.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Setelah persyaratan formal pengajuan gugatan class action
terpenuhi, kemudian dilakukan pemeriksaan gugatan class action. Dalam
melakukan pemeriksaan gugatan class action harus melalui beberapa
tahapan, diantaranya :
Pertama, proses awal pemeriksaan ini sangat penting untuk
menentukan apakah gugatan yang diajukan memenuhi syarat untuk diajukan
dengan mekanisme gugatan class action. Tahapan pemeriksaan yang diatur
dalam hukum acara perdata dalam HIR maupun RBg, yaitu tahap
pendahuluan, penentuan, dan pelaksanaan. Pada tahap pendahuluan untuk
menentukan apakah gugatan yang diajukan memenuhi persyaratan formal
atau tidak, sedangkan tahap penuntuan dimulai dari pembuktian dengan
putusannya dan pada akhirnya pelaksanaan putusan.
Secara singkat setelah gugatan diajukan, tahapan proses pemeriksaan
gugatan perwakilan kelompok berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2002
sebagai berikut :
a) Pada awal proses pemeriksaan persidangan, hakim wajib memeriksa
dan mempertimbangkan persyaratan maupun kriteria gugatan class
action sebagaimana di atur dalam pasal 2 PERMA;
b) Jika pada proses pemeriksaan awal hakim berpendapat bahwa
persyaratan telah terpenuhi, dan penggunaan tata cara gugatan class
action dapat dikabulkan, maka sahnya gugatan perwakilan kelompok
dituangkan dalam suatu penetapan di pengadilan. Jika penggunaan tata
cara gugatan perwakilan kelompok dinyatakan tidak sah, maka
pemeriksaan gugatan dihentikan dengan suatu putusan hakim (pasal 5
ayat 3 dan ayat 5);
c) Jika penggunaan tata cara gugatan perwakilan kelompok dapat
dikabulkan, maka segera setelah itu, hakim memerintahkan penggugat
untuk mengajukan usulan metode atau cara pemberitauan yang akan
digunakan maupun isi pemberitahuan harus lebih dahulu memperoleh
persetujuan hakim. Pemberitahuan dapat dilakukan melalui media cetak
dan elektronik, kantor-kantor pemerintahan seperti kecamatan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
kelurahan atau desa, kantor pengadilan, atau secara langsung kepada
anggota kelompok yang bersangkutan sepanjang dapat diidentifikasi
berdasarkan persetujuan hakim (pasal 7 ayat 1 PERMA Nomor 1 Tahun
2002). Hakim dapat menentukan jangka waktu yang cukup atau tanggal
akhir dimana anggota kelas dapat mengajukan opt-out;
d) Proses pemeriksaan substansi perkara. Jika proses awal atau sertifikasi
dikabulkan, dan setelah dilakukan pemberitahuan atau notifikasi, maka
dimulai proses pemeriksaan materi gugatan. Karena PERMA tidak
mengatur secara khusus, maka pemeriksaannya mengacu pada acara
gugatan perdata biasa. Usaha perdamaian sebagaimana diwajibkan
dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 sebelum pemeriksaan pokok
perkara dapat dilakukan tahap ini; dan
e) Menentukan administrasi pelaksanaan atau tata cara penyelesaian ganti
rugi jika gugatan dikabulkan, baik karena hasil perdamaian atau
berdasarkan putusan hakim. Jika gugatan dikabulkan, berdasarkan
putusan hakim, putusan hakim harus memuat jumlah ganti kerugian
secara terperinci, penentuan kelompok, dan/atau sub kelompok yang
berhak menerima ganti kerugian dan mekanisme pendistribusian ganti
kerugian serta langkah-langkah yang wajib ditempuh oleh wakil
kelompok dalam rangka pendistribusian (Susanti Adi Nugroho, 2010 :
151-154).
Kedua, Pemberitahuan atau notifikasi. Setelah hakim memutuskan
bahwa pengajuan tata cara gugatan perwakilan kelompok dinyatakan sah,
hakim memerintahkan kepada penggugat/pihak yang melakukan class
action untuk mengajukan usulan model pemberitahuan untuk memperoleh
persetujuan hakim. Setelah usulan model tersebut disetujui oleh hakim
maka penggugat dengan jangka waktu yang ditentukan oleh hakim
melakukan pemberitahuan kepada anggota kelompok.
Pemberitahuan kepada anggota kelompok adalah mekanisme yang
diperlukan untuk memberikan kesempatan bagi anggota kelompok untuk
menentukan apakah mereka menginginkan untuk ikut serta dan terikat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
dengan putusan dalam perkara tersebut atau tidak menginginkan yaitu
dengan cara menyatakan keluar (opt -out) dari keanggotaan kelompok.
Dalam pemberitahuan tersebut juga memuat batas waktu anggota
kelas untuk keluar dari keanggotaan (opt-out), lengkap dengan tanggal dan
alamat yang dituju untuk menyatakan opt-out. Dengan demikian pihak yang
menyatakan keluar dari keanggotaan kelompok tidak terikat dengan putusan
dalam perkara tersebut.
Menurut pasal 1 huruf PERMA No. 1 Tahun 2002 yang melakukan
pemberitahuan kepada anggota kelompok adalah panitera berdasarkan
perintah hakim. Cara pemberitahuan kepada anggota kelompok dapat
dilakukan melalui media cetak dan atau elektronik, kantor-kantor
pemerintah seperti kecamatan, kelurahan atau desa, kantor pengadilan, atau
secara langsung kepada anggota yang bersangkutan sepanjang dapat
diindentifikasi berdasarkan persetujuan hakim.
Pemberitahuan wajib dilakukan oleh penggugat atau para penggugat
sebagai wakil kelompok kepada anggota kelompok pada tahap-tahap :
1. Segera setelah hakim memutuskan bahwa pengajuan tata cara
gugatan perwakilan kelompok dinyatakan sah (pada tahap ini harus juga
memuat mekanisme pernyataan keluar).
2. Pada tahap penyelesaian dan pendistribusian ganti kerugian ketika
gugatan dikabulkan.
Namun apabila dalam proses pemeriksaan, pihak tergugat
mengajukan perdamaian maka pihak Penggugat untuk dapat menerima atau
menolak tawaran perdamaian tersebut juga harus melakukan pemberitahuan
kepada anggota kelompoknya. Tahapan notifikasi yang ditentukan Pasal 7
PERMA Nomor 1 Tahun 2002 ini lebih sederhana dan lebih fleksibel
disesuaikan dengan kondisi dan situasi di Indonesia. Mekanisme
pemberitahuan ini meskipun sebaiknya tidak menjadi beban yang
memberatkan wakil kelas, tetapi wakil kelas maupun pengacaranya
janganlah demi penghematan biaya, menyampaikan pemberitahuan melalui
satu cara saja. Mekanisme pemberitahuan yang beragam lainnya [erlu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
dijalankan, agar sebanyak munkin anggota kelas mengetahui bahwa sedang
dilakukan gugatan class action untuk kepentingan mereka (Susanti Adi
Nugroho, 2010 : 203-206).
Biaya perkara dan biaya pemberitauan didalam PERMA tidak diatur
mengenai siapa yang harus menanggung biaya perkara dan biaya
pemberitahuan. Tetapi sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia
biaya perkara atau uang panjar biaya perkara dibebankan lebih dulu kepada
penggugat, sehingga dalam gugatan perwakilan kelompok mengacu pada
Pasal 10 PERMA yang mana diasumsikan bahwa biaya perkara dalam
gugatan perwakilan kelompok ditanggulangi oleh wakil kelas terlebih
dahulu.
Ketiga, hak untuk opt-out dan mekanismenya. Mengenai opt-out
atau pernyataan keluar ini diatur dalam PERMA Pasal 8 ayat (1) dan ayat
(2) yang menentukan bahwa :
a) Setelah pemberitahuan dilakukan oleh wakil kelompok, hakim
memberikan kesempatan pada anggota kelompok untuk melakukan
menyatakan keluar dari keanggotaan kelompok dalam jangka waktu
yang ditentukan dengan mengisi format yang ditentukan lampiran
dalam Peraturan Mahkamah Agung; dan
b) Pihak yang sudah melakukan pernyataan keluar dari keanggotaan
gugatan perwakilan kelompok, secara hukum tidak terikat dengan
keputusan gugatan perwakilan kelompok.
Pernyataan keluar atau opt-out harus diajukan secara tertulis dan
dikirimkan ketempat yang ditentukan, biasanya ke Pengadilan Negeri
dimana gugatan perwakilan kelompok diajukan.
Keempat, putusan hakim dan pendistribusian ganti rugi. Dalam hal
gugatan ganti rugi dikabulkan, hakim wajib memutuskan jumlah ganti rugi
secara rinci, penentuan kelompok dan/atau sub kelompok yang berhak,
mekanisme pendistribusian ganti rugi dan langkah-langkah yang wajib
ditempuh oleh wakil kelompok dalam proses penetapan dan pendistribusian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
seperti halnya kewajiban melakukan pemberitahuan atau notifikasi
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 9 PERMA Nomor 1Tahun 2002.
Setelah peraturan di Indonesia tentang proses penyelesaian
pengajuan gugatan perwakilan kelompok berdasarkan PERMA Nomor 1
Tahun 2002 selesai dibahas maka penulis akan membahas peraturan proses
penyelesaian pengajuan gugatan perwakilan kelompok berdasarkan Federal
Court of Australia Act 1976.
Tidak jauh berbeda dengan peraturan di Indonesia, peraturan
pengajuan gugatan perwakilan kelompok di negara Australia juga
mempunyai kriteria yang hampir sama dengan negara Indonesia. Kriteria
gugatan perwakilan kelompok di negara Australia yaitu :
Pertama, Jumlah anggota yang banyak (Numerousity). Di negara
Australia persyaratan kriteria pengajuan gugatan perwakilan kelompok
diatur dalam Pasal 33C (1) Part IV Representative Procedings Federal
Court of Australia Act 1976 :
a) 7 or more persons have claims againts the same persons;
b) The claims of all those persons are in respect of, or arise out
of, the same similar or related circumstances;
c) The claims of all those persons give rise to a substansial
common issue of law or fact; and
d) A proceending may be commenced by one or more of those
persons as repsenting some or all of them.
Dalam terjemahan bebas :
a) 7 atau lebih orang yang mempunyai gugatan terhadap orang
yang sama.
b) Gugatan dari orang – orang tersebut dihormati, atau timbul
dari cara yang sama atau keadaan yang saling berhubungan
c) Gugatan dari orang – orang itu memberitahukan tentang
suatu isu hukum atau fakta hukum yang kuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
d) Lanjutan dari Gugatan dimulai oleh satu atau lebih dari
orang-orang sebagai mewakili beberapa atau semua dari
mereka.
Kedua, adanya kesamaan fakta atau kesamaan peristiwa dan
kesamaan dasar hukum yang substansial (commonality) dan kesamaan
tuntutan (typicality). Adapun di negara Australia persamaan kepentingan
sesuai ketentuan Pasal 33C (1) Federal Court of Australia Act 1976,
dirumuskan bahwa sebagai adanya persamaan permasalahan fakta dan dasar
hukum yang muncul akibat, keadaan yang serupa atau saling berkaitan.
Selain itu, satu kesamaan juga dianggap sudah cukup memenuhi salah satu
persyaratan gugatan perwakilan kelompok. Untuk menentukan substansial
atau tidaknya common issue akan sangat tergantung dari kasusnya, sehingga
penilainnya arus dilakukan secara kasus per kasus. Sedangkan untuk
kesamaan tuntutan negara Australia apabila ada permasalahan yang sama
ada pada sebagian besar anggota kelompok, sementara sebagian anggota
kelompok lain permasalahannya berbeda-beda maka hakim dapat
menyarankan agar gugatan class action hanya diajukan terhadap tuntutan
dari sebagian besar anggota kelompok yang sama permasalahannya.
Pernyataan tersebut sesuai dengan Pasal 33S(2) Federal Court of Australia
Act 1976.
Ketiga, wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk
melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya (Adequacy of
Representation). Dalam gugatan perwakilan kelompok, para wakil kelas
yang mewakili pada umumnya berjumlah sedikit dan mereka ini juga
merupakan bagian dari anggota kelas, tetapi pada umumnya yang paling
kuat bukti-buktinya yang akan tampil sebagai penggugat, mengatasnamakan
dan memperjuangkan kepentingan dirinya sendiri maupun yang
diwakilinya, yang pada umumnya berjumlah besar. Wakil kelas ini harus
benar-benar dapat menjamin kepentingan anggota kelasnya secara jujur dan
bertanggung jawab atau biasa disebut dengan adequacy of representation.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Di negara Australia diatur dalam Part IVA 33T Federal Court of
Australia Act 1992, tidak memasukkan ketentuan adanya wakil yang jujur
dan benar-benar mewakili kepentingan kelompoknya sebagai syarat awal
untuk dapat diajukannya gugatan secara class action. Sekalipun demikian
pada setiap proses pemeriksaan gugatan class action, apabila didapati
bahwa wakil yang maju ke pengadilan tidak mewakili kepentingan seluruh
anggota kelompok yang diwakilinya, atas permohonan anggota kelompok
yang diwakili, pengadilan dapat mengganti wakil tersebut.
Part IVA 33T Adequacy of Representation adalah :
(1) If, on an application by a group member, it appears to the
Court that a representative party is not able adequately to
represent the interests of the group members, the Court may
substitute another group member as representative party and
may make such other orders as it thinks fit;
(2) If, on an application by a sub group member, it appears to the
Court that a sub group representative party is not able
adequately to represent the interest of the sub group members,
the Court may substitute another person as sub group
representative party and may make such other orders as it
thinks fit.
Terjemahan bebas :
Bagian 33T IVA syarat terpenuhinya Representasi adalah:
(1) Jika, pada sebuah gugatan oleh anggota kelompok, hal
menunjukkan kepada Mahkamah bahwa pihak perwakilan tidak
dapat memadai untuk mewakili kepentingan anggota kelompok,
Pengadilan dapat menggantikan anggota kelompok sebagai
pihak representatif dan dapat membuat gugatan lain yang sesuai
dengan pemikiran anggota kelompok;
(2) Jika, pada sebuah gugtan oleh anggota sub kelompok, hal ini
menunjukkan bahwa Mahkamah bahwa pihak sub kelompok
perwakilan tidak dapat memadai untuk mewakili kepentingan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
anggota sub kelompok, Pengadilan dapat menggantikan orang
lain sebagai pihak perwakilan sub kelompok dan dapat membuat
perintah lain seperti yang dianggapnya cocok.
Setelah memenuhi kriteria pengajuan class action, selanjutnya harus
memenuhi persyaratan fomal pengajuan gugatan class action diantaranya
adalah :
Pertama, identitas lengkap dan jelas wakil kelompok dan keterangan
tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan kewajiban
melakukan pemberitahuan. Di negara Australia keharusan pencantuman
identitas wakil kelompok diatur dalam Pasal 33H Federal Court of
Australia Act 1976 yang berbunyi :
a) Permohonan gugatan perwakilan atau berkas-berkas pendukungnya
paling tidak harus berisi identifikasi anggota kelompok dalam gugatan
tersebut, penggambaran isi gugatan yang dibuat atas nama anggota
kelompok dan petitumnya, penggambaran permasalahan hukum atau
fakta yang bersangkutan dengan gugatan tersebut;
b) Dalam identifikasi anggota kelompok sebagaimana dimaksud dalam
angka (1) tidak diperlukan penamaan atau penomotan anggota
kelompok.
Kedua, definisi kelompok secara terperinci dan spesifik, walaupun
tanpa menyebutkan nama anggota satu persatu. Dalam Pasal 33H Federal
Court of Australia Act 1976 mencantumkan bahwa hanya mewajibkan
pencantuman anggota kelompok, secara umum tanpa harus menyebutkan
nama satu persatu anggota kelompok yang didefinisikan, sepanjang telah
diuraikan persamaan permasalahan fakta dan hukum yang berkaitan dengan
gugatan tersebut dan mengemukakan apa yang dituntut.
Ketiga, posita dari seluruh kelompok baik wakil kelompok maupun
anggota kelomppok, yang teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi yang
dikemukakan secara jelas dan terperinci. Di negara Australia diatur dalam
Pasal 33H (2) Federal Court of Australia Act 1976, penentuan jumlah
anggota kelompok secara pasti justru tidak perlu. Idealnya, jumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
keseluruhan anggota kelompok sudah dapat diidentifikasi secara pasti, akan
tetapi apabila ada kesulitan untuk menghitungnya, maka akan dirasa cukup
apabila ada perkiraan jumlah yang mendekati kebenaran.
Selanjutnya yang dilakukan adalah proses pemeriksaan gugatan
class action. Tahap pemeriksan gugatan class action ini dimulai dari :
Pertama, tahap proses pemeriksaan awal. tahap pemeriksaan awal di
negara Australia diatur di dalam pasal 33H Federal Court of Australia Act
1976. Secara lengkap gugatan proses persidangan gugatan class action
harus memenuhi tahapan sebagai berikut :
a) Pengajuan statement of claims serta memerinci identifikasi group
members (wakil kelas dan anggota kelompoknya) dan kaitannya
dengan perkara ini.
b) Dalam mengidentifikasi anggota kelompok tidak harus
mencantumkan nama atau merinci jumlah anggota kelas yang
terlibat;
c) Memperinci posita dan petitum yang diajukan yang mencakup
kepentingan seluruh anggota kelas;
d) Menjelaskan secara spesifik adanya permasalahan yang sama baik
fakta maupun hukum antara wakil kelas dan anggota kelompok;
e) Proses sertifikasi melalui certification motion, yaitu untuk
menentukan apakah telah terpenuhi persyaratan untuk dikabulkan
tata cara penggunaan gugatan perwakilan kelomopok, dan apakah
mekanisme gugatan class action ini merupakan cara paling tepat;
f) Melakukan pemberitahuan; dan
g) Pengadilan memberikan dispensasi terhadap tuntutan yang
dimintakan sidang tidak mencakup ganti rugi.
Kedua, pemberitahuan atau notifikasi. Di Australia, notifikasi dan
pemberitahuan merupakan hal yang wajib, kecuali pada gugatan yang tidak
melibatkan tuntutan ganti rugi, notifikasi tidak diperlukan. Mekanisme
pemberitahuan diatur dalam pasal 33X dan 33Y Part IVA Representative
Proocendings Federal Court of Australia Act 1976. Pemberitahuan juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
harus dilakukan jika wakil kelas akan mundur dari gugatan yang semula
diwakilinya, dan pengadilan berdasarkan permintaan tersebut dapat
mengabulkan penggantian tersebut dan memerintahkan wakil kelas untuk
melakukan notifikasi (Susanti Adi Nugroho, 2010 : 187). Dalam
menentukan biaya perkara dan biaya pemberitahuan di Australia biaya
perkara juga di tanggung oleh pihak penggugat kecuali hakim berdasarkan
permohonan dari tergugat atau atas inisiatif sendiri dapat memerintahkan
persidangan dihentikan jikan terjadi pembengkakan biaya.
Ketiga, hak untuk opt-out dan mekanismenya. Hak untuk opy-out
adalah prosedur dimana anggota kelas yang telah didefinisikan secara umum
dalam gugatan diberitahukan melalui media massa dan pihak yang telah
masuk dalam pendefinisian tersebut diberi kesempatan untuk menyatakan
keluar dari gugatan perwakilan kelompok sesuai jangaka waktu yang
ditentukan. Di negara Australia juga mengadopsi mekanisme opt-out ini
walaupun pada awalnya terjadi kontroversi antara pihak yang setuju dan
pihak yang tidak setuju dengan adanya mekanisme opt-out ini. Untuk
menentukan keanggotaan kelompok dalam gugatan class action, mekanisme
opt-out ini secara umum telah diterapkan di negara Australia dan diatur
dalam Pasal 33E Federal Court of Australia Act 1976.
Keempat, putusan hakim dan pendistribusian ganti rugi.
Penyelesaian ganti kerugian di negara Australia dapat ditetapkan setelah
aspek pertanggung jawabnya terbukti, dan ditetapkan melalui putusan
hakim. Dalam putusan hakim yang pertama ini, tidak disebutkan jumlah
ganti kerugian dan mekanisme pendistribusiannya pada anggota kelasnya.
Ganti kerugian dan mekanisme pendistribusian biasanya hakim akan
menyarankan agar pihak melakukan perundingan atau pendekatan
konsensus sendiri, dalam waktu yang ditetapkan oelh hakimdan hasilnya
dilaporkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum (Susanti Adi
Nugroho, 2010 : 222). Administrasi pelaksanaan ganti rugi di negara
Australia tidak diatur secara eksplisit taetapi dalam praktek pengadilan akan
menetapkan suatu mekanisme atau cara paling praktis untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
mengadministrasikan dan mendistribusikan ganti kerugian termasuk bunga
yang diperoleh dari uang ganti kerugian tersebut. Didalam melaksanakan
administrasi pelaksanaan ganti kerugian pengadilan membentuk panel.
Menurut Pasal 33ZA (5) Federal Court of Australia Act 1976 bahwa
kelebihan uang ganti rugi tersebut atas permohonan tergugat dapat diminta
kembali untuk keperluan kepentingan publik yang masih ada kaitannya
dengan objek gugatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
TABEL 1
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PROSES PENYELESAIAN SENGKETA PENGAJUAN GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK ATAU CLASS ACTION
ISSUE
INDONESIA BERDASARKAN PERMA NOMOR 1
TAHUN 2002
AUSTRALIA BERDASARKAN FEDERAL COURT
OF AUSTRALIA ACT 1976
KRITERIA GUGATAN PERWAKILAN
KELOMPOK ATAU CLASS ACTION
1. Jumlah anggota kelompok yang banyak
2. Adanya kesamaan fakta atau dasar hukum yang
substansial dan persamaan tuntutan wakil kelas
dengan anggota kelompok
3. Wakil kelas yang memiliki kejujuran
4. Kemungkinan penggantian pengacara
1. 7 orang atau lebih jumlah anggota kelompok
2. Gugatan yang ditujukan pada pihak yang
sama
3. Gugatan saling terkait serta ditimbulkan dari
keadaan yang sama, serupa dan memiliki
keterikatan
4. Terdapat isu atau fakta substansial yang
sama
PERSYARATAN SURAT GUGATAN
PERWAKILAN KELOMPOK ATAU CLASS
ACTION
1. Memenuhi persyaratan formal yang diatur dalam
HIR/Rbg
2. Identitas lengkap
3. Definisi kelompok harus spesifik dan terperinci
4. Posita dan petitum harus jelas
1. Diatur di tingkat Federal Court of Australia
Act 1976 walaupun tidak diperinci
2. Identifikasi anggota kelas tidak harus
menyebutkan secara spesifik nama-nama
3. Penjelasan spesifik tentang masalah hukum
atau fakta yang sama yang bersifat
substansial
4. Penjelasan karakteristik posita dan tuntutan
SAAT PEMERIKSAAN DILAKUKAN
Pada awal proses persidangan berdasarkan statement of
claim (surat gugatan)
Pada proses awal atau sertifikasi setelah gugatan
diajukan untuk menentukan pembuktian apakah
persyaratan dipenuhi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
PEMBERITAHUAN ATAU NOTIFIKASI
1. Pemberitahuan dilakukan setelah pemeriksaan
awal penggunaan prosedur class action,
dinyatakan sah sebelum dilakukan pemeriksaan
pokok perkara
2. Notifikasi dilakukan menurut cara yang
ditentukan
3. Jika ganti rugi dikabulkan
1. Notifikasi diberikan pada awal proses class
action, setelah mekanisme class action
dikabulkan disertai hak opt-out dan
penentuan tanggal spesifik untuk opt-out
2. Jika ada permohonan menghentikan class
action
3. Permohonan dari wakil kelas untuk mundur
sebagai wakil kelas
4. Jika perdamaian tercapai
5. Pendistribusian ganti rugi
BEBAN BIAYA NOTIFIKASI
Pihak penggugat wakil kelas, yang akan diperhitungkan
jika gugatan dikabulkan
Pihak penggugat, kecuali hakim memerintahkan lain
yang nantinya diperhitungkan ke dalam looser’s pays
principles
SISA GANTI KERUGIAN
Tidak diatur
Kembali kepada tergugat dan ditentukan dalam
settlement agreement para pihak kecuali ditentukan
lain atas putusan hakim
ADMINISTRASI PELAKSANAAN GANTI
KERUGIAN
1. Dapat ditunjuk perwakilan dari pihak dan panitera
pengadilan yang bersangkutan jika ditunjuk akan
dilakukan oleh panel dalam surat gugatan.
2. Pelaksanaan ganti kerugian diawasi oleh Ketua
Pengadilan Negeri
Pengadilan dapat menetapkan mekanisme yang paling
praktis untuk mengadministrasikan dan
mendistribusikan uang ganti kerugian termasuk bunga
yang didapat dari uang ganti kerugian tersebut.
Biasanya diterapkan mekanisme panel atas
pengawasan hakim
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
2. Kelebihan dan Kelemahan Pengaturan Prosedur Penyelesaian Sengketa
Pengajuan Gugatan Perwakilan Kelompok atau Class action di Negara
Indonesia berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2002 dan di Negara
Australia berdasarkan Federal Court of Australia Act 1976
Meskipun gugatan perwakilan kelompok atau class action lahir dari
sistem hukum common law , namun kebutuhan akan prosedur class action
dapat dikatakan merupakan kebutuhan universal bagi negara-negara yang
sekarang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan yang pesat, terutama
pembangunan di bidang ekonomi dengan segala akses. Pembangunan yang
hanya menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi dan prinsip-prinsip
ekonomi semata-mata dapat memberikan akses yang lebih besar untuk
terjadinya kecelakaan massal atau kerugian massal. Pembangunan pabrik
yang tidak mengindahkan pelestarian lingkungan akan menghasilkan limbah
yang dapat merugikan masyarakat sekitarnya. Penebangan kayu di hutan
secara besar-besaran akan merusak lingkungan yang pada akhirnya juga dapat
membawa kerugian pada masyarakat luas. Pemasaran barang dan jasa
semakin agresif dengan berbagai cara, dapat merugikan konsumen.
Didalam bidang hukum yang menyangkut kepentingan publik,
lembaga class action mempunyai kedudukan yang strategis. Strategis dalam
arti memberikan akses yang lebih besar bagi masyarakat, terutama yang
kurang mampu baik secara ekonomis maupun struktural, untuk menuntutkan
apa yang menjadi hak-hak mereka yang bersifat publik, misalnya hak atas
kesehatan, hak atas pendidikan yang layak, hak atas lingkungan hidup yang
bersih dan sehat. Contohnya didalam kasus seperti gugatan sembilan
konsumen pengguna gas Elpiji sebagai wakil kelas dari konsumen Elpiji se-
Jabodetabek sebagai anggota kelas vs Pertamina atas kenaikan 40% harga
gas Elpiji ialah perbuatan melawan hukum karena tidak disosialisikan
terlebih dahulu kepada masyarakat konsumen atau tanpa mendengar terlebih
dahulu dari wakil-wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Gugatan diajukan di PN Jakarta Pusat Oktober 2001. Gugatan ini,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
dikabulkan sebagaimana, untuk pertama kalinya setelah Undang-Undang
Perlindungan Konsumen berlaku efektif, Pengadilan di Indonesia telah
melakukan perannya sebagai pembentuk hukum.
Dalam jurnalnya Antonio Gidi berpendapat mengenai kegunaan
Guagatn Class action, yaitu
Applicability of Class actions
1. A class action is suitable to protect transindividual rights
and individual rights.
a. In particular, the class action may protect:
1) Transindividual rights – diffuse rights, of an
indivisible nature, held collectively by a class of
people linked among themselves or to the opposing
party by legal or factual circumstances.
2) Individual rights – subjective rights belonging to
each member of the class, linked by legal or factual
circumstances.
2. All types of suits capable of providing adequate and effective
protection of the rights of the class and its members are
permissible. In particular, the class claim may be a
declaratory action, a suit for damages, or for an injunction.
3. The class action is also suitable for protecting claims against
a class of people, in accordance with the provisions of Title
V.
Terjemahan Bebas :
Kegunaan dari Class action adalah
1. Class action cocok di gunakan untuk melindungi hak atau
kepentingan umum dan keepentingan individu
a. Khususnya, class action melindungi
1) Kepentingan umum – kepentingan secara luas,
sifatnya tidak dapat terpisahkan, di kumpulkan oleh
sebuah kelompok dari orang – orang yang saling
berhubungan diantara mereka atau karena memiliki
persamaan dalam hukum yang substansial dan
keadaan yang nyata.
2) Kepentingan individu – kepentingan subjektif yang
termasuk anggota dari kelompok, dihubungan oleh
hukum yang substansial dan keadaan yang nyata.
2. Semua tipe dari Gugatan mampu untuk menyediakan
kegunaannya dan perlindungan yang efektif untuk
kepentingan kelompok dan anggotanya diizinkan.
Khususnya, kelompok menggugat tindakan deklarasi,
gugatan dari kerusakan, atau untuk sebuah perintah
pengadilan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
3. Class action cocok digunakan untuk melindungi gugatan dari
sebuah kelompok, yang sesuai dengan ketentuan dalam judul
V.
Dilihat dari kasus diatas, gugatan diajukan secara class action, selain
syarat harus mempertimbangkan juga manfaat dan kelemahannya. Untuk
memilih class action sebagai prosedur pengajuan gugatan, harus dipastikan
bahwa manfaat yang akan diperoleh melebihi kekurangannya sehingga
putusan atas gugatan dapat dikabulkan oleh Majelis Hakim. Dengan
prosedur class action, nilai kerugian yang kecil dari masing-masing anggota
digabung digabung, sehingga lolos dari ketentuan batas minimum nilai
perkara (Cupchela & Hyland, 1986 : 559). Bahwa dalam pelanggaran
hukum yang mengatur tentang hak-hak para pemegang saham, secara
praktis class action adalah satu-satunya cara penyelesaian yang terbaik
dalam hal kerugian yang diderita masing-masing pemegang saham demikian
kecilnya sehingga tidak sebanding dengan biaya perkara yang harus
dikeluarkan apabila gugatan diajukan secara individual. Class action
dimaksudkan untuk mengatasi hambatan-hambatan di Pengadilan.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan beberapa kelebihan proses
penyelesaian pengajuan gugatan perwakilan kelompom atau class action
secara umum antara lain :
a. Agar proses berperkara lebih ekonomis dan biaya lebih efisien (judicial
economy). Tidaklah ekonomis bagi pengadilan jikan harus melayani
gugatan sejenis secara satu-persatu. Manfaat ekonomis ini tidak saja
dirasakan oleh Penggugat tapi juga oleh Tergugat. Sebab dengan
pengajuan gugatan secara class action, Tergugat hanya satu kali
mengeluarkan biaya untuk melayani gugatan-gugatan pihak yang
dirugikan. Biaya pengacara juga lebih murah apabila menggunakan
mekanisme beracara secara class action. Maka dengan adanya gugatan
class action ini, kendala dapat diatasi secara bersama-sama dengan cara
saling menggabungkan diri bersama-sama dengan korban atau penderita
yang lain dalam satu gugatan atau biasa disebut gugatan perwakilan
kelompok;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
b. Memberikan akses pada keadilan (access to justice), dan mengurangi
hambatan-hambatan bagi penggugat individual yang pada umumnya
berposisi lebih lemah untuk memperjuangkan haknya di pengadilan;
c. Mengubah sikap pelaku pelanggaran dan menumbuhkan sikap jera bagi
mereka yang berpotensi untuk merugikan kepentingan masyarakat luas
(behaviour modifcation to punish corporate wrong doing, and force
corporates to pay for any harm they have caused). Dengan diterapkannya
prosedur class action berarti mendorong setiap penanggung jawab usaha
atau kegiatan baik swasta maupun pemerintah untuk bertindak lebih hati-
hati dalam menjalankan usahanya;
d. Penerapan gugatan perwakilan kelompok ini sejalan dengan ketentuan-
ketentuan yang diatur dalam kekuasaan kehakiman bahwa perasilan
dilakukan secara sederhana, cepat, dan biaya ringan; dan
e. Mencegah proses pengulangan perkara yang dapat berakibat putusan
yang berbeda atau tidak konsisten antara pengadilan atau majelis hakim
yang lain, jika tuntutan tersebut diajukan secara individual (Susanti Adi
Nugroho, 2002 : 5 dan 6).
Selain adanya kelebihan proses pengajuan penyelesaian sengketa
gugatan perwakilan kelompok atau class action, terdapat juga kekurangan
dalam proses penyelesaian sengketa pengajuan perwakilan kelompok atau
class action secara umum antara lain :
1. Penyelesaian yang tidak adil. Ketidakadilan yang muncul dalam proses
beracara class action adalah berkaitan dengan masalah penentuan
keanggotaan kelompok beserta daya ikat dan putusan hakim. Apabila
prosedur yang dipilih untuk menentukan keanggotaan kelompok dalam
class action adalah opt-in, maka tidak ada pernyataan masuk sebagai
anggota kelompok dari anggota-anggota kelompok yang sebenarnya
mempunyai kesamaan kepentingan,hanya gara-gara tidak mengetahui
adanya gugatan perwakilan kelompok atau class action, karena putusan
hakim hanya mempunyai akibat bagi mereka yang masuk sebagai
anggota kelompok. Hal tersebut merupakan ketidakadilan bagi anggota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
kelompok yang tidak mengetahui adanya gugatan. Sedangkan apabila
prosedur yang dipilih untuk menentukan keanggotaan kelompok adalah
dengan prosedur opt-out, maka tidak adanya pernyataan opt-out dari
orang yang potensial menjadi anggota kelompok, hanya karena mereka
tidak mengetahui, akan mengakibatkan dimasukkannya mereka menjadi
anggota kelompok dengan segala konsekuensinya. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, harus dengan cara yang sederhana serta
kesempatan atau waktu yang cukup layak bagi orang-orang yang
potensial untuk menjadi anggota untuk membuat dan menyerahkan
pernyataan keberatan atas gugatan perwakilan kelompok atau class
action yang diajukan dan tentang cara pemberitahuan yang tepat agar tiap
orang yang potensial menjadi anggota kelompok dapat mengetahui
adanya gugatan dengan cara yang mudah dan cepat;
2. Bahwa dalam gugatan perwakilan kelompok atau class action anggota
kelas pada umumnya menerima ganti rugi yang jumlahnya kecil. Dan
jika kesepakatan perdamaian dengan pihak tergugat dapat tercapai,
anggota kelas hanya menerima keuntungan yang kecil dari hasil
perdamaian;
3. Kesulitan untuk mengelola. Semakin banyak anggota kelompok, semakin
sulit mengelola gugatan class action, karena class action melibatkan
ribuan orang bahkan puluhan ribu orang. Kesulitan ini dapat terjadi pada
tahap pemberitahuan dan pendistribusian ganti rugi;
4. Jumlah tuntutan ganti rugi pada gugatan classs action dapat
mengakibatkan tergugat bangkrut, apabila gugatannya dikabulkan,
tergugat tidak hanya wajib memberi ganti kerugian atau melakukan
tindakan tertentu kepada pihak-pihak yang dirugikan yang disebut dalam
surat gugatan saja. Adanya kewajiban untuk mengganti kerugian yang
jauh lebih besar itulah yang dapat mengakibatkan kebangkrutan bagi
tergugat.
Setelah mengetahui kelebihan dan kelemahan proses penyelesaian
semgketa pengajuan gugatan perwakilan kelompok atau class action secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
umum, maka penulis akan mengkaji kelebihan dan kelemahan proses
penyelesaian sengketa pengajuan gugatan perwakilan kelompok atau class
action di negara Indonesia dan di negara Australia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
TABEL 2
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN PROSES PENYELESAIAN SENGKETA PENGAJUAN GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK ATAU CLASS ACTION
KELEBIHAN PROSES PENYELESAIAN SENGKETA
PENGAJUAN GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK
ATAU CLASS ACTION
KELEMAHAN PROSES PENYELESAIAN SENGKETA
PENGAJUAN GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK ATAU
CLASS ACTION
Di negara Indonesia :
1. Dalam mengajukan gugatan perwakilan kelompok atau
class action di dalam PERMA tidak diatur jumlah minimal
anggota kelompok untuk bisa mengajukan gugatan sehingga
apabila mengajukan gugatan hanya 3 orang tetapi sudah
memenuhi kriteria pengajuan gugatan perwakilan kelompok
maka tinggal menunggu proses persidangan
2. Dalam surat gugatan harus dicantumkan secara terperinci
identitas para pihak, posita dan petitum agar didalam
melakukan pemberitahuan bisa menggunakan mekanisme
yang tepat dan agar dapat kena sasaran
3. PERMA mengatur gugatan perwakilan kelompok atau class
action secara terperinci dari kriteria, isi surat gugatan
sampai administrasi pendistribusian ganti kerugian
Di negara Indonesia :
1. Dalam hal mekanisme pengadministrasian ganti kerugian di
negara Indonesia tidak diatur didalam PERMA hal ini
harusnya diatur karena agar dapat membantu ketua
pengadilan dalam pengadministrasian ganti rugi jika gugatan
dikabulkan
2. Dalam PERMA tidak mengatur tentang bagaimana
pembuktian bagi anggota kelas yang memperoleh ganti rugi
hal ini harusnya diatur agar anggota kelas bisa mengetahui
seberapa besar ganti kerugian yang mereka dapatkan
Di negara Australia :
1. Dalam pengadministrasian ganti rugi negara Australia
mempunyai mekanisme yang tepat dalam mendistribusikan
ganti rugi sehingga kelebihan uang ganti rugi dapat diminta
kembali oleh tergugat
Di negara Australia :
1. Didalam mengajukan gugatan perwakilan kelompok atau
class action dalam penentuan anggota harus berjumlah 7
orang apabila jumlah tidak mencukupi 7 orang maka hakim
tidak akan melaksanakan persidangan
2. Peraturan Federal Court of Australia Act 1976 yang mengatur
gugatan perwakilan kelompok atau class action tidak
terperinci dan didalam menjelaskan identitas anggota
kelompok tidak harus menyebutkan nama secara terperinci
sehingga dalam memberitahukan kepada anggota kelompok
akan sedikit kesulitan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Persamaan dan perbedaan proses penyelesaian pengajuan gugatan perwakilan
kelompok atau class action di negara Indonesia berdasarkan PERMA Nomor
1 Tahun 2002 dan di negara Australia berdasarkan Federal Court of Australia
Act 1976
a. Class action di negara Indonesia maupun di negara Australia sama-sama
mempunyai tujuan yang sama dalam proses penyelesaian sengketa
pengajuan gugatan pewakilan kelompok atau class action yaitu
memberikan keuntungan dengan berperkara lebih ekonomis dan biaya
lebih efisien, memberikan akses pada keadilan dimana para penggugat
individual yang pada umumnya berposisi lemah untuk memperjuangkan
haknya di pengadilan, dan mengubah sikap pelanggaran dan
menumbuhkan sikap jera bagi mereka yang berpotensi untuk merugikan
kepentingan masyarakat luas.
b. Ada perbedaan mendasar antara proses penyelesaian pengajuan gugatan
perwakilan kelompok atau class action di negara Indonesia dan negara
Australia
1) Di negara Indonesia, kriteria jumlah anggota yang banyak tidak
ditentukan harus berapa orang yang mengajukan gugatan perwakilan
kelompok tidak ada minimal orang dalam penentuan jumlah anggota
kelompok. Dan di negara Australia, mensyaratkan minimal jumlah
anggota kelompok 7 (tujuh) orang. Jika selama proses perkara
berjalan jumlah minimal 7 (tujuh) orang menjadi berkurang maka
hakim dapat menentukan untuk menghentikan atau melanjutkan
proses perkara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
2) Persyaratan surat gugatan, di negara Indonesia di dalam surat
gugatan harus mencantumkan identitas lengkap dan definisi
kelompok secara terperinci dan spesifik begitupun dengan posita dan
petitumnya harus jelas serta mekanisme pendistribusian ganti rugi
harus jelas. Berbeda dengan negara Australia, di dalam surat gugatan
tidak harus mencantumkan identitas para anggota kelompok secara
terperinci dan spesifik. Selain itu posita, petitum dan fakta hukum
yang bersifat substansial harus diberi penjelasan secara spesifik.
3) Sisa ganti kerugian, di negara Indonesia sisa ganti kerugian tidak
diatur didalam PERMA jadi apabila ada sisa ganti kerugian maka
hakim yang dapat memutuskan bagaimana mekanisme
pendistribusian ganti kerugian tersebut. Sedangkan di negara
Australia, sisa ganti kerugian dikembalikan kepada pihak tergugat
agar dapat digunakan untuk keperluan kepentingan publik yang
masih ada kaitannya dengan objek gugatan.
2. Kelebihan dan kelemahan proses penyelesaian pengajuan gugatan perwakilan
kelompok atau class action di negara Indonesia berdasarkan PERMA Nomor
1 Tahun 2002 dan di negara Australia berdasarkan Federal Court of Australia
Act 1976
a. Kelebihan proses penyelesaian sengketa pengajuan gugatan perwakilan
kelompok atau class action di negara Indonesia antara lain :
Dalam mengajukan gugatan perwakilan kelompok atau class action
di dalam PERMA tidak diatur jumlah minimal class member untuk bisa
mengajukan gugatan sehingga apabila mengajukan gugatan hanya 3
(tiga) orang tetapi sudah memenuhi kriteria pengajuan gugatan
perwakilan kelompok maka tinggal menunggu proses persidangan, dalam
surat gugatan harus dicantumkan secara terperinci identitas para pihak,
posita dan petitum agar didalam melakukan pemberitahuan bisa
menggunakan mekanisme yang tepat dan agar dapat kena sasaran,
PERMA mengatur gugatan perwakilan kelompok atau class action secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
terperinci dari kriteria, isi surat gugatan sampai administrasi
pendistribusian ganti kerugian.
b. Kelemahan proses penyelesaian sengketa pengajuan gugatan perwakilan
kelompok atau class action di negara Indonesia antara lain :
Dalam hal mekanisme pengadministrasian ganti kerugian di negara
Indonesia tidak diatur didalam PERMA hal ini harusnya diatur karena
agar dapat membantu ketua pengadilan dalam pengadministrasian ganti
rugi jika gugatan dikabulkan, di dalam PERMA tidak mengatur juga
tentang bagaimana pembuktian bagi anggota kelas yang memperoleh
ganti rugi hal ini harusnya diatur agar anggota kelas bisa mengetahui
seberapa besar ganti kerugian yang mereka dapatkan,
c. Kelebihan proses penyelesaian sengketa pengajuan gugatan perwakilan
kelompok atau class action di negara Australia antara lain :
Dalam pengadministrasian ganti rugi negara Australia mempunyai
mekanisme yang tepat dalam mendistribusikan ganti rugi sehingga
kelebihan uang ganti rugi dapat diminta kembali oleh tergugat
d. Kelemahan proses penyelesaian sengketa pengajuan gugatan perwakilan
kelompok atau class action di negara Australia antara lain :
Didalam mengajukan gugatan perwakilan kelompok atau class
action dalam penentuan anggota kelompok harus berjumlah 7 (tujuh)
orang apabila jumlah tidak mencukupi 7 (tujuh) orang maka hakim tidak
mau melaksanakan persidangan, peraturan Federal Court of Australia
Act 1976 yang mengatur tentang gugatan perwakilan kelompok atau class
action tidak terperinci dan didalam menjelaskan identitas class member
tidak harus menyebutkan nama-nama secara terperinci sehingga, di
dalam memberitahukan kepada anggota kelompok akan sedikit kesulitan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
B. Saran
Berdasarkan simpulan maka, saran yang dapat disampaikan adalah sebagai
berikut :
1. Dalam penyelesaian pengajuan gugatan perwakilan kelompok atau class
action harusnya para penegak hukum mampu berperan aktif dalam
menangani kasus yang berhubungan dengan gugatan Perwakilan kelompok
atau class action sehingga dapat membantu pihak-pihak yang dirugikan
dalam perkara gugatan perwakilan kelompok tersebut;
2. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1 Tahun 2002
masih banyak yang perlu dikritisi dan perlu diamandemen kembali dengan
menambah hal-hal yang belum diatur serta memperjelas Pasal-pasal yang
belum jelas;
3. Pengaturan gugatan perwakilan kelompok yang diatur oleh Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1 Tahun 2002 ini hendaknya
hanya bersifat sementara saja dan kedepan bentuk pengaturannya harus
berbentuk Undang-undang atau merupakan bagian dari Undang-undang
Hukum Acara Perdata Indonesia;
4. Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 yang mengatur
tentang gugatan perwakilan kelompok perlu adanya pasal yang
menyebutkan tentang kewajiban menggunakan pengacara khusus yang
profesional dibidangnya dalam pengajuan gugatan perwakilan kelompok;
5. Agar dapat mengambil sisi positif dari proses berperkara secara class action
negara Australia yang sesuai dengan keadaan di negara Indonesia agar bisa
diterapkan dengan baik.