29
Diksi ialah pemilihan perbendaharaan kata dan gaya ungkapan yang tepat dan berkesan untuk mengungkapkan idea. Dalam bidang kesusasteraan dan fonetik, sinkope (sinkop') ialah pemendekan sesuatu kata dengan menggugurkan satu atau lebih huruf atau suku kata dari tengah-tengah kata itu. [1] Contoh sinkop dalam bahasa Melayu ialah pengguguran "ha" dalam sahaja menjadi saja, dan "id" dalam tidak menjadi tak. Sinkope berlaku dalam persajakan, percakapan harian, peminjaman kata asing dan perubahan zaman. JENIS-JENIS GAYA BAHASA 1. Diksi ialah pemilihan dan penyusunan kata-kata yang indah sehingga membawa pengertian yang mendalam dan tepat penggunaannya. Contoh: Mukanya berisi keriangan. 2. Personifikasi merujuk bahasa yang memberikan sifat manusia kepada sesuatu benda, keadaan atau suasana. Contoh: Pokok kelapa itu melambai-lambai ke arahnya. 3. Metafora pula ialah bahasa kiasan yang tidak menggunakan kata- kata bandingan. Metafora boleh terdiri daripada konsep logik dan abstrak. Contoh: Lautan fikirannya (Lautan bermaksud laut dan banyak ilmu. Fikiran pula hanya ada satu maksud iaitu berfikir atau otak). 4. Simile ialah kiasan yang membandingkan dua benda yang berbeza tetapi ada persamaan. Penggunaan bak, umpama, seperti, bagai dan laksana banyak digunakan dalam ayat jenis ini. Contoh: wajahnya pucat umpama mayat.

Diksi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aa

Citation preview

Page 1: Diksi

Diksi ialah pemilihan perbendaharaan kata dan gaya ungkapan yang tepat dan berkesan untuk

mengungkapkan idea.

Dalam bidang kesusasteraan dan fonetik, sinkope (sinkop') ialah pemendekan sesuatu kata

dengan menggugurkan satu atau lebih huruf atau suku kata dari tengah-tengah kata itu.[1]

Contoh sinkop dalam bahasa Melayu ialah pengguguran "ha" dalam sahaja menjadi saja, dan

"id" dalam tidak menjadi tak.

Sinkope berlaku dalam persajakan, percakapan harian, peminjaman kata asing dan perubahan

zaman.

JENIS-JENIS GAYA BAHASA

1. Diksi ialah pemilihan dan penyusunan kata-kata yang indah sehingga membawa pengertian yang

mendalam dan tepat penggunaannya. Contoh: Mukanya berisi keriangan.

2. Personifikasi merujuk bahasa yang memberikan sifat manusia kepada sesuatu benda, keadaan

atau suasana. Contoh: Pokok kelapa itu melambai-lambai ke arahnya.

3. Metafora pula ialah bahasa kiasan yang tidak menggunakan kata-kata bandingan. Metafora boleh

terdiri daripada konsep logik dan abstrak. Contoh: Lautan fikirannya (Lautan bermaksud laut dan

banyak ilmu. Fikiran pula hanya ada satu maksud iaitu berfikir atau otak).

4. Simile ialah kiasan yang membandingkan dua benda yang berbeza tetapi ada persamaan.

Penggunaan bak, umpama, seperti, bagai dan laksana banyak digunakan dalam ayat jenis ini.

Contoh: wajahnya pucat umpama mayat.

5. Hiperbola pula perbandingan yang tidak logik atau melampau. Contoh: matanya berapi-api.

6. Paradoks merujuk pernyataan yang ganjil atau bertentangan tetapi mempunyai maksud yang

tepat. Contoh: benci tetapi rindu.

7. Asonansi ialah pengulangan vokal. Contoh: segar angin laut (pengulangan vokal a).

8. Aliterasi ialah pengulangan konsonan. Contoh: segar angin laut. (pengulangan konsonan n)

Page 2: Diksi

9. Pengulangan/ repitasi ialah pengulangan perkataan dalam ayat atau rangkap yang sama.

Contoh: tenaga pemuda tenaga beerti.

10. Inversi ialah pembalikan susunan kata. Contoh: sihat badan wajah berseri (sepatutnya; badan

sihat wajah berseri)

11. Anafora ialah pengulangan kata di depan baris. Contohnya: bila diikat dia jalan, biladibuka ia

berhenti.

12. Responsi ialah pengulangan kata di tengah baris. Contohnya: mencipta rumah tempatberlindung,

membina bilik tempat berteduh.

13. Epifora ialah pengulangan kata-kata di akhir baris puisi

14. Simbol/ perlambangan. Contoh: Ombak melambangkan cabaran dalam kehidupan.

15. Sinkof/ sinkope ialah singkatan. Contoh: tak (tidak), ku (aku), mu (kamu).

16. Jenis bahasa iaitu bahasa Arab, bahasa Jawa, bahasa Klasik dan lain-lain.

17. Imej Alam. Contoh: padi, bulan, rumput.

18.Peribahasa-susunan kata yang pendek dengan makna yang

luas ,mengandungi kebenaran , sedap , didengar dan bijak perkataannya.

Contohnya- cakar ayam, kaki ayam.

A. Pengantar 

Mempelajari sastra khususnya puisi merupakan suatu hobi sebagian

orang. Jika ingin mendapatkan pemahaman dalam sebuah puisi, maka

kita harus mempelajari bagaimana puisi itu sendiri. Salah satu yang harus

dipelajari adalah memahami karakteristik bahasa puisi.

Page 3: Diksi

Pada pertemuan sebelumnya, kita sudah membahas karakteristik bahasa

puisi: perbedaannya dengan karya sastra lain dan diksi dalam puisi, yang

telah dipresentasikan Faliq Ayken. Pada pertemuan tersebut telah kita

ketahui bahwa puisi memiliki kekhasan sendiri dibanding dengan sastra

lainnya. Hal itu dapat dilihat salah satunya melalui diksi dalam karya

sastra itu sendiri.

Pada pertemuan ini, akan dibahas karakteristik bahasa puisi yang ditinjau

dari makna denotasi dan konotasi serta bahasa kiasan.

B. Makna Denotasi dan Konotasi

Puisi merupakan karya sastra berupa gubahan atau rangkaian dalam

bahasa yang dibentuk secara selektif, tertata, dan cermat sehingga

mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan

tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus

(Oktav, Makalah, 2014). Pada makalah sebelumnya, unsur-unsur makna

yang terdapat di dalam puisi, sudah sangat jelas menjelaskan maksud

dari makna. Makna memiliki definisi lebih kompleks daripada arti,

sedangkan arti merupakan perwujudan aktual dari makna (Oktav,

Makalah, 2014). Kata makna dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam

Jaringan menyebutkan, makna adalah arti; maksud pembicara atau

penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan.

Kata denotasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan

menyebutkan, denotasi adalah makna kata atau kelompok kata yang

didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau

yang didasarkan atas konvensi tertentu dan bersifat objektif.

Kata konotasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 2007:

588) menyebutkan bahwa konotasi adalah tautan pikiran yang

Page 4: Diksi

menimbulkan nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan dengan

sebuah kata; makna yang ditambahkan pada makna denotasi.

Dalam buku Semantik Pengantar Memahami Makna Bahasa yang

mengutip Trask (Subuki, 2011: 48) mengemukakan bahwa denotasi

mengacu kepada arti sentral dari sebuah bentuk linguistik yang dapat

dipertimbangkan sebagai hal yang diacunya. Bagi Cruse, denotasi

mencakup persoalan ekstensi dan intensi (Cruse, 2006: 136). Subuki yang

mengutip Kreidler (2011: 48) menyebutkan, ekstensi dari sebuah bentuk

linguistik mencakup seluruh entitas yang dapat didenotasi oleh bentuk

tersebut, misalnya kata buahdapat mendenotasi mangga, apel, jeruk, dan

sebagainya yang masih termasuk dalam kelompok buah; sedangkan

intensi dari sebuah bentuk linguistik mengacu pada ciri dan/atau sifat

yang dimiliki bersama oleh ekstensinya, misalnya ciri dan/atau sifat yang

sama antara mangga, apel, jeruk, dan sebagainya. Sementara istilah

konotasi yang dikutip dari Trask (1999: 51) didefinisikan sebagai arti kata

yang lebih luas dari makna sentral dan makna utamanya yang biasanya

diperoleh melalui asosiasi yang berulang (Subuki, 2011: 49).

Menurut Waridah (2013: 302) makna denotasi adalah makna suatu kata

sesuai dengan konsep asalnya, tanpa mengalami perubahan makna atau

penambahan makna, dan disebut pula makna lugas. Sementara makna

konotasi diartikan sebagai makna suatu kata berdasarkan perasaan atau

pemikiran seseorang, dapat dianggap sebagai makna denotasi yang

mengalami penambahan makna, dan dapat disebut pula sebagai makna

kias atau makna kontekstual.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat ditarik sebuah benang

merahnya bahwa makna denotasi merupakan sebuah makna yang

sebenarnya dari kata tersebut dan mempunyai arti atau makna yang

sama dalam kamus atau dapat disebut sebagai makna leksikal.

Sementara makna konotasi dapat diartikan sebagai makna yang tidak

sebenarnya dari suatu kata atau tidak didasarkan atas kondisi kebenaran

Page 5: Diksi

(non-truth-conditional) dan merupakan makna tambahan terhadap makna

dasarnya yang berupa nilai rasa dan bersifat subjektif sesuai

penggunanya.

Untuk lebih memahami makna denotasi dan konotasi, berikut diberikan

tabel contohnya:

KataDenotasi Konotasi

Makna Kalimat Makna Kalimat

Wajah MukaWajahnya tampak

berseri.

Gambaran

umum yang

tampak

Jakarta adalah

wajah Indonesia.

Tenggelam Karam

Kapal laut

tenggelam setelah

dihantam ombak

setinggi 5 meter.

Bangkrut;

hilang

Usaha kecilnya

tenggelam akibat

krisis ekonomi.

KacamataLensa tipis

untuk mata

Kakek membaca

koran

menggunakan

kacamata.

Sudut

pandang

Aku selalu salah

menurut

kacamatanya.

Dikemukakan oleh Wellek (1962: 23) yang pemakalah sadur dari Pradopo

(2012: 60) bahwa bahasa sastra penuh arti ganda, penuh homonim,

kategori-kategori arbiter, atau irasional, menyerap peristiwa sejarah,

ingatan-ingatan, dan asosiasi-asosiasi.

Dalam sebuah puisi, kata yang tersusun tidak hanya mengandung makna

denotasi saja. Pada umumnya, puisi memiliki makna tambahan yang

ditimbulkan oleh asosiasi-asosiasi yang keluar dari denotasinya. Seperti

yang telah dibahas oleh Faliq Ayken dalam makalah sebelumnya bahwa

puisi lebih cenderung menggunakan bahasa konotatif (bermakna

konotasi) sementara makna denotasi atau bahasa sehari-hari lebih dekat

dengan bahasa prosa dan drama (Ayken, Makalah, 2014).

Page 6: Diksi

Puisi sebagai karya sastra memiliki gaya bahasa dengan makna yang

tidak hanya menerangkan, tetapi juga sangat ekspresif yang membawa

nada dan sikap pada si pembicara atau si penulis. Makna konotasi dalam

sebuah puisi membuat penikmat puisi memiliki imajinasi yang membawa

emosi perasaan tertentu. Misalnya pada bait sajak Toto Sudarto Bachtiar

di bawah ini:

PAHLAWAN TAK DIKENAL

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring

Tapi bukan tidur, sayang

Sebuah lubang peluru bundar di dadanya

Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang

(Toto Sudarto

Bachtiar, http://pecintapuisi.wordpress.com/2007/12/15/pahlawan-tak-

dikenal/, akses 22 Juni 2014).

Puisi Toto Sudarto Bachtiar di atas sangat tergambar makna konotasi

yang dibuatnya. Penyair menuliskan kata 'terbaring'; 'tapi bukan tidur',

hal ini dapat diartikan dengan mati atau meninggal. Puisi di atas

memberikan imajinasi bagi pembacanya untuk membayangkan seorang

pahlawan yang terkapar atau terbaring akibat tertembak.

Contoh puisi lainnya adalah sebagai berikut:

          Cermin Mimi Aya

Apa kabarmu, sayang, masihkah kauingat nasihatku

Waktu kutitipkan cermin kesayanganku kepadamu?

Bagaimana rasanya becermin?

Page 7: Diksi

Apakah kau telah mengetahui dirimu sendiri,

saat cermin itu tiba-tiba retak saat kautatap?

Setiap malam sebelum aku dijemput mimpi,

aku berdiri di depannya sambil mengedipkan mata,

terkedip-kedip seperti matamu sebelum tidur dalam tafakur keabadian

Dijemput Kekasihmu yang sudah lama kaunantikan

Ialah Mimi Aya, perempuan yang tak pernah menyerah memberikan arah

kala aku terjebak hiburan-hiburan jalanan

Ialah kau, Ibu yang tak suka anak-anaknya mencuri dan mencari

cermin-cermin lain sebelum ilmu cermin itu dihabiskan

... dst

(Faliq Ayken, Puisi Cermin, http://kolibet.blogspot.com/2014/04/cermin-

mimi-aya.html, akses 22 Juni 2014).

Pada puisi di atas, kata cermin memiliki makna konotasi sebagai teladan

atau pelajaran. Penulis puisi tersebut memberikan gambaran bahwa Mimi

Aya adalah sebagai cerminnya. Mimi Aya sebagai Ibu yang selalu

memberikan penulis arah. Dan karena itulah penulis menganggap Ibunya

sebagai cermin, teladannya.

C. Perubahan Makna

Dalam susunan kata, sebuah kata seringkali mengalami perubahan

makna dalam penggunaannya. Berikut akan diuraikan beberapa

perubahan makna tersebut.

1. Perluasan Makna (Generalisasi), perluasan makna yang terjadi apabila

makna suatu kata lebih luas dari makna asalnya.

Contoh:

Kata Makna Asal Makna Baru

Page 8: Diksi

AdikSaudara sekandung yang

lebih muda

Semua orang yang usianya di

bawah kita

Bapak Ayah Setiap laki-laki dewasa

Kepala Bagian badan sebelah atas

Jabatan tertinggi; pimpinan

seperti padakepala sekolah,

kepala rumah sakit

2. Penyempitan Makna (Spesialisasi), penyempitan makna yang terjadi

apabila sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang luas,

kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna.

Contoh:

Kata Makna Asal Makna Baru

Gadis Anak dara Perawan

Sastra Tulisan

Karangan-karangan yang

bernilai keindahan dan dapat

menggugah perasaan

3. Ameliorasi, perubahan makna yang nilainya lebih tinggi dari makna

asalnya.

Contoh:

Kata

Lembaga

permasyarakatanNilai rasanya lebih tinggi

daripada

Bui; tahanan

Wanita Perempuan

Tuna susila Pelacur

Pramuniaga Pelayan toko

4. Peyorasi, perubahan makna yang nilai rasanya lebih rendah dari makna

asalnya.

Page 9: Diksi

Contoh:

Kata Makna Asal Makna Baru

FundamentalisOrang yang berpegang pada

prinsip

Orang yang hidupnya

eksklusif, mengedepankan

kekerasan

Cuci tanganKegiatan mencuci tangan

setelah makan dan bekerja

Tidak bertanggungjawab

dalam suatu persoalan

Kroni Sahabat Kawan dari seorang penjahat

5. Sinestesia, perubahan makna yang terjadi sebagai akibat pertukaran

tanggapan dua indera yang berbeda.

Contoh:

Rinrin tampak manis bila mengenakan baju kebaya. ('tampak manis'

merupakan pertukaran antara indera penglihatan dengan indera

pengecap). 

Suara penyanyi itu sangat lembut. ('suara penyanyi' dan 'sangat lembut'

merupakan pertukaran antara indera pendengaran dengan indera

perasa).

Perubahan makna sinestesia sering digunakan oleh seorang penyair untuk

mengungkapkan perasaannya.

Contoh:

Wangiku telah menjadi coklat tanahmu

Wangiku telah menjadi garam dalam lautmu

Wangiku akan selalu dikicaukan burung-burung

(D. Zawawi Imron, "Selamat

Datang", https://id.answers.yahoo.com/question/index?

qid=20091003171438AAmR31R, akses 22 Juni 2014).

Page 10: Diksi

Wangi adalah aroma yang berkaitan dengan indera penciuman, kemudian

ditukar dengan indera penglihatan 'warna coklat', indera pengecapan

'garam', dan indera pendengaran 'kicau'.

Angin Angan

Pintu berderit saat udara malam bergerak perlahan

menelusup ke dalam tulang terdalam sepasang kekasih

di hening hujan malam pertemuan

….. dst

(Oky Primadeka, Puisi Angin, http://kolibet.blogspot.com/2014/05/angin-

angan.html, akses 22 Juni 2014)

Pada puisi di atas, 'pintu berderit' dan 'udara malam bergerak perlahan'

merupakan pertukaran antara indera pendengaran dengan indera

penglihatan.

6. Asosiasi, makna kata yang timbul karena persamaan sifat.

Contoh:

Kata Makna Asal Makna Baru

Kursi Tempat duduk Jabatan

BunglonBinatang sejenis kadal yang

dapat bertukar warna kulit

Orang yang pendiriannya

tidak tetap

TikusBinatang pengerat yang

sering menimbulkan kerugianKoruptor 

Makna asosiasi dapat pula dihubungkan dengan beberapa unsur berikut

ini:

a. Waktu atau peristiwa

Contoh:

Kartosuwiryo mengganas di Jawa Barat.

Page 11: Diksi

Lagu Mengheningkan Cipta dikumandangkan pada upacara

memperingati Hari Pahlawan.

b. Tempat atau lokasi

Contoh:

Mantan pejabat itu sekarang menginap di hotel prodeo. (penjara)

Tanah Lot menjadi tujuan liburan keluarga. (tempat pariwisata di Bali)

c. Warna

Contoh:

Warna putih pada suatu pertempuran mengasosiasikan ‘menyerah dan

lawan harus menghentikan pertempuran’.

Warna hijau pada lampu lalu intas mengasosiasikan ‘berjalan’.

d. Tanda atau lambang tertentu

Contoh:

Tanda S berasosiasi dengan perintah untuk berhenti.

Tanda Sendok dan Garpu berasosiasi dengan rumah makan.

D. Bahasa Kiasan

Menurut Mulyono, gaya bahasa adalah cara khas menyatakan pikiran dan

perasaan dalam bentuk tulis atau lisan. Menurut HB Jassin, gaya bahasa

adalah perihal memilih dan mempergunakan kata sesuai dengan isi yang

ingin disampaikan. Sedangkan menurut Nata Wijaya, gaya bahasa adalah

pernyataan dengan pola tertentu, sehingga mempunyai efek tersendiri

terhadap pemerhati pembaca dan pendengar

(Yusuf,http://kibutut.blogspot.com/2013/06/gaya-bahasa-dalam-puisi.html,

akses 20 Mei 2014). Menurut Keraf (2006: 113), gaya bahasa merupakan

cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang

memperhatikan ciri dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).

Sedangkan dalam Tarigan (1985: 5) dinyatakan bahwa gaya bahasa

Page 12: Diksi

adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek

dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau

hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum

(Admin,http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17733/4/Chapter

%20II.pdf, akses 21 Juni 2014).

Dapat pemakalah katakan bahwa gaya bahasa merupakan suatu pikiran

yang disampaikan seorang penulis dengan kata-kata (baik secara tulis

ataupun lisan) sebagai ekspresi dalam dirinya yang menimbulkan suatu

efek bagi pembaca atau pendengarnya.

Selanjutnya, Keraf (1984) membagi gaya bahasa menjadi lima bagian,

yaitu gaya bahasa yang dibagi menjadi segi non-bahasa dan bahasa itu

sendiri; gaya bahasa berdasarkan pilihan kata yang terdiri dari gaya

bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan; gaya

berdasarkan nada yang dibagi lagi menjadi gaya sederhana, gaya mulia

dan bertenaga dan gaya menengah; gaya bahasa berdasarkan struktur

kalimat yaitu menyangkut klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan

repetisi; dan yang terakhir gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya

makna yang terbagi menjadi dua yaitu gaya bahasa retoris dan gaya

bahasa kiasan

(Saida, http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel5FFCF6DF3C432EF1

777FBB04E4E6ABAC.pdf, akses 21 Juni 2014).

Sementara itu, Tarigan membagi gaya bahasa menjadi empat varian,

yaitu gaya bahasa perbandingan yang terdiri atas sebelas macam, gaya

bahasa pertentangan yang terdiri atas dua puluh satu macam, gaya

bahasa pertautan yang terdiri atas empat belas macam, dan gaya bahasa

perulangan yang terdiri atas tiga belas macam

(Admin,http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17733/4/Chapter

%20II.pdf, akses 21 Juni 2014).

Page 13: Diksi

Meruncing kepada gaya bahasa kiasan, pemakalah akan menerangkan

mengenai bahasa kiasan dengan merujuk pada pendapat Keraf.

Menurut Keraf (2004: 136), gaya bahasa kiasan adalah membandingkan

sesuatu dengan sesuatu hal yang lain, berarti mencoba untuk

menemukan ciri yang menunjukkan kesamaan antara dua hal tersebut.

Gaya bahasa kiasan ini pertama-tama dibentuk berdasarkan

perbandingan atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan yang

lain, berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan

antara kedua hal tersebut  (Keraf, 2006: 136). Perbandingan sebenarnya

mengandung dua pengertian, yaitu perbandingan yang termasuk dalam

gaya bahasa yang polos atau dalam arti makna denotasinya dan

perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa kiasan atau dalam arti

makna konotasi. Berikut contohnya:

a. Dia sama pintarnya dengan kakaknya.

b. Parasnya seperti rembulan yang bercahaya.

Perbedaan antara kedua perbandingan di atas adalah dalam hal kelasnya.

Perbandingan pertama mencakup dua anggota yang termasuk dalam

kelas yang sama dan gaya bahasa yang digunakan memiliki makna

denotatif, sedangkan perbandingan kedua, sebagai bahasa kiasan,

mencakup dua hal yang termasuk dalam kelas yang berlainan dan

bermakna konotasi

(Admin,http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17733/4/Chapter

%20II.pdf, akses 21 Juni 2014).

Bahasa kiasan atau majas dalam sebuah karya sastra dapat

menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi

tertentu. Penggunaan majas menyebabkan puisi menjadi menarik

perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan

kejelasan gambaran angan (Pradopo, 2007: 62).

Pradopo (2000: 62) mengemukakan bahwa jenis majas meliputi

perbandingan (simile), metafora, perumpamaan epos (epic simile),

Page 14: Diksi

personifikasi, metonimia, sinekdoke (synecdoche), dan alegori. Badrun

(1989: 26) berpendapat bahwa jenis majas terdiri dari simile, metafora,

personifikasi, sinekdoke, metonimia, simbol, dan alegori

(Admin,http://eprints.uny.ac.id/9525/3/bab%202-05210141021.pdf, akses

21 Juni 2014).

Sementara itu, Keraf (2004: 124-145) membagi bahasa kiasan yang

merupakan bagian dari gaya bahasa yang berdasarkan langsung tidaknya

makna meliputi persamaan atau simile, metafora, alegori, parabel, fabel,

personifikasi, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia,

hipalase, ironi, sinisme, dan sarkasme, satire, innuendo, antifrasis

(Sukir, http://ngawieducation.blogspot.com/2009/02/stelistika-unsur-

retorika-gaya-bahasa.html,  akses 21 Juni 2014). 

Berikut akan diberikan penjelasan mengenai macam-macam bahasa

kiasan.

1. Simile

Keraf (2004: 142) berpendapat bahwa simile adalah perbandingan yang

bersifat eksplisit, yaitu gaya bahasa yang langsung menyatakan sesuatu

yang sama dengan hal lain dengan menggunakan kata-kata pembanding

seperti: bagai, bagaikan, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama,

laksana, sepantun, penaka, se, dan lainnya. Contoh:

biarlah ia pergi laksana hembusan angin

walau sesaat...

tetap saja,

pernah menyejukkan

2. Metafora

Keraf (2004: 139) berpendapat bahwa metafora adalah semacam analogi

yang membandingkan dua hal secara langsung tetapi dalam bentuk yang

singkat. Metafora adalah majas perbandingan yang tidak menggunakan

kata-kata pembanding. Menurut Altenbernd, metafora menyatakan

sesuatu sebagai hal yang sama dengan hal lain, yang sesungguhnya tidak

Page 15: Diksi

sama (Pradopo, 2012: 66). Contohnya: tangan kanan (orang

kepercayaan), raja siang (matahari), putri malam (bulan), bunga bangsa

(pahlawan), dan lain sebagainya (http://rijalfahmi6.blogspot.com/p/blog-

page_7809.html, akses 20 Mei 2014). Contoh lainnya seperti pada kalimat

rumahku surgaku, pemuda adalah bunga bangsa.

Contoh pada puisi:

Bumi ini perempuan jalang

yang menarik laki-laki jantan dan pertapa

ke rawa-rawa mesum ini

(Subagio Sastrowardjojo, "Dewa Telah

Mati", http://sapuani.blogspot.com/2010/05/dewa-telah-mati.html, akses

22 Juni 2014)

Metafora terdiri dari dua term atau dua bagian, yaitu term pokok

(principal term) dan term kedua (secondary term) (Pradopo, 2007: 66-67).

Term pokok disebut juga tenor, term kedua disebut juga vehicle. Term

pokok atau tenor menyebutkan hal yang dibandingkan, sedang term

kedua atau vehicle adalah hal yang membandingkan. Misalnya 'Aku' ini

'binatang jalang': 'Aku' adalah term pokok, sedang 'binatang jalang' term

kedua atauvehicle. Namun seringkali penyair langsung menyebutkan term

kedua tanpa menyebutkan term pokok atau tenor. Metafora ini disebut

metafora implisit (implied metaphor) (Pradopo, 2007: 66-67).

3. Alegori

Alegori adalah kata kiasan berbentuk lukisan atau cerita kiasan. Cerita

kiasan ini mengiaskan hal lain atau kejadian lain. Majas ini dapat pula

dikatakan sebagai lanjutan dari metafora atau merupakan metafora yang

dikembangkan. Majas ini banyak ditemui pada puisi-puisi Angkatan

Pujangga Baru. Juga banyak ditemui pada puisi-puisi modern (Pradopo,

2012: 71). Dalam alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang

Page 16: Diksi

abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat. Misalnya: Cerita tentang

putri salju.

Contoh pada puisi:

Teratai

Kepada Ki Hajar Dewantara

Dalam kebun di tanah airku

Tumbuh sekuntum bunga teratai

Terembunyi kembang indah permai

Tidak terlihat orang yang lalu

Akarnya tumbuh di hati dunia

Daun bersemi Laksmi mengarang

Biarpun diabaikan orang

Seroja kembang gemilang mulia

……………………………….

(Sanusi Pane,

"Teratai", http://immhabib5.wordpress.com/2012/12/23/majas-dalam-

puisi/, akses 22 Juni 2014)

4. Parabel

Parabel adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh yang biasanya

manusia, yang selalu mengandung tema moral dan biasanya

berhubungan dengan agama. Misalnya: Cerita tentang anak yang durhaka

kepada orang tuanya.

5. Fabel

Fabel adalah suatu metafora yang berbentuk cerita mengenai dunia

binatang, di mana binatang dapat bertingkah laku seperti manusia.

Misalnya: Cerita dongeng Sang Kancil.

Page 17: Diksi

6. Personifikasi

Merupakan gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati

yang tidak bernyawa yang seolah-olah memiliki sifat-sifat manusia

(Waridah, 2013: 342). Pradopo (1995: 75) berpendapat bahwa

personifikasi adalah kiasan yang mempersamakan benda dengan

manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, perpikir, dan

sebagainya seperti manusia. 

Contoh:

Ombak berlarian ke tepi pantai

Angin mengejar dan berhembus sejuk

7. Alusi

Alusi atau dikenal pula dengan istilah alusio adalah gaya bahasa yang

memakai ungkapan, kiasan atau peribahasa yang sudah lazim dipakai

orang (admin,http://kibutut.blogspot.com/2013/06/gaya-bahasa-dalam-

puisi.html, akses 20 Mei 2014). Dengan demikian, alusi merupakan gaya

bahasa yang menampilkan adanya persamaan antara tempat, orang, atau

peristiwa dari sesuatu yang dilukiskan dengan referensi atau gambaran

yang sudah dikenal pembaca.

Contoh :

Hidupnya seperti telur di ujung tanduk.

Semoga di masa yang akan datang, lahir Bung Karno – Bung Karno kecil

bagi bangsa ini.

8. Eponim

Ade Nurdin, Yani Maryani, dan Mumu (2002: 25) berpendapat bahwa

eponim adalah gaya bahasa yang dipergunakan seseorang untuk

menyebutkan suatu hal atau nama dengan menghubungkannya dengan

sesuatu berdasarkan sifatnya. Sejalan dengan pendapat tersebut, Keraf

(2004: 141) menjelaskan bahwa eponim adalah suatu gaya bahasa di

Page 18: Diksi

mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat

tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat. 

Misalnya: Anak itu masih kecil, namun kekuatannya seperti Hercules.

9. Epitet

Keraf (2004: 141) berpendapat bahwa epitet adalah acuan yang berusaha

menyugestikan kesamaan antar orang, tempat, atau peristiwa. Epitet

adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang

khusus dari seseorang atau suatu hal. Misalnya: Sang putri malam sedang

menunjukkan sinarnya (=bulan).

10. Sinekdoke

Keraf (2004: 142) berpendapat bahwa sinekdoke adalah semacam

bahasa figurative yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk

menyatakan keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan untuk

menyatakan sebagian. Sinekdoke adalah bahasa kiasan yang

menyebutkan sesuatu sebagian untuk menyatakan keseluruhan ataupun

sebaliknya (Waridah, 2013: 343).

Pars pro toto: jenis yang menyebutkan sebagian untuk keseluruhan.

 Contoh:

Hingga saat ini ia belum kelihatan batang hidungnya.

Totum pro parte: jenis yang menyebutkan keseluruhan untuk sebagian.

Contoh:

Indonesia akan mendukung tim sepak bolanya malam ini.

11. Metonimia

Metonimia adalah jenis majas yang penggunaannya paling jarang

dibandingkan dengan majas-majas perbandingan lainnya. Dalam bahasa

Indonesia, metonimia disebut sebagai pengganti nama. Kemudian,

menurut Altendberg (1970: 21), bahasa metonimia berupa penggunaan

sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang

Page 19: Diksi

hubungannya dekat untuk menggantikan objek tersebut (Pradopo, 2012:

77). Seperti yang dikutip pada Djojosuroto, metonimia adalah bahasa

kiasan yang mempergunakan sebuah kata atau kalimat untuk

menyatakan sesuatu, karena mempunyai pertautan yang dekat dan

relasional (admin, http://rijalfahmi6.blogspot.com/p/blog-page_7809.html,

akses 20 Mei 2014).

Aminuddin (1995:241) berpendapat bahwa metonimia adalah pengganti

kata yang satu dengan kata yang lain dalam suatu konstruksi akibat

terdapatnya ciri yang bersifat tetap.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metonimia adalah

penamaan terhadap suatu benda dengan menggunakan nama yang

sudah terkenal atau melekat pada suatu benda tersebut.

Misalnya:

Ia membeli sebuah Chevrolet.

Kakak membeli Aqua gelas.

12. Antonomasia

Antonomasia adalah sebuah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud

penggunaan sebuah epitet untuk menggantikan nama diri, atau gelar

resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri. Dengan kata lain,

antonomasia adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama orang dengan

sebutan lain sesuai dengan ciri fisik dirinya atau watak orang tersebut,

atau berupa penyebutan gelar resmi dan semacamnya untuk

menggantikan nama diri.

Contoh:

Si gendut baru bangun tidur.

Megawati Soekarno Putri dan Meutia Hatta adalah putri-putri Sang

Proklamator yang aktif di bidang pemerintahan.

Page 20: Diksi

13. Hipalase

Keraf (2004: 142) berpendapat bahwa hipalase adalah semacam gaya

bahasa yang mempergunakan sebuah kata tertentu untuk menerangkan

sebuah kata yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain.

Maksud pendapat di atas adalah hipalase merupakan gaya bahasa yang

menerangkan sebuah kata tetapi sebenarnya kata tersebut untuk

menjelaskan kata yang lain.

Misalnya:

Ia berbaring di atas sebuah kasur yang gelisah (yang gelisah adalah

manusianya bukan kasurnya). 

14. Ironi

Keraf (2004: 143) berpendapat bahwa gaya bahasa sindiran atau ironi

adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau

maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-

katanya. Ironi/sindiran adalah gaya bahasa berupa penyampaian kata-

kata dengan berbeda atau berlawanan dengan maksud yang

sesungguhnya, dan pembaca atau pendengar diharapkan memahami

maksud penyampaian tersebut.

Contoh:

Pagi sekali kau pulang, masih jam 2 malam.

Kulihat kutu buku itu selalu berada di perpustakaan.

15. Sinisme

Keraf (2004: 143) berpendapat bahwa sinisme adalah gaya bahasa

sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung

ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. 

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sinisme adalah gaya

bahasa yang bertujuan menyindir, mirip dengan ironi, tetapi kata-kata

Page 21: Diksi

yang digunakan agak kasar dengan tujuan agar orang tersindir secara

lebih tajam dan menusuk perasaan.

Contoh:

Kau kan sudah hebat, tak perlu lagi mendengar nasihat orang tua seperti

aku ini!

Kau memang cepat memutuskan suatu pilihan hingga tak memerlukan

pendapat orang lain hingga hasilnya tak maksimal!

16. Sarkasme

Waluyo (1995: 86) berpendapat bahwa sarkasme adalah penggunaan

kata-kata yang keras dan kasar untuk menyindir atau mengkritik.

Sarkasme adalah gaya bahasa sindiran yang paling kasar yang

mengekspresikan kemarahan dan dapat membuat sakit hati.

Contoh:

Mulutmu harimaumu

Bangsat tak tahu diri pria itu!

Sikapmu seperti anjing dan sifatmu seperti babi!

17. Satire

Keraf (2004: 144) mengatakan bahwa satire adalah ungkapan yang

menertawakan atau menolak sesuatu.

Bentuk ini tidak harus bersifat ironis. Satire mengandung kritik tentang

kelemahan manusia. 

Contoh:

Jangan pernah berpikir kau adalah dewa, menghadapi masalah seperti ini

pun kau sudah kewalahan. 

18. Innuendo

Keraf (2004: 144) berpendapat bahwa innuendo adalah semacam sindiran

dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Jadi, innuendo adalah

Page 22: Diksi

gaya bahasa sindiran yang mengungkapkan kenyataan lebih kecil dari

yang sebenarnya.

Contoh:

Ia menjadi juragan tanah di daerah itu berkat kelihaiannya bermain mata

dengan penguasa (Waridah, 2013: 337).

Setiap ada pesta ia pasti sedikit mabuk karena kebanyakan minum. 

19. Antifrasis

Menurut pendapat Keraf (2004: 132), antifrasis adalah semacam ironi

yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya,

yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai

untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya. Antifrasis adalah

gaya bahasa sejenis ironi dengan menggunakan kata yang maknanya

berlawanan dengan realita yang ada

(admin,https://danririsbastind.wordpress.com/tag/gaya-bahasa/, akses 20

Mei 2014).

Contoh:

Si Bule telah datang. (orang berkulit hitam)

Dia dikenal jenius dikelas ini. (padahal bodoh)

Lihatlah sang raksasa telah datang! (maksudnya si cebol) 

E. Kesimpulan 

Makna denotasi dan makna konotasi serta gaya bahasa merupakan salah

satu unsur dari sebuah puisi. Puisi lebih umum menggunakan makna

konotasi. Penyair menggunakan gaya bahasa sebagai cara khas dalam

menyatakan pikiran, gagasan, dan perasaan dalam bentuk tulis atau lisan

agar puisi lebih indah, hidup, dan menimbulkan efek pada pembaca atau

pendengarnya.

Page 23: Diksi

Dari klasifikasi gaya bahasa yang dikemukakan Keraf, bahasa kiasan

dapat diklasifikasikan ke dalam 4, yaitu majas perbandingan (simile,

metafora, personifikasi, dan alegori), majas pertautan (metonimia,

sinekdoke, alusi, eponim, epitet, dan antonomasia), majas sindiran (ironi,

sinisme, sarkasme, innuendo, dan antifrasis), majas pertentangan

(hipalase, dan satire) dan sisanya parabel serta fabel.

Dinotatif-

Konotatif-

Ambiguiti-kekaburan,

Puan sajai binti abdullah