Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BANDUNG September 2020
Disampaikan pada Geoseminar Pusat Survei Geologi Oleh : Tim Kuarter Pusat Survei Geologi
2
KERANGKA PAPARAN • Pendahuluan • Penyajian Peta Geologi Kuarter • Dasar Pemikiran • Studi Kasus Cekungan Jakarta dan Bandung • Hipotesa
3
Kontribusi Geologi Untuk Kebutuhan
Manusia
Lingkungan dan
bencana alam
Energi Mineral
Geologi pra kuarter Geologi Kuarter
4
Undang Undang Negara Republik No.32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan,
Undang Undang Negara Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 tentang Mitigasi Bencana
Undang Undang Negara Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Pasal 741 ayat 2:
Subbidang Pemetaan Tematik mempunyai
tugas melakukan penyiapan penyusunan
kebijakan teknis, norma, standar, prosedur,
kriteria, rencana, program, evaluasi, pelaporan,
serta pelaksanaan pemetaan, penelitian,
penyelidikan, perekayasaan, pemodelan,
pengelolaan basis data dan bimbingan teknis di
bidang pemetaan tematik.
Permen ESDM Nomor 13 Tahun 2016
5
Pemetaan Geologi Kuarter, Geomorfologi, dan peta tematik lainnya mulai ada sejak pertengahan 80an hingga saat masa puslitbang geologi (P3G). Pada awal 2000an kebijakan dirubah menjadi penelitian sehingga peta mulai produksi Kembali pada pertengahan 2010an
6
7
NO Jenis Peta Jumlah
1 Peta Geologi Sistematik Seluruh Indonesia Skala 1 : 100.000 (Jawa – Madura) / 250.000 (luar Jawa – Madura) 233 Lembar Peta
2 Peta Interpretasi Geologi Inderaan Jauh Skala 1 : 50.000 seluruh Indonesia 3774 Lembar Peta
3 Peta Geologi Inderaan Jauh Skala 1 : 50.000 48 Lembar Peta
4 Peta Geologi Digital Skala 1 : 100.000 (KSP) 34 Provinsi
5 Pemetaan Geologi Skala 1 : 50.000 8 Lembar Peta
6 Pemetaan Geologi Kuarter Skala 1 : 50.000 32 Lembar Peta
7 Pemetaan Geomorfologi Skala 1 : 100.000 34 Lembar Peta
8 Pemetaan Seismotektonik Skala 1 : 100.000 / 250.000 35 Lembar Peta
9 Pemetaan Geologi Metalogeni (Regional) Skala 1 : 5.000.000 1 Lembar Peta
10 Pemetaan Gaya Berat Sistematik Seluruh Indonesia Skala 1 : 100.000 / 250.000 233 Lembar Peta
11 Peta Gaya Berat Skala 1 : 50.000 & 1 : 100.000 6 Lembar Peta
12 Pemetaan Airborne Magnetik dan Radiometri 212 Lembar Peta
8
DRAFT PETA GEOLOGI KUARTER
PULAU NAMA LEMBAR
Sumatra Lembar Natal (Sumatera Utara), Lembar Bengkulu, Lembar Padang
Jawa Brebes, Pemalang, Segara Anakan, Wates, Parang Tritis, Pekalongan
Sulawesi Tondano, Bitung
Kalimantan Tanah Grogot, Sanga-sanga, Tarakan, Muara Badak, Muara Pasir, Sungai Kelumbu
9
Perencanaan
• Lokasi
• Waktu
• Biaya
• Personil
Persiapan
• Peta Geologi Regional
• Data-data sekunder
• Peralatan
• FGD Penyiapan Data
Survei dan Akuisisi Data
• Pengeboran Dangkal
• Litologi dan Lingkungan Pengendapan
• Log Bor
Analisis, Interpretasi ,dan Kompilasi Data
• Data Survei
• Analisis Lab (Polen dan C-14
• Analisa Mineral
• Analisis Penampang
Penggambaran dan Review
Peta
• SNI
• Tata Letak
• FGD Substansi
Pencetakan dan Penerbitan
Peta
Publikasi
• Website
• Perpustakaan
• Jurnal
Pemanfaatan
• Bencana Geologi
• Infrastruktur
• Penataan Ruang
• Sumber Daya Alam
• Kehutanan
• Pertanian
• Riset
• Kualitas
• Kuantitas
Evaluasi
• FGD
• Koordinasi dengan instansi pengguna
1. Prioritas pembangunan nasional;
2. Daerah atau kawasan perluasan kota atau pemukiman;
3. Prioritas penanganan kawasan rawan bencana geologi
Pemilihan daerah pemetaan diprioritaskan berdasarkan pertimbangan strategis
Dokumen Metode Uji Laboratorium Pusat
Survei Geologi
10
11
KERANGKA PAPARAN • Pendahuluan • Penyajian Peta Geologi Kuarter • Dasar Pemikiran • Studi Kasus Cekungan Jakarta dan Bandung • Hipotesa
12
13
PETA GEOLOGI KUARTER LEMBAR
KUBU
PETA GEOLOGI KUARTER RASAUJAYA
A Sumanang, S Bachri (1991)
14
Harahap, dkk Moechtar, dkk
15
IPP 2
IPP 1
16
17
• kedalaman 2,50-2,60 m.
• Dominasi hutan bakau yang signifikan terutama kehadiran Rhizophora
sp (Rhizophoraceae) yaitu 55% mengindikasikan kemungkinan
lingkungan hutan mangrove/ bakau.
• hadir taxa hutan mangrove/ bakau lainnya seperti Avicennia sp 7%,
Sonneratia alba 1%, Nypha fructicans dan Terminalia 1%.
• Kehadiran foraminifera test lining mengindikasikan adanya pengaruh
lingkungan laut di lokasi pengambilan inti bor.
• 9,70-9,80 m
• Jumlah polen menurun sangat dratis menjadi 26 butir dan jumlah spora
13 butir.
• dominasi tanaman Nypa fructicans (Arecaceae) yaitu kehadirannya
hanya 38%, merupakan tumbuhan salah satu jenis palem (palma) yang
tumbuh di lingkungan hutan mangrove/ bakau bagian belakang atau
daerah pasang-surut di dekat tepi laut.
• Selain itu Rhizophora sp 12%, Sonneratia caseolaris 9%
• Jenis paku-pakuan Acrostichum aureum hadir, biasanya berasosiasi
dengan hutan mangrove/ bakau.
Rhizophora sp (55%) foraminifera test lining
• 4,80-4,90 m
• Jumlah polen (52)dan spora (1), merupakan
jumlah polen dan spora sangat sedikit dan sangat
spekulatif untuk menganalisis kehadiran nya.
• Kehadiran foraminifera test lining mengindikasikan
adanya pengaruh lingkungan laut di lokasi
pengambilan inti bor.
• jumlah polen 99 butir dan spora 15 butir masih
sedikit kehadirannya
• Kehadiran foraminifera test lining
mengindikasikan adanya pengaruh lingkungan
laut di lokasi pengambilan inti bor.
• 6,60-6,70 jumlah polen mengalami kenaikan,
kehadiran polen melimpah.
• Dominasi hutan bakau yang sangat signifikan
terutama kehadiran Rhizophora sp
(Rhizophoraceae) yaitu 92% mengindikasikan
kemungkinan terjadinya perluasan hutan
mangrove/ bakau.
• Avicennia sp dan hadirnya Acrostichum aureum
jenis paku-pakuan yang selalu berasosiasi dengan
hutan mangrove/ bakau.
• Kehadiran foraminifera test lining mengindikasikan
adanya pengaruh lingkungan laut di lokasi
pengambilan inti bor.
Rhizophoraceae
18
Kedalaman (Meter) Komposisi mineral
2, - 2,2 Kuarsa-Kaolinit-Montmorilonit-Aerinite (laut/ transisi)
2,4 - 2,6 Wattevilleite-Moganite (Rawa)
2,8 – 3 Aragonit-Kalsit-Anortithe-Kuarsa (laut/ transisi)
3,4 – 3,6 Kalsit-Kuarsa-Mica-Albit (laut)
3,8 – 4,3 Kuarsa-Kalsit- Albite-Pyrite-Saponite (laut)
4,8 – 5,0 Kuarsa-Kalsit-Albit-Metahalloysite (laut)
5,8 – 6,0 Kalsit-Kuarsa-Hallloyte-Kaolinite (laut)
6,8 – 7,3 Kuarsa-Kalsit- Kaolinite-Albite-Natron (laut)
Position [°2Theta]
10 20 30 40 50
Counts
0
100
400
11.9
75 [
°];
7.3
8480 [
Å];
Kaolin
ite
19.7
57 [
°];
4.4
8999 [
Å];
Hallo
ysite;
Kaolin
ite
20.8
65 [
°];
4.2
5391 [
Å];
Hallo
ysite;
Kaolin
ite
21.9
37 [
°];
4.0
4855 [
Å];
Quart
z; H
allo
ysite;
Kaolin
ite
26.6
29 [
°];
3.3
4487 [
Å];
Hallo
ysite
27.8
20 [
°];
3.2
0426 [
Å];
Quart
z
29.5
04 [
°];
3.0
2506 [
Å];
Calc
ite
32.9
98 [
°];
2.7
1231 [
Å];
Hallo
ysite
34.8
82 [
°];
2.5
7001 [
Å];
Hallo
ysite;
Kaolin
ite
36.0
42 [
°];
2.4
8996 [
Å];
Calc
ite;
Hallo
ysite;
Kaolin
ite
36.5
22 [
°];
2.4
5829 [
Å];
Hallo
ysite
39.4
66 [
°];
2.2
8143 [
Å];
Calc
ite
42.6
82 [
°];
2.1
1667 [
Å];
Hallo
ysite
43.2
82 [
°];
2.0
8873 [
Å];
Calc
ite;
Hallo
ysite
43.7
51 [
°];
2.0
6740 [
Å];
Hallo
ysite
46.7
13 [
°];
1.9
4297 [
Å];
Hallo
ysite
47.6
49 [
°];
1.9
0699 [
Å];
Calc
ite;
Kaolin
ite
48.5
86 [
°];
1.8
7238 [
Å];
Calc
ite
50.1
57 [
°];
1.8
1734 [
Å];
Hallo
ysite
54.9
36 [
°];
1.6
7002 [
Å];
Hallo
ysite;
Kaolin
ite
56.4
64 [
°];
1.6
2838 [
Å];
Calc
ite;
Hallo
ysite
BO9 (5.80-6.00)
Hasil kurva analisis XRD pada kedalaman 5,8-6m yang memperlihatkan
dominan peak mineral Kalsit-Kuarsa-Hallloyte-Kaolinite
• 7-3,6m terakumulasi mineral dari lingkungan laut dengan dominan
Kalsit dan kaolinit
• 3,4-4,3m masih teridentifikasi mineral mika dan piroksen yang
berasal dari daerah transisi yang dipengaruhi oleh naik turunnya
muka air laut
• kedalaman 2,4-2,6m komposisi mineralnya berupa Wattevillellite-
Moganite yang terbentuk pada lingkungan rawa.
• kedalaman 2,2-2 m komposisi dominan kuarsa dan kaolinit, mineral
ini terbentuk pada daerah transisi yang masih didominasi dari
pengaruh fluvial
19
KERANGKA PAPARAN • Pendahuluan • Penyajian Peta Geologi Kuarter • Metoda danDasar Pemikiran Penelitian • Studi Kasus Cekungan Jakarta dan Bandung • Hipotesa
20
KEPUSTAKAAN / DATA
SEKUNDER
ASPEK KEBUMIAN
Makro/ Episodik (pra-Kuarter)
Mikro/ Periodik (Kuarter)
SUMBERDAYA ALAM
KEBENCANAAN GEOLOGI
Fasies Endapan Sistem Perioda
Pengendapan
Hubungan Fasies
Kerangka Fasies
Elemen Bangunan
Tubuh Fasies
Karakter Fasies
Suplai Material
Pola Endapan Darat
Pola Endapan Peralihan
Pola Endapan Laut
Model Fasies
Paleo-geografi
Dinamika Cekungan
LOKAL
GLOBAL
Tektonik Muka Laut dan Biotik
Tektonik Muka Laut, Iklim, dan
Biotik
Siklus/sequen
Pengendapan
(Cyclo-Sequen Stratigra
phy)
AN
AL
ISIS
& S
INT
ES
IS
KARAKTER CEKUNGAN
LAPANGAN DAN DATA SEKUNDER
PERMUKAAN
BAWAH PERMUKAAN
LABORATORIUM Analisis Umur
Analisis Polen (serbuk sari)
Analisis Kimia & Fisika
Analisis Butir
Petrografi
Analisis Mineral Berat
PENGEMBANGAN WILAYAH
INF
OR
MA
SI
GE
OL
OG
I D
INA
MIK
A C
EK
UN
GA
N
KU
AR
TE
R
Metode
Penelitian
Basin Dynamic
Climate
Change
Fluctiation of
Sea Level
Tecto
nic
Control Factors of Basin Dynamic
Changes in sea level, tectonic, climate, eruption and biotic evolution become dynamic control in sedimentation processes (Walker & James, 1992)
21
SIKLUS MILANKOVITCH (Modifikasi dari Perlmutter & Matthews, 1989)
Siklus stratigrafi global mengikuti Milankovitch pertama kali dipopuilerkan oleh Perlmutter dan Matthews (1989). Siklus tersebut memiliki kurang lebih kurun waktu 400.000, 100.000, 40.000, dan 20.000 tahun. Lebih lanjut dijelaskan dalam proses pengendapan silkus tersebut berhubungan dengan perubahan muka laut dan tektonik sebagai proses eksternal dalam starta cekungan (Walker, R.G and James, N.P. (1992)
22
Summary of the sedimentology, cyclostratigraphy and chemostratigraphy in the Obón section,
with the interpretation of the main sedimentary stages and controlling factors
Jorge Val a, Beatriz Bádenas a , Marcos Aurell a , Idoia Rosales (2017)
23
KERANGKA PAPARAN • Pendahuluan • Penyajian Peta Geologi Kuarter • Dasar Pemikiran • Studi Kasus Cekungan Jakarta dan Bandung • Hipotesa
24
Pengambilan Air Tanah
Pembebanan
Tektonik
25 25
200
100
0
-100
-200
-300
-100
-200
-300
100
200
0
? ?
Teluk
Jakarta
?
Endapan alluvialdan laut (Holosen)
Endapan kipasgunungapiPlistosen
Endapanpiroklastikavolkanik
BOGORDEPOKJAKARTA
UtaraSelatan
Endapan laut dan daratyang tak terpisahkan
Fasies endapan Kuarter cekungan Jakarta yang tak terpisahkan (IDRC, 1996)
26
Dinas Pertambangan DKI (1997)
27
Sonneratia caseolaris Sonneratia alba
28
Karakter akhir kenozoikum ditandai secara umum oleh pergesaran dari posisi eustatik (mengalami perubahan sedikit secara bertahap) dari muka laut yang terkait secara luas dari parameter vatriasi orbital bumi mengikuti siklus milankovitch (Haq et al, 1987, Imbrie et al, 1989, Pillans et al, 1998, Zachos et al, 2001, Siddall et al, 2007) Cyclostratigrpahy is the subdicipline of stratigraphy that deals with the identification, characterization, correlation, and interpretation of cyclic variations in the stratigraphic frameworks (Strasser, A et al, 2007)
29
1. LINGKUNGAN DARAT A. Bergesernya alur sungai (shifting) dan menyusutnya alur sungai (stacking) disaat kelembapan Optimum - Tektonik (T) B, Puncak berkembangnya alur sungai pada interval tengah yang bagian atas dan bawahnya menyusut, termasuk berkembang dan menyusutnya lingkungan darat - Perubahan Iklim (I) C. Erupsi Gunungapi terkait korelasinya dengan lingkungan darat - Erupsi (E) D. Lingkungan darat ditutupi lingkungan laut yang akhirnya ditutupi kembali lingkungan darat. Peristiwa tersebut identik dengan muka laut maksimum setara dengan kelembapan optimum - (IGS) Kaitannya iklim dengan turun naiknya muka laut E. Lingkungan limpah banjir ditutupi cekungan banjir yang seolah - olah terangkat selanjutnya ditutupi oleh lingkungan rawa, atau perulangan lingkungan rawa dan limpah banjir 2. LINGKUNGAN TRANSISI A. Wilayah tempat berkembangnya tumbuhan bakau yang dipengaruhi pasang surut umumnya sebagai indikasi perumakaan turun atau subsidence atau tidak stabil 3. LINGKUNGAN LAUT A. Genang dan susut laut - Fluktuasi muka laut Global - (GS) B. Lingkungan pasang surut cenderung mengindikasikan dasar cekungan bergerak naik turun atau tidak stabil (T) - Regional C. Muka laut drop, lingkungan laut tiba - tiba beralih menjadi lingkungan darat. Peristiwa ini berarti kecepatan penurunan / pengangkatan > kecepatan naik / turunnya muka laut. (T) D Muka laut naik, lingkungan laut tiba - tiba menutupi lingkungan darat - (T)
30
106°30’ 106°40’ 106°50’ 107°00’
Pulo Gadung
Bekasi
Pasar Minggu
P. Kapal
Marunda
Tanjungpriuk
Tangerang
Kosambi
Serpong
Cibinong
Depok
Cibubur
Cileungsi
P. Sakit
P. Karang
P. Karang Pasir
P. Karang Tenggelam
P. Karang Pipa
Teluk Jakarta
P. Air Besar
C
B
A
A
F
EC
(Moechtar)
31
Dam, Suparan (1992)
32
Dam, Suparan (1992)
33
The cold condition was occurring before 11820 years BP, slightly older than that, at the position of samples were deeper 1-2 m than the position of the carbon dating sample.
Winantris, dkk 2018
34
A.2 : Alas Cekungan Naik Turun terlihat dari perulangan lingkungan danau dan alur sungai serta menyusutnya danau secara regional A.3 : Alas Cekungan naik turun berakibat perulangan lingkungan danau dan alur sungai secara regional dengan intensitas rendah yang diperlihatkan olehACD.A.3 dan ACAS.A.3.1
A.3: Kondisi iklim dipengaruhi oleh basah hingga agak basah Menyusutnya lingkungan danau (ACD.A.3.1) Menyusutnya dimensi alur sungai dari ACAS.A.3.1 ke ACAS.A.3.2 pada event agak basah hingga kering
B.2 :Perpindahan ACAS.B.2. dari posisi sebelumnya yaitu ACAS.B.1. cenderung disebabkan oleh perpindahan atau pergeseran akibat dari alas cekungan berubah
B.3: Munculnya lingkungan danau (ACD.B.3.1.) yang ditutupi ACAS.B.3.2, selanjutnya berkembang ACD.B.3.2. cenderung disebabkan oleh turunnya alas cekungan disebelah barat yang menerus ke arah timur. Hal tersebut diindikasikan dari stacking atau pernumpukan ACAS.B.3.2. Kemungkinan masih dipengaruhi tektonik regional yang intensitasnya menurun
C.1: Tidak memperlihatkan berubahnya alas cekungan signifkan. Cenderung stabil C.2.: Meluas dan menyusutnya lingkungan danau (ACD.C.2) dan stacking alur sungai ACAS.C.2 dibarat cenderung dipengaruhi tektonik regional. C.3: Munculnya perulangan lingkungan danau pada sistem fluvial kemungkinan dipengaruhi oleh tektonik yang intensitasnya menurun.
C.2. : Berkembangnya lingkungan danau yang menguat ke arah atasnya cenderung dibawah pengaruh iklim agak basah - basah hingga agak basah C.3.: Dataran fluvial yang diekspresikan dataran banjir yang diikuti oleh menyusutnya alur sungai dan lingkungan danau cenderung dibawah kondisi agak basah menuju kering
35
Gb.6. Tabel Kaitan perubahan “Base Level”, Iklim dan Intensitas gunungapi daerah Cekungan Bandung.
Keterangan :
Siklus perubahan iklim cekungan Bandung
Siklus ideal Milankovitch
Perluasan dan penyusutan daerah genangan (Danau Bandung), serta perubahan “base level”
ErupsiGunung api
Selatan UtaraBasah
PerubahanBase level
Selatan Utara Kering
Kelembaban
A
B
C
D
E
SIKLUS
FDd
FDd FAs
FDd
FDd FAs
Fr
Intensitas erupsi gunung api.
Arah gaya penyebab berpindahnya wilayah genangan.
Fr
FAs
FGa
FGa
FGaFDd
FDd
FDd
FDd
FDd
FDd
FDd
FDd
FDd
FDd
FAs
FAs
FAs
FAs
FAs
FAs
FKa
FKa
FKa
FDl
Fr
Fr
Fr
FGa
FGa
FGa
FCb
FCb
FCb
3
2
1
3
2
1
3
2
1
2
1
3
2
1
E
D
3
A
B
(m)
Fr
FDd
FDl
FAs
FCb
Fr
FKa
FGa
Fasies endapan danau dangkal (Shallow lake deposits)
Fasies endapan danau dalam (Deep lake deposits)
Fasies endapan sistem alur sungai (Fluvial deposits)
Fasies endapan rawa (Swamp deposits)
Fasies endapan kipas aluvium (Alluvial fan deposits)
Fasies endapan erupsi gunungapi (Volcanic eruption)
Keterangan :
A - E
1 - 3
Batas fasies endapan
Tuf erupsi gunungapi
Batu apung
Gambut (Bt.bara muda)
Kerakal, kerikil, pasiran
Pasir
Lanau
Lempung
Keterangan :
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
90.0
100.0
110.0
Pameuntasan (674 m dpl)
Bojongsoang (660 m dpl) Cipamokolan
(659 m dpl)
Sukamanah(662 m dpl)
674 m dpl
C
0 0.5 1 2 Km
Sekala
FDd
FDd
A
B
_+
_+
_+
_+
Gb.5. Rangkaian Fasies Pengendapan dan Korelasinya Daerah Cekungan Bandung.
58.000 Yr BP
78.000Yr BP
38.000 Yr BP
18.000 YrBP
Batas intervalperkembangan danau
Interval sikluspengendapan
Susunan intervalsiklus pengendapan
Batas susunan intervalsiklus pengendapan
Fasies endapan cekungan banjir (Flood basin deposits)
Ketinggian daerahsetempat di ataspermukaan laut
Gambar 5. Rangkaian fasies pengendapan dan
korelasinya Daerah Cekungan Bandung
(Moechtar) (Moechtar)
36
KERANGKA PAPARAN • Pendahuluan • Penyajian Peta Geologi Kuarter • Dasar Pemikiran • Studi Kasus Cekungan Jakarta dan Bandung • Hipotesa
37
JAKARTA
BANDUNG
• Dengan pendekatan studi daur stratigrafi geologi bawah permukaan, diduga bahwa terdapat indikasi tektonik
di selatan berupa Thrusting dan juga strike slip berarah relatif utara selatan di utara.
• Penurunan di Jakarta bukan hanya karena pengambilan air tanah dan pembebanan, tetapi juga terdapat jg
indikasi tektonik yang mempengaruhinya
• Dengan pendekatan studi daur stratigrafi geologi bawah permukaan, diduga bahwa aspek gerakan sesar
mendatar telah mempengaruhi pengendapan di daerah Cekungan Bandung.
• Perkembangan dari poros lingkungan danau adalah berasal dari arah selatan, sedangkan perluasan
cekungan danau purba sebelumnya adalah ke arah utara yang selanjutnya menyusut akibat menurunnya
intensitas tektonik dan berkurangnya volume air.
38