35
MAKALAH PEMBELAJARAN INOVATIF II “ DISKUSI KELAS ” DISUSUN OLEH : KELOMPOK 9 1. NUNGGAL MUKTI P. (113174009) 2. SULALAH (113174022) 3. SAF’AR GALIH P. N (113174043) 4. M. AUZA’I AQIB (113174044) UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA

DISKUSI KELAS

Embed Size (px)

Citation preview

MAKALAH PEMBELAJARAN INOVATIF II

“ DISKUSI KELAS ”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 9

1. NUNGGAL MUKTI P. (113174009)

2. SULALAH (113174022)

3. SAF’AR GALIH P. N (113174043)

4. M. AUZA’I AQIB (113174044)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN MATEMATIKA

2013

DISKUSI KELAS

(BAGIAN 1)

A. Tinjauan Umum Diskusi Kelas

Karena diskusi dan diskursus kelas merupakan titik sentral dalam semua aspek

pembelajaran, kedua bagian ini sulit untuk dipisahkan.namun demikian,dibagian ini dan

satu bagian lagi akan disajikan tinjauan umum diskusi kelas karena diskusi kelas

merupakan pendekatan yang berbeda dalam pembelajaran.

1. Diskursus, diskusi dan resitasi kelas

Pengertian diskursus dan diskusi menurut kamus hampir identik,yaitu

melibatkan saling tukar pendapat secara lisan,teratur, dan untuk mengungkapkan

pikiran mengenai pokok pembicaraan tertentu.para guru lebih suka menggunakan

istilah diskusi karena diskusi menggambarkan prosedur yang digunakan para guru

untuk mendorong antara para siswa saling tukar pendapat secara lisan sedangkan para

ilmuwan dan para peneliti lebih menyukai penggunaan istilah diskursus, karena istilah

ini mencerminkan perhatian guru pada pola tukar pendapat dan komunikasi lebih luas

yang terdapat dalam kelas.

Diskusi adalah situasi dimana guru dan para siswa,atau antara siswa dengan

siswa yang lain berbincang satu sama lain dan berbagi gagasan dan pendapat mereka.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk merangsang diskusi biasanya pada

tingkat kognnitif tinggi.

Resitasi adalah pertanyaan –pertanyaan yang bertukar, seperti misalya dalam

pembelajaran langsung.dimana guru bertanya pada siswa serangkaian pertanyaan

pada tingkat rendah atau faktual dengan maksud mengecek seberapa bak mereka

memahami gagasan atau konsep tertentu.

2. Tujuan pembelajaran umum dan hasil belajar siswa

Diskusi digunakan untuk mencapai beberapa tujuan yaitu:

Pertama, diskusi meningkatkan cara berfikir siswa dan membantu mereka

membangun sendiri pemahaman isi pelajaran. Dengan mendiskusikan suatu topik,

akan membantu siswa memantapkan dan memperluas pengetahuan siswa tentang

topik yang dibicarakan dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa tentang topik

itu.

Kedua, diskusi menumbuhkan keterlibatan dan keikutsertaan siswa selain itu diskusi

memberikan kesempatan terbuka kepada siswa untuk berbicara dan mengutarakan

gagasan sendiri dan mendorong motivasi untuk terlibat percakapan dalam kelas.

Ketiga, diskusi digunakan guru untuk membantu siswa mempelajari keterampilan

komunikasi dan proses berfikir yang penting.karena diskusi merupakan suatu alat bagi

guru mengetahui apa yang difikirkan siswanya dan bagaimana mereka memproses

gagasan dan informasi yang diajarkan.

Jadi diskusi merupakan seting sosial dimana guru dapat membantu siswa

menganalisis proses berfikir mereka dan mempelajari ketrampilan komunikasi

penting, seperti merumuskan gagasan yang jelas, mendengarkan satu sama lain,

menanggapi temannya dengan cara tepat, mempelajarai bagaimana mengajukan

pertanyaan yang baik.

3. Langkah-langkah

Langkah-langkah guna menyelenggarakan diskusi adalah sebagai berikut :

Tahapan Kegiatan guru

Tahap 1: Menyampaikan tujuan dan

mengatur setting

Guru menyampaikn tujuan diskusi dan

menyiapkan siswa untuk berpartisipasi

Tahap 2: Mengarahkan diskusi Guru mengarahkan fokus diskusi dengan

menguraikan aturan-aturan dasar,

mengajukan pertanyaan-pertanyaan

awal,menyajikan situasi yang tidak dapat

segera dijelaskan,atau menyampaikan isu

diskusi

Tahap 3: Menyelenggarakan diskusi Guru memonitor interaksi para siswa,

mengajukan pertanyaan, mendengarkan

gagasan, melaksanakan aturan-aturan dasar,

membuat catatan diskusi, menyampaikan

gagasan sendiri

Tahap 4: Mengakhiri diskusi Guru menutup diskusi dengan merangkum

atau mengungkapkan makna diskusi yang

telah diselenggarakan kepada siswa.

Tahap 5: Melakukan tanya jawab singkat

tentang proses diskusi itu.

Guru menyuruh para siswa untuk memeriksa

proses diskusi dan berfikir mereka.

4. Lingkungan belajar dan sistem manajemen

Lingkungan belajar dan sistem manajemen tempat diskusi berlangsung

merupakan hal yang sangat penting. Lingkungan guna pelaksanaan diskusi ditandai

oleh proses keterbukaan dan peran siswa yang aktif. Lingkungan juga memerlukakn

perhatian khusus terhadap penggunaan ruang diskusi. Guru dapat mengatur tempat

duduk yang bervariasi dan memusatkan perhatian guna diskusi tertentu,tergantung

kepada sifat dari kelas dan tujuan pembelajaran.

B. Dukungan Teoritis dan Empiris

Banyak dukungan teoritis untuk pemakaian diskusi berasal dari bidang ilmuan

bahasa,proses komunikatif, dan pola pertukaran gagasan.studi ini meluas kepada setiap

seting dimana khalayak berkumpul bersama.untuk mempertimbangkan peran

bahasa,mari kita renungkan sejenak tentang banyak situasi sehari-hari dimana

keberhasilan kita tergantung pada penggunaan bahasa dan komunikasi persahabatan,

misalnya diawali dan dimantapakan terutama melalui pembicaraan yang akrab dan saling

tukar pengalaman satu sama yag lain.

Diskursus melalui bahasa merupakan penghubung juga apa yang terjadi didalam

kelas,Courtney Cazden, salah seorang ilmuwan mengenai topik diskursus kelas,menulis

bahwa “bahasa lisan merupakan medium dimana banyak pengajaran terjadi dan dimana

siswa menunjukkan kepada guru berpa banyak mereka telah belajar” .Bahasa lisan

merupakan alat bagi siswa untuk menceritakan tentang apa yang telah mereka ketahui

dan untuk membentuk makna dari pengetahuan baru sesuai dengan yang diperoleh.

Bahasa lisan mempengaruhi proses berfikir siswa dan menjadikan mereka dengan

identitas sebagai siswa dan sebagai anggota kelompok kelas

1. Diskursus dan pengertian

Suatu hubungan yang kuat terjalin antara bahasa dan logika,dan keduanya

menimbulkan kemampuan untuk menganalisis, untuk berpikir deduktif dan deduktif,

dan membuat kesimpulan secara benar berdasarkan pengetahuan. Diskursus

merupakan salah satu cara untuk mempertinggi proses berpikirnya dan salah satu cara

untuk mempertinggi ketrampilan itu.Mary Budd Rowe(1996).

Diskursus dapat dipandang sebagai eksternalisasi dari fikiran,yakni

pengungkapan pikiran seseorang yang tersembunyi guna diketahui oleh orang lain.

Diskursus memberikan kesempatan bagi para siswa memantau daya fikir mereka

sendiri dan bagi para guru mengoreksi penalaran yang salah.

2. Aspek sosial diskursus

Salah satu aspek diskursus kelas adalah kemampuan untuk mengembangkan

pertumbuhan kognitif. Aspek yang lain adalah kemampuan untuk menghubungkan

dan menyatukan aspek pembelajaran.sesungguhnya, sistem diskursus kelas

merupakan sentral untuk menciptakan lingkungan belajar positif. Diskursus

membantu menetapkan pola partisipasi dan secara konsekuen, memiliki dampak besar

terhadap manajemen kelas. Pembicaraan antara guru dan para siswanya menjadikan

banyak ikatan sosial sehingga kelas menjadi hidup.

Pertalian antara kognitif dan sosial itu jelas sekali dalam hal partisipasi sosial

mempengaruhi pertumbuhan pemikiran dan kognitif siswa.Lauren Resnick dan

Leopold Klopfer(1989) mengamati misalnya,bahwa:

Setting sosial itu merupakan kesempatan untuk pemodelan strategi berfikir

efektif

Pemikir yang terampil dapat mendemonstrasikan cara yang dikehendaki

menyelesaikan masalah, menganalisis teks, atau menyususn argumen

Seting sosial itu menjadikan siswa mengetahui bahwa semua unsur berfikir

kritis sampai menafsirkan, mengajukan pertanyaan, mencoba kemungkinan

menuntut penilaian rasional secara sosial dihargai.

Diskursus memberikan kesempatan tidak hanya untuk menggunakan pikiran,

tetapi bila dikerjakan dengan tepat, membantu siswa memberntuk suatu sikap positif

terhadap cara berfikir.

3. Ceramah guru

Para guru pada umumnya banyak berbicara panjang lebar dan bahwa pola

komunikasi dasar itu berlangsung didalam kebanyakan kelas. Pola ini bukan paling

baik guna meningkatkan cara berfikir siswa. Larry Cuban(1982) mencatat bagaimana

pola resitasi tumbuh sejak awal dalam sejarah persekolahan formal dan bagaimana

resitasi telah bertahan selama 20 abad dihampir semua tingkat sekolah dan meliputi

semua bidang akademik.

Fladers (1970) menyimpulkan bahwa dalam kebanyakan kelas, 23

dari waktu

bicara didominasi oleh guru. Schmuck bersaudara (1989) melaporkan bahwa guru

berbicara tiga per empat dari waktu pembelajaran mereka dan memberi komentar

bahwa keadaan ini lebih dari waktu bicara guru yang telah diamati Flander dkk.

4. Pertanyaan guru

Pengajaran resitasi bersandar kepada ceramah dan pertanyaan

guru.Sebenarnya guru mengajukan banyak pertanyaan selama jam-jam sekolah.

Setelah abad yang lalu, Stevens (1912) memperkirakan bahwa empat perlima sekolah

diisi dengan resitasi tanya jawab.

Karena didalam kelas pertanyaan disampaikan begitu sering, masalah yang

jelas adalah apa pengaruh pertanyaan itu terhadap pembelajaran siswa. Pertanyaan-

pertanyaan tingkat tinggi mengarah pertumbuhan kognitif lebih tinggi dari pada yang

dihasilkan dari sekedar pertanyaan konkrit faktual. Namun demikian, peninjauan

ulang terhadap penelitian pada awal tahun 1970-an dilaporkan bahwa tidak ada bukti

yang jelas cara yang satu dengan cara yang lain (Rosenshine,1971;Dunkin dan

Biddle,1974).

Selama dekade yang lalu, para peneliti meneruskan penelitiannya mengenai

kontroversi pada pengaruh jenis pertanyaan terhadap hasil belajar dan daya fikir

siswa. Timbul konsensus bahwa jenis pertanyaan yang diajukan guru seharusnya

tergantung pada siswa dimana guru mengajar dan jenis tujuan pembelajaran yang

hendak dicapai guru. Gall (1984) misalnya, menafsirkan peneitian ini dengan cara

berikut:

Penekanan pada pertanyaan-pertanyaan fakta lebih efektif guna menimbulkan

hasil belajar siswa yang lemah, yang melibatkan terutama penguasaan

ketrampilan dasar

Penekanan pada pertanyaan-pertanyaan kognitif tinggi akan lebih efektif bagi

para siswa dari kemampuan rata-rata dan tinggi, yang terutama ketika mereka

masuk sekolah menengah, dimana cara berfikir lebih bebas diperlukan.

Jere Brophy dan Tom Good (1986) menyimpulkan bahwa ada tiga pokok yang

harus diperhatikan guru bila menentukan bagaimana kesulitan pertanyaan-pertanyaan

mereka dibuat.

Sebagian besar (mungkin sekitar tiga perempat) pertanyaan guru seharusnya

ada pada tingkat mudah sehingga akan mendapatkan jawaban benar.

Seperempat pertanyaan lain seharusnya ada pada tingkat kesulitan sehingga

akan memperoleh beberapa tanggapan siswa, walaupun tanggapan itu tidak

sempurna

Tidak memberikan pertanyaan yang begitu sulit, sehingga tidak ada sama

sekali siswa yang dapat menjawabnya.

Casden dan Mehan (1989), tidak begitu menaruh perhatian dengan jenis

pertanyaan yang diajukan guru, tetapi sebaliknya memusatkan pada pola pertanyaan

secara keseluruhan.mereka mendapati “aturan kelas yang tak terucapkan” (Unspoken

classroom rules) yang penting, yang telah terlewatkan oleh peneliti-peneliti yang lain.

Sebagai misal, Cazden dan Mehan (1989) menulis bahwa pada kebanyakan kelas :

Bahwa gurulah yang bertanya

Gurulah yang tahu jawabannya, dan

Pertanyaan yang diulang mengundang jawaban yang salah”

5. Waktu sela

Waktu sela adalah jeda antara pertanyaan guru dan tanggapan siswa antara

jawaban dan reaksi guru atau tanggapan berikutnya.

Variabel ini pertama teramati pada 1960-an, ketika upaya yang sungguh-sungguh

tengah dilakukan untuk meningkatkan kurikula hampir dalam semua bidang

akademik.Metode yang direkomendasikan untuk semula kurikula sebenarnya adalah

diskusi perolehan atau berorientasikan penemuan. Namun demikian, para peneliti

mendapati bahwa jenis diskusi ini tidak berjalan sepenuhnya. Penelitian oleh Mary

Budd Rowe (1974a-194b) pada topik penting ini pada garis besarnya adalah bahwa

waktu sela yang meningkat akan meningkatkan tanggapan siswa lebih baik.

C. Pelaksanaan Pengajaran Diskusi Kelas

Untuk melaksanakan diskusi secara efektif seorang guru mengharuskan

melaksanakan tugas perencanaan, tugas antaraktif, manajemen, dan asesmen (penilaian).

1. Tugas Perencanaaan

Banyak guru berpendapat bahwa untuk merencanakan diskusi memerlukan

usaha yang lebih sedikit dibandingkan dengan jenis-jenis pengajaran lainya dan juga

berpendapat bahwa diskusi tidak dapat direncanakan sama sekali dikarenakan diskusi

menyandarkan pada intaraksi siswa yang spontan dan tidak dapat diprediksi. Dua

pendapat tersebut sangatlah keliru, walaupun spontanitas dan fleksibilitas memang

penting tapi dengan perencanaan yang maksimal memungkinkan terlaksananya

diskusi dengan sukses. Selain itu perencanaan yang tepat bagi pelajaran diskusi

meningkatkan kesempatan untuk terjadinya spontanitas dan fleksibilitas di dalam

pelajaran. Perencanaan diskusi meliputi antara lain mempertimbangkan tujuan,

mempertimbangkan siswa, memilih pendekatan, dan membuat rencana pelajaran serta

menggunakan ruang fisik dengan semestinya.

a. Mempertimbangkan Tujuan

Langkah pertama dalam perencanaan diskusi adalah menentukan apakah topik

diskusi cocok dengan pelajaran yang akan diajarkan. Kemudian langkah berikutnya

adalah menyiapkan pelajaran. Setelah itu menentukan diskusi jenis apakah yang akan

digunakan. Dan yang terakhir menentukan strategi khusus yang akan digunakan

dalam berdiskusi nantinya.

Pada umumnya guru dalam berdiskusi menginginkan salah satu dari tiga

tujuan tercapai. Tiga tujuan tersebut antara lain :

Mengecek pemahaman siswa terhadap tugas membaca atau penyajian guru

melalui resitasi

Mengajarkan ketrampilan berfikir

Saling bertukar pengalaman

b. Mempertimbangkan Siswa

Penting bagi guru untuk mengetahui tingkat pengetahuan yang dimiliki siswa

sebelumnya. Selain itu guru harus mempertimbangkan ketrampilan diskusi dan

komunikasi siswanya. Guru juga harus mempertimbangkan bagaimana siswa tertentu

akan merespon dengan cara yang berbeda dari berbagai jenis pertanyaan, serta

bagaimana bila sebagian diantara mereka akan ingin bicara terus atau mendominasi

sementara yang lain enggan berbicara.

Dalam merencanakan diskusi penting bagi guru untuk merancang berbagai

cara guna mendorong partisipasi siswa sebanyak mungkin dan mempersiapkan

pertanyaan atau ide yang akan membangkitkan ketertarikan beragam kelompok siswa.

c. Memilih Pendekatan

Terdapat tiga pendekatan dalam diskusi, antara lain : pertukaran resitasi,

diskusi berdasarkan masalah, serta diskusi berdasarkan berbagai pendapat (Sharing-

Based Discussion). Dari pendekatan yang dipilih harus merefleksikan maksud guru

dan siswa yang terlibat.

1) Pertukaran Resitasi

Salah satu penggunaan penting dari pendekatan dengan pertukaran resitasi

adalah ketika guru meminta siswa untuk mendengarkan atau membaca tentang

informasi suatu topik tertentu.

Diskusi resitasi (sesi tanya jawab singkat) tentang bahan bacaan yang telah

ditetapkan atau sesi ceramah dapat menjadi sarana bagi guru untuk memeriksa

pemahaman siswa. Sesi Tanya jawab singkat juga memotivasi siswa untuk

menyelesaikan tugas membacanya atau mendengarkan baik-baik selama guru

berbicara.

2) Diskusi Berdasarkan Masalah

Diskusi berdasarkan masalah digunakan untuk melibatkan siswa dalam

kegiatan berfikir tingkat tinggi sehingga dengan demikian mendorong mereka untuk

melakukan investigasi intelektual sendiri.

Langkah awal dari diskusi berdasarkan masalah adalah dengan

memperkenalkan kepada siswa yang menurut Suchman (1962) dengan kejadian yang

tak wajar (discrepant event) atau menurut Palinscar dan Brown (1989) disebut

mystery spots. Contohnya seperti air yang nampaknya mengalir ke atas bukit, logam

berubah bentuk jika dipanaskan, dan data nalar yang bertentangan dengan nalar

konvensional. Dengan dijelaskan kejadian yang tak wajar tersebut, membuat siswa

menajadi bingung dan menciptakan ketidakcocokan kognitif yang akhirnya

memberikan motivasi alamiah untuk berfikir.

3) Diskusi Berdasarkan Berbagai Pendapat

Berbeda dengan pendekatan dengan pertukaran resitasi atau berdasarkan

masalah, diskusi berdasarkan berbagai pendapat membantu siswa membentuk dan

mengungkapkan fikiran dan pendapatnya secara bebas atau mandiri. Seperti misalnya

dalam kelas, untuk siswa muda diminta membicarakan tentang kunjungan di suatu

tempat wisata tertentu sementara yang lebih dewasa diminta membicarakan apa yang

mereka pelajari dari sebuah eksperimen sains.

d. Membuat Rencana Pelajaran

Dalam rencana pelajaran untuk diskusi terdiri atas sejumlah tujuan pelajaran

serta garis-garis besar isi pelajaran. Rencana tersebut tidak hanya mengandung

sasaran isi pelajaran tetapi juga suatu rumusan fokus yang dipahami. Guru kadang-

kadang mendapati bahwa pemakaian tehnik peta konsep merupakan suatu alat

perencanaan yang bermanfaat.

Suatu peta konsep memberikan gambaran visual dari karakteristik dan

hubungan sekitar suatu gagasan sentral. Untuk membuat suatu peta konsep guru

mengidentifikasikan gagasan kunci yang terkait dengan suatu topik dan menyusunya

dalam beberapa pola logis.

Perhatian yang sungguh-sungguh terhadap persiapan akan sangat membantu

selama guru berusaha keras mencatat dengan sangat rinci untuk siswa dan selama

guru membantu memudahkan dan pemikiran tingkat tinggi siswa.

Guru

Taksonomi tujuan pembelajaran Bloom adalah salah yang digunakan guru

untuk merancang pertanyaan-pertanyaan di dalam diskusi kelas.

Table 1. Enam Jenis Pertayaan sesuai dengan Taksonomi Bloom

Tingkat Contoh Pertanyaan Proses Kognitif

Tingkat 1

Pengetahuan

Berapakah besar sudut siku-siku? Mengingat kembali

Tingkat 2

Pemahaman

Sebutkan 5 bilangan prima pertama! Menggunakan informasi

Tingkat 3

Penerapan

Sebuah kubus memiliki ukuran rusuk 5 cm,

berapakah volume kubus tersebut?

Menerapakan prinsip

Tingkat 4

Penganalisisan

Apakah dua segtiga sama kaki selalu

sebangun?

Menerapkan keterkaitan atau

menyimpulkan

Tingkat 5

Pensistesisan

Berapa hasil sin 45° + sin 15°? Meramalkan

Tingkat 6

Pengevaluasian

Bagaimana hubungan dua bangun yang

sebangun?

Membuat Penilaian atau

Menyampaikan pendapat

Suatu pelajaran diskusi yang baik tidak hanya mengandung pertanyaan tingkat

rendah tetapi juga harus mencakup pertanyaan tingkat tinggi

e. Menggunakan Ruang Fisik dengan Semestinya

Tugas Perencanaan yang lain meliputi penyusunan penggunaan ruang secara

tepat. Pengaturan tempat duduk yang baik adalah bentuk –U dan bentuk melingkar

seperti yang terdapat pada gambar 1 dan gambar 2.

Guru

Tempat duduk U dimana guru yang berada di depan ujung U menjadi sedikit

lebih otoritas, selain itu juga memberikan kebebasan bagi guru untuk bergerak.

Walaupun begitu tempat duduk U mempunyai kekurangan, yakni menjadikan

beberapa jarak emosional diantara guru, sebagai pemimpin diskusi dan siswa. Selain

itu juga menjadikan jarak fisik yang nyata diantara yang duduknya pada tengah-

tengah U dan yang diujung U.

Tempat duduk melingkar memiliki keunggulan yaitu meminimalkan baik

jarak emosional maupun fisik diantara siswa dan memaksimalkan kesempatan bagi

siswa untuk berbicara bebas satu dengan yang lain. Sedangkan kelemahan dari pola

duduk ini adalah mengurangi kebebasan bergerak guru ke papan tulis atau diantara

siswanya.

2. Tugas Antaraktif

Agar diskusi bisa sukses diperlukan komunikasi yang hidup dan ketrampilan

antraksi baik guru maupun pada siswa. Guru yang notabene merupakan pemimpin

diskusi harus bisa memfokuskan diskusi, menjaganya pada jalur, mendorong

partisipasi, mencatat hal-hal penting selama diskusi.

a. Memantapkan Kelas dan Mengarahkan atau memfokuskan Diskusi

Gambar 1 Tempat duduk bentuk U

Gambar 2 Susunan tempat duduk bentuk lingkaran

Diskusi yang efektif, fokusnya sangat jelas dan langsung pada masalahnya.

Langkah awal adalah dengan menjelaskan tujuan diskusi dan mengajak siswa ikut

berpartisipasi. Guru kemudian memberikan pertanyaan yang spesifik serta

memunculkan isu yang tepat ataupun jelas. Cara lain untuk memantapkan kelas adalah

dengan mengaitkan pertanyaan awal diskusi atau memfokuskan pada pengetahuan

siswa sebelemunya . Dengan seperti itu juga akan menggerakan minat siswa dalam

melalukan diskusi.

b. Melaksanakan Diskusi

Selama keseluruhan diskusi kelas berlangsung, banyak keadaan yang

menyebabkan diskusi menyimpang dari tujuan yang awalnya ditetapkan. Guru sebagai

pemimpin diskusi yang efektif harus menegur siswa yang menyimpang serta

menghargai ucapanya dan kemudian memfokuskan kembali perhatian siswa ke topik

yang didiskusikan.

1) Membuat catatan

Diskusi akan berjalan lebih tertib bila dibuatkan semacam catatan tertulis

tertentu yang dapat dilihat semua orang sejak diskusi dibuka. Catatan tertulis ini bisa

berupa pencatatan pemikiran atau pandangan siswa, selain itu bisa berupa peta

pembentukan konsep yang dituangkan dalam papan tulis.

Jika guru mengajukan kepada siswa terutama tentang teori atau pemikiran

mengenai suatu topic penting sekali bagi untuk menyusun daftar semua pemikiran dan

memperlakukanya secara sama tanpa memandang kualitasnya. Sebaliknya, jika

pertanyaan memfokuskan pada jawaban yang langsung benar-salah, maka jawaban

yang benar saja yang dicatat.

2) Mendengar Pemikiran Siswa

Teknik diskusi “prokol bambu” (playing the devil’s advocate) yang sering

digunakan guru disekolah menengah atau perguruan tinggi kurang efektif diterapkan

dalam pelaksanaaan diskusi bebas dan terbuka, karena ada beberapa efek negatif dari

penerapan teknik tersebut, diantaranya:

Diskusi dapat berjalan dengan hidup antara guru dan beberapa siswa yang vokal

saja, hal ini tidak akan berhasil pada siswa yang pasif.

Menimbulkan emosi dan dapat mengalikan perhatian siswa dari topik diskusi.

Mengurangi kepandaian berbicara siswa.

Menyebabkan keengganan siswa untuk ikut berpartisipasi.

Jika tujuan guru hendak membantu siswa memahami suatu pelajaran dan

memperluas cara berpikir mereka. Dibandingkan dengan bertentangan dan berselisih

dengan siswa akan lebih baik jika guru sungguh-sunggguh mendengarkan pendapat

dan pemikiran siswa tanpa memberikan pendapat atas pemikiran tersebut.

3) Menggunakan Waktu Sela

Waktu sela dapat mendorong siswa terlibat dalam percakapan guna mengatasi

keadaaan diam yang tidak mengenakkan atau sebaliknya malah mengacau. Dalam

banyak keadaaan, guru disarankan menggunakan waktu sela paling sedidkit 3 detik

untuk menunggu tanggapan siswa. Jumlah waktu sela seharusnya sedikit kurang dari

3 detik untuk pertanyaan hafalan dan lebih untuk pertanyaan yang ditujukan kepada

pemikiran yang tinggi dan isi yang lebih sulit.

4) Menanggapi Jawaban Siswa

Bila siswa menanggapi pertanyaan, guru harus langsung menanggapi jawaban

tersebut dengan segera. Guru dapat menyetujui singkat dengan berkata “Ya”, “Oke”,

atau Itu benar” untuk menanggapi jawaban benar dari siswa. namun menanggapi

jawaban yang salah atau jawaban yang tidak sempurna merupakan sesuatu yang sulit.

Berikut adalah pedoman yang diarahkan Madeline Hunter(1982):

1. Hargailah jawaban atau penampilan yang tidak benar dengan memberikan

pertanyaan agar jawaban itu menjadi benar. Sebagai contoh, “1 adalah

jawaban yang benar jika saya bertanya kepada kamu bilangan asli dimulai

dari angka berapa,….”

2. Bantulah siswa itu dengan memberikan dorongan. Misalnya, “Bilangan

prima terkecil adalah juga bilangan genap terkecil.”

3. Berikan kepada siswa itu rasa betanggung jawab. Misalnya, “Kali ini kamu

tidak bisa menjawab dengan benar, tetapi saya percaya kamu akan

menjawab dengan benar lain kali.”

5) Menanggapi Pemikiran dan Pendapat Siswa

Walaupun seni mengajukan pertanyaan merupakan suatu hal yang penting

untuk dikusi efektif, perilaku guru dalam menanggapi pemikiran siswa juga sama

pentingnya. Hal ini ditujukan agar siswa mampu memperluas daya nalar mereka dan

lebih menyadari proses daya nalar mereka. Pernyataan dan/atau pertanyaan seperti

berikut ini memberikan gambaran bagaimana hal ini dilakukan.

Mencerminkan pemikiran siswa

“Saya dengar kamu mengatakan…”

“Itu suatu pemikiran yang menarik sekali. Saya tidak berpikir sejauh itu…”

Mengusahakan siswa mencari alternative

“Kamu telah menyampaikan satu pandangan tentang isue itu. Bagaimana hal

itu dibandingkan dengan pandangan yang diungkapkan oleh…..?”

“Ani baru saja menyampaikan pendapat yang menarik, saya mengagumi jika

anak-anak lain akan berseedia mengatakan mengapa mereka menyetujui atau

tidak menyetujui dengan pemikirannya.”

Mencari penjelasan

“Bagus sekali ide Miko untuk menggunakan teorema tersebut dalam

menyelesaikan soal ini. Tetapi mungkin ada beberapa teman kamu yang

masih ragu, bisakah memberikan penjelasan tentang penggunaan teorema

tersebut?”

“Saya pikir gagasanmu baik sekali. Tetapi saya sedikit meragukannya. Coba

uraikan sedikit lebih luas untuk menolong saya memahaminya lebih

lengkap.”

Menambahkan proses pemikiran dan minta bukti pendukungnya

“Kamu telah membuat ‘kesimpulan’ kuat dari inforasi itu yang diberikan

kepadamu.”

“Dapatkah kamu memikirkan suatu ‘eksperimen’ yang akan menempatkan

hipotesis menjadi suatu uji yang baik?”

6) Mengungkapkan Pendapat

Mengungkapkan pemikiran secara tepat dapat memberikan keuntungan. Hal

itu memberikan kesempatan kepada guru membuat model proses penalarannya sendiri

dan menunjukkan kepada siswa bahwa guru itu menempatkan dirinya sebagai bagian

masyarakat belajar yang tertarik akan saling berbagi pemikiran dan penemuan

pengetahuan.

c. Menutup Diskusi

Secara umum penutupan diskusi dilakukan dengan penarikan kesimpulan, baik

itu dilakukan oleh guru ataupun siswa dengan bantuan guru. Rangkuman yang

diambil adalah kalimat apa yang telah disampaikan dan mencoba menghubungkan

berbagai pemikiran bersama atau menghubungkannya ke topik yang lebih besar yang

sedang dipelajari. Guru bisa mendorong siswa membuat rangkumannya sendiri

dengan mengajukan pertanyaan seperti, “Apa hal penting yang kamu peroleh dari

diskusi kita kali ini?”

d. Melaporkan Singkat Proses Diskusi

Biasanya diskusi diakhiri dengan laporan singkat tentang cara berlangsungnya

diskusi, apakah diskusi hari ini berjalan dengan lancar? Adakah hambatan dalam

pelaksaan diskusi kali ini? Mengapa? Apa yang dapat dilakukan lain kali agar diskusi

mendatang tidak mengalami hambatan yang sama? Dengan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan tersebut akan diketahui apakah diskusi tersebut telah berjalan dengan

sukses atau tidak serta mencari solusi untuk mengatasi habatan yang mungkin timbul

pada diskusi selanjutnya.

DISKUSI KELAS

(BAGIAN 2)

D. LINGKUNGAN BELAJAR DAN TUGAS-TUGAS MENGELOLA DISKUSI

Tugas-tugas mengelola dan penerapan pada pembeajaran diskusi yang telah

dibahas pada bab lalu seperti, cara guru dalam tahapnya memperlambat pembelajaran

dan menangani tingkah laku yang tidak diharapkan merupakan hal dasar yang harus

seorang guru kuasai dalam membimbing dikusi. Namun sebenarnya hal yang amat

penting dalam tugas mengelola ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan pola

diskusi di dalam kelas.

1. Memperlambat Langlah dan Meningkatkan Partisipasi

Jika dalam proses pembelajaran diskusi guru sering menghadapi hambatan

berupa kurang aktifnya siswa dalam berpartisipasi, hal yang dapat dilakukan yaitu

langkah atau tahap pembelajaran perlu diperlambat dan pemberian giliran serta norma

pertanyaan harus dimodifikasi.

a. Strategi TPS(Think-Pair-Share)

Penggunaan strategi TPS merupakan cara yang efektit dalam memperlambat

langkah dan meningkatkan daya pikir siswa. dengan bekerja secara kooperatif sisswa

diberikan waktu lebih banyak untuk berpikir serta merespon sehingga dapat

meningkatkan partisipasi siswa.

b. Kelompok Aktif (BUZZ GROUP)

Pendekatan Buzz Group dalam upaya menigkatkan partisipasi siswa diawali

dengan membentuk siswa kedalam kelompok yang jumlahkan 3 sampai siswa untuk

membahas topik tertentu. Satu anggota dalam kelompok bertugas mencatat ide-ide

kelompok yang nantinya akan disampaikan sebagai ide kelompok dalam diskusi kelas.

Penggunaan Buzz group ini dapat mengurangi dominasi partisipasi oleh satu atau

beberapa orang saja.

c. Bola Pantai (BEACH BALL)

Teknik Beach Ball sangat efektif diterapkan pada siswa yang masih muda

untuk peningkatan partisipasi mereka. Pada teknik ke tiga ini siswa harus diberi

pengertian bahwa hanya siswa yang mendapatkan bola yang boleh mengemukakan ide

mereka.

2. Meningkatkan Perhatian antar Individu dan Pemahaman Siswa

a. Keterampilan proses mengirim pesan

1) Paraphrase

Penyampaian pesan (Paraphrase) adalah suatu keterampilan untuk mengecek

apakah seseorang penerima mengerti atau tidak tentang suatu ide yang

dikomunikasikan kepadanya. Paraphrase menghendaki pengirim untuk memverifikasi

kebenaran dari interpretasi penerima. Pernyataan pengirim mungkin disampaikan

dengan kata atau keterangan dengan contoh yang spesifik, atau dapat saja dengan ide

yang terlalu umum.

2) Menggambarkan perilaku (Describe Behavior)

Dalam penggunaan deskripsi perilaku, seseorang melaporkan tentang perilaku

khas orang lain yang dapat diamati, tanpa mengevaluasinya, atau membuat inverensi

tentang motiv-motiv yang lain. Untuk mendeskripsikan perilaku seseorang kita bisa

menggambarkannya dengan ungkapan: “Saya perhatikan…”.

Berikut ini contoh pendeskripsian perilaku khusus seseorang:

“Jim, kamu kok lebih banyak bicara daripada teman-teman yang lain pada

topik ini,…”. Daripada, “Jim kamu selalu menjadi pusat perhatian dari teman-

temanmu.”

b. Keterampilan proses menerima pesan

1) Menggambarkan perasaan (Describe Feelingi)

Sering kali dalam berdiskusi kita merasa kesal karena gagasan kita sulit

dimengerti oleh orang lain, namun tak banyak hal yang dapat kita lakukan untuk

menggambarkan apa yang kita maksudkan. Dan pada akirnya yang sering kita lakukan

hanya diam karena merasa malu atau mengatakan orang lain itu untuk diam padahal

kita bisa mengomunikasikan perasaan kita dalam bentuk kata-kata. Katakan kalau

saya merasa kesal atau marah padamu.

2) Mengecek pesan (Checking Impression)

Mengecek pesan adalah keterampilan yang melengkapi gambaran perasaanmu,

dan melibatkan pengecekan perasaan orang lain. Kamu mentransformasikan ekspresi

dari perasaanmu (muka memerah, diam, tekanan dan nada suara) ke dalam deskripsi

sesaat dari perasaan orang lain. Hal ini adalah sekedar penyampaian, bagaimana aku

memahami perasaanmu.

R: Recall, berupa fakta, hal-hal yang hafalan=: Mencocokkan (Compare, Ratio, Comparison, Similarity)≠: Membandingkan (Contrast, Difference, Distinction, Descrimination): Sebab dan akibat (Cause and effect, prediction, hypothesis, inference) Ex: Alur Berpikir Deduksi (Analogy, Deduction, Categorization)Ex : Alur Berpikir Induksi (Classification, Induction, Conclution, Generalization, Finding Essence): Evaluasi ( Value, Evaluation, Judgement, Rating)

3. Piranti untuk Menyoroti Diskursus dan Keterampilan Berpikir

a. Isyarat Bergambar (Visual) untuk Think-Pair-Share

Lyman dan kelompoknya telah mengembangkan berbagai cara mengajar

siswa, bagaimana menggunakan Think-Pair-Share, khususnya kapan dan bagaimana

berpindah dari model satu ke model yang lain. Salah satu strategi yang favorit adalah

penggunaan isyarat.

b. Matriks Berpikir

Mc Tighe dan Lyman telah menciptakan sebuah piranti yang mereka sebut

dengan “Matriks Berpikir Lyman”. Mereka merekomendasi guru-guru membuat

symbol-simbol yang menggambarkan berbagai proses berpikir yang telah

digambarkan oleh Taksonommi Bloom, dan kemudian membuat kartu-kartu symbol

yang ditempatkan di dinding, atau dipegang guru.

Gambar 5.6 Simbol-Simbol Pembelajaran Keterampilan Berpikir dengan Respon

Pertanyaan

Contoh :

Recall : Berapakah sumbu simetri pada bangun persegi?

Mencocokkan : Apa persamaan antara persegi dan belah ketupat?

Membandingkan : Apakah perbedaan antara bangun yang kongruen dan bangun

yang sebangun?

Sebab dan Akibat : Jika diketahui segita I dan segitiga II sebangun, bagaimana

perbandingan sisi yang sepihak?

Deduksi : Dari sifat-sifat dua bangun yang sebangun tadi, sebutkan

contoh bangun yang sebangun?

Induksi : Besar semua sudut pada segitiga I sama dengan besar semua

sudut pada segitiga II, semua sisi pada segitiga I memiliki

panjang yang sama dengan sisi pada segitiga II, apakah yang

dapat disimpulkan dari info tersebut?

Evaluasi : apakah benar dua segitiga yang memiliki besar sudut yang

sama selalu kongruen? Mengapa?

Selama diskusi guru menunjukkan simbol-simbol itu. Mereka juga mendorong

siswa untuk mengelompokkan pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan dan

mereka menjawab dengan menggunakan kartu-kartu symbol seperti pada gambar 5.6

tersebut yang dikembangkan oleh Lyman dan guru-guru.

E. PENGUKURAN DAN PENILAIAN (ASSESSMENT AND EVALUATION)

Pemberian angka/nilai tugas untuk guru sebagai tindak lanjut suatu diskusi,

sebuah bentuk tindak lanjut yang harus diikuti dari suatu diskusi sebagai bagian dari

suatu pembelajaran di antaranya adalah pemberian angka (grading) seperti diuraikan di

bawah ini:

1. Mengikuti Diskusi

Guru yang berpengalaman membuat catatan baik formal dan mentalnya dalam

mengikuti diskusi. Suatu ketika catatannya menyinggung materi diskusi, dan

dimaksudkan untuk menolong dalam memperjelas bagian materi pelajarannya.

Diskusi dapat juga mengidentifiasi aspek-aspek dari suatu topik, dimana siswa

tertarik pada hal-hal yang bersifat khusus. Membimbing diskusi itu sendiri akan

memberikan informasi kepada guru tentang kekuatan dan kelemahan siswanya, proses

berpikir seperti halnya kemampuan kelompok untuk menyampaikan/mengikuti

diskusi atau pembicaraannya. Pembelajaran selanjutnya dapat lebih dikembangkan

dan diperkuat perencanaannya.

2. Penilaian Diskusi Kelas (Grading Classroom Discussions)

Pemberian nilai dalam diskusi kelas dapat dipakai untuk menentukan sikap

dari permasalahan yang mungkin dapat membingungkan seorang guru. Di satu pihak

jika partisipasi tidak diberi nilai akan meberi kesan kepada siswa akan merendahkan

perlunya partisipasi dari kegiatan yang lain yang diberi nilai. Sebaliknya, pemberian

nilai diskusi ini secara praktis tidak mungkin dapat memberikan nilai

(mengkuantifikasi) peran serta siswa dalam diskusi dengan semua cara yang

memuaskan.

Ada dua cara dari guru yang berpengalaman dalam dilema pemberian nilai ini.

Pertama, memberikan bonus kepada siswa yang secara konsisten yang tampak

selalu siap berdiskusi, dan meberikan sumbangan pemikiran yang relevan. Jika cara

ini digunakan, perlu adanya diskusi dengan baik dengan kelas dan persyaratan yang

tepat yang diperlukan siswa agar mendapatkan nilai/bonus yang dikehendaki.

Cara kedua untuk memberikan nilai diskusi sebagai batu loncatan dari refleksi

tugas menulis. Pemberian nilai pada kegiatan ini bukan untuk partisipasinya, tetapi

untuk kemampuan siswa dalam merefleksi partisipasinya dan juga untuk

kemampuan siswa dalam merefleksi diskusi ke dalam kata-kata, apa arti diskusi

baginya.

Berikan tugas kepada siswa dalam bentuk laporan, agar dapat diketahui

bagaimana siswa merefleksi secara essay setelah diskusi selesai, hal ini dapat

meningkatkan perhatian siswa selama diskusi dan memperpanjang pemikiran siswa

tentang diskusi setelah diskusi selesai. Kerugian yang nyata dengan penggunaan

diskusi ini sebagai tugas adalah persyaratan waktu untuk membaca dan pemberian

nilai tugas-tugas essay (laporan)nya.

3. Menggunakan Tes Uraian dalam Ujian

Tes essay sangat baik dilakukan kepada siswa untuk membuka proses berpikir

tingkat tinggi dan kreativitas siswa. Jadi jelaslah cara ini merupakan penentuan

keputusan yang menguntungkan, jika guru mencobanya bagi siswa-siswa yang telah

selesai melakukan diskusi. Dalam hal ini tes essay lebih unggul dibandingkan

dengan tes obyektif. Keuntungan lain dari tes essay adalah tes essay memerlukan

waktu yang lebih cepat dalam penyusunan/pembuatan tesnya, jika dibanding tes

obyektif.

Guru perlu mempertimbangkan waktu dalam menyusun soal, memberikan

contoh jawaban, waktu untuk membaca, dan pemberian nilai untuk tes essay

tersebut. Sebagai sesuatu yang sangat kritis, tes essay tidak dapat mencangkup

keseluruhan materi jika dibandingkan dengan tes obyektif, sulit untuk memberikan

nilai secara obyektif. Kekritisan tersebut dapat secara parsial diatasi dengan

menggunakan kombinasi atau gabungan antara tes obyektif dan tes essay dalam

suatu ujian. Penggunaan tes obyektif untuk pengukuran pemahaman siswa tentang

pengetahuan yang dasar dan menggunakan tes essay untuk mengukur pemahaman

tingkat tinggi.

Beberapa petunjuk yang dapat menolong untuk mengurangi bias dalam

penilaian telah dikembangkan oleh guru-guru yang berpengalaman dan ahli evaluasi

sebagai berikut:

a) Tulislah pertanyaan essay sejelas-jelasnya, dan jelaskan apa yang harus

tercakup dalam jawaban siswa.

b) Tulislah dahulu contoh-contoh jawaban dari beberapa pertanyaan, dan waktu

serta bagian jawaban yang bervariasi

c) Gunakan teknik untuk mengurangi efek-efek harapan

Efek-efek harapan adalah fenomena yang disebabkan oleh guru yang

memngharapkan siswa-siswanya dapat mengerjakan dengan baik, dan

sebagian lagi kurang, tanpa memperhatikan apa yang sebenarnya mereka

tampilkan dalam jawaban. Suatu teknik yang digunakan untuk menjaga bias

tersebut, yaitu siswa menuliskan nama-namanya di balik jawabannya setelah

mengerjakan soal.

d) Mempertimbangkan pemberian nilai secara keseluruhan (holistic scoring)

Guru-guru yang menggunakan pendekatan ini pada umumnya melihat sepintas

dari keseluruhan hasil tulisan siswa, dan memilih sampel-sampel mana tulisan

yang dipertimbangkan sebagai tulisan baik, sedang, dan sangat kurang.

Sampel-sampel tersebut akhirnya menjadi model untuk menentukan kriteria

terhadap tulisan-tulisan yang lain. Beberapa guru menggunakan prosedur yang

sama, tetapi menambahkan prosedur yang kedua, yaitu menumpuk tulisan-

tulisan dalam kelompok yang tepat sebagaimana mereka membacanya, isalnya

kelompok A, kelompok B, dan seterusnya. Mereka kemudian membaca ulang

dari pilihan masing-masing kelompok yang berbeda-beda tadi, untuk

mengecek perbandingannya dengan tulisan dalam kelompok yang sama yang

sesuai yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Nur, Mohammad. 2000. Diskusi Kelas Bagian 1. Surabaya: Unesa Press

Nur, Mohammad. 2000. Diskusi Kelas Bagian 2. Surabaya: Unesa Press