Upload
sistawangi
View
55
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
aaaaa
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Di negara-negara maju, penyakit divertikular (PD) merupakan kelainan
yang sering di temukan, yaitu, 30-55% dari populasi; dan disebut sebagai penyakit
difisiensi serat. sebaliknya di negara berkembang seperti afrika dan asia, PD
jarang ditemukan oleh karenan makanan yang di konsumsi mengandung banyak
serat. divertikel dapat terjadi sepanjang saluran cerna tetapi trauma dalam kolon,
khususnya kolon sigmoid.
Penyakit divertikular (atau diverticulosis) merupakan keadaan di mana
terdapat banyak penonjolan mukosa yang menyerupai kantong (divertikula) yang
tumbuh dalam usus besar, khususnya kolon sigmoid tanpa adanya inflamasi.
Peradangan akut dari divertikulum menyebabkan divertikulitis.
Divertikulosis sangat sering dijumpai pada masyarakat Amerika dan
Eropa. Diperkirakan sekitar separuh populasi dengan umur lebih dari 50 tahun
memiliki divertikula kolon. Kolon sigmoid adalah tempat yang paling sering
terjadinya divertikulosis. Diverticulosis colon merupakan penyebab yang paling
umum dari perdarahan saluran cerna bagian bawah, berperan hingga 40% sampai
55% dari semua kasus perdarahan. Divertikula kolon merupakan lesi yang
diperoleh secara umum dari usus besar pada perut.
Divertikulosis diperkirakan sebagai kelainan yang didapat, tetapi
etiologinya tidak terlalu dipahami. Teori yang paling banyak diterima adalah
tentang kurangnya dietary fiber yang menghasilkan volume feses yang kecil,
sehingga membutuhkan tekanan intraluminal yang tinggi dan regangan dinding
colon yang tinggi untuk propulsi.
Sementara tidak ada dari teori-teori ini yang dapat dibuktikan, diet tinggi
serat dapat menurunkan insidensi divertikulosis. Meskipun divertikulosis sering
ditemukan, kebanyakan kasusnya asimptomatik dan komplikasi muncul pada
sebagian kecil penderita saja.
1
BAB II
ISI
2.1 ANATOMI & FISIOLOGI USUS BESAR
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang
sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani.
Diameter usus besar lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5
inchi (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum
terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum.
Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup
ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi
menjadi kolon ascendens, transversum, descendens, dan sigmoid. Tempat
dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri
atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon
sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S.
Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu
dengan rektum. Rektum terbebtang dari kolon sigmoid sampai dengan anus.
Satu inci terakhir dari rektum terdapat kanalis ani yang dilindungi oleh
sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum sampai kanalis ani adalah
5,9 inci.
Dinding kolon terdiri dari empat lapisan yaitu tunika serosa,
muskularis, tela submukosa, dan tunika mukosa akan tetapi usus besar
mempunyai gambaran-gambaran yang khas berupa: lapisan otot longitudinal
usus besar tidak sempurna tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut
taenia koli yang bersatu pada sigmoid distal. Panjang taenia lebih pendek
daripada usus sehingga usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-
kantong kecil yang disebut haustra. Pada taenia melekat kantong-kantong
kecil peritoneum yang berisi lemak yang disebut apendices epiploika. Lapisan
mukosa usus besar lebih tebal dengan kriptus lieberkuhn terletak lebih dalam
serta mempunyai sel goblet lebih banyak daripada usus halus.
2
Vaskularisasi usus besar diatur oleh arteri mesenterika superior dan
inferior. Arteri mesenterika superior memvaskularisasi kolon bagian kanan
(mulai dari sekum sampai dua pertiga proksimal kolon transversum). Arteri
mesenterika superior mempunyai tiga cabang utama yaitu arteri ileokolika,
arteri kolika dekstra, dan arteri kolika media. Sedangkan arteri mesenterika
inferior memvaskularisasi kolon bagian kiri (mulai dari sepertiga distal kolon
transversum sampai rektum bagian proksimal). Arteri mesenterika inferior
mempunyai tiga cabang yaitu arteri kolika sinistra, arteri hemorroidalis
superior, dan arteri sigmoidea. Vaskularisasi tambahan daerah rektum diatur
oleh arteria sakralis media dan arteria hemorroidalis inferior dan media.
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena mesenterika
superior dan inferior serta vena hemorroidalis superior, yaitu bagian dari
sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemorroidalis media dan
inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi
sistemik. Ada anastomosis antara vena hemorroidalis superior, media, dan
inferior sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran
balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan hemorroid.
Gambar 1. Anatomi Kolon
Aliran pembuluh limfe kolon mengikuti arteria regional ke limfenodi
preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Aliran balik
pembuluh limfe melalui sistrna kili yang bermuara ke dalam sistem vena pada
3
sambungan vena subklavia dan jugularis sinistra. Hal ini menyebabkan
metastase karsinoma gastrointestinal bisa ada dalam kelenjar limfe leher
(kelenjar limfe virchow). Aliran balik pembuluh limfe rektum mengikuti
aliran pembuluh darah hemorroidalis superior dan pembuluh limfe kanalis ani
menyebar ke nodi limfatisi iliaka interna, sedangkan aliran balik pembuluh
limfe anus dan kulit perineum mengikuti aliran limfe inguinalis superficialis.
Gambar 2. Aliran Limfa pada kolon
Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali
sfingter eksternus yang diatur secara voluntar. Serabut parasimpatis berjalan
melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus
yang berasal dari daerah sakral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis
yang berjalan dari pars torasika dan lumbalis medula spinalis melalui rantai
simpatis ke ganglia simpatis preortika. Disana bersinaps dengan post ganglion
yang mengikuti aliran arteri utama dan berakhir pada pleksus mienterikus
(Aurbach) dan submukosa (meissner). Perangsangan simpatis menyebabkan
penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum,
sedangkan saraf parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan. Kendali
usus yang paling penting adalah aktivitas refleks lokal yang diperantarai oleh
pleksus nervosus intramural (Meissner dan Aurbach) dan interkoneksinya.
4
Jadi pasien dengan kerusakan medula spinalis maka fungsi ususnya tetap
normal, sedangkan pasien dengan penyakit hirschsprung akan mempunyai
fungsi usus yang abnormal karena pada penyakit ini terjadi keabsenan pleksus
aurbach dan meissner.
Fungsi utama kolon adalah (1) absorbsi air dan elektrolit dari kimus
untuk membentuk feses yang padat dan (2) penimbunan bahan feses sampai
dapat dikeluarkan. Setengah bagian proksimal kolon berhubungan dengan
absorbsi dan setengah distal kolon berhubungan dengan penyimpanan.
Karena sebagai 2 fungsi tersebut gerakan kolon sangat lambat. Tapi
gerakannya masih seperti usus halus yang dibagi menjadi gerakan
mencampur dan mendorong.
Gerakan Mencampur “Haustrasi”.
Gerakan segmentasi dengan konstriksi sirkular yang besar pada kolon,
± 2.5 cm otot sirkular akan berkontraksi, kadang menyempitkan lumen
hampir tersumbat. Saat yang sama, otot longitudinal kolon (taenia koli) akan
berkontraksi. Kontraksi gabungan tadi menyebabkan bagian usus yang tidak
terangsang menonjol keluar (haustrasi). Setiap haustrasi mencapai intensitas
puncak dalam waktu ±30 detik, kemudian menghilang 60 detik berikutnya,
kadang juga lambat terutama sekum dan kolon asendens sehingga sedikit isi
hasil dari dorongan ke depan. Oleh karena itu bahan feses dalam usus besar
secara lambat diaduk dan dicampur sehingga bahan feses secara bertahap
bersentuhan dengan permukaan mukosa usus besar, dan cairan serta zat
terlarut secara progresif diabsorbsi hingga terdapat 80-200 ml feses yang
dikeluarkan tiap hari.
Gerakan Mendorong “Pergerakan Massa”.
Banyak dorongan dalam sekum dan kolon asendens dari kontraksi
haustra yang lambat tapi persisten, kimus saat itu sudah dalam keadaan
lumpur setengah padat. Dari sekum sampai sigmoid, pergerakan massa
mengambil alih peran pendorongan untuk beberapa menit menjadi satu
waktu, kebanyakan 1-3 x/hari gerakan.
Selain itu, kolon mempunyai kripta lieberkuhn tapi tidak ber-vili.
menghasilkan mucus (sel epitelnya jarang mengandung enzim). Mucus
5
mengandung ion bikarbonat yang diatur oleh rangsangan taktil , langsung dari
sel epitel dan oleh refleks saraf setempat terhadap sel mucus Krista
lieberkuhn. Rangsangan n. pelvikus dari medulla spinalis yang membawa
persarafan parasimpatis ke separuh sampai dua pertiga bagian distal kolon.
Mucus juga berperan dalam melindungi dinding kolon terhadap ekskoriasi,
tapi selain itu menyediakan media yang lengket untuk saling melekatkan
bahan feses. Lebih lanjut, mucus melindungi dinding usus dari aktivitas
bakteri yang berlangsung dalam feses, ion bikarbonat yang disekresi ditukar
dengan ion klorida sehingga menyediakan ion bikarbonat alkalis yang
menetralkan asam dalam feses. Mengenai ekskresi cairan, sedikit cairan yang
dikeluarkan melalui feses (100 ml/hari). Jumlah ini dapat meningkat sampai
beberapa liter sehari pada pasien diare berat
Absorpsi dalam Usus Besar
Sekitar 1500 ml kimus secara normal melewati katup ileosekal,
sebagian besar air dan elektrolit di dalam kimus diabsorbsi di dalam kolon
dan sekitar 100 ml diekskresikan bersama feses. Sebagian besar absorpsi di
pertengahan kolon proksimal (kolon pengabsorpsi), sedang bagian distal
sebagai tempat penyimpanan feses sampai akhirnya dikeluarkan pada waktu
yang tepat (kolon penyimpanan).
Absorbsi dan Sekresi Elektrolit dan Air.
Mukosa usus besar mirip seperti usus halus, mempunyai kemampuan
absorpsi aktif natrium yang tinggi dan klorida juga ikut terabsorpsi. Ditambah
taut epitel di usus besar lebih erat dibanding usus halus sehingga mencegah
difusi kembali ion tersebut, apalagi ketika aldosteron teraktivasi. Absorbsi
ion natrium dan ion klorida menciptakan gradien osmotic di sepanjang
mukosa usus besar yang kemudian menyebabkan absorbsi air. Dalam waktu
bersamaan usus besar juga menyekresikan ion bikarbonat (seperti penjelasan
diatas) membantu menetralisir produk akhir asam dari kerja bakteri didalam
usus besar.
Kemampuan Absorpsi Maksimal Usus Besar
6
Usus besar dapat mengabsorbsi maksimal 5-8 L cairan dan elektrolit
tiap hari sehingga bila jumlah cairan masuk ke katup ileosekal melebihi atau
melalui sekresi usus besar melebihi jumlah ini akan terjadi diare.
Kerja Bakteri dalam kolon.
Banyak bakteri, khususnya basil kolon, bahkan terdapat secara normal
pada kolon pengabsorpsi. Bakteri ini mampu mencerna selulosa (berguna
sebagai tambahan nutrisi), vitamin (K, B₁₂, tiamin, riboflavin, dan bermacam
gas yang menyebabkan flatus di dalam kolon, khususnya CO₂, H₂, CH₄)
Komposisi feses.
Normalnya terdiri dari ³⁄₄ air dan ¹⁄₄ padatan (30% bakteri, 10-20%
lemak, 10-20% anorganik, 2-3% protein, 30% serat makan yang tak tercerna
dan unsur kering dari pencernaan (pigmen empedu, sel epitel terlepas). Warna
coklat dari feses disebabkan oleh sterkobilin dan urobilin yang berasal dari
bilirubin yang merupakan hasil kerja bakteri. Apabila empedu tidak dapat
masuk usus, warna tinja menjadi putih (tinja akolik). Asam organic yang
terbantuk dari karbohidrat oleh bakteri merupakan penyebab tinja menjadi
asam (pH 5.0-7.0). Bau feses disebabkan produk kerja bakteri (indol,
merkaptan, skatol, hydrogen sulfide). Komposisi tinja relatif tidak
terpengaruh oleh variasi dalam makanan karena sebagian besar fraksi massa
feses bukan berasal dari makanan. Hal ini merupakan penyebab mengapa
selama kelaparan jangka panjang tetap dikeluarkan feses dalam jumlah
bermakna.
Defekasi
Sebagian besar waktu, rectum tidak berisi feses, hal ini karena adanya
sfingter yang lemah ± 20 cm dari anus pada perbatasan antara kolon sigmoid
dan rectum serta sudut tajam yang menambah resistensi pengisian rectum.
Bila terjadi pergerakan massa ke rectum, kontraksi rectum dan relaksasi
sfingter anus akan timbul keinginan defekasi. Pendorongan massa yang terus
menerus akan dicegah oleh konstriksi tonik dari 1) sfingter ani interni; 2)
sfingter ani eksternus.
Refleks Defekasi. Keinginan berdefekasi muncul pertama kali saat
tekanan rectum mencapai 18 mmHg dan apabila mencapai 55 mmHg, maka
7
sfingter ani internus dan eksternus melemas dan isi feses terdorong keluar.
Satu dari refleks defekasi adalah refleks intrinsic (diperantarai sistem saraf
enteric dalam dinding rectum).
Ketika feses masuk rectum, distensi dinding rectum menimbulkan
sinyal aferen menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan
gelombang peristaltic dalam kolon descendens, sigmoid, rectum, mendorong
feses ke arah anus. Ketika gelombang peristaltic mendekati anus, sfingter ani
interni direlaksasi oleh sinyal penghambat dari pleksus mienterikus dan
sfingter ani eksterni dalam keadaan sadar berelaksasi secara volunter
sehingga terjadi defekasi. Jadi sfingter melemas sewaktu rectum teregang.
Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter ani eksternus tercapai,
defekasi volunter dapat dicapai dengan secara volunter melemaskan sfingter
eksternus dan mengontraksikan otot-otot abdomen (mengejan). Dengan
demikian defekasi merupakan suatu reflex spinal yang dengan sadar dapat
dihambat dengan menjaga agar sfingter eksternus tetap berkontraksi atau
melemaskan sfingter dan megontraksikan otot abdomen.
Sebenarnya stimulus dari pleksus mienterikus masih lemah sebagai
relfeks defekasi, sehingga diperlukan refleks lain, yaitu refleks defekasi
parasimpatis (segmen sacral medulla spinalis). Bila ujung saraf dalam rectum
terangsang, sinyal akan dihantarkan ke medulla spinalis, kemudian secara
refleks kembali ke kolon descendens, sigmoid, rectum, dan anus melalui
serabut parasimpatis n. pelvikus. Sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat
gelombang peristaltic dan merelaksasi sfingter ani internus. Sehingga
mengubah refleks defekasi intrinsic menjadi proses defekasi yang kuat.
Sinyal defekasi masuk ke medula spinalis menimbulkan efek lain,
seperti mengambil napas dalam, penutupan glottis, kontraksi otot dinding
abdomen mendorong isi feses dari kolon turun ke bawah dan saat bersamaan
dasar pelvis mengalami relaksasi dan menarik keluar cincin anus
mengeluarkan feses.
8
2.2 DIVERTIKULOSIS
2.2.1 DEFINISI
Divertikulosis merupakan suatu keadaan pada kolon yang dicirikan
dengan adanya herniasi mukosa melalui tunika muskularis yang
membentuk kantung seperti bentuk botol. Bila satu kantong atau lebih
mangalami peradangan, keadaan ini disebut divertikulitis. Penyakit
divertikular (atau divertikulosis) merupakan keadaan dimana terdapat
banyak penonjolan mukosa yang menyerupai kantong (divertikula) yang
tumbuh dalam usus besar, khususnya kolom sigmoid. Peradangan akut
dari divertikulum menyebabkan divertikulitis.
2.2.2 EPIDEMIOLOGI
Kejadian divertikulosis pada wanita sedikit lebih banyak dengan
perbandingan antara pria : wanita adalah 1 : 1,5. Insidens tertinggi pada
usia 40 tahun dan 50-an. Insidens tertinggi di negara-negara barat dimana
terjadi pad 50% dari warga yang berusia lebih dari 60 tahun.
Divertikulosis umumnya jarang pada usia di bawah 40 tahun, tapi
prevalensi nya akan meningkat seiring dengan berjalannya usia.
Divertikulosis kolon lebih sering ditemukan pada penduduk yang tinggal
di wilayah US dan negara maju lainnya. Sementara, hal ini jarang
ditemukan pada penduduk Afrika dan Asia.
Insidensi divertikulosis secara keseluruhan tinggi; penyakit ini
menyerang sekitar 10% penduduk menurut sebagian besar pemeriksaan
mayat. Divertikulosis jarang terjadi pada usia di bawah 35 tahun, tetapi
meningkat seiring bertambahnya usia sehingga pada usia 85 tahun, dua
per tiga penduduk mengalami penyakit ini. Lokasi terjadinya divertikula
yang paling sering adalah kolon sigmoid, yaitu sekitar 90%.
2.2.3 ETIOLOGI
Penyebab dari divertikulosis kolon seperti nya karena
multifactorial. Ada hipotesis yang menyebutkan bahwa etiologi dari
divertikulosis ini terdiri atas aktifitas motorik kolon yang abnormal,
9
intake serat makanan, perubahan struktur dan fungsional dari dinding
kolon karena penuaan dan peningkatan cross-linking kolagen.
Penyebab terjadinya divertikulosis ada 2 yaitu :
1. Peningkatan tekanan intralumen
Diet rendah serat menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan intralumen kolon sehingga menyebabkan herniasi
mukosa melewati lapisan dinding otot kolon yang menebal dan
memendek (sebuah kondisi yang disebut-mychosis).
Penyebab terjadinya divertikulosis adalah kurangnya serat
dan rendahnya residu dalam makanan yang dikonsumsi
sehingga menyebabkan perubahan milieu interior dalam kolon.
Pendapat ini diperkuat oleh penelitian-penelitian selanjutnya
dimana terbukti bahwa kurangnya serat dalam makanan
merupakan faktor utama terjadinya divertikular sehingga
disebut sebagai penyakit defisiensi serat.
Terdapat 2 jenis serat :
- Serat yang larut dalam air, di dalam usus terdapat dalam
bentuk yang menyerupai agar-agar yang lembut.
- Serat yang tidak larut dalam air, melewati usus tanpa
mengalami perubahan bentuk.
Kedua jenis serat tersebut membantu memperlunak feses
sehingga mudah melewati usus. Serat juga mencegah
konstipasi. Konsumsi makanan yang berserat tinggi, terutama
serat yang tidak larut (selulosa) yang terkandung dalam biji-
bijian, sayur-sayuran dan buah-buahan akan berpengaruh pada
pembentukan tinja yang padat dan besar sehingga dapat
memperpendek waktu transit feses dalam kolon dan
mengurangi tekanan intraluminal yang mencegah timbulnya
divertikel.
2. Kelemahan otot dinding kolon
Penyebab lain terjadinya divertikulosis adalah terdapat daerah
yang lemah pada dinding otot kolon dimana arteri yang
10
membawa nutrisi menembus submukkosa dan mukosa.
Biasanya pada usia tua karena proses penuaan yang dapat
melemahkan dinding kolon.
Faktor Resiko Divertikulosis
- Pertambahan Usia
Pada usia lanjut terjadi penurunan tekanan mekanik/ daya
regang dinding kolon sebagai akibat perubahan struktur
jaringan kolagen dinding usus.
- Konstipasi
Konstipasi menyebabkan otot-otot menjadi tegang karena tinja
yang terdapat di dalam usus besar. Tekanan yang berlebihan
menyebabkan titik-titik lemah pada usus besar menonjol dan
membentuk divertikula.
- Diet rendah serat
Pada mereka yang kurang mengkonsumsi makanan berserat,
akan menyebabkan penurunan massa feses menjadi kecil-kecil
dan keras, waktu transit kolon yang lebih lambat sehingga
absorpsi air lebih banyak dan output yang menurun
menyebabkan tekanan dalam kolon meningkat untuk
mendorong massa feses keluar mengakibatkan segmentasi
kolon yang berlebihan. Segmentasi kolon yang berlebihan
akibat kontraksi otot sirkuler dinding kolon untuk mendorong
isi lumen dan menahan pasase dari material dalam kolon
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya penyakit
divertikular. Pada segmentasi yang meningkat secara
berlebihan terjadi herniasi mukosa/submukosa dan terbentuk
divertikel.
- Gangguan jaringan ikat
Gangguan jaringan ikat seperti pada sindrom Marfan dan
Ehlers Danlos dapat menyebabkan kelemahan pada dinding
kolon.
11
2.2.4 PATOGENESIS
Divertikel saluran cerna paling sering ditemukan di kolon,
khususnya di sigmoid. Divertikel kolon adalan divertikel palsu karena
terdiri dari mukosa yang menonjol melalui mukosa otot seperti hernia
kecil. Divertikel sejati jarang ditemukan di kolon. Divertikel ini disebut
divertikel pulsi karena disebabkan oleh tekanan tinggi di usus bagian
distal ini. Besarnya dapat beberapa millimeter hingga dua sentimeter;
leher divertikel atau pintunya biasanya sempit, tetapi mungkin lebar.
Kadang terbentuk fekolit (batu feses) didalamnya.
Divertikulosis sigmoid sering disertai obstipasi yang dipengaruhi
oleh diet, terutama makanan kurang berserat. Patogenesis dipengaruhi
tekanan intralumen dan defek dinding sigmoid. Tekanan intralumen
bergantung pada kepadatan feses yang meningkat bila kekurangan serat.
Konsumsi makanan yang berserat tinggi, terutama serat yang tidak
larut (selulosa) yang terkandung dalam biji-bijian, sayur-sayuran dan
buah-buahan, akan berpengaruh pada pembentukan tinja yang lebih padat
dan besar sehingga memperpendek waktu transit feses dalam kolon dan
mengurangi tekanan intraluminal yang mencegah timbulnya divertikel.
Disamping itu, serat penting dalam fungsi fermentasi bakteri didalam
kolon dan merupakan substrat utama dalam produksi asam lemak rantai
pendek yang dapat berpengaruh pada pengandaan energi yang
dibutuhkan mukosa kolon, menghasilkan atau mempengaruhi
pertumbuhan mukosa dengan cara meningkatkan aliran darah.
Pada mereka yang kurang mengkonsumsi serat akan menyebabkan
penurunan massa feses menjadi kecil-kecil dan keras, waktu transit kolon
yang lambat sehingga absorsi air lebih banyak dan output yang menurun
menyebabkan tekanan dalam kolon meningkat untuk mendorong massa
feses keluar. Pada segmentasi kolon yang meningkat akibat kontraksi
otot sirkuler dinding kolon untuk mendorong isi lumen dan menahan
passase dari material dalam kolon akan menyebabkan terjadi oklusi pada
kedua ujung segmen sehingga tekanan intraluminal meningkat secara
berlebihan terjadi herniasi mukosa/submukosa dan terbentuk divertikel.
12
Sebuah divertikulum merupakan penonjolan pada titik-titik yang
lemah, biasanya pada pembuluh nadi (arteri) masuk ke dalam lapisan otot
dari usus besar. Kejang (spasme) diduga menyebabkan bertambahnya
tekanan dalam usus besar, sehingga akan menyebabkan terjadinya lebih
banyak divertikula dan memperbesar divertikula yang sudah ada.
Divertikulosis terbentuk bila mukosa dan lapisan submukosa kolon
mengalami herniasi sepanjang dinding muskuler yang mengalami
kelemahan yaitu pada titik tempat masuknya arteri ke dalam usus akibat
tekanan intraluminal yang tinggi, volume kolon yang rendah (isi kurang
mengandung serat), dan penurunan kekuatan otot dalam dinding kolon
(hipertrofi muskuler akibat massa fekal yang mengeras).
Divertikulum menjadi tersumbat dan kemudian terinflamasi.
Inflamasi cenderung menyebar ke dinding usus sekitar, mengakibatkan
timbulnya kepekaan dan spastisitas kolon. Abses dapat menimbullkan
peritonitis, sedangkan erosi pembuluh darah (arterial) dapat
menimbulkan perdarahan. Tinja yang terperangkap di dalamnya dapat
menyebabkan perdarahan dan peradangan/infeksi sehingga timbul
diverticulitis.
(a) (b)
Gambar 3. (a) Diverticulosis yang berkembang menjadi diverticulitis
(b) Divertikel dengan tinja yang terperangkap di dalamnya
13
2.2.5 PATOLOGI
Adanya penonjolan kantung dengan diameter 1mm sampai dengan
beberapa sentimeter yang menonjol ke dalam jaringan lemak perikolik
atau appendices epiploicae. Kelainan ini khususnya terdapat di antara
taenia mesenterika dan antimesenterika, jarang di taenia
antimesenterium. Secara histologis, dinding kantong hanya terdiri dari
mukosa dan submukosa dan biasanya tanpa lapisan otot sama sekali dan
tanpa disertai dengan inflamasi. Sering kantong berisi feses yang
mungkin tidak dapat segera dikeluarkan sebab leher divertikel lebih
sempit dari kantongnya.
2.2.6 GEJALA KLINIS
Kebanyakan penderita divertikulosis tidak menunjukkan gejala.
Tetapi beberapa ahli yakin bila bahwa seseorang mengalami nyeri kram,
diare, dan gangguan pencernaan lainnya, yang tidak diketahui
penyebabnya, bias dipastikan penyebabnya adalah divertikulosis. Gejala
klinis yang bisa ditemukan.
Sebagian besar asimptomatik
Divertikulosis yang nyeri :
a. Nyeri pada fossa iliaka kiri
b. Konstipasi
c. Diare.
Divertikulosis akut :
a. Malaise
b. Demam
c. Nyeri dan nyeri tekan pada fossa iliaka kiri dengan atau
tanpa teraba massa.
d. Distensi abdomen
Perforasi : Peritonitis + gambaran diverticulitis
Obstruksi usus besar :
a. Konstipasi absolute
14
b. Distensi
c. Nyeri kolik abdomen
d. Muntah
Fistula : ke kandung kemih, vagina, atau usus halus
Perdarahan saluran cerna bagian bawah : spontan dan tidak nyeri
2.2.6 DIAGNOSIS
Anamnesis yang cermat sering sudah dapat menentukan diagnosis,
harus ditanyakan tentang perubahan pola defekasi, frekuensi, dan
konsistensi feses.
Dalam anamnesis tentang nyeri perut perlu dibedakan antara nyeri
kolik dan nyeri menetap, serta hubungannya dengan makan dan dengan
defekasi. Perlu pula ditanyakan warna tinja, terang atau gelap, bercampur
lender atau darah, dan warna darah segar atau tidak. Juga perlu
ditanyakan apakah terdapat rasa tidak puas setelah defekasi, bagaimana
nafsu makan, adakah penurunan nafsu makan, dan rasa lelah.
Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kelainan kolon
adalah dyspepsia, hematokezia, anemia, benjolan, dan obstruksi karena
radang dan keganasan.
Pada divertikulosis 80% penderita tidak bergejala (asimptomatik).
Keluhan lain yang bias didapat adalah nyeri, obstipasi, dan diare oleh
karena adanya gangguan motilitas dari sigmoid.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan local ringan dan
sigmoid sering dapat diraba sebagai struktur padat. Tidak ada demam
maupun leukositosis bila tidak ada radang. Bisa teraba tegang pada
kuadran kiri bawah, dapat teraba massa seperti sosis yang tegang pada
sigmoid yang terkena. Pada pemeriksaan fisis dilakukan rectal touché ke
dalam rectum untuk mengetahui adanya nyeri tekan, penyumbatan,
maupun darah. Didapatkan juga keadaan umum tidak terganggu dan
tanda sistemik juga tidak ada.
Pada foto rontgen, barium tampak divertikel dengan spasme local
dan penebalan dinding yang menyebabkan penyempitan lumen.
15
Tabel 1. Perbandingan gejala divertikulosis dan divertikulitis
Gejala Klinis Diverticulosis Gejala Klinis Diverticulitis
Konstipasi Nyeri akut pada kuadran kri bawah
(93-100%)
Nyeri Abdomen : akibat kontraksi
segmental yang berlebihan dari kolon
Demam (57-100%)
Tanda-tanda divertikulosis akut :
Iregularitas usus dan interval diare, nyeri
dangkal dan kram pada kuadran kiri
bawah dari abdomen dan demam ringan
Nausea, Vomiting
Pada inflamasi local diverticula berulang,
usus besar menyempit pada striktur
fibrotic, yang menimbulkan kram, feses
berukuran kecil-kecil, dan peningkatan
konstipasi.
Teraba Massa
Perdarahan samar dapat terjadi,
menimbulkan anemia defisiensi besi
Konstipasi
Malaise Diare
2.2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada divertikulosis adalah Barium Enema
dan Kolonoskopi. Sensitivitas barium enema sangat tinggi, bahkan polip
kecil saja dapat terdeteksi. Pemeriksaan barium enema dapat menilai
kolon secara keseluruhan terutama jika terdapat suatu patologi di kolon
bagian distal yang menghalangi masuknya kolonoskop retrograde.
Sedangkan manfaat utama kolonoskopi adalah dimungkinkannya
pemeriksaan maupun intervensi kolon secara menyeluruh. Pada saat
ditemukan suatu tumor ataupun polip, dapat dilakukan biopsy juga.
16
(a) (b)
Gambar 4 (a) Barium Enema with Extensive Sigmoid Diverticulosis.
(b) Colonoscopy view of Diverticula
Barium Enema juga dapat menunjukkan adanya spasme segmental dan
penebalan otot yang mempersempit lumen dan memberikan gambaran
saw-toothed appearance. Namun pemeriksaan barium enema
kontraindikasi dilakukan pada fase akut diverticulitis. Selain itu USG
Abdomen memiliki sensitivitas sekitar 69-89% dan spesifisitas sekitar
75-100% dimana pada pemeriksaan USG Abdomen dapat ditemukan
gambaran penebalan dinding kolon dan massa kistik. USG Abdomen
juga sangat berguna untk menyingkirkan kelainan pada pelvis dan
ginekologi.
17
Gambar 5. Gambaran USG Abdomen pada kasus diverticulitis :
Ditemukan penebalan dinding dan gambaran halo echoic disekitarnya.
Gambar 6. Hasil pemeriksaan kolonoskoopi pada divertikulosis dan
divertikulitis
CT-Scan dapat memberikan gambaran yang lebih definitive
dengan evaluasi keadaan usus dan mesenterium yang lebih baik
dibandingkan pemeriksaan lainnya. Pada pemeriksaan CT scan dapat
ditemukan penebalan kolon, streaky mesenteric fat dan tanda
abses/phlegmon.Tetapi CT-Scan tidak memungkinkan untuk melakukan
intervensi seperti saat dilakukannya kolonoskopi.
18
Gambar 7. Gambar CT Scan yang menunjukkan diverticulitis
2.2.8 DIAGNOSA BANDING
Berbagai keadaan dalam kolon dapat merupakandiagnosis banding
PD dan tergantung dari lokalisasinya, antara lain : Karsinoma kolorektal,
pielnefritis, sindrom usus iriatif irritable bowel syndrome (IBS), penyakit
inflamasi usus inflammatory bowel disease (IBD), kolitis iskemik,
apendisitis, penyakit radang panggul pelvic inflammation disease (PID)
dan hemoroid.
2.2.9 PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
1) Nyeri dan Asimptomatik
Diet tinggi serat (buah, sayuran, roti gandum, kulit padi)
Tingkatkan asupan cairan
2) Divertikulitis akut
Antibiotik dan istirahatkan usus
Drainase yang dipandu radiologi untuk abses local
Pada kasus divertikulosis asimptomatik diberikan
modifikasi diet berupa makanan atau suplemen tinggi serat untuk
mencegah konstipasi dan diberikan intake cairan yang cukup.
Pemberian tambahan serat sekitar 30-40 gram/hari atau pemberian
19
laktulosa yang dapat meningkatkan massa feses (sebagai osmotic
laksatif pada divertikulosis simptomatik yaitu 2x15ml/hari.
Pada kasus diverticulitis, usus diistirahatkan dengan menunda
asupan oral, memberikan cairan intravena, dan melakukan
pemasangan NGT bila ada muntah atau distensi abdomen,
memperbanyak makan sayur dan buah-buahan, mengurangi makan
daging dan lemak, antispasmodic seperti propantelin bromide (Pro-
Banthine) dan oksifensiklimin (daricon) dapat diberikan, dan
antibiotic spectrum luas diberikan selama 7-10 hari.
b. Pembedahan
Pasien yang memerlukan operasi segera adalah yang
menunjukkan tanda-tanda peritonitis atau obstruksi loop tertutup.
Dilakukan dengan cara reseksi segmen usus yang sakit, biasanya
kolon sigmoid, dan pengangkatan kolon (kolostomi) tepat di sebelah
proksimal titik reseksi. Rektum biasanya ditutup dengan stapler.
Pembedahan elektif kolon sebelah kiri tanpa peritonitis :
reseksi segmen yang terlibat dan sambungkan ujung-ujungnya
(anastomosis primer). Pembedahan darurat kolon sebelah kiri dengan
peritonitis difus : reseksi segmen yang terlibat, tutup usus distal
(yaitu rectum bagian atas) dan keluarkan usus proksimal sebagai
ujung kolostomi (prosedur Hartmann). Pada pembedahan darurat
pada kasus divertikulosis dengan komplikasi seperti abses yang luas,
peritonitis, obstruksi komplit, dan perdarahan berat. Pada kasus ini
dilakukan pembedahan 2 kali dimana pada operasi pertama
dilakukan pembersihan cavum peritoneum, reseksi segmen kolon
yang terkena, dan dilakukan kolostomi temporer kemudian beberapa
bulan dilakukan operasi kedua dan pada operasi ini dilakukan
penyambungan kembali kolon (re-anastomosis).
20
Gambar 8. Prosedur operasi 2 tahap dengan Hartmann Prosedur dan
Prosedur operasi 3 tahap pada diverticulitis
Pembedahan darurat kolon sebelah kiri dengan peritonitis
minimal atau tanpa peritonitis: Reseksi segmen yang terlibat dan
sambungkan ujung-ujungnya (anastomosis primer).
Pada kasus divertikulosis raksasa, dilakukan reseksi
divertikula yang dilanjutkan dengan reseksi segmen kolon yang
terlibat Pada beberapa kasus dapat dilakukan reseksi divertikula saja
yang disebut diverticulectomy. Namun tindakan ini tidak dianjurkan
karena jika terdapat suatu massa pada kolon, akan memicu suatu
reaksi inflamasi dan pengangkatan seluruhnya dari sumber inflamasi
yang akan menyebabkan komplikasi adalah hal yang terpenting.
2.2.10 KOMPLIKASI
Berikut komplikasinya yang dapat muncul pada divertikulosis adalah :
Perdarahan rektum (hematokezia)
Perdarahan merupakan komplikasi yang jarang teijadi,
dilaporkan sekitar 3-5% penderita dengan divertikulosis
mengalami perdarahan rektum Jika sebuah divertikula mengalami
perdarahan, maka dapat muncul hematokezia. Perdarahan bisa
bersifat berat, tetapi juga bisa berhenti dengan sendirinya dan tidak
memerlukan penanganan khusus. Perdarahan terjadi karena sebuah
21
pembuluh darah yang kecil di dalam sebuah divertikula menjadi
lcmah dan akhirnya pecah.
Abses, Perforasi, dan Peritonitis
Infeksi yang menyebabkan tcrjadinya divertikulitis
seringkali mereda dalam beberapa hari setelah antibiotik diberikan.
Divertikulitis paling umum teijadi pada kolon sigmoid (95%). Hal
ini telah diperkirakan bahwa kira-kira 20% pasien dengan
divertikulosis mengalami divertikulitis pada titik yang sama.
Divertikulitis paling umum teijadi pada usia lebih dari 60 tahun.
Insidensnya kira- kira 60% pada individu dengan usia lebih dari 80
tahun. Predisposisi kongenital dicurigai bila terdapat gangguan
pada individu yang berusia di bawah 40 tahun.
Gambar 9. Makroskopis Divertikulitis kolon
Patogenesis pasti dari divertikulitis masih belum pasti,
diduga akibat adanya obstruksi dan statis pada pseudodivertikulum
yang mengalami hipertrofi menjadi media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri dan teijadi iskemik lokal pada jaringan kolon.
Adapun bakteri penyebab divertikulitis seperti bakteri- bakteri
anaerob antara lain: bakteroides, peptostreptokokkus, klostridium,
dan fusobakterium sp., dan beberapa bakteri aerob gram negatif
lainnya seperti E.coli, dan streptokokus.
Stadium Divertikulitis Menurut Hinchey's criteria :
22
- Stadium 1: Abses perikolika ukuran < 4 cm atau abses
mesenterium tanpa peritonitis
- Stadium 2: Abses perikolika ukuran > 4 cm atau abses
mesenterium dengan keterlibatan organ pelvis.
- Stadium 3: Divertikulitis dengan perforasi akibat ruptur abses
peridivertikular dan menyebabkan peritonitis purulen
- Stadium 4: Ruptur divertikulum tanpa inflamasi, atau ruptur
divertikulum tanpa obstruksi ke dalam cavum peritoneum
disertai dengan kontaminasi feses
Gambar 10. Stadium Divertikulitis menurut kriteria
Hinchey
Divertikulitis dapat terjadi pada serangan akut atau
mungkin menetap sebagai infeksi yang kontinyu dan lama. Jika
infeksi semakin memburuk, maka akan terbentuk abses di dalam
kolon. Abses merupakan suatu daerah terinfeksi yang berisi nanah
(abses perikolika) dan bisa menyebabkan pembengkakan serta
kerusakan jaringan. Kadang divertikula yang terinfeksi akan
membentuk lubang kecil, yang disebut perforasi. Perforasi ini
23
memungkinkan mengalirnya nanah dari kolon dan masuk ke dalam
cavum peritoneum. Jika absesnya kecil dengan ukuran < 4 cm dan
terbatas di dalam kolon (Hinchey stadium 1), maka dengan terapi
konservatif atau pemberian antibiotik, abses ini akan mereda. Jika
setelah pemberian antibiotik, absesnya menetap, maka perlu
dilakukan tindakan drainase yaitu dengan drainase perkutaneus.
Drainase perkutaneus dilakukan pada divertikulosis stadium 2
yaitu abses perikolika dengan ukuran > 4 cm tanpa peritonitis.
Drainase perkutaneus ditujukan untuk mengurangi nyeri, kontrol
leukositosis, dan perbaikan dapat terlihat setelah beberapa hari post
drainase.
Abses yang besar akan menimbulkan masalah yang serius
jika infeksinya bocor dan mencemari daerah di luar kolon. Infeksi
akan menyebar ke dalam rongga perut sehingga menyebabkan
peritonitis. Peritonitis dapat disebabkan oleh ruptur abses
peridivertikular atau berasal dari ruptur kantung divertikulum.
Sekitar 1-2% kasus pasien dengan divertikulosis dapat menagalami
peritonitis. Peritonitis memerlukan tindakan pembedahan darurat
untuk membersihkan cavum abdome dan membuang bagian kolon
yang rusak. Tanpa pembedahan, peritonitis bisa berakibat fatal.
Fistula
Fistula merupakan hubungan jaringan yang abnormal di
anlara 2 organ atau di antara organ dan kulit Jika pada suatu infeksi
jaringan yang roengalami kerusakan bersinggungan satu sama lain,
kadang kedua jaringan tersebut akan menempel, sehingga
terbentuklah fistula. Jika infeksi karena diverticulitis menyebar
keluar kolon, maka jaringan kolon bisa menempel ke jaringan di
dekatnya. Organ yang paling sering terkena adalah kandimg kemih
membentuk fistula kolovesika, kemudian usus halus dan kulit
Fistula yang paling sering terbentuk adalah fistula di antara
kandung kemih dan kolon (fistula kolovesika) dan fistula antara
24
kolon dan vagina (fistula kolovagina). Fistula kolovesika lebih
sering ditemukan pada pria. Fistula ini menyebabkan infeksi
saluran kemih (sistitis) yang berat dan menahun. Kelainan ini bisa
diatasi dengan pembedahan untuk mengangkat fistula dan bagian
kolon yang terkena.
Gambar 11. Perforasi divertikulitis
Obstruksi Usus
Jaringan fibrosis akibat infeksi bisa menyebabkan
penyumbatan kolon parsial maupun total. Jika hal ini teijadi, maka
kolon tidak mampu mendorong isi usus secara normal. Obstruksi
dapat juga disebabkan karena pembentukan abses atau edema,
akibat striktur kolon setelah serangan divertikulitis rekurens.
Obstruksi pada usus halus juga umum teijadi khususnya pada
keadaan dimana terbentuk abses peridivertikular yang berukuran
besar. Obstruksi total memerlukan tindakan pembedahan segera.
Obstruksi usus hanya teijadi pada sekitar 2% kasus divertikulosis.
Obstruksi usus biasanya dapat sembuh sendiri dan berespon
terhadap terapi konservatif.
25
2.2.11PROGNOSIS
Penyakit divertikular merupakan keadaan jinak, tetapi memiliki
mortalitas dan morbiditas yang signifikan akibat komplikasi. Sekitar 10-
20% pasien dengan divertikulosis dapat berkembang menjadi
divertikulitis atau perdarahan dalam beberapa tahun. Perforasi dan
peritonitis dapat menyebabkan angka kematian hingga 35% dan
memerlukan tindakan bedah segera.
BAB III
PENUTUP
Penyakit divertikular (atau diverticulosis) merupakan keadaan di mana
terdapat banyak penonjolan mukosa yang menyerupai kantong (divertikula) yang
tumbuh dalam usus besar, khususnya kolon sigmoid tanpa adanya inflamasi.
Peradangan akut dari divertikulum menyebabkan divertikulitis. Divertikulosis
sangat sering dijumpai pada masyarakat Amerika dan Eropa.
Divertikulosis diperkirakan sebagai kelainan yang didapat, tetapi
etiologinya tidak terlalu dipahami. Teori yang paling banyak diterima adalah
26
tentang kurangnya dietary fiber yang menghasilkan volume feses yang kecil,
sehingga membutuhkan tekanan intraluminal yang tinggi dan regangan dinding
colon yang tinggi untuk propulsi.
27