12
 1 EFEK MANITOL TERHADAP CEREB ROVASCUL AR PRES SURE REACTIVITY   PADA PASIEN HIPERTENSI INTRAKRANIAL Sung-Chun Tang, Ru-Jen Lin, Jiann-Shing Shieh, An-Yeu Wu, Dar-Ming Lai, Sheng-Jean Huang, Jiann-Shing Jeng. ABSTRAK Latar belakang/Tujuan : Manitol umum digunakan pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial (TIK), namun efeknya terhadap reaktivitas tekanan serebrovaskuler ( cerebrovascular  pressure reactivity/CVPR) tidak pasti. Kami menganalisis perubahan  Pressure reactivity index (PRx) selama pemberian terapi manitol. Metode : Dua puluh satu pasien yang diberi terapi manitol akibat peningkatan TIK (tekanan intrakranial) direkrut secara prospektif. Bentuk gelombang kontinu tekanan arteri darah (  Arterial blood  pressure/ABP) dan TIK dikumpulkan selama 60 menit (10 menit pada awal dan 50 menit setelah  pemberian manitol ) selama 37 kali pemberian manitol. Koefisien korelasi antara mean ABP dan T IK yang dirata-ratakan setiap 10 menit disebut sebagai PRx. Korelasi linear dari enam kali penghitungan PRx dih itung dan menggambarkan perubahan CVPR. Korela si negatif didefinisikan sebagai  peningkatan CVPR setelah terapi manitol dan sebalikny a . Hasil : TIK rata-rata pada awal 26,0 ±9,1 mmHg dan nilai-nilai PRx secara signifikan berkorelasi dengan TIK (p=0,0044, r=0.4 6 ). Setelah pemberian manitol, TIK rata-rata menurun secara sign ifikan menjadi 21,2±11,1 mmHg (p=0,036), dan CVPR meningkat pada 59,4% pemberian manitol. Analisis lebih lanjut menunjukkan rendahnya cerebral perfusion pressure adalah satu-satunya parameter hemodinamik signifikan yang berhubungan dengan perbaikan CVPR setelah terapi manitol (p=0,0039). Kesimpulan : Selain menurunkan tekanan intrakranial (TIK), manitol memiliki efek yang berbeda terhadap CVPR pasien dengan hipertensi intrakranial. Studi kami menyimpulkan bahwa infus manitol memiliki benefit pada CVPR, khususnya pada pasien dengan cerebral perfussion pressure yang rendah di awal. Kata kunci cerebral perfusion pressure; cerebrovascular pressure reactivity; intracranial hypertension; mannitol Pengantar Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) sudah lama dikenal sebagai komplikasi serius  pada penyakit neurokritikal, termasuk cedera kepala (Traumatic Brain Injury/TBI), stroke akut, infeksi sistem saraf pusat dan neoplasma. Diantara banyak strategi untuk menurunkan TIK, manitol intravena paling banyak digunakan untuk pengobatan

Efek Manitol Terhadap Reaktivitas Tekanan Serebrovaskular Pressure Pada Pasien Hipertensi Intrakranial

Embed Size (px)

DESCRIPTION

JURNAL

Citation preview

EFEK MANITOL TERHADAP CEREBROVASCULAR PRESSURE REACTIVITY PADA PASIEN HIPERTENSI INTRAKRANIAL

Sung-Chun Tang, Ru-Jen Lin, Jiann-Shing Shieh, An-Yeu Wu, Dar-Ming Lai, Sheng-Jean Huang, Jiann-Shing Jeng.

ABSTRAK

Latar belakang/Tujuan : Manitol umum digunakan pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial (TIK), namun efeknya terhadap reaktivitas tekanan serebrovaskuler (cerebrovascular pressure reactivity/CVPR) tidak pasti. Kami menganalisis perubahan Pressure reactivity index (PRx) selama pemberian terapi manitol. Metode : Dua puluh satu pasien yang diberi terapi manitol akibat peningkatan TIK (tekanan intrakranial) direkrut secara prospektif. Bentuk gelombang kontinu tekanan arteri darah (Arterial blood pressure/ABP) dan TIK dikumpulkan selama 60 menit (10 menit pada awal dan 50 menit setelah pemberian manitol ) selama 37 kali pemberian manitol. Koefisien korelasi antara mean ABP dan TIK yang dirata-ratakan setiap 10 menit disebut sebagai PRx. Korelasi linear dari enam kali penghitungan PRx dihitung dan menggambarkan perubahan CVPR. Korelasi negatif didefinisikan sebagai peningkatan CVPR setelah terapi manitol dan sebaliknya .Hasil : TIK rata-rata pada awal 26,09,1 mmHg dan nilai-nilai PRx secara signifikan berkorelasi dengan TIK (p=0,0044, r=0.46 ). Setelah pemberian manitol, TIK rata-rata menurun secara signifikan menjadi 21,211,1 mmHg (p=0,036), dan CVPR meningkat pada 59,4% pemberian manitol. Analisis lebih lanjut menunjukkan rendahnya cerebral perfusion pressure adalah satu-satunya parameter hemodinamik signifikan yang berhubungan dengan perbaikan CVPR setelah terapi manitol (p=0,0039).Kesimpulan : Selain menurunkan tekanan intrakranial (TIK), manitol memiliki efek yang berbeda terhadap CVPR pasien dengan hipertensi intrakranial. Studi kami menyimpulkan bahwa infus manitol memiliki benefit pada CVPR, khususnya pada pasien dengan cerebral perfussion pressure yang rendah di awal.

Kata kuncicerebral perfusion pressure; cerebrovascular pressure reactivity; intracranial hypertension; mannitol

Pengantar

Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) sudah lama dikenal sebagai komplikasi serius pada penyakit neurokritikal, termasuk cedera kepala (Traumatic Brain Injury/TBI), stroke akut, infeksi sistem saraf pusat dan neoplasma. Diantara banyak strategi untuk menurunkan TIK, manitol intravena paling banyak digunakan untuk pengobatan edema otak. Efeknya dalam menurunkan TIK biasanya dimulai dalam beberapa menit setelah pemberian manitol dengan efek puncak pada 20-60 menit. Studi sebelumnya telah menunjukkan efek manitol dalam menurunkan TIK, namun mekanisme yang mendasari masih menjadi perdebatan. Teori yang mungkin termasuk penurunan volume otak akibat ekstraksi air dari sel-sel otak, penurunan aliran darah otak karena vasokonstriksi serebral, dan penurunan viskositas serum. Baru-baru ini, sebuah penelitian menggunakan metode mikrodialisis intraparenkim dan menunjukkan penurunan yang signifikan dari rasio Lactat-piruvat, yang mengindikasikan adanya perbaikan metabolisme intrakranial setelah pengobatan manitol pada pasien dengan stroke perdarahan berat . Namun, menurunkan TIK melalui penggunaan manitol tidak sepenuhnya efek menguntungkan secara keseluruhan pada hasil fungsional dalam berbagai penyakit neurologis. Cerebrovascular pressure reactivity (CVPR) adalah kemampuan pembuluh otak untuk merespon perubahan tekanan transmural, yang menunjukkan bahwa arteriol serebral akan menyempit sebagai respon terhadap peningkatan perfusi otak, dan sebaliknya. CVPR merupakan elemen kunci dari autoregulasi serebral (cerebral autoregulation/CA) dan status CVPR terbukti penting dalam mempertahankan aliran darah dan oksigenasi otak global. Pressure reactivity index (PRX) merupakan koefisien korelasi antara TIK dan tekanan darah arteri (ABP), dapat mengukur status CVPR. Pada pasien dengan TBI atau stroke berat, beberapa studi menunjukkan bahwa nilai-nilai PRx yang berkorelasi dengan tingkat TIK, dan merupakan prediktor independen outcome. Namun, apakah menurunkan TIK melalui terapi manitol memberikan perbaikan terhadap CVPR tidak pasti. Tujuan dari studi kami adalah untuk mengetahui pengaruh mannitol pada CVPR dengan menganalisis perubahan sequensial PRx melalui pemberian 1 jam pengobatan manitol.

Metode

Peserta penelitian

Dua puluh satu pasien (usia rata-rata: 47.721,2 tahun, laki-laki: 57,1%) yang mendapatkan dipantau TIK dan diberikan bolus intravena manitol akibat peningkatan TIK (15 mmHg) dalam stroke dan perawatan intensif bedah saraf Universitas National Taiwan secara prospektif. Etiologi peningkatan TIK adalah akibat TBI (n=8), stroke akut (n=10), dan tumor otak (n=3). Kriteria eksklusi jika usia kurang dari 18 tahun, hamil, atau menggunakan cairan osmotik lain seperti gliserol atau salin hipertonik. Semua pasien terpasang ventilasi buatan untuk mencegah hipoksia dan hiperkapnia. Penelitian ini melibatkan pengumpulan data observasi dan tidak mengganggu pengelolaan dan pengambilan keputusan klinis dari intensivists. Penelitian ini disetujui oleh Komite Etika Penelitian, National Taiwan University Hospital dan dilakukan sesuai dengan peraturan etika manusia.

Manajemen peningkatan TIK

Pendekatan pengobatan standar digunakan untuk pengelolaan peningkatan TIK. Target terapi adalah mempertahankan TIK 15 mmHg atau tekanan perfusi serebral (CPP) 60 mmHg. Protokol standar tambahan elevasi kepala 15-300, pemberian obat penenang (lorazepam) atau analgetik (fentanil) jika pasien gelisah, dan drainase intermiten cairan serebrospinal jika terpasang ventrikel eksternal. ABP diukur terus menerus dengan menggunakan sistem radial artery fluid couple system. TIK dipantau menggunakan probe intraparenkim fleksibel (Codman microsensor ICP Transducer, Codman dan Shurtleff, Raynham, MA, USA, dan Licox CCI.SB, Integra Neurosciences, Plainsboro, NJ, USA) dimasukkan melalui 2 lumen tengkorak (Licox IM2, Integra Neuro-Sciences). Untuk pasien dengan TIK 15 mmHg selama > 5 menit, diberikan manitol 20 % bolus intravena intermiten 150 ml (sekitar 0,5 g /kg) diinfuskan selama 20 menit setiap 6-8 jam. Pengumpulan data dan analisis

Bentuk gelombang kontinu ABP dan TIK dikumpulkan secara simultan selama 60 menit (60,35,4 menit), mulai dari 10 menit sebelum pemberian manitol. Data tidak dikumpulkan jika pasien menyusui atau sedang menjalani rehabilitasi rutin selama 1 jam pengobatan manitol. Kedua bentuk gelombang (ABP dan TIK) ditangkap secara digital, dengan sampling rate dari 100 Hz, dengan menggunakan kartu data acquisi (National Instruments, Austin, TX, USA) pada komputer laptop bedside. Artefak diidentifikasi dan dikeluarkan dari analisis setelah pengumpulan data selesai. Perangkat lunak untuk ini pengumpulan data didesain oleh peneliti, dan telah dipatenkan (No. 1256572) di Taiwan. Data kontinu dari gelombang ABP dan TIK dirata-ratakan setiap 1 menit untuk mendapatkan mean ABP dan ICP keseluruhan periode monitoring. CPP merupakan mean ABP dikurang ICP. dengan rata-rata waktu 3 detik offline. Dari setiap 20 nilai (contohnya periode 60 detik)Berdasarkan literatur sebelumnya, PRx positif memiliki asosiasi positif yang signifikan dengan komponen lambat ABP dan ICP, mengindikasikan perilaku pasif vaskuler, dan CPP akan meningkat atau menurun secara pasif (pada arah yang sama) sebagai respon terhadap perubahan ABP. Nilai negatif PRx menggambarkan vaskuler aktif reaktif, dengan gelombang ABP memprovokasi perubahan TIK. Karena koefisien korelasi memiliki nilai standar (range, -1 sampai +1), PRx hanya bisa ditampilkan sebagai variabel yang tergantung terhadap waktu, berespon terhadap beberapa kejadian hemodinamik seperti perubahan TIK atau hipotensi dan hipertensi arterial.

Analisis statistik

PRx dan parameter lainnya sebelum (baseline) dan setelah pemberian manitol yang di rata-ratakan setiap 10 menit; dengan demikian, setiap peristiwa memiliki enam titik waktu data (PRx, TIK, ABP, dan CPP). Untuk analisa kuantitatif trend perubahan PRx selama 1 jam pengobatan manitol dalam setiap peristiwa, korelasi linear dari enam poin PRx. Kami mendefinisikan kemiringan negatif dari analisis korelasi sebagai perbaikan CVPR setelah terapi manitol (artinya penurunan bertahap PRx) dan kemiringan positif sebagai perburukan CVPR (artinya peningkatan bertahap PRx). Uji t berpasangan digunakan untuk membandingkan perbedaan antara semua parameter awal dan setelah pengobatan. Analisis korelasi linear digunakan untuk membandingkan hubungan antara berbagai parameter hemodinamik dan kemiringan PRx. Untuk semua analisis, p0,05 dianggap signifikan secara statistik.

Hasil

Tabel 1 daftar data demografi peserta dan mean baseline ABP, ICP, dan PRX di setiap kejadian. Rata-rata Glasgow coma scale saat masuk dan lama tinggal di rumah sakit adalah 10,63,7 hari dan 62,645,8 hari. Tiga pasien meninggal selama rawat inap (14,3 %).

Sebanyak 37 kejadian peningkatan TIK yang diterapi dengan mannitol dengan perekaman data 1 jam. Jumlah kejadian dianalisis/pasien adalah satu pada sembilan pasien, dua dari delapan pasien, dan tiga dari empat pasien (16 kejadian dari stroke, 14 dari TBI, dan 7 dari pasien tumor otak). Sebelum administrasi manitol, rata-ratadasar TIK adalah 26,09,1 mmHg ; CPP 83,523,0 mmHg ; dan mean ABP 109,524,2 mmHg dan PRX 0,310.39. Tedapat hubungan yang signifikan antara PRx awal dan TIK ( p=0,0044 , r=0,46 ; Gambar 1 ).

Tabel 2 menggambarkan efek manitol terhadap variabel yang diukur. Dibandingkan dengan parameter awal, terdapat penurunan signifikan TIK menjadi 21,211,1 mmHg (p=0,036), terjadi pada 34,412,4 menit setelah pemberian manitol. Namun, perubahan dari rata-rata PRx di semua kejadian yang tidak jelas selama 1 jam pengobatan manitol, seperti ditunjukkan pada Gambar.2A. Analisis lebih lanjut mengungkapkan bahwa respon CVPR terhadap pengobatan manitol antara data yang dikumpulkan beragam : CVPR meningkat (kemiringan PRX 0) pada 15 peristiwa. Gambar.2B dan C menunjukkan dua respon yang berbeda dari perubahan PRx setelah terapi manitol meskipun kedua peristiwa telah menurunkan TIK selama pengobatan. Peningkatan CVPR (kemiringan PRx80%) adalah pasien cedera kepala dan stroke, pada analisis subgrup tidak memeperlihatkan perbedaan pada awal dan respon setelah pemberian manitol. Karena itulah penelitian kami membatasi kurang dari 3 kejadian pada masing-masing partisipan untuk mengurangi efek overweoghting dari masing-masing partisipan. Pentingnya, penelitian memberikan hasil yang sama jika diambil pengukuran pertama pada masing-masing pasien. Kedua, sangat mungkin jika analisa korelasi linear pada waktu PRx yang berbeda tidak menggambarkan efek manitol sesungguhnya terhadap CVPR. Pada beberapa tahun belakangan, aplikasi klinis analisa kuantitatif CVPR melalui metode PRx terlihat pada sejumlah penelitian yang berfokus pada pasien cedera kepala dan stroke. Karena itulah kami percaya bahwa data yang menggambarkan perubahan PRx dalam 1 jam setelah terapi manitol secara langsung menggambarkan status CVPR. Ketiga, sejalan dengan terapi lain yang mungkin bisa merubah status CA, seperti steroid intravena, tidak dinilai pada penelitian ini. Kelemahan terrakhir adalah jumlah sampel penelitian yang kecil, walaupun analisa statistik yang dilakukan bermakna. Diperlukan penelitian selanjutnya dengan jumlah sampel yang lebih besar dengan jenis penyakit yang lebih spesifik untuk memperkuat penemuan kita bahkan untuk dapat menentukan Cutt off point level CPP yang dapat diberikan terapi manitol. Walaubagaimanapun, penelitian kami membawa issu bahwa penentuan kada CVPR penting untuk mentukan keuntungan terapi manitol. Ini merupakan langkah baik dalam menentukan terapi empiris bagi masing-masing individu.Kesimpulannya, penelitian ini memberikan efek yang berbeda terhadap CVPR pasien dengan peningkatan TIK. Penelitian ini menyimpulkan bahwa manitol memberikan efek yang baik terhadap CVPR pasien dengan PP rendah di awal. Penelitian kami menekankan monitoring multimodal di neurointensive care.

Jurnal Stase Intensive Care Unit

EFEK MANITOL TERHADAP CEREBROVASCULAR PRESSURE REACTIVITY PADA PASIEN HIPERTENSI INTRAKRANIAL(Dikutip dari : Journal of The Formosan Medical Association Elsevier (2013)xx,1-7)

Oleh : dr. Lydia Susanti

Pembimbing : dr. Yose Wizano, SpAn, KAKV

BAGIAN ANASTESIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/RS DR. M.DJAMIL PADANG2014

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS

Nama: dr. Lydia SusantiKegiatan: Jurnal Reading Stase ICUHari/Tanggal: Rabu/ 07 Mei 2014Judul: Efek Manitol Terhadap Cerebrovascular Pressure Reactivity Pada Pasien Hipertensi IntrakranialPembimbing: dr. Yose Wizano, SpAn, KAKV

Padang, 14 Mei 2014 Mengetahui,

(dr. Yose Wizano, SpAn, KAKV)

1