8
Jurnal Litbang Pertanian, 22(2), 2003 41 P roduktivitas kacang tanah di Indonesia baru mencapai 1,20 t/ha, jauh lebih rendah dibanding potensi hasilnya yang dapat mencapai 2,50 t/ha. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas tersebut adalah serangan penyakit virus belang yang disebabkan oleh peanut stripe virus (PStV) (Saleh dan Baliadi 1992). Kehilangan hasil kacang tanah akibat infeksi PStV dapat mencapai 50%, terutama pada per- tanaman musim kemarau yang terserang berat oleh virus sejak tanaman masih muda (Baliadi dan Saleh 1989a). PStV pertama kali diidentifikasi di Amerika pada tahun 1984 (Demski et al. 1984). Di Indonesia, keberadaan PStV baru dilaporkan secara resmi pada tahun 1987, meskipun diduga virus tersebut telah lama menyerang tanaman kacang tanah dan dikenal sebagai penyakit virus belang. Selain di Indonesia, virus tersebut juga menyerang tanaman kacang tanah di Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Cina, Korea, Jepang, dan Amerika Serikat (Reddy et al. 1988a; Demski et al. 1993). Pengendalian penyakit virus dengan bioekologi yang kompleks tidak dapat dilakukan hanya dengan menggunakan salah satu komponen pengendalian saja. Penerapan beberapa komponen pe- ngendalian terpilih secara terpadu dan serentak dalam satu hamparan yang luas akan memberikan hasil yang lebih optimal. Oleh karena itu, pengendalian penyakit virus belang kacang tanah hendaklah merupakan bagian integral dari pengelolaan tanaman secara terpadu (integrated crop management). IDENTITAS PEANUT STRIPE VIRUS Di Indonesia, penyakit virus belang pada kacang tanah telah lama diketahui. Roechan et al. (1978) melaporkan bahwa EKOBIOLOGI DAN OPTIMALISASI PENGENDALIAN PENYAKIT VIRUS BELANG PADA KACANG TANAH MELALUI PENGELOLAAN TANAMAN SECARA TERPADU Nasir Saleh Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jalan Raya Kendal Payak, Kotak Pos 66 Malang 65101 ABSTRAK Penyakit virus belang pada kacang tanah disebabkan oleh peanut stripe virus (PStV). Penyakit ini merupakan salah satu masalah utama dalam upaya peningkatan produktivitas tanaman kacang tanah di Indonesia. PStV mudah menular melalui beberapa jenis kutu daun (Aphis) secara nonpersisten dan melalui biji, serta mempunyai kisaran tanaman inang yang luas termasuk beberapa jenis gulma. Hal ini menyebabkan ekobiologi virus-inang-vektor menjadi sangat kompleks. Pemilikan lahan yang sempit dan modal yang terbatas serta pola dan waktu tanam kacang tanah yang beragam dalam satu hamparan, menyebabkan usaha pengendalian PStV belum memberi hasil yang optimal. Pengelolaan tanaman secara terpadu (PTT) yang mendasarkan pada pengelolaan agroekosistem yang ramah lingkungan dan dilakukan secara berkelompok dalam satu hamparan yang luas, akan lebih mengoptimalkan upaya pengendalian penyakit virus belang pada kacang tanah. Kata kunci: Kacang tanah, penyakit virus belang, pengendalian terpadu ABSTRACT Integrated crop management control of peanut stripe virus Mottle virus disease on groundnut is caused by peanut stripe virus (PStV). The disease is an important constraint in increasing groundnut productivity in Indonesia. PStV is easily transmitted by several species of aphids through non-persistent manner and infected seeds. The virus have a broad host range, including some leguminous weeds, which result in the complexity of ecobiology virus-host-vector interrelationship. The PStV measures have not been effective because of small fields owned by farmers, limited capital, and various planting time in one particular groundnut area. Integrated crop management that lays on agroecosystem management to obtain optimum yield and to be environmentally sound and undertaken in a group at larger planting area, will be likely more effective to control the mottle virus disease on groundnut. Keywords: Groundnut, peanut stripe virus, integrated control

Ekobiologi Dan Optimalisasi Pengendalian Penyakit Virus Belang Pada Kacang Tanah Melalui Pengelol

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ekobiologi Dan Optimalisasi Pengendalian Penyakit Virus Belang Pada Kacang Tanah

Citation preview

Page 1: Ekobiologi Dan Optimalisasi Pengendalian Penyakit Virus Belang Pada Kacang Tanah Melalui Pengelol

Jurnal Litbang Pertanian, 22(2), 2003 41

P roduktivitas kacang tanah diIndonesia baru mencapai 1,20 t/ha,

jauh lebih rendah dibanding potensihasilnya yang dapat mencapai 2,50 t/ha.Salah satu penyebab rendahnyaproduktivitas tersebut adalah seranganpenyakit virus belang yang disebabkanoleh peanut stripe virus (PStV) (Salehdan Baliadi 1992). Kehilangan hasilkacang tanah akibat infeksi PStV dapatmencapai 50%, terutama pada per-tanaman musim kemarau yang terserangberat oleh virus sejak tanaman masihmuda (Baliadi dan Saleh 1989a).

PStV pertama kali diidentifikasi diAmerika pada tahun 1984 (Demski et al.

1984). Di Indonesia, keberadaan PStV barudilaporkan secara resmi pada tahun 1987,meskipun diduga virus tersebut telah lamamenyerang tanaman kacang tanah dandikenal sebagai penyakit virus belang.Selain di Indonesia, virus tersebut jugamenyerang tanaman kacang tanah diMalaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Cina,Korea, Jepang, dan Amerika Serikat(Reddy et al. 1988a; Demski et al. 1993).

Pengendalian penyakit virus denganbioekologi yang kompleks tidak dapatdilakukan hanya dengan menggunakansalah satu komponen pengendalian saja.Penerapan beberapa komponen pe-ngendalian terpilih secara terpadu dan

serentak dalam satu hamparan yangluas akan memberikan hasil yang lebihoptimal. Oleh karena itu, pengendalianpenyakit virus belang kacang tanahhendaklah merupakan bagian integral daripengelolaan tanaman secara terpadu(integrated crop management).

IDENTITAS PEANUT STRIPEVIRUS

Di Indonesia, penyakit virus belang padakacang tanah telah lama diketahui.Roechan et al. (1978) melaporkan bahwa

EKOBIOLOGI DAN OPTIMALISASI PENGENDALIANPENYAKIT VIRUS BELANG PADA KACANG

TANAH MELALUI PENGELOLAANTANAMAN SECARA TERPADU

Nasir Saleh

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jalan Raya Kendal Payak, Kotak Pos 66 Malang 65101

ABSTRAK

Penyakit virus belang pada kacang tanah disebabkan oleh peanut stripe virus (PStV). Penyakit ini merupakan salahsatu masalah utama dalam upaya peningkatan produktivitas tanaman kacang tanah di Indonesia. PStV mudahmenular melalui beberapa jenis kutu daun (Aphis) secara nonpersisten dan melalui biji, serta mempunyai kisarantanaman inang yang luas termasuk beberapa jenis gulma. Hal ini menyebabkan ekobiologi virus-inang-vektormenjadi sangat kompleks. Pemilikan lahan yang sempit dan modal yang terbatas serta pola dan waktu tanamkacang tanah yang beragam dalam satu hamparan, menyebabkan usaha pengendalian PStV belum memberi hasilyang optimal. Pengelolaan tanaman secara terpadu (PTT) yang mendasarkan pada pengelolaan agroekosistemyang ramah lingkungan dan dilakukan secara berkelompok dalam satu hamparan yang luas, akan lebihmengoptimalkan upaya pengendalian penyakit virus belang pada kacang tanah.

Kata kunci: Kacang tanah, penyakit virus belang, pengendalian terpadu

ABSTRACTIntegrated crop management control of peanut stripe virus

Mottle virus disease on groundnut is caused by peanut stripe virus (PStV). The disease is an important constraintin increasing groundnut productivity in Indonesia. PStV is easily transmitted by several species of aphids throughnon-persistent manner and infected seeds. The virus have a broad host range, including some leguminous weeds,which result in the complexity of ecobiology virus-host-vector interrelationship. The PStV measures have notbeen effective because of small fields owned by farmers, limited capital, and various planting time in one particulargroundnut area. Integrated crop management that lays on agroecosystem management to obtain optimum yieldand to be environmentally sound and undertaken in a group at larger planting area, will be likely more effectiveto control the mottle virus disease on groundnut.

Keywords: Groundnut, peanut stripe virus, integrated control

Page 2: Ekobiologi Dan Optimalisasi Pengendalian Penyakit Virus Belang Pada Kacang Tanah Melalui Pengelol

42 Jurnal Litbang Pertanian, 22(2), 2003

peanut mottle virus (PMoV) merupakanpenyebab penyakit tersebut. Triharso(1976) sebelumnya mengidentifikasigroundnut mottle-y virus (GMoV) sebagaipenyebab penyakit dengan gejala yangsama.

Pada tahun 1987, berdasarkan gejaladi lapang dan uji serologi, tim penelitiICRISAT dan ACIAR menduga penyakittersebut disebabkan oleh PStV (Middletondan Saleh 1988). Hasil penelitian se-lanjutnya menunjukkan bahwa penyakitbelang kacang tanah di Indonesiasebagian disebabkan oleh PMoV dan se-bagian besar lainnya oleh PStV (Jumantoet al. 1987; Saleh et al. 1989). Tanamankacang tanah yang terinfeksi PMoV atauPStV menunjukkan gejala yang sama yaituberupa belang-belang (mottle) pada daun(Gambar 1). Hasil penelitian tentangkisaran inang dan hubungan serologimembuktikan bahwa PMoV dan PStVmerupakan dua jenis virus yang berbeda,meskipun keduanya termasuk ke dalamkelompok yang sama yaitu potato virus-y (Poty-virus, Tabel 1) (Reddy et al.1988b).

Zarah Virus

PStV termasuk dalam kelompok Poty-virus,berbentuk batang lentur dengan ukuranlebar 12 nm dan panjang 750 nm (Gambar2a), mempunyai genom berupa benang-RNA tunggal (single strand) yangtersusun atas 9.500 nukleotida (McKernet al. 1991). PStV mempunyai hubunganserologi dengan anggota virus kelompokPoty lain, yaitu blackeye cowpea mosaicvirus (BlCMV), soybean mosaic virus

(SMV), adzuki bean mosaic virus (AzMV),dan clover yellow vein mosaic virus(CYVMV). PStV tidak mempunyai hu-bungan serologi dengan PMoV (Demskiet al. 1993). Selain zarah virus, di dalamjaringan tanaman yang terinfeksi terdapatbenda inklusi berbentuk cakram ataupinwheel inclusion bodies yang me-rupakan ciri infeksi virus kelompok Poty-virus (Gambar 2b).

Penularan Virus

PStV dapat ditularkan secara mudah dilaboratorium dengan cara inokulasimekanis dengan menggosokkan ekstrakdaun sakit ke tanaman sehat atau denganpenyambungan. Di lapang, penyebaranPStV dilakukan oleh berbagai jenis kutu

Tabel 1. Hubungan serologi dan kisaran tanaman inang yang membedakanPStV dan PMoV.

Hubungan serologi Peanut stripe Peanut mottle/tanaman inang virus (PStV) virus (PMoV)

Blackeye cowpea mosaic virus Positif NegatifClover vein yellow mosaic virus Positif NegatifPeanut mottle virus Negatif PositifPeanut stripe virus Positif Negatif

Chenopodium amaranticolor Bercak klorotik atau Tidak terinfeksibercak nekrotik

Phaseolus vulgaris Top Crop Tidak terinfeksi Bercak nekrotikcokelat kemerahan

Pisum sativum Tidak terinfeksi Infeksi sistemikmosaik

Sumber: Reddy et al. (1988b).

daun (Aphis sp.) secara nonpersisten(Sreenivasulu dan Demski 1988) (Gambar3). Hal ini berarti virus tersebut secaramudah dan dalam waktu yang sangat

Gambar 1. Gejala penyakit virus belangoleh peanut stripe virus padatanaman kacang tanah.

Gambar 3. Vektor Aphis craccivora Koch.

Gambar 2. Zarah peanut stripe virus (PStV) (kiri), dan Pinwheel inclusion bodies(kanan).

Page 3: Ekobiologi Dan Optimalisasi Pengendalian Penyakit Virus Belang Pada Kacang Tanah Melalui Pengelol

Jurnal Litbang Pertanian, 22(2), 2003 43

berapa gulma polong-polongan yangbiasa tumbuh di sekitar pertanamankacang tanah yang secara alami jugaterinfeksi oleh PStV adalah Centrocemapubescens, C. macrocarpun, Calopogo-nium caeruleum, Crotalaria striata,Desmodium siliquosum, Cassia oxiden-talis, C. obtusifolia, dan Puerariaphaseoloides (Wongkaew dan Kantrong1987; Baliadi et al. 1988; Muis et al.1991).

ARTI PENTING PENYAKITVIRUS BELANG

Arti ekonomi suatu penyakit ditentukanoleh luas penyebaran, intensitas se-rangan, serta kerugian hasil yangdiakibatkannya.

Penyebaran Penyakit

Selain di Indonesia, penyakit virus belangjuga dilaporkan menyerang tanamankacang tanah di Filipina, Malaysia,Thailand, Myanmar, Vietnam, Cina, India,Korea, Jepang, dan Amerika Serikat(Reddy et al. 1988a; Demski et al. 1993).Di Indonesia, penyakit virus belangdiketahui telah tersebar luas di semuasentra produksi kacang tanah. Sifatvirus yang mempunyai kisaran inangyang luas (termasuk beberapa jenis gulmafamili Leguminosae) dan ditularkanmelalui benih, menyebabkan virusmampu bertahan di lapang dari musim kemusim dan mampu tersebar ke berbagaidaerah sejalan dengan penggunaan benihkacang tanah yang terinfeksi virus.Terdapatnya penyakit virus belang didaerah bukaan baru dan lahan trans-migrasi memperkuat dugaan adanyainfeksi virus melalui benih kacang tanahyang dibawa oleh para transmigran.

Intensitas Serangan danKerugian Hasil

Intensitas serangan penyakit virus PStVdipengaruhi oleh populasi seranggavektor dan kondisi lingkungan, yangselanjutnya mempengaruhi aktivitasvektor maupun tanaman. Umumnya,intensitas serangan PStV pada per-tanaman musim kemarau-II (Juni/Juli-Agustus/September) lebih tinggi di-

Tabel 2. Jenis kutu daun yang dapat menularkan PStV pada kacang tanah.

Kutu daun Tanaman inang Penularan PStV (%)

Aphis craccivora Kacang tanah 60A. glycines Kedelai 72,50A. pomi Apel 30A. gossypii Kapas 10A. citricola Jeruk 5Rhopalosiphum maidis Jagung 2,50R. padi Padi 15Schizaphis rotudiventris Rumput teki 60Trichosiphonaphis sp. Sempal wadak 40Hysteroneura setariae Setaria sp. 42Myzus persicae Kubis 70

Sumber: Saleh dan Horn (1989); Suprapto (1991).

singkat (beberapa detik) dapat diisap daritanaman sakit dan ditularkan ke tanamansehat di dekatnya. Selain Aphis cracci-vora yang biasa hidup dan berkembangpada tanaman kacang tanah, lebih dari 10jenis kutu daun lain termasuk yang hidupdan berkembang pada gulma dan rumput-rumputan mampu menularkan virus(Tabel 2) (Saleh dan Horn 1989; Suprapto1991).

Aphis glycine dan A.craccivoramampu menularkan PStV dari kacangtanah ke kedelai atau sebaliknya. A.glycine lebih efisien menularkan PStV darikedelai ke kacang tanah, sebaliknyaA.craccivora efisien menularkan virusdari kacang tanah ke kedelai (Roechan1992).

PStV juga ditularkan melalui benihyang dipanen dari tanaman sakit. Per-sentase penularan berkisar antara 0,10−3,30% (Saleh dan Horn 1989; Soenarti-ningsih et al. 1990). Angka ini jauh lebihrendah dibanding di Amerika Serikatyang mencapai 37% (Demski dan Warwick1986). Persentase penularan virus melaluibiji tergantung pada varietas dan umurtanaman pada saat terinfeksi. Penularanvirus melalui benih kacang tanah varietasAnoa dan Gajah mencapai 3%, lebihtinggi dibanding melalui benih varietasKelinci dan Rusa berturut-turut sebesar1,25% dan 1,43% (Saleh dan Horn 1989)(Tabel 3). Umumnya, infeksi pada tanamanmuda (sampai umur 1 bulan) menunjukkanpersentase penularan yang berarti. Namunbila infeksi terjadi pada saat tanaman ber-bunga atau setelah itu, umumnya virustidak mampu menular ke biji. Studi denganELISA (enzyme-linked immunosorbentassay) menunjukkan bahwa PStV terdapat

di dalam keping biji dan lembaga (embryoaxis) (Demski dan Lovell 1985; Saleh danBaliadi 1989b).

Infeksi virus melalui biji terbuktimemegang peranan penting dalam per-kembangan epidemi dan penyebaranvirus antarmusim, antardaerah/negaraterutama dengan makin majunya transpor-tasi (Hamilton 1989). Sebagai gambaran,PStV di Amerika Serikat ditemukan padapertanaman plasma nutfah yang berasaldari Cina (Demski et al. 1984).

Kisaran Inang PStV

Selain kacang tanah, PStV dapat meng-infeksi tanaman kacang-kacangan lainseperti kedelai, Glycine max, Pisumsativum, dan Phaseolus vulgaris. Selainitu juga menginfeksi secara sistemikpada Nicotiana clevelandii, Sesamumindicum, Trifolium incarnatum, danTrigonella foenumgraecum (Saleh danBaliadi 1992; Demski et al. 1993). Be-

Tabel 3. Penularan PStV melalui bijipada beberapa varietaskacang tanah.

Varietas Penularan Persentaselewat biji1)

Gajah 7/190 3,62Kelinci 3/240 1,25Rusa 2/140 1,43Anoa 3/90 3,33Kerantil 2/120 1,66

1)Pembilang = jumlah biji yang positif pada ujiELISA; Penyebut = jumlah biji yang diuji.

Sumber: Saleh dan Horn (1989).

Page 4: Ekobiologi Dan Optimalisasi Pengendalian Penyakit Virus Belang Pada Kacang Tanah Melalui Pengelol

44 Jurnal Litbang Pertanian, 22(2), 2003

banding musim kemarau-I (Maret/April -Mei/Juni) atau pertanaman musim hujan.Hal ini berkaitan dengan meningkatnyapopulasi vektor Aphis pada musimkemarau serta tersedianya inokulumdalam jumlah yang lebih banyak padamusim kemarau-II (MK-II).

Kerugian hasil akibat infeksi PStVberkisar antara 5 hingga lebih dari 60%,tergantung strain virus, varietas, sertaumur tanaman saat terinfeksi (Baliadi danSaleh 1989a; Pakki et al. 1990; Saleh et al.1990b). Infeksi virus pada saat tanamanmasih muda (berumur 2−4 minggu) secaranyata akan mengurangi jumlah dan bobotpolong (Tabel 4). Infeksi pada musimkemarau, saat tanaman menderita ke-keringan, mengakibatkan kehilangan hasilyang lebih besar dibanding infeksi padamusim hujan saat kondisi tanaman lebihtegar (Saleh et al. 1990b).

EKOBIOLOGI PStV

Keberadaan dan intensitas serangan PStVdi lapang ditentukan oleh beberapafaktor, antara lain tersedianya sumberinokulum, tingkat kerentanan tanaman,kelimpahan dan aktivitas seranggapenular (vektor), serta faktor lingkunganyang berpengaruh terhadap aktivitasvektor. Sejauh ini belum banyak diketahuipengaruh langsung faktor lingkunganterhadap agresivitas virus.

Di lapang, sumber inokulum PStVdapat berasal dari benih terinfeksi,tanaman budi daya lain, atau tumbuhan

liar/gulma yang terinfeksi virus. Aphisglycines lebih efektif menularkan PStVdari tanaman kedelai, gulma Cassiaoxidentalis, dan Cassia tora ke kacangtanah dibanding A.craccivora (Penta etal. 1997).

Benih terinfeksi merupakan sumberpenting penularan dan penyebaran virusdi lapang, karena dari benih terinfeksiakan dihasilkan tanaman muda sakit, dankarena tersebar secara acak di lapangmaka benih dapat berfungsi sebagaisumber inokulum yang efisien. Sebagianbesar petani menggunakan benih daripertanaman sebelumnya atau membeli dipasar sehingga tidak diketahui mutunya.Apabila pertanaman tersebut terinfeksioleh PStV maka benih yang digunakanjuga berpeluang terinfeksi PStV.

Di Indonesia, kepemilikan lahanumumnya sangat sempit dan sering kalijenis dan umur tanaman dalam satuhamparan juga beragam. Tanaman kacangpanjang yang ditanam di pematang ataukedelai yang berada di sekitar pertanamankacang tanah dapat berfungsi sebagaisumber inokulum PStV apabila tanamantersebut terinfeksi PStV (Roechan 1992).Demikian juga tumbuhan liar/gulmayang ada di dalam petak pertanamanatau di sekitar tanaman/pagar, dapatmenjadi sumber inokulum PStV (Baliadidan Saleh 1989b; Muis et al. 1991).

Di lapang, penyebarluasan virussepenuhnya dilakukan oleh vektor Aphisterutama dari generasi yang bersayap(alatae), meskipun Aphis yang tidakbersayap juga dapat menularkan virusdari satu tanaman ke tanaman di dekatnya

melalui pertautan cabang/daun tanaman.Generasi serangga bersayap umumnyaterbentuk apabila populasi sudah me-ningkat dan berdesakan. Aphis bersayapdapat menularkan virus ke tanamandengan jarak yang lebih jauh.

Aphis dengan tipe mulut mencucukdan mengisap merupakan vektor PStVyang efisien. Stilet Aphis dalam waktuyang singkat dapat mengisap zarah PStVyang berada di jaringan epidermis danendodermis. Sifat Aphis yang selalumencoba-coba dalam mendapatkanmakanan yang cocok dengan caramenusuk dan mengisap cairan tanamanserta terbang pendek, menjadikannyasangat efektif untuk penularan virusPStV yang termasuk kelompok non-persisten. Ukuran tubuh yang kecil danringan menyebabkan penyebaran Aphisdapat terjadi secara pasif dengan bantuanangin. Secara alami, penyebaran Aphisdapat mencapai radius 50−100 m. Di Cina,pertanaman dengan jarak 100 m dari petakyang terinfeksi mengalami intensitasserangan mencapai 15%, tetapi per-tanaman dengan jarak 200 m terbebas dariinfeksi virus (Demski et al. 1993)

Faktor lingkungan, terutama suhu,kelembapan udara, dan sinar matahariberpengaruh secara tidak langsungterhadap intensitas serangan penyakitmelalui pengaruhnya terhadap tanamandan aktivitas vektor. Suhu yang tinggipada musim kemarau dapat meningkatkanpopulasi dan keperidian vektor. Intensitasserangan PStV berkorelasi negatif dengancurah hujan. Curah hujan yang rendahdan suhu yang tinggi akan meningkatkanpopulasi Aphis dan terjadinya epidemi(Zeyong et al. 1996). Tergantung jenis-nya, sebagian Aphis tertarik pada cahayamatahari. Penerbangan aktif umumnyaterjadi pada pagi hari.

Lingkungan juga berpengaruh ter-hadap kerentanan tanaman terhadapinfeksi virus. Tanaman yang tegar, cukuphara dan sinar matahari umumnya lebihtoleran terhadap infeksi virus. Pada musimhujan pertumbuhan tanaman umumnyarelatif tegar sehingga kehilangan hasilakibat infeksi PStV dapat ditekan.Tanaman yang kurang cahaya matahariumumnya lebih rentan terhadap infeksivirus. Tanaman yang tumbuh terlalusubur akibat pemupukan N yang ber-lebihan lebih rentan terhadap infeksipatogen. Sebaliknya pemupukan P dan Kdapat meningkatkan ketahanan tanamanterhadap infeksi patogen (Agrios 1988).

Tabel 4. Kehilangan hasil kacang tanah akibat infeksi virus belang diJambegede dan Bontobili, 1989.

Umur tanaman Jambegede Bontobilisaat terinfeksi Jumlah Bobot Jumlah Bobot

polong/tanaman polong (g) polong/tanaman polong (g)virus (MST)

1 13,48* 13,98* − −2 15* 13,98* 9* 8,40*4 14,93* 14,50* 10,40* 8,50*6 19,33 17,68 13,40 158 17,77 17,65 15,50 1710 18,28 19,22 17,20 20,80Sehat 20,66 18,98 17,80 21,20

*berbeda nyata pada taraf 5% dibandingkan tanaman yang sehat.MST = minggu setelah tanam.Sumber: Baliadi dan Saleh (1989a); Pakki et al. (1990).

Page 5: Ekobiologi Dan Optimalisasi Pengendalian Penyakit Virus Belang Pada Kacang Tanah Melalui Pengelol

Jurnal Litbang Pertanian, 22(2), 2003 45

Namun sejauh ini peranannya terhadapinfeksi PStV belum diketahui.

KOMPONEN PENGENDALI-AN PStV

Varietas Tahan

Penanaman varietas kacang tanah yangtahan terhadap infeksi PStV merupakancara pengendalian yang efektif, murah,cocok dengan cara pengendalian lain,dan mudah diterima petani. Namun,sejauh ini belum ditemukan varietaskacang tanah yang tahan terhadapinfeksi PStV. Pengujian terhadap sekitar11.000 genotipe kacang tanah darikoleksi ICRISAT di Muneng dan Bontobilimenunjukkan bahwa semua genotiperentan terhadap infeksi PStV, meskipunbeberapa genotipe menunjukkan gejalayang lebih lemah atau perkembangangejala yang lambat (Saleh et al. 1988; Salehet al. 1990a) (Tabel 5). Jenis kacang tanahliar seperti Arachis diogoi, A. helodes,dan A. globrata diketahui sangat tahanatau imun terhadap infeksi PStV (Culverdan Sherwood 1987; Rao et al. 1991). Pen-dekatan bioteknologi melalui rekayasagenetik untuk menghasilkan tanamantransgenik diharapkan dapat membantuupaya memperoleh tanaman kacangtanah yang tahan infeksi PStV.

Pendekatan yang dilakukan untukmengurangi kehilangan hasil kacangtanah akibat infeksi PStV adalah denganmenanam varietas yang toleran. Baliadi etal. (1993) melaporkan bahwa varietasKelinci lebih toleran terhadap infeksiPStV dibanding varietas Gajah. Rata-ratamasa inkubasi virus pada varietas Kelinciadalah 10,56 hari, lebih panjang dibandingpada varietas Gajah yang hanya 8,22 hari.Demikian juga kehilangan hasil pada

varietas Kelinci (4,21%) lebih kecildibandingkan pada varietas Gajah(9,38%).

Benih Sehat Bebas Virus

Benih sehat merupakan modal utamadalam upaya pengendalian PStV. Peng-gunaan benih asalan dari pertanamansebelumnya yang terinfeksi oleh PStVsering menjadi penyebab terjadinyaledakan penyakit terutama saat populasivektor tinggi. Infeksi benih 2−5% sajasudah cukup menyebabkan terjadinyaepidemi penyakit yang tinggi pada saatpanen. Penggunaan varietas yang tidakmenularkan PStV melalui benih jugamerupakan upaya untuk mengurangi in-tensitas serangan PStV di lapang. Benihyang kecil dan agak keriput menunjukkanpersentase penularan yang lebih tinggidibanding benih normal (Zeyong et al.1990, tidak diterbitkan). Oleh karena itu,penggunaan benih berukuran besar/normal dapat mengurangi sumber ino-kulum.

Hasil penelitian menunjukkan bahwapenggunaan benih sehat akan memberidampak nyata dalam menurunkan inten-sitas serangan penyakit di daerah yanglingkungan sekitar relatif bersih darisumber-sumber inokulum. Namun, upayaini tidak memberi pengaruh nyata didaerah endemik atau terkontaminasidengan sumber-sumber infeksi virus dilapang seperti halnya kebun percobaan(Baliadi dan Saleh 1995).

Cara Kultur Teknis

Mengatur waktu tanam yang tepat saatpopulasi vektor di lapang masih rendahmerupakan cara yang paling tepat untukmenghindari serangan penyakit belang.

Waktu tanam yang tepat berbeda untuksetiap agroekosistem. Di daerah tropika,populasi kutu daun mulai meningkatpada akhir musim hujan dan mencapaipuncaknya pada musim kemarau. Olehkarena itu, intensitas serangan penyakitvirus belang pada pertanaman kacangtanah awal musim kemarau (MK-I)umumnya lebih rendah dibanding padapertanaman MK-II.

Penanaman kacang tanah secaraterus menerus atau kacang tanah diikutidengan kedelai, dapat memberi peluanglebih tinggi bagi kelangsungan hidupdan perkembangbiakan virus maupunvektor. Pergiliran tanaman kacang tanahdengan tanaman lain yang bukan me-rupakan inang PStV dapat menekanperkembangan PStV di lapang.

Tanaman sakit merupakan sumberpenularan virus di lapang, sehinggapencabutan tanaman sakit (roguing)diharapkan dapat mengurangi seranganpenyakit. Namun, roguing saja kurangefektif menekan penyakit oleh Poty-virus(termasuk PStV), karena pada saat tanam-an diketahui menunjukkan gejala terserangPStV, umumnya telah terjadi penularanoleh Aphis di lapang. Untuk skala luas,anjuran mencabut tanaman sakit dinilaikurang praktis (Saleh et al. 1991).

Menanam dengan jarak tanam yanglebih rapat ( 20−30 cm x 15 cm) 1 biji/lubangatau 40 cm x 10 cm, 2 biji/lubang dapatmengurangi persentase tanaman yangterserang PStV hingga 37,80% danmeningkatkan hasil 1,30 t/ha. (Saleh danBaliadi 1989a; Saleh 1995). Pertanamandengan jarak tanam yang lebar ataupopulasi tidak penuh, diduga berperandalam pendaratan Aphis (Aphis landing).

Tumpang sari kacang tanah dengantanaman lain dapat mengurangi inten-sitas serangan hama/penyakit. Saleh(1995) menyatakan bahwa dua baristanaman jagung, sorgum, dan gudesebagai tanaman tumpang sari dengankacang tanah tidak berpengaruh terhadapintensitas serangan PStV pada kacangtanah. Namun, menurut Hasanuddin etal. (1994), dengan menggunakan empatbaris tanaman jagung di antara baristanaman kacang tanah secara nyatamengurangi intensitas serangan PStV. Halini diduga penggunaan empat baristanaman jagung sudah cukup rapat untukmenghalangi gerakan vektor Aphis.

Salah satu upaya untuk mengurangiintensitas serangan PStV adalah denganmenggunakan mulsa mengkilap (reflective

Tabel 5. Galur kacang tanah yang menunjukkan gejala infeksi lemahterhadap infeksi PStV di Muneng pada tahun 1987, 1988, dan 1989.

Tahun Galur kacang tanah

1987 ICG 1560, ICG 2385, ICG 5428, ICG 6179, ICG 7676, ICG 8483,ICG 9388, ICG 9910, ICG 105993, PFDRGVT 36, PFDRGVT 38

1988 ICG 640, ICG 1975, ICG 3837, ICG 3844, ICG 8379, ICG 9459

1989 ICGV 88259, ICGV 8806, 85/166-4, 85/165-19, 10/93-2

Sumber: Saleh et al. (1990a).

Page 6: Ekobiologi Dan Optimalisasi Pengendalian Penyakit Virus Belang Pada Kacang Tanah Melalui Pengelol

46 Jurnal Litbang Pertanian, 22(2), 2003

mulching). Di Cina, penggunaan mulsaplastik atau mulsa plastik perak dapatmengurangi intensitas serangan PStV(Zeyong 1990, tidak diterbitkan). Didugapantulan sinar yang menyilaukan akanmenghalangi pendaratan vektor kepertanaman. Namun di Indonesia, mulsaplastik tidak secara nyata mengurangiintensitas serangan PStV, bahkan inten-sitas penyakit layu bakteri cenderungmeningkat karena suhu tanah yangmeningkat (Baliadi dan Saleh 1995).

Pengendalian Vektor

Di lapang, penyebaran PStV ditentukanoleh kelimpahan dan aktivitas vektor,sehingga logikanya pengendalian vektordengan insektisida dapat menekanpopulasi vektor yang selanjutnya me-nekan perkembangan penyakit. Namununtuk virus-virus nonpersisten (termasukPStV), penyemprotan insektisida tidakefektif menekan intensitas seranganmeskipun mampu menekan populasivektor (Lobenstein dan Raccah 1980). DiMuneng (Probolinggo), penyemprotaninsektisida saja tidak mampu menekanintensitas serangan PStV (Baliadi danSaleh 1989b). Insektisida umumnya tidakmengakibatkan serangga mati secaracepat, sehingga sebelum mati, seranggatersebut masih mampu mengisap danmenularkan virus ke tanaman lain.

PENGELOLAAN TANAMANTERPADU

Pengelolaan tanaman terpadu (PTT)adalah tindakan usaha tani secara terpaduyang bertujuan untuk memperoleh per-tumbuhan tanaman optimal, memastikankeberhasilan panen, meningkatkan mutuhasil, dan melestarikan lingkungan.Dalam PTT, semua komponen teknologiusaha tani terpilih yang serasi dan salingkomplementer digabungkan untuk men-dapatkan hasil panen optimal dan me-lestarikan lingkungan (Sumarno et al.1999). Berdasarkan definisi tersebut,pengendalian hama secara terpadu (PHT),yang juga merupakan pendekatan eko-sistem untuk mengendalikan hama/penyakit tanaman, merupakan bagianintegral dari PTT.

Sampai saat ini belum ditemukansuatu bahan kimia atau cara fisik yangdapat mematikan atau menginaktifkan

virus dalam tanaman tanpa mempengaruhikehidupan tanaman itu sendiri. Olehkarena itu, pengendalian penyakit virusbukan ditujukan untuk menyembuhkantanaman yang terinfeksi, namun lebihmengutamakan pada pengelolaan ling-kungan atau ekosistem yang dapatmencegah dan mengurangi terjadinyainfeksi virus pada pertanaman, atau kalausudah terjadi infeksi untuk mencegahdan mengurangi penyebaran sekunderoleh vektor. Karena pendekatannyaberupa pengelolaan ekosistem, makakeberhasilan usaha pengendalian pe-nyakit virus juga ditentukan oleh ke-terpaduan dan kebersamaan penerapankomponen pengendalian terpilih dalamsatu hamparan yang luas yang melibatkankelompok tani. Pengendalian secaraperorangan tidak menjamin keberhasilanusaha pengendalian tersebut.

Sejalan dengan konsep pengelolaantanaman secara terpadu, maka pengen-dalian penyakit PStV pada kacang tanahdapat dilakukan sebagai berikut:

Penentuan Waktu Tanam

Di Indonesia, kacang tanah sebagianbesar (60%) ditanam di lahan tegalan dansisanya (40%) di lahan sawah. Di lahantegalan, pola tanam yang umum adalah ubikayu/jagung−kacang tanah; kacangtanah−jagung/kedelai; padi gogo−kacangtanah, kacang tanah−kacang tanah;kedelai−kacang tanah; sedang di lahansawah mengikuti pola padi−padi−kacangtanah; padi−kacang tanah−jagung atautebu−kacang tanah.

Di lahan tegalan tadah hujan, waktutanam sangat ditentukan oleh tersedianyacurah hujan yang cukup. Umumnyakacang tanah ditanam pada awal musimhujan (Oktober/November) atau akhirmusim hujan (Februari/Maret) setelahpadi gogo. Pertanaman pada awal musimhujan biasanya memberikan hasil lebihbaik daripada pertanaman akhir musimhujan. Di lahan sawah, kacang tanahumumnya ditanam pada MK-I (Maret/April), atau MK-II (Juni/Juli) (Sumarnodan Manwan 1991).

Dalam kaitannya dengan pengen-dalian PStV pada kacang tanah, makapenentuan waktu tanam juga dikaitkandengan kelimpahan populasi Aphis dilapang. Umumnya populasi vektor mulaimeningkat pada akhir musim hujan danmencapai puncak pada musim kemarau.

Intensitas serangan hama dan PStVumumnya lebih tinggi pada pertanamanMK-II. Oleh karena itu, penanamankacang tanah sebaiknya dilakukan padaMK-II setelah padi atau tebu.

Pengolahan Tanah

Agar tumbuh optimal, kacang tanahmenghendaki struktur tanah yang ringan.Tekstur tanah yang berat dan atau lahanyang kurang disiapkan dengan baikmempengaruhi perkecambahan benih danperkembangan tanaman. Di lahan tegalan,kacang tanah banyak ditanam pada tanahAlfisol dan Ultisol, sedang di lahan sawahpada tanah Regosol, Andosol, Latosol,dan Aluvial.

Pengolahan tanah umumnya dilaku-kan dengan pembajakan, baik di lahantegalan maupun lahan sawah. Pengolahantanah di lahan tegalan yang cukupdangkal (kurang dari 15 cm) dan drainaseyang kurang baik menyebabkan tanahmenjadi padat sehingga pertumbuhantanaman kurang optimal. Pembajakanyang lebih dalam disertai pembuatanbedengan atau saluran drainase setiap4−5 m, dan pemberian pupuk organikdapat memperbaiki sifat fisik dan kimiatanah dan meningkatkan hasil kacangtanah. Di lahan sawah dengan jenis tanahringan, petani sering tidak melakukanpengolahan tanah. Mereka hanya mem-buat saluran drainase dan guludan yangdikerjakan pada saat penyiangan pertama.

Pengolahan tanah, di samping untukmembuat kondisi fisik lahan cukup remahuntuk menunjang pertumbuhan tanaman,juga sekaligus membenamkan gulma kedalam tanah sehingga mengurangisumber inokulum PStV. PStV termasukvirus tidak stabil dan tidak dapat bertahandi dalam tanah. Pembenaman tanamanyang terinfeksi PStV ke dalam tanah akanmematikan virus tersebut.

Pemupukan

Takaran pemupukan yang optimal untukmenunjang pertumbuhan dan hasilkacang tanah untuk setiap jenis tanah dandaerah berbeda-beda. Agar pemupukanefisien, penentuan takaran P hendaknyadidasarkan pada kebutuhan dan keter-sediaan hara di dalam tanah (prescriptionfarming). Kacang tanah mampu mengikatnitrogen dari udara, sehingga seringtidak respons terhadap pemupukan

Page 7: Ekobiologi Dan Optimalisasi Pengendalian Penyakit Virus Belang Pada Kacang Tanah Melalui Pengelol

Jurnal Litbang Pertanian, 22(2), 2003 47

nitrogen. Namun, untuk mempertahan-kan keseimbangan unsur hara di dalamtanah, diperlukan 25−50 kg urea, 50−100kg SP36, dan 50−100 kg KCl per hektar.

Pertumbuhan tanaman yang tegarakan lebih mampu mengeliminir kehilang-an hasil akibat infeksi PStV. Infeksi PStVpada tanaman kacang tanah yang tegarpada musim hujan mengakibatkankehilangan hasil berkisar 5−10%, lebihkecil dibanding pertanaman pada musimkemarau yang dapat mencapai 40−56%(Saleh et al. 1990b).

Penggunaan Varietas dan BenihSehat

Karena sampai saat ini belum ditemukanvarietas yang tahan terhadap infeksi PStV,maka dianjurkan menanam varietas yangrelatif toleran terhadap infeksi PStVseperti Kelinci dan Jerapah. Namun,pemilihan varietas ini hendaknya jugamempertimbangkan preferensi pasar.

Penggunaan benih sehat (termasukbebas dari infeksi PStV) merupakanlangkah penting untuk menekan per-kembangan PStV di lapang. Karena sampaisaat ini sertifikasi kesehatan benih belumdimasukkan dalam program sertifikasibenih, maka penggunaan benih berlabelbelum menjamin benih bebas dari infeksiPStV. Benih sehat dapat diperoleh daripertanaman sehat atau paling tidaksampai pada periode berbunga tanamanmasih bebas dari infeksi PStV, karenainfeksi virus setelah tanaman berbungaumumnya tidak menular ke biji ataupenularannya sangat rendah. Meng-gunakan benih dengan ukuran biji yangnormal dan bernas juga dapat menghindarikemungkinan infeksi PStV lewat biji.Menggunakan benih sehat dengan dayatumbuh yang tinggi (90%) berarti men-jamin populasi tanaman yang penuh dan

tegar serta kanopi cepat menutup tanahsehingga kurang disukai oleh Aphis.Dengan demikian, kemungkinan infeksiPStV di lapang juga berkurang.

Jarak Tanam

Petani umumnya menanam dengan caraditugal atau diletakkan di alur bajakdengan jarak tanam 35−40 cm x 10−15 cm.Meskipun jarak tanam yang rapat dapatmengurangi intensitas serangan PStV,namun dengan pertimbangan ekonomisdan agronomis, jarak tanam 40 cm x 10 cm,1 biji/lubang dapat dianjurkan. Padamusim hujan sebaiknya digunakan jaraktanam yang sedikit lebih lebar (40 cm x 15cm) agar kondisi pertanaman tidak terlalulembap yang mendorong perkembanganpenyakit jamur dan bakteri.

Rotasi Tanam

Selain kacang tanah, PStV dapat meng-infeksi tanaman kacang-kacangan lainseperti kedelai, buncis, dan kapri. Olehkarena itu, untuk memutus siklus virusdianjurkan untuk tidak menanam kacangtanah berturut-turut atau berturutandengan kedelai atau kapri.

Sanitasi dan Eradikasi

Sumber inokulum PStV dapat berupatanaman yang sakit atau gulma polong-polongan yang terinfeksi virus. Me-lakukan monitoring secara dini diikutidengan mencabut tanaman yang terinfeksiPStV dapat mengurangi sumber inokulum.Demikian juga penyiangan terhadapgulma, selain mengurangi sumber ino-kulum, juga menghilangkan persaingan

dalam memperoleh sinar matahari ataupununsur hara bagi tanaman. Eradikasiterhadap gulma atau tumbuhan liar yangberada di sekitar pertanaman serta dipagar-pagar di sekeliling kebun dapatmengurangi sumber inokulum sehinggadiharapkan dapat mengurangi seranganpenyakit PStV pada pertanaman kacangtanah.

Pengendalian Vektor

Hasil penelitian dengan petakan yangterbatas menunjukkan bahwa persentasetanaman yang terinfeksi PStV padapetakan yang disemprot insektisidaberkisar antara 9,58−35,10%, tidak ber-beda nyata dengan perlakuan tanpainsektisida yang berkisar 11−42,94%. Halini berarti penyemprotan insektisidatidak efektif menekan intensitas seranganPStV (Saleh et al. 1991). Namun, apabilahal ini dilakukan secara serentak dalamhamparan yang luas, diperkirakan akanmenekan intensitas penyakit karenaperkembangan epidemi penyakit virusbelang di lapang sangat ditentukan olehkelimpahan populasi vektor.

KESIMPULAN

Pemahaman ekobiologi penyakit virusbelang kacang tanah diperlukan untukmenentukan komponen-komponen tek-nologi pengendalian penyakit yangefektif di lapang. Pengelolaan tanamansecara terpadu (PTT) yang mendasarkanpada pengelolaan ekosistem melalui pen-dekatan kelompok pada hamparan yangluas, akan lebih mengoptimalkan upayapengendalian penyakit virus belangkacang tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 1988. Plant Pathology. AcademyPress, New York. 803 pp.

Baliadi, Y., N. Saleh, dan N.M. Horn. 1988.Infeksi alami peanut stripe virus (PStV) padaleguminosa dan gulma. Penelitian Palawija3(2): 100−104.

Baliadi, Y. dan N. Saleh. 1989a. Pendugaankehilangan hasil kacang tanah akibat se-rangan peanut stripe virus. Seminar Hasil

Penelitian Balai Penelitian Tanaman PanganMalang, 20−21 Maret 1989. hlm. 11−14.

Baliadi, Y. dan N. Saleh. 1989b. Pengendalianpeanut stripe virus pada kacang tanah(Arachis hypogaea). Kongres Nasional danSeminar Ilmiah PFI X, Denpasar, 14−16November 1989. hlm. 129−132.

Baliadi, Y., R. Suseno, N. Saleh, dan T. Santosa.1993. Empat metode untuk mendeteksi

tingkat kerentanan kacang tanah terhadapinfeksi peanut stripe virus. Prosiding SeminarHasil Penelitian Tanaman Pangan. BalaiPenelitian Tanaman Pangan Malang. 11hlm.

Baliadi, Y. and N. Saleh. 1995. Virus diseases ofgroundnut in Indonesia with specialreference to peanut stripe virus. Paperpresented at the International Working

Page 8: Ekobiologi Dan Optimalisasi Pengendalian Penyakit Virus Belang Pada Kacang Tanah Melalui Pengelol

48 Jurnal Litbang Pertanian, 22(2), 2003

Group on Groundnut Viruses, Khou Kaen,Thailand, 13−15 March 1995. 18 pp.

Culver, J.N. and J.L. Sherwood. 1987. Resistanceto peanut stripe virus in Arachis germplasm.Plant Dis. 71(2): 1.080−1.082.

Demski, J.W., D.V.R. Reddy, G. Sowell Jr., andD. Bays. 1984. Peanut stripe virus, a newseed borne poty-virus from China infectinggroundnut (Arachis hypogaea). Ann. Appl.Biol. 105: 496−501.

Demski, J.W. and G.R. Lovell. 1985. Peanutstripe virus and the distribution of peanutseed. Plant Dis. 69: 734−738.

Demski, J.W. and D. Warwick. 1986. Testingpeanut seeds for peanut stripe virus. PeanutSci. 13: 38−40.

Demski, J.W., D.V.R. Reddy, S. Wongkaew, Z.Y.Xu, B.G. Cassidy, D.D. Shukla, N. Saleh, K.J.Middleton, P. Sreenivasulu, R.D. V.J. Rao,T. Senboku, M. Dollet, and D. Mc Donald.1993. Peanut stripe virus. ICRISAT Infor-mation Bull. (No. 38): 16 p.

Hamilton, R.I. 1989. Seed-borne legume viruses:Importance, detection and management.Second Coordinators Meeting on PeanutStripe Virus. ICRISAT. p. 14−15.

Hasanuddin, A., S. Pakki, dan M. Said. 1994.Tumpang sari kacang tanah, jagung, dankacang tunggak sebagai salah satu alternatifpengendalian penyakit peanut stripe virus.Agrikam 9(2): 51−56.

Jumanto, H., N. Saleh, and Heryunadi. 1987.Identity of mottle disease of peanut inIndonesia. Paper presented at First PeanutStripe Coordinators Meeting at MARIF,Malang-Indonesia, 9−12 June, 1987. 13 p.

Lobenstein, G. and B. Raccah. 1980. Control ofnon-persistently transmitted aphid-bornevirus. Phyto Parasitica 8: 221−235.

McKern, N.M., H.K. Edskes, C.W. Ward, P.M.Strike, O.W. Barnett, and D.D. Shukla. 1991.Coat protein of poty-virus.7. Amino acidsequence of peanut stripe virus. ArchivesVirology 119: 25−35.

Middleton, K.J. and N. Saleh. 1988. Peanut stripevirus disease in Indonesia and the ACIARProject. First Coordinators Meeting onPeanut Stripe Virus. ICRISAT. p. 4−6.

Muis, A., A. Hasanuddin, U.S. Saputra, danFachrudin. 1991. Penularan peanut stripevirus pada kacang tanah (Arachis hypogaea)dan tanaman leguminosae lainnya. Agrikam7(3): 79−86.

Pakki, S., M. Basir, W. Wakman, S. Saenong, A.Hasanuddin, and K.J. Middleton. 1990. Yieldlosses of peanut due to peanut stripe virus(PStV). Agrikam 5(2):71−83.

Penta, S., S. Rasminah C.S., dan N. Saleh. 1997.Efektivitas gulma famili Leguminosaesebagai sumber inokulum peanut stripevirus (PStV) kacang tanah dengan vektor

Aphis glycines dan Aphis craccivora.Program Pascasarjana Universitas Bra-widjaja, Malang. 16 hlm.

Rao, P.R.D.V.J., A.S. Reddy, S.K. Chakrabarty,D.V.R. Reddy, V.R. Rao, and J.P. Moss. 1991.Identification of peanut stripe virus resist-ance in wild Arachis germplasm. Peanut Sci.18: 1−2.

Reddy, D.V.R., J.W. Demski, K.J. Middleton, andJ.C. Wynne. 1988a. Survey for peanut stripevirus in East and Southeast Asia. FirstCoordinators Meeting on Peanut Stripe Virus.ICRISAT. p. 12−13.

Reddy, D.V.R., J.W. Demski, and N.M. Horn.1988b. Identification of peanut stripe virus.First Coordinators Meeting on Peanut StripeVirus. ICRISAT. 26 p.

Roechan, M., M. Iwaki, N. Saleh, D.M. Tantera,and H. Hibino. 1978. Virus diseases of legumeplants in Indonesia. 4. Peanut mottle virus.Contr. Centr. Res. Inst. Agric. Bogor. (No.46). 11 p.

Roechan, M. 1992. Infeksi virus belang kacangtanah pada kedelai dan penularannya padakacang tanah. Seminar Hasil PenelitianTanaman Pangan. Balai Penelitian TanamanPangan Bogor. 19−20 Februari 1991. hlm.526−530.

Saleh, N., A. Kasno, K.J. Middleton, D.V.R.Reddy, N.M. Horn, and Y. Baliadi. 1988.Screening of peanut germplasm to peanutstripe virus in Indonesia. AARD-ACIARCollaborative Meeting at MARIF, Malang.20−21 April 1988. 7 p.

Saleh, N. and N.M. Horn. 1989. Transmissionof peanut stripe virus by its vectors andgroundnut seeds. Penelitian Palawija 4(2):118−122.

Saleh, N., N.M. Horn, D.V.R. Reddy, and K.J.Middleton. 1989. Peanut stripe virus inIndonesia. Netherland J. Plant Pathol. 95:123−127.

Saleh, N. dan Y. Baliadi. 1989a. Pengaruh jaraktanam terhadap perkembangan penyakit virusbelang dan hasil kacang tanah. LaporanTahunan 1989. Balai Penelitian TanamanKacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang.hlm. 41−42.

Saleh, N. dan Y. Baliadi. 1989b. Deteksi PStVdalam biji kacang tanah menggunakan DAC-ELISA dengan penisilinase. Kongres Na-sional dan Seminar Ilmiah PFI X. Denpasar,14−16 November 1989. hlm. 136−137.

Saleh, N.,Y. Baliadi, K.J. Middleton, and D.V.R.Reddy. 1990a. Resistance screening of peanutgermplasm to peanut stripe virus. AARD-ACIAR Evaluation Meeting at CRIFC,Bogor, 26−29 November 1990. p. 18−21.

Saleh, N., Y. Baliadi, K.J. Middleton, and D.V.R.Reddy. 1990b. Yield loss assessment of peanutcaused by peanut stripe virus. AARD-ACIAR

Peanut Improvement Project Review andPlanning, MARIF, Malang 26−29 November1990. 5 p.

Saleh N., Y. Baliadi, A. Munip, S. Karsono,Riwanodja, dan Suwono. 1991. Pengendalianpeanut stripe virus pada kacang tanah dengankultur teknis dan insektisida. Risalah SeminarHasil Penelitian Tanaman Pangan. BalaiPenelitian Tanaman Pangan Malang. hlm.193−198.

Saleh, N. dan Y. Baliadi. 1992. Penyakit virusbelang kacang tanah (peanut stripe virus)dan usaha pengendaliannya. Monograf BalaiPenelitian Tanaman Pangan Malang No. 8.22 hlm.

Saleh, N. 1995. Pengaruh tumpang sari dankepadatan tanaman terhadap perkembanganintensitas serangan serta hasil kacang tanah.Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan1994. Balai Penelitian Tanaman PanganMalang. hlm. 128−134.

Soenartiningsih, W. Wakman, S. Saenong, A.Hasanuddin, D.V.R. Reddy, and K.J.Middleton. 1990. Seed transmission studyof peanut stripe virus (PStV). Agrikam 5(2):84−87.

Sreenivasulu, P. and J.W. Demski. 1988.Transmission of peanut mottle and peanutstripe viruses by Aphis craccivora andMyzus persicae. Plant Dis. 72: 722−723.

Suprapto, A. 1991. Pengujian Penularan VirusBelang Kacang Tanah (PStV) oleh VektorAphis dan melalui Biji Kacang-kacangan.Thesis Fakultas Pertanian Universitas Bra-widjaja, Malang. 34 hlm.

Sumarno dan I. Manwan. 1991. ProgramNasional Penelitian Kacang-kacangan. Di-terjemahkan oleh R. Soehendi dan A.A.Rahmianna dari National CoordinatedResearch: Grain Legumes. Balai PenelitianTanaman Pangan Malang. 82 hlm.

Sumarno, I.G. Ismail, dan S. Partohardjono.1999. Konsep usaha tani ramah lingkungan.Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV.Bogor, 22−24 November 1999. PusatPenelitian dan Pengembangan TanamanPangan, Bogor. 27 hlm.

Triharso. 1976. Penelitian Penyakit-penyakitVirus Kacang Tanah. Disertasi DoktorFakultas Pertanian, Universitas GadjahMada, Yogyakarta. 157 hlm.

Wongkaew, S. and S. Kantrong. 1987. Detailedstudies on peanut stripe and peanut yellowspot disease (summary in English).Proceeding of the Fifth Groundnut ResearchConference, 19−21 March 1986. p. 223−232.

Zeyong, X., Z. Zongyi, K. Kunrong, C. Jinxang,and D.V.R. Reddy. 1996. Current researchon groundnut virus disease in China. Proc.Groundnut Virus Diseases in the Asia-PacificRegion. ICRISAT. p. 26.