43
ARTIKEL EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI KASUS KONDISI TERUMBU KARANG DI PROVINSI BALI OLEH I WAYAN RESTU PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA BALI 2016

EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

ARTIKEL

EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA

(STUDI KASUS KONDISI TERUMBU KARANG

DI PROVINSI BALI

OLEH

I WAYAN RESTU

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS UDAYANA

BALI

2016

Page 2: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat dan anugerah-Nya sehingga “Artikel” yang berjudul “Ekosistem

Terumbu Karang dan Statusnya (Studi Kasus Kondisi Terumbu Karang di

Wilayah Provinsi Bali” dapat terselesaikan. Artikel ini merupakan kumpulan

tulisan, data dan pendapat/keterangan ahli (profesional judment), tentang

ekosistem terumbu karang secara umum dan hasil-hasil penelitian di wiayah yang

sudah terpublikasi secara luas. Artikel yang berisikan pengetahuan dasar tentang

ekosistem terumbu karang, permasalahannya di Indonesia dan kondisi terumbu

karang di wilayah Provinsi Bali.

Informasi dalam tulisan singkat ini diharapkan bisa berguna bagi semua

pihak, khususnya dalam upaya pemulihan dan konservasi ekosistem terumbu

karang dalam kerangka perbaikan manajemen sumberdaya pesisir dan laut menuju

pembangunan berkelanjutan.

Bahan utama dalam tulisan artikel ini disadur dari laporan : Profil Ekosistem

Terumbu Karang Provinsi Bali tahun 2013 dan ditambahkan dari buku-buku,

journal dan hasil penelitian. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya.

Penulis menyadari penulisan Artikel ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu penulis sangat mengharapkan koreksi dan saran yang sifatnya

membangun sebagai bahan masukan yang bermanfaat.

Bukit Jimbaran, Juli 2016

Penulis.

i

Page 3: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................... ii DAFTAR TABEL............................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR......................................................................................... iii I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1 Latar belakang.................................................................................. 1 1.2 Tujuan ............................................................................................. 4 1.3 Sasaran .......................................................................................... 4 II. EKOSISTEM TERUMBU KARANG........................................................... 5 2.1 Terminologi ......................................................................................... 5 2.2 Biologi hewan karang......................................................................... 9 2.2.1 Struktur hewan karang.................................................................... 9 2.2.2 Makanan hewan karang................................................................ 11 2.2.3 Reproduksi .................................................................................... 11 2.2.4 Petumbuhan karang....................................................................... 12 2.2.5 Musuh karang................................................................................ 12 2.2.6 Klasifikasi dan Bentuk Pertumbuhan Karang ................................ 14 2.3 Lingkungan Fisik............................................................................. 15 2.3.1 Distribusi terumbu karang............................................................... 15 2.3.2 Cahaya dan kedalaman.................................................................. 17 2.3.3 Arus dan aksi gelombang .............................................................. 17 2.3.4 Sedimen dan substrat dasar ........................................................ 18 2.3.5 Salinitas ......................................................................................... 19 2.3.6 Suhu .............................................................................................. 19 2.4 Nilai EkosistemTerumbu Karang...................................................... 20 2.5 Ancaman terhadap Terumbu Karang................................................ 25 2.5.1 Ancaman oleh Faktor Alam........................................................... 25 2.5.2 Ancaman oleh Aktivitas Manusia.................................................. 27 III. STATUS TERUMBU KARANG BALI ................................................... 33 IV. PENUTUP...................................... ......................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA ..................................... ............................................. 37

ii

Page 4: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

2.1 Dampak kegiatan manusia pada ekosistem terumbu karang ............................. 18

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

2.1 Tipe terumbu karang menurut klasifikasi Darwin ................................................. 7

2.2 Tipe terumbu karang menurut klasifikasi Darwin ................................................. 8

2.3 Anatomi polip karang dan letak zooxanthelae...................................................... 9

2.4 Proses fotosintesis oleh zooxanthellae dalam jaringan hewan karang....................................................................................................................

10

2.5 Reproduksi generatif hewan karang .................................................................... 12

2.6 Acanthaster plancii .............................................................................................. 13

2.7 Diagram klasifikasi karang (sumber: Veron, 1986) .............................................. 14

2.8 Bentuk pertumbuhan karang (coral lifeform) ........................................................ 15

2.9 Destruktif Fishing dengan bahan peledak ............................................................ 28

2.10 Kegiatan penambangan batu karang sangat merusak ....................................... 30

Page 5: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

iii

Page 6: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki sumberdaya pesisir dan lautan sangat tinggi.

Sumberdaya pesisir dan lautan memiliki arti yang sangat penting dan strategis bagi

pembangunan kehidupan masyarakat. Salah satu sumberdaya alam pesisir yang

penting peranannya ditinjau dari aspek produksi, konservasi, rekreasi dan

pariwisata adalah sumberdaya hayati di peraitan pantai. Nilai konservasi ekosistem

perairan pantai adalah perlindungan dan pemeliharaan proses-proses ekologis,

sistem penyangga kehidupan habitat berbagai jenis biota sehingga berfungsi

sebagai cadangan keanekaragaman hayati dan plasma nutfah, keberadaan

terumbu karang, padang lamun berfungsi melindungi pantai dari bahaya

erosi/abrasi, penghasil pasir putih dan lain-lain. Ditinjau dari aspek produksi,

keberadaan ekosistem pantai telah memberi manfaat yang besar bagi pemenuhan

kebutuhan pangan dan industri serta menopang mata pencaharian masyarakat

pesisir, khususnya masyarkat nelayan. Berbagai produk dapat dihasilkan dari

ekosistem pantai seperti beragam ikan konsumsi, produk ornamental, bahan

konstruksi, ekstraksi natural products (senyawa bioaktif, untuk industri makanan

dan minuman, farmasi, kosmetika, bioenergi, dll) dan bahan baku industri lainnya

Sementara itu ditinjau dari aspek rekreasi dan pariwisata, sumberdaya alam di

perairan pantai menyediakan jasa-jasa menunjang industri wisata bahari bagi

perolehan devisa negara dan menyediakan lapangan pekerjaan dan lapangan

usaha bagi masyarakat lokal secara signifikan.

Pesatnya pembangunan di wilayah pesisir dan lautan pada sisi yang

lainnya menimbulkan ekses berupa permasalahan pendayagunaan sumberdaya

alam dan lingkungan yang tidak seimbang. Salah satu sumberdaya di wilayah

pesisir laut yang mendapatkan tekanan cukup besar adalah ekosistem terumbu

karang (Corals reefs ecosystem), dengan kecenderungan tingkat kerusakan

terumbu karang semakin berat. Dievaluasi kerusakan yang terjadi adalah

akumulasi dampak negatif aktivitas manusia, baik secara langsung maupun tidak

langsung di wilayah pesisir (internal impact), dan di luar wilayah pesisir (external

impact). Disamping itu kerusakan disebabkan oleh terjadi pencemaran, terutama

pencemaran sampah dan sedimen.

Page 7: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 2

Demikian hal dengan wilayah pesisir dan pulau‐pulau kecil Provinsi Bali

merupakan sebagai salah satu sebaran ekosistem terumbu karang di kawasan

ekoregion Lesser Sunda dengan luas yang telah terinventasasi yaitu mencapai

6.948 ha. Secara keseluruhan terinventarisasi sebanyak 96 site terumbu karang

yang telah dipantau untuk mengetahui status kondisinya. Sebanyak 17 site

pemantauan hanya dilakukan pada kedalaman 3‐5 meter, 24 site hanya pada

kedalaman 7‐10 meter dan 59 site pada kedalaman 3‐5 meter dan 7‐10 meter.

Dari 76 site terumbu karang yang dipantau pada kedalaman 3‐5 meter, sebanyak

13 site 17,11%) dalam kondisi sangat baik, kondisi baik 28 site (36,84%), kondisi

sedang 23 site (30,26%) dan kondisi buruk 12 site (15,79%). Terumbu karang

dengan kondisi sangat baik terdapat antara lain di Menjangan, Gilimanuk,

Pangkung Dedari, Gili Selang, Candidasa, dan Nusa Penida. Terumbu karang

dengan kondisi baik tersebar di Menjangan, Gilimanuk, Sumbersari, Lovina,

Tejakula, kawasan Candidasa, Sanur, Serangan, Nusa Dua dan Nusa Penida.

Terumbu karang dalam kondisi buruk terdapat di Gianyar, Kampung Baru dan

Anturan Kabupaten Buleleng. Sedangkan kondisi sedang tersebar di kawasan

Pemuteran dan Sumberkima, Kuta, Tanjung Benoa, Padangbai dan Nusa Penida.

Sementara itu, dari 79 site terumbu karang yang dipantau pada kedalaman 7‐10

meter diperoleh status kondisi terumbu karang di Bali pada kedalaman tersebut

terdiri dari kondisi sangat baik 10 site (12,66%), kondisi baik 24 site (30,38%),

kondisi sedang 33 site (41,77%) dan kondisi buruk 12 site (15,19%). Terumbu

karang pada kedalaman 7‐10 meter dalam kondisi sangat baik antara lain terdapat

di Menjangan, Cekik, pesisir timur dan selatan Kabupaten Karangasem, Nusa Dua

dan Nusa Penida. Terumbu karang dalam kondisi buruk terdapat di wilayah pesisir

Kabupaten Buleleng, Teluk Gilimanuk, Candikusuma, Tuban, Nusa Lembongan,

dan Serangan.

Pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan

untuk pembangunan dan menopang mata pencaharian masyarakat dewasa ini

dihadapkan pada permasalahan semakin seriusnya kerusakan terumbu karang.

Kerusakan terumbu karang mempunyai implikasi dampak yang luas, seperti

merosotnya keanekaragaman hayati, berkurangnya sistem perlindungan alamiah

daratan pantai oleh bahaya erosi dan abrasi, memburuknya kualitas obyek dan

daya tarik wisata, dan lain sebagainya. Para ahli telah memasukkan ekosistem

Page 8: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 3

terumbu karang sebagai salah satu ekosistem yang sangat terancam

kelestariannya.

Upaya-upaya pelestarian ekosistem terumbu karang merupakan sesuatu

hal yang mendesak. Pendekatannya adalah melalui penerapan prinsip-prinsip

pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. Pendekatan ini sangat

relevan diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang mengingat

kompleksitas sistem sumberdaya dan permasalahannya. Salah satu aspek penting

dalam pengelolaan terumbu karang adalah ketersediaan data dan informasi. Data

dan informasi mengenai kekayaan, potensi, kondisi dan status terumbu karang

harus disebarluaskan dan dipublikasikan secara seimbang untuk memberikan

pemahaman yang baik kepada masyarakat, dan menentukan langkah-langkah

pengendalian dan pemulihan kerusakan terumbu karang agar sumberdaya ini dapat

dimanfaatkan secara berkelanjutan. Kewenangan di wilayah laut terdiri dari: (a)

eksplorasi, eskploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah

laut tersebut; (b) pengaturan kepentingan administratif; (c) pengaturan tata ruang;

(d) penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang

dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah; dan (e) bantuan penegakan

keamanan dan kedaulatan negara. Kewenangan ini meliputi juga dalam hal

pengelolaan sumberdaya terumbu karang.

Salah satu implikasi dari kewenangan tersebut, Pemerintah Kabupaten/Kota

juga berkewajiban melakukan kegiatan pemantauan sebagai bagian dari

pengelolaan terumbu karang. Hal ini telah diatur dalam Kep. Men. LH No. 4 Tahun

2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang yang menyebutkan bahwa

Gubernur/Bupati/Walikota berkewajiban melakukan inventarisasi terumbu karang

untuk mengetahui status kondisi terumbu karang dan menyampaikan laporannya

kepada Menteri dan instansi yang bertanggung jawab sebagai bentuk perwujudan

good environmental governance.

Selain untuk memenuhi kewajiban sebagaimana diamanatkan oleh

peraturan perundang-undangan, kajian-kajian yang menghasilkan solusi tepat bagi

perlindungan sumberdaya terumbu karang diperlukan untuk menunjang para

pengambil keputusan dalam melaksanakan pembangunan daerah yang efektif dan

berkesinambungan. Pengkajian melalui kegiatan pemantauan terumbu karang dan

penyebaran hasil kajian ini sangat penting dalam rangka pengelolaan sumberdaya

Page 9: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 4

terumbu karang seperti : identifikasi faktor-faktor penyebab kerusakan, upaya

pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan kerusakan terumbu karang. Dengan

langkah-langkah pengelolaan tersebut diharapkan kondisi terumbu karang dapat

dipelihara kualitasnya sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

1.2 Tujuan

Penulisan makalah (artikel) yang bertemakan “Ekosistem Terumbu Karang

dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali bertujuan untuk:

a. Memberikan informasi dasar dan bahan bacaan tentang ekosistem terumbu

karang secara umum dan kasus-kasus kondisi terumbu karang di wilayah

Bali.

b. Sebagai sumber bahan pembelajaran bagi mahasiswa Manajemen

Sumberdaya Perairan, Fakukltas Kelautan dan Perikanan, Universitas

Udayana.

1.3 Sasaran

Sasaran yang diharapkan dari makalah (artikel) yang bertemakan

“Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali adalah:

menyebar tularkan data/informasi bagi berbagai pemangku kepentingan

(stakeholders) mengenai ekosistem terumbu karang dan status kondisi terumbu

karang di Provinsi Bali, yang bermanfaat dalam menunjang program pengelolaan

ekosistem terumbu karang sebagai salah satu aset bagi pembangunan daerah

dalam rangka good environmental governance sesuai dengan Kepmen LH No. 4

Tahun 2001.

Page 10: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 5

BAB II EKOSISTEM TERUMBU KARANG

2.1 Terminologi

Istilah terumbu (reef) sudah begitu melekat dengan karang (coral), padahal

tidak seluruhnya jenis karang hidup pada terumbu dan tidak semua terumbu

dihidupi oleh karang. Terumbu merupakan istilah yang mempunyai beberapa

pengertian. Kapten kapal mengertikan terumbu sebagai bagian laut dangkal yang

dapat mengganggu navigasi. Nelayan pada umumnya menggunakan istilah

terumbu sebagai batuan “submarine” dimana ikan-ikan biasanya bergerombol dan

dapat menyangkutkan jaring. Ada juga yang menyebutnya sebagai struktur batuan

pada perairan dangkal sampai supratidal yang dapat menyebabkan pecahnya

gelombang. Sementara itu, terumbu dalam pengertian biologi adalah suatu struktur

kerangka kerja organik yang dibentuk oleh organisme meliputi berbagai avertebrata

dan alga, seperti yang terdapat pada karang tertentu, alga koralin, tiram, dan

beberapa cacing. Dalam perkembangan selanjutnya, terumbu dibagi atas terumbu

karang (coral reef) dan terumbu bukan karang (non-coral reef). Terumbu bukan

karang dapat berupa terumbu tiram (oyster reef), atau terumbu cacing (worm reef).

Tipe terumbu lainnya juga kadang-kadang dikaitkan dengan dengan sistem akar

mangrove dan kaitannya dengan akumulasi sedimennya (Davis, 1990).

Istilah karang (coral) mempunyai beberapa arti, tetapi biasanya merupakan

nama umum yang diberikan kepada ordo Scleractinia, yang semua anggotanya

mempunyai skeleton batu kapur keras. Ordo Scleractinia dibagi atas kelompok

terumbu bangun (reef building) dan terumbu bukan bangun (non-reef building).

Kelompok pertama dikenal dengan sebutan hermatypic coral dan membutuhkan

sinar matahari untuk hidupnya. Sedangkan kelompok kedua dikenal dengan

ahermatypic coral dan secara normal hidupnya tidak tergantung pada sinar

matahari (Veron, 1986).

Sementara itu menurut Barnes dan Hughes (1990), karang berkaitan

dengan anemon laut dan dapat divisualisasikan sebagai koloni anemon yang

tersusun atas pondasi batu kapur sebagai struktur penopang dan proteksi. Ada

organisme pembangun skeleton lainnya yang mirip dengan cara kerja Scleractinia

yang disebut sebagai non scleractinia coral. Menurut Veron (1986), struktur masif

terumbu karang tersebut terbentuk dari akumulasi dan sedimentasi skeleton karang

Page 11: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 6

yang terjadi ratusan tahun. Terumbu karang merupakan hasil hubungan kerja yang

kompleks dan halus antara polip karang dan alga sel tunggal yang hidup secara

simbiosis di dalam sel-sel polip karang. Karang lainnya yang tidak mempunyai

skeleton disebut sebagai karang lunak (soft coral).

Menurut Davis (1990), berdasarkan bentuk hubungannya dengan

perbatasan tumbuhnya terumbu karang dengan daratan, Darwin

mengklasifikasikan tipe terumbu karang yang sampai sekarang masih digunakan,

yaitu (Gambar 2.1 dan 2.2):

a. Karang tepi (fringing reef), yaitu terumbu karang yang berkembang

sepanjang dan dekat pantai (shore) dan jangkauan tumbuhnya ke arah laut

dengan jarakbeberapa ratus meter. Tidak terdapat laguna atau lingkungan

bukan terumbu antara terumbu karang dan daratan. Tipe ini melindungi

garis pantai dan lingkungan pantai dari abrasi karena dapat menahan

serangan gelombang yang menghantam pantai. Terumbu karang yang

terdapat di Indonesia umumnya termasuk ke dalam tipe ini.

b. Terumbu penghalang (barrier reef), yaitu terumbu karang yang

berkembang sejajar garis pantai tetapi terletak dengan membentuk jarak

dengan pantai dan di antaranya terdapat laguna. Terumbu karang tipe ini

yang paling terkenal di dunia adalah Great Brrier Reef yang terdapat di

pantai Queensland Australia, dengan panjang lebih dari 1200 mil dan lebar

bervariasi dari 10 sampai 200 mil dan meliputi area seluas 80.000 mil

persegi. Barrier reef terbesar kedua di dunia terdapat New Caledonia

dengan panjang total 400 mil dengan lebar laguna 1 sampai 8 mil. Barrier

reef terbesar ketiga aadalah Great Sea Reef yang terdapat di sebelah utara

dua pulau utama Piji, Viti Levu dan Vanua Levu, dengan panjang 165 mil.

c. Terumbu cincin (atoll), yaitu terumbu karang yang berbentuk cincin

(lingkaran) yang mengelilingi batas dari pulau-pulau vulkanik yang

tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Atoll

selanjutnya dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu: (1) yang muncul dari

laut dalam yang disebut deep-sea atoll. Atoll tipe ini strukturnya terisolasi

dan umumnya berukuran kecil dengan cincin yang kecil pula, tidak memiliki

inlet, diameternya kurang dari 1 mil tetapi ada beberapa yang diameternya

melebihi 20 mil dan memiliki beberapa inlet. Atoll Kwajalein di Kepulauan

Page 12: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 7

Marshall (Pasifik) dan Atoll Suvadiva di Maldive (Samudera Hindia)

merupakan atoll-atoll yang terbesar saat ini, masing-masing dengan luas

lebih dari 700 mil persegi; (2) atoll yang dijumpai pada paparan benoa yang

disebut shelf atoll. Jenis atoll ini banyak dijumpai di beberapa belahan

dunia, termasuk di Indonesia (Taka Bone Rate Sulawesi Selatan), Laut

Karibia dan Teluk Meksiko, dan Australia (Great Barrrier Reef). Beberapa

nama khusus diberikan terhadap shelf atoll untuk membedakannya dengan

deep-sea atoll, seperti “bank reef” unuk atoll yang muncul pada paparan

benoa, “bank barrier” untuk atoll yang terdapat pulau, “bank atoll” untuk atoll

yang tidak terdapat pulau, serta “lagoon atoll” unuk atoll kecil dengan laguna

yang luas.

Gambar 2.1 Tipe terumbu karang menurut klasifikasi Darwin

Fringing Reef Atoll Barrier Reef

Page 13: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 8

Gambar 2.2. Tipe terumbu karang menurut klasifikasi Darwin

Page 14: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 9

2. 2 Biologi Hewan Karang

2. 2. 1 Struktur Hewan Karang

Ditlev (1980) mengemukakan bahwa pada karang hermatypic, organisme

hewan karang hidup bersimbiosis dengan alga zooxanthellae yaitu alga coklat

mikroskopis, sedangkan pada karang ahermatypic tidak memiliki simbion

zooxanthellae. Zooxanthellae yang bersimbiosis dengan hewan karang adalah

dinoflagellata unicellular dari jenis Gymnodinium microadriatum. Zooxanthellae ini

hidup pada lapisan gastrodermis hewan karang (Gambar 2.3).

Sebagaimana halnya tumbuhan di daratan, zooxanthellae mampu

melakukan fotosintesis untuk menangkap sinar matahari dan menggunakannya

untuk membuat makanan organik untuk dirinya dari karbon dioksida, nutrien

anorganik dan air. Tanpa zooxanthellae, karang menjadi pucat. Meskipun semua

karang mengandung kalsium karbonat, tetapi tidak semuanya cukup untuk

membentuk terumbu. Air laut yang hangat dan intensitas cahaya matahari yang

tinggi sepanjang tahun sangat penting untuk mekanisme simbiosis alga-

coelenterata untuk menghasilkan kuantitas kapur yang melimpah. Karang

hermatypic terbatas pada kedalaman kira-kira 70 meter dari permukaan air pada

laut yang jernih dengan suhu di atas 20o C sepanjang tahun. Di daerah yang lebih

dingin dengan kedalaman kurang dari 70 m, karang masih dapat tumbuh tetapi

hubungan simbiosisnya dengan zooxanthellae seringkali persisten dan kapasitas

karag untuk mendepositkan kapur (limestone) akan menurun sehingga bentuknya

relatif kecil.

Sumber: Veron (1986) Sumber: Nybakken (1992)

Gambar 2.3 Anatomi polip karang dan letak zooxanthellae

Tentakel

Mulut

Epidermis

Kerongkongan

Gastrodermis

Kerangka

Septa Kerangka dalam Cawan

Cawan Koralit

Zooxan thellae

Page 15: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 10

Organisme pembangun karang yang hanya dapat hidup pada perairan

dangkal dengan sinar matahari yang cukup, sehingga memberi kesan bahwa cara

hidup hewan karang seperti tumbuh-tumbuhan. Walaupun demikian keadaannya,

karang (coral) merupakan hewan yang tidak bisa melangsungkan proses

fotosintesis. Adapun ketergantungan kehidupannya pada sinar matahari yang

cukup karena di dalam jaringan tubuhnya terdapat tumbuhan air bersel satu

(unicellular) yaitu zooxanthellae.

Dalam hubungan simbiosis mutualisme antara hewan karang dengan

zooxanthellae, hewan karang memperoleh sejumlah keuntungan yaitu oksigen

untuk respirasi yang dihasilkan dari proses fotosintesis zooxanthellae,

zooxanthellae mengendapkan kapur sebagai “rumah” hewan karang dan

zooxanthellae merupakan sumber makanan utama bagi hewan karang. Sedangkan

zooxanthellae memperoleh keuntungan yaitu tempat hidup, CO2 dan nutrien hasil

perombakan ekskresi hewan karang menunjang proses fotosintesis (Gambar 2.4).

Menurut Barnes dan Hughes (1990), cara zooxanthellae mendepositkan

kalsium karbonat tidak sepenuhnya dimengerti. Persamaan berikut hanya

merupakan hipotesis, yaitu: Ca2+ + 2HCO3- Ca(HCO3)2 CaCO3 +H2CO3

Hipotesis ini tidak dapat menjelaskan bagaimana karang Acroporidae tipe polip

spiral tumbuh lebih cepat daripada tipe lateral sedangkan tipe spiral mengandung

zooxanthellae lebih sedikit. Menurut Clark (1995), sebanyak 160-800 ton kalsium

karbonat per are per tahun didepositkan oleh zooxanthellae pada terumbu karang.

Gambar 2.4 Proses fotosintesis oleh zooxanthellae dalam jaringan hewan karang

Page 16: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 11

2.2. 2 Makanan Hewan Karang

Karang hermatypic mempunyai dua sumber makanan utama yaitu senyawa

organik yang dihasilkan dan diekskresikan oleh zooxanthellae di dalam jaringannya

dan dari mangsanya. Zooxanthellae mampu mensuplai 98 % total kebutuhan

makanan bagi hewan karang. Sumber makanan lainnya berupa debris organik atau

plankton. Karang kelompok lainnya seperti Euphyllia, Catalaphyllia dan Goniopora,

tidak menyukai perairan keruh dan mempunyai polip yang besar yang hanya mekar

pada malam hari. Mereka tidak mempunyai kumpulan sel-sel penyengat pada

tentakel. Sumber makanannya masih belum diketahui, tetapi diperkirakan terutama

dari debris organik. Karang ahermatypic dimana tidak mempunyai alga simbiosis

sebagai pensuplai makanan dalam jaringannya, seluruhnya bersifat kanibal. Seperti

anemon, mereka makan hampir segala sesuatu yang dapat mereka lumpuhkan

dengan sel penyengatnya, termasuk cacing dan ikan, dan bulu babi (Veron, 1986).

2.2.3 Reproduksi

Perkembangbiakan hewan karang dapat terjadi dengan dua cara yaitu

secara vegetatif dan generatif. Secara vegetatif merupakan cara memperbanyak

diri dengan membelah diri berulang kali. Perkembangbiakan secara vegetatif

dimana karang membentuk tunas intra-tentakuler atau ekstra-tentakuler. Dengan

membelah diri berulang kali sehingga koloni karang terdiri atas ribuan polip.

Cara kedua yaitu secara generatif, merupakan pembuahan antar sel

kelamin jantan dan sel kelamin betina yang terdapat dalam satu polip dan biasanya

dalam jaringan yang sama. Pembuahan ini menghasilkan larva planula dan untuk

beberapa saat disimpan di dalam rongga mulutnya. Sedangkan menurut Ditlev

(1980), perkembangan menjadi larva planula terjadi melalui reproduksi seksual

secara monocious dan diocious. Setelah larva memasuki fase free-swimming

(berenang bebas), maka larva planula menempel pada substrat keras dan

membentuk koloni karang atau soliter baru. Larva planula yang telah menempel

pada substrat keras pertama-tama membentuk suatu basal plate dari kapur

(Gambar 2.5).

Page 17: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 12

-

Gambar 2.5 Reproduksi generatif hewan karang

2.2. 4 Pertumbuhan Karang

Tercapainya evolusi dari ordo Scleractinia yaitu perkembangan dalam

memanfaatkan alga simbiosis untuk membentuk terumbu, merupakan kapasitasnya

untuk membentuk koloni yang kompleks melalui perbanyakan polip secara

aseksual. Dengan terbentuknya koloni yang tersusun atas ratusan atau ribuan

individu, karang terbebas dari semua pembatasan polip tunggal. Mereka dapat

tumbuh sampai ukuran yang sangat besar, mencapai usia yang besar,

menghasilkan larva yang banyak, tumbuh cukup cepat mengalahkan kompetitor

dan membangun saringan tangkapan plankton pada skala yang besar.

Karang merupakan koloni hewan yang tumbuh relatif lambat, dengan laju

pertumbuhan berkisar dari 0,1 sampai 10 cm tingginya per tahun (Clark, 1995).

Sedangkan menurut Warner (1984), laju pertumbuhan rata-rata karang adalah 1

mm per tahun. Sementara itu, kalsifikasi terumbu pada perairan dangkal (0-10 m)

berkisar 4-15 kg CaCO3/m2/tahun.

2.2. 5 Musuh Karang

Dari fase larva sampai pertumbuhan penuh menjadi koloni, karang tidak

terlepas dari musuh yang memakannya. Musuh karang yang paling terkenal

adalah bulu seribu atau disebut juga mahkota berduri atau crown-of-thorns

starfish (Acanthaster planci) (Gambar 2.6). Binatang ini mampu membinasakan

(A)

(B)

(C)(D)

A – Polip dewasa B – Larva Planula C – Planula stadium akhir dengan septa yang berkembang D – Polip muda setelah pelekatan

(Diolah dari Nybakken, 1992)

Page 18: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 13

karang dalam kawasan yang luas. Hewan ini hidup merayap pada karang dan

menyerap jaringan pada karang. Pergerakannya akan meninggalkan kerusakan

karang di belakangnya yaitu membuat karang menjadi berwarna putih dan

menggosongkan skeleton karang. Untuk memulihkan pertumbuhan karang pada

daerah yang terserang mahkota berduri dibutuhkan waktu 3-10 tahun.

Sebagai contoh, Warner (1984) mengemukakan bahwa pada tahun 1969

pernah terjadi kasus kerusakan karang oleh hewan ini yang mencapai 95 % dari

karang hidup yang ada sepanjang 38 km garis pantai di Guam mencapai

kedalaman 65 m. Kerusakan karang serupa oleh predator karang ini juga

sering dilaporkan terjadi di daerah Indo

Pasifik khususnya di Laut Merah dan Great

Barrier Reef. Serangan mahkota berduri

pernah juga terjadi di kawasan terumbu

karang Pulau Menjangan Provinsi Bali

pada tahun 1997 yang menimbulkan

kerusakan karang yang cukup parah di

kawasan tersebut Gambar 2.6 Acanthaster planci

Selain mahkota berduri, masih ada beberapa organisme lainnya yang juga

bisa menimbulkan kerusakan pada terumbu karang. Diantaranya adalah

gastropoda kecil Drupella yang mengakibatkan kerusakan karang yang luas di

Pasifik Barat, khususnya Jepang dan Micronesia. Organisme pelubang seperti

kerang kurma (Lithophaga lessepsiana), berbagai cacing termasuk peacock

(Spirobranchus giganteus) dan sponge pelubang juga mempunyai pengaruh jangka

panjang yang besar terhadap beberapa komunitas karang. Ikan kakatua (famili

Scaridae) juga mempunyai andil terhadap kerusakan karang walaupun tidak begitu

signifikan. Ikan famili ini selain bersifat herbivora grazing juga meng-grazing karang

hidup, dimana menurut Choat (1991) famili Scaridae dikenal sebagai salah satu

penyebab bioerosion yaitu terlepasnya material dari terumbu oleh proses-proses

biologi.

Page 19: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 14

2.2. 6 Klasifikasi dan Bentuk Pertumbuhan Karang

Menurut Ditlev (1980) dan Veron (1986), taksonomi karang didasarkan atas

morfologi skeleton (kerangka) karang. Karang pembangun terumbu (reef-building

coral) yang terdapat di wilayah Indo Pasifik diklasifikasikan seperti diagram pada

Gambar 2.7

Gambar 2.7 Diagram klasifikasi karang (sumber: Veron, 1986)

Kelas Subkelas Ordo Subordo Famili

Oculinidae

Merulinidae

Faviidae

Trachyphylliidae

Meandrinidae Faviina

Mussidae

Pectinidae

Agariciidae

Thannastreidae

Sederastreidae

Fungiidae

Poritidae

Fungiina

Tubiporidae

Helioporidae

Stolonifera Octocarallia

Coeno-thecalia

Milleporidae

Stylasteridae

Milleporina

Stylasterina

Hydrozoa

Caryophylliidae

Dendrophylliidae

Caryophylliina

Dendrophylliina

Scleractinia

Zoantharia

Astrocoeniidae

Pocilloporidae

Acroporidae

Astrocoeniina

Anthozoa

Page 20: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 15

Struktur individu-individu polip karang merupakan kunci identifikasi karang,

baik pola formasi koloni maupun bentuk pertumbuhan koloni. Bentuk-bentuk

pertumbuhan koloni karang umumnya dibedakan atas karang masif (massive),

karang tonggak (columnar/digitate), karang kerak (encrusting), karang bercabang

(branching), karang daun atau bunga (foliaceous), dan karang piringan/meja

(laminar/tabulate), seperti pada Gambar 2.8 (Veron, 1986).

Sumber: Veron (1986)

Gambar 2.8 Bentuk pertumbuhan karang (coral lifeform)

2.3 Lingkungan Fisik

2.3.1 Distribusi terumbu karang

Terumbu karang tersebar secara ekstensif di wilayah perairan dangkal di

wilayah tropis. Penyebarannya hampir secara eksklusif diantara 30o LU dan 30o

LS, dan terkonsentrasi pada empat bidang besar yaitu Laut Merah dan Samudera

Hindia bagian barat, Samudera Hindia dan Samudera Pasifik bagian barat (Indo-

Pasifik), Samudera Pasifik Selatan, dan Laut Karibia dan Samudera Atlantik bagian

barat. Dari empat wilayah sebaran tersebut, wilayah karang Indo-Pasifik

mempunyai keanekaragaman spesies terbesar dan mengandung sistem terumbu

yang paling ekstensif, seperti Great Barrier Reef. Membujur sepanjang 2.400 km

paralel pantai timur Australia, Great Barrier Reef secara aktual mengandung sekitar

2.400 individu terumbu dan kompleksitas terumbu menutupi sekitar 9% dari

230.000 km2 paparan benua Australia. Di dalam Great Barrier Reef terdapat 250

pulau, 700 jenis karang, 1500 jenis ikan dan 4000 jenis moluska.

a. Karang masif (massive)

b. Karang tonggak

(columnar/digitate)

c. Karang kerak (encrusting)

d. Karang bercabang

(branching)

e. Karang bunga/daun

(folioceous)

f. Karang meja/piringan

(tabulate/laminar)

g. Karang lepas (free-living)

Page 21: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 16

Karena ketergantungannya terhadap sinar matahari dan perairan yang

hangat di daerah tropis, terumbu karang hanya berkembang baik pada perairan

dangkal laut ekuatorial di daerah berlintang rendah. Perkembangan terumbu

karang lebih baik di daerah barat samudera dibandingkan sebelah timur karena air

hangat di daerah tersebut lebih luas penyebaran latitudinalnya.

Terumbu karang teradaptasi dan sebaliknya dapat memodifikasi lingkungan

fisiknya, dan oleh karenanya faktor-faktor lingkungan fisik terumbu mempunyai

perbedaan yang luas menurut daerah (Jones dan Endean, 1973). Gradien suhu

dan salinitas merupakan faktor pembatas utama penyebaran dan pertumbuhan

terumbu karang. Menurut Nybakken (1992), penyebaran terumbu karang meliputi

wilayah yang luas (jutaan mil persegi) di daerah tropis. Penyebaran terumbu

karang dibatasi oleh permukaan yang isoterm 20o C. Menurut Salm dan Clark

(1989), terumbu karang merupakan ekosistem laut yang dangkal daerah tropis

dimana perkembangannya yang terbaik pada suhu antara 25o C dan 29o C. Oleh

karena perkembangan karang yang ekstensif jarang dijumpai pada suhu di bawah

20o C. Terumbu karang cenderung dibatasi penyebarannya oleh suatu sabuk

sirkum global antara 30o LU dan 30o LS. Meskipun demikian, karang masih

dijumpai pada 35o LU seperti di Jepang dan pada 32o LS di laut Tasmania.

Kebanyakan jenis karang Indo Pasifik ditemukan mulai dari pantai timur

pulau-pulau Marshall dan Samoa. Kawasan marginal dimana hewan karang

secara perlahan-lahan membaik adalah pantai laut Afrika, pantai timur dan barat

Australia dan setengah Samudera Pasifik bagian timur. Daerah yang paling kaya

akan jenis karang adalah kepulauan Indonesia. Pusat kedua dengan beberapa

jenis khas adalah bagian barat Samudera Hindia (Ditlev, 1980).

Menurut Nybakken (1992), tidak terdapat terumbu karang pada daerah yang

luas di pantai barat Amerika Selatan dan Amerika Tengah dan juga di daerah

pantai selatan Afrika dimana daerah-daerah tersebut termasuk daerah tropis. Hal

ini disebabkan karena terjadinya up welling air dingin, yang menurunkan suhu

perairan dangkal sampai di bawah suhu yang diperlukan untuk perkembangan

terumbu karang. Selain itu, daerah tersebut mempunyai arus dingin yang mngalir

ke utara membuat suhu tetap rendah yaitu arus Humboldt di pantai Amerika

Selatan dan arus Benguala di lepas pantai Afrika Barat.

Page 22: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 17

2.3.2 Cahaya dan kedalaman

Semua karang hermatypic membutuhkan cahaya yang cukup untuk

fotosintesis alga zooxanthellae yang ada dalam jaringannya. Cahaya ini berubah-

ubah secara cepat, baik dalam intensitas maupun komposisinya menurut

kedalaman. Kecerahan perairan terumbu dapat melebihi 50 meter pada daerah

terumbu samudera terbuka dan bisa kurang dari satu meter misalnya setelah terjadi

badai di sekitar terumbu tepi. Kisaran kecerahan air ini sangat menentukan

kedalaman pertumbuhan karang, dan spesies yang berbeda mempunyai toleransi

yang berbeda terhadap tingkat cahaya baik maksimum ataupun minimum. Hal ini

juga sangat menentukan variasi komunitas terumbu.

Nontji (1987) mengemukakan bahwa cahaya diperlukan untuk fotosintesis

alga simbiosis yaitu zooxanthellae yang produksinya kemudian disumbangkan

kepada hewan yang menjadi inangnya. Kedalaman air maksimum untuk hewan

karang pembentuk terumbu adalah 40 meter. Lebih dari kedalaman itu cahaya

sudah terlalu lemah. Hutabarat dan Evans (1985) mengemukakan bahwa

kedalaman untuk kehidupan karang biasanya kurang dari 25 meter. Ditlev (1980)

menyatakan bahwa karang menurun pertumbuhannya dengan bertambahnya

kedalaman perairan. Jika air keruh, karang hanya dapat tumbuh pada kedalaman

2 meter. Sedangkan pada perairan yang jernih di sekitar pulau-pulau samudera,

karang dapat tumbuh sampai pada kedalaman lebih dari 80 meter. Menurut

Nybakken (1992), terumbu karang tidak dapat berkembang pada perairan yang

lebih dalam dari 50-70 m. Kebanyakan terumbu karang tumbuh pada kedalaman 25

m atau kurang. Hal ini menerangkan mengapa struktur ini terbatas hingga pinggiran

benoa-benoa atau pulau-pulau. Selanjutnya dikemukakan bahwa tanpa cahaya

yang cukup, laju fotosintesis zooxanthellae berkurang dan bersamaan dengan itu

kemampuan karang untuk mendopositkan kalsium karbonat dan membentuk

terumbu akan berkurang pula.

2.3.3 Arus dan aksi gelombang

Faktor penentu kedua penyebaran dan pertumbuhan karang adalah aksi

gelombang. Aksi gelombang bisa terjadi secara ekstrim terhadap permukaan depan

terumbu dan belakang dataran terumbu. Pada keadaan hari tenang, keadaan

depan terumbu suasananya juga tenang. Sebaliknya, pada saat badai bagian ini

sangat berkecamuk dan menjadi lokasi hantaman aksi gelombang. Hanya

Page 23: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 18

beberapa spesies karang yang dapat bertahan hidup pada kondisi ini (Veron,

1986).

Arus diperlukan karang untuk mendatangkan makanan berupa plankton,

membersihkan diri dari endapan-endapan, dan untuk mensuplai oksigen dari laut

lepas. Oleh karena itu, pertumbuhan karang di tempat yang selalu teraduk arus

dan ombak, lebih baik dari pada di perairan yang tenang dan terlindung. Jika air

tenang banyak mengandung lumpur atau pasir maka hewan karang akan

mengalami kesulitan untuk membersihkan diri, hanya ada beberapa jenis saja

yang mampu membersihkan diri sendiri dari endapan-endapan lumpur atau pasir

yang menutupinya (Nontji, 1987).

Pada umumnya terumbu karang lebih berkembang pada daerah-daerah

yang mengalami gelombang besar. Koloni karang dengan kerangka yang masif

dari kalsium karbonat tidak akan rusak oleh gelombang besar (Nybakken, 1992).

2.3.4 Sedimen dan substrat dasar

Di dalam dan di sekitar terumbu karang terdapat bermacam-macam tipe

sedimen, seperti koarsa pecahan karang, berbagai tipe pasir dan juga lumpur

halus. Tipe sedimen tersebut pada suatu tempat tergantung pada tingkat eksposur

terhadap arus dan aksi gelombang dan juga tergantung pada asal dari sedimen

tersebut. Di belakang terumbu yang mengarah ke garis pantai biasanya terdapat

sedimen calcareous yang dihasilkan oleh alga koralin, foraminifera, kulit kerang dan

karang. Sedimen-sedimen ini dengan mudah terbawa arus tetapi mempunyai

pengaruh yang relatif kecil terhadap kejernihan air. Dekat dengan garis pantai,

sedimen berasal dari daratan terutama melalui limpasan sungai. Sedimen ini

biasanya mempunyai kandungan bahan organik tinggi, dan oleh aksi gelombang

akan terombang ambing dan tersuspensi dalam air untuk jangka waktu yang relatif

lama, yang membuat perairan keruh dan menurunkan penetrasi cahaya. Jika

mengalami pengendapan dari suspensinya yang bisa menyebar dalam jarak yang

jauh, sedimen ini dapat membunuh organisme karang.

Substrat keras dan bersih dari lumpur diperlukan untuk pelekatan larva

planula karang yang akan membentuk koloni baru. Cangkang moluska, potongan-

potongan kayu bahkan juga besi yang terbenam dapat menjadi substrat

penempelan larva planula (Nontji, 1987).

Page 24: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 19

2.3.5 Salinitas

Salinitas yang tinggi jarang menjadi faktor yang mempengaruhi penyebaran

dan pertumbuhan komunitas karang. Sebaliknya salinitas rendah pada umumnya

sangat mempengaruhi penyebaran maupun zonasi terumbu karang. Terumbu

karang tidak dapat berkembang pada kawasan dimana secara periodik

mendapatkan masukan air sungai, dan ini merupakan faktor utama yang

mempengaruhi distribusi karang sepanjang garis pantai. Pengaruh utama

salinitas terhadap zonasi karang adalah disebabkan oleh curah hujan. Karang

dengan formasi reef-flat pada umumnya toleran terhadap salinitas rendah dalam

periode singkat, akan tetapi jika curah hujan sangat tinggi disertai dengan surut

yang sangat rendah, komunitas reef-flat bisa mengalami kerusakan (Veron, 1986).

Nontji (1987) mengemukakan bahwa hewan karang mempunyai toleransi

terhadap salinitas sekitar 24-40 promil. Adanya aliran air tawar akan menyebabkan

kematian. Menurut Well (1984), salinitas optimal bagi pertumbuhan karang adalah

36 promil. Sedangkan menurut Nybakken (1992), karang hermatypic adalah

organisme laut sejati dan tidak dapat bertahan pada salinitas air laut di bawah

kisaran yang normal (32-35 promil). Sebaliknya terumbu karang dapat tumbuh di

wilayah yang salinitasnya tinggi seperti di Teluk Persia, dimana terumbu karang

berkembang pada salinitas 42 promil.

2.3.6 Suhu

Faktor langsung lainnya yang juga sangat mempengaruhi terumbu karang

yaitu suhu. Suhu membatasi pertumbuhan karang dan perkembangan terumbu

secara menyeluruh. Bathimetri suatu kawasan juga berperan dalam mempengaruhi

bentuk suatu terumbu, tingkatan dan kedalaman pada kemiringan sisi luarnya.

Faktor-faktor tersebut, sebaliknya juga sangat mempengaruhi ketersediaan

cahaya, turbulensi, arus dan sebagainya (Veron, 1986).

Nontji (1987) mengemukakan bahwa suhu optimal yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan karang adalah sekitar 25-30o C. Suhu mempunyai peran penting

dalam membatasi sebaran terumbu karang. Oleh karena itu, terumbu karang tidak

ditemukan di daerah beriklim sedang (temperate) apalagi di daerah dingin.

Hutabarat dan Evans (1985) menyatakan bahwa suhu yang baik untuk

pertumbuhan karang 25-29oC. Barnes dan Hughes (1990) mengemukakan bahwa

karang hermatypic dapat berkembang di daerah dengan suhu rata-rata diatas 20o

Page 25: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 20

C sepanjang tahun. Hal serupa juga dikemukakan oleh Ditlev (1980). Sementara

itu, menurut Nybakken (1992), karang hermatypic dapat bertahan hidup beberapa

waktu pada suhu sedikit di bawah 20o C, akan tetapi terumbu karang tidak ada

yang berkembang pada suhu minimum tahunan rata-rata 18o C. Perkembangan

paling optimal terjadi di perairan yang rata-rata suhu tahunan antara 23-25o C.

Dengan suhu toleransi kira-kira antara 36-40oC.

2.4. Nilai EkosistemTerumbu Karang

Manfaat yang terkandung dalam ekosistem terumbu karang sangat besar

dan beragam. Menurut Sawyer (1993) dan Cesar (2000), jenis manfaat yang

terkandung dalam ekosistem terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua, yaitu

manfaat langsung dan tidak langsung. Manfaat ekosistem terumbu karang yang

langsung adalah habitat bagi sumberdaya ikan, batu karang, pariwisata, wahana

penelitian dan pemanfaatan biota lainnya. Sedangkan termasuk dalam

pemanfaatan tidak langsung adalah seperti fungsi terumbu karang sebagai

penahan abrasi pantai, keanekaragaman hayati & cadangan plasma nutfah dan lain

sebagainya.

Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem dengan potensi

sumberdaya alam yang dikelola manusia sejak lama sehingga telah menciptakan

suatu tradisi/budaya di masyarakat. Secara historis, ekosistem terumbu karang

merupakan “dapur” para nelayan di wilayah pesisir dan laut yang menjadikannya

gantungan mata pencaharian. Kontribusi ekosistem terumbu karang terhadap

perikanan ada tiga tipe yaitu : (i) penangkapan ikan langsung pada daerah

terumbu karang; (ii) penangkapan ikan di laut dangkal sekitar terumbu karang yang

menopang jaringan makanan, siklus hidup dan produktivitas; dan (iii) penangkapan

ikan di lepas pantai dimana produktivitas terumbu karang yang tinggi memberi

kontribusi untuk menopang melimpahnya ikan-ikan.

Menurut Clark (1995), potensi lestari seluruh ikan-ikan konsumsi, krustase

dan moluska di dalam ekosistem terumbu karang rata-rata 15 metrik ton per

kilometer persegi per tahun, hanya pada perairan dangkal kurang dari 30 m.

Letaknya yang mudah diakses dan tingginya nilai ekonomi sumberdaya

perikanan yang dikandungnya, telah menjadikan ekosistem terumbu karang

sebagai daerah perikanan dengan tingkat pemanfaatan yang intensif.

Page 26: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 21

Kecenderungannya adalah terjadinya overfishing terhadap sumberdaya

perikanan terumbu karang.

Menurut Pasaribu (1996) dalam Puslitbang Perikanan (1996), hampir di

seluruh Indonesia telah terjadi overfishing terhadap sumberdaya perikanan

terumbu karang khususnya untuk komoditi ikan karang. Tingkat pemanfaatan

sumberdaya ikan terumbu karang di wilayah Bali dan NTT pada tahun 1996 telah

mencapai 133% dari potensi lestarinya yang berjumlah 30.954 ton/th. Begitu juga

halnya dengan sumberdaya lobster sudah menunjukkan gejala overfishing.

Sementara itu, pemanfaatan sumberdaya terumbu karang dalam menunjang

industri farmasi mulai berkembang, khususnya industri kosmetik dan obat-obatan

antibiosis.

Garces (1992) mengemukakan bahwa terumbu karang sebagai salah satu

ekosistem pantai mempunyai nilai guna yang sangat signifikan baik ditinjau dari

aspek ekologi maupun ekonomi. Terumbu karang menyumbang hasil perikanan

laut dunia sekitar 10-15% dari total tangkapan. Terumbu karang tepi juga

memainkan peranan penting dalam memelihara stabilitas garis pantai. Disamping

itu, penampakan estetika, kekayaan biologi, air yang jernih dan aksesibilitas yang

relatif tinggi membuat terumbu karang menjadi daerah yang terkenal sebagai

kawasan pariwisata.

Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu kawasan fungsi lindung di

daerah pantai disamping sempadan pantai, ekosistem mangrove, ekosistem

padang lamun dan kawasan konservasi spesies yang dilindungi lainnya yang

mengacu kepada UU No. 5 Tahun 1990. Sebagai kawasan fungsi lindung,

ekosistem terumbu karang mengemban tugas penting sebagai perlindungan

terhadap proses-proses ekologis dan sistem penyangga kehidupan, sebagai

pengawetan keanekaragaman plasma nutfah dan berfungsi dalam memajukan

usaha-usaha penelitian, pendidikan dan pariwisata.

Ekosistem terumbu karang bersama-sama dengan ekosistem mangrove

dan ekosistem padang lamun merupakan komponen lingkungan pantai yang

mempunyai keterkaitan fungsi-fungsi ekologis dan fungsi fisik sebagai habitat.

Migrasi fauna pada berbagai fase hidupnya berlangsung dari satu ekosistem ke

ekosistem lainnya untuk pencarian makanan dan tempat perlindungan. Ekosistem

terumbu karang juga berperan dalam proses-proses transpor nutrien, baik organik

dan anorganik di antara dua ekosistem pantai tersebut (Clark, 1992). Fungsi

Page 27: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 22

fisik ekosistem terumbu karang lainnya, menurut Baker dan Kaeoniam (1986)

adalah sebagai filter air untuk menjaga kualitas air pantai, sebagai “shock

absorber”, perlindungan alamiah terhadap daratan pantai dan pulau-pulau,

meminimumkan erosi dan gangguan-gangguan di belakang terumbu, serta sebagai

penghasil pasir putih bagi pantai dan pulau-pulau.

Baker dan Kaeoniam (1986) dan Kenchington dan Hudson (1988),

menggolongkan dua bentuk utama pemanfaatan ekosistem terumbu karang, yaitu

pemanfaatan secara ekstraktif dan non ekstraktif. Pemanfaatan ekstraktif meliputi

pemanenan jenis-jenis konsumsi (seperti ikan, kepiting, lobster, keong, kerang,

gurita, bulu babi, dan penyu); pemanenan produk-produk ornamental (seperti

mutiara, ikan hias, karang, ekinodermata, moluska, dan penyu); dan pemanfaatan

produk-produk industri (seperti batu karang, sponge, dan kima). Rumput laut yang

tumbuh liar di dalam atau di belakang terumbukarang merupakan alga makro yang

beberapa diantaranya mempunyai nilai penting sebagai penghasil karaginan dan

ekstraksi agar-agar. Pemanfaatan non ekstraktif meliputi : rekreasi, ilmu

pengetahuan dan pendidikan, pariwisata, dan proteksi pantai.

Pariwisata sebagai salah satu industri kelautan yang banyak memanfaatkan

jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut. Hal ini perlu didorong perkembangannya

sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Pemanfaatan

ekosistem pesisir seperti terumbu karang untuk ekoturisme merupakan terobosan

yang sangat rasional diterapkan di kawasan pesisir, karena menghasilkan manfaat

ekonomis langsung dari ekosistem tersebut tanpa langsung

mengeksploitasi/memanen, sehingga terjamin keberlanjutan pemanfaatannya.

Sebagai contoh, Bonaire Marine Park (BMP), sebuah pulau dengan luas 288 km2 di

Laut Karibia tiap tahunnya dikunjungi oleh 4.000 – 6.000 penyelam/ lokasi. Total

penerimaan dari pariwisata yang meliputi : diver fees, dive operation, restourants,

souvenir, car rentals, local air transport dan hotel berjumlah US$ 23,20 juta/tahun

(Cesar, 2000).

Moberg and Folk (1999) dalam Cesar (2000) mengemukakan bahwa

ekosistem terumbu karang mengandung berbagai sumberdaya alam dan jasa-jasa

lingkungan (Tabel 1). Sumberdaya alam yang tersedia di dalam ekosistem terumbu

karang dapat dibedakan atas sumberdaya alam pulih dan sumberdaya alam tidak

pulih. Sumberdaya alam pulih terdiri atas bahan pangan, bahan baku industri,

produk-produk ornamental, dan ikan hias. Sedangkan sumberdaya alam tidak pulih

Page 28: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 23

yang terkandung di dalamnya berupa jenis bahan tambang. Jasa-jasa lingkungan

yang diberikan oleh ekosistem terumbu karang meliputi:

a. Jasa fisik, seperti sebagai perlindungan garis pantai, membantu perluasan

daratan, mendorong tumbuhnya mangrove dan padang lamun serta sebagai

penghasil pasir putih yang selanjutnya akan mengisi sedimen pantai.

b. Jasa biotik di dalam ekosistem, seperti penyedia habitat bagi berbagai

macam biota perairan, pemeliharaan keanekaragaman hayati dan plasma

nutfah, memelihara dan mengatur proses-proses ekologis yang esensial,

serta memelihara kelentingan ekologi.

c. Jasa biotik antar ekosistem, seperti mendukung migrasi hewan-hewan air

dari suatu habitat ke habitat lainnya, serta pertukaran nutrien dan

memperkaya jaringan makanan di laut.

d. Jasa kimia, seperti fiksasi nitrogen, Pengendali kapasitas CO2/Ca dan

asimilasi limbah.

e. Jasa informasi, seperti monitoring dan pencatat atau indikator pencemaran,

serta memberi informasi mengenai perubahan iklim.

f. Jasa sosial dan budaya, seperti menunjang rekreasi, nilai estetika dan

sumber inspirasi artistik, menjaga kelangsungan mata pencaharian

penduduk, dan menunjang budaya, agama dan nilai spiritual.

Jika seluruh fungsi, manfaat dan jasa ekosistem tersebut digabung maka

akan dapat mencerminkan Total Nilai Ekonomi. Ekosistem terumbu karang yang

menyediakan sumberdaya perikanan yang dapat dipanen dan dijual dapat dihitung

nilainya, demikian juga preservasi alam dan pariwisata alam juga menghasilkan

nilai. Fungsi fisik terumbu karang sebagai pelindung pantai/daratan juga dapat

dihitung nilai ekonominya. Namun demikian, tidak semua fungsi ekosistem terumbu

karang dapat dihitung nilai moneternya. Konsep penilaian ekonomi tersebut

didasarkan pada kesanggupan membayar (willingness to pay) untuk memperoleh

manfaat barang dan jasa atau untuk menghindari kerusakannya.

Dalam penghitungan Total Nilai Ekonomi ekosistem terumbu karang,

terdapat 6 kategori nilai yaitu:

a. Nilai penggunaan langsung (direct use value), yang diperoleh baik dari

pemanfaatan ekstraktif (perikanan, industri farmasi, dll.) maupun

pemanfaatan non-ekstrkatif. Nilai kegunaan langsung, yaitu nilai yang

diberikan oleh ekosistem melalui pemanenan secara langsung

Page 29: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 24

(pemanfaatan ekstraktif) dan dipergunakan oleh orang-orang. Nilai ekonomi

langsung dapat dibagi lagi menjadi nilai kegunaan konsumtif (untuk

produk-produk yang dikonsumsi secara lokal dan tidak terlihat di dalam

pasar, sehingga tidak masuk dalam penghitungan GDP) dan nilai kegunaan

produktif (dijual di pasar).

b. Nilai penggunaan tidak langsung (indirect use value). Nilai kegunaan tidak

langsung yaitu jasa-jasa lingkungan ekosistem yang memberi keuntungan

tanpa memanen atau merusak selama penggunaannya (pemanfaatan non-

ekstraktif). Karena bukan dalam bentuk barang dan jasa dalam pengertian

ekonomi, keuntungan ini tidak tertulis dalam statistik ekonomi nasional,

seperti GDP contohnya adalah dukungan biologis dalam bentuk nutrien,

habitat ikan, dan perlindungan garis pantai. Menentukan nilai moneter jasa

ekosistem mungkin agak sulit, terutama pada tingkat global.

c. Nilai pilihan (option value), dapat dilihat dari nilai sekarang terhadap potensi

pemanfaatan masa depan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Banyak sekali spesies-spesies karang dan biota lain yang berasosiasi di

dalamnya belum teridentifikasi manfaatnya karena kurangnya riset yang

dilakukan, atau fungsinya baru kecil saja yang telah diketahui. Mungkin

saja spesies-spesies tersebut mempunyai potensi yang besar untuk

digunakan di masa depan dengan semakin berkembangnya IPTEK.

d. Jika salah satu spesies tersebut punah sebelum diidentifikasi, hal ini

merupakan kehilangan besar bagi ekonomi global. Nilai pilihan (quasi-

option), terkait dengan nilai pilihan di masa depan yang dapat diraih dengan

adanya upaya pencegahan terhadap kehilangan yang tidak dapat pulih.

e. Nilai warisan (bequest value), terkait dengan pelestarian warisan alam bagi

generasi masa depan.

f. Nilai eksistensi (existence value). Nilai eksistensi ekosistem terumbu karang

didasarkan kepada jumlah uang yang akan dikeluarkan untuk

melindunginya. Di seluruh dunia orang-orang peduli terhadap kehidupan

liar dan sangat prihatin terhadap perlindungannya. Keprihatinan ini bisa

diasosiasikan dengan keinginan untuk mengunjungi habitat suatu spesies

yang unik dan melihatnya di alam bebas, atau ia hanya merupakan

identifikasi abstrak. Kekhawatiran masyarakat akan rusaknya ekosistem

terumbu karang dan diikuti oleh punahnya biota terumbu karang telah

Page 30: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 25

mendorong emosi untuk melakukan upaya konservasi atau menyumbang

ke organisasi konservasi yang bekerja untuk melindungi keanakeragaman

hayati terumbu karang dan ekosistemnya. Jumlah uang yang dibelanjakan

untuk pelestarian ekosistem terumbu karang dan jumlah yang bersedia

dibayarkan oleh orang-orang untuk menghindari kepunahan spesies dan

kehancuran habitatnya menunjukkan nilai eksistensi ekosistem tersebut.

Dengan kata lain, jika diumpamakan keanekaragaman hayati adalah suatu

buku pegangan bagaimana menjalankan bumi secara efektif, hilangnya satu

spesies adalah seperti merobek satu halaman dari buku itu. Jika kita

membutuhkan informasi dari halaman tersebut untuk menyelamatkan dunia,

maka kita akan sadar bahwa informasi itu sudah hilang selamanya.

2.5 Ancaman terhadap Terumbu Karang

2.5.1 Ancaman oleh Faktor Alam

Ada dua sumber ancaman terhadap terumbu karang di dunia yaitu ancaman

oleh faktor alam (natural threats) dan aktivitas manusia (anthropogenic threats).

Faktor-faktor alam yang menjadi ancaman terhadap terumbu karang antara lain

badai gelombang, pemanasan global dan predator karang dan erosi tanah.

Sedangkan ancaman oleh aktivitas manusia berupa ancaman langsung dan tidak

langsung serta sumbernya dapat berasal dari aktivitas di daratan dan aktivitas di

pesisir dan lautan.

Menurut Jameson et al. (1995) dalam Westmacott, Teliki, Wells dan West

(2000), perkiraan terakhir menunjukkan bahwa 10 % dari terumbu karang dunia

telah mengalami degradasi yang tak terpulihkan dan 30 % lainnya dipastikan akan

mengalami penurunan berarti dalam kurun waktu 20 tahun mendatang. Analisis

ancaman-ancaman yang potensial bagi terumbu karang dari kegiatan manusia

(pembangunan daerah pesisir, eksploitasi berlebih, praktek perikanan yang

merusak, pencemaran darat dan erosi dan pencemaran laut) di tahun 1998

memperkirakan bahwa 27 % dari terumbu karang di tingkat beresiko tinggi dan 31

% lainnya berada di tingkat resiko sedang (Bryant et al., 1998). Ancaman-ancaman

ini sebagian besar merupakan hasil dari kenaikan penggunaan sumberdaya pesisir

yang berkembang pesat, ditunjang oleh kurangnya pengelolaan yang tepat.

Badai yang mengancam terumbu karang di Bali biasanya berlangsung pada

musim barat dimana angin kencang membangkinkan gelombang yang besar dan di

Page 31: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 26

daerah terumbu karang pecah menjadi ombak dengan hantaman yang keras.

Hantaman gelombang dan ombak yang besar selama badai akan menimbulkan

kerusakan mekanik pada terumbu berupa pecahnya karang tipe rapuh seperti

karang bercabang dan karang tabulate (karang meja).

Pemanasan global dan El Nino Southern Oscillation (ENSO) yang

mendorong peningkatan suhu air laut (lebih besar dari 33 oC) dapat membunuh

alga simbion karang (zooxanthellae) yang mengakibatkan karang memutih

(bleaching) dan akhirnya karang mengalami kematian. Perisitiwa El Nino yang

terjadi pada tahun 1997/1998 juga berdampak terdapat beberapa sebaran terumbu

karang di Bali. Terumbu karang yang umumnya terkena pengaruh peningkatan

suhu dan mengalami bleaching adalah jenis karang Acropora (baik Acropora

branching maupun Acropora tabulate) serta jenis-jenis karang lunak (soft coral).

Terumbu karang di Bali yang terkena pengaruh El Nino yang terjadi tahun

1997/1998 antara lain terumbu karang yang terdapat di Bali utara dengan perairan

yang relatif tenang dan formasi terumbu dangkal seperti di Pulau Menjangan,

Pemuteran, Celukan Bawang, dan Teluk Jumeluk. Sedangkan terumbu karang di

Bali selatan dengan pola oseanografi yang relatif dinamis seperti di Nusa Penida

dan Nusa Dua tidak terkena pengaruh tersebut.

Crown-of Thorns atau sering disebut sebagai mahkota berduri (Acanthaster

planci) adalah jenis bintang laut (ekinodermata) yang menjadi predator utama

karang di alam. Secara normal, binatang ini merupakan salah satu binatang

penghuni terumbu karang. Habitat yang disenangi oleh bintang laut ini adalah jenis-

jenis karang bercabang. Sepanjang pergerakan binatang ini akan meninggalkan

kematian karang di belakangnya karena dia menyerap atau memakan polip karang

selama pergerakannya. Populasinya di alam diatur oleh kesimbangan ekologis

dalam sistem jaringan makanan. Mahkota berduri sendiri mempunyai sejumlah

predator baik terhadap telur dan larvanya juga terhadap juvenil dan fase

dewasanya. Kerang terompet merupakan salah satu predator mahkota berduri.

Aklan tetapi jenis karang ini sudah sangat sedikit dijumpai di alam karena banyak

diburu dan diperdagangkan sebagai souvenir.

Jika populasinya mengalami peledakan, binatang ini dapat memusnahkan

terumbu karang dalam hamparan yang luas dalam waktu singkat. Peledakan

mahkota berduri di alam masih merupakan fenomena dengan beragam hipotesis.

Peristiwa peledakan mahkota berduri pernah terjadi di Bali yaitu di Pulau

Foto Mike Severns

Foto Sudiarta

Page 32: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 27

Menjangan pada tahun 1997. Peledakan mahkota berduri di daerah ini telah

mengakibatkan kerusakan terumbu karang yang cukup parah.

Erosi tanah akibat minimnya vegetasi penutup pada daerah lahan kritis

memberi kontribusi yang cukup signifikan terhadap kerusakan karang. Erosi tanah

yang masuk ke perairan pantai baik melalui aliran sungai maupun limpasan

permukaan menimbulkan sedimentasi di sekitar daerah terumbu karang dan dapat

menghambat proses fotosintesis dan menutupi polip karang secara langsung.

Terumbu karang di Bali yang rawan terhadap sedimentasi adalah sebaran terumbu

karang di pantai utara khususnya di Kecamatan Gerokgak dan Tejakula mengingat

di wilayah ini terdapat lahan kritis dan sangat berdekatan dengan daerah pesisir.

2.5.2 Ancaman oleh Aktivitas Manusia

Aktivitas manusia yang mengancam terumbu karang dapat berasal dari dua

sumber yaitu aktivitas manusia di daratan (land-base activities) dan aktivitas di

lautan (marine-base activities).

a. Aktivitas di Daratan

Buruknya pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) serta sistem pengelolaan

lahan pertanian dengan teknik konservasi lahan yang sangat minim merupakan

salah satu faktor yang mengakibatkan tingginya tingkat erosi tanah dan ikut

menyumbang peningkatan sedimentasi di wilayah perairan pantai.

Kegiatan pembangunan di sepanjang wilayah pesisir seperti reklamasi

lahan dan penambangan pasir merupakan salah bentuk ancaman terhadap

terumbu karang. Reklamasi lahan dengan sistem pengerukan dan penimbunan

dapat meningkatkan kekeruhan yang levelnya jauh di atas ambang atas yang dapat

ditolerir oleh terumbu karang.

Sampah dan air limbah yang berasal dari kegiatan manusia di daratan

merupakan salah satu ancaman terhadap terumbu karang khususnya terumbu

karang yang penyebarannya relatif berdekatan dengan daerah pemukiman padat

dan industri. Buruknya sistem pengelolaan sampah dan air limbah di Bali dapat

menjadi ancaman yang sangat serius terhadap terumbu karang Bali. Sampah

plastik yang masuk ke laut dapat mematikan karang karena menutupi karang

secara langsung.

Page 33: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 28

b. Aktivitas di Lautan

Aktivitas manusia di lautan yang mengancam kelestarian terumbu karang

terbagi atas dua komponen utama yaitu kegiatan pemanfaatan sumberdaya

ekosistem terumbu karang dengan cara-cara yang tidak benar dan kegiatan lain di

luar pemanfaatan sumberdaya terumbu karang.

1) Destructive Fishing dan Collecting

Sumberdaya ekosistem terumbu karang merupakan salah satu sumberdaya

alam yang dikelola manusia dan bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhannya.

Kegiatan pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang di bidang perikanan

di Bali umumnya dilakukan oleh nelayan-nelayan tradisional dan seringkali bersifat

subsisten. Yang menjadi masalah adalah pemanfaatan sumberdaya tersebut

dilakukan dengan cara-cara yang tidak benar sehingga dapat menimbulkan

kerusakan pada sistem

sumberdaya alamnya, seperti

penangkapan ikan tidak ramah

lingkungan (PITRaL). Pemanfaatan

sumberdaya terumbu karang yang

sangat mengancam kelestarian

sumberdaya hayati ekosistemnya ,

Gambar 2.9 Destruktif Fishing dengan bahan peledak

Penangkapan ikan dengan bahan beracun (potasium sianida),

penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan spearfishing. Tingkat

ancaman terumbu karang tergantung pada besarnya ketergantungan masyarakat

terhadap sumberdaya tersebut dan intensitas pemanfaatannya.

Penangkapan ikan dengan bahan beracun biasanya ditujukan untuk

menangkap ikan hias dan ikan konsumsi dalam keadaan hidup. Oleh karena itu,

maraknya perdagangan ikan hias dan perdagangan ikan hidup merupakan

ancaman tersendiri bagi kelestarian terumbu karang mengingat alternatif cara

pemanfaatan yang bebas sianida masih belum berkembang. Penggunaan potasium

sianida tidak saja memusnahkan larva dan anak-anak ikan juga ikut mematikan

hewan (polip) karang.

Penangkapan ikan dengan bahan peledak walaupun intensitasnya sudah

semakin berkurang di Bali tetapi praktek-praktek perikanan ilegal tersebut masih

Page 34: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 29

tetap berlangsung di beberapa lokasi. Penangkapan ikan dengan bahan peledak ini

menimbulkan bencana ekologis yang sangat parah karena dapat memusnahkan

kehidupan yang ada di sekitar lokasi kejadian. Terumbu karang Bali yang relatif

jauh dari pengawasan masyarakat dan aparat merupakan sasaran utama kegiatan

destruktif tersebut. Lokasi-lokasi terumbu karang di Bali yang rawan terhadap

kegiatan pengeboman antara lain terumbu karang di Kabupaten Karangasem,

pantai barat kabupaten Buleleng, pantai barat Jembrana dan Nusa Penida.

Spearfishing atau menangkap ikan dengan panah merupakan cara yang

umum dilakukan para nelayan untuk menangkap ikan-ikan konsumsi berukuran

relatif besar serta menangkap loster di daerah terumbu karang. Penangkapan ikan

dengan panah ini memang bersifat selektif tetapi caranya sangat merusak karena si

pelaku dapat mematahkan karang baik karena terinjak kaki maupun gerakan anak

panah dan ikan yang sekarat terkena panah tersebut.

Selain praktek-praktek perikanan ilegal, kegiatan collecting yaitu

pengambilan biota tertentu yang hidup di terumbu karang yang biasanya

dimanfaatkan sebagai produk ornamental dan souvenir juga dapat menjadi

ancaman bagi kelestarian ekosistem. Maraknya “industri” akuarium air laut tropis di

dunia juga sangat mengancam kelestarian terumbu karang karena akan

mendorong peningkatan pengambilan karang hidup dan spesimen lainnya untuk

diperdagangkan, baik secara lokal maupun untuk ekspor. Pengambilan karang

hidup dan spesimen lainnya tidak saja secara langsung akan mengurangi tutupan

karang tetapi diyakini bahwa cara-cara pengambilannya pun dapat menimbulkan

kerusakan karang yang bukan menjadi target pengambilan tersebut.

Page 35: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 30

2) Pengambilan Batu Karang

Pengambilan batu karang untuk bahan bangunan merupakan salah satu

ancaman terhadap terumbu karang. Pengambilan batu karang walaupun sudah

dalam keadaan karang mati akan secara langsung mengurangi substrat keras

sebagai tempat penempelan larva karang.

Gambar 2.10 Kegiatan penambangan batu karang sangat merusak

3) Wisata Bahari dan Ancaman terhadap Terumbu Karang

Pemanfaatan jasa-jasa lingkungan ekosistem terumbu karang untuk

menunjang pariwisata khususnya wisata bahari sesungguhnya merupakan

terobosan yang baik dalam rangka memperoleh nilai guna yang lebih besar tanpa

melakukan pemanenan secara langsung terhadap sumberdaya alamnya. Akan

tetapi, perkembangan pemanfaatan ekosistem terumbu karang seiring dengan

semakin majunya perkembangan pariwisata di Bali masih mendapatkan berbagai

sorotan, yaitu masih rendahnya tingkat keterlibatan masyarakat lokal dan adanya

praktek-praktek pemanfaatan yang tidak terkontrol dan tidak ramah lingkungan.

Kegiatan pariwisata bahari yang dapat menjadi ancaman bagi kelestarian

terumbu karang di Bali antara lain:

a. Pembangunan fasilitas konstruksi, seperti pembangunan dan penempatan

pontoon. Pembangunan pontoon di atas hamparan terumbu karang secara

langsung dan permanen dapat merusak karang. Pemasangan jangkar

pontoon paling tidak membutuhkan area seluas empat kali luasan pontoon.

Sehingga rantai pontoon akan membentang di dasar perairan sekeliling

ponton dan akan mengalami pergerakan akibat pergerakan air (arus dan

Foto Sudiarta

Page 36: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 31

pasang surut). Kondisi ini dapat menimbulkan sentuhan dan memecahkan

karang yang ada di sekitarnya. Selain berdampak langsung, konstruksi

pontoon dapat merubah pola pergerakan air secara lokal dan membayangi

terumbu karang sehingga dapat mengganggu proses fotosintensis sehingga

secara ekologis juga berdampak terhadap terumbu karang di sekitarnya.

b. Penjangkaran boat-boat pemandu wisata selam dan snorkeling. Saat ini

lokasi-lokasi rekreasi dan wisata air (snorkeling dan diving) di Bali sebagian

besar telah dilengkapi oleh fasilitas mooring bouys sebagai tempat

penambatan boat. Namun demikian, dibeberapa lokasi lego jangkar masih

umum digunakan oleh operator boat pada saat menunggu kliennya

melakukan rekreasi dan penyelaman. Jangkar yang tersangkut di karang

dapat memecahkan koloni karang pada saat mengangkatnya. Mengingat

intensitas dan jumlah operator boat yang melakukan penjangkaran cukup

tinggi maka, aktivitas ini merupakan ancaman yang cukup serius bagi

terumbu karang.

c. Kerusakan oleh penyelam. Para konsumen wisata selam tidak saja

merupakan para penyelam yang sudah berpengalaman (advance), tetapi

juga dilakukan oleh para penyelam pemula yang umumnya mempunyai

pengetahuan yang minim tentang kode etik penyelaman yang ramah

lingkungan. Dalam kegiatan penyelamannya, baik sengaja maupun tidak

sengaja dapat saja menginjak karang sehingga mematahkan koloni karang

yang rapuh. Belajar menyelam secara langsung di daerah terumbu karang

juga berpotensi merusak karang.

d. Memberi makan ikan. Praktek-praktek memberi makan ikan secara rutin di

lokasi-lokasi rekreasi ditinjau dari aspek ekologis merupakan cara yang

tidak dibenarkan. Antara terumbu karang dan keberadaan ikan-ikannya

merupakan satu sistem ekologis yang saling menguntungkan. Ikan-ikan

terutama ikan herbivora secara kontinyu membantu membersihkan polip

karang dari penempelan alga. Jika ikan-ikan secara rutin diberi makan

maka dapat merubah perilaku makannya (feeding habits), sehingga

kemampuan ikan dalam membersihkan alga pada polip karang akan

berkurang. Masifnya penempelan alga pada substrat keras juga mengurangi

kemampuan penempelan larva karang untuk membentuk koloni baru.

Page 37: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 32

Sementara itu, menurut Bengen (2001) mengemukakan dampak berbagai

kegiatan manusia pada terumbu karang seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Dampak kegiatan manusia pada ekosistem terumbu karang

Kegiatan Dampak Potensial

Penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak.

Pembuangan limbah panas

Penggundulan hutan di lahan atas

Pengerukan di sekitar terumbu karang.

Kepariwisataan.

Penangkapan ikan hias dengan menggunakan bahan beracun (misalnya kalium sianida).

Penangkapan ikan dengan bahan peledak.

Perusakan habitat dan kematian masal hewan terumbu.

Meningkatkan suhu air 5-10oC di atas suhu ambien, dapat mematikan karang dan biota lainnya.

Sedimen hasil erosi dapat mencapai terumbu karang di sekitar muara sungai, sehingga mengakibatkan kekeruhan yang menghambat difusi oksigen ke dalam polip.

Meningkatkan kekeruhan yang mengganggu pertumbuhan karang.

Peningkatan suhu air karena buangan air pendingin dan pembangkit listrik perhotelan.

Pencemaran limbah manusia yang dapat menyebabkan eutrofikasi.

Kerusakan fisik karang oleh jangkar kapal/ boat.

Rusaknya karang oleh penyelam.

Koleksi dan keanekaragaman biota karang menurun.

Mengakibatkan ikan pingsan, mematikan karang dan biota avertebrata.

Mematikan ikan tanpa diskriminasi, karang dan biota avertebrata yang tidak bercangkang (anemon).

Page 38: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 33

BAB III STATUS TERUMBU KARANG BALI

Wilayah pesisir dan pulau‐pulau kecil Provinsi Bali merupakan salah satu

sebaran ekosistem terumbu karang di kawasan ekoregion Lesser Sunda dengan

luas yang telah terinventasasi yaitu mencapai 6.948 ha. Secara spasial sebarannya

meliputi tujuh wilayah kabupaten/kota yaitu Kabupaten Jembrana, Badung,

Gianyar, Kota Denpasar, Klungkung, Karangasem, dan Buleleng. Beberapa

sebaran terumbu karang mempunyai keterkaitan habitat dengan ekosistem

mangrove dan padang lamun yang memperkaya produktivitas hayati wilayah

pesisir, seperti di kawasan Teluk Gilimanuk dan perairan sepenanjung Prapat

Agung Kabupaten Buleleng, kawasan Sanur, Serangan dan Nusa Dua, dan

kawasan Nusa Lembongan‐Nusa Ceningan.

Ekosistem terumbu karang di Bali memiliki kekayaan jenis yang relatif tinggi

yaitu tercatat 406 jenis karang Scleractinia hermatifik yang telah teridentifikasi,

sebaran geografisnya meliputi 367 jenis karang terdapat di perairan Pulau Bali dan

296 jenis di Nusa Penida. Terdapat 13 jenis karang hasil survei yang masih perlu

ditelaah jenisnya dan satu jenis yaitu Euphyllia spec merupakan penemuan jenis

baru dan Isopora sp masih perlu dijelaskan lebih lanjut, sehingga secara total

terdapat 420 jenis karang Scleractinia hermatifik di perairan pesisir dan pulau‐pulau

kecil Provinsi Bali yang termasuk kedalam 16 famili dan 70 genus. Kekayaan jenis

karang di Bali ini secara keseluruhan mirip dengan yang terdapat di Taman

Nasional Bunaken dan Wakatobi, lebih tinggi dari Komodo dan Kepulauan Banda,

tetapi lebih rendah daripada Raja Ampat, Teluk Cenderawasih, Fak‐Fak Kaimana

dan Halmahera. Secara lokal, 10 lokasi dengan kekayaan jenis tertinggi yaitu

berturut‐turut: Jumeluk (181 jenis), Menjangan Anker Wreck (168 jenis),

Penuktukan (164 jenis), Kepah‐Jumeluk (158 jenis), Tulamben Drop Off (157 jenis),

Tukad Abu Tulamben (156 jenis), Sumberkima (154 jenis), Geretek dan Menjangan

Pos 2 (masing‐masing 150 jenis), dan Gili Maimpang Barat dan Gili Kuan (masing‐

masing 142 jenis).

Dari 76 site terumbu karang yang dipantau pada kedalaman 3‐5 meter,

sebanyak 13 site (17,11%) dalam kondisi sangat baik, kondisi baik 28 site

(36,84%), kondisi sedang 23 site (30,26%) dan kondisi buruk 12 site (15,79%).

Sementara itu, dari 79 site terumbu karang yang dipantau pada kedalaman 7‐10

Page 39: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 34

meter diperoleh status kondisi kategori sangat baik terdapat pada 10 site (12,66%),

kondisi baik 24 site (30,38%), kondisi sedang 33 site (41,77%) dan kondisi buruk 12

site (15,19%).

Dilihat dari luas dan tingkat kerusakannya, terdapat beberapa lokasi

terumbu karang mengalami kerusakan serius yang disebabkan oleh gangguan

mekanik, yaitu Candikusuma, Tanjung Benoa, Serangan, Ped dan Ceningan di

kawasan Nusa Penida, Gili Kuan, Jumeluk dan Anturan.

Ancaman antropogenik terhadap ekosistem terumbu karang di Bali yaitu

aktivitas pembangunan di daratan terutama kawasan pesisir perkotaan yang

mensuplai air limbah dan sampah ke laut, reklamasi wilayah pesisir dan pulau‐

pulau kecil, aktivitas wisata bahari tidak ramah lingkungan seperti pembangunan

struktur pariwisata di laut, memberi makan ikan dan penjangkaran, penangkapan

ikan berlebih, perikanan destruktif, pencemaran minyak dan kecelakaan pelayaran.

Pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang di Bali dapat

dibedakan atas dua kategori yaitu pemanfaatan ekstraktif dan non‐ekstraktif.

Pemanfaatan ekstraktif meliputi perikanan terumbu karang untuk penangkapan ikan

konsumsi, ikan hias dan produk‐produk ornamental lainnya. Pemanfaatan non‐

ekstraktif yaitu wisata bahari, meliputi aktivitas wisata diving, snorkling, hookah,

serta pengamatan terumbu dengan perahu kaca, semi‐submarine dan submarine.

Kawasan konservasi ekosistem terumbu karang yang telah ditetapkan di

Bali yaitu Taman Nasional Bali Barat dengan luas perairan 3.415 ha. Terdapat dua

kawasan konservasi perairan (KKP) yang telah dicadangkan yaitu KKP Nusa

Penida dengan luas 20.057,2 ha dan KKP Buleleng dengan luas 14.040,83 ha.

Dalam upaya pemulihan kondisi ekosistem yang telah mengalami

kerusakan, di seluruh Bali telah dikembangkan usaha-usaha rehabilitasi terumbu

karang yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah

Kabupaten/Kota, kelompok-kelompok masyarakat, LSM dan dunia usaha, dengan

menggunakan teknik terumbu buatan, transplantasi karang dan metode biorock.

Masyarakat madani dan lembaga‐lembaga non‐pemerintah telah berperan

penting dalam upaya pelestarian terumbu karang di Bali dengan berbagai

aktivitasnya, meliputi kampanye peningkatan kesadar‐tahuan, pengembangan

alternatif mata pencaharian dan alternatif pemanfaatan sumberdaya ekosistem

terumbu karang ramah lingkungan, pengawasan, perlindungan berbasis desa/adat,

dan rehabilitasi ekosistem.

Page 40: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 35

BAB IV PENUTUP

Dalam rangka efektivitas pengelolaan ekosistem terumbu karang,

Pemerintah dan Pemerintah Daerah diharapkan mempercepat penyusunan

rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai landasan utama

pemanfaatan ruang wilayah laut termasuk konservasi ekosistem serta sebagai

pedoman pengaturan kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan

dalam upaya perlindungan ekosistem.

Pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan diharapkan

membangun sinergi dan jejaring kerja yang solid dalam mewujudkan penetapan

ekosistem terumbu karang sebagai kawasan konservasi pesisir dan pulau‐pulau

kecil atau kawasan konservasi perairan untuk menyeimbangkan antara

perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan fungsi ekosistem secara berkelanjutan.

Pelestarian ekosistem terumbu karang dalam kerangka kawasan konservasi

merupakan jawaban atas berbagai permasalahan dan ancaman, agar pengelolaan

terintegrasi dan komprehensif dapat diwujudkan.

Guna mengurangi tekanan dan meningkatkan ketahanan terumbu karang

terhadap ancaman perubahan iklim dan faktor‐faktor lainnya, pengendalian

pencemaran khususnya bersumber dari aktivitas pembangunan di daratan yang

menyumbang banyak air limbah dan sampah ke laut perlu lebih ditingkatkan

mengingat adanya kecenderungan pergeseran ancaman terhadap terumbu karang

di Bali dewasa ini yang lebih besar bersumber dari daratan dibandingkan dari laut.

Kampanye peningkatan kesadar‐tahuan masyarakat mengenai pentingnya

pelestarian ekosistem terumbu karang masih perlu terus ditingkatkan, seiring pula

dengan usaha‐usaha pengembangan alternatif mata pencaharian dan

alternatif/inovasi pemanfaatan sumberdaya ekosistem secara ramah lingkungan.

Kerja‐kerja kolektif dan sinergis antara pemerintah dan LSM, kelompok

masyarakat, dunia usaha dan perguruan tinggi perlu lebih ditingkatkan dan

dilembagakan dalam suatu jejaring kerja (networking).

Guna mewujudkan tata kelola yang baik, pemerintah daerah diharapkan

memperkuat kapasitas kelembagaan pada sektor-sektor yang terkait dengan

pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut serta mengembangkan

Page 41: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 36

kebijakan, aturan-aturan dan pedoman teknis terkait pengelolaan ekosistem

terumbu karang yang arif dan bijaksana

Untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan kualitas

ekosistem terumbu karang perlu partisipasi dan peran aktif semua pihak

untuk bersama-sama mengamankannya untuk mencegah terjadinya hal-hal

yang dapat merusak kelestarian ekosistem tersebut. Kelompok pengawasan

masyarakat perlu dibangun dan diberdayakan agar dapat berperan secara

optimal dalam menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang yang bernilai

sangat tinggi bagi perekonomian masyarakat dan daerah. Usaha-usaha

rehabilitasi dan restorasi agar kualitas ekosistem terumbu karang di lokasi ini

dapat ditingkatkan.

Dalam upaya menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang di

Provinsi Bali agar fungsi-fungsi terumbu karang berlangsung secara optimal

dan pemanfaatan jasa-jasa lingkungannya dapat diperoleh secara

berkelanjutan maka pengelolaan terumbu karang di kawasan ini dilakukan

dalam kerangka “integrated coastal management”, termasuk di dalamnya

melakukan pemantauan (monitoring) secara berkala, peningkatan kapasitas

dan partisipasi para stakeholder melalui pelatihan pengelolaan terumbu

karang, pengaturan dan penaatan zonasi, pengawasan dan pengendalian

pemanfaatan, penegakan hukum, dan pengelolaan berbasis masyarakat.

Page 42: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 37

DAFTAR PUSATAKA Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali. 2009. Status Lingkungan Hidup Daerah

Provinsi Bali Tahun 2009. Denpasar.

Baker, I. and P. Kaeoniam. 1986. Manual of Coastal Development Planning and Management for Thailand. The Unesco MAP and COMAR Programmes. Bangkok-Jakarta.

Barnes, R.S.K. and Hughes. 1990. An Introduction to Marine Ecology. Blackwell Scientific Publisher. London.

Bengen, D.G. 2000. Tehnik Pengembilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Jakarta.

Cesar, H.S.J. 2000. Coral Reefs: Their Fuctions, Threats and Economic Value. In Cesar, H.S.J. (ed.). Collection Essays on The Economics of Coral Reef. CORDIO, Dept. of Biology and Environmental Sciences, Kalmar University Kalmar, Sweden.

Clark, J.R. 1992. Integrated Management of Coastal Zones. FAO. 167 pp.

Clark, J.R. 1995. Coastal Zone Management Handbook. Lewis Publishers. Boca Raton, New York, London, Tokyo.

Choat, J.H. 1991. The Biology of Herbivorous Fishes on Coral Reefs. In : Sale, P.T. (ed.). The Ecological of Fishes on Coral Reefs. Academic Press. New York.

Davis, R. 1990. Oceanography. W.C. Brown Publisher. Florida.

Ditlev, H. 1980. A Field-guide to the Reef-building Coral of the Indo-Pacific. Scandinavian Science Press Ltd. Klampenborg.

Effendi, F. 1997. Bahan Pecemar (Kimia ) dan Metoda Analisisnya pada Kawasan Pesisir dan Laut Secara Terpadu, Surabaya

English, S., C. Wilkinson and V. Baker. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australian Institute of Marine Science. Townsvile.

Hutabarat, S. dan S.M. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Jones, O.A. and R. Endean. 1973. Biology and Geology of Coral Reefs. Vol I: Geology 1. Academic Press. New York.

Jones, O.A. and R. Endean. 1977. Biology and Geology of Coral Reefs. Vol IV: Geology 2. Academic Press. New York.

Kenchington, R.A. and B.E.T. Hudson. 1988. Coral Reef Management Handbook. Unesco Regional Office for Science and Technology for South-East Asia. Jakarta.

Lovelock, C. 1993. Field Guide to The Mangrove of Queensland. Australian Instutute of Marine Science. Townsville.

Page 43: EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STATUSNYA (STUDI …

Ekosistem Terumbu Karang dan Statusnya di Wilayah Provinsi Bali 38

Menteri Lingkungan Hidup. 2001. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 tahun 2001, tentang Standar Baku Mutu Kerusakan Lingkungan Hidup. Jakarta.

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Pusat Pengelolaan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara, Kementerian Lingkungan Hidup. 2013. Profil Ekosistem Terumbu Karang Di Provinsi Bali. Denpasar.

Puslitbang Perikanan - Balitbang Pertanian Departement Pertanian. 1996. Peningkatan Visi Sumberdaya Manusia Penelitian Perikanan Menyongsong Globalisasi IPTEK. Prosiding Rapat Kerja Tenis Puslitbang Perikanan, Serpong 19-20 November 1996.

Salm, B.V. and J.R. Clark. 1989. Marine and Coastal Protected Areas. IUCN and Natural Resources Gland, Switzerland.

Sudiarta, I K. 2002. Status dan Profil Terumbu Karang di Wilayah Pesisir Bali. Lokakarya; Pembuatan Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan Bali Selatan. Bappedalda. Bali Denpasar

Suharsono dan Sukarno. 1992. Coral Assemblages Around Pulau Genteng Besar. Seribu Island Indonesia. Third ASEAN Science and Technoligy. Marine Science : Living Coastal resources.

Suharsono. 1998. Condition of Coraf Reef resources in Indonesia. Journal Pesisir & Lautan, Indonesian Journal of Coastal and Marine Resources (D.G. Veron, J.E.N. 1986. Coral of Australian and the Indo-Pacific. University of Hawaii Press. Honolulu.

Warner, G.F. 1984. Diving and Marine Biology, The Ecology of the Sublitroral. Cambridge University Press. Cambridge.

Westmacott, S., K. Teleki, S. Wells dan J. West. 2000. Pengelolaan Terumbu Karang yang Telah Memutih dan Rusak Kritis. IUCN, Gland, Swiss, dan Cambridge.