ESP1_udara

Embed Size (px)

Citation preview

ESP-Environmental Support Programme Danida

Panduan Penyusunan dan Pemeriksaan Dokumen UKL-UPL

Memprakirakan Dampak Lingkungan Kualitas Udara

Memprakirakan Dampak Lingkungan:

Kualitas UdaraDesember 2007

Diterbitkan oleh

Deputi Bidang Tata Lingkungan - Kementerian Negara Lingkungan Hidupdengan dukungan

Danish International Development Agency (DANIDA) melalui Environmental Sector Programme Phase 1

PengantarPenyelenggaraan sistem Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) di Indonesia masih membutuhkan berbagai penyempurnaan. Baik itu penyempurnaan pada aspek peraturan, aspek kelembagaan, maupun aspek sumber daya manusia pelaksana AMDAL. Selain aspek-aspek tersebut, KLH juga masih menjumpai berbagai kekurangan pada aspek teknik pengerjaaan AMDAL. Sorotan khusus diberikan banyak pihak terhadap lemahnya proses prakiraan dampak lingkungan dalam kajian ANDAL. Banyak konsultan penyusun AMDAL mengerjakannya dengan menggunakan metodologi prakiraan dampak yang kurang tepat. Buku Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara ini diterbitkan sebagai salah satu wujud upaya KLH untuk meningkatkan kualitas proses prakiraan dampak. Sebagaimana tercermin dari judulnya, buku ini memang khusus membahas prakiraan dampak terhadap kualitas udara. Penekanan khusus diberikan pada urutan langkah kerja dan output yang sebaiknya dihasilkan dari proses prakiraan dampak kualitas udara. Sebagai edisi pertama, buku ini tentunya masih ada kekurangan. Tanggapan dan masukan dari para pembaca sangat diharapkan agar KLH dapat terus menyempurnakan buku ini di edisi-edisi selanjutnya. Menyusul buku ini, KLH akan segera menerbitkan buku-buku panduan penggunaan metodologi prakiraan dampak untuk komponenkomponen sosial, ekonomi, dan biofisik lainnya. Sebagai penutup, KLH mengucapkan rasa penghargaan dan terima kasih kepada Pemerintah Kerajaan Denmark (melalui Danish International Development Agency atau DANIDA) atas dukungannya dalam penyusunan, pencetakan, dan penyebarluasan buku ini. Jakarta, Desember 2007

Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Tata Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup Ir. Hermien Roosita, MMFoto: Koleksi Qipra

Daftar Isi1 MEMAHAMI PRAKIRAAN DAMPAK KUALITAS UDARA ...... 1 Perubahan Kualitas Udara ........................................... 2 Prakiraan Dampak Kualitas Udara ............................ 7 Tahapan Prakiraan Dampak Kualitas Udara .......... 13 2 MEMPELAJARI KARAKTERISTIK EMISI ..................................... 15 Identifikasi Sumber Emisi ............................................ 16 Karakterisasi Emisi ......................................................... 21 Menyeleksi Polutan Penting ....................................... 26 3 MELENGKAPI LINGKUP PRAKIRAAN DAMPAK ..................... 29 Membatasi Wilayah Studi ............................................ 30 Identifikasi Objek Penerima Dampak .................... 32 Mengarahkan Prakiraan Dampak ............................. 37 4 MENCERMATI WILAYAH STUDI .................................................. 41 Mengukur Kualitas Udara Ambien ........................... 42 Mengenali Karakteristik Fisik Wilayah Studi .......... 44 Mempelajari Kondisi Meteorologis .......................... 47 5 SIMULASI PENYEBARAN POLUTAN .......................................... 53 Memilih Teknik Simulasi ............................................... 54 Menghitung Konsentrasi Sebaran Polutan ........... 62 Membuat Peta Isopleth ................................................ 65 Menghitung Konsentrasi Ambien Polutan ............ 70

PengarahHermin Roosita, Ary Sudijanto, Harni Sulistyowati, Widhi Handoyo (Kantor Asisten Deputi Kajian Dampak Lingkungan, Deputi Bidang Tata Lingkungan, KLH)

PenyusunQipra Galang Kualita, yang terdiri dari: Rudy Yuwono, Sri Listyarini , Laksmi Wardhani (konsep & tulisan), M. Taufik Sugandi, E. Sunandar, Zarkoni (tata letak & desain grafis), Isna Marifa, Nuraman Sjach (dukungan editorial)

ApresiasiUntuk Pendanaan: Danish International Development Agency (DANIDA) melalui Environmental Sector Program (ESP) Phase 1. Untuk Masukan dan Substansi: Arief Sabdo Yuwono (Institut Pertanian Bogor), Driejana (Institut Teknologi Bandung), Kardono (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), Yeremiah RT (Universitas Nasional), Yana Mariska, Taufik Affif (Institut Teknologi Bandung) Untuk Foto: Winarko Hadi (IATPI), Bayu R. Tribuwono (Qipra), Taufik Ismail (Qipra), Rio Marantika (Qipra), Deasy (Qipra), Yuyun Mulyani, Eka Jatnika, Indar Atmoko, Heri Wibowo, Sulaiman (Green Planet Indonesia)

DisclaimerPanduan ini adalah panduan lepas mengenai metodologi prakiraan dampak lingkungan terhadap kualitas udara. Isi dari panduan ini bukan merupakan satu-satunya metodologi yang boleh diberlakukan. Panduan ini tidak memiliki kekuatan hukum yang sama sebagaimana produk hukum Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Diterbitkan OlehDeputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Gedung A Lantai 6 Jl. D.I. Panjaitan Kav 24, Kebun Nanas, Jakarta 13410 Telp/Faks (021) 85904925 PO BOX 7777 JAT 13000 e-mail: [email protected] Website: http:\\www.menlh.go.id

Foto: Indar Atmoko

Tentang Buku IniBuku ini berisi uraian dari langkah-langkah kerja yang dibutuhkan dalam melakukan prakiraan dampak lingkungan terhadap kualitas udara. Langkah-langkah kerja disusun sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan kajian AMDAL. Termasuk di dalamnya adalah langkah-langkah kerja dalam tahap pelingkupan, khususnya penyusunan dampak penting hipotetik untuk kebutuhan prakiraan dampak kualitas udara. Buku ini tidak ditujukan untuk menguraikan aspek ke-ilmiah-an dari dispersi polutan udara secara mendalam. Untuk uraian mengenai hal itu, pembaca disarankan untuk mencarinya dari referensi lain yang sudah banyak tersedia. Sasaran pembaca buku ini adalah para ahli (konsultan) pencemaran udara yang akan membantu pemrakarsa untuk memprakiraan dampak kualitas udara sebagai bagian dari kajian ANDAL. Para anggota Komisi Penilai AMDAL juga dapat memanfaatkan informasi dari buku ini saat ingin memeriksa kelayakan dokumen ANDAL yang dinilainya. KLH tidak membatasi pemrakarsa dan para tenaga ahlinya untuk menggunakan metode-metode yang disebutkan dalam buku ini. Selama pemrakarsa memiliki alasan yang dapat diterima Komisi Penilai AMDAL, KLH mempersilahkan pemrakarsa untuk menggunakan metode prakiraan dampak yang diinginkannya.

Susunan BukuBuku ini diawali dengan bagian Memahami Prakiraan Dampak Kualitas Udara yang memuat maksud, tujuan, batasan, tingkat kedalaman, dan output dari suatu proses prakiraan dampak kualitas udara. Diharapkan pembaca nantinya dapat memiliki kesamaan pemahaman tentang proses prakiraan dampak tersebut sebelum melangkah ke bagian-bagian lainnya. Bagian ini ditutup dengan uraian mengenai langkah-langkah kerja dari proses prakiraan dampak kualitas udara. Bagian selanjutnya, Mempelajari Karakteristik Emisi, mengulas langkah pertama dalam proses prakiraan dampak. Di sini dijelaskan cara mengidentifikasi sumber-sumber emisi dan mengenali karakteristik polutan yang diemisikan. Bagian ini diakhiri dengan uraian mengenai penentuan jenis polutan penting yang perlu diprakirakan sebarannya. Bagian Melengkapi Lingkup Prakiraan Dampak menjelaskan bagaimana tatacara menyusun lingkup prakiraan dampak kualitas udara. Termasuk dalam uraiannya adalah bagaimana membatasi wilayah studi, mengidentifkasi objek-objek penerima dampak, dan menentukan waktu kajian. Sebagai penutup, bagian ini menguraikan beberapa hal yang dapat digunakan sebagai kriteria penilaian sifat penting dampak. Jenis data dan informasi yang dibutuhkan untuk simulasi sebaran polutan akan diuraikan pada bagian Mencermati Wilayah Studi. Termasuk di dalamnya adalah data dan informasi mengenai kualitas udara ambien, kondisi permukaan lahan, dan kondisi meteorologis wilayah studi. Bagian selanjutnya, Simulasi Penyebaran Polutan, mengulas berbagai pilihan teknik yang dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi sebaran polutan yang diemisikan suatu sumber. Selain perhitungan secara manual, bagian ini juga akan memperkenalkan beberapa perangkat lunak (software) dispersi polutan yang dapat digunakan.

Foto: Taufik Ismail

1

MEMAHAMI PRAKIRAAN DAMPAK KUALITAS UDARAPERUBAHAN KUALITAS UDARA ........................................................... 2 Polutan Udara ........................................................................................ 2 Pencemaran Udara .............................................................................. 3 4 Boks: Baku Mutu Udara Ambien .................................................

Dampak Perubahan Kualitas Udara ............................................... 6

PRAKIRAAN DAMPAK KUALITAS UDARA .......................................... 7 Output Prakiraan Dampak ................................................................. 7 Boks: Kedalaman Prakiraan Dampak ......................................... 9

Kegiatan Wajib Prakiraan Dampak .................................................10 Dampak Penting Hipotetik................................................................ 10 Penilaian Dampak ................................................................................ 11

TAHAPAN PRAKIRAAN DAMPAK KUALITAS UDARA ..................... 13Bagian ini akan mengajak kita untuk memahami makna dari prakiraan dampak terhadap kualitas udara. Khususnya pemahaman dalam konteks pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Berbagai jenis polutan udara dan dampak-dampaknya akan dibahas di awal bagian ini. Selanjutnya, di akhir bagian ini, kita akan menguraikan tahap-tahap yang harus dijalani dalam memprakirakan dampak tersebut. Termasuk juga tahap-tahap dalam proses pelingkupannya. Informasi pada bagian ini sangat penting untuk dipahami sepenuhnya sebelum kita melanjutkan ke uraian-uraian lain dalam buku ini.

1

PERUBAHAN KUALITAS UDARAUdara di sekeliling kita, atau udara ambien, memiliki kualitas yang mudah berubah. Intensitas perubahannya dipengaruhi oleh interaksi antar berbagai polutan yang dilepas ke udara ambien dengan faktor-faktor meteorologis (angin, suhu, hujan, cahaya matahari). Berikut ini akan dibahas beberapa hal mendasar tentang perubahan kualitas udara. tan sekunder (lihat gambar di bawah). Akibat dorongan angin, polutan akan terdispersi (tersebar) mengikuti arah angin tersebut. Sebagian polutan dalam perjalanannya dapat terdeposisi (deposited) atau mengendap ke permukaan tanah, air, bangunan, dan tanaman. Sebagian lainnya akan tetap tersuspensi (suspended) di udara. Seluruh kejadian tersebut akan mempengaruhi konsentrasi polutan-polutan di udara ambien. Atau, dengan kata lain, mengubah kualitas udara ambien. Sebenarnya terdapat banyak sekali jenis polutan yang mungkin dapat mengotori udara ambien. Ada yang berwujud gas, padatan, maupun cairan. Sebagian merupakan polutan primer, sebagian lagi merupakan polutan

POLUTAN UDARAPolutan primer yang diemisikan oleh suatu sumber emisi akan mengalami berbagai reaksi fisik dan kimia dengan adanya faktor meteorologi seperti sinar matahari, kelembaban dan temperatur. Berbagai reaksi yang terjadi juga dapat menyebabkan terbentuknya beberapa jenis polu-

Polutan NOx dan SO2 bercampur dengan air di udara untuk menjadi hujan asam

Polutan ringan terbawa ke tempat-tempat yang sangat jauh dan menyebabkan pencemaran regional

Sebagian polutan terdeposisi jatuh di wilayah objek penerima dampak

Ilustrasi: Toppeaks

Emisi polutan akan terdispersi mengikuti arah angin

Polutan dikeluarkan oleh Sumber Emisi

2

Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara

Memahami Prakiraan Dampak Kualitas Udara

Polutan digolongkan sebagai polutan primer dan polutan sekunder. Polutan primer adalah polutanpolutan yang diemisikan langsung dari sumbernya, baik itu berasal dari a) sumber alamiah seperti badai, letusan gunung berapi, semburan gas alam dari tanah, dan b) kegiatan-kegiatan manusia. Contoh dari polutan primer adalah CO, SO2, Cl2, dan debu. Di dalam udara ambien, sebagian polutan primer akan mempertahankan bentuk senyawa aslinya. Sementara itu sebagian lagi akan berubah bentuk sebagai akibat adanya interaksi dengan sesama polutan atau dengan unsur atmosfer. Polutanpolutan yang terjadi akibat interaksi dan reaksi itu dinamakan polutan sekunder. Contohnya adalah O3 (ozon) dan PAN (peroxyacetyl nitrate) yang terbentuk dari reaksi HC, NOx, dan oksigen.

Ilustrasi: Toppeaks

sekunder. Walau demikian, Baku Mutu Udara Ambien (BMUA) nasional hanya menyebutkan 9 (sembilan) jenis polutan umum, yaitu sulfur-dioksida (SO2), karbonmonoksida (CO), nitrogen-dioksida (NO2), ozon (O3), hidrokarbon (HC), PM10, PM2,5, TSP (debu), Pb (timah hitam), dustfall (debu jatuh). Kesembilan polutan ini dianggap sebagai polutan-polutan yang memiliki pengaruh langsung dan signifikan pada kesehatan manusia.

pencemaran udara baru terjadi jika masukan polutan menyebabkan mutu udara turun sampai ke tingkatan yang menyebabkan fungsinya terhambat. Misalnya, sampai ke tingkatan di mana kesehatan manusia terganggu, atau lingkungan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk mempermudah penilaian atas tercemar-tidaknya udara, kita dapat membandingkan kualitas udara dengan BMUA. Jika konsentrasi suatu polutan dalam udara ambien sudah melampaui nilai baku mutunya, kita dapat menyatakan bahwa udara sudah tercemar. Sebagai contoh, udara yang memiliki kandungan SO2 (1 jam) = 1.250 g/Nm3 dapat dianggap sudah tercemar karena nilai itu sudah melebihi nilai BMUA dari SO2 (1 jam) yang nilainya 900 g/Nm3. 3

PENCEMARAN UDARAMasuknya polutan ke dalam udara selalu menyebabkan perubahan kualitas udara. Walau demikian, masukan polutan tersebut tidak selalu dapat menyebabkan pencemaran udara. Mengacu pada definisi resminya,

NITROGEN DIOKSIDA SULFURDIOKSIDA Gas tidak berwarna, berbau dalam konsentrasi pekat. Banyak dihasilkan dari pembakaran bahan bakar yang mengandung sulfur, misalnya solar dan batubara. Menyebabkan sesak nafas bahkan kematian pada manusia dan juga pada hewan. Pada tumbuhan, menghambat fotosintesis, proses asimilasi dan respirasi. Merusak cat pada bangunan akibat reaksinya dengan bahan dasar cat dan timbal oksida (PbO). Gas SO2 adalah kontributor utama hujan asam. Gas ini berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. Terutama dari proses pembakaran bahan bakar fosil, seperti bensin, batubara dan gas alam. NO2 bisa berasal dari oksidasi dengan kandungan N dalam bahan bakar dan juga oksidasi dengan N udara karena panas. NO2 bersifat racun terutama terhadap paru. Paru-paru yang terkontaminasi dengan gas NOx akan mengalami pembengkakan. Pada konsentrasi NO2 > 100 ppm kebanyakan hewan akan mati.

Boks

Baku Mutu Udara AmbienPemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Baku Mutu Udara Ambien (BMUA) di dalam Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Pencemaran Udara (PP Nomor 41 tahun 1999). Baku mutu ini memiliki a) 9 parameter yang berlaku untuk menilai kondisi udara ambien secara umum dan b) 4 parameter lain yang hanya berlaku untuk menilai kondisi udara ambien di kawasan industri kimia dasar. Tiap parameter disertai nilai maksimalnya. Nilainilai tersebut umumnya dinyatakan dalam satuan konsentrasi, yaitu berat senyawa polutan dalam mikrogram (g) per meter kubik udara dalam kondisi normal (umumnya pada suhu 250 Celsius dan tekanan 1 atmosfer). Kualitas udara ambien dikatakan baik jika konsentrasi polutan-polutannya masih di bawah nilai baku mutunya. Nilai BMUA disediakan untuk beberapa waktu ukur rata-rata (averaging time). Misalnya, untuk waktu ukur rata-rata 1 jam, nilai baku mutu NO2 adalah 400 g/Nm3. Nilai itu nantinya harus dibandingkan dengan nilai rata-rata pengukuran 1 jam NO2. BMUA juga disertai informasi mengenai metode analisis dan peralatan yang harus digunakan.

KARBON MONOKSIDA Senyawa tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas tidak berwarna. Dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar fosil yang tidak sempurna, seperti bensin, minyak dan kayu bakar. Juga diproduksi dari pembakaran produk-produk alam dan sintesis, termasuk rokok. Konsentrasi rendah dapat menyebabkan pusing-pusing dan keletihan, konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian.

FLUORIDA Golongan gas Halogen, berwarna coklat, sangat reaktif, dan beracun. Berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, reduksi fosfat dari tanaman, industri penghasil aluminium dan lainlain. Inhibitor yang dapat mencegah kerja berbagai enzim manusia, merusak sel tanaman. Konsentrasi cukup besar di atmosfir akan mencemari air dan tanah.

4

Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara

HIDROKARBONJika berbentuk gas di udara umumnya tergolong sebagai Volatile Organic Compounds (VOC). Bentuk cair menjadi semacam kabut minyak. Jika padatan akan membentuk debu. Berasal dari industri plastik, resin, pigmen, zat warna, pestisida, karet, aktivitas geothermal, pembuangan sampah, kebakaran hutan serta transportasi. Di udara akan bereaksi dengan bahan lain dan membentuk Polycyclic Aromatic Hidrocarbon (PAH), bila masuk dalam paruparu menimbulkan luka dan merangsang terbentuknya sel-sel kanker. TIMBAL Logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan. Sangat beracun dan menyebabkan berbagai dampak kesehatan terutama pada anak-anak. Dapat menyebabkan kerusakan sistem syaraf dan pencernaan, sedangkan berbagai bahan kimia yang mengandung timbal dapat menyebabkan kanker.

OZON Pada lapisan troposfer terbentuknya O3 akibat adanya reaksi fotokimia pada senyawa oksida nitrogen (NOx) dengan bantuan sinar matahari. Konsentrasi ozon yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada sistem pernafasan, serangan jantung dan kematian. Sebaliknya, di lapisan stratosfer keberadaan ozon sangat dibutuhkan untuk menyelimuti permukaan bumi dari radiasi sinar ultraviolet.

TOTAL SUSPENDED PARTICULATE Partikulat adalah padatan atau cairan di udara dalam bentuk asap, debu dan uap. Komposisi dan ukuran partikulat sangat berperan dalam menentukan pajanan. Ukuran partikulat debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar 0,1 mikron - 10 mikron. Partikulat juga merupakan sumber utama haze (kabut asap) yang menurunkan visibilitas. PM10 berukuran 10 mikron. Mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi. PM2,5 berukuran 2,5 mikron. Langsung masuk ke dalam paru-paru dan mengendap di alveoli. DEBU JATUH Partikel berukuran diatas 500 mikron. Secara alamiah dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Juga pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon murni atau bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin disel yang tidak terpelihara dengan baik.

KLORIDA Gas berwarna hijau, bau sangat menyengat. Efek samping dari proses pemutihan (bleaching) dan produksi zat/ senyawa organik yang mengandung klor. Menyebabkan iritasi mata. Jika masuk dalam jaringan paru-paru dan bereaksi dengan ion hidrogen akan membentuk asam klorida yang bersifat sangat korosif dan menyebabkan iritasi dan peradangan saluran pernafasan.

5

DAMPAK PERUBAHAN KUALITAS UDARABerubahnya kualitas udara akan menyebabkan timbulnya beberapa dampak lanjutan, baik terhadap kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya, aspek estetika udara, keutuhan bangunan, dan lainnya. Berikut ini akan diuraikan secara singkat berbagai dampak lanjutan tersebut.

organik volatil (VOC atau volatile organic compounds) dengan NOx.

Dampak Terhadap BangunanAkibat fenomena hujan asam, air hujan dapat memiliki pH antara 3 sampai 4. Selain menganggu tumbuhan dan ekosistem air, hujan asam juga merusak material bangunan, seperti besi-besi baja, beton, dan batu-batuan. Paparan air hujan asam akan menggerus permukaan batu secara perlahan-lahan. Hal ini mudah terlihat dari patung-patung tua yang ada di sekeliling kita. Demikian juga pada dinding-dinding gedung yang berubah menjadi kehitaman.

Dampak Terhadap Kesehatan ManusiaYang banyak terjadi adalah iritasi mata dan gangguan Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), seperti hidung berair, radang batang tenggorokan, dan bronkitis. Partikel berukuran kecil dapat masuk sampai ke paru-paru dan kemudian menyebar melalui sistem peredaran darah ke seluruh tubuh. Gas CO, jika bercampur dengan hemoglobin, akan mengganggu transportasi oksigen. Partikel timbal akan mengganggu pembentukan sel darah merah.

Dampak Terhadap Kondisi IklimAkumulasi CO2, metana, dan N2O dapat membentuk lapisan tipis di troposfir. Pantulan panas matahari akan terhambat sehingga suhu bumi pun meningkat (global warming). Senyawa chlorofluorocarbon (CFC) dapat menjangkau lapisan stratosfer dan memecah molekulmolekul ozon di sana. Kerusakan lapisan ozon di stratosfer menyebabkan sinar UV-B matahari tidak terfilter dan masuk ke permukaan bumi sehingga dapat mengakibatkan kanker kulit pada manusia yang terpapar sinar itu. Dampak terhadap kondisi iklim umumnya digolongkan sebagai dampak skala makro. Jangkauannya mencapai ribuan kilometer lebih. Dampak skala makro umumnya disebabkan oleh unsur-unsur polutan yang relatif stabil, seperti CO2, metana, dan CFC. Dampak terhadap kesehatan manusia, aspek estetika, dan keutuhan bangunan umumnya terjadi dalam skala mikro dan skala meso yang jangkauan dampaknya dapat mencapai ratusan kilometer.Foto: Taufik Ismail

Dampak Terhadap Tumbuhan dan HewanTumbuhan di daerah berkualitas udara buruk dapat mengalami berbagai jenis penyakit. Hujan asam menyebabkan daun memiliki bintik-bintik kuning. Hujan asam akan menurunkan pH air sehingga kemudian meningkatkan kelarutan logam berat misalnya merkuri (Hg) dan seng (Zn). Akibatnya, tingkat bioakumulasi logam berat di hewan air bertambah. Penurunan pH juga akan menyebabkan hilangnya tumbuhan air dan mikroalga yang sensitif terhadap asam.

Dampak Terhadap Aspek EstetikaBau tidak enak, debu beterbangan, udara berkabut merupakan beberapa contoh gangguan estetika udara ambien. Bau tidak enak dapat ditimbulkan oleh emisi gasgas sulfida, amoniak, dan lainnya. Udara berasap kabut (asbut) atau smoke and fog (smog) akan mengurangi jarak pandang (visibility) kita. Hal ini sangat membahayakan keselamatan pengendara mobil dan motor, selain juga keselamatan penerbangan. Smog atau asbut umumnya disebabkan oleh adanya reaksi fotokimia dari senyawa 6Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara

Memahami Prakiraan Dampak Kualitas Udara

PRAKIRAAN DAMPAK KUALITAS UDARAAnalisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) merupakan bagian dari proses perencanaan suatu kegiatan. Salah satu fungsinya adalah untuk memprakirakan jenis dan besarnya dampak lingkungan penting yang dapat terjadi akibat dilaksanakannya suatu rencana kegiatan. Prakiraan dampak dilakukan pada salah satu tahapan studi AMDAL yang disebut ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan Hidup). Hasil prakiraan dampak digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk memutuskan kelanjutan dari suatu rencana kegiatan. Hasil prakiraan dampak juga dipakai untuk dasar perencanaan dari langkah-langkah yang perlu diambil untuk mencegah atau mengendalikan potensi dampak tersebut. Prakiraan dampak dalam ANDAL harus dilakukan berdasarkan dampak penting hipotetik yang sudah disepakati sebelumnya oleh Komisi Penilai AMDAL (lihat bahasan mengenai Dampak Penting Hipotetik). Artinya, dugaan-dugaan dampak penting dari emisi polutan harus terlebih dahulu dimiliki sebelum dampak kualitas udara dapat dilakukan, baik itu dugaan dampak di tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi, maupun pasca-operasi. Tanpa adanya dugaan dampak penting itu, proses prakiraan dampak dikhawatirkan akan berlangsung tanpa sasaran yang jelas. Proses prakiraan dampak dilakukan dalam lingkup wilayah studi dan lingkup waktu kajian tertentu. Selain untuk memperjelas sasaran prakiraan dampak, pembatasan ini dilakukan guna mengefisienkan proses ANDAL. Penentuan dampak penting hipotetik serta lingkup wilayah dan waktu kajian merupakan output dari salah satu langkah kerja AMDAL yang disebut pelingkupan (scoping). Prakiraan dampak kualitas udara perlu dilakukan setidaknya untuk berbagai skenario prakiraan yang ditentukan. Tiap-tiap skenario diharapkan akan menghasilkan output prakiraan yang berbeda. Salah satu skenario yang perlu dilakukan adalah skenario kejadian terburuk (worst-case scenario). Skenario prakiraan lainnya yang patut dipertimbangkan adalah skenario berdasarkanDokumen Kerangka Acuan ANDAL (KA-ANDAL) berisi arahan dari proses prakiraan yang akan dilakukan terhadap satu atau beberapa dugaan dampak penting (dampak penting hipotetik). Uraian dari pelaksanaan prakiraan dampak berikut hasilnya dapat dijumpai dalam dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL). Sedangkan langkah-langkah yang harus dilakukan permrakarsa untuk mengelola dampaknya dapat dijumpai dalam dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL). Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) berisi rencana pemantauan dari komponen-komponen lingkungan yang diprakirakan akan terkena dampak.

perbedaan kondisi operasi dari suatu rencana kegiatan, skenario operasi musim hujan dan musim kemarau, dan sebagainya.

OUTPUT PRAKIRAAN DAMPAKOutput prakiraan dampak kualitas udara merupakan konfirmasi dan pendalaman informasi dari jenis serta besaran (magnitude) dampak penting hipotetik yang su-

7

dah ditentukan sebelumnya. Output prakiraan dampak kemudian perlu dinilai sifat penting-nya (significancy) untuk menentukan apakah suatu dampak penting hipotetik memang benar-benar dapat digolongkan sebagai dampak penting (lihat bahasan mengenai Penilaian Sifat Dampak). Output prakiraan dampak ditampilkan sebagai: 1. Tabel Output Prakiraan Dampak Kualitas Udara; Tabel ini berisi nilai konsentrasi sebaran polutan maksimal (CMAX) dan nilai konsentrasi ambien polutan maksimal (CMAX) yang kemungkinan terjadi di lokasi-lokasi objek penerima dampak. Perlu-tidaknya tabel itu mencantumkan kedua jenis nilai konsentrasi tersebut ditentukan oleh tingkat kedalaman prakiraan dampak yang dipilih (lihat Boks mengenai Kedalaman Prakiraan Dampak). Nilai-nilai konsentrasi dihitung berdasarkan kondisi kejadian terburuk (lihat bahasan mengenai Skenario Prakiraan Dampak di Bagian 3). Tiap jenis polutan penting yang diemisikan harus memiliki tabelnya sendiri. Tabel juga dibuat untuk tiap tahun prakiraan (lihat bahasan mengenai Waktu Kajian di Bagian 3). 2. Peta Isopleth Semburan; Peta ini dibuat untuk menunjukkan peningkatan konsentrasi polutan (C) di wilayah sekitar sumber emisi sebagai akibat adanya emisi polutan yang bergerak mengikuti tiupan angin dominan. Garis-garis isopleth nantinya akan memiliki wujud seperti bola semburan (plume). Nilai-nilai peningkatan konsentrasi dihitung berdasarkan kondisi kejadian rata-rata (lihat bahasan mengenai Skenario Prakiraan Dampak di Bagian 3). Tiap jenis polutan penting yang diemisikan harus memiliki peta isoplethnya sendiri. Cara pembuatan peta isopleth ini dapat dilihat pada Bagian 5 buku ini. 3. Peta Isopleth Wilayah Sebaran; Peta ini dibuat untuk menunjukkan pola peningkatan sebaran polutan dalam kondisi rata-rata di seluruh wilayah sebaran dampak. Gradasi peningkatan konsentrasi rata-rataPeta isopleth berisi garis-garis yang menghubungkan titik-titik lokasi yang akan memiliki kesamaan konsentrasi sebaran polutan. Output prakiraan dampak setidaknya terdiri dari peta Isopleth Semburan (gambar atas) dan Peta Isopleth Wilayah Sebaran (gambar bawah). Peta-peta ini harus dibuat untuk tiap jenis polutan penting.Foto: Koleksi Qipra

8

Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara

Memahami Prakiraan Dampak Kualitas Udara

Boks

Kedalaman Prakiraan DampakAda 3 (tiga) tingkat kedalaman prakiraan dampak kualitas udara yang dapat diterapkan, yaitu:

Penentuan tingkat kedalaman yang dibutuhkan dapat dipengaruhi oleh tingkat prioritas dari suatu dampak penting hipotetik (lihat bahasan terkait). Dalam beberapa kasus, kita mungkin cukup membutuhkan prakiraan Tingkat 1 (Prakiraan Penyebaran Polutan). Misalnya saat kita ingn memprakirakan pengaruh dari sumber emisi yang bersifat sementara seperti kegiatan konstruksi. Sedangkan untuk kasus lainya, kita mungkin perlu melakukan prakiraan Tingkat 2 (Prakiraan Kualitas Udara Ambien). Misalnya saat kita ingin memprakirakan pengaruh dari sumber emisi yang bersifat kontinyu dan terus menerus. Sementara itu, dalam dokumen-dokumen ANDAL yang ada, prakiraan Tingkat 3 (Prakiraan Dampak Lanjutan) masih jarang sekali dilakukan secara kuantitatif. Jenis dampak lanjutan yang diprakirakan akan terjadi berikut besarannya lebih banyak dinilai secara kualitatif di bagian Evaluasi Dampak dokumen ANDAL. Perlu tidaknya kita melakukan prakiraan Tingkat 3 sebaiknya dikonfirmasikan ke Komisi Penilai AMDAL yang berwenang.

9

yang mungkin terjadi akan tervisualisasikan di peta isopleth ini. Nilai-nilai peningkatan konsentrasi dihitung berdasarkan kondisi kejadian rata-rata. Tiap jenis polutan penting yang diemisikan harus memiliki peta isopleth-nya sendiri. Tergantung kepada kedalaman prakiraan yang dipilih, peta Isopleth Wilayah Sebaran juga dapat dibuat untuk menunjukkan gradasi konsentrasi ambien polutan. Cara pembuatan peta isopleth ini dapat dilihat pada Bagian 5 buku ini. Perlu diingat bahwa nilai konsentrasi polutan perlu disampaikan dalam suatu waktu rata-rata (averaging times). Lebih baik lagi, kalau waktu rata-rata yang digunakan sesuai dengan waktu rata-rata dalam kriteria penilaian sifat pentingnya. Output prakiraan dampak juga perlu disertai dengan informasi mengenai frekuensi, durasi, dan kontinuitas dari dampak yang akan terjadi. Informasi tersebut dibutuhkan agar pihak-pihak berkepentingan mengetahui bahwa suatu output prakiraan dampak hanya terjadi dalam rentang waktu dan kondisi tertentu saja.

atau lebih komponen kegiatan yang akan mengemisikan polutan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk mempengaruhi kualitas udara secara signifikan. Jika rencana kegiatan kita tidak mengemisikan polutan yang dapat menimbulkan dampak penting, berdasarkan hasil evaluasi dampak pada proses pelingkupan, prakiraan dampak kualitas udara tidak perlu kita lakukan. Prakiraan dampak kualitas udara seringkali juga tetap perlu dilakukan untuk suatu sumber komponen kegiatan walau emisinya diduga akan berada di bawah nilai BMEnya. Walau konsentrasinya kecil, komponen kegiatan itu mungkin saja akan mengemisikan polutan dalam jumlah yang besar. Dengan laju emisi yang tinggi, emisi polutan tersebut tetap mungkin mempengaruhi kualitas udara ambien secara signifikan.

DAMPAK PENTING HIPOTETIKSeperti disebutkan sebelumnya, prakiraan dampak dalam ANDAL harus dilakukan berdasarkan dugaan (hipotesa) dampak penting yang sudah disepakati sebelumnya oleh Komisi Penilai AMDAL. Suatu dampak penting hipotetik setidaknya harus menyebutkan: 1) Komponen kegiatan penyebab dampak; Biasa disebut juga sebagai sumber dampak. Untuk kepenting-

KEGIATAN WAJIB PRAKIRAAN DAMPAKPrakiraan dampak kualitas udara perlu dilakukan jika suatu rencana kegiatan Wajib AMDAL memiliki satuTidak seluruh jenis kegiatan wajib-AMDAL (sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri KLH tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan AMDAL atau Per-Men KLH No. 11 Tahun 2006) berpotensi untuk menimbulkan dampak tehadap kualitas udara, khususnya saat kegiatan-kegiatan itu sudah berada dalam tahap operasi. Beberapa jenis kegiatan wajib-AMDAL yang operasinya dikhawatirkan berdampak penting tehadap kualitas udara antara lain adalah terminal terpadu, pelabuhan atau pangkalan udara, bandar udara, industri semen, industri pulp atau industri kertas, industri petrokimia hulu, jalan tol, jalan raya, jalan layang, terowongan, tempat pembuangan akhir (TPA) sampah, instalasi pengolahan air limbah domestik, pertambangan mineral, batubara & panas bumi, kilang LPG, kilang LNG, kilang minyak, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dan Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD).

Foto: Heri Wibowo

10

Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara

Memahami Prakiraan Dampak Kualitas Udara

an prakiraan dampak kualitas udara, sumber dampak adalah emisi polutan yang dikeluarkan dari suatu sumber emisi. 2) Komponen lingkungan terkena dampak; Yaitu kualitas udara ambien dari suatu wilayah. Untuk prakiraan dampak Tingkat 3, kita perlu menyebutkan objek terkena dampak dari berubahnya kualitas udara sebagai komponen lingkungan yang terkena dampak. Kedua komponen di atas perlu disampaikan sespesifik mungkin agar proses prakiraan dampak dapat dilakukan dengan tepat-sasaran dan efisien. Misalnya dengan membatasi komponen lingkungan terkena dampak (kualitas udara ambien) hanya untuk beberapa jenis polutan tertentu saja. Sumber dampak juga harus dilengkapi dengan informasi mengenai lokasi sumber emisi dan waktu pemunculannya (lihat bahasan mengenai Pola Pemunculan Emisi di Bagian 2). Kedalaman prakiraan dampak yang akan digunakan juga perlu tercermin dari pernyataan dampak penting hipotetik. Untuk prakiraan Tingkat 3, komponen lingkungan terkena dampak harus menyebutkan jenis dampak lanjutan yang dapat terjadi pada objek penerima dampak. Misalnya, kesehatan penduduk desa khususnya menyangkut penyakit ISPA. Atau, produktivitas tanaman kentang di daerah pertanian di suatu desa.

Dampak penting hipotetik, sesuai Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Peraturan Menteri LH No. 08 Tahun 2006), perlu diklasifikasikan dan diberikan tingkat prioritasnya. Tingkat prioritas tersebut akan mempengaruhi penentuan kedalaman prakiraan dampak dari suatu dampak penting hipotetik. Dampak penting hipotetik dengan prioritas rendah dapat saja menggunakan prakiraan Tingkat 1. Sebaliknya, dampak penting hipotetik dengan prioritas tinggi sebaiknya menggunakan prakiraan Tingkat 3.

PENILAIAN DAMPAKSeperti disebutkan sebelumnya, output prakiraan dampak perlu dipelajari untuk dinilai penting atau tidaknya dampak tersebut. Penilaian sifat penting dampak dilakukan terhadap kriteria penilaian yang disepakati sebelumnya. Beberapa kriteria penilaian yang dapat digunakan antara lain adalah BMUA, nilai Tambahan Polutan Maksimal (lihat bahasan terkait di Bagian 3), nilai Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU), luas wilayah yang kualitas udaranya akan berubah secara signifikan, jumlah manusia terkena dampak, dan sebagainya. Penyimpulan penting-tidaknya suatu dampak juga mempertimbangkan besaran dampak yang dapat terjadi. Besaran dampak tersebut dihitung dengan membandingkan hasil prakiraan kualitas udara (jika komponen

Sumber Dampak: EMISI SO2 & HC

Contoh dari salah satu pernyataan dampak penting hipotetik adalah sumber dampak: emisi SO2 dan HC dari alat berat yang digunakan di lokasi pertambangan, komponen lingkungan terkena dampak: kualitas udara ambien desa Sugiharjo (khususnya menyangkut SO2 dan HC), dengan obyek penerima dampaknya adalah penduduk desa tersebut.. Komponen Lingkungan Terkena Dampak: KUALITAS UDARA AMBIEN

ilustrasi: Topppeaks

Obyek Penerima Dampak Pemukiman Desa Sugiharjo

11

kegiatan jadi dilaksanakan) dengan rona dasar kualitas udara (background concentration) di tahun prakiraan yang sama. Untuk mendapatkan rona dasar kualitas udara di suatu tahun prakiraan, perlu dilakukan prakiraan kualitas udara dengan asumsi bahwa komponen kegiatan tersebut tidak dilaksanakan (prakiraan nir-kegiatan). Output prakiraan dampak juga perlu dinilai untuk sifat pengaruh dampak-nya. Sederhananya adalah untuk penilaian positif atau negatifnya dampak penting tersebut. Suatu komponen kegiatan dinilai dapat membawa dampak negatif, jika emisi polutannya diduga akan me-

nyebabkan kualitas udara menjadi lebih buruk. Sebaliknya, komponen kegiatan itu dinilai dapat berdampak positif, jika emisi polutannya diduga akan menyebabkan kualitas udara menjadi lebih baik. Tentunya jika dibandingkan dengan kualitas udara nir-kegiatan di waktu kajian (tahun prakiraan) yang sama. Banyak penyusun AMDAL saat ini tidak melakukan prakiraan kualitas udara nir-kegiatan. Jadi, penilaian besar-kecilnya dampak dinilai dengan mengacu kepada kualitas udara saat ini (rona lingkungan awal). Hal ini dapat dibenarkan selama kita yakin bahwa kualitas udara nir-kegiatan akan tetap sama (statis) untuk tahun prakiraan yang kita pilih.

Info Grafis: Zarkoni

Suatu jalan pintas bawah-tanah (underpass) akan dibuat untuk memperlancar arus kendaraan bermotor di suatu kawasan yang kondisi lalulintasnya sudah sangat padat. Konsentrasi CO (rata-rata 24 jam) di kawasan itu saat ini sudah mencapai nilai 7.000 g/Nm3. Saat underpass beroperasi di tahun 2010, jumlah kendaraan bermotor yang melintasi kawasan itu diprakirakan akan meningkat 50 persen dari jumlahnya saat ini. Akibatnya, walau jalan underpass sudah beroperasi, konsentrasi CO di kawasan itu diprakirakan tetap akan meningkat menjadi 10.000 g/ Nm3. Untuk menilai positif-negatifnya dampak penting dari pembangunan underpass tersebut, prakiraan dampak nir-kegiatan di tahun 2010 juga dilakukan. Dengan asumsi underpass tidak jadi didirikan, maka diprakirakan kemacetan jalan akan sering terjadi. Laju kendaraan akan tersendat sehingga emisi CO akan lebih besar untuk jumlah kendaraan di tahun 2010 yang sama. Oleh karena itu, hasilnya menunjukkan konsentrasi CO di kawasan itu diprakirakan akan meningkat menjadi 13.000 g/Nm3. Perbandingan konsentrasi CO di tahun 2010 antara kedua kondisi itu (dengan dan tanpa underpass) menunjukkan adanya jalan underpass justru akan membuat kualitas udara di kawasan tersebut menjadi lebih baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keberadaan underpass akan membawa dampak positif.

12

Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara

Memahami Prakiraan Dampak Kualitas Udara

TAHAPAN PRAKIRAAN DAMPAK KUALITAS UDARABerikut ini adalah tahapan lengkap dari proses prakiraan dampak kualitas udara. Mengacu ke tatalaksana pengerjaan AMDAL, kedua tahap awal dalam diagram berikut merupakan bagian dari proses pelingkupan. Hasilnya dituangkan sebagai bagian dari dokumen KA-ANDAL. Tahap-tahap selanjutnya merupakan bagian dari proses prakiraan dampak yang baik proses maupun outputnya dituangkan sebagai bagian dari dokumen ANDAL.

Mengukur Kualitas Udara Ambien Mengenali Karakteristik Fisik Wilayah Studi Mempelajari Kondisi Meteorologis

Identifikasi Sumber Emisi Karakterisasi Emisi Menyeleksi Polutan Penting

Membatasi Wilayah Studi Identifikasi Obyek Penerima Dampak Mengarahkan Prakiraan Dampak

Memilih Teknik Simulasi Menghitung Konsentrasi Sebaran Polutan Membuat Peta Isopleth Menghitung Konsentrasi Ambien Polutan

13

Foto: Bayu Rizky

2

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK EMISIIDENTIFIKASI SUMBER EMISI ................................................................ 16 Jenis Sumber Emisi .............................................................................. 17 Lokasi Sumber Emisi ........................................................................... 17 Dimensi Sumber Emisi ....................................................................... 19 Waktu Keberadaan Sumber Emisi .................................................. 19 KARAKTERISASI EMISI ............................................................................ 21 Jenis dan Jumlah Polutan ................................................................. 21 Boks: Faktor Emisi ................................................................... 22 Pola Pemunculan Emisi ..................................................................... 24 MENSELEKSI POLUTAN PENTING ........................................................ 26 Kriteria Batas Polutan Penting ........................................................ 26 Faktor Kekhawatiran Masyarakat ................................................... 27Proses prakiraan dampak hanya dapat dilakukan setelah kita mengenali karakteristik emisi polutan dari rencana kegiatan kita dengan baik. Cermati dokumen perencanaan yang ada berikut denahnya. Dari situ, kita dapat mengidentifikasi berbagai sumber emisi yang akan ada. Dapatkan seluruh jenis polutan yang akan diemisikan, sebelum kita mengestimasi jumlah-jumlahnya. Langkah terakhir dari tahap ini adalah pemilihan polutan-polutan penting yang nantinya akan diprakirakan sebarannya.

15

IDENTIFIKASI SUMBER EMISISumber emisi adalah komponen-komponen atau bagian-bagian dari suatu rencana kegiatan yang nantinya akan mengemisikan polutan ke udara ambien. Untuk prakiraan dampak kualitas udara yang komprehensif, kita perlu mengidentifikasi seluruh sumber emisi yang akan ada di dalam rencana kegiatan. Tahapan identifikasi sumber emisi ini sebaiknya dilakukan pada tahap penentuan dampak potensial di awal proses pelingkupan. Identifikasi sumber emisi dapat dilakukan dengan mempelajari dokumen rancangan teknis dan jadwal pelaksanaannya. Adanya denah (layout) rencana kegiatan dapat mempermudah pengidentifikasian komponen-komponen kegiatan sumber emisi. Selain itu, sumber emisi dapat juga diidentifikasi dengan mempelajari kegiatan lain yang sejenis dengan rencana kegiatan kita. Informasi dari suatu sumber emisi perlu juga dilengkapi dengan keterangan mengenai lokasi, dimensi, dan waktu keberadaan dari sumber emisi tersebut. Informasi-

Foto: Koleksi Qipra

Suatu rencana kegiatan dapat saja memiliki lebih dari satu sumber emisi (multiple sources). Operasi kegiatan pertambangan, misalnya, memiliki beberapa aktivitas sumber emisi. Contohnya, komponen kegiatan peledakan guna menyingkirkan lapisan tanah permukaan, komponen kegiatan pengangkutan batuan (ore) dengan menggunakan alat berat dan truk pengangkut, komponen kegiatan penggerusan batuan, dan komponen kegiatan ekstraksi mineral dari batuan tersebut.Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara

16

Mempelajari Karakteristik Emisi

informasi tersebut nantinya sangat dibutuhkan dalam pemodelan penyebaran polutan.

polutan dari aktivitas konstruksi, tangki penyimpanan cairan (storage tanks) terbuka, timbunan bahan baku (stockpile) terbuka, lokasi penurunan dan pemuatan barang (loading area), pelapisan aspal, instalasi pengolahan air limbah, menara pendingin (cooling towers), kebocoran alat, lahan terbuka yang tererosi oleh angin (open area wind erosion), dan sebagainya. Keberadaan perangkat pengendali polusi udara di suatu sumber emisi juga sebaiknya diinformasikan karena nantinya sangat mempengaruhi perhitungan estimasi jumlah polutan. Saat ini umumnya cerobong sudah direncanakan lengkap dengan perangkat pengendali polusi udara. Perangkat tersebut bertugas untuk mengurangi jumlah emisi polutan sampai ke tingkat kualitas yang diinginkan.

JENIS SUMBER EMISIBanyak jenis komponen kegiatan yang dapat menjadi sumber emisi. Baik itu komponen-komponen kegiatan dalam tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi, maupun pasca-operasi. Beberapa komponen kegiatan yang seringkali menjadi sumber emisi dari suatu rencana kegiatan dapat dilihat pada tabel di halaman berikutnya. Suatu rencana kegiatan mungkin saja memiliki sumber emisi bergerak (mobile source) dan sumber emisi tidakbergerak (stationary source). Dengan pola pengelompokan yang lain, sumber-sumber emisi dari suatu rencana kegiatan dapat saja terdiri dari sumber titik (point source), sumber ruang (volume source), sumber area (area source), dan sumber garis (line source). Salah satu contoh sumber titik yang banyak terdapat dalam suatu rencana kegiatan adalah cerobong (stack). Banyak komponen kegiatan mengeluarkan emisi yang tergolong sebagai emisi liar (fugitive emission). Disebut demikian karena polutan-polutan akan langsung terlepas ke udara tanpa melalui sistem penangkapan polutan dan pelepasan terkendali di suatu titik, seperti cerobong atau ventilasi udara. Beberapa contoh emisi liar adalah emisi

LOKASI SUMBER EMISILokasi sumber emisi, khususnya sumber titik, dapat dinyatakan dalam sistem koordinat Cartesian. Untuk sumber wilayah dan sumber garis, kita perlu menyebutkan koordinat dari bagian sumber emisi yang letaknya paling dekat dengan suatu obyek penerima dampak. Koordinat titik terdekat itu nantinya digunakan dalam perhitungan jarak dengan obyek penerima dampak.

Foto: Taufik Ismail

Dalam rencana pengembangan jalan raya, sumber emisi penting di tahap operasi adalah kendaraan-kendaraan bermotor yang melintasi jalan tersebut. Sumber emisi ini dapat digolongkan sebagai sumber emisi bergerak, sekaligus juga sumber garis.

17

18

Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara

Mempelajari Karakteristik Emisi

Posisi sumber emisi sebaiknya dinyatakan dalam koordinat 3 dimensi X, Y, Z. Ada baiknya nilai X dan Y menggunakan acuan sistem koordinat universal, seperti UTM (Universal Transverse Mercator). Untuk nilai sumbu Z, kita bisa menggunakan elevasi muka-laut sebagai acuan. Dalam banyak kasus, posisi sumber emisi seringkali dianggap sebagai titik acuan dan diberikan kordinat lokal 0,0. Demikian pula dalam sistem kordinat relatif yang diperhitungkan berdasarkan arah mata angin.

Info Grafis: Koleksi Qipra

Elevasi sumber emisi menunjukkan jarak vertikal (atau beda tinggi) antara sumber emisi, khususnya titik lepasannya, dengan suatu bidang acuan atau elevasi + 0,0 meter. Sebagai bidang acuan dapat digunakan elevasi permukaan tanah atau elevasi muka-laut. Informasi mengenai elevasi sumber emisi sangat perlu diperhatikan terutama jika beda tingginya dengan penerima dampak dianggap siginifikan. Misalnya, sumber emisi ada di puncak bukit sementara penerima dampak ada di kaki bukit. Atau, misalnya sumber emisi merupakan cerobong yang tingginya mencapai puluhan meter.

lubang atas (bagian lepasan). Untuk sumber wilayah: luas wilayah tersebut. Untuk sumber garis: panjang dan lebar ruas jalan. Ada baiknya informasi tentang dimensi sumber emisi disampaikan bersama diagram teknisnya.

WAKTU KEBERADAAN SUMBER EMISIInformasi mengenai kapan suatu sumber emisi kira-kira akan dilaksanakan, dibangun, atau dioperasikan sangat berguna nantinya saat kita ingin menentukan batas waktu kajian (lihat bahasan terkait di Bagian 4 dari buku ini). Waktu keberadaan sumber emisi sebaiknya disampaikan sespesifik mungkin, misalnya menyebutkan bulan dan tahun dari rencana keberadaannya. Jadi, tidak hanya sekedar menyebutkan bahwa sumber emisi akan ada di tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi, dan pasca-operasi. Waktu keberadaan dari tiap-tiap sumber emisi dapat diperoleh dari jadwal pelaksanaan rencana kegiatan kita. Dari jadwal tersebut, kita juga dapat mengetahui durasi dari kelangsungan komponen kegiatan sumber emisi. Perlu diingat bahwa mungkin saja beberapa sumber emisi akan dilaksanakan dalam rentang waktu yang sama.

DIMENSI SUMBER EMISIDimensi sumber emisi perlu diketahui untuk kepentingan berbagai hal. Jika sumber emisi merupakan suatu cerobong, informasi dimensi sumber dibutuhkan antara lain untuk menghitung tinggi kepulan (plume rise). Jika sumber emisi merupakan sumber wilayah atau sumber ruang, informasi tentang dimensi sumber emisi dibutuhkan untuk menghitung jumlah emisi. Informasi dimensi yang dibutuhkan antara lain adalah: Untuk cerobong: tinggi, diameter lubang dasar dan

19

Foto: Sulaiman

Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah merupakan salah satu contoh dari sumber ruang (volume source), khususnya jika TPA tersebut memiliki timbunan yang tinggi. Hasil dari identifikasi sumber emisi harus menyebutkan bentuk, luas, tinggi, atau volume dari TPA tersebut. Emisi TPA merupakan salah satu contoh emisi fugitive atau emisi polutan yang tidak terkendali melalui cerobong atau sistem ventilasi udara.

Jika waktu keberadaannya bersamaan, ada kemungkinan emisi dari sumber-sumber itu nantinya perlu diakumulasikan. Informasi waktu keberadaan sumber emisi dan informasi waktu pemunculan emisi (lihat bahasan mengenai Pola Pemunculan Emisi) diperlukan untuk memastikan apakah sumber-sumber emisi yang ada di suatu rencana kegiatan dapat dianggap sebagai sumber majemuk (multiple sources).

Hasil identifikasi sumber emisi cerobong harus mencakup lokasi dan elevasi dasar cerobong, tinggi cerobong, diameter cerobong, dan keberadaan perangkat pengendali polusi udara. Kapan cerobong itu mulai dioperasikan juga merupakan salah satu informasi yang perlu kita ketahui.

20

Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara

Mempelajari Karakteristik Emisi

KARAKTERISASI EMISIKarakteristik emisi ditunjukkan oleh jenis dan jumlah polutan yang dikandungnya, selain juga pola pemunculan emisinya. Berikut ini adalah uraian mengenai karakteristik emisi dan cara-cara untuk mengestimasinya. rus memastikan dulu bahwa sumber emisi sejenis itu memiliki rincian proses dan bahan baku yang serupa dengan sumber emisi kita. Beda skala kegiatan juga harus diperhatikan guna menghindari perhitungan yang tidak tepat (underestimation atau overestimation).

JENIS DAN JUMLAH POLUTANSeluruh jenis polutan yang dikeluarkan dari tiap sumber emisi harus diidentifikasi dan diestimasi jumlahnya. Informasi mengenai jenis dan jumlah polutan seringkali sudah tersedia di dokumen rancangan teknis dari rencana kegiatan bersangkutan. Namun demikian, jika informasi itu belum tersedia, ada beberapa cara yang dapat kita gunakan untuk memprakirakannya. Beberapa di antaranya diuraikan berikut ini.

Estimasi dengan Faktor EmisiCara ini tergolong praktis sehingga sering sekali digunakan. Nilai Faktor Emisi (lihat boks untuk uraian lebih lengkap mengenai Faktor Emisi) dari berbagai sumber emisi saat ini mudah dijumpai di berbagai referensi. Salah satu referensi yang paling populer adalah AP 42 Compilation of Air Pollutant Emission Factors (Fifth Edition) yang diterbitkan USEPA (the United States Environmental Protection Agency). Beberapa di antaranya adalah sumber-sumber emisi dari kegiatan pembuangan sampah, kegiatan sektor perminyakan, kegiatan industri kimia, industri perkayuan, makanan dan minuman, industri perkayuan,Foto: Heri Wibowo

Estimasi dari Informasi Sumber SejenisData hasil pemantauan dari sumber emisi sejenis dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam memprakirakan jenis dan jumlah polutan dari suatu sumber emisi. Sebelum menggunakan cara ini, kita tentu ha-

Jumlah polutan umumnya dinyatakan sebagai laju emisi (emission rate) yang menunjukkan berat polutan yang diemisikan dalam satu unit waktu. Misalnya, laju emisi SO2 dari suatu pembangkit listrik tenaga uap besarnya adalah 40 ton/tahun.

21

Boks

Faktor EmisiFaktor Emisi (emission factor) menunjukkan perkiraan jumlah polutan yang akan diemisikan oleh tiap unit komponen kegiatan dari suatu sumber emisi. Nilai Faktor Emisi ditampilkan dalam satuan berat polutan per unit berat, volume, jarak, atau durasi dari komponen kegiatan yang mengemisikan polutan tersebut. Beberapa contoh nilai Faktor Emisi berikut satuannya dapat dilihat pada tabel berikut.

Nilai Faktor Emisi banyak digunakan sebagai dasar perhitungan laju emisi dengan menggunakan rumus berikut: Q = EF x A x (1 ER/100) Dimana, Q (emission rate atau laju emisi) adalah jumlah polutan yang diemisikan per satuan waktu; EF (emission factor) atau faktor emisi; A (rate of activity) adalah intensitas kegiatan per satuan waktu; dan ER (emission reduction efficiency, dalam %) adalah efisiensi pengurangan polutan dari sistem pengendali emisi yang digunakan. Ilustrasi berikut menunjukkan penggunaan Faktor Emisi untuk menghitung besaran emisi. Kegiatan konstruksi apartemen menggunakan genset 35 kW yang digunakan 10 jam per hari. Genset ini menggunakan bensin tanpa timbal. Dengan angka rata-rata konsumsi bensin 315 g/kWH, maka genset itu diperkirakan akan membutuhkan 13,5 liter/jam. Jika genset dioperasikan selama 40 hari, maka emisi genset itu diprakirakan akan memiliki karakteristik sebagai berikut. - Intensitas kegiatan (A) = (35 kW) x (10 jam/hari) x (40 hari) = 14.000 kW-jam atau 14.000 kWH - Efisiensi pengurangan polutan (ER) = 0 % - Untuk PM10, dengan faktor emisi (EF) = 4,38 x 10-4 kg PM10/kWH, maka Q = (4,38 x 10-4 kg PM10/kWH) x 14.000 kWH = 6,132 kg PM10 Tabel di samping menunjukkan hasil lengkap prakiraan laju emisi Genset termasuk polutan-polutan lain.

22

Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara

Mempelajari Karakteristik Emisi

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak (KEP13/MENLH/3/1995) menyediakan BME yang dikhususkan untuk industri besi dan baja, industri pulp dan kertas, pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batubara, dan industri semen. Selain itu, Kepmen ini juga menyediakan BME untuk jenis kegiatan lainnya. Untuk sumber bergerak, KLH menyediakan BME-nya dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor (KEP-35/MENLH/10/1993).

industri logam, dan kendaraan bermotor. Kelemahan dari perhitungan cara ini adalah akurasi nilai Faktor Emisi-nya sendiri. Tidak semua nilai sudah diuji dengan menggunakan metode uji yang sahih. Beberapa referensi faktor emisi juga sudah tersedia untuk emisi liar. Salah satunya adalah buku Fugitive Emission di Area Kegiatan Industri (2005) yang dikeluarkan oleh KLH.

Q = CBME x qvol Kelemahannya, cara ini hanya dapat digunakan untuk jenis-jenis polutan yang tercantum di BME, seperti Amoniak (NH3), Sulfur-Dioksida (SO2), Nitrogen-Dioksida (NO2), dan Partikulat.

Estimasi dengan Keseimbangan-MassaSecara ilmiah, cara ini sangat dapat dipertanggungjawabkan. Walau demikian, cara ini membutuhkan informasi yang sangat lengkap tentang bahan baku dan produk yang terlibat dalam proses dari suatu rencana kegiatan. Pendekatan keseimbangan-masa ini tepat untuk digunakan jika sebagian besar bahan baku akan terbuang nantinya sebagai polutan udara. Sebaliknya, pendekatan ini tidak tepat untuk digunakan jika kita tahu bahwa sebagian besar bahan baku akan habis terkonsumsi atau bereaksi dengan senyawa kimia lain. Perlu juga diwaspadai bahwa cara ini bisa saja menghasilkan nilai estimasi emisi yang konsentrasinya ternyata melebihi BME.

Estimasi dengan Baku Mutu EmisiBaku mutu emisi (BME) menunjukkan konsentrasi maksimal dari beberapa polutan penting yang boleh diemisikan oleh suatu kegiatan. Penggunaan BME untuk mengestimasi jumlah polutan hanya dapat digunakan jika kita yakin bahwa emisi rencana kegiatan nantinya tidak akan melampaui nilai BME-nya. Jumlah emisi polutan dihitung dengan mengalikan nilai BME dari suatu polutan (CBME) dengan debit emisi (qvol atau volumetric emission flowrate) sebagaimana terlihat dari persamaan berikut :

23

Estimasi dengan Software KhususBanyak perangkat lunak (software) saat ini tersedia untuk membantu kita dalam mengestimasi laju emisi dari berbagai jenis sumber. Beberapa di antaranya adalah 1) WATER9 untuk estimasi jumlah polutan dari sistem jaringan, tangki penyimpanan, dan instalasi pengolahan air limbah, 2) LandfillGEM (the Landfill Gas Emissions Model), untuk estimasi jumlah metana, karbondioksida, dan senyawa organik lainnya yang diemisikan suatu TPA (landfill) sampah, 3) TANKS untuk estimasi jumlah volatile organic compound (VOC) dan polutan udara bahan beracun dan berbahaya (B3) dari tangki penyimpanannya. Website USEPA memberikan kesempatan bagi kita untuk men-download beberapa software secara gratis. Perlu diingat bahwa tiap rencana kegiatan umumnya memiliki laju emisi yang berfluktuasi. Untuk kepentingan prakiraan dampak kajian ANDAL, ada baiknya kita menggunakan jumlah polutan yang maksimal (QMAX). Khususnya jika kita ingin melakukan prakiraan dampak untuk skenario kejadian terburuk (lihat bahasan mengenai Skenario Prakiraan di Bagian 3). Penggunaan jumlah polu-

tan dalam kondisi minimal dapat memberikan kita hasil prakiraan yang mungkin menyesatkan. Juga perlu diingat bahwa prakiraan dampak akan dilakukan guna mendapatkan nilai konsentrasi di waktu ratarata (averaging times) tertentu. Untuk itu, nilai jumlah polutan yang digunakan juga harus merupakan nilai untuk waktu rata-rata yang sama.

POLA PEMUNCULAN EMISIPola pemunculan emisi akan sangat berpengaruh terhadap pola penyebaran polutan dan dampak yang ditimbulkannya. Pola pemunculan emisi ditunjukkan oleh waktu, durasi, dan kontinuitas pemunculan emisi. Untuk sumber cerobong, informasi tentang kecepatan, debit, dan temperatur emisi juga dapat dianggap sebagai bagian dari pola pemunculan emisi. Waktu pemunculan emisi sangat mempengaruhi pola penyebaran polutan. Polutan yang diemisikan di malam hari umumnya akan tersebar lebih jauh dibandingkan polutan yang diemisikan di siang hari. Munculnya emisi hampir selalu mengikuti waktu keberadaan sumber emisi. Emisi akan muncul umumnya tidak lama setelah

Emisi kendaraan motor hanya akan keluar di saat mesin motor hidup. Saat mesin motor mati, tidak lama kemudian biasanya emisi knalpot juga terhenti. Polutan penting dalam emisi motor, sebagaimana emisi kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin lainnya, terdiri dari CO, HC, dan NOx.Foto: Taufik Ismail

24

Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara

Mempelajari Karakteristik Emisi

dimulainya suatu kegiatan sumber emisi. Saat kegiatan itu dihentikan, tidak lama kemudian biasanya emisi juga terhenti. Informasi mengenai waktu pemunculan emisi juga sangat dibutuhkan dalam memastikan apakah sumbersumber emisi yang ada di suatu rencana kegiatan dapat dianggap sebagai sumber majemuk (multiple sources). Durasi pemunculan emisi akan mempengaruhi jumlah polutan yang diemisikan. Semakin lama durasi emisi, semakin banyak juga polutan yang diemisikan. Durasi pemunculan emisi juga hampir selalu mengikuti durasi keberadaan sumber emisi. Informasi ini juga dibutuhkan sebagai salah satu bahan pertimbangan saat kita melakukan penilaian sifat penting dari suatu dugaan dampak. Kontinuitas pemunculan emisi akan mempengaruhi pola penyebaran dari polutan yang diemisikan. Sebagai contoh, emisi CO dari sumber lalu-lintas jalan raya akan memiliki pola penyebaran yang berbeda dengan emisi CO dari sumber pabrik yang beroperasi secara kontinu. Kontinuitas pemunculan emisi tentunya juga mempengaruhi potensi dampak yang dapat ditimbulkannya.

Emisi polutan yang tidak kontinyu seringkali dianggap memiliki potensi dampak yang lebih kecil dibandingkan emisi polutan yang kontinu. Kecepatan lepasan emisi (stack exit velocity) menunjukkan cepat atau lambatnya emisi polutan keluar dari sumbernya. Informasi kecepatan lepasan emisi lebih banyak dibutuhkan dalam prakiraan dampak dari sumber cerobong. Khususnya untuk menghitung tinggi kepulan (plume rise) emisi yang dikeluarkan dari suatu cerobong. Debit emisi (volumetric emission flowrate) menunjukkan volume emisi yang dikeluarkan per satuan waktu. Untuk suatu cerobong, debit emisi merupakan hasil perkalian antara kecepatan lepasan emisi dengan luas penampang cerobong. Suhu lepasan emisi (exit temperature) menunjukkan suhu dari aliran emisi saat meninggalkan sumbernya. Tingginya suhu lepasan emisi, sama halnya dengan kecepatan lepasan emisi, akan mempengaruhi tinggi kepulan emisi dari suatu cerobong. Dalam penggunaannya, suhu emisi lebih banyak dinyatakan dalam derajat Kelvin (0K).

Ilustrasi: Zarchoney & Toppeaks

Emisi dari suatu TPA akan terus ada walau operasinya sudah dihentikan. Durasi pemunculan emisi gas metana dan karbondioksida bisa mencapai waktu 30 tahun setelah TPA itu berhenti beroperasi.

25

MENSELEKSI POLUTAN PENTINGPertama-tama, perlu disadari bahwa tidak semua polutan yang akan diemisikan dapat menimbulkan dampak penting. Jika lajunya kecil atau durasi pemunculannya singkat, suatu emisi polutan kemungkinan besar tidak akan terlalu mempengaruhi kualitas udara ambien sampai ke tingkatan yang signifikan. Atau, kecil kemungkinan emisi polutan tersebut akan menyebabkan kualitas udara melampaui BMUA. Untuk alasan efisiensi, prakiraan dampak dari polutan yang jumlahnya sedikit tidak selalu perlu dilakukan. Lebih baik kita memusatkan perhatian pada prakiraan dampak dari polutan-polutan yang jumlahnya besar saja. Kita dapat menyebut polutan yang perlu diprakirakan dampaknya sebagai polutan penting. Ada beberapa cara yang dapat dipertimbangkan sebagai dasar penyeleksian polutan penting ini. Salah satunya adalah dengan membandingkan nilai konsentrasi maksimal (CMAX) dari sebaran polutan dengan nilai Tambahan Polutan Maksimal (TPM, lihat bahasan terkait di Bagian 3) untuk tiap-tiap polutan yang diemisikan. Perangkat lunak SCREEN3 (lihat bahasan mengenai Pilihan Software Dispersi Polutan di Bagian 5). dapat digunakan untuk mempermudah perolehan nilai CMAX tersebut. Cara lainnya adalah dengan menggunakan Kriteria Batas Polutan Penting (KBPP) sebagaimana akan dibahas berikut ini. Dasar-dasar pertimbangan dalam penyeleksian poTidak semua polutan yang akan diemisikan perlu diprakirakan dampaknya, khususnya, polutan yang laju emisinya sangat sedikit. Dalam panduan prosedur prakiraan dampak kualitas udara di beberapa negara lain, tahap ini disebut sebagai screening. Dalam tatalaksana pengerjaan AMDAL, tahapan seleksi polutan penting ini dapat diberlakukan sebagai bagian dari penentuan dampak penting hipotetik dalam proses pelingkupan.

lutan penting perlu disampaikan kepada Komisi Penilai AMDAL untuk disepakati.

KRITERIA BATAS POLUTAN PENTINGSeleksi polutan penting akan lebih mudah jika kita memiliki Kriteria Batas Polutan Penting (KBPP) yang menyebutkan jumlah minimal emisi polutan-polutan yang perlu diprakirakan dampaknya dalam ANDAL. Jika kita mengemisikan suatu polutan dalam jumlah melebihi nilai KBPP, maka kita harus melakukan prakiraan dampak untuk polutan tersebut. KLH atau intansi-instansi lingkungan di daerah belum mengeluarkan kriteria batas polutan penting ini. Walau demikian ada beberapa contoh kriteria batas polutan penting yang dapat digunakan sebagai pembanding. Salah satunya adalah Criteria of Significant Pollutant Emission Increases Requiring Impact Assessment yang dikeluarkan oleh New Jersey Department of Environmental Protection (lihat tabel di halaman berikut). Kriteria Batas Polutan Penting sebaiknya didiskusikan dengan pemerintah-pemerintah kota dan kabupaten di Indonesia. Besarnya nilai kriteria untuk tiap daerah seharusnya berbeda-beda tergantung status mutu udara ambien dari tiap daerah.

26

Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara

Mempelajari Karakteristik Emisi

FAKTOR KEKHAWATIRAN MASYARAKATAda beberapa faktor lain yang perlu kita pertimbangkan sebelum kita benar-benar mengabaikan prakiraan dampak dari polutan-polutan yang jumlahnya sedikit. Salah satunya adalah faktor persepsi atau kekhawatiran masyarakat sekitar. Sesuai aturan mengenai Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL (Kepka Bapedal No. 08 Tahun 2000), tatalaksana AMDAL memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menyampaikan masukan kepada pemrakarsa. Mungkin saja salah satu masukannya menyangkut kekhawatiran terhadap keberadaan dan sebaran dari suatu jenis polutan. Walaupun jumlahnya sedikit, ada baiknya kita meKeterangan: a. Bila tinggi cerobong/keluaran kurang dari 20 meter. b. Bila tinggi cerobong/keluaran lebih besar atau sama dengan 20 meter.

nanggapi kekhawatiran itu dan kemudian melakukan prakiraan dampak dari polutan itu. Hasilnya mungkin saja dapat digunakan untuk meyakinkan masyarakat sekitar bahwa dampak yang mereka khawatirkan tidak akan pernah ada.Foto: Koleksi Qipra

Kekhawatiran masyarakat terhadap emisi dioksin dari suatu insinerator selalu saja ada. Walau jumlahnya kecil, kita tetap perlu melakukan prakiraan penyebaran polutan itu. Hasilnya diharapkan dapat lebih meyakinkan masyarakat tentang besar-kecilnya dampak emisi dioksin di tempat mereka bermukim.

27

Foto: Winarko Hadi

3

MELENGKAPI LINGKUP PRAKIRAAN DAMPAKMEMBATASI WILAYAH STUDI ................................................................ 30 Tinjauan Kondisi Geografis ............................................................... 30 Acuan Nilai Tambahan Polutan Maksimal ................................... 30 IDENTIFIKASI OBJEK PENERIMA DAMPAK ........................................32 Sumber Informasi .................................................................................32 Lokasi Objek Penerima Dampak .....................................................33 Informasi Pelengkap ............................................................................36 MENGARAHKAN PRAKIRAAN DAMPAK ............................................ 37 Waktu Kajian ...........................................................................................37 Skenario Prakiraan Dampak ..............................................................37 Kriteria Penilaian Sifat Penting .........................................................38Dari tahap sebelumnya, kita sudah mendapatkan informasi mengenai karakteristik emisi yang ada dalam suatu rencana kegiatan. Di tahap ini, proses pelingkupan prakiraan dampak kualitas udara akan dilengkapi. Langkahnya, pertama, wilayah studi perlu ditentukan. Kedua, objek-objek penerima dampak di dalamnya diidentifikasi. Dengan ditentukannya waktu kajian, skenario prakiraan, dan juga kriteria penilaian sifat penting dampak, proses pelingkupan dapat dianggap selesai.

29

MEMBATASI WILAYAH STUDIPrakiraan dampak kualitas udara dilakukan untuk mengkonfirmasi berbagai dampak penting hipotetik yang mungkin terjadi di dalam wilayah studi. Khusus untuk permasalahan dampak kualitas udara, batas wilayah studi merupakan batas terjauh dari suatu area yang kualitas udara ambiennya masih mungkin terpengaruh secara signifikan oleh sebaran polutan. Perlu diingat bahwa di tahap pelingkupan, wilayah studi didefinisikan dengan menggunakan data yang terbatas. Perhitungannya dilakukan dengan sangat konservatif guna memaksimalkan luas wilayah studi. Dengan demikian, wilayah studi tidak dapat langsung diartikan sebagai wilayah sebaran dampak. Baru dalam kajian ANDAL, dimana data aktual sudah tersedia, kita dapat mendefinisikan wilayah sebaran dampak yang lebih akurat. Batas wilayah studi prakiraan dampak kualitas udara dapat ditentukan dengan beberapa cara. Dua di antaranya adalah dengan 1) meninjau kondisi geografis dari wilayah di sekitar sumber emisi dan 2) menggunakan acuan nilai Tambahan Polutan Maksimal (TPM). Berikut ini adalah uraian dari kedua cara tersebut. dapat mempengaruhi arah dan laju sebaran polutan. Dalam kondisi meteorologis tertentu keberadaan objekobjek geografis tersebut dapat memerangkap polutan sehingga tidak tersebar lebih jauh lagi. Pembatasan wilayah studi berdasarkan keberadaan objek-objek geografis ini layak digunakan jika memang objek-objek geografis pembatas berada tidak jauh dari sumber emisi. Misalnya, dalam jarak kurang dari 10 km.

ACUAN NILAI TAMBAHAN POLUTAN MAKSIMALAdanya tambahan polutan (pollutant increase) di suatu lokasi dapat menyebabkan konsentrasi ambien polutan itu melebihi nilai baku mutu udara ambien (BMUA). Jumlah tambahan maksimal bagi suatu polutan agar nilai BMUA tidak terlampaui disebut nilai Tambahan Polutan Maksimal (TPM atau maximum pollutant increase). Batas wilayah studi yang ditentukan berdasarkan nilai TPM merupakan suatu lingkaran yang 1) titik pusatnya adalah sumber emisi dan 2) radiusnya merupakan jarak sebaran polutan terjauh yang konsentrasinya menyamai nilai TPM. Besar-kecilnya nilai TPM di suatu wilayah seharusnya ditentukan oleh pemerintah daerah setelah mempertimbangkan kualitas udara ambien di wilayah itu. Jika kon-

TINJAUAN KONDISI GEOGRAFISKeberadaan perbukitan, pegunungan, hutan, dan laut

Nilai Tambahan Polutan Maksimal (TPM) untuk suatu polutan di suatu wilayah ditentukan dengan mempertimbangkan selisih antara konsentrasi ambien polutan saat ini (CO) di wilayah tersebut dengan nilai batas konsentrasi maksimalnya, misalnya sebagaimana diatur di Baku Mutu Udara Ambien (CBMUA).

30

Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara

Melengkapi Lingkup Prakiraan Dampak

sentrasi ambien polutan di suatu wilayah sudah tinggi (mendekati nilai BMUA) maka nilai TPM untuk polutan itu seharusnya rendah. Sebaliknya, jika konsentrasi ambien polutan di suatu wilayah masih rendah (jauh di bawah nilai BMUA) maka nilai TPM-nya dapat saja lebih besar. Oleh karena pemerintah daerah umumnya belum memiliki nilai TPM untuk daerahnya, maka Pemrakarsa bisa saja mengusulkan besaran nilai TPM tersebut. Tentunya setelah mempertimbangkan data dari konsentrasi ambien polutan penting di sekitar tapak rencana kegiatannya. Usulan nilai TPM perlu disetujui terlebih dahulu oleh Komisi Penilai AMDAL sebelum digunakan dalam penentuan batas wilayah studi. Jika data konsentrasi ambien polutan belum ada maka Pemrakarsa dapat saja mengusulkan nilai TPM yang besarnya proporsional terhadap nilai BMUA untuk suatu polutan. Sebagai contoh, nilai TPM sama dengan 20% dari nilai BMUA. Jadi, jika nilai BMUA CO (1 jam) 6000 g/Nm3 maka nilai TPM CO adalah 1200 g/Nm (1 jam). Di negara3

lain, khususnya untuk daerah yang kualitas udaranya sangat dilindungi, nilai TPM dapat mencapai seperduapuluh (5%) dari nilai BMUA. Simulasi untuk menentukan jarak, setelah nilai TPM disepakati, dapat dilakukan secara manual maupun dengan berbagi permodelan seperti model dispersi Gauss dan model kotak (box model) tergantung pada jenis sumber emisi (titik, garis atau area), ketersediaan data meteorologi dan sumber emisi. Program ini dapat digunakan apabila data yang digunakan sebagai input (terutama data karakteristik emisi dan sumber serta data meteorologi) tersedia dengan lengkap. Program komputer SCREEN3 banyak digunakan untuk kepentingan ini (lihat bahasan terkait di Bagian 5). Sebagaimana nanti akan dibahas lebih lanjut, program SCREEN3 merupakan salah satu program yang sangat praktis. Dengan mengasumsikan kondisi udara sangat stabil (kelas stabilitas atmosfer F), kita dapat memperoleh jarak terjauh yang cenderung konservatif sehingga aman untuk digunakan sebagai jarak batas TPM .

Titik TPM terjauh didapat setelah kita melakukan simulasi sebaran dari polutan penting yang memiliki laju emisi terbesar. Simulasi dilakukan berdasarkan asumsi kondisi terburuk (worst case). Artinya, simulasi dilakukan untuk kondisi atmosfer stabil (kelas stabilitas F) dengan menggunakan kecepatan angin tertinggi yang dijumpai. Wilayah studi kemudian dibuat dengan membuat lingkaran dimana lokasi sumber emisi merupakan titik pusatnya dan jarak titik TPM terjauh merupakan radiusnya.

31

IDENTIFIKASI OBJEK PENERIMA DAMPAKSetelah batasan wilayah studi diperoleh, kita dapat memulai identifikasi objek-objek di dalam wilayah tersebut yang kemungkinan dapat menerima dampak lanjutan dari berubahnya kualitas udara. Objek penerima dampak tersebut dapat merupakan objek biotik maupun objek abiotik. Dalam literatur asing, objek penerima dampak perubahan kualitas udara sering disebut sebagai Air Sensitive Receptor (ASR). Guna mengarahkan proses identifikasinya, kita perlu mengetahui berbagai jenis dampak lanjutan yang dapat ditimbulkan oleh polutan-polutan udara. Banyak referensi tersedia mengenai dampak lanjutan yang mungkin ditimbulkan oleh tiap jenis polutan. Penyebutan objek-objek penerima dampak dengan rinci, terutama untuk prakiraan dampak Tingkat 3, akan sangat membantu. Contoh, penyebutan nama bangunan atau jenis tanaman yang berpotensi terkena dampak. Dengan adanya rincian informasi tersebut, data rona lingkungan awal yang kita butuhkan nantinya hanya data yang terkait dengan rincian objek itu saja. Satu sumber emisi sangat mungkin akan berpengaruh terhadap beberapa objek penerima dampak sekaligus. Tidak hanya mempengaruhi objek sejenis tetapi juga objek yang berbeda. Misalnya, emisi pabrik semen kemungkinan besar dapat mempengaruhi manusia, tanaman, dan bangunan yang berada di sekitarnya. Prakiraan dampak kualitas udara juga seringkali dilakukan untuk waktu prakiraan yang jauh ke depan. Misalnya, untuk waktu 5 tahun dari sekarang di saat suatu pabrik kertas baru mulai dapat dioperasikan. Objek-objek yang ada 5 tahun mendatang mungkin sekali berbeda dengan objek-objek yang ada saat ini. Mungkin saja nantinya akan ada kawasan permukiman baru atau rumah sakit baru di dekat rencana kegiatan kita.

SUMBER INFORMASIObjek-objek penerima dampak dapat teridentifikasi dengan mengamati peta-peta wilayah yang mencakup wilayah studi kita. Salah satunya adalah peta tataguna lahan yang menunjukkan keberadaan kawasan pemuki-

Candi dan bangunan kuno lainnya merupakan salah satu jenis objek penerima dampak yang perlu dicermati. Contoh objek-objek penerima dampak lainnya kawasan pemukiman, lahan budidaya (pertanian, perkebunan, peternakan), industri, hotel atau tempat penginapan lainnya, obyek wisata, sarana pendidikan, perpustakaan, perkantoran, pertokoan, sarana olahraga, sarana budaya, rumah sakit, bandar udara, sarana ibadah, tumbuhan dan hewan langka.

Foto: Winarko Hadi

32

Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara

Melengkapi Lingkup Prakiraan Dampak

man, perkebunan, persawahan, kawasan industri, bandara, pelabuhan laut, tempat wisata, dan lain-lainnya. Biasanya peta berskala 1:10.000 sudah cukup dapat diandalkan. Sumber informasi lain yang cukup baik adalah laporan status kondisi wilayah yang dibuat oleh kantor kelurahan atau kecamatan setempat. Laporan-laporan demikian biasanya bersifat tahunan. Informasi yang ada di dalamnya cukup lengkap. Selain data demografi, informasi geografis dan lingkungan biasanya juga tersedia. Ada baiknya, dalam proses konsultasi masyarakat di tahap pelingkupan ini, kita juga menanyakan ke masyarakat sekitar tentang keberadaan suatu jenis objek yang dikhawatirkan dapat terpengaruh oleh sebaran emisi nantinya. Masyarakat setempat merupakan sumber informasi yang dapat diandalkan. Mereka biasanya memiliki pengetahuan lebih akurat tentang keberadaan objek-objek di sekitar tempat tinggalnya. Keberadaan rencana objek-objek baru di masa datang dapat diperoleh dari instansi perencanaan pembangunan atau penanaman modal di suatu daerah. Dokumen rencana perkembangan wilayah dan peta rencana umum tataruang juga dapat membantu.

LOKASI OBJEK PENERIMA DAMPAKObjek-objek penerima dampak yang teridentifikasi perlu dilengkapi dengan informasi mengenai lokasi dan elevasinya. Sama halnya dengan lokasi sumber emisi, lokasi objek penerima dampak dapat dinyatakan dalam sistem koordinat Cartesian. Kesamaan sistem koordinat antara lokasi sumber emisi dan objek penerima dampak akan mempermudah kita saat ingin menghitung jarak antara objek tersebut dengan sumber emisinya. Lokasi objek juga dapat dinyatakan dalam sistem grid jika objek tersebut merupakan objek wilayah seperti lahan pertanian, danau, atau kawasan permukiman. Penting juga disebutkan sudut arah dari lokasi objek penerima dampak relatif terhadap sumber emisi (lihat ilustrasi di halaman berikut). Arah dari objek penerima dampak ini dibutuhkan saat kita ingin memilih data angin yang akan digunakan dalam perhitungan konsentrasi sebaran polutan rata-rata di lokasi objek tersebut. Contoh, jika suatu perkampungan terletak di sebelah timur sumber emisi maka kita harus menggunakan data arah angin barat untuk menghitung konsentrasi rata-rata dari sebaran polutan di perkampungan tersebut.

Proses konsultasi masyarakat di tahap pelingkupan, sebagaimana diatur dalam aturan Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL, dapat kita manfaatkan untuk mendapatkan informasi dari masyarakat setempat tentang keberadaan objek-objek di wilayah mereka.

Foto: Koleksi Qipra

33

Info Grafis: Qipra

Lokasi objek penerima dampak sebaiknya dinyatakan dalam sistem koordinat yang sama dengan sumber emisi. Jarak objek antara keduanya kemudian dapat dihitung dengan menggunakan rumus matematis sederhana. Ilustrasi di atas juga menunjukkan arah mata angin dari lokasi objek penerima dampak relatif terhadap lokasi sumber emisi.

Koordinat RelatifDalam perhitungan konsentrasi sebaran polutan, terutama untuk sumber tunggal, kita seringkali perlu menggunakan sistem koordinat relatif. Dalam sistem koordinat relatif, garis sumbu absis-nya (sumbu x) harus selalu paralel dengan garis arah mata angin. Cara mengkonversiMemprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara

nilai koordinat lokal ke nilai koordinat relatif dapat dilihat pada ilustrasi berikut.

Koordinat PolarSelain pola koordinat Cartesian, kita juga dapat menggunakan sistem koordinat polar. Sistem koordinat ini

34

Melengkapi Lingkup Prakiraan Dampak

Suatu objek penerima dampak yang dinyatakan dalam sistem koordinat lokal dapat dikonversi ke sistem kordinat relatif sebagai berikut. - Pindahkan titik x = 0 dan y = 0 ke posisi sumber emisi. Dengan demikian, sekarang sumber emisi memiliki kordinat x = 0 dan y = 0. - Putar garis sumbu x searah jarum jam sampai garis itu paralel garis arah angin.

memiliki serangkaian garis konsentris yang berjarak sama. Sumber emisi diletakkan di titik pusat lingkaran. Beberapa perangkat lunak pemodelan dispersi polutan mendukung penggunaan sistem koordinat polar ini.

antara keduanya sangat penting untuk diketahui. Walau berjarak sama, objek-objek penerima dampak yang berbeda elevasi akan memiliki nilai hasil prakiraan sebaran polutan yang berbeda. Semakin besar beda elevasinya, semakin berbeda nilai hasil prakiraannya.

ElevasiSuatu objek penerima dampak dapat saja memiliki elevasi yang berbeda dengan sumber emisi. Perbedaan elevasi

Terkadang untuk suatu objek penerima dampak kita perlu memprakirakan konsentrasi sebaran polutan di beberapa titik yang berbeda elevasi. Tiap titik penerima dampak 35

Sistem koordinat polar dapat juga digunakan sebagai pengganti sistem koordinat Cartesian. Walau demikian, sistem ini lebih baik digunakan jika sumber emisi hanya satu. Jika sumber emisinya lebih dari satu, kita akan memiliki beberapa lingkaran dengan titik pusat yang berbeda. Penggambarannya akan terlalu rumit.

yang memiliki ketinggian dari muka tanah ini (flagpole receptors) harus diketahui elevasinya. Konsentrasi sebaran polutan kemudian akan dihitung untuk elevasi titik penerima dampak tersebut. Dan, bukan elevasi dasar dari objek penerima dampak.

dari suatu objek penerima dampak. Misalnya, nama komplek pemukiman, nama bangunan, nama objek wisata. Pencantuman identitas ini dibutuhkan guna mencegah kesalahpahaman dalam proses prakiraan dampak.Foto: Taufik

INFORMASI PELENGKAPInformasi lain mengenai objek penerima dampak yang juga dibutuhkan adalah: Besaran objek; Misalnya luas lahan untuk objek wilayah, jumlah penduduk di suatu permukiman, atau jumlah bangunan di suatu perkampungan. Informasi besaran objek ini seringkali dibutuhkan sebagai salah satu bahan pertimbangan saat kita melakukan penilaian sifat penting dampak. Waktu keberadaan objek; Biasanya dinyatakan dalam tahun di mana suatu objek ada. Hal ini sangat penting khususnya jika objek kita merupakan objek masa datang. Dengan kata lain, objek itu belum ada saat kajian AMDAL dilakukan. Informasi pelengkap lainnya adalah nama atau identitas

Objek yang sedang dalam tahap konstruksi perlu diwaspadai kemungkinannya nanti menjadi salah satu obyek terkena dampak.

36

Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara

Melengkapi Lingkup Prakiraan Dampak

MENGARAHKAN PRAKIRAAN DAMPAKDengan teridentifikasinya berbagai objek penerima dampak, pendefinisian dampak-dampak penting hipotetik sudah dapat dianggap lengkap. Walau demikian, proses prakiraan dampak belum dapat dilakukan sebelum waktu kajian, skenario prakiraan, dan kriteria penilaian sifat penting ditentukan. Berikut ini akan dibahas ketiga hal tersebut. pertimbangkan tahun-tahun dimana dampak yang menonjol diduga akan terjadi. Dampak demikian dapat diakibatkan antara lain oleh: dimulainya kelangsungan komponen kegiatan yang tergolong sebagai sumber emisi polutan penting (lihat uraian Waktu Keberadaan Sumber Emisi di Bagian 2), munculnya objek baru yang dapat terpengaruh oleh sebaran polutan (lihat uraian Objek Penerima Dampak di bagian ini), diberlakukannya kebijakan baru yang dapat mempengaruhi penilaian kita terhadap dampak penting hipotetik, seperti adanya rencana pemberlakuan revisi BMUA, BME, maupun pembaharuan rencana tata ruang.

WAKTU KAJIANWaktu kajian merupakan waktu yang dampak dan kondisi lingkungannya ingin diprakirakan. Waktu kajian sering juga disebut sebagai tahun prakiraan (assessment year) karena selama ini kebanyakan pihak menggunakan tahun sebagai dasar satuan waktu dalam melakukan prakiraan dampak. Hasil prakiraan dampak nantinya hanya berlaku spesifik untuk waktu-waktu kajian yang sudah ditentukan saja. Pada prinsipnya, waktu kajian ditentukan dengan mem-

SKENARIO PRAKIRAAN DAMPAKSkenario prakiraan dampak antara lain terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu:

Prakiraan dampak dari perubahan kualitas udara perlu dilakukan di tahun dimana akan ada suatu kegiatan lain yang diduga akan terpengaruh oleh emisi polutan. Sebagai contoh, keberadaan bangunan apartemen yang mungkin baru ada beberapa tahun setelah kegiatan kita beroperasi.Foto: Bayu Rizky

37

Skenario kondisi terburuk (worst-case scenario); memberikan hasil prakiraan konsentrasi polutan maksimal yang kemungkinan dapat terjadi di lokasi objek penerima dampak. Kalkulasi sebaran dampak untuk skenario kondisi terburuk ini dilakukan dengan menggunakan (1) laju emisi polutan maksimal (QMAX) dan (2) kombinasi pasangan nilai kecepatan angin rata-rata dengan kelas stabilitas atmosfer. Perlu dipahami bahwa konsentrasi polutan maksimal di lokasi-lokasi yang berbeda akan diperoleh pada kombinasi kecepatan angin dan stabilitas yang berbeda-beda (lihat bahasan mengenai Stabilitas Atmosfer di Bagian 4). Simulasi dengan menggunakan skenario ini dibutuhkan dalam pembuatan Tabel Output Prakiraan Dampak Kualitas Udara (untuk Konsentrasi Maksimal) yang merupakan salah satu output prakiraan dampak (lihat bahasan terkait di Bagian 1). Skenario kondisi rata-rata; memberikan hasil prakiraan kualitas udara ambien yang menunjukkan nilai konsentrasi rata-rata di lokasi-lokasi yang ditentukan.Objek penerima dampak 2 Perumahan Bunga Swarga

Simulasi sebaran dampak dilakukan dengan menggunakan (1) laju emisi polutan rata-rata (QAVE), (2) nilai kecepatan angin rata-rata (untuk masing-masing arah) dan kelas stabilitas atmosfernya. Simulasi dengan menggunakan skenario ini dibutuhkan dalam pembuatan Peta Isopleth Sebaran Polutan yang merupakan salah satu output prakiraan dampak (lihat bahasan terkait di Bagian 1). Pada prakiraan Tingkat 3, hasil prakiraan kualitas udara untuk skenario kondisi umum dan skenario kondisi terburuk perlu diikuti dengan kalkulasi untuk mengkonfirmasi berbagai dampak lanjutannya.

KRITERIA PENILAIAN SIFAT PENTINGHasil prakiraan dampak nanti akan dinilai sifat pentingnya terhadap kriteria penilaian tertentu (lihat bahasan Penilaian Dampak di Bagian 1). Beberapa kriteria yang patut dipertimbangkan adalah sebagai berikut. Batas maksimal konsentrasi ambien polutan sesuai BMUA nasional khususnya untuk prakiraan dampak

Sumber Emisi

Objek penerima dampak 1 Candi Tunggadewo

Ilustrasi: Toppeaks

Dengan adanya informasi mengenai waktu kajian, kita sudah memiliki lingkup prakiraan dampak yang lengkap. Contohnya adalah sumber dampak: emisi partikulat dan SO2 dari pabrik kertas, komponen lingkungan terkena dampak: kualitas udara, khususnya menyangkut konsentrasi TSP dan SO2, di wilayah 1) candi Tunggadewo, 2) perumahan Bunga Swarga; waktu kajian: 1) tahun 2015 saat pabrik mulai beroperasi, dan 2) tahun 2020 saat kapasitas pabrik akan ditingkatkan.

38

Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara

Foto: BPLHD Jawa Barat

Luas dari suatu wilayah, atau jumlah rumah dan penduduk di dalamnya, merupakan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan kriteria sifat penting.

Tingkat 2, Batas maksimal peningkatan konsentrasi polutan, atau nilai Tambahan Polutan Maksimal yang sebaiknya ditetapkan dalam kebijakan pengendalian kualitas udara di suatu daerah. Batas konsentrasi pemaparan Indeks Standar Pencemaran Udara atau ISPU (sebagaimana diatur dalam Keputusan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor KEP-107/Kabapedal/11/1997). Nilai batas konsentrasi ambien polutan sebagaimana tercantum dalam 1) referensi ilmiah tentang dampakdampak lanjutan terhadap manusia, flora, fauna, bangunan, iklim global dapat terjadi, 2) standar kualitas udara ambien dari negara-negara lain; khususnya untuk jenis-jenis polutan yang tidak tercantum dalam BMUA Indonesia, dan 3) kajian-kajian ANDAL yang sudah dilakukan untuk daerah tersebut. Luas wilayah yang kualitas udaranya akan berubah secara signifikan, jumlah manusia yang tinggal di wilayah

tersebut, atau tingkat kerusakan yang dapat terjadi terhadap flora, fauna, dan bangunan, dan panjangpendeknya rentang waktu perubahan kualitas udara. Perlu diingatkan kembali bahwa nilai-nilai konsentrasi maksimal dalam BMUA selalu disertai dengan waktu ukur rata-ratanya (lihat boks mengenai Baku Mutu Udara Ambien di Bagian 1). Oleh karena itu, jika BMUA digunakan sebagai kriteria penilaian sifat penting dampak, kita harus memastikan bahwa nilai hasil prakiraan dampak diperoleh untuk waktu rata-rata yang sama. Misalnya, jika nilai baku mutu NO2 (1 jam) digunakan sebagai kriteria penilaian sifat penting dampak, seluruh prakiraan dampak harus dilakukan untuk waktu rata-rata 1 jam. Juga perlu diingatkan bahwa kriteria penilaian yang akan digunakan harus disepakati terlebih dahulu oleh Komisi Penilai AMDAL yang berwenang. Dan, ada baiknya kriteria penilaian sifat penting ini perlu disebutkan dalam dokumen KA-ANDAL.

39

Foto: Koleksi Qipra

4

MENCERMATI WILAYAH STUDIMENGUKUR KUALITAS UDARA AMBIEN ........................................... 42 Polutan Sasaran .................................................................................... 42 Pengambilan Sampel ......................................................................... 43 MENGENALI KARAKTERISTIK FISIK WILAYAH STUDI .................... 44 Kondisi Geografis ................................................................................. 44 Tataguna Lahan .................................................................................... 45 MEMPELAJARI KONDISI METEOROLOGIS ........................................ 47 Arah dan Kecepatan Angin .............................................................. 47 Boks: Membaca Windrose .................................................... 48 Suhu dan Tekanan Udara .................................................................. 48 Stabilitas Atmosfer .............................................................................. 49 Tinggi Campuran ................................................................................. 51 Mengatasi Keterbatasan Data ......................................................... 51Wilayah studi dan seluruh objek penerima dampak di dalamnya sudah kita ketahui. Artinya, sekarang data wilayah studi sudah dapat dikumpulkan dengan lebih efisien. Selain untuk informasi rona lingkungan awal, data wilayah studi nantinya dibutuhkan sebagai masukan dalam simulasi penyebaran polutan. Jenis data wilayah studi yang perlu dikumpulkan juga ditentukan oleh jenis polutan, kedalaman prakiraan dampak, dan kriteria sifat penting yang dipilih sebelumnya.

41

MENGUKUR KUALITAS UDARA AMBIENKita perlu memiliki data kualitas udara ambien untuk kepentingan prakiraan dampak kualitas udara. Jika data tersebut belum tersedia maka kita perlu mengukurnya sendiri. Dalam hubungannya dengan dampak penting hipotetik data kualitas udara ambien tersebut akan dibutuhkan untuk hal-hal berikut. Dasar proyeksi kualitas udara untuk suatu tahun prakiraan. Seperti disebutkan sebelumnya, kita juga perlu memprakirakan kualitas udara nir-kegiatan untuk suatu tahun prakiraan (lihat bahasan mengenai Penilaian Dampak di Bagian 1). Jika diasumsikan peningkatan jumlah polutan di suatu wilayah adalah x % per tahun, maka konsentrasi ambien polutan di suatu tahun prakiraan (CO,Ti) dapat dihitung dengan persamaan berikut: CO,Ti = CO,To x (1 + x/100)(To Ti) Dalam persamaan di atas, CO,To adalah konsentrasi ambien polutan di tahun awal (To). Perlu diperhatikan cara ini memerlukan data historik pemantauan kualitas udara lebih dari 5 tahun. Penentuan batas maksimal konsentrasi sebaran polutan; Konsentrasi dasar (background condition) polutan di suatu tahun prakiraan, kita dapat menghitung jumlah maksimal sebaran polutan yang masih diterima oleh suatu wilayah agar nilai BMUA-nya tidak terlampaui. Jumlah maksimal ini dapat dijadikan nilai TPM bagi suatu wilayah (lihat bahasan mengenai Acuan Nilai Tambahan Polutan Maksimal di Bagian 3). Kalkulasi prakiraan konsentrasi ambien polutan. Dibutuhkan khususnya untuk prakiraan dampak tingkat 2. Nilai konsentrasi ambien polutan di suatu tahun prakiraan nantinya akan dijumlahkan dengan konsentrasi sebaran polutan dari sumber-sumber emisi yang mempengaruhinya (lihat bahasan mengenai Menghitung Konsentrasi Ambien Polutan di Bagian 5). Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu dipahami sebelum kita melakukan pengukuran kualitas udara ambien.

POLUTAN SASARANPengukuran kualitas udara hanya perlu dilakukan untuk jenis-jenis polutan penting saja. Itulah keuntungan dari penyusunan dampak penting hipotetik yang rinci sehingga jenis-jenis polutan pentingnya sudah disebutkan secara spesifik sejak awal. Polutan-polutan lain, walaupun termasuk sebagai polutan y