Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
ETIKA DAN KESANTUNAN BERBAHASA PEREMPUAN GENERASI Z
DI KASSI KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA
(KAJIAN SOSIOPRAGMATIK)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Oleh
EFY NURHASANAH
105331104516
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
iii
iv
v
vi
MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTO
Waktu tidak akan membuat kamu lupa,
tapi waktu akan membuat kamu tumbuh dan mengerti banyak hal.
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, atas Rahmat dan Hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Karya sederhana ini penulis persembahkan kepada : kedua orang
tuaku, kakak-kakakku, keluarga besar, sahabat, teman, dan semua pihak yang
senantiasa memberikan doanya dalam mendukung penulis mewujudkan harapan
menjadi kenyataan.
vi
vii
ABSTRAK
Efy, Nurhasanah. 2020. Etika dan Kesantunan Berbahasa Perempuan
Generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba. Skripsi. Prodi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I Munirah dan Pembimbing II
Wahyuningsih.
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan wujud etika berbahasa
perempuan generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba dan untuk
mendeskripsikan wujud kesantunan berbahasa perempuan generasi Z di Kassi
Kajang Kabupaten Bulukumba. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Data di ambil dari wujud berbahasa sumber data yaitu perempuan generasi Z di
Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba. Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan teknik observasi, teknik wawancara, dan teknik rekam (audiovisual).
Teknik analisis data dilakukan dengan transkrip data, identifikasi dan klarifikasi
data, menyalin ke dalam kartu data, menganalisis kartu data, lalu menyimpulkan.
Hasil penelitian ini berupa wujud etika berbahasa (bahasa nonverbal
kinesik) yang ditemukan pada interaksi sosial perempuan generasi Z di Kassi
Kajang Kabupaten Bulukumba, terdapat tujuh wujud temuan yaitu 1) gerakan jari
tangan yang menunjukkan simbol sepakat atau setuju, 2) mengacungkan jempol,
3) Appatabe’, 4) jangan atau dilarang ribut, 5) melambaikan tangan, 6) berjabat
atau menjabat tangan, dan 7) gerakan jari telunjuk yang menunjukkan arah.
Wujud kesantunan berbahasa yang ditemukan pada interaksi sosial perempuan
generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba, terdapat 5 data maksim
kebijaksanaan, 4 data maksim kedermawanan, 3 data maksim penghargaan, 3 data
maksim kesederhanaan, 4 data maksim permufakatan, dan 4 data maksim
kesimpatian.
Kata kunci : etika, kesantunan berbahasa, perempuan, bahasa konjo,
sosiopragmatik
vii
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahi Rabbil Alamiin segala puji bagi Allah swt. Atas rahmat,
karunia, dan hidayah-Nya yang senantiasa dicurahkan kepada penulis dalam
menyusun skripsi dengan judul “Etika dan Kesantunan Berbahasa Perempuan
Generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba” dapat diselesaikan dalam
rangka memenuhi salah satu persyaratan akademik guna memeroleh gelar Sarjana
Pendidikan pada Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar. Salam
dan selawat senantiasa kita kirimkan kepada Nabi Muhammad saw., kepada
keluarga dan sahabat-sahabatnya. Beliaulah Nabi yang menjadi suri teladan bagi
kita semua, Nabi yang membawa umatnya dari zaman jahiliyyah menuju zaman
modern seperti yang kita rasakan sekarang ini.
Melalui tulisan ini pula penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
tak terhingga, teristimewa kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Abdul Gani
dan Ibunda Nurhayati, kakak-kakakku tersayang (Kakak Eka, Kakak Emy, dan
Kakak Ery) serta keluarga besar. Mereka yang selama ini selalu memberikan
perhatian, sumbangsih baik itu berupa pikiran, materi dan finansial, motivasi,
semangat, kasih sayang, pengorbanan, serta doa-doa yang senantiasa dipanjatkan
untuk menggapai cita-cita. Penulis senantiasa memanjatkan doa semoga
senantiasa dilindungi, dikasihi dan diampuni dosa-dosanya oleh Allah swt. Amiin
yaa Rabbal Alamiin.
viii
ix
Penulis menyadari tanpa adanya bantuan dan partisipasi dari berbagai
pihak, skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan seperti yang diharapkan, oleh
karena itu, penulis patut menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag. selaku Rektor Unismuh Makassar dan
para pembantu Rektor Unismuh Makassar.
2. Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan dan para pembantu Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan.
3. Dr. Munirah, M.Pd. selaku ketua Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia.
4. Dr. Munirah, M.Pd. dan Wahyuningsih, S.Pd., M.Pd. selaku
pembimbing I dan II yang telah memberikan arahan, koreksi dalam
penyusunan skripsi ini dan yang memberikan bimbingan kepada
penulis sampai pada tahap penyelesaian.
5. Para dosen dan karyawan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
yang senantiasa memberikan bantuannya.
6. Perempuan generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba yang
menjadi informan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Segenap rekan-rekan mahasiswa khususnya Kelas B Squad Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2016, yang tak bisa
penulis sebutkan satu per satu, semoga kebersamaan tersebut
ix
x
merupakan ibadah dan memberikan hikmah yang berguna bagi kita
semua dalam mengarungi kehidupan ini.
8. Sahabatku (Dani, Indry, Ilo, Indah, Feny, Rahmat) sahabat dari zaman
masih pakai seragam sekolah hingga detik ini yang selalu mendukung
dan menyemangatiku. Sahabat yang kutemui di bangku perkuliahan
(Fira, Irma, Ida, Yuni, Widi) terima kasih atas kerja samanya,
kalianlah penyemangat hidupku saat aku mengenal yang namanya
dunia kampus. Saat kita berpisah nanti, kuharap kebersamaan ini akan
selalu ada, akan selalu kurindukan saat ku jauh, akan menjadi
kenangan saat berpisah, bingkailah itu dengan kasih sayang.
9. Semua pihak yang turut andil dalam penyusunan skripsi ini, terima
kasih atas bantuan dan dukungannya, semoga mendapat balasan yang
setimpal dari Allah Swt.
Penulis menyadari bahwa isi skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan, karena tak ada
ilmu yang sempurna kecuali alquran, untuk itu marilah kita jadikan alquran
sebagai pedoman hidup. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para
pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis. Amiin yaa Rabbal Alamiin.
Makassar, Agustus 2020
Penulis
x
xi
DAFTAR ISI
SAMPUL ...................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................... iii
SURAT PERJANJIAN ................................................................................ iv
SURAT PERNYATAAN ............................................................................. v
MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. vi
ABSTRAK .................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ........................ 9
A. Kajian Teori ................................................................................ 9
1. Penelitian Relevan ................................................................. 9
2. Bahasa ................................................................................... 10
3. Sosiopragmatik ...................................................................... 14
4. Etika Berbahasa ..................................................................... 16
5. Kesantunan Berbahasa .......................................................... 24
6. Kajang .................................................................................. 35
B. Kerangka Pikir ............................................................................ 39
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 42
A. Jenis Penelitian ........................................................................... 42
B. Definisi Istilah ............................................................................ 42
C. Data dan Sumber Data ................................................................ 43
1. Data ....................................................................................... 43
2. Sumber Data .......................................................................... 44
xi
xii
D. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 44
1. Teknik Observasi................................................................... 44
2. Teknik Wawancara ................................................................ 45
3. Teknik Audiovisual ............................................................... 45
E. Teknik Analisis Data ................................................................... 45
1. Mentranskrip Data ................................................................. 46
2. Mengidentifikasi dan Mengklasifikasi Data ......................... 46
3. Menyalin ke dalam Kartu Data ............................................. 46
4. Menganalisis Kartu Data ....................................................... 46
5. Menyimpulkan ...................................................................... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 47
A. Hasil Penelitian .......................................................................... 47
1. Wujud Etika Berbahasa (kinesik) Perempuan Generasi Z di
Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba ................................... 47
2. Wujud Kesantunan Berbahasa Perempuan Generasi Z di Kassi
Kajang Kabupaten Bulukumba ............................................. 52
B. Pembahasan ................................................................................ 70
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 76
A. Simpulan .................................................................................... 76
B. Saran .......................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 78
LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................... 81
RIWAYAT HDUP
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusiaoadalah pemakaiobahasa dalam berkomunikasiodengan orang
lain. Ketikaoberkomunikasi, manusiaomemerlukan sarana untukomengungkapkan
ide, gagasan, isiopikiran, maksud, dan realitas. Bahasa merupakan sarana yang
paling penting dalam berkomunikasi. Pentingny obahasa sebagai alatokomunikasi
dapat dilihatodari segi aktivitas manusiaoselalu menggunakan bahasa
sebagaiowahana pokoknya.oBahasa adalahosuatu sistem lambangoberupa bunyi,
bersifatoarbitrer, digunakanooleh suatu masyarakatotutur untuk bekerja sama,
berkomunikasi,odan mengidentifikasikanodiri.
Sejalanodengan itu, Chaer (2010:11) mengatakanobahwa fungsioutama
bahasa adalahosebagai alat komunikasi atauointeraksi yang hanyaodimiliki
manusia. Bahasaosebagai alat komunikasiomampu menimbulkan adanyaorasa
saling mengertioantara penutur danomitra tutur. Selanjutnya olehoPranowo
(2009:3) mengatakanobahwa bahasa merupakanocermin kepribadiaanoseseorang.
Berkomunikasiosebagai salah satuokegiatan utama manusiaodalam
bermasyarakat, adaotiga hal yang harusodiperhatikan agar dapatodisebut sebagai
manusiaoyang beradab. Ketigaohal itu adalahokesantunan berbahasa,okesopanan
berbahasaodan etika dalam berbahasa. Ketiganyaobukan merupakan haloyang
berdiriosendiri-sendiri, melainkan merupakan satuokesatuan tak terpisahkanoyang
harusoada dalam komunikasioatau berinteraksioChaer (2010:6).
1
2
Sudarsih dkk. (2017:106-110) etika berhubungan dengan tata cara hidup
yang baik, baik kaitannya dengan individu atau masyarakat. Kehidupan yang baik
diwariskanodari satu generasioke generasiolain, kemudian kebiasaan ini dilakukan
dalam suatu kaidah atau norma. Kaidah ini pada dasarnya berkaitan dengan baik
atau buruknya perilaku manusia. Etika dipahami sebagai suatu ajaran yang
memuat aturan mengenai bagaimana manusia hidup dengan cara yang baik. Etika
juga berisi perintah dan larangan mengenai baik atau buruknya perilaku manusia,
perintah yang mestinya dipatuhi dan larangan yang harus dihindari. Etika
berbahasaomerupakan subsistemodari kebudayaan, haloini terbuktiodengan
kemampuan seseorang dalamoberbahasa diukur melaluiopengetahuannya
mengenai suatuobudaya dalamosuatu masyarakat tempatotinggalnya. Melalui
budayaoyang dipelajarioakan dapat denganomudah menggunakan bahasaosesuai
denganotata cara atau etikaoberbahasa yang berlakuodi masyarakatotersebut.
Terkaitodengan kesantunanoberbahasa, kesantunan berbahasaoadalah
bagaimanaokita bertutur danodengan siapa kitaobertutur. Hakikatnya, kesantunan
berbahasaoadalah etika kitaodalam bersosialisasi diomasyarakat dengan
penggunaan, pemilihanokata yang baikoserta memperhatikanodi mana, kapan,
kepadaosiapa, dengan tujuanoapa kita berbicaraosecara santun. Budayaokita
menilai berbicara dengan menggunakan bahasa yang santun
akanomemperlihatkan sejatinya manusiaoyang beretika, berpendidikan,
danoberbudaya. Kesantunanoberbahasa memiliki peranoyang sangat
pentingodalam pembentukan sikapodan karakter seseorang. Kesantunan
3
berbahasa dapatodijadikan barometer dari kesantunanosikap secara keseluruhan
serta kepribadianodan budi pekertioseseorang.
Perkembanganozaman yang diikuti perkembanganoIPTEK dan sistem
komunikasioserta derasnya arus globalisasioternyata selain memberikanodampak
positif jugaomemberikan dampakonegatif. Berdampak positif jikaomemberikan
kemajuanoserta berdampak negatif jikaodapat memberikan kemunduranobagi
suatu negara. Salahosatu dampak negatifnyaoadalah masyarakat mulaiomelupakan
nilai-nilai budayaoasli yang salah satunyaoadalah bahasa. Bangsa Indonesiaoyang
sejak zaman nenekomoyang kita terkenal dengan lemah lembutnya, sopan
santunnya, kini bangsaoIndonesia telah banyakomendapatkan berbagaiopengaruh
dari luar. Perilakuoyang penuhodengan tata kramaoyang tinggi telahomulai pudar,
karakterosebagai orang timurosemakin samar. Penuturobahasa saat ini
kurangomemperhatikan etika danokesantunan dalamoberbahasanya.
Indonesiaodikenal sebagai negara yangomemiliki beragamobahasa, suku,
budaya, danoagama. Setiap daerah dioIndonesia memiliki budaya danobahasa
yangoberbeda, dan denganoadanya perbedaan budaya akanomemengaruhi
penggunaanobahasa yang digunakanosehingga bahasa yangodigunakan pun
berbeda-beda. Bahasaodan budaya merupakanodua istilah yang tidakodapat
dipisahkan. Bahasaodan budaya berkaitanoerat dengan caraoberpikir, cara
berperilaku, sertaopengaruh perilakuoorang lain. Adanya keberagamanotersebut
menjadikan Indonesiaosebagai salah satuonegara multietnis terbesarodi dunia.
Sulawesi selatanoadalah salah satu provinsi dioIndonesia dengan ragamosuku
yaituoBugis, Makassar, Mandar danoToraja yang menggunakan
4
bahasaoMakassar, bahasaoBugis, bahasa Toraja, bahasaoMandar, dan bahasa
Konjo.
Perkembanganoglobalisasi dioIndonesia telah berhasilomengubah
sebagian besar kebudayan tradisional Indonesia menjadi kebudayaan modern.
Namun, masih adaobeberapa wilayah yangotetap mempertahankanokebudayaan
lokal mereka. Salahosatu wilayah di Indonesiaodengan integritas
kebudayaanoyang sangatotinggi dan dianggapocukup berhasil „melawan‟oera
globalisasi denganotetap mempertahankanobudaya lokal di tengahomaraknya
budaya modern yangomasuk di Indonesiaoadalah masyarakat Kajangoyang
beradaodi ProvinsioSulawesi Selatan, tepatnyaodi KabupatenoBulukumba.
Kajangomerupakan salahosatu daerah tradisional yangoterletak dioKabupaten
Bulukumba, Sulawesi Selatan, tepatnya sekitar 200 km arah timur
KotaoMakassar. Perluodiketahui, Kajang di bagi duaosecara geografis, yaitu
Kajangodalam (merekaodisebut “tau kajang”) dan Kajang luar (merekaodisebut
“tau lembang”). Penelitiodalam penelitian ini berfokus padaodaerah Kajang luar
tepatnya dioKassi Kajang KabupatenoBulukumba.
Kajang luar juga tentu mengajarkan yang namanya cara beretika dan
bersikap sopan santun kepada para generasinya. Mereka mengajarkan para
generasinya untuk saling menghargai antara sesama, jangan berbicara kasar,
bersikap yang baik terhadap teman sebaya dan orang yang lebih tua, akan tetapi,
berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti, ditemukan bahwa karena
daerah Kajang luar ini sudah menerima adanya peradaban yang ada saat ini,
sehingga masyarakatnya menerima pengaruh negatif dari hal tersebut, dalam hal
5
ini kaitannya dengan etika dan kesantunan berbahasa, Peneliti menemukan adanya
kasus masyarakat daerah Kajang luar yang dalam tuturan komunikasinya tidak
memperhatikan etika dan kesantunan dalam berbahasanya. Observasi awal yang
ditemukan peneliti pada tanggal 20 Oktober 2019 salah satu contohnya adalah ada
seorang anak yang merupakan kelahiran tahun 2005 yang saat itu sedang disuruh
oleh Ibunya menggunakan bahasa konjo.
Ibu : “Elleang sai a rolo hpku ri kamarakku nak.”
(Ambilkan hp Ibu di kamar Nak).
Anak : “Ki elle todo‟mi Ma deh, annontonga.”
(Ambil saja sendiri, saya sedang menonton).
Contoh di atas menunjukkan terjadinya wujud ketidaksantunan seorang
anak yang disuruh oleh Ibunya. Tidak sepantasnya seorang anak, apalagi anak
perempuan melakukan hal seperti itu terhadap orang tuanya, yang dikatakan sang
anak di atas masuk dalam kategori yang tidak beretika dan santun dalam
berbahasa.
Sehubungan dengan penelitianoyang akan dilakukan peneliti, halotersebut
didukung oleh penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, di
antaranya oleh : 1) Prabowo (2016) yang berjudulokesantunan berbahasaodalam
KegiatanoDiskusi KelasoMahasiswa PBSIoUniversitas Sabata Dharma; 2)
Nursyahidah (2017) yang berjudul Representasi Identitas Budaya dalam Etika
berbahasa (Studi Kasus MasyarakatoBima); 3) Manan (2018) yang berjudul Etika
Bahasaodalam Komunikasi MediaoSosial (Studi Kasusopada MahasiswaoPgsd
STKIP MuhammadiyahoKuningan).
6
Berdasarkanobeberapa hasil penelitianotersebut dapat disimpulkanobahwa
penelitian hanya dilakukan penggunaan etika bahasa budaya dan kesantunan
dalam berkomunikasi ditinjau dari lokasi penelitian cenderung tindak tutur dalam
berbahasa yang digunakan lemah lembut berbedaodengan yang akan ditelitiooleh
peneliti yang tentang etika dan kesantunan berbahasa budaya Kajang yang tindak
tuturnya cenderung keras dalam hal penekanan suara lantang saat berbicara dan
paling menarik suara yang lantang masih dianggap santun sehingga muncul
pertanyaan bagaimana etika dan kesantunan berbahasa perempuan Kajang yang
identik dengan suara keras ketika berbicara. Peneliti meneliti perempuan Kassi
Kajang generasi Z yaitu generasioyang lahir dalamorentang tahun kelahiran 1995
sampai denganotahun 2010.
Generasi Z merupakan generasi peralihan generasi Y dengan teknologi
yang semakin berkembang. Generasi Z adalah generasi yang hidup dengan
kemajuan teknologi yang sangat pesat yang juga telah mengubah pola tingkah
laku ini, tidakosedikit orang menggunakanvbahasa secara bebasotanpa didasari
olehopertimbangan-pertimbangan moral, nilai, maupun agama. Akibat kebebasan
tanpa nilai itu, lahir berbagaiopertentangan dan perselisihanodi kalangan
masyarakatokini seringkali ditemuiocara berbahasa yang tidak lagi
memperhatikanoetika dan kesantunan dalamoberbahasa. Sehubungan dengan itu,
calon peneliti ingin melihat bagaimana wujud etika dan kesantunan berbahasa
perempuan generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa penting untuk melakukan
kajian atau penelitian terkait “Etika dan Kesantunan Berbahasa Perempuan
7
Generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba” dalam upaya mengangkat
kembali eksistensi etika dan kesantunan berbahasa di Indonesia yang sebenarnya
dikenal sebagai negara yang menjunjung tinggi etika, baik dalam berbahasa,
bersikap, maupun dalam bertingkah laku. Hal inilah yang patut dilestarikan
dan diwariskan kepada para generasi penerus bangsa khususnya yang menjadi
objek kajian dalam penelitian ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, adapun rumusan masalah pada
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana wujud etika berbahasa perempuan generasi Z di Kassi Kajang
Kabupaten Bulukumba?
2. Bagaimana wujud kesantunan berbahasa perempuan generasi Z di Kassi
Kajang Kabupaten Bulukumba?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan wujud etika berbahasa perempuan generasi Z di Kassi
Kajang Kabupaten Bulukumba;
2. Mendeskripsikan wujud kesantunan berbahasa perempuan generasi Z di Kassi
Kajang Kabupaten Bulukumba.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
8
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan
pengetahuan dalam bidang ilmu sosiopragmatik mengenai etika berbahasa dan
kesantunan berbahasa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pembaca, penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai
tambahan wawasan pembaca dalam bidang sosiopragmatik serta dapat
dijadikan sebagai referensi yang bermanfaat untuk berbagai kepentingan
khususnya di bidang sosiopragmatik.
b. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memperkaya wawasan kajian
sosiopragmatik dan menambah khazanah penelitian etika dan kesantunan
berbahasa sehingga bermanfaat bagi kesantunan dalam berinteraksi.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Pustaka
1. Penelitian Relevan
Ada beberapa penelitian yang relevan dengan etika berbahasa dan
kesantunan berbahasa. Penelitian relevan yang pertama dengan penelitian ini
adalah penelitian yang dilakukan oleh Prabowo (2016) yang berjudul Kesantunan
Berbahasa dalam Kegiataan Diskusi kelas Mahasiswa PBSI Universitas Sanata
Dharma. Hasil penelitian tersebut menemukan bentuk tuturan santun dan tidak
santun berdasarkan prinsip kesantunan berbahasa pada mahasiswa PBSI
Universitas Sanata Dharma dalam kegiatan diskusi kelas.
Penelitian relevan yang kedua oleh Nursyahidah (2017) yang berjudul
Representasi Identitas Budaya dalam Etika Berbahasa (Studi Kasus Masyarakat
Bima). Hasil dari penelitian tersebut adalah ada beberapa kata sapaan dalam etika
berbahasa budaya Bima dan perubahan penggunaan konsep etika dalam budaya
Bima terjadi karena keakraban, ketidakakraban, dan status sosial.
Penelitian relevanoyang ketiga olehoManan (2018) yangoberjudul Etika
Bahasa dalamoKomunikasi MediaoSosial (Studi Kasus padaoMahasiswa Pgsd
STKIPoMuhammadiyah Kuningan). Hasilodari penelitian tersebutoadalah
ditemukanokecenderungan bahwa dalamomedia facebook ditemukanostatus
penggunaoyang mengandungokesantunan. Bentuk kesantunanoatau etika odalam
menggunakanobahasa diomedia sosial inioditunjukkan dalam ungkapanoyang
mengandungopertanyaan, terimaokasih, rasaosyukur,oharapan, permohonan,
9
10
penghargaan, ajakan,openawaran, danoinformasi. Bentukokesantunan yang
ditemukanodalam status penggunaofacebook disampaikanodalam bentuk dari
jenisotuturan yang bervariasi. Terjadinyaoperbedaan itu dipengaruhiooleh faktor
penutur (speaker), mitraotutur (hearer dan receiver), pokokopembicaraan (topic),
tempatobicara (setting), suasanaobicara (situasi scene) dan tujuanotuturan.
Berdasarkanotiga penelitian di atas, calonopeneliti dapatomengetahui
bahwaoterdapat penelitianoyang serupa denganopenelitian ini. Penelitianoyang
akanodilakukan calonopeneliti memiliki kesamaanodengan ketigaopenelitian di
atas, yaituosama-samaomenganalisis etikaoberbahasa dan kesantunanoberbahasa.
Perbedaannya terletak pada objek yang diteliti, pada penelitian relevan yang
pertama objeknya adalah Mahasiswa PBSI Universitas Sanata Dharma, pada
penelitian relevan kedua objeknya adalah masyarakat Bima, dan pada penelitian
relevan ketiga objeknya adalah mahasiswa Pgsd STKIP Muhammadiyah
Kuningan, sedangkan pada penelitian peneliti ini objeknya adalah perempuan
generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba.
2. Bahasa
a. Hakikat Bahasa
Munirah dan Hardian (2016) Bahasaoadalah alat komunikasioyang
digunakanomanusia dengan sesamaianggotaomasyarakat lain pemakai bahasa
itu. Bahasa berisiogagasan, ide, pikiran, keinginan, atauoperasaan yangoada
pada diri siipembicara. Agar apa yangodipikirkan, diinginkan, atauodirasakan
dapatoditerima oleh pembicaraoatau orang yangodiajak bicara, hendaklah
11
bahasa yangodigunakan dapat mendukungomaksud atau pikiranodan perasaan
pembicaraodengan jelas.
Devianty (2017) semuaomanusia, dari manaopun dia berasalotentu
memunyai bahasa. Begituimendasar berbahasaiini bagi manusia,
samaohalnyaoseperti bernafasoyang begitu mendasar dan perluodalam hidup
manusia. Jikaokita tidak memunyaiobahasa, maka kita akanokehilangan
kemanusiaanokita. Kita tidak lagiodapat berfungsi sebagaiohomo sapiens
(makhluk yangoberpengetahuan).
Syamsuddin (Devianty 2017) bahasaomemiliki duaopengertian.
Pertama, bahasa ialahoalat yang dipakaiountuk membentukopikiran serta
perasaan,okeinginan, danoperbuatan-perbuatan, alatoyang dipakai untuk
mempengaruhi sertaodipengaruhi. Kedua, bahasaoialah tanda yangojelas dari
kepribadian yangobaik ataupun yangoburuk, tanda yangojelas dari keluarga
sertaobangsa, tandaoyang jelas dari budiokemanusiaan.
Pantu dan Luneto (2014) paraoahli sepakat bahwa otidak ada
manusia tanpa bahasa, dan tidak oada bahasa tanpa omanusia,
dimanapun manusiaohidup, pasti merekaomenuturkan bahasa, dengan
bahasa, manusia dapatoberkomunikasi danoberinteraksi satu samaolain.
Lewat bahasa manusiaodapat bertukaroinformasi, salingobertanya, saling
menghargaioatau kurangomenghargai, saling menyapaosehingga terjadilah
hubunganososial. Bahasa tidakoterpisahkan dari kehidupanomanusia setiap
waktu, setiap saat. Sejakobangun pagi, beraktivitas, berinteraksiososial
sampaiodi tempat tidur atauoistirahat pun manusia menggunakanobahasa.
12
Mungkinohanya waktu tiduromanusia tidak memakaiobahasa, karena tidur
adalahosetengah dari mati. Masihobanyak lagi definisiotentang bahasa yang
dikemukakanooleh para ahli bahasa. Setiapobatasan yangodikemukakan
tersebut, padaoumumnya memiliki konsepoyang sama, meskipunoterdapat
perbedaaan danopenekanannya.
Melihatouraian di atas, penelitiodapat menyimpulkan bahwaobahasa
merupakan suatu ungkapan yang mengandung maksud untuk menyampaikan
sesuatu kepada orang lain. Sesuatu yangodimaksudkan oleh pembicaraobisa
dipahami oleh pendengar atau lawan bicara melalui bahasa
yangodiungkapkan. Bahasa merupakanosarana komunikasiodan interaksi
yang dimilikiomanusia. Bahasa yangoberkembang di tengahomasyarakat
memiliki tugasountuk memenuhi salah satuokebutuhan sosialomanusia,
yaituomenghubungkan manusiaosatu dengan manusiaoyang lain. Hal ini
dapatodibuktikan dengan keberadaanobahasa yangoselalu digunakanosebagai
sarana openyampai tujuan dalam setiap interaksiomanusia. Bahasa
sangatopenting perannya bagiokehidupan manusia serta sangatomendukung
keberlangsungan dalamoberkomunikasi. Bahasa bukan hanyaoalat atau
saranaomenyampaikan informasi, selainoitu, bahasa jugaodigunakan
untukomenjalankan segalaoaktivitas kehidupanomanusia sebagaiomedia
interaksi antara sesamaodan sarana penyampaianoilmu. Seperti
halnyaopenelitian, penyuluhan, pemberitaan, bahkanountuk
menyampaikanopikiran, pandanganoserta masyarakat yangoaktif dalam
13
kehidupanosehari-hari manusiaosangatlah bergantung padaopenggunaan
bahasa.
b. Fungsi Bahasa
Devianty (2017) bahasa memunyai fungsi yaitu :
1) Tujuan praktis yaitu untuk mengadakan antarhubungan
(interaksi) dalamopergaulanosehari-hari ;
2) Tujuanoartistik yaitu kegiatanomanusia mengolahodan
mengungkapkanobahasa ituodengan seindah-indahnyaoguna
pemuasan rasaoestetis ;
3) Menjadi kunciomempelajariopengetahuan-pengetahuan lain ;
4) Tujuanofilologis yaituomempelajarionaskah-naskahotua untuk
menyelidiki latar belakang sejarah manusia,
sejarahokebudayaan, dan adatoistiadat, sertaoperkembangan
bahasa ituosendiri.
Devianty (2017)ofungsi bahasaoyang palingomendasar ialahountuk
komunikasi, yaituoalat pergaulanodan perhubungan sesamaomanusia.
Komunikasilah yangomemungkinkanoterjadinya suatu sistemososial atau
masyarakat. Tanpaokomunikasi tidak adaomasyarakat. Masyarakatoatau
sistem sosialomanusia bergantungopada komunikasiokebahasaan. Tanpa
bahasa, tidakoadaosistem kemasyarakatanomanusia.
Melihatouraian di atas, penelitiomenyimpulkan bahwaobahasa
berfungsi sebagaiosarana berlangsungnyaointeraksi manusia dalamosuatu
masyarakat yangoberarti di dalamotindak laku berbahasaomanusia
14
menggunakanobahasa disertai denganonorma-norma yang berlakuodi dalam
budaya itu.
3. Sosiopragmatik
Sosiopragmatik merupakan gabungan dua ilmu yaitu sosiologi dan
pragmatik. Sosiopragmatik meliputi kepercayaan antara penutur dan mitra tutur
yang dibangun atas nilai-nilai budaya dan nilai-nilai sosial tertentu. Nilai
tersebut penting artinya karena berupa pemahaman atas peraturan yang tidak
tertulis dalam suatu budaya tertentu yang bersifat lokal. Nodoushan (Gusnawaty
2011:19) mengemukakan bahwa sosiopragmatik adalah pengguna bahasa yang
di tarik dari situasi sosial tertentu. Istilah bentuk bahasa merujuk pada fonologi
dan karakter gramatikal dari bahasa. Sosiopragmatik adalah telaah mengenai
kondisi-kondisi setempat atau kondisi-kondisi lokal yang lebih khusus mengenai
penggunaan bahasa. Maros dkk. (2010) menyatakan bahwa sosiopragmatik
adalah perantara antara sosiologi dan pragmatik dan ia merupakan kajian
terperinci yang memunyai sifat budaya tertentu.
Paker (Manurung 2010) kajianososiopragmatik merupakanokajian
pragmatikoyang menggunakanopendekatan sosial. Kajianososiopragmatik
menganalisisoaspek-aspek maknaosuatu peristiwa tindakotutur yangoditinjau
dari konteksosituasi pertuturanodan konteks sosialobudaya di manaobahasa itu
digunakan. Sosiopragmatikomempelajari ilmuoyang mengkajiobentuk tuturan
untukomemahamiomaksud penuturosesuai dengan konteksososialnya, misalnya,
konteksojenis kelamin, profesi, latarobudaya, suku, adat-istiadat, perilakuoatau
gayaohidup. Sosiopragmatik merupakanotitik pertemuanoantara sosiologiodan
15
pragmatik. Sosiopragmatikomerupakan penelitianoyang difokuskanopada
penggunaanobahasa yang dikaitkanodengan sosiologi khususnya sosiolinguistik.
Penelitian ini diaplikasikan dalam mengkaji data dari segiononbahasa. Tarigan
(Asri 2013:86) kata lainnya, sosiopragmatik merupakan titik pertemuan antara
sosiologi dan pragmatik.
Sosiopragmatik dapat diartikan sebagai cabang ilmu yang membahas
tentang pragmatik yang terjadi dalam sebuah konteks sosial dan konteks budaya
tertentu. Peristiwaokomunikasi selaluoterkait denganodua konteks, yaituikonteks
bahasaodan konteksokebudayaan. Konteks bahasa dalamohal ini mengarahopada
konteksopertuturan atauokonteks situasi yang dapatomencakup aspekoidentitas
partisipan, waktu dan tempatoperistiwa komunikasi, topikopertuturan,
danotujuan pertuturan. Konteksokebudayaan merupakanokonteks yangorelatif
umumoyang berlakuodalam masyarakatobahasa. Konteks kebudayaanoini
mengisyaratkanobahwa setiap pemakaiobahasa dalam mengadakanointeraksi
sosialoatau berkomunikasioselalu terpola olehokebudayaan yangodimilikinya.
Sumarsono (2009:112) menyatakan bahwa sosiopragmatik berkaitan
dengan penggunaan bahasa dalam peristiwa komunikasi oleh kelompok-
kelompok atau masyarakat-masyarakat yang berbeda. Sosiopragmatik berkaitan
dengan penggunaan bahasa oleh kelompok masyarakat untuk menyampaikan
maksud tertentu, oleh karena itu, representasi dalam pandangan sosiolinguistik
melibatkan persoalan siapa penutur dan mitra tuturnya, tujuan bertutur, suasana
tuturan, budaya atau adat istiadat, serta di mana dan kapan tuturan itu terjadi.
16
Lebih lanjut sosiopragmatikohampir sama ihalnya dengan sosiolinguistik
yang mempelajariobahasa dalam hubungannya dengan masyarakat,
memerlukanodata atau subjek lebih dari satuoorang. Objek sosiologi bukan
bahasa, melainkan masyarakat, dan dengan tujuan mendeskripsikan masyarakat
dan tingkah laku. Objek pragmatik adalah tuturan odengan otujuan menemukan
maksud dibalikotuturan. Objek sosiopragmatik oadalah maksud odari
sebuahotuturan denganomemperhatikan aspek-aspekomasyarakat bahasaoitu.
Permasalahan dalamososiopragmatik tidak hanya berkaitanodengan
maksudodari tuturanoyang ada (pragmatik umum), tetapi jugaoharus
memperhatikanoaspek-aspek sosial yang omelatarbelakangi munculnya
tuturan. Kebudayaanoyang berbeda, tentuosuatu tindak otutur akan memiliki
nilai yang berbeda opula baik dari segiokesantunan atauo tata cara tindak
tuturnya bergantung opada kebudayaan oyang melatari penuturnya.
Permasalahan okebahasaan pada okajian ini dapato juga didasarkan opada
perbedaan osistem sosial o (seperti umur, okasta, pekerjaan, pendidikan)
dengan omemperhatikan omaksud dan situasi odi mana atau obagaimana
tuturan otersebut ada, sebagai opertimbangan ofaktor-faktor yang
memengaruhi munculnya tuturan.
4. Etika Berbahasa
Berbahasa di dalamnya terdapat yang namanya etika, di dalam etika
terdapat moral. Moralomemunyai pengertianoyang sama denganokesusilaan
yangomemuat ajaran tentangobaik dan buruknyaoperbuatan. Etikaoberbahasa
eratokaitannya dengan pemilihanokode bahasa, norma-normaososial, dan sistem
17
budaya yang berlakuodalam masyarakat. Seseorangobaru dapat
dikatakanopandai berbahasa apabilaodia menguasai tata caraoatau etika
berbahasaoitu.
Menurut Hadiatmaja (2011:9-10) etikaomerupakan ilmuoyang
menyelidikiosesuatu hal perbuatan yangobaik dan yang tidak baikodengan
melihatopada amal perbuatanomanusia sepanjangodapat dirujukkan denganoakal
danopikiran.
Etikaoberbahasa adalahoaspek sosial budayaodalam memilihokata
sapaan, yaituoyang berkaitanodengan siapa yangodisapa (lebihotua, sederajat,
lebihomuda, atauokanak-kanak); statusososialnya (lebihotinggi, sama, atau lebih
rendah); situasinyao (formal atau tidakoformal); keakrabannya (akrab atau tidak
akrab); jenisokelaminnya (wanitaoatau pria);hubungannya (sudahodikenal atau
belum dikenal); danosebagainya.
Chaer (2010:7) berpendapat ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam
komunikasi, yaitu kesantunan berbahasa, kesopanan berbahasa, dan etika dalam
berbahasa. Kesantunan berbahasa mengacu pada unsur-unsur bahasa; sedangkan
kesopanan berbahasa mengacu pada pantas tidaknya suatu tuturan disampaikan
pada lawan tutur. Etika dalam berbahasa berkenaan dengan sikap fisik dan
perilaku ketika bertutur atau berkomunikasi. Etika menetapkan ukuran mengenai
perbuatan manusia dan dinamakan sebagai ilmu pengetahuan yang normatif.
Norma yang dipakai adalah baik dan buruk. Misalnya, dalam berkomunikasi
tidak boleh mudah emosi atau emosional dan penggunaan komunikasi nonverbal
yang baik sesuai budaya yang berlaku. Sesuai dengan budaya di Indonesia,
18
komunikasi nonverbal dapat memakai cara berjabat tangan, mengangguk,
menunduk, dan sebagainya. Bahasa adalah sarana untuk menyampaikan maksud
atau pesan kepada pendengar. Selama ini, kebanyakan orang memahami bahasa
hanya terdiri atas bahasa verbal (tuturan dan tulisan) sehingga terkesan
mengesampingkan bahasa nonverbal. Bahasa sejatinya terdiri atas dua
komponen, yaitu bahasa verbal dan bahasa nonverbal.
Wang (2009) mengatakan “interpersonal communication is fulfilled
through two forms : one is verbal behaviors, the other one is nonverbal
behaviours”. Berdasarkan pendapat di atas dapat diartikan bahwa pada saat
berkomunikasi, komunikasi tersebut selalu terdiri atas dua susunan yaitu yang
pertama adalah bahasa verbal (tulisan dan lisan) dan yang kedua adalah bahasa
nonverbal.
Widyadmaka (2018) bahasa verbal adalah bahasa yang terdiri atas lisan
dan tulisan sedangkan bahasa nonverbal bisa dikatakan bahasa selain lisan dan
tulisan. Bahasa nonverbal terdiri atas gerakan-gerakan tubuh, ekspresi wajah,
pakaian yang digunakan, penggunaan nada vokal pada saat berbicara, dan
beberapa hal lain yang mampu memberikan pesan atau maksud kepada orang
lain bahkan, jarak kedekatan seseorang dengan pasangannya juga mampu
memberikan pesan tersendiri bagi orang lain yang melihatnya. Orang-orang
kebanyakan menganggap bahasa verbal yang sering digunakan, padahal dalam
kenyataannya bahasa nonverbal juga sering digunakan dalam berkomunikasi
tanpa kita sadari. Misalnya, ketika seseorang menanyakan letak barang orang
yang ditanya tersebut berbicara kemudian diikuti dengan tindakan menunjuk
19
(menggunakan jari telunjuk menunjuk letak benda yang di cari). Terkadang kita
tidak menyadari bahwa kita sudah menggunakan bahasa nonverbal berupa
gerakan telunjuk untuk menunjuk letak barang yang dimaksud.
a. Bahasa Nonverbal
Widyadmaka (2018) posisi bahasa nonverbal dapat menjadi
pendukung penyampaian pesan bahasa verbal dan juga bisa berdiri sendiri
tanpa hadirnya bahasa verbal. Misalnya, ketika seseorang sedang marah, orang
tersebut cukup menggunakan ekspresi wajah marah (mata melotot, tatapan
mata yang tajam). Hal tersebut sudah bisa memberikan pesan bahwa orang
tersebut sedang marah atau sedang dalam kondisi psikologi yang kurang baik
tanpa perlu menggunakan bahasa verbal. Contoh tersebut adalah bukti bahwa
bahasa nonverbal dapat berdiri sendiri. Sedangkan, dalam beberapa keadaan
lain bahasa nonverbal bisa berdiri berdampingan (berfungsi mendukung
menyampaikan pesan atau memperkuat pesan) bahasa verbal.
Rahkmat (Widyadmaka 2018) mengungkapkan bahasa nonverbal
terbagi menjadi enam jenis diantaranya (1) kinesik, (2) Paralinguistik atau
suara, (3) proksemik atau penggunaan ruangan personal dan sosial, (4) olfaksi
atau penciuman, (5) sensitivitas kulit, dan (6) artifaktual, namun dalam
penelitian ini, peneliti hanya membatasi pada bahasa nonverbal jenis kinesik.
1) Bahasa nonverbal Kinesik
Rahkmat (Widyadmaka 2018) kinesik adalah suatu gerak tubuh
yang menggunakan otot-otot sehingga menimbulkan gerakan-gerakan
yang memuat pesan atau maksud. Gerakan kinesik dapat terdiri atas
20
anggota tubuh dari kepala sampai kaki. Gerakan kinesik yang biasa
digunakan dalam berkomunikasi adalah bersalaman, mencium pipi atau
kening, melambaikan tangan dan lain sebagainya. Perlu diketahui dan
dimengerti bagaimana gerak tubuh dipergunakan dalam komunikasi non
verbal. Tanpa observasi sekalipun, ternyata setiap gerakan tubuh
mengkomunikasikan fungsi tertentu.
Solihin (2010) menyatakan dalam komunikasi nonverbal, kinesik
atau gerakan tubuh meliputi kontak mata, ekspresi wajah, gerak tubuh, dan
sikap tubuh, namun dalam penelitian ini, peneliti hanya membatasi pada
bahasa nonverbal jenis kinesik pada gerak tubuh.
a. Gestur (gerak tubuh)
Widyadmaka (2018) pada umumnya, gestur atau gerak
tubuh merupakan bentuk perilaku nonverbal pada gerak-gerak
tangan, bahu, dan jari-jari. Kita sering menggunakan gerakan-
gerakan anggota tubuh secara sadar maupun tidak sadar untuk
menekankan suatu pesan.
Sebagai contoh kita berkata : pohon itu tinggi, atau
rumahnya dekat, maka kita pasti menggerakkan tangan untuk
menggambarkan deskripsi verbal. Contoh lainnya saat kita
mengatakan : letakkan barang itu!, lihat pada saya!, maka yang
bergerak adalah gerakan jari-jari telunjuk yang menunjukkan arah.
Liliweri (Widyadmaka 2018) manusia memunyai banyak cara dan
21
bervariasi dalam menggerakkan tubuh dan anggota tubuhnya
ketika mereka sedang berbicara.
Ekman dan Friesen (Widyadmaka 2018) penggunaan
bahasa tubuh memunyai fungsi tertentu. Fungsi tersebut yaitu
emblem, ilustrator, dan adaptor.
1. Emblem
Emblem merupakan gerakan yang berbentuk simbol
yang memberikan pesan. Emblem menggantikan kata-kata.
Sebagai contohnya, mengacungkan jempol ke atas sebagai
tanda persetujuan atau pujian.
2. Ilustrator
Ilustrator merupakan tanda-tanda nonverbal dalam
komunikasi. Tanda ini merupakan gerakan anggota tubuh
yang disertai perkataan untuk menciptakan pesan visual
yang mendukung, menjelaskan, atau memperkuat isi pesan.
Tanda Misalnya anggota SFCK (Slank Fans Club Kiran)
yang menyapa anggota SFCK (Slank Fans Club Kiran)
lainnya dijalan dengan kalimat verbal disertai melambaikan
2 jari.
3. Adaptor
Adaptor merupakan gerakan anggota tubuh yang
bersifat spesifik. Pada mulanya, gerakan ini berfungsi untuk
menyebarkan atau membagi ketegangan anggota tubuh.
22
Misalnya meliuk-liukkan tubuh, memulas tubuh,
menggaruk kepala, atau loncatan kaki. Namun adaptor
kemudian juga berfungsi sebagai indikator suasana hati,
dan kita tidak bisa mengontrolnya secara sadar, karenanya,
adaptor digunakan sebagai alat pengukur terbaik untuk
mengetahui perasaan seseorang yang sebenarnya. Misalnya,
menggaruk-garuk kepala untuk menunjukkan kebingungan.
Solihin (2010) menyatakan bahwa bahasa nonverbal
disampaikan bukan dengan kata-kata tetapi melalui gerakan-gerakan
anggota tubuh yang sering dikenal dengan istilah bahasa isyarat atau
body language, selain itu, penggunaan bahasa nonverbal dapat
melalui kontak mata, pakaian, potongan rambut dan lain sebagainya.
Wood Julia (2013) komunikasi nonverbal adalah semua aspek
komunikasi yang bukan berupa kata-kata. Tidak hanya gerakan dan
bahasa tubuh,tetapi juga bagaimana kita mengungkapkan kata-kata :
perubahan nada suara, berhenti, warna suara, volume dan aksen.
Aspek nonverbal ini akan memengaruhi makna dari kata-kata yang
diucapkan. Aspek lingkungan yang memengaruhi interaksi juga
termasuk dalam komunikasi. Benda pribadi seperti perhiasan dan
pakaian, penampakan fisikpun juga mampu memberikan pesan pada
saat kita berkomunikasi.
Bahasa nonverbal tidak bisa lepas dari konteks (Situasi, ruang,
dan waktu) karena dalam menafsirkan maksud harus di ikuti
23
konteksnya, misalnya menangis pada saat ada anggota keluarga yang
meninggal itu berarti ekspresi kesedihan, kemudian menangis karena
mendapatkan rumah gratis dari pemerintah merupakan ekspresi
kebahagiaan yang tak terbendung sehingga menangis. Kedua contoh
bahasa nonverbal tersebut sama-sama menangis, tetapi berbeda
maksud yang ingin disampaikan, jadi peran konteks dalam bahasa
nonverbal sangat penting dalam pengertian maksud.
Lebih lanjutnya, bahasa nonverbal juga bisa menjadi kekhasan
suatu daerah tertentu. Variasi-variasi bahasa nonverbal dapat
ditemukan terutama di Indonesia yang merupakan negara yang terdiri
atas banyak suku dan budaya. Contohnya saja bahasa nonverbal di
NTT berbeda dengan bahasa nonverbal di Jawa, di NTT terdapat
bahasa nonverbal menggesekkan hidung kepada kerabat atau saudara
sebagai tanda keakraban. Berbeda dengan bahasa nonverbal di
Yogyakarta tradisi “nderek langkung” memiliki arti permisi atau
numpang lewat. Pengucapan nderek langkung sendiri didukung
dengan bahasa nonverbal menundukkan kepala kepada orang yang
disapa (biasa orang yang lebih tua). Berbicara mengenai etika
berbahasa dalam hal ini bahasa nonverbal, di Sulawesi Selatan sendiri
memiliki ciri khas etika berbahasanya yang sudah menjadi identitas
budaya masyarakat Sulawesi Selatan tak terkecuali masyarakat
Kajang. Sulawesi Selatan sendiri dalam hal ini masyarakat Kajang,
bahasa nonverbalnya adalah patabe’ (tabe’). patabe’ (tabe’) ini
24
memiliki arti permisi yang didukung dengan bahasa nonverbal
dengan posisi tangan kanan lurus dan posisi badan agak menunduk
sedikit sebagai bentuk penghormatan ketika lewat di depan seseorang
(biasa orang yang lebih tua).
5. Kesantunan Berbahasa
Pergaulanosehari-hari, seseorangodapat dikatakan santunoapabila norma
atauonilai sopan santunoyang telah disepakati dalamomasyarakat tersebut
diterapkan, selainoitu, seseorangoyang santun harus menyesuaikanodiri dengan
masyarakat, tempat, danosituasi yangodihadapinya. MenurutoNgalim (2013:78)
menjelaskanobahwa kesantunanoadalah sebagai bentukoperilaku yangodisepakati
dalamohubungan antara personaloyang salingomerasa ada kesesuaianodan
memberikanosesuatu yang memilikiomakna saling menghargai. Kesantunan
berbahasa (languageobehavior) yangodisepakati oleh komunitasopemakai bahasa
tertentuodalam rangkaosaling menghargaiodan menghormati satuodengan yang
lain.
Kesantunan danokesopanan memunyaiomakna yang sedikitoberbeda.
Tuturanoyang benar berkaitanodengan masalah isiotuturan, jikaotuturan yang
santun berkaitanodengan bahasa yangodipergunakan. Chaer (2010: 73)otuturan
yang sopanoberkaitan denganotopik tuturan, konteksosituasi pertuturan,
danojarak hubunganososial antaraopenutur dan lawanotutur.
Rahardi (2005: 35) penelitianokesantunan mengkajiopenggunaan bahasa
(languageouse) dalam suatu masyarakatobahasa tertentu. Masyarakatotutur yang
dimaksudoadalah masyarakatodengan aneka latarobelakang situasi sosialodan
25
budaya yangomewadahinya, adapunoyang dikaji di dalam penelitianokesantunan
adalah segiomaksud dan fungsiotuturan.
Ricour (Wibowo 2015: 13) menyatakanobahwa bahasa selaluountuk
mengatakan sesuatuoyang dibaluti olehonilai-nilai etis atauokesantunan, sehingga
bahasaoyang santunomerupakan alat yangopaling bermartabat digunakanodalam
berkomunikasi dan menjalin hubungan sosial karena bahasa
santunomemperhatikanokaidah kebahasaan danotatanan nilai yang berlakuodi
dalam masyarakatopemakainya. Pemakaianobahasa yang santun padaohakikatnya
digunakan denganotujuan agar petuturodan lawan tutur tidakomerasa tertekan,
tersudut, atauotersinggung. Markhamah (2009:153) bahasa yangosantun
digunakan dalamointeraksi antarmanusia denganobaik dan konsisten
akanomenciptakan suatu kondisi yangodamai, tenang, danoharmonis. Pranowo
(2012:1) kesantunan berbahasaomerujuk pada kemampuanoseseorang untuk
bertuturokata secaraohalus dan isi tutur katanyaomemiliki maksud yangojelas,
sehingga dapatomenyejukkan hati, membuatoorang berkenan, danotidak ada
kesalahpahaman dioantara penutur dan lawan tutur, denganodemikian,
terciptaosuasana yang nyamanoketika sedang berkomunikasi. Kesantunan dapat
diartikan sebagai suatu bentuk tidakan atau perilaku pada kelompok masyarakat
tertentu yang dipengarauhi oleh beberapa hal seperti tata cara, kebiasaan, adat
yang berlaku dalam masyarakat, peran orang yang terlibat dalam komunikasi itu
sendiri, serta konteks dalam hal ini meliputi situasi, ruang, dan waktu.
Nursyahidah (2017) maksimomerupakan kaidah kebahasaanodi dalam
interaksiolingual; kaidah-kaidahoyang mengatur tindakannya,openggunaan
26
bahasanya, danointerpretasi-interpretasinyaoterhadap tindakan dan ucapanolawan
tuturnya. Maksim-maksimotersebut menganjurkan agar kitaomengungkapkan
keyakinan-keyakinan denganosopan dan menghindari ujaranoyang tidak sopan.
Berbahasaoyang baik tentunyaoharus mengikuti aturan-aturanoyang ada. Hal
tersebutoagar setiap tuturan yangodiutarakan dapat menghasilkanobahasa yang
santun.
Leech (Wahidah & Wijaya, 2017) menyatakan bahwa, seseorangodapat
dikatakan sudah memilikiokesantunan berbahasaojika sudah dapatomemenuhi
prinsip-prinsipokesantunan yang dijabarkanomenjadi maksim (ketentuanoatau
ajaran) yaitu :
a. Maksim kebijaksanaan (tact maxim)
Leech (Wahidah & Wijaya, 2017) maksimokebijaksanaan yaitu
maksimoyang menggariskanobahwa setiap peserta pertuturanohendaknya
berpegang pada prinsipountuk selalu mengurangiokeuntungan dirinya sendiri
danomemaksimalkan keuntunganopihak lain dalam kegiatanobertutur. Orang
bertuturoyang berpegangodan melaksanakan maksimokebijaksanaan akan
dapatodikatakan sebagaioorang santun. Jika dalamobertutur, seseorang
berpegang pada maksimokebijaksanaan, ia dapatomenghindarkan sikap
dengki, iriohati, dan sikap yang kurangosantun terhadap mitraotutur, karena
itu, penuturoharus menunjukkanokeikhlasan berkorban terhadapomitra tutur.
Maksimokebijaksanaan adalahobentuk tuturan yangomengutamakan
sikap arif, tidakomemaksakan kehendak dalamomengutarakan maksud-
maksud kepadaolawan tutur agar lawanotutur atau penyimak merasaosenang
27
denganopembicaraan. Pematuhanomaksim kebijaksanaan ini
ditandaiodengan pemilihan kataomisalnya menggunakan kataomaaf, terima
kasih, silahkan,omohon, dan tolong ketikaoberpendapat, menegur,
mempersilahkan,odan menyuruh. Penuturojuga tidak diperbolehkan
memaksakanopendapatnya pada mitraotutur. Contoh :
A: ”Silakan makan saja dulu, nak! Kami semua sudah
mendahului.”
B: ”Wah, saya jadi tidak enak, Bu.”
Tuturan di atas tampak jelas bahwa apa yang dituturkan oleh tuan
rumah sangat memaksimalkan keuntungan bagi tamu, bahkan sering kali
ditemukan minuman dan makanan yang disajikan kepada tamu diupayakan
agar layak diterima dan dinikmati oleh tamu tersebut. Maksim
kebijaksanaan mengandung prinsip :
1) Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin;
2) Buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin.
Yusri (2016) Selanjutnya kita akan melihat contoh tuturan yang tidak
sesuai dengan maksim kebijaksanaan seperti pada tuturan di bawah ini :
“Saya sudah mengatakan bahwa saya merasa tidak bersalah,
mungkin anda bisa menanyakan masalah ini kepada orang yang
menyebabkan masalah ini terjadi.”
Tuturan di atas diutarakan oleh seseorang yang menyalahkan orang
lain mengenai permasalahan yang terjadi, dan tuturan tersebut kita dapat
melihat bahwa penutur berusaha untuk memperbesar kerugian orang lain,
28
maka dari itu, kita dapat menyimpulkan bahwa tuturan tersbut tidak sesuai
ataupun melanggar maksim kebijaksanaan.
b. Maksim kedermawanan (generosity maxim)
Leech (Wahidah & Wijaya, 2017) maksim kedermawanan yaitu
maksim kemurahan hati yang mengharuskan peserta tutur untuk
menghormati orang lain. Penutur atas kesediaannya memberikan sesuatu
yang menjadi miliknya kepada mitra tutur agar mitra tutur menjadi tercukupi
kebutuhannya. Perbedaan mencolok dengan maksim kebijaksanaan bahwa
maksim kedermawanan menawarkan suatu perbuatan atau tingkah laku,
tetapi mitra tutur dimungkinkan untuk menolak apa yang menjadi tawaran
penutur. Maksim kedermawanan mengandung prinsip :
1) Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin;
2) Buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin.
Rahardi (2005:62) memberikan contoh :
A : “ Mari saya cucikan baju kotormu! Pakaianku tidak banyak
kok, yang kotor.”
B : “Tidak usah, Mbak. Nanti siang saya akan mencuci juga,
kok.”
Tuturan yang disampaikan si A di atas, dapat dilihat dengan jelas
bahwa ia berusaha memaksimalkan keuntungan pihak lain dengan cara
menambahkan beban bagi dirinya sendiri. Orang yang tidak suka membantu
orang lain, apalagi tidak pernah bekerja bersama dengan orang lain, akan
29
dapat dikatakan tidak sopan dan biasanya tidak akan mendapatkan banyak
teman di dalam pergaulan keseharian hidupnya.
Yusri (2016) Selanjutnya kita akan melihat contoh tuturan yang tidak
sesuai dengan maksim kedermawanan seperti pada tuturan di bawah ini :
“Sebagai anggota DPR, tentunya saya pantas mendapatkan fasilitas
yang memadai dari negara ini.”
Tuturan tersebut diutarakan oleh salah satu calon anggota DPR yang
menjelaskan bahwa fasilitas-fasilitas yang boleh dikatakan mewah yang dapat
ia nikmati merupakan sebuah hal yang wajar. Berdasarkan konteks tuturan di
atas, kita dapat melihat bahwa penutur berusaha untuk memperbesar
keuntungan bagi dirinya sendiri, maka dari itu kita dapat menyimpulkan
bahwa tuturan tersebut tidak sesuai dengan konsep maksim kedermawanan
yng menjelaskan bahwa konsep tuturan yang santun adalah kurangi
keuntungan bagi diri sendiri dan tambahi pengorbanan bagi diri sendiri.
c. Maksim penghargaan (approbation maxim)
Leech (Wahidah & Wijaya, 2017) maksim penghargaan yaitu
maksim yang membuat orang akan dapat dianggap santun apabila dalam
bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain,
sehingga para peserta tutur tidak saling mengejek atau merendahkan pihak
lain. Contohnya :
Dosen A : ”Pak, tadi saya sudah memulai kuliah perdana dengan
materi puisi.”
30
Dosen B : ”Oya, tadi saya mendengar pembacaan puisinya jelas
sekali.”
Tuturan di atas, pemberitahuan yang disampaikan dosen A terhadap
rekannya dosen B ditanggapi dengan sangat baik, bahkan disertai pujian
atau penghargaan oleh dosen B, maka dalam pertuturan itu dosen B
berperilaku santun terhadap dosen A.
Yusri (2016) Selanjutnya kita akan melihat contoh tuturan yang tidak
sesuai dengan maksim penghargaan seperti pada tuturan di bawah ini :
“Bagaimana kau mengatakan dirimu hebat, kalau Adipura saja tidak
bisa di raih, tidak bisa dikatakan hebat.”
Penutur di atas mengungkapkan bahwa jangan mengatakan dirimu
hebat jika tidak mendapatkan piala Adipura. Tuturan tersebut dengan jelas
menandakan bahwa penutur sedang melakukan pengecaman yang menjadi
bentuk pelanggaran pada maksim penghargaan.
d. Maksim kesederhanaan (modesty maxim)
Leech (Wahidah & Wijaya, 2017) maksim ini mengandung prinsip
yaitu:
1) Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin;
2) Kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin.
Memuji diri sendiri merupakan pelanggaran maksim ini. Maksim
kesederhanaan atau kerendahan hati ini, penutur harus mengecam dirinya
sendiri, karena dalam percakapan hal tersebut merupakan tindakan yang
sopan, semakin penutur mengecam dirinya maka semakin sopanlah tuturan
31
tersebut. Lebih dari itu, sepakat dan mengiyakan pujian orang lain terhadap
diri sendiri juga merupakan pelanggaran pada maksim kerendahan hati ini.
Contohnya :
a) A : “Mereka ramah sekali kepada saya.”
B : “ Iya benar.”
b) A: “Anda ramah sekali kepada saya.”
B : “Iya memang.”
Contoh a) memperlihatkan bahwa mengecam diri sendiri merupakan
tindakan yang sopan, sebaliknya memuji diri sendiri pada contoh b)
merupakan pelanggaran terhadap maksim kerendahan hati. Menyetujui
pujian terhadap orang lain merupakan tindakan yang sopan, sebaliknya
sependapat dengan pujian yang ditujukan kepada diri sendiri merupakan
pelanggaran terhadap maksim kerendahan hati.
Yusri (2016) Selanjutnya kita akan melihat contoh tuturan yang tidak
sesuai dengan maksim kesederhanaan seperti pada tuturan di bawah ini :
“Kalau periode ini baik, tahun depan harus lebih baik. Saat ini
Sulsel adalah provinsi yang paling baik di Indonesia. Kita berhasil
meraih 113 penghargaan nasional dan internasional.”
Tururan di atas tidak sesuai dengan maksim kesederhanaan. Tuturan
di atas secara jelas memuji dirinya sendiri dan itu adalah bentuk
pelanggaran dalam maksim kesederhanaan.
32
e. Maksim Permufakatan (agreement maxim)
Leech (Wahidah & Wijaya, 2017) maksim permufakatan atau
maksim kecocokan, yaitu maksim yang mengharuskan para peserta tutur
dapat saling membina kococokan di dalam kegiatan bertutur, jika terdapat
kecocokan antara keduanya, maka mereka dapat dikatakan bersikap santun,
di sini sikap konfrontasi diupayakan untuk dihindari demi menjaga
keharmonisan dengan mitra tutur. Contohnya :
A : “Nanti malam kita makan bersama ya, Yun!.”
B : “Boleh. Saya tunggu di Bambu Resto.”
Contoh di atas terasa santun karena si A mampu membina
kecocokan dengan si B, dengan memaksimalkan kecocokan di antara
mereka tuturan akan menjadi santun.
Yusri (2016) Selanjutnya kita akan melihat contoh tuturan yang tidak
sesuai dengan maksim permufakatan seperti pada tuturan di bawah ini :
“Agnes, mungkin saya tidak bisa menunggumu. Saya akan berangkat
ke sekolah sendiri saja, soalnya saya takut terlambat nantinya.”
Tuturan di atas di sampaikan oleh seseorang kepada teman
sekolahnya. Berdasarkan tuturan di atas, dapat kita lihat bahwa penutur tidak
berusaha untuk membina kecocokan dengan temannya. Stuturan tersebut
tidak sesuai dengan konsep maksim permufakatanyng berarti kurangilah
ketidaksesuaian pada diri sendiri dengan orang lain dan tingkatkan
persesuaian antardiri sendiri dengan orang lain.
33
f. Maksim kesimpatian (sympathy maxim)
Leech (Wahidah & Wijaya, 2017) mengatakan di dalam maksim ini
diharapkan agar para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati
antara pihak yang satu dengan pihak lainnya. Sikap antipati terhadap salah
seorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak santun. Rahardi
(2005:65) orang yang bersikap antipati terhadap orang lain, apalagi sampai
bersikap sinis terhadap pihak lain, akan dianggap sebagai orang yang tidak
tahu sopan santun di dalam masyarakat. Jika lawan tutur mendapatkan
kesuksesan atau kebahagiaan, penutur wajib memberikan ucapan selamat,
dan jika lawan tutur mendapatkan kesusahan, atau musibah, penutur layak
turut berduka, atau mengutarakan ucapan bela sungkawa sebagai tanda
kesimpatian. Contohnya :
A: “Nenekku meninggal.”
B: “ Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Turut berduka cita.”
Contoh di atas menunjukkan si B menunjukkan rasa simpatinya
kepada si A. Orang yang mampu memaksimalkan rasa simpatinya kepada
orang lain akan dianggap orang yang santun.
Yusri (2016) Selanjutnya kita akan melihat contoh tuturan yang tidak
sesuai dengan maksim kesimpatian seperti pada tuturan di bawah ini :
“Buat apa kita peduli kalau dia tidak lulus ujian nasional, buat apa
dipikirkan, dia juga bukan teman kita.”
Tuturan di atas di sampaikan oleh penutur ketika salah satu siswa di
sekolahnya tidak lulus ujian nasional. Penutur merasa tidak penting
34
memikirkan ataupun peduli kepada orang yang bukan temannya. Tutran
tersebut tidak sesuai dengan maksim kesimpatian. Shal tersebut disebabkan
karena seperti kita ketahui, konsep maksim kesimpatian adalah kurangi
antipati antara diri sendiri dengan orang lain dan perbesarlah simpati anatara
diri sendiri dengan orang lain.
Kesantunan berbahasa juga merupakan salah satu nilai budaya yang
sangat dijunjung tinggi di dalam masyarakat Indonesia. Nilai kesantunan bukan
sesuatu yang dibawa lahir, tetapi merupakan hasil proses sosialisasi dan
konstruksi sosial budaya dan sejarah suatu bangsa. Kita tidak mungkin
membayangkan sebuah masyarakat yang tidak mendayagunakan strategi
berkomunikasi untuk menghindari friksi interpersonal, menghindari konflik,
meminimalkan pertentangan serta untuk meningkatkan rasa nyaman dan saling
pengertian.
Berbicara mengenai kesantunan berbahasa, di Sulawesi Selatan sendiri
memiliki ciri khas kesantunan berbahasanya yang sudah menjadi identitas budaya
masyarakat Sulawesi Selatan tak terkecuali masyarakat Kajang. Sebagai contoh,
di daerah Timur seperti Papua, kata kau dan iyo itu termasuk bahasa yang santun.
Berbeda dengan yang ada di Sulawesi Selatan sendiri dalam hal ini masyarakat
Kajang, salah satu bentuk kesantunan berbahasanya adalah dalam penggunakan
kata kita (gitte) dan kata iye yang digunakan sebagai bentuk penghormatan
terhadap orang yang dihormati (orang yang lebih tua).
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
kesantunan berbahasa adalah kebiasaan-kebiasaan yang menyangkut perilaku
35
yang berlaku dalam masyarakat. Situasi kehidupan sehari-hari, sikap yang santun
akan memberi dampak positif terhadap hubungan sosial dengan lingkungan
sekitar sehingga tejadi keharmonisan dalam tindak komunikasi verbal.
6. Kajang
Kajang merupakan satu dari sepuluh keca matan yang ada di Kabupaten
Bulukumba provinsi Sulawesi Selatan. Kajang memiliki luas wilayah 129,06
(Km²) dengan jumlah penduduk 47.467, banyaknya rumah tangga (KK) 10.662
serta kepadatan penduduk 368 (Km²) .
Agus (2018:143-149) Kajang merupakan salah satu daerah pesisir sebagai
sentra pengembangan pariwisata dan perikanan Kabupaten Bulukumba. Kajang
terdiri atas 17 desa yaitu Batu Nilamung, Bonto Baji, Bonto Biraeng, Bonto
Rannu, Lembang, Lembang Lohe, Lembanna, Lolisang, Malleleng,
Mattoanging, Pantama, Pattiroang, Possi Tanah, Sangkala, Sapanang,
Tambangan, dan Tanah Toa serta terdiri dari dua kelurahan yaitu Laikang dan
Tanah Jaya. Penduduk daerah Kajang sebagian besar berprofesi sebagai petani
dan nelayan. Mereka umumnya mengolah lahan pertanian berupa sawah dan
perkebunan. Hasilnya itu berupa jagung, tanaman palawija, karet, dan hasil
36
perkebunan lainnya, sedangkan nelayan mengusahakan berbagai alat penangkap
ikan, diantaranya pancing dan gae (bahasa Konjo).
Perlu diketahui bahwa secara geografis, Kajang terbagi atas dua yaitu
Kajang dalam (mereka disebut tau Kajang) dan Kajang luar (mereka disebut tau
Lembang). Daerah Kajang luar adalah daerah yang sudah bisa menerima
peradaban teknologi seperti listrik berbeda halnya dengan Kajang dalam yang
tidak dapat menerima peradaban. Peneliti dalam penelitian ini akan mengambil
lokasi penelitian di daerah Kajang luar tepatnya di Kassi Kelurahan Tanah Jaya
Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba.
a. Bahasa Konjo
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2019) bahasa Konjo
dituturkan oleh masyarakat yang berada di Desa Bira, Ara, Kecamatan Bonto
Bahari dan Desa Possi Tanah, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba,
Provinsi Sulawesi Selatan. Bahasa Konjo terdiri atas tiga dialek, yaitu dialek
Bira, dialek Ara, dan dialek Kajang. Bahasa konjo adalah salah satu bahasa
daerah dari 14 bahasa daerah yang ada di Sulawesi Selatan. Peneliti dalam
penelitian ini akan melakukan penelitian pada bahasa konjo dialek Kajang.
Bahasa konjo di ujung pembicaraannya biasa mengunakan istilah do.
b. Kassi Kajang
Kajang luar berbeda dengan Kajang dalam. Kajang luar dalam hal ini
Kassi Kajang sudah bisa menerima masuknya teknologi modern. Setiap
aspek kehidupan masyarakat Kassi Kajang sudah tersentuh dengan
modernisasi, baik dari segi pendidikan, budaya, sosial, dan lain sebagainya.
37
Salah satu contohnya adalah masyarakatnya yang sudah menggunakan media
teknologi modern. Kita ketahui bahwa saat ini dengan berkembangnya
teknologi, tanpa disadari juga sudah memengaruhi pola kehidupan
masyarakatnya, tak terkecuali masyarakat Kassi Kajang.
Peneliti dalam penelitian ini melihat bahwa Kassi Kajang ini sudah
mendapat pengaruh globalisasi dalam hal ini pengaruh perkembangan
IPTEK yang secara tidak langsung memeroleh dampaknya baik yang positif
maupun yang negatifnya. Salah satu dampaknya yaitu dari sisi negatifnya
dalam hal ini penggunaan bahasa. Saat sekarang ini, dalam menggunakan
bahasa, seseorang tidak lagi memerhatikan yang namanya etika dan
kesantunan dalam berbahasa baik kepada teman sebaya, orang yang lebih tua
dari mereka dan lainnya, dan hal tersebut ternyata peneliti temukan pada
observasi awal pada tanggal 20 Oktober 2019 di daerah Kassi Kajang.
c. Perempuan
Peneliti memilih perempuan Kassi Kajang sebagai objek kajian
karena studi dibidang penelitian bahasa dalam kaitannya dengan kehidupan
sosial, politik, budaya masyarakat menunjukkan bahwa bahasa perempuan
berbeda dengan bahasa laki-laki. Kuntjara (2003) perbedaan bahasa mereka
bukan saja terletak pada perbedaan suara laki-laki dan perempuan, bukan
hanya pada pemakaian atau pemilihan kata (leksikal) dan kalimat
(gramatikal), melainkan juga pada cara penyampaiannya (pragmatik).
Munjin (2008:262-274) banyak hasil penelitian tentang kaitan bahasa dan
kehidupan sosial, politik dan budaya yang menunjukkan bahwa bahasa
38
laki- laki memang berbeda dengan bahasa perempuan. Dari segi jumlah yang
dihasilkan, banyak para ahli yang mengatakan bahwa para wanita lebih
banyak menghabiskan kata-kata dari pada para lelaki. Louann Brizendine
(Zulkarnain & Fitriani, 2018) dalam bukunya Female Brain mengatakan
bahwa seorang perempuan dapat menghabiskan sekitar 20.000 kata per hari
sedangkan seorang laki-laki hanya menghabiskan sekitar 7.000 kata per hari.
Yuliani (2013:47-51) penguasaan bahasa dari gender perempuan itu lebih
banyak kosakata yang dikuasai dibandingkan gender laki-laki, penuturan
perempuan lebih sopan dan perempuan berusaha untuk menjelaskan makna
kandungan pembicaraannya lebih banyak penjelasan secara mendetail untuk
menyakinkan lawan bicaranya.
d. Generasi Z
Putra (2017) Generasi Z juga disebut iGeneration atau generasi
internet. Generasi Z adalah generasi yang lahir dalam rentang tahun 1995
sampai dengan tahun 2010. Generasi Z adalah generasi setelah Generasi Y,
generasi ini merupakan generasi peralihan Generasi Z dengan teknologi yang
semakin berkembang. Generasi Z adalah generasi yang hidup dengan
kemajuan teknologi yang sangat pesat yang juga telah mengubah pola
tingkah laku generasi tersebut. Sejak kecil generasi ini sudah mengenal
teknologi dan akrab dengan gadget canggih yang secara tidak langsung
berpengaruh terhadap kepribadian. Saat ini sering kita dengar atau bahkan
melihat banyaknya kasus hukum atau kondisi sosial yang melibatkan
generasi Z, salah satunya adalah kaitannya dengan etika dan kesantunan
39
berbahasa yang tanpa disadari itu merupakan pengaruh dari penggunaan
teknologi dari segi negatifnya. Maka dari itu, peneliti dalam penelitian ini
akan mendeskripsikan mengenai wujud etika dan kesantunan berbahasa
perempuan generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba.
B. Kerangka Pikir
Penelitian ini dilaksanakan untuk mendeskripsikan etika dan kesantunan
berbahasa perempuan generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba.
Sosiopragmatik merupakan kajian pragmatik yang menggunakan pendekatan
sosial. Kajian sosiopragmatik menganalisis aspek-aspek makna suatu peristiwa
tindak tutur yang di tinjau dari konteks situasi pertuturan dan konteks sosial
budaya di mana bahasa itu digunakan. Bahasa yang akan di teliti dalam penelitian
ini adalah bahasa Konjo. Bahasa Konjo terdiri atas tiga dialek, yaitu dialek Bira,
dialek Ara, dan dialek Kajang. Bahasa konjo dialek Kajang adalah salah satu dari
14 bahasa daerah yang ada di Sulawesi Selatan. Penelitian dengan menjadikan
perempuan sebagai objek kajian dikarenakan perempuan dapat menghabiskan
sekitar 20.000 kata per hari sedangkan seorang lak-laki hanya dapat
menghabiskan sekitar 7.000 kata per hari, penuturan perempuan lebih sopan dan
perempuan berusaha untuk menjelaskan makna kandungan pembicaraannya lebih
banyak penjelasan secara mendetail untuk menyakinkan lawan bicaranya.
Sumber data pada penelitian ini adalah generasi Z, generasi Z adalah generasi
yang lahir dalam rentang tahun 1995 sampai dengan tahun 2010, sejak kecil
generasi ini sudah mengenal teknologi dan akrab dengan gadget canggih yang
secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepribadian. Kajian sosiopragmatik
40
digunakan untuk menganalisis wujud etika berbahasa (bahasa nonverbal kinesik)
serta wujud kesantunan berbahasa (maksim kebijaksanaan, maksim
kedermawanan, maksim penghargaan, maksim kesederhanaan, maksim
permufakatan, dan maksim kesimpatian) yang akan menjadi temuan dalam
penelitian ini. Guna mendapatkan gambaran yang jelas mengenai etika dan
kesantunan berbahasa perempuan generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten
Bulukumba, berikut adalah gambaran kerangka pikir :
41
Bagan Kerangka Pikir
Bahasa Konjo
Dialek Ara Dialek Kajang Dialek Bira
Perempuan Generasi Z Kassi Kajang
Kabupaten Bulukumba
Kesantunan
Berbahasa
Etika
Berbahasa
1. Kinesik
1. Maksim Kebijaksanaan
2. Maksim Kedermawanan
3. Maksim Penghargaan
4. Maksim Kesederhanaan
5. Maksim Permufakatan
6. Maksim Kesimpatian
Temuan
Sosiopragmatik
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenisopenelitian yangodigunakan pada penelitianoini adalahopenelitian
deskriptifokualitatif. Moleong (2011:16) penelitianodeskriptif kualitatifo
merupakan jenisopenelitian yang bermaksudountuk memahami fenomenaotentang
apa yang dialamiooleh subjek penelitian, misalnyaoperilaku, persepsi,omotivasi,
tindakan, danolain-lain, dan dengan caraodeskripsi dalam bentukokata-kata dan
bahasa padaosuatu konteks khususoyang alamiah dan denganomemanfaatkan
berbagai metodeoilmiah.
Lebiholanjutnya, penelitian deskriptifokualitatif adalah jenisopenelitian
yang bertujuanountuk mendeskripsikan apaoyang akan diteliti danodatanya tidak
dianalisisomenggunakan rumusostatistik, melainkanomenggunakan dataoberupa
kata-kata. Penelitian deskriptifokualitatif menghasilkan data deskriptifokemudian
dataodigali hingga mendapatkanohipotesis yang konsisten. Penelitiodalam
penelitian ini mendeskripsikan wujudoetika dan kesantunan
berbahasaoperempuan generasioZ di Kassi Kajang KabupatenoBulukumba pada
berbagaiokonteks sosial objekopenelitian.
B. Definisi Istilah
Berdasarkanorumusan masalah penelitian, makaouraian definisioistilah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sosiopragmatik adalahokajian pragmatik yang menggunakanopendekatan
sosial. Kajianososiopragmatik menganalisisoaspek-aspek maknaosuatu
42
43
peristiwaotindak tutur yang di tinjau dariokonteks situasi pertuturanodan
konteksososial budaya diomana bahasa ituodigunakan.
2. Etika berbahasa adalah berkenaan dengan sikap fisik dan perilaku ketika
bertutur atau berkomunikasi.
3. Kesantunan berbahasa adalah penelitian kesantunan yang mengkaji
penggunaan bahasa (language use) dalam suatu masyarakat bahasa
tertentu. Sikap yang santun akan memberi dampak positif terhadap
hubungaan sosial dengan lingkungan sekitar sehingga tejadi
keharmonisan dalam tindak komunikasi verbal;
4. Bahasa nonverbal adalah terdiri atas gerakan-gerakan tubuh, ekspresi
wajah, pakaian yang digunakan, penggunaan nada vokal pada saat
berbicara, dan beberapa hal lain yang mampu memberikan pesan atau
maksud kepada orang lain bahkan, jarak kedekatan seseorang dengan
pasangannya juga mampu memberikan pesan tersendiri bagi orang lain
yang melihatnya.
5. Maksimokesantunan berbahasaoadalah kaidah kebahasaanodi dalam
interaksiilingual; kaidah-kaidahiyang mengaturitindakannya, penggunaan
bahasanya, danointerpretasi-interpretasinya terhadapotindakan dan
ucapan lawanotuturnya.
C. Data dan Sumber Data
1. Data
Data dalam penelitian ini adalah wujud berbahasa dalam hal ini etika
berbahasa (kinesik) dan maksim kesantunan berbahasa (maksim
44
kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim
kesederhanaan, maksim permufakatan, dan maksim kesimpatian).
2. Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini bersumber dari perempuan generasi
Z di Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba dengan jumlah informan 25 orang.
Perempuan sebagai sumber data dalam penelitian ini dikarenakan perempuan
dapat menghabiskan sekitar 20.000 kata per hari dibandingkan dengan laki-
laki yang hanya menghabiskan sekitar 7.000 kata per hari, penuturan
perempuan lebihosopan dan perempuanoberusaha untuk menjelaskanomakna
kandunganopembicaraannyalebih banyakopenjelasan secara mendetailountuk
menyakinkanolawan bicaranya. Perempuan yang masuk pada sumber data
penelitian ini adalah perempuan yang termasuk dalam generasi Z. Generasi Z
adalah generasi yang lahir dalam rentang tahun 1995 sampai dengan tahun
2010 (usia 10 - 25 tahun) dengan jenjang pendidikan yang masuk dalam
kategori ini adalah mulai siswi SD kelas 5 sampai pada jenjang tingkat
perkuliahan (mahasiswi).
D. Teknik Pengumpulan Data
Beberapaolangkah yang ditempuhountuk mengumpulkan dataopenelitian
yaitu :
1. Teknik Observasi
Observasi yang dilakukan peneliti tergolong dalam observasi
partisipan yang dengan melakukan hal tersebut peneliti dapat memahami
lebih dalam tentang fenomena (perilaku atau peristiwa). Peneliti terjun
45
langsung ke lapangan melakukan observasi dengan mendatangi tempat-
tempat yang menurut peneliti terdapat data dalam penelitian ini.
2. Teknik Wawancara
Kegiatan wawancara yang dilakukan tidak terstruktur. Wawancara
tidak menyusun terlebih dahulu draft pertanyaan, namun percakapan antara
pewawancara dan narasumber yang diwawancarai berlangsung santai dan
langsung menuju informasi yang diinginkan. Wawancara terkait dengan yang
menjadi bahan penelitian dalam hal ini etika dan kesantunan berbahasa
perempuan generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba. Teknik
wawancara dilakukan sebagai langkah awal untuk mengetahui siapa saja
yang masuk dalam kategori objek penelitian untuk selanjutnya dilakukan
teknik lanjutan.
3. Teknik rekam (audiovisual)
Teknik rekam dalam bentuk audiovisual dilakukan tanpa mengganggu
kelancaran proses kegiatan tuturan. Peneliti hanya berperan sebagai pengamat
wujud berbahasa para informannya. Kegiatan merekam dalam bentuk
audiovisual dilakukan tanpa sepengetahuan objek penelitian menggunakan
kamera gawai. Teknik ini digunakan untuk memeroleh data terkait wujud
etika dan kesantunan berbahasa objek penelitian.
E. Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan peneliti dalam menganalisis data yang diperoleh
yaitu:
46
1. Mentranskrip Data
Setelah peneliti memeroleh data primer berupa wujud berbahasa
perempuan generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba, selanjutnya
mentranskripsi, memindahkan data tersebut dengan cara menulis kembali
semua hasil tuturan yang diujarkan.
2. Mengidentifikasiodan MengklarifikasioData
Berdasarkanohasil transkripsi diperolehodata tertulis yangiselanjutnya
siap untukidiidentifikasi. Proses identifikasiiberarti mengenali atauomenandai
dataountuk memisahkanokalimat mana yangodibutuhkan untukotahap
selanjutnya, danomana yang tidakodibutuhkan.
3. Menyalinoke dalam KartuoData
Setelahodata yang diperlukanosudah terkumpul, selanjutnyaoadalah
penyalinanotiap tuturan yangotelah diidentifikasi keodalam kartu data.
Haloitu dimaksudkanoagar mudah untukomengelompokkan tuturanotersebut
menurut karakteristikotertentu.
4. MenganalisisoKartu Data
Data yangodiperoleh kemudianodianalisis untuk memeroleh data
berdasarkan bagian etika berbahasa (kinesik) dan maksim kesantunan
berbahasa perempuan generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba.
5. Menyimpulkan
Tahap akhir, hasil analisis akan menghasilkan sebuah temuan
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan.
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada penelitian yang sudah dilakukan, peneliti sudah mendapatkan data
yang sudah direduksi dan sampai pada titik jenuh penelitian tersebut, oleh karena
itu data yang menjadi hasil penelitian betul-betul dapat dijadikan sebagai bahan
analisis peneliti. Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, berikut
hasil penelitian berupa wujud etika dan kesantunan berbahasa perempuan generasi
Z Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba dalam berbagai konteks sosial.
1. Wujud Etika Berbahasa (Kinesik) Perempuan Generasi Z di Kassi
Kajang Kabupaten Bulukumba
Penelitian terhadap wujud etika berbahasa dalam hal ini bahasa
nonverbal kinesik. Berikut dipaparkan hasil penelitian yang berkaitan dengan
masalah dalam penelitian ini.
a. Kinesik
Bahasa nonverbal kinesik adalah suatu gerak tubuh yang
menggunakan otot-otot sehingga menimbulkan gerakan-gerakan yang
memuat pesan atau maksud. Gerakan kinesik dapat terdiri atas anggota
tubuh dari kepala sampai kaki. Data pada penelitian ini berjenis gerakan
tubuh yang aktif, pada umumnya gerakan aktif atau gestur merupakan
bentuk perilaku nonverbal pada gerak-gerak tangan, bahu dan jari-jari.
Manusia memunyai banyak cara dan bervariasi dalam menggerakkan
47
48
tubuh dan anggota tubuhnya ketika mereka sedang berbicara. Agar lebih
jelas tuturan di bawah ini dapat dicermati.
Data 1
Konteks : Dua orang perempuan yang bernama Sasa dan Nana
sedang berada dalam kamar sambil bermain gawai
masing-masing. Nana kemudian menawarkan kepada
Sasa untuk pergi ke rumah teman mereka dan Sasa pun
merespon dengan menyetujui hal tersebut memakai
bahasa nonverbal.
Bahasa nonverbal kinesik pada konteks di atas adalah gerakan jari
tangan yang menunjukkan simbol sepakat atau setuju. Gerakan tubuh
pada tangan yang menunjukkan simbol sepakat atau setuju di atas memiliki
fungsi emblem. Emblem menggantikan kata-kata. Gerakan yang
menunjukkan simbol sepakat atau setuju dilakukan oleh Sasa tanpa
mengucapkan kata-kata apapun dan langsung bisa dipahami oleh mitra
tuturnya yaitu Nana.
Data 2
Konteks : Dua orang perempuan berada dalam kamar. Nana yang
duduk santai sambil bermain gawai dan Sasa yang saat
itu terlihat sibuk mengerjakan tugasnya. Melihat Sasa
begitu sibuk mengerjakan tugas, Nana pun mengatakan
49
bahwa Sasa sangat rajin dengan disertai bahasa
nonverbal.
Bahasa nonverbal kinesik pada konteks di atas adalah
mengacungkan jempol yang bermakna sebagai tanda pujian. Gerakan
tubuh yang mengacungkan jempol sesuai dengan konteks di atas memiliki
fungsi emblem. Emblem menggantikan kata-kata.Gerakan mengacungkan
jempol tersebut ingin menjelaskan bahwa dalam kondisi tersebut Nana
melihat Sasa begitu sibuk dan serius mengerjakan tugasnya kemudian
Nana mengacungkan jempol sebagai tanda pujian untuk ketekunan Sasa.
Data 3
Konteks : Seorang remaja 16 tahun bernama Rini beranjak dari
kursi ruang tamu dengan mengungkapkan dan
melakukan tindakan tabik (Appatabe’) kepada tantenya.
Bahasa nonverbal kinesik pada konteks di atas adalah Appatabe’
(bahasa konjo) yang merupakan perwujudan rasa hormat remaja yang
bernama Rini terhadap tantenya yang saat itu sedang duduk bersamanya di
ruang tamu, dan Rini pun ketika beranjak dari kursi tersebut lewat depan
tantenya sambil mengucap “Tabe’ Tanta” (permisi Tante). Gerakan tubuh
Appatabe’ sesuai dengan konteks di atas memiliki fungsi ilustrator.
Ilustrator menjelaskan tanda-tanda nonverbal dalam komunikasi. Tanda ini
merupakan gerakan anggota tubuh yang menjelaskan atau menunjukkan
sesuatu. Gerakan Appatabe’ tersebut ingin menjelaskan bahwa Appatabe’
50
adalah wujud penghormatan terhadap orang yang dianggap lebih tua atau
yang dihormati ketika kita dan orang tersebut berada pada jarak yang dekat
dan ingin permisi lewat atau berjalan di depannya.
Data 4
Konteks : Seorang remaja 15 tahun bernama Azizah menyuruh
kakak perempuan dan sepupunya untuk tidak ribut
karena dia merasa terganggu yang mana saat itu dia
sedang serius mengerjakan tugas sekolahnya.
Bahasa nonverbal kinesik pada konteks di atas adalah jari telunjuk
tangan di letakkan di depan mulut dan kemudian dilanjutkan dengan
mengatakan “Jaki rungkai kak” yang merupakan perwujudan gerak tubuh
yang bermakna jangan atau dilarang ribut. Gerakan tubuh yang
bermakna jangan atau dilarang ribut sesuai dengan konteks di atas
memiliki fungsi ilustrator. Ilustartor menjelaskan tanda-tanda nonverbal
dalam komunikasi. Gerakan yang bermakna jangan atau dilarang ribut
tersebut menjelaskan bahwa dalam kondisi tersebut seseorang melakukan
tindakan menegur karena merasa terganggu dengan volume suara orang
lain di dekatnya.
Data 5
Konteks : Dua orang remaja yang berumur 13 tahun bernama Ima
dan Nisa yang sedang menonton acara televisi pada
51
malam hari dan kemudian remaja yang bernama Nisa
berpamitan ingin pulang kepada Ima dikarenakan hari
sudah semakin larut.
Bahasa nonverbal kinesik pada konteks di atas adalah
melambaikan tangan yang serangkai dengan perkataan ”dada” yang
bermakna sebagai tanda perpisahan. Gerakan tubuh yang melambaikan
tangan sesuai dengan konteks di atas memiliki fungsi ilustrator. Ilustrator
menjelaskan tanda-tanda nonverbal dalam komunikasi. Tanda ini
merupakan gerakan anggota tubuh yang menjelaskan atau menunjukkan
sesuatu. Gerakan melambaikan tangan tersebut menjelaskan bahwa dalam
kondisi tersebut Nisa ingin pulang ke rumahnya dan mengucap salam
perpisahan dengan melambaikan tangan sambil berucap “dada” yang
kemudian direspon oleh Ima dengan gerak tubuh dan ucapan yang sama.
Data 6
Konteks : Seorang perempuan bernama Risna datang berkunjung
ke rumah temannya dan disambut oleh Ibu dari temannya
tersebut. Risna pun kemudian mengucap salam dan
menjabat tangan Ibu dari temannya tersebut.
Bahasa nonverbal kinesik pada konteks di atas adalah berjabat
atau menjabat tangan. Gerakan tubuh yang berjabat atau menjabat
tangan sesuai dengan konteks di atas memiliki fungsi ilustrator. Ilustrator
menjelaskan tanda-tanda nonverbal dalam komunikasi. Tanda ini
52
merupakan gerakan anggota tubuh yang menjelaskan atau menunjukkan
sesuatu. Gerakan berjabat atau menjabat tangan tersebut menjelaskan
bahwa dalam kondisi tersebut Risna yang datang berkunjung ke rumah
temannya lalu bertemu dengan Ibu dari temannya tersebut langsung
menjabat tangan Ibu temannya dan juga ada seorang perempuan yang saat
itu bersama Ibu dari temannya. Berjabat atau menjabat tangan seseorang
umum dilakukan jika seseorang yang lebih muda bertemu dengan orang
yang dianggap lebih tua dan dihormati dan hal tersebut dilakukan oleh
Risna sebagai wujud penghormatan kepada Ibu temannya.
Data 7
Konteks : Risna yang sebelumnya pergi mengendarai motor milik
temannya yang bernama Ijri telah kembali. Setelah Risna
kembali dia pun ingin memberikan kunci motor Ijri dan
Ijri merespon dengan menunjuk ke arah meja dan berkata
agar Risna meletakkan kunci motor tersebut di atas meja.
Bahasa nonverbal kinesik pada konteks di atas adalah gerakan jari
telunjuk yang menunjukkan arah. Gerakan tubuh menunjuk arah sesuai
dengan konteks di atas memiliki fungsi ilustrator. Ilustrator menjelaskan
tanda-tanda nonverbal dalam komunikasi. Gerakan jari telunjuk yang
menunjukkan arah yang dilakukan oleh Ijri tentu akan langsung dipahami
oleh Risna karena Ijri menyertakan komunikasi nonverbal dalam bahasa
verbalnya.
53
2. Wujud Kesantunan Berbahasa Perempuan Generasi Z di Kassi
Kajang Kabupaten Bulukumba
Penelitian terhadap wujud kesantunan berbahasa terdapat enam
prinsip kesantunan yaitu; maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan,
maksim penghargaan, maksim kesederhanaan, maksim permufakatan, dan
maksim kesimpatian. Berikut dipaparkan hasil penelitian yang berkaitan
dengan masalah dalam penelitian ini.
a. Maksim Kebijaksanaan
Maksimokebijaksanaanoyaitu maksim yangomenggariskan bahwa
setiapopeserta pertuturanohendaknya berpegangopada prinsip
untukoselalu mengurangiokeuntungan dirinyaosendiri dan
memaksimalkanokeuntunganopihak lain dalam kegiatanobertutur. Orang
bertuturoyang berpegang danomelaksanakan maksimokebijaksanaan akan
dapatodikatakan sebagaioorang santun. Jika dalamobertutur, seseorang
berpegangopada maksimokebijaksanaan, iaodapat menghindarkanosikap
dengki, iri hati, danosikap yang kurangosantun terhadap mitraotutur. Agar
lebihojelas tuturan diobawah ini dapatodicermati.
Data 8
Konteks : Tuturan yang dilakukan Elsa di sebuah kamar di rumah
temannya yang bernama Jusni, yang saat itu merasa
resah karena sebenarnya dia ingin ke rumah guru SDnya
dahulu untuk sebuah keperluan, tapi dia tidak tahu lokasi
54
rumahnya, yang kemudian mendapat tanggapan dari
Jusni yang ternyata tahu lokasi rumah tersebut dan
berinisiatif untuk menemani Elsa ke lokasi tersebut.
Elsa : “Riek inni nisuroanga bela, lampa riballa’na Ibu
Ati guru SD yya riolo, mingkana tala kusse’i
balla’na.”
(“Sebenarnya saya ini disuruh pergi ke rumahnya
Ibu Ati guru SD kita dulu, tapi saya tidak tahu
rumahnya di mana”)
Jusni : “Nekke kusse’ji, nekkepa angngurangko.”
(“Saya tahu, biar saya yang menemanimu ke
sana”)
Elsa : “Iyo nah”
(“Iya”)
Tuturan “Nekke kusse’ji, nekkepa angngurangko” terlihat bahwa
Jusni memaksimalkan keuntungan untuk Elsa. Kondisi Elsa saat itu tidak
tahu lokasi rumah gurunya, maka dari itu, Jusni dengan bijaksana
memberitahukan kepada Elsa bahwa dia tahu lokasi rumah gurunya
tersebut dan berinisiatif untuk menemani Elsa ke lokasi tersebut. Hal ini
sesuai dengan prinsip maksim kebijaksanaan yang mewajibkan penutur
memaksimalkan keuntungan orang lain.
Data 9
Konteks :Tuturan yang dilakukan Harianti kepada sepupu
perempuannya yang bernama Maya di ruang tamu.
Harianti menyuruh sepupu perempuannya tersebut untuk
segera melaksanakan salat, jangan sampai waktu salatnya
lewat.
Harianti : “Maing mako sumbajang?”
55
(“Apa kamu sudah salat?”)
Maya : “Sinempe’ rolo deh.”
(“Nanti sebentar.”)
Harianti : “Lampa mako rolo sumbajang allaloa ji hattua”
(“Segeralah pergi salat, nanti waktu salatnya
lewat.”)
Tuturan “Lampa mako rolo sumbajang allaloa ji hattua” terlihat
bahwa Harianti memaksimalkan keuntungan untuk Maya. Saat itu sudah
masuk waktu salat magrib dari setengah jam yang lalu, lantas Harianti
bertanya kepada sepupunya apakah dia sudah salat? dan ternyata
sepupunya belum salat, sehingga Harianti dengan bijaksana dan demi
sesuatu hal yang baik, Harianti menyuruh Maya untuk segera salat agar
waktu salatnya tidak lewat, berhubung waktu salat megrib juga terbilang
tidak terlalu lama. Haloini sesuaiodengan prinsipomaksim kebijaksanaan
yangomewajibkan penuturomemaksimalkan keuntunganoorang lain.
Data 10
Konteks :Tuturan yang dilakukan Qamariah kepada temannya yang
bernama Nana ketika Nana datang berkunjung ke
Qamariah pada malam hari. Qamariah mengatakan jika
Nana merasa lapar, dia bisa langsung masuk ke dapur
untuk makan, di dalam ada nasi goreng yang tadi dibuat
olehnya.
Qamariah : “Tala pa’re jako intu?”
(“Apa kamu tidak lapar?”)
Nana : “Engre’ja”
(“Tidak.”)
56
Qamariah : “Oh, punna pa’reko, tama’ mamako nganre ri
dapur, riek intu nasi goreng maing kuhaju
sumpade”
(“Oh, kalau kamu lapar, masuk saja ke dapur, di
dalam ada nasi goreng yang saya buat tadi.”)
Tuturan “Oh, kalau kamu lapar, masuk saja ke dapur, di dalam
ada nasi goreng yang saya buat tadi” terlihat bahwa Qamariah
memaksimalkan keuntungan untuk Nana. Saat itu Qamariah tiba-tiba
menyakan apakah Nana merasa lapar atau tidak? Dan Nana menjawab
bahwa dia tidak merasa lapar, lalu direspon kembali oleh Qamariah bahwa
jika nantinya Nana merasa lapar, dia boleh langsung masuk ke dapur untuk
makan, karena tadi dia sudah membuat nasi goreng. Qamariah
memaksimalkan keuntungan untuk Nana yang datang berkunjung ke
rumahnya. Hal ini sesuai dengan prinsip maksim kebijaksanaan yang
mewajibkan penutur memaksimalkan keuntungan orang lain.
Data 11
Konteks : Tuturan yang dilakukan oleh Mila dan Iis di ruang tamu
rumah Iis. Mila (Penutur) yang mengingatkan mitra tutur
(Iis) untuk tidak lupa mengerjakan tugas matematikanya,
berhubung besok pagi tugas tersebut sudah harus dikirim
ke guru yang bersangkutan.
Mila : “Maingmi pale nujama tugas matematika nu?”
(“Apa kamu sudah mengerjakan tugas
Matematikamu?”)
Iis : “Astaga, riek pale tugas di’, siki’dimi injo
kukaluppai.” (ekspresi kaget)
(“Astaga, ternyata ada tugas yah, saya hampir lupa”)
57
Mila : “Nassami yya riek. U’rangi injo jamai, muko intu
di kirimmi di Pak punna ele’ bela.”
(“Jelaslah ada. Kamu harus ingat untuk
mengerjakannya, besok pagi tugas itu sudah
harus dikirim ke Pak”)
Iis : “Ahhsiiiappp”
(“Ahsiap”)
Tuturan “U’rangi injo jamai, muko intu di kirimmi di Pak punna
ele’ bela” terlihat bahwa Mila memaksimalkan keuntungan untuk Iis.
Kondisi Iis saat itu yang hampir lupa bahwa dia memiliki tugas yang
belum dikerjakannya, untung saja terlebih dahulu Mila menanyakan
mengenai tugas tersebut dan dengan bijaksana Mila pun mengingatkan Iis
untuk mengerjakan tugasnya karena tugas itu besok pagi harus segera di
kirim ke guru yang bersangkutan. Hal tersebut memenuhi prinsip maksim
kebijaksanaan yang mana penutur memaksimalkan keuntungan orang lain.
Data 12
Konteks : Tuturan terjadi pada siang hari ketika Eca datang
terlambat ke rumah Jusni untuk mengerjakan tugas
sekolahnya. Eca kemudian mengucapkan maaf kepada
teman-temannya.
Eca : “Assalamualaikum. Sorry gais, sallo a riek.”
(“Assalamualaikum. Maaf teman, saya datangnya
lama.”
Jusni : “Battu tekko mae kah?
(“Memangya kamu dari mana?”)
Eca : “Para’rasa a rolo nampa lampa mae.”
(“Tadi saya membersihkan terlebih dahulu baru
datang ke sini”)
58
Tuturan “Sorry gais, sallo a riek.” termasuk santun karena
mematuhi maksim kebijaksanaan yang mana penutur memaksimalkan
keuntungan pada mitra tutur. Hal ini terlihat pada pemilihan kata yang
halus seperti menggunakan kata maaf. Penggunaan kata maaf dituturkan
oleh Eca karena datangnya lama. Peminimalan kerugian dilakukan oleh
Eca agar teman-temannya tidak merasa sakit hati ataupun marah karena
dia yang datang terlambat.
b. Maksim Kedermawanan
Maksimokedermawanan yaituomaksim kemurahanohati yang
mengharuskanopeserta tutur untuk menghormatioorang lain. Penuturoatas
kesediaannyaomemberikan sesuatuoyang menjadi miliknyaokepada mitra
tuturoagar mitraotutur menjadi tercukupiokebutuhannya. Maksim
kedermawananomenawarkan suatuoperbuatan atau tingkaholaku, tetapi
mitra tuturodimungkinkan untuk menolakoapa yang menjadiotawaran
penutur. Agarolebih jelas tuturanodi bawah ini dapatodicermati.
Data 13
Konteks : Tuturan yang dilakukan oleh Elsa di teras rumah Jusni
yang menawarkan diri untuk dia saja yang memfoto
temannya (Jusni).
Elsa : “Eh susah pako intu yya, mae nekke fotoko.”
(“Saya lihat kamu sedang kesusahan, sini biar
saya yang foto kamu.”)
Jusni : “Akomo macca, nekke todopa.”
59
(“Tidak usah pintar, biar saya sendiri.”)
Tuturan ” Eh susah pako intu yya, mae nekke fotoko” termasuk
pematuhan maksim kedermawanan. Terlihat bahwa Elsa memaksimalkan
keuntungan untuk Jusni dengan cara menambahkan beban bagi dirinya
sendiri. Pemaksimalan kerugian terjadi karena Elsa ingin memfoto Jusni
yang terlihat sedang kesulitan dalam mengambil foto dirinya yang sudah
berkali-kali foto, namun belum ada yang hasilnya memuaskan.
Data 14
Konteks : Tuturan yang dilakukan oleh Qamariah yang hendak
keluar rumah, dan sebelumnya dia sudah tahu bahwa
temannya yang bernama Nana ingin membeli kuota,
lantas Qamariah berinisiatif untuk sekalian membelikan
Nana kuota.
Qamariah : “Arakko ammalli kuota toh? mae nekke lampa
halliangko, ka langsulu’ja inni.”
(“Kamu mau beli kuota kan? Mari biar saya yang
pergi membelikanmu berhubung saya akan
keluar”)
Nana : “Akomo ka langsulu’ todo’ja sinempe.”
(“Tidak usah. Saya juga akan keluar sebentar”)
Tuturan ” mae nekke lampa halliangko, ka langsulu’ja inni”
termasuk pematuhan maksim kedermawanan. Terlihat bahwa Qamariah
memaksimalkan keuntungan untuk Nana dengan cara menambahkan
beban bagi dirinya sendiri. Pemaksimalan kerugian terjadi karena
Qamariah menawarkan kepada Nana bahwa dia ingin membelikan Nana
kuota berhubung dia juga akan keluar rumah.
60
Data 15
Konteks : Tuturan yang dilakukan oleh sekumpulan remaja
perempuan di pekarangan rumah yang mana mereka
hendak pergi bersama dengan mengendarai sepeda motor
dan saling berboncengan.
Elsa : “Nai nekke langgandenga?”
(“Saya di bonceng sama siapa?”)
Nadia : “Nekkepa gandengko. Passang maki sigandeng
tallu.”
(“Sini biar saya yang memboncengmu, biarlah
kita boncengan tiga”)
Ema : “Iyo, mae mako.”
(“Iya, ayo kemari”)
Tuturan “Nekkepa gandengko. Passang maki sigandeng tallu”
termasuk pematuhan maksim kedermawanan. Terlihat bahwa Nadia
memaksimalkan keuntungan untuk Elsa dengan cara menambahkan beban
bagi dirinya sendiri. Pemaksimalan kerugian terjadi karena Nadia tidak
hanya akan membonceng Ema, tapi dia juga akan membonceng dua orang
sekaligus. Nadia menunjukkan bentuk solidaritas kepada teman-temanya.
Data 16
Konteks : Tuturan yang dilakukan oleh Maya yang mengeluhkan
jaringannya yang jelek padahal dia akan mengerjakan
tugas. Harianti yang saat itu bersama Maya mengatakan
dia akan membiarkan Maya menggunakan jaringan
datanya.
Maya : “Kodina pole jaringanku do’, na lanjamaki rolo
tugas.”
61
(“Jaringanku jelek, padahal saya mau mengerjakan
tugas”)
Harianti : “Kuhotspot pako do’, aktifkanmi wifi nu.”
(“Biar saya menghotspotmu. Aktifkan saja wifi
mu”)
Tuturan ” Kuhotspot pako do’, aktifkanmi wifi nu” termasuk
pematuhan maksim kedermawanan. Terlihat bahwa Harianti
memaksimalkan keuntungan untuk Maya yang saat itu ingin mengerjakan
tugas, tetapi jaringannya sedang jelek. Mendengar hal itu, Harianti lantas
mengatakan bahwa dia akan membiarkan Maya menggunakan data
jaringannya sehingga dengan begitu Maya bisa mengerjakan tugasnya, hal
itu merupakan bentuk pemaksimalan kerugian bagi Harianti, dan sesuai
dengan prinsip maksim kedermawanan.
c. MaksimoPenghargaan
Maksimopenghargaan yaituomaksim yang membuatoorang akan
dapatodianggap santun apabilaodalam bertutur selaluoberusaha
memberikanopenghargaan kepadaopihak lain, sehinggaopara peserta tutur
tidak saling mengejekoatau merendahkanopihak lain. Agar lebih jelas
tuturanodi bawah ini dapatodicermati.
Data 17
Konteks : Tuturan terjadi pada malam hari yang dilakukan oleh
Nisa di rumah tantenya yang bernama Tante Helda, yang
mana saat itu Tante Helda mendapat pujian dari Nisa.
62
Nisa : “Ballona bajung ta tanta, baju beruki kapang
bela.”
(“Baju Tante bagus, sepertinya itu baju baru”)
Tante Helda : “Iyo, ruang ngallo laloa nakuhalli”
(“Iya, dua hari yang lalu saya membelinya”)
Tuturan “Ballona bajung ta tanta” termasuk pematuhan maksim
penghargaan. Terlihat bahwa Nisa memaksimalkan keuntungan untuk
tantenya. Pemaksimalan keuntungan terjadi karena Nisa memuji baju
baru yang dipakai oleh tantenya.
Data 18
Konteks : Tuturan terjadi pada malam hari ketika Nana mengatakan
bahwa Qamariah wajahnya semakin mulus saja.
Nana : “Pela’ mulus i inni rupannu bela.”
(“Wajahmu terlihat tambah mulus”)
Qamariah : “Iya, ka tutturuki perawatan toh.”
(“Iya, karena saya rajin perawatan”)
Tuturan “Pela’ mulus i inni rupannu bela” termasuk pematuhan
maksim penghargaan. Terlihat bahwa Nana memaksimalkan keuntungan
untuk Qamariah. Pemaksimalan keuntungan terjadi karena Nana memuji
bahwa wajah Qamariah semakin mulus saja dan ternyata itu efek dari
seringnya Qamariah melakukan berbagai perawatan wajah.
Data 19
Konteks : Tuturan yang dilakukan seorang anak SD kelas 5 yang
bernama Tasya yang memuji adik laki-lakinya yang
masih balita dan saat itu sedang berada di pangkuan
Ibunya.
63
Tasya : “Gammara’nu pole dek (melihat wajah bayi dengan
ekspresi gemes)”
(“Kamu gagah sekali dik (melihat wajah bayi
dengan ekspresi gemes”)
Ibu : (Tersenyum)
Tuturan “Gammara’nu pole dek (melihat wajah bayi dengan
ekspresi gemes)” termasuk pematuhan maksim penghargaan. Terlihat
bahwa anak perempuan yang masih duduk di bangku SD kelas 5 itu
memaksimalkan keuntungan untuk sang bayi dan juga Ibunya karena
telah memuji kegagahan atau ketampanan adiknya dan Ibunya pun
merespon tuturan Tasya dengan tersenyum.
d. MaksimoKesederhanaan
Maksimokesederhanaan atauokerendahan hatioini yaituopenutur
harus mengecamodirinya sendiri, karenaodalam percakapan halotersebut
merupakanotindakan yang sopan, semakinopenutur mengecamodirinya
makaosemakin sopanlah tuturanotersebut. Maksim ini menuntutosetiap
pesertaotutur untuk menghindariokata-kata yang meninggikanodiri sendiri
atauomengurangi pujianoterhadap dirinyaosendiri. Agar lebihojelas
tuturanodi bawah ini odicermati.
Data 20
Konteks : Tuturan terjadi pada siang hari di sebuah kamar. Peserta
tuturan yaitu Elsa dan Jusni yang mana Jusni saat itu
sedang asyik bermain game Free Fire. Elsa lantas
mengatakan bahwa Jusni semakin pintar bermain game
64
Free Fire dan direspon oleh Jusni dengan sikap rendah
hati.
Elsa : “Tambah maccako bela kugitte karena Free Fire.”
(“Saya lihat kamu tambah pintar bermain game Free
Fire.”)
Jusni : “Beru todo paki endeke’ pilajara he.”
(“Saya juga baru belajar.”)
Tuturan “Beru todo paki endeke’ pilajara he” tuturan Jusni kepada
Elsa di atas termasuk santun dengan mematuhi maksim kesederhanaan.
Peminimalan sikap angkuh oleh Jusni terlihat pada tuturan tersebut,
walaupun Jusni semakin pintar bermain game Free Fire, tetapi dia tidak
menyombongkan diri.
Data 21
Konteks : Tuturan terjadi pada malam hari ketika Mantang dan
Nini yang kuliah di salah satu perguruan tinggi yang
sama dan jurusan yang sama pula bertemu. Mantang
membahas mengenai nilai Nini pada semester ini yang
bagus, kemudian di respon oleh Nini dengan
menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang biasa saja.
Mantang : “Pasti engre’ja bermasalah kau nilainu semester
inni, katutturu jako, macca jako pole”
(“Pasti semester ini tidak ada nilaimu yang
bermasalah, kamu kan rajin dan juga pintar.”)
Nini : “Biasaji injo do’.”
(“Itu hanyalah hal biasa”)
Tuturan “Biasaji injo do’” tuturan Nini kepada Mantang di atas
termasuk santun dengan mematuhi maksim kesederhanaan. Peminimalan
sikap angkuh Nini terlihat pada tuturan tersebut, walaupun semester ini
nilai Nini bagus semua, tidak ada yang bermasalah, tetapi dia tidak
65
menyombongkan diri dan hanya merespon perkataan Mantang bahwa itu
hanyalah hal biasa.
Data 22
Konteks :Tuturan terjadi pada malam hari ketika Sisi
mengomentari sambal buatan Sasa kemarin yang
menurutnya sangatlah enak dan direspon oleh Sasa
dengan sikap rendah hati
Sisi : “Nyamanna injo pole cobe’-cobe’ nu nuhaju
sikariek bela, jagonu pole”
(“Sambal buatanmu yang kemarin sangatlah enak.
Kamu sangat pandai membuat sambal”)
Sasa : “Ekedenge, ka manna injo kau kulle jako a’baju,
kanu gampangji.”
(“Ekedenge, kamu juga bisa membuatnya, karena
caranya juga sangatlah mudah”)
Tuturan “ka manna injo kau kulle jako a’baju, kanu gampangji”
tuturan Sasa kepada Sisi di atas termasuk santun dengan mematuhi
maksim kesederhanaan. Peminimalan sikap angkuh Sasa terlihat pada
tuturan tersebut, walaupun Sasa mendapat pujian dari Sisi bahwa sambal
buatannya sangatlah enak dan dia dianggap pandai membuat sambal,
Sasa lantas tidak menyombongkan dirinya.
e. MaksimoPermufakatan
Maksimopermufakatan atauomaksim kecocokan, yaituomaksim
yang mengharuskanopara peserta tuturodapat saling membinaokococokan
di dalam kegiatanobertutur, jika terdapatokecocokan antaraokeduanya,
makaomereka dapat dikatakanobersikap santun, di sini sikapokonfrontasi
diupayakanountuk dihindari demiomenjaga keharmonisanodengan mitra
tutur. Agarolebih jelasotuturan diobawah ini dapatodicermati.
66
Data 23
Konteks : Tuturan terjadi pada siang hari di dalam kamar Nina.
Nina dan sepupunya yang bernama Evi berencana
membuat sebuah acara pada malam hari.
Nina : “ Eh bajuki sinempe acara punna banggi, gitte
todo’mo do’, manna intu mae pisang peppe’ ja ”
(“Mari kita buat acara untuk sebentar malam. Cukup
kita saja, walaupun hanya pisang peppe yang kita
buat”)
Evi : “Iye deh. Malling mintodo’ma inni tala nganre
pisang peppe”
(“Iya. Saya memang sudah lama tidak makan
pisang peppe”)
Tuturan “Iye deh. Malling mintodo’ma inni tala nganre pisang
peppe” sudah mematuhi maksim permufakatan karena penutur mampu
membina kecocokan pendapat dengan mitra tutur. Tuturan Nina yang
mengajak Evi membuat acara untuk malam nanti dan Evi sebagai mitra
tutur langsung mengiyakan yang berarti menyetujui hal tersebut.
Data 24
Konteks : Tuturan terjadi pada malam hari di ruang tamu rumah
Ima yang saat itu sedang bersama teman sekaligus
tetangganya yang bernama Nisa membahas mengenai
cuaca pada siang hari saat itu.
Ima : “ Oh hambang pa alloa yya kodong sumpade’”
(“Oh tadi matahari terasa sangatlah panas”)
Nisa : “Iyo ja, nekke intu kukua todo’, tala mampangi
kusa’ring kipas a”
67
(“Iya, saya pun berpendapat demikian, kipas
angin saja rasanya tidak mempan”)
Tuturan “Iyo ja, nekke intu kukua todo’, tala mampangi
kusa’ring kipas a” sudah mematuhi maksim permufakatan karena
penutur mampu membina kecocokan pendapat dengan mitra tutur.
Tuturan Ima yang mengatakan bahwa tadi cuacanya sangatlah panas
lantas Nisa sebagai mitra tutur pun langsung merespon bahwa apa yang
dikatakan Ima itu benar, Nisa juga menambahkan bahwa saking
panasnya, memakai kipas saja tidak membantu mengurangi rasa
panasnya.
Data 25
Konteks : Tuturan terjadi di kamar Ima yang saat itu berencana
pergi ke warkop bersama Nisa untuk mengerjakan tugas
mereka di sana.
Ima : “ Ri warkop maki sinempe’ anjama tugas deh.”
(“sebentar kita mengerjakan tugasnya di warkop
saja”)
Nisa : “Iyo, ka lohe mintodo’ inni tugas lanijama ka
biasa kodi todo’i jaringan a”
(“Iya,karena memang juga banyak tugas yang
akan kita kerjakan, dan jaringan juga biasanya
jelek”)
Tuturan “Iyo, ka lohe mintodo’ inni tugas lanijama ka biasa kodi
todo’i jaringan a” sudah mematuhi maksim permufakatan karena
penutur mampu membina kecocokan pendapat dengan mitra tutur.
Tuturan Nisa yang mengatakan bahwa lebih baik jika mereka ke warkop
68
saja untuk mengerjakan tugas sekolahnya mereka dan sebagai mitra tutur
Ima pun langsung merespon dengan menganggap itu adalah ide yang
baik, Ima sependapat dengan Nisa karena jika mereka mengerjakan tugas
di Warkop tentu jaringannya akan selalu bagus.
Data 26
Konteks : Tuturan terjadi di ruang keluarga Harianti. Harianti dan
Maya yang saat itu merencanakan akan pergi ke pasar
pada hari Minggu nanti.
Maya : “ Eh, allo aha’pi nalampaki ri pasara toh?”)
(“Eh, nanti hari Minggu baru kita ke pasar kan?”)
Harianti : “Iyo, tette karuapi ni’ lampa sallo”
(“Iya, pukul 8 nanti baru kita pergi”)
Tuturan “Iyo, tette karuapi ni’ lampa sallo” sudah mematuhi
maksim permufakatan karena penutur mampu membina kecocokan
dengan mitra tutur. Tuturan Maya yang saat itu ingin memperjelas
kembali rencananya dengan Harianti yang akan pergi ke pasar nantinya,
dan sebagai mitra tutur Harianti pun langsung merespon dengan
mengatakan bahwa benar nanti hari Minggu mereka ke pasar dan
tepatnya pukul 8 nanti mereka akan pergi.
f. Maksim Kesimpatian
Maksimokesimpatian ini diharapkanoagar para pesertaotutur dapat
memaksimalkanosikap simpati antaraopihak yang satu denganopihak
lainnya. Jikaolawan tutur mendapatkanokesuksesan atauokebahagiaan,
penutur wajibomemberikan ucapanoselamat, dan jikaolawan tutur
69
mendapatkanokesusahan, atau musibah, penuturolayak turutoberduka,
atauomengutarakan ucapan belaosungkawa sebagai tandaokesimpatian.
Agar lebih jelas tuturan di bawah ini dapat dicermati.
Data 27
Konteks : Tuturan terjadi di ruang tamu rumah Jusni. Nadia dan
Elsa yang saat itu sedang bermain game sambil
bercengkrama. Nadia mengatakan bahwa pacarnya
sedang sakit.
Nadia : “Garringi inni Wawan do.”
(“Wawan sedang sakit.”)
Elsa : “Garring apai kodong?”
(“Memangnya dia sedang sakit apa?”)
Nadia : “Tallu ngallo mi hambang”
(“Sudah tiga hari dia demam”)
Elsa : “Kamasena intu pole kodong, rupa’na ita’mi
sehat”)
(“Kasihannya itu. Semoga dia cepat sembuh”)
Nadia : “Iyo do”
(“Iya”)
Tuturan “Kamasena intu pole kodong, rupa’na ita’mi sehat”
menunjukkan bahwa tuturan Elsa kepada Nadia dianggap santun karena
mematuhi maksim kesimpatian. Elsa menunjukkan kesimpatian kepada
orang lain yang sedang sakit dengan mendoakannya agar segera sembuh
diwujudkan dengan tuturan yang sangat sopan dan didasari sikap
persaudaraan.
70
Data 28
Konteks : Tuturan terjadi antara Mantang dan Nini. Mantang
mengatakan kepada Nini bahwa anak dari temannya
yang bernama Ayu yang juga dikenal oleh Nini telah
meninggal.
Mantang : “Matei kodong anakna i Ayu di’?”
(“Anak Ayu meninggal”)
Nini : “Iyokah? Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.
Kamasena intu kodong. Anak pertama todo’mo
yya”
(“Iyakah? Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.
Kasihan, padahal itu adalah anak pertamanya. ”)
Tuturan “Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Kamasena intu
kodong” menunjukkan bahwa tuturan Nini yang menanggapi perkataan
Mantang sebelumnya dianggap santun karena mematuhi maksim
kesimpatian. Nini menunjukkan kesimpatian kepada orang lain (Ayu)
yang mendapat musibah karena anaknya telah meninggal dunia.
Data 29
Konteks : Tuturan terjadi antara Sisi dan Mantang. Sisi
mengatakan kepada Mantang bahwa temannya yang
bernama Rika akan segera dilamar oleh pacarnya.
Sisi : “Na chat a inni Rika. La riekmi bede’ muko twwa
cwe’na lampa duta riballana”
(“Saya dapat chat dari Rika. Katanya, besok
pacarnya sudah mau datang ke rumah untuk
melamarnya secara resmi”)
Mantang : “Iyo twwa, akhirnya. Kua ko selamat, lancar
sampai hari H”
71
(“Akhirnya. Katakan padanya selamat, semoga
lancar sampai hari H”)
Tuturan “Kua ko selamat, lancar sampai hari H” menunjukkan
bahwa tuturan Mantang yang menanggapi perkataan Sisi sebelumnya
dianggap santun karena mematuhi maksim kesimpatian. Mantang
menunjukkan kesimpatian kepada orang lain (Rika) yang merasa turut
bahagia dan megucapkan selamat atas dirinya (Rika) yang sebentar lagi
akan dilamar oleh pacarnya.
Data 30
Konteks : Tuturan terjadi antara Sisi dan Mantang. Sisi
menayakan kepada Mantang ke mana dia tadi pagi dan
ternyata dia dari Puskesmas mengantar Ibunya periksa
kesehatan.
Sisi : “Battu tekko mae sumpade’ rielekna?”
(“Tadi pagi kamu dari mana?”)
Mantang : “Battu a ri Puskesmas”
(“Saya dari Puskesmas”)
Sisi : “Apa nuhaju?”
(“Apa yang kamu lakukan ?”)
Mantang : “Ammakku kuurang lampa paressa ka gassing
lippui”
(“Saya menemani Ibu saya periksa kesehatan karena
dia sering merasa pusing”)
Sisi : “Jari kodong, haji’-haji’mi?”
(“Jadi, sekarang Ibumu sudah merasa baik?”)
Mantang : “Iyo, haji’-haji’mi
(“Iya, dia sudah merasa agak baik”)
Sisi : “Rupa’na intu he’beremi ammari lippuna”
(“Semoga rasa pusingnya cepat berhenti
sepenuhnya”)
72
Tuturan “Rupa’na intu he’beremi ammari lippuna” menunjukkan
bahwa tuturan Sisi yang menanggapi perkataan Mantang tentang Ibunya
yang sedang kurang sehat dianggap santun karena mematuhi maksim
kesimpatian. Sisi menunjukkan kesimpatian kepada Ibu Mantang dengan
mendoakannya agar segera sehat kembali, rasa pusingnya berhenti
sepenuhnya.
B. Pembahasan
Hasil dari analisis data di atas diperoleh dari wujud berbahasa perempuan
generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba pada bulan Juni 2020. Setelah
dilakukan penelitian, peneliti menemukan beberapa data terkait wujud etika dan
kesantunan berbahasa perempuan generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten
Bulukumba dalam berbagai interaksi sosialnya. Hal ini sejalan dengan rumusan
masalah peneliti yaitu : 1) Bagaimana wujud etika berbahasa perempuan
generasi Z Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba ; dan 2) Bagaimana wujud
kesantunan berbahasa perempuan generasi Z Kassi Kajang Kabupaten
Bulukumba. Hal tersebut juga sesuai dengan tujuan penelitian yaitu, 1)
Mendeskripsikan wujud etika berbahasa perempuan generasi Z Kassi Kajang
Kabupaten Bulukumba ; dan 2) Mendeskripsikan wujud kesantunan berbahasa
perempuan generasi Z Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba. Data yang terkumpul
berjumlah 30 data, terdiri dari 7 data wujud etika berbahasa dan 23 data terkait
wujud kesantunan berbahasa. Data tersebut diambil mulai dari tanggal 15 – 17
Juni 2020.
73
Analisis data pada rumusan masalah pertama dalam penelitian ini adalah
wujud etika berbahasa (bahasa nonverbal kinesik). Chaer (2010) mendefinisikan
etika dalam berbahasa berkenaan dengan sikap fisik dan perilaku ketika bertutur
atau berkomunikasi. Widyadmaka (2018) posisi bahasa nonverbal dapat menjadi
pendukung penyampaian pesan bahasa verbal dan juga bisa berdiri sendiri tanpa
hadirnya bahasa verbal. Rahkmat (Widyadmaka 2018) kelompok bahasa
nonverbal kinesik adalah suatu gerak tubuh yang menggunakan otot-otot sehingga
menimbulkan gerakan-gerakan yang memuat pesan atau maksud. Gerakan kinesik
dapat terdiri atas anggota tubuh dari kepala sampai kaki. Solihin (2010)
menyatakan dalam komunikasi nonverbal, kinesik atau gerakan tubuh meliputi
kontak mata, ekspresi wajah, gerak tubuh, dan sikap tubuh. Wujud temuan data
bahasa nonverbal kinesik pada perempuan generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten
Bulukumba berupa data pada jenis gerakan tubuh yang aktif. Umumnya, gerakan
aktif atau gestur merupakan bentuk perilaku nonverbal pada gerak-gerak tangan,
bahu, dan jari-jari. Liliweri (Widyadmaka 2018) mengungkapkan manusia
memunyai banyak cara dan bervariasi dalam menggerakkan tubuh dan anggota
tubuhnya ketika mereka sedang berbicara. Peneliti menemukan tujuh wujud
temuan data yaitu 1) gerakan jari tangan yang menunjukkan simbol sepakat atau
setuju, 2) mengacungkan jempol, 3) Appatabe’, 4) jangan atau dilarang ribut, 5)
melambaikan tangan, 6) berjabat atau menjabat tangan, dan 7) gerakan jari
telunjuk yang menunjukkan arah. Wujud bahasa nonverbal pada temuan ini
adalah gerak tubuh. Gerak tubuh memiliki fungsi khusus pada setiap gerakannya.
Ekman dan Friesen (Widyadmaka 2018) mengungkapkan tiga fungsi khusus yang
74
dimiliki gerak tubuh, yaitu 1) emblem, 2) ilustrator, 3) adaptor. Emblem adalah
gerakan yang berbentuk simbol yang memberikan pesan. Emblem menggantikan
kata-kata. Ilustrator adalah tanda-tanda nonverbal dalam komunikasi, tanda ini
merupakan gerakan anggota tubuh yang disertai perkataan untuk menciptakan
pesan visual yang mendukung, menjelaskan atau memperkuat isi pesan. Adaptor
merupakan gerakan anggota tubuh yang bersifat spesifik. Berdasarkan temuan
data yang ditemukan peneliti, dari tujuh data yang ada, dua data memunyai fungsi
khusus gerakan nonverbal kinesik sebagai emblem dan lima data memunyai
fungsi khusus gerakan nonverbal kinesik sebagai ilustrator.
Analisis data pada rumusan masalah kedua dalam penelitian ini adalah
wujud kesantunan berbahasa. Leech (Wahidah & Wijaya, 2017) menyatakan
bahwa seseorang dapat dikatakan sudah memiliki kesantunan berbahasa jika
sudah dapat memenuhi prinsip-prinsip kesantunan. Rahardi (2005 : 35) penelitian
kesantunan mengkaji penggunaan bahasa (language use) dalam suatu masyarakat
bahasa tertentu. Masyarakat tutur yang dimaksud adalah masyarakat dengan aneka
latar belakang situasi sosial dan budaya yang mewadahiya, adapun yang dikaji di
dalam penelitian kesantunan adalah segi maksud dan fungsi tuturan. Berdasarkan
temuan data yang ditemukan peneliti, dari 23 data yang ada, terdapat 5 data
maksim kebijaksanaan, 4 data maksim kedermawanan, 3 data maksim
penghargaan, 3 data maksim kesederhanaan, 4 data maksim permufakatan, dan 4
maksim kesimpatian.
Data yang telah peneliti kumpulkan dapat dipahami bahwa dalam
berkomunikasi disadari atau tidak penutur bahasa melakukan komunikasi tidak
75
hanya dalam bentuk verbal melainkan komunikasi juga dapat terjadi hanya
dengan menggunakan komunikasi nonverbal yang mampu memberikan pesan, tak
terkecuali oleh perempuan generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba.
Terkait dengan kesantunan berbahasa oleh perempuan generasi Z di Kassi Kajang
Kabupaten Bulukumba dapat dilihat dari berbagai segi dalam pergaulan sehari-
hari. Kesantunan merupakan norma atau aturan perilaku yang ditetapkan, dan
disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu yang dipengaruhi oleh tata
cara, adat, ataupun kebiasaaan yang berlaku dalam masyarakat. Kesantunan
dipengaruhi oleh adanya konteks serta peran yang terlibat dalam komunikasi itu
sendiri. Konteks berkaitan dengan tempat, waktu, atau suasana yang melatar
belakangi terjadinya komunikasi. Peran berkaitan dengan usia, kedudukan , atau
status sosial dari penutur dan mitra tutur selama berlangsungnya proses
komunikasi. Kesantunan berbahasa yang diperoleh oleh peneliti hanya terdapat
wujud tuturan yang santun, peneliti tidak menemukan data terkait wujud
ketidaksantunan berbahasa yang melanggar maksim kesantunan berbahasa, hal
tersebut sejalan dengan yang dikatakan oleh Yuliani (2013:47-51) bahwa
penuturan perempuan lebih sopan dan perempuan berusaha untuk menjelaskan
makna kandungan pembicaraannya lebih banyak penjelasan secara mendetail
untuk menyakinkan lawan bicaranya.
Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Prabowo (2016) yang berjudul Kesantunan Berbahasa dalam Kegiataan Diskusi
kelas Mahasiswa PBSI Universitas Sanata Dharma. Hasil penelitian tersebut
menemukan bentuk tuturan santun dan tidak santun berdasarkan prinsip
76
kesantunan berbahasa pada mahasiswa PBSI Universitas Sanata Dharma dalam
kegiatan diskusi kelas. Persamaannya dengan hasil penelitian peneliti dan
Prabowo (2016) adalah sama-sama meneliti kesantunan berbahasa, sedangkan
perbedaannya adalah terletak pada objek penelitiannya dan juga hasil
penelitiannya juga berbeda, jika pada penelitian Prabowo (2016) menemukan
bentuk tuturan santun dan tidak santun berdasarkan prinsip kesantunan
berbahasa, pada hasil penelitian peneliti hanya menemukan wujud tuturan santun
berdasarkan maksim kesantunan berbahasa.
Penelitian relevan yang kedua dengan penelitian peneliti yaitu yang
dilakukan oleh Nursyahidah (2017) yang berjudul Representasi Identitas Budaya
dalam Etika Berbahasa (Studi Kasus Masyarakat Bima). Hasil dari penelitian
tersebut adalah ada beberapa kata sapaan dalam etika berbahasa budaya Bima dan
perubahan penggunaan konsep etika dalam budaya Bima terjadi karena
keakraban, ketidakakraban, dan status sosial. Persamaan dengan penelitian
peneliti dengan penelitian relevan yang kedua ini adalah sama-sama meneliti
kaitannya dengan etika berbahasa, sedangkan perbedaannya terletak pada objek
penelitiannya dan juga terletak pada konsep etikanya, penelitian ini menemukan
hasil terkait etika berbahasa dalam hal ini bahasa nonverbal kinesik.
Penelitian relevanoyang ketiga dengan penelitian peneliti yaitu
olehoManan (2018) yangoberjudul Etika Bahasa dalamoKomunikasi
MediaoSosial (Studi Kasus padaoMahasiswa Pgsd STKIPoMuhammadiyah
Kuningan). Hasilodari penelitian tersebutoadalah ditemukanokecenderungan
bahwa dalamomedia facebook ditemukanostatus penggunaoyang
77
mengandungokesantunan. Bentuk kesantunanoatau etika odalam
menggunakanobahasa diomedia sosial inioditunjukkan dalam ungkapanoyang
mengandungopertanyaan, terimaokasih, rasaosyukur,oharapan, permohonan,
penghargaan, ajakan,openawaran, danoinformasi. Bentukokesantunan yang
ditemukanodalam status penggunaofacebook disampaikanodalam bentuk dari
jenisotuturan yang bervariasi. Terjadinyaoperbedaan itu dipengaruhiooleh faktor
penutur (speaker), mitraotutur (hearer dan receiver), pokokopembicaraan (topic),
tempatobicara (setting), suasanaobicara (situasi scene) dan tujuanotuturan.
Persamaan penelitiaan relevan ketiga dengan penelitian peneliti yaitu sama-sama
meneliti etika berbahasa, namun dalam penelitian relevan ketiga ini, penelitinya
memaknai etika dan kesantunannya itu sama sedangkan penelitian peneliti
menjadikan etika dan kesantunan itu menjadi dua pembahasan yang berbeda.
Penelitian relevan ketiga ini memperoleh data dalam ungkapanoyang
mengandungopertanyaan, terimaokasih, rasaosyukur,oharapan, permohonan,
penghargaan, ajakan,openawaran, danoinformasi. Hal tersebut juga ditemukan
oleh penelitian peneliti seperti data yang mengandung ungkapan pertanyaan,
harapan, penghargaan, ajakan, informasi, dan penawaran.
78
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab IV,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Wujud etika berbahasa (bahasa nonverbal kinesik) yang ditemukan
pada interaksi sosial perempuan generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten
Bulukumba, peneliti menemukan tujuh wujud temuan yaitu 1) gerakan
jari tangan yang menunjukkan simbol sepakat atau setuju, 2)
mengacungkan jempol, 3) Appatabe’, 4) jangan atau dilarang ribut, 5)
melambaikan tangan, 6) berjabat atau menjabat tangan, dan 7) gerakan
jari telunjuk yang menunjukkan arah. Wujud bahasa nonverbal pada
temuan ini adalah gerak tubuh. Gerak tubuh memiliki fungsi khusus
pada setiap gerakannya, dari 7 data yang ada, terdapat 2 data yang
memunyai fungsi khusus gerakan nonverbal kinesik sebagai emblem
dan 5 data memunyai fungsi khusus gerakan nonverbal kinesik sebagai
ilustrator.
2. Wujud kesantunan berbahasa yang ditemukan pada interaksi sosial
perempuan generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba, dari
dua 23 data yang ada, terdapat 5 data maksim kebijaksanaan, 4 data
maksim kedermawanan, 3 data maksim penghargaan, 3 data maksim
kesederhanaan, 4 data maksim permufakatan, dan 4 maksim
kesimpatian.
76
79
B. Saran
Dalam penyusunan skripsi ini, disadari sepenuhnya bahwa apa yang
diuraikan dalam skripsi ini masih sangat kurang. Uraian mengenai etika dan
kesantunan berbahasa masih sangat sederhana, walaupun sudah diusahakan
semaksimal mungkin, dengan demikian, ada beberapa saran yang dapat
diberikan:
1. Peneliti (mahasiswa) khususnya yang bergelut di bidang
kebahasaan, dalam melakukan penelitian hendaklah dilakukan
secara menyeluruh dan menganalisis lebih mendalam.
2. Penelitian yang nantinya akan dilakukan oleh beberapa pene l i t i
(mahasiswa) yang berkenan dengan permasalahan ini, sangat
mendukung munculnya temuan-temuan baru yang dapat
meningkatkan kualitas dan memperbaharui temuan sebelumnya.
Akhirnya penulis mengharapkan ide dan sumbangsi pemikiran yang
positif dari rekan-rekan atau dari segenap civitas akademik, demi pengembangan
dan penyempurnaan skripsi ini.
80
DAFTAR PUSTAKA
Agus,oA.o2018. GambaranoSosial EkonomioMasyarakat Pesisirodi Sulawesi
Selatan. Techno: jurnalopenelitian, (01), 143–149.
https://doi.org/10.33387/tk.v7i01592o
Asri. 2013. HumoroSeksualitas dalam BahasaoSMS (ShortoMessage Service):
KajianoSosiopragmatikoBerdasarkan KesantunanoBerbahasa. Gramatika:
JurnaloIlmiah Kebahasaan danoKesastraan. SulawesioTengah:
BalaioBahasa SulawesioTengah.
Chaer, Abdul.o2010. Kesantunao Berbahasa. Jakarta : RinekaoCipta.
Devianty, R.o2017. BahasaoSebagai CerminoKebudayaan. JurnaloTarbiyah,
24(2). https://doi.org/10.30829/tar.v24i2.167o
Emzir. 2010. AnalisisoData. Jakarta: RajawalioPers. o
Gusnawaty. 2011. PerilakuoKesantunan dalamoBahasa Bugis:oAnalisis
Sosiopragmatik. (Disertasi).oMakassar: UniversitasoHasanuddin.
Hadiatmaja,oSarjana. 2011. EtikaoJawa. Yogyakarta: GrafikaoIndah.
KementerianoPendidikan danoKebudayaan. (2019). Bahasaodan Peta Bahasaodi
Indonesia. https://petabahasa.kemdikbud.go.id. o
Kuntjara, E. 2003.oGender, Bahasa, danoKekuasaan. BPK GunungoMulia.
Manan, NananoAbdul. 2018. EtikaoBahasa dalamoKomunikasi MediaoSosial
padaoMahasiswa PgsdoSTKIP Muhammadiyah Kuningano (Skripsi).
STKIPoMuhammadiyah Kuningan. o
Manurung, R. T.o2010. Model GayaoBertutur Penghuniidi Apartemen
Bersubsidi: Suatu KajianoSosiopragmatik “AlihoKode.” Jurnal
Sosioteknologi, o9(20), 923-933–933.
Markhamah, dkk.o2009. AnalisisoKesalahan dan KesantunanoBerbahasa.
Surakarta: Muhammadiyah UniversitasoPress.
Maros, M., oJohn, A., &oMydin, M. B.o2010. PolaoSapaan PelajaroLelaki dan
Perempuanodi Sebuah InstitusioPengajian Tinggi: SuatuoKajian
Sosiopragmatik. GEMAoOnline® Journal ofoLanguage Studies, 10(2).
http://ejournals.ukm.my/gema/article/view/110o
80
81
Moleong, Lexy J. o2011. MetodeoPenelitian Kualitatif. Bandung: PToRemaja
Rosdakarya. o
Munirah, M., &oHardian, H. 2016. PengaruhoKemampuan Kosakataodan
StrukturoKalimat TerhadapoKemampuan Menulis ParagrafoDeskripsi
SiswaoSMA. Jurnal PendidikanoBahasa danoSastra, 16 (1), 78-87.
https://doi.org/10.17509/bs_jpbsp.v16i1.3064. o
Munjin, oM. 2008. oEkspresi Bahasaodan Gender: SebuahiKajian
Sosiolinguistik. Yinyang:oJurnal StudioIslam Gender danoAnak, 3(2),
262–274.
Ngalim, Abdul. 2013. SosiolinguistikoSuatu KajianoFungsional danoAnalisisnya.
Surakarta:oPBSID FKIPoUMS.
Nursyahidah. 2017.oRepresentasi IdentitasoBudaya dalam EtikaoBerbahasa
(Studi Kasus MasyarakatoBima). ProceedingsoEducation and
LanguageoInternationaloConference, o1(1). http://jurnal.unissula.
c.id/ index.php/ELIC/article/view/1277. o
Pantu, A., & Luneto, B.o2014. PendidikanoKarakter danoBahasa. Al-Ulum,
14(1), 153–170. o
Prabowo, Fendi Eko. o2016. KesantunanoBerbahasa dalamoKegiataan Diskusi
kelasoMahasiswa Pbsi UniversitasoSanata Dharma. Yogyakartao:
UniversitasoYogyakarta.
Pranowo. 2009. BerbahasaoSecara Santun.oYogyakarta : Pustaka Pelajar. o
Pranowo. 2012. BerbahasaoSecara Santun.oYogyakarta : PustakaoPelajar.
Putra, Y. S. 2017. TheoriticaloReview : Teori PerbedaanoGenerasi. Among
Makarti,9(18). https.//jurnal.stieama.ac.id/index.php/ama/article/view/142.
Rahardi, KunjanaoR. 2005. Pragmatik:oKesantunan Imperatif BahasaoIndonesia.
Jakarta:oErlangga.
Solihin, Olih. 2010.oMakna KomunikasioNon Verbal dalamoTradisi Sarunganodi
PondokoPesantren Tradisional di KotaoBandung. Bandung: Program
StudioIlmu Komunikasi, Fakultas IlmuoSosial dan IlmuoPolitik.
UniversitasoKomputeroIndonesia.
Sudarsih, S., Widisuseno, I., Wiyatasari,oR., Mulyadi, B., & Rahmah, Y. 2017.
Etika BerkomunikasioBagi Pengemudi BecakoSebagai PelakuoPariwisata
82
di Yogyakarta. Harmoni: JurnaloPengabdian KepadaoMasyarakat, 1(1),
106–110.
Sumarsono. 2009.oSosiolinguistik.oYogyakarta: PustakaoPelajar.
Wahidah, Y. lailatul, & Wijaya, H. 2017. Anaslisis Kesantunan Berbahasa
Menurut Leech pada Tuturan Berbahasa Arab Guru Pondok Pesantren
Ibnul Qoyyim Putra Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017 (Kajian
Prgmatik). Jurnal Al-Bayan: Jurnal Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, 9(1),
1–16. https://doi.org/10.24042/albayan.v9i1.1239.
Wang, Haiyang. 2009. Nonverbal Communication and the Effect on Interpersonal
Communication. Qingdao : University of Science and Technologi Qingdao
266061, China.
Wibowo, Wahyu. 2015. Konsep Tindak Tutur Komunikasi. Jakarta : PT. Bumi
Aksara.
Widyadmaka, R. G. A. A. 2018. Maksud Bahasa Nonverbal Jenis Kinesik pada
Masyarakat Etnis Jawa dalam Upacara Adat Pernikahan di Wonosari 30
November 2017-08 Mret 2018: Suatu Kajian Pragmatik.
https://repository.usd.ac.id/31635/2/141224013_full.pdf.
Wood Julia, T. 2013. Komunikasi Interpersonal : Interkasi Keseharian Edisi 6.
Jakarta : Salemba Humanika.
Yuliani, S. 2013. Perbedaan Gender dalam Penguasaan Bahasa di Pandang dari
Persfektif Psikologi Pendidikan. Pedagogi: Jurnal Ilmu Pendidikan, 13(1),
47–51.
Yusri. 2016. Ilmu Pragmatik dalam Perspektif Kesopanan Berbahasa.
Yogyakarta : Deepublish.
Zulkarnain, S. I., & Fitriani, N. 2018. perbedaan gaya bahasa laki-laki dan
perempuan pada penutur bahasa indonesia.
83
L
A
M
P
I
R
A
N
83
84
Tabel Korpus Data Etika Berbahasa
Perempuan Generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba
Etika Berbahasa
Data Jenis Kinesik Konteks Keterangan
Data 1 Gestur Dua orang perempuan yang
bernama Sasa dan Nana
sedang berada dalam kamar
sambil bermain gawai
masing-masing. Nana
kemudian menawarkan
kepada Sasa untuk pergi ke
rumah teman mereka dan
Sasa pun merespon dengan
menyetujui hal tersebut
memakai bahasa nonverbal.
Gerakan jari
tangan yang
menunjukkan
simbol sepakat
atau setuju
Data 2 Gestur Dua orang perempuan berada
dalam kamar. Nana yang
duduk santai sambil bermain
gawai dan Sasa yang saat itu
terlihat sibuk mengerjakan
tugasnya. Melihat Sasa begitu
sibuk mengerjakan tugas,
Nana pun mengatakan bahwa
Sasa sangat rajin dengan
Mengacungkan
jempol sebagai
tanda pujian
85
disertai bahasa nonverbal.
Data 3 Gestur Seorang remaja 16 tahun
bernama Rini beranjak dari
kursi ruang tamu dengan
mengungkapkan dan
melakukan tindakan tabik
(Appatabe’) kepada tantenya
Appatabe’
Data 4 Gestur Seorang remaja 15 tahun
bernama Azizah menyuruh
kakak perempuan dan
sepupunya untuk tidak ribut
karena dia merasa terganggu
yang mana saat itu dia sedang
serius mengerjakan tugas
sekolahnya
Jangan atau
dilarang ribut
Data 5 Gestur Dua orang remaja yang
berumur 13 tahun bernama
Ima dan Nisa yang sedang
menonton acara televisi pada
malam hari dan kemudian
remaja yang bernama Nisa
berpamitan ingin pulang
kepada Ima dikarenakan hari
sudah semakin larut.
Melambaikan
tangan
Data 6 Gestur Seorang perempuan bernama
Risna datang berkunjung ke
rumah temannya dan
disambut oleh Ibu dari
temannya tersebut. Risna pun
kemudian mengucap salam
Berjabat atau
menjabat
tangan
86
dan menjabat tangan Ibu dari
temannya tersebut
Data 7 Gestur Risna yang sebelumnya pergi
mengendarai motor milik
temannya yang bernama Ijri
telah kembali. Setelah Risna
kembali dia pun ingin
memberikan kunci motor Ijri
dan Ijri merespon dengan
menunjuk ke arah meja dan
berkata agar Risna
meletakkan kunci motor
tersebut di atas meja
Gerakan jari
telunjuk yang
menunjukkan
arah
87
Tabel Korpus Data Kesantunan Berbahasa
Perempuan Generasi Z di Kassi Kajang Kabupaten Bulukumba
Data Konteks Jenis Maksim
Data 8 Tuturan yang dilakukan Elsa di
sebuah kamar di rumah temannya
yang bernama Jusni, yang saat itu
merasa resah karena sebenarnya dia
ingin ke rumah guru SDnya dahulu
untuk sebuah keperluan, tapi dia
tidak tahu lokasi rumahnya, yang
kemudian mendapat tanggapan dari
Jusni yang ternyata tahu lokasi rumah
tersebut dan berinisiatif untuk
menemani Elsa ke lokasi tersebut.
Maksim kebijaksanaan
Data 9 Tuturan yang dilakukan Harianti kepada
sepupu perempuannya yang bernama
Maya di ruang tamu. Harianti menyuruh
sepupu perempuannya tersebut untuk
segera melaksanakan salat, jangan sampai
waktu salatnya lewat.
Maksim kebijaksanaan
Data 10 Tuturan yang dilakukan Qamariah
kepada temannya yang bernama Nana
ketika Nana datang berkunjung ke
Qamariah pada malam hari. Qamariah
mengatakan jika Nana merasa lapar, dia
bisa langsung masuk ke dapur untuk
makan, di dalam ada nasi goreng yang
tadi dibuat olehnya.
Maksim kebijaksanaan
Data 11 Tuturan yang dilakukan oleh Mila dan Iis
di ruang tamu rumah Iis. Mila (Penutur)
Maksim kebijaksanaan
88
yang mengingatkan mitra tutur (Iis) untuk
tidak lupa mengerjakan tugas
matematikanya, berhubung besok pagi
tugas tersebut sudah harus dikirim ke
guru yang bersangkutan
Data 12 Tuturan terjadi pada siang hari ketika Eca
datang terlambat ke rumah Jusni untuk
mengerjakan tugas sekolahnya. Eca
kemudian mengucapkan maaf kepada
teman-temannya.
Maksim kebijaksanaan
Data 13 Tuturan yang dilakukan oleh Elsa di teras
rumah Jusni yang menawarkan diri untuk
dia saja yang memfoto temannya (Jusni).
Maksim kedermawanan
Data 14 Tuturan yang dilakukan oleh Qamariah
yang hendak keluar rumah, dan
sebelumnya dia sudah tahu bahwa
temannya yang bernama Nana ingin
membeli kuota, lantas Qamariah
berinisiatif untuk sekalian membelikan
Nana kuota.
Maksim kedermawanan
Data 15 Tuturan yang dilakukan oleh sekumpulan
remaja perempuan di pekarangan rumah
yang mana mereka hendak pergi
bersama dengan mengendarai sepeda
motor dan saling berboncengan.
Maksim kedermawanan
Data 16 Tuturan yang dilakukan oleh Maya yang
mengeluhkan jaringannya yang jelek
padahal dia akan mengerjakan tugas.
Harianti yang saat itu bersama Maya
mengatakan dia akan membiarkan Maya
Maksim kedermawanan
89
menggunakan jaringan datanya.
Data 17 Tuturan terjadi pada malam hari yang
dilakukan oleh Nisa di rumah tantenya
yang bernama Tante Helda, yang mana
saat itu Tante Helda mendapat pujian dari
Nisa.
Maksim penghargaan
Data 18 Tuturan terjadi pada malam hari ketika
Nana mengatakan bahwa Qamariah
wajahnya semakin mulus saja.
Maksim penghargaan
Data 19 Tuturan yang dilakukan seorang anak SD
kelas 5 yang bernama Tasya yang
memuji adik laki-lakinya yang masih
balita dan saat itu sedang berada di
pangkuan Ibunya.
Maksim penghargaan
Data 20 Tuturan terjadi pada siang hari di sebuah
kamar. Peserta tuturan yaitu Elsa dan
Jusni yang mana Jusni saat itu sedang
asyik bermain game Free Fire. Elsa
lantas mengatakan bahwa Jusni semakin
pintar bermain game Free Fire dan
direspon oleh Jusni dengan sikap rendah
hati.
Maksim kesederhanaan
Data 21 Tuturan terjadi pada malam hari ketika
Mantang dan Nini yang kuliah di salah
satu perguruan tinggi yang sama dan
jurusan yang sama pula bertemu.
Mantang membahas mengenai nilai Nini
pada semester ini yang bagus, kemudian
di respon oleh Nini dengan menganggap
hal tersebut adalah sesuatu yang biasa
Maksim kesederhanaan
90
saja.
Data 22 Tuturan terjadi pada malam hari ketika
Sisi mengomentari sambal buatan Sasa
kemarin yang menurutnya sangatlah enak
dan direspon oleh Sasa dengan sikap
rendah hati
Maksim kesederhanaan
Data 23 Tuturan terjadi pada siang hari di dalam
kamar Nina. Nina dan sepupunya yang
bernama Evi berencana membuat sebuah
acara pada malam hari.
Maksim permufakatan
Data 24 Tuturan terjadi pada malam hari di ruang
tamu rumah Ima yang saat itu sedang
bersama teman sekaligus tetangganya
yang bernama Nisa membahas mengenai
cuaca pada siang hari saat itu.
Maksim permufakatan
Data 25 Tuturan terjadi di kamar Ima yang saat
itu berencana pergi ke warkop bersama
Nisa untuk mengerjakan tugas mereka di
sana
Maksim permufakatan
Data 26 Tuturan terjadi di ruang keluarga
Harianti. Harianti dan Maya yang saat
itu merencanakan akan pergi ke pasar
pada hari Minggu nanti
Maksim permufakatan
Data 27 Tuturan terjadi di ruang tamu rumah
Jusni. Nadia dan Elsa yang saat itu
sedang bermain game sambil
bercengkrama. Nadia mengatakan bahwa
pacarnya sedang sakit.
Maksim kesimpatian
Data 28 Tuturan terjadi antara Mantang dan Nini.
Mantang mengatakan kepada Nini bahwa
Maksim kesimpatian
91
anak dari temannya yang bernama Ayu
yang juga dikenal oleh Nini telah
meninggal.
Data 29 Tuturan terjadi antara Sisi dan Mantang.
Sisi mengatakan kepada Mantang bahwa
temannya yang bernama Rika akan
segera dilamar oleh pacarnya.
Maksim kesimpatian
Data 30 Tuturan terjadi antara Sisi dan Mantang.
Sisi menayakan kepada Mantang ke mana
dia tadi pagi dan ternyata dia dari
Puskesmas mengantar Ibunya periksa
kesehatan.
Maksim kesimpatian
92
Tabel Korpus Data Informan
Nomor Nama Umur Pendidikan
Terakhir
Lama Domisili
1. Ijri 20 tahun Mahasiswi 20 tahun
2. Risna 20 tahun SMA 10 tahun
3. Eca 16 tahun SMA 16 tahun
4. Rini 16 tahun SMA 16 tahun
5. Azizah 15 tahun SMA 15 tahun
6. Ima 13 tahun SMP 13 tahun
7. Nisa 13 tahun SMP 13 tahun
8. Elsa 16 tahun SMA 16 tahun
9. Jusni 16 tahun SMA 10 tahun
10. Harianti 15 tahun SMA 15 tahun
11. Maya 15 tahun SMA 15 tahun
12. Qamariah 21 tahun Mahasiswi 21 tahun
13. Nana 21 tahun Mahasiswi 21 tahun
14. Iis 17 tahun SMA 15 tahun
15. Mila 17 tahun SMA 17 tahun
16. Nadia 16 tahun SMA 16 tahun
17. Ema 16 tahun SMA 16 tahun
18. Tasya 10 tahun SD 10 tahun
19. Mantang 21 tahun Mahasiswi 21 tahun
20. Nini 21 tahun Mahasiswi 21 tahun
21. Sisi 21 tahun Mahasiswi 21 tahun
22. Sasa 21 tahun Mahasiswi 15 tahun
23. Nina 25 tahun Sarjana 25 tahun
24. Evi 18 tahun Mahasiswi 15 tahun
93
RIWAYAT HIDUP
Efy Nurhasanah di lahirkan di Bulukumba 26 Mei 1996,
dari pasangan Ayahanda Abdul Gani dan Ibunda
Nurhayati. Penulis memulai pendidikannya masuk
sekolah dasar pada tahun 2001 di SD Negeri 262 Tanah
Lemo dan tamat tahun 2007. Melanjutkan pendidikan ke
SMP Negeri 1 Bontobahari dan tamat tahun 2010, dan
melanjutkan lagi ke jenjang berikutnya di SMA Negeri 3 Bulukumba, tamat tahun
2013. Tahun 2016 penulis baru melanjutkan pendidikan pada program studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
di Universitas Muhammadiyah Makassar.