83
ETIKA POLITIK DALAM I<EPEMIMPINAN UMAR IBN' KHATHAB Oleh: AHMAD GOJALI JURUSAN JINAYAH DAN SIYASAH FAKULTAS SY ARI'AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERJ (UIN) SY ARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1427 II/2006 M

ETIKA POLITIK DALAM I

  • Upload
    trananh

  • View
    251

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ETIKA POLITIK DALAM I

ETIKA POLITIK DALAM I<EPEMIMPINAN UMAR IBN' KHATHAB

Oleh: AHMAD GOJALI

JURUSAN JINA Y AH DAN SIYASAH FAKULTAS SY ARI'AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERJ (UIN) SY ARIF HIDAY ATULLAH JAKARTA

1427 II/2006 M

Page 2: ETIKA POLITIK DALAM I

ETIKA POLITIK DALAM KEPEMU\llPINAN UMAR IBN KHATHAB

Skripsi Diajukan Kepada Faknltas Syari'ah dan Hukum

UIN SyarifHidayatullah Jakarta Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

AHMAD GOJALI 0045219497

Di bawah Bimbingan:

JURUSAN JINAYAH DAN SIYAS.A.H FAKULTAS SY ARI' AH DAN HUI(UM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (£JIN) SY ARIF HIDAY ATULLAH JAI{AR,TA

1427 H/2006 M

Page 3: ETIKA POLITIK DALAM I

PENGESAIIAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul ETIKA POLITIK DALAM KEPEMIMPINAN

UMAR IBN KHA THAB telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syari'ah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 04 Juli 2006, skripsi ini

telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

Islam pada Jurusan Siyasah Syar'iyyah (Politik Islam).

uhammad Amin Suma, SH. MA. MM) NIP: 150 210 422

Panitia Ujian

1. Ketua

2. Sekretaris : Drs. Abu Tamrin, SH. M.Hum NIP. 150 247 716

3. Pembimbing: Dr. Mujar lbnu Syarif, M.Ag NIP. 150 275 509

4. Penguji I : Prof Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH. M,&_MM

( ~hJ)

NIP. 150 210 422 --rr"Jt~

5. Penguji II : Khamami Zada, M.Ag NIP. 150 326 892

Page 4: ETIKA POLITIK DALAM I

r-'"" )I ,:.r )I 11 r KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi Tuhan

Semesta Alam, Yang Maha Esa, Maha Kaya, Maha Pencipta, dan Maha Mengetahui

apa-apa yang ada di langit dan di bumi, yang nyata maupun yang tersembunyi baik

dalam keadaan terang benderang maupun dalam gelap gulita, yang telah memberikan

Rahmat dan Hidayah-Nya dalam penyelesaian skripsi ini.

Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan-Nya kepada Nabi Besar

Muhammad SAW, kebarga serta para sahabat dan pengikut-pel'gikutnya yang

menyeru dengan seruannya, berpedoman dengan petunjuk-petunjuk Allah SWT serta

berpegang teguh di jalan-Nya sampai akhir zaman.

Alharnduliilah berkat rahmat-Nya, penulisan skripsi ini telah dapat

diselesaikan dengan baik walaupun masih banyak kekurangan. Penulis menyadari

bahwa selesainya skripsi ini tak luput dari dorongan dan bantua!' semua pihak.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

I Bapak Prof Dr. IL Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM selaku Dekan

Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN SyarifHidayatullah Jakarta;

2 Bapak Drs. H. Afifi Fauzi Abbas, MA dan Drs. Abu Tamrin, !vi.Hum, selaku

Ketua dan Sekretaris Jurusan Jinayah dan Siyasah, yang telah memberikan

kemudahan administratif dan bimbingan akademik sejak awal perkuliahan hingga

penyelesaian skripsi ini;

Page 5: ETIKA POLITIK DALAM I

IV

3 Bapak Dr. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag, selaku dosen pembimbing yang der>gan tulus

ikhlas ba'.lyak memberikan petunjuk dan pengarahan bagi penyelesaian shipsi ini;

4 Kepada segenap dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama

menjalani perkulihan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

5 Kepada para pimpinan dan staf Perpustakaan Umum clan Perpustakaan Fakultas

Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membe1ikan

fasilita5 berupa kemudahan bagi penulis dalam memanfaatkan buku-buku

referensi;

6 Ayahanda Rausin clan Ibunda tercinta Ratnawiyah. Rd yang senantiasa merawat,

mengasuh, membesarkan, mendidik dan memberikan motivasi di setiap langkah

penulis;

7 Kakanda; Baihaki, Nani, Lutfiyah, lkhwan, Saiful Anam dan Fahrullah ; Juga

untuk Adinda; Arif Faturrahman, Andi Hakim, Siti Fauziah dan Sri Damayanti,

dan juga untuk Keponakan Ivan dan Tasya yang selalu menghibur, menciptakan

keriangan serta doa kepada penulis;

8 Keluarga Besar Alm. Bapak H. Rasyidi dan Keluarga Alm. Ors. H. Muhailnin RD

yang telah memberikan bimbingan kepada penulis;

9 Kanda Sugandhi Bakrie, Teman-temali tetcinta; Keluarga Wiyah, Desy, Bayang,

Maulana, Hery, teman pulau, dan Wa:tga Buncit yang selalu membagi ceria, tawa

dan bahagia di setiap suasanli;

Page 6: ETIKA POLITIK DALAM I

v

10 Teman-teman SS "2000 UlN Jakarta, FP2U, dan FMKS, yang telah memberikan

memberikan pengalaman, kenangan dan kebersamaan yang semoga semua akan

tetap a<la;

l l Kepada Semua pihak yang telah membantu baik secara J:angsung maupun tidak

Iangsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu hingga terselesainya

skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih semoga segala bantuan

tersebut diterima sebagai amal shaleh di sisi Allah SWT dan memperoleh balasan

pahala yang ganda. Amin.

Akhimya kepada Allah SWT, jualah semua ini penulis serahkan. Semoga pula

apa yang penulis usahakan ini kiranya dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan

pembaca pada umumnya. Amien.

Jakarta, 27 Rabiul Akhir 1427 H 25 Mei 2006 M

Penulis

Page 7: ETIKA POLITIK DALAM I

DAFTARISI

KATAPENGANTAR .......................................................................................... 11

DAFT AR ISI ..................................................... ······················· ... ........... ... ..... ....... VI

BABI PENDAHULUAN

A. La tar Belakang Masai ah . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . .. . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...... .. .. . . .. ..... .... ... .. . .. .. . .. . . . . . . . . . . . .. 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 5

D. Metode Penelitian ........................................................................... 6

E. Sistematika Penulisan .................................................................... 8

BAB II ETIKA POLITIK DALAM PRESPEKTIF ISLAM

A. Pengertian Etika Politik .. . ... . . . . . . .. . . . . .. . .. . . . . .. . .. . .. . . . .. . . .. . . . .. ... 9

B. Sejarah Etika Politik di Dunia Islam........................ . . . . . . . . . . . . . . 14

C. Macam-Ma.;am Etika Politik dalam Islam... . . . . . . . . . ... . . . . . . . . ... . . . . . . 18

BAB ID BCOGRA.FI UMAR IBNU KHA THAB

A. Sejarah Pribadi dan Keluarganya ................................................. 3 I

B. Umar Pada Masa Nabi Saw ..................................................... 36

C. Kari er Politik Umar Ibn Khathab ............................................. 39

D. Kepemimpinan Umar Menjadi Khalifah ......................................... 43

Page 8: ETIKA POLITIK DALAM I

Vil

BAB IV ETIKA POLITIK UMAR IBN KHATHAB

A. Gambaran Urnurn Kebijakan Urnar .............................................. 47

B. Etika Politik dalarn Kebijakan Urnar.................................... . . . . . . . . . 60

C. Relevansi Nilai Etika Politik Urnar Saat ini... . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . 67

BAB V PENUTUP

A. Kesirnpulan............................................................................ .. . ... ... 71

B. Saran ............................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 73

Page 9: ETIKA POLITIK DALAM I

BARI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

h.8

Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan pengetahuan dan

perangkat hidup bersama secara jelas dalam mewuj udkan suatu kehidupan yang

dapat dihayati sebagai suatu yang wajar dan menjadi kebutuhan. Sesuai dengan

penilaiannya, manusia dapat menentukan sikapnya untuk mengakui bahkan

menolaknya. Oleh karena itu, dalam menentukan sikapnya manusia harus

memiliki etika yang secara umum mempertanyakan prinsip-prinsip dasar yang

berlaku bagi segenap tindakan manusia.

Dalam kehidupan modern, persoalan etika dan moral senng menjadi

perbincangan publik. Tinjauan filsafat tentang makna dan definisi filsafat etika

dan moral sangat beragam. Secara se.derhana bisa dikatakan bahwa penggunaan

"etika" dan "moral" selalu menerangkan perbandingan antara nilai baik dan

buruk, yang berlaku bagi semua bidang kehidupan manusia1•

Sedangkan secara politis manusia dalam kehidupan berniasyarakat dan

bernegara jelas membutuhkan batasan-batasan bagi mereka yang memperoleh

kepercayaan untuk mengatur kehidupan bemegara. Dengan demikian, etika

1 Franz Magnis Suseno, Etika Po/itik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 200 l ), cet ke-6

Page 10: ETIKA POLITIK DALAM I

2

politik sering dimaknai sebagai mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban

manusia sebagai manusia dan bukan sekedar sebagai warga negara terhadap

negaranya2.

Kedatangan Nabi Muhammad SAW selain mendapat tantangan juga

mendapat pandangan positif dari masyarakat Arab, sejak beliau melakukan

migrasi dari Mekkah ke Madinah. Beliau mulai mendapat tempat di hati

masyarakat, sehingga agama Islam dapat berkembang dengan pesat dan berhasil

membangun suatu masyarakat utama.

Jika pada masa Nabi, perkembangan Islam yang begitu pesat hanya berada

di Jazirah Arab saja, setelah wafatnya Nabi, wilayah kekuasaan Islam mengalami

perluasan secara signifikan baik Persia di sebelah Timur maupun Mesir di sebelah

Barnt. Hr.I tersebut juga didorong oleh adanya kekosongan kepemimpinan pasca

pemerintahan Nabi serta keperluan adanya kekuasaan di daerah-daerah taklukan.

Maka pada masa al-Kbulafa al-Rasyidun merupakan awal bangkitnya

pemerintahan Islam, tetapi lambat laun karena pemahaman yang berbeda tentang

tatanan pemerintahan yang hendak dibangun sehingga pusat pemerintahan

berpindah dari satu kota ke kota Iain.

Pola dasar p-::mahaman pada masa Nabi dan al-Khulafa al-Rasyidun

memberikan tatanan politik tersendiri yang meyakini aspek kehidupan secara

langsung terkait dengan nilai dasar tauhid. Nabi sendiri pada saat itu berfungsi

selaku pimpinan agama dan pimpinan politik karena dalam pandangan tauhid

2 Ibid. h. l2

Page 11: ETIKA POLITIK DALAM I

3

tidak ada pemisahan agama dan politik. Penataan masyarakat pada masa Nabi

banyak diilhami oleh ajaran-ajaran agama dan bimbingan sang Khaliq, selain itu

juga sifat-sifrt yang tertanam dalam diri Nabi juga ter.varisi kepada sahabat­

sahabatnya yang lebih dikenal dengan al-Khulafa al-Rasyidun3.

Pada hari-hari terakhir hidupnya, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq sibuk

bertanya pada banyak orang bagaimana pandapatmu tentang l'mar? "Hampir

semua orang menyebut Umar adalah seorang yang keras, namun jiwanya sangat

baik. Setelah itu, Abu Bakar meminta Usman bin Affan untuk menuliskan surat

wasiat bahwa penggantinya kelak adalah Umar. Tampaknya Abu Bakar khawatir

jika umat Islam akan berselisih pendapat bi la tidak menuliskan wa,iat tersebut.

Bicara soal keadilan secara jelas sangat terce1min pada kepemimpinan

Umar. Hal ini dapat dilihat bagaimana ketika putra Amr bin Ash (Gubernur

Mesir) berpacu dengan penduduk setempat, lalu mereka berselisih dalam

menentukan pemenangnya, putra Amr bin Ash marah dan memukul orang Mesir

tadi seraya berkata: "Aku ini putra dua orang yang mulia" menoapat perlakuan

seperti itu. Orang Mesir tersebut mengadu kepada Umar. Dengan nada berang,

Umar memanggil Gubernur dan anaknya, lalu menyuruh orang Ivfesir memukul

Gubernur Amr, dengan demikian putranya tidak akan lagi berani sewenang-

3 Tim Penyusun, E11siklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997), cet ke-4

Page 12: ETIKA POLITIK DALAM I

4

wenang. Sejak kapan kamu memperbudak manusia padahal mereka dilahirkan

ibunya dalam keadaan bebas merdeka, bentak Umar kepada Amr4.

Cerminan khalifah Umar dalam menjalankan fungsinya sebagai pimpinan

negara memang tidak lepas dari pengaruh ajaran agama dan sirah Nabi dalam

membangun tatanan masyarakat yang sesuai dengan syariat Islam dan prinsip

umum bernegara, serta etika yang dilaksanakannya baik kepada rakyatnya

maupun kepada negara-negara lain.

Dengan demikian penulis tertarik untuk membahas tema ETIKA

POLITIK DALAM KEPEMIMPINAN UMAR IBN KHATHAB sebagai

j udul skripsi mengingat banyak nilai-nilai etika politik yang dibangun oleh

Khalifah Umar lbn Khathab. la telah mewarisi nilai-nilai berharga yang berkittnya

menjadi modal utama menata sebuah masyarakat dari kondisi anarkhis, tidak

beradab menjadi masyarakat yang manusiawi dan sejahtera. Oleh karena itu, ha!

ini menjadi rujukan dalam menata masyarakat modern saat ini mengingat banyak

sistem pemerintahan yang tidak memiliki bingkai etika politik yangjelas.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari paparan di atas terdapat beberapa masalah yang penting untuk

diidentifikasi yaitu gambaran kepemimpinan politik Umar lbn Khathab untuk

menjalankan pemerin1:ahan pada masanya dengan nilai-nilai etika politik sebagai

bingkai dalam membangun negara Islam. Mengingat kepemimpinan Umar lbn

4 Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam, (Jakarta: Hikmah, 2003), cet ke-1 h.40

Page 13: ETIKA POLITIK DALAM I

5

Khathab tidak lagi hanya seputar kekuasaan di Semenanjung Arabiyah, tetapi juga

membuat kebijakan-kebijakan baru dalam membangun pemerintahan Islam saat

itu. Lebih dari itu banyak sekali upaya yang dilakukan Umar dalam melakukan

inovasi dalam pemerintahan yang kepemimpinan sebelumnya tidak pernah

melakukan. Oleh karena itu, penulis perlu melakukan pembatasan pembahasan

agar penelitian ini terfokus, sistematis dan terarah. Pembatasan dalam penelitian

ini terkonsentrasi pada kepemimpin_an Umar Ibn Khatab dalam membangun

pemerintahan dengan nilai etika yang dibangun pada masanya. Selain itu,

penelitian ini juga melihat relevansi etika politik dalam kepemimpinan Umar Ibn

Khathab pada masa sekarang.

Berdasarkan pembatasan pokok masalah di atas, penulis dapat

merumuskan item-item masalah yang akan diteliti dalam skripsi ini sebagai

berikut:

I. Apa pengertian etika politik dan pilar-pilar pendukungnya?

2. Bagaimana kepemimpinan Umar Ibn Khathab?

3. Apa saja nilai-nilai etika politik Umar Ibn Khathab yang relevan untuk saat

ini?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

I. Untuk melihat biografi Umar bin khattab

2. Untuk meP-getahui etika politik yang dibangun khalifah Umar Ibn Khathab

dalam menjalankan pemerinta~mmya.

Page 14: ETIKA POLITIK DALAM I

3. Untuk melihat relevansi nilai etika politik kepemimpinan Umar Ibn Khathab

4. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang etika politik

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah

6

1. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

tentang pemerintahan Islam pada masa Umar Ibn Khathab sebagai khalifah

kedua setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam membangun peradaban Islam.

Selain itu hasil penelitian ini sebagai persyaratan dalam menyelesaikan proses

perkuliahan strata satu (SI).

2. Secara praktis, hasil penelitian Im diharapkan dap1t menambah

perbendaharaan kepustakaan bagi UIN SyarifHidayatullah Jakarta.

3. Secara pragmatis, has ii penulisan ini dapat menjadi rcferensi dalam

menjalaukan pemerintahan yang memiliki bingkai kehidupan politik suatu

negara.

D. Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah penelitian

kepustakaan (library research). Jenis penelitian ini diambil sesuai dengan objek

penelitian yang dikaji yaitu mengenai etika politik kepemimpinan Umar dalam

menjalankan pemerintahan Islam pada saat itu.

Adapun proses kegiatan yang dilakukan dalam penelitian kepustakaan ini

penulis melakukan penelaahan dan pengkajian terhadap berbagai literatur baik

dokumeu tertulis maupun elektronik bernpa buku-buku, majalah, artikel, jumal,

internet dan lain sebagainya.

Page 15: ETIKA POLITIK DALAM I

7

Data primer y'lng dipakai penuiis adaiah literatur mengenai perkataan dan

tindakan Umar Ibn Kahthab mengenai kepemimpinnya dalam menjaiankan

pemerintahan yang dilakukan dengan etika politik saat itu. Sedangkan data

sekundernya adaiah literatur mengenai pendapat dan tuiisan-tulisan orang Iain

mengeuai Umar Ibn Khathab baik perkataannya maupun kebijakan-kebijakan

politik saat menjadi khalifah, serta hal-hal Iain yang berhubungan clengan masaiah

yang akan dibahas.

Data-data yang diperoieh penulis, disajikan dengan metode deskriptif dan

analitis. Deskriptif yaitu menggambarkan masaiah, mengumpulkan, menyusun

data, sedangkan analitis yaitu

diinterpretasikan.

menyeieksi data lalu dianalisa dan

Adapun teknik penulisan dan penyusunan skripsi di bawah panduan buku

"pedoman penulisan skripsi yang disusun oieh Tim Fakultas Syari'ah dan Hukum

Tahun 2005" dengan beberapa catatan :

I. Kutipan ayat Al-Qur'an tidak diberi catatan kaki, tetapi di akhir ayat ditulis

nomor ayat dan nama suratnya, sedangkan terjemahannya diambil dari Al­

Qur'an yang dikeiuarkan oieh Departemen Agama.

2. Terjemahan Al-Qur'an dan Hadits diketik satu spasi sekalipun kurang dari

enam baris dengan diberi tanda petik di awal dan akhir kalimat.

3. Dalam penulisan skripsi · ini, penulis menggunakan Ejaan Yang

Disempumakan (EYD)

4. Dalam daftar pustaka Al-Qur'a.n,di tulis dalam urutan pertmna.

Page 16: ETIKA POLITIK DALAM I

8

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempe.rmudah dalam penulisan dan pembahasan dalam skripsi ini,

penulis membagi pokok-pokok pembahasan ke dalam bebe:rapa bab. Dan di dalam

bab tersebut terdiri dari beberapa sub bab, yaitu:

Bab I. Pendahuluan meliputi: latar belakang masalah, pembahasan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian., metode penelitian dan sistematika

penulisan.

Bab II. Biografi Umar Ibn Khathab meliputi: sejarah pribadi dan keluarganya,

Umar pada masa Nabi, karir politik Umar dan kepemimpinan Umar

menjadi Khalifah.

Bab III. Etika Politik meliputi: definisi etika politik, sejarah etika politik dalam

Islam dan macam-macam etika politik dalam Islam

Bab IV. Etika Politik Umar Ibn Khathab meliputi: gambaran wnum kebijakan

Umar Ibn Khathab, etika politik dalam kebijakan Umar, relev&nsi nilai­

nilai etika politik Umar saat Ini

Bab VI Penutup meliputi: kesimpulan dan saran-saran.

Page 17: ETIKA POLITIK DALAM I

BAB II

KONSEP ETII<A POLITIK

A. Pengertian Etika Politik

Bicara etika memang menarik. Banyak orang membicarakan etika, seolah

etika merJarii bal yang semestinya dilakukan oleh siapapun baik sebagai individu,

kelompok maupun masyarakat secara luas. Etika seakan menjaci sesuatu yang

harus difakukan oleh siapapun.

Istilah "etika" berasal dari Yunani kuno. Kata ethos dalam bentuk tunggal

mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,

kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berfikir. Dalam bentuk

jamak (ta etha) artmya adalah adat kebiasaan. Dan arti yang terakhir inilah yang

menjadi bentuk etika yang oleh filosof Yunani Besar Aristoteles (384 SM- 322

SM) sudah dipakai untuk menunjukkan moral 1•

Apabila kita melihat asal usu! kata ini, "etika" berarti ilmu tentang apa

yang bisa dilakukan atau tentang adat kebiasaan. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia kata "ethos" cukup banyak dipakai, misalnya dalam kombinasi "ethos

ketja ", "ethos profesi" dan sebagainya.

Kata yang cukup dekat dengan "etika" adalah "moral". Kata terakhir ini

dari bahasa Latin mos (jamak: mores) yang berarti juga: kebiasaan, adat. Jadi,

1 K. Bartens, Etika, (Jakarta: PT. Gramedia,Pustaka Utama, 1993} h. 4

Page 18: ETIKA POLITIK DALAM I

JO

etimologi kata "etika" sama dengan etimologi kata "moral'', karena keduanya

berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Hanya bahasa asalnya berbeda: yang

pertama berasal dari bahasa Yunani, sedangkan yang kedua dari bahasa Latin2.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang barn (Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), "etika" dibedakan menjadi tiga arti: "l. Ilmu

tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral

(akhlak); 2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3. Nilai

mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau bermasyarakat". Dari

urutan di atas, nomor tigalah yang paling cocok digunakan dalam arti nilai-nilai

atau nonna-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu

kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Dalam buku termashur Max Weber

yang judulnya The Protestant Ethic and 7/ie Spirit Of Capitalism arti ini bisa

dimasukkan juga sebagai sistem nilai3.

Jhon P. Noman S. J. dalam bukunya General and Special Ethics "Ethics is

the sciem:e of the morality of human acts". Kata "etika" sebagai ilmu

pengeta':rnan yang mempelajaii moralitas dari perbuatan manusia. Bahwa ethics

disebut juga "moral philosophy" atau "philosopia moralis ". Sedangkan disebut

morality adalah "the goodness or badness the wrightness of human acts" apa

yang baik atau apa yang buruk, benar atau salah dengan menggunakan ukuran

2 Ibid h. 5

3 Ibid, h. 6

Page 19: ETIKA POLITIK DALAM I

11

norma atau nilai4. Etika merupakan cabang dari filsafat. Etika mencari kebenaran

dan sebagai filsafat ia mencari keterangan kebenaran sedalam-dalamnya. Sebagai

tugas tertentu bagi etika, ia mencari ukuran baik buruknya bagi tingkah laku

manusia. Etika hendak mencari tindakan manusia yang baik5. Dalam

Encyclopedia Oxjford, "Etika" adalah menggambarkan dan mengevaluasi .alasan

yang diberikan orang atau kelompok untuk penilaian yang mereka buat mengenai

benar dan salah atau baik dan buruk, khususnya ketika istilah-istilah itu

berhubungan dengan tindakan, sikap dan kepercayaan manusia6.

Dalam Encyclopedia of the Social Science, kata "etika" diartikan "suatu

tatanan ideal dari kenyataan-kenyataan di lapangan yang dibentuk oleh banyak

ha! seperti agama atau pengorganisasian yang dianggap baik, benar dan selamat"7.

Sedangkan etika Islam adalah tingkah laku manusia yang diwujudkan

dalam bentuk perbuatan, ucapan dan pikiran yang sifatnya mernbangun, tidak

merusak lingkungan dan tidak pula merusak tatanan sosial budaya serta tidak pula

bertentaug2n dengan ajaran Islam, namun berlandaskan pada Al-Qur'ar. dan As-

4 Widjaja, Etika Pemerintahan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), cet ke-1, edis: ke-2, h. 8

5 Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1995), cet ke-3, edisi ke-l,h.14.

6 Jhon L. Esposito, Ensiklopeedi Oxford Dunia JslamM Modem, (Bandu~g: Mizan, 2001), cet ke-1, h. 24.

7 Encyclopedia Of The Social Sciences, (Toronto, Canada: The Macmillan Company, 1950) vol V-VII, h. 62.

. ..

Page 20: ETIKA POLITIK DALAM I

12

Sunnah. 8 Dasar eti'rn Islam itu sendiri bersifat membimbi11g, memandu,

mengarahkan dan membiasakan masyarakat hidup sesuai dengan norma sopan

santun yang berlaku dalam masyarakat. Etika Islam memggambarkan keadaan

orang berpedoman untuk membimbing manusia agar berjalan dengan baik

berdasarkan pada nilai-nilai yang berkembang di masyarakat dan mengacu pada

sesuatu yang dipandang baik oleh masyarakat.9

Menurut Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-dasar !lmu Politik,

politik adalah bennacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik yang

menyar.gkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan menjalankan

. . . 10 tujuan-tuJUan 1tu .

Dalam Encyclopedia of the Social Science, kata "politik" mempunyai dua

arti: L Politik adalah ilmu dari seni (art) ketatanegaraan; 2. Suatu kekuatan kerja

yang terdiri dari anatomi dan pengenjawantahan isi-isi negara. Dalam ha! 1ru,

politik diartikan sebagai ilmu dan politik sebagai sistemll.

Dalam Islam, politik itu dikenal dengan istilah "siyasah at au Siyasat"

yang mengandung arti mengatur, mengurus atau membuat kebijaksanaan dalam

literatur Islam. Sebagaimana dikemukakan Ibnu Al-Qayyim yang dinukilnya dari

8 M. Yatiman Abdullah, Pa11gm1tar Studi Etika, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), ed. ke-1, h. 3 i9

9 Abudin Nata, Metudologi Studi-studi Islam, (Jakarta: PT. Gramedia Pust&ka Utama, 2002), h. 62

10 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar I/mu Polilik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1998) cet. ke-19, h. 8

11 Encyclopedia of The Social Sciences, foe. cit. ,

Page 21: ETIKA POLITIK DALAM I

13

Ibnu 'Aqil, "siyasat" adalah setiap langkah perbuatan yang membawa manusia

dekat kepada kemaslahatan dan terhindar dari kerusakan, walaupun Rasul tidak

menetapkannya dan Allah tidak mewahyukannya". Sedangkan Khallaf

mendefisikan sebagai "pengolahan masalah-masalah umum bagi negara Islam

yang menjamin terealisasinya kemaslahatan dan terbindar dari kemudharatan

dengan tidak melanggar ketentuan syariat yang umum''. Jadi, siyasah adalah

membuat kebijaksanaan untuk kemaslahatan umat yang tidak bertentangan

dengan subtansi ajaran dasar dan pokok syariat Islam 12•

Tulus Warsito mengatakan bahwa yang dimaksud dengan "etika politik"

adalah ukuran konsistensi antara berlakunya aturan main dengan perilaku politik

dari masing-masing anggota sistemD

Menurut ajaran Khomeini, dalam dimensi "moral clan politik", penegakan

tatanan politik yang diatur oleh norma-norma Islam bukanlah tujuan itu sendiri,

melainkan jalan untuk berbuat baik melalui penciptaan lingkungan sosial yang

mendorong praktek spiritual melalui penerapan peraturan Tuhan14.

Sedangkan jika diformulasikan yang dimaksud dengan etika politik adalah

jalan untuk berbuat baik masing-masing anggota sistem, faktor spiritual yang

12 J. Suyuti Pulungan, l)rinsiJJ-JJrinsip Pemerintahan Da/a111 /)iagan1 Madillah J)itinjau /Jari Pa11da11ga11 A!-Q11r'a11, (Jakmta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), cet ke-1, edisi ke··l, h. 8.

13 Tulus Warsito, Pemba11g1111a11 Politik Rejleksi Kritis Alas Kritis, (Jakarta: BIGRAF Publishing, 1999), cet ke-1, h.9.

14 Jhon Esposito, Op. cit., h. 26.

Page 22: ETIKA POLITIK DALAM I

14

mendorong untuk menerapkan peraturan Tuhan sebagai rambu-rambu moral

ukuran dari konsistensi antara aturan main dengan perilaku politik.

B. Sejarah Etika Politik di Dunia Islam

Di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, Islam di Madinah

makin terlihat pengkristalannya sebagai sebuah keimanan dan sebuah sistem

sosial-politik. Melalui tindakan kemiliterannya dan kegiatannya diplomatiknya,

masyarakat muslim meluas dan membentuk hegemoninya di Arabia tengah,

semenja.k tahun 622 M-623 M. Mekkah juga dikuasai dan suku-sl'.ku yang ada di

Arab disatukan dalam kesatuan politik, berbentuk pesemakmuran Arab dengan

ideologi yang sama, di bawah sebuah pusat kekuatan, tunduk kepada sebuah

hukum. Kesatuan tersebut tidaklah harus diberi penilaian yang berlebihan. Buat

pertama kalinya dalam sejarah, saluran yang efektif telah ditemukan untuk

menyatukan suku-suku Arab hingga berbentuk sebuah negara. 15

Oleh karena itu, langkah politik pertama yang dijalankan Nabi saw dalam

mengorganisir penduduk Madinah sering secara benar ditunju~ sebagai titik

permulaan organisasi politik dalam sejarah, dan ia menjadi inspirasi yang tak

habis-habisnya sepanjang masa.

Pcmbentukan masyarakat baru itu, yang kemudian mePjelma menjadi

sebuah negara dan pemerintahan, ditandai dengan sebuah perjanjir..n yang dikenal

dengan Piagam Madinah. Deklarasi berdirinya negara Maclinah bisa terefleksikan

15 John L. Esposito, Islam dan Politik. terj/dari Islam And Politics ol~h: H.M. Joesoef Sou'yb), (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), h. 8

Page 23: ETIKA POLITIK DALAM I

15

dalam Piagam Madinah yang terdiri dari empat puluh delapan pasal. Meskipun

Madinah saa~ itu baru berupa city stale harus diakui bahwa tipologi pemerintahan

semacam itu merupakan format baru di tengah-tengah kebesaran kekuasaan

imperium Romawi dan Persia yang foedalisme-otoriter. Da.lam kaca mata siyasah,

peran ganda Nabi saw di satu sisi sebagai Rasul Allah dan pemimpin sebuah

pemerir.tahan selama satu dasawarsa telah membentuk integritasnya sebagai

umara yang menyatu dengan tanggungjawab sebagai pemimpin agama. 16

Setelah Nabi wafat kepemimpinan digantikan oleh sahabat l\abi yang

disebui dengan al-Khulafa al-Rasyidun. Khalifah pertama adalah Abu Bakar.

Setelah memilih pt:ngganti Nabi, masyarakat muslim di Madina~ dan Khalifah

yang baru yai1u A.bu Bakar berpaling menyatu-radukan Arabia k~mbali. Karena

pada waktu kemangkatan Nabi menyebabkan timbul berbagai pem:Jerontakan dari

suku-st:ku Arab. Faham kesukuan, yang merupakan sumber identitas politik dan

sosial selama ini, bangkit kembali menentang kehidupan dan kesatuan di bawah

negara Islam yang baru itu. Rangkaian pertempuran yang oleh ahli-ahli sejarah

Islam yang dipanggil dengan Perang-Riddat, digerakkan Abu Bakar dengan cepat.

Pada saat krisis politik sesudah Muhammad mangkat dapat diakhiri

dengan pemilihan Abu Bakar secara cepat, maka Khalifah Umar tidak ingin kasus

serupa itu terulang kembali, Umar menjelang wafat menunjuk panitia pemilihan

untuk memilih penggantinya.

16 J. Suyuti Pulungan, op. cil, h. 13

Page 24: ETIKA POLITIK DALAM I

16

Banyak di antara lapisan elit di Madinah baik da.ri kalangan Muhajirin

maupun dari Kalangan Ansor, kurang setuju penunjukkan Utsman menjabat

kekuasaan tertinggi terutama semenjak keluarganya itu mulai memegang jabatan-

jabatan kunci oeserta peningkatan kekayaan anggota·-anggota keluarganya.

Berbagai tuduhan bahwa Khalifah bersikap lemah dan memprakteldmn nepotisme

menyebabkan intrik-intrik politik makin membara. Pernbunuhan Utsman itu

langkah pertama bagi rangkaian pemberontakan pihak Muslim dan kemelut-

kemelut keagamaan hingga saling membunuh sesama Muslim yang

membahayakan perkembangan politik Islam.

Ali, saudara sepupu dan menantu Nabi menggantikan Utsman sebagai

Khalifah keempaL Dengan pengangkatan Ali tersebut hingga melahirkan

golongan yaitu golongan yang mendukung Ali, golongan Muawiyah dan

golongan Khawarij, sehingga menimbulkan peperangan.

Di mata para mukmin, masa Muhammad dan masa al-Khulafa al-

Rasyidun itu saat-saat yang normatif Yakni saat yang menentukan norma-norma

bagi kehidupan muslim dengan variasi yang dicontohkan. J'ertama, saat Allah

menurunkan wahyu terakhir dan sempurna untuk umat manusia dengan mengutus

Nabi terakhir yaitu Muhammad. Kedua, masyarakat/negara Islam diciptakan

terikat oleh identitas dan tujuan keagamaan yang bersifat umum. Keliga, sumber

hukum Islam yakni Al-Qur'an beserta penjelasannya oleh sabda-sabda Nabi yang

memberikan bimbingan azasi bagi masyarakat, berasal dari jangka masa tersebut.

Keempat, kedudukan yang demikian penting dari sabda Nabi beserta tata hidup ... .

Page 25: ETIKA POLITIK DALAM I

17

masyarakat yang mula-mula tercermin dalam himpunan hadits. Kelima, jangka

masa Sahabi yang saat itu atau safafi merupakan titik tolak bagi kebangkitan

seluruh gerakan pembaharuan dalam dunia Islam, baik bagi pihak tradisional

mapun pihak modemis. Terakhir sekali, masa Nabi dan masa al-Khulafa al­

Rasyidun itu bukan cuma dipandang mengandung bimbingan ilahi akan tetapi

juga keabsahan. Pihak Muslim berkeyakinan bahwa pada masa itulah pesan­

wahyu dan klaim-kenabian direalisasikan sepenuhnya di bawah sorotan sejarah,

memperlihatkan diri pada keberhasilan dan kekuasaan akibat kemenangan­

kemenangan yang luar biasa beserta perluasan wilayah kekuasaan Islam

sepanjang geo!,>rafis.

Daulah Abasiyyah mengambil dan memperluas praktek Urnayyah dengan

meminjam tradisi Persia tentang sistem pemerintahan yang berasaskan kekuasaan

atas mandat Ilahi, klaim pihak khalifah Abasiyyah bahwa dia berkuasa atas

mandat Ilahi dilambangkan oleh perubahan gelar "pengganti Rasul Allah "

menjadi "bayangan Allah di muka bumi ". Status penguasa yang agung itu

dikukuhkan oleh istana yang besar dan indah, barisan pelayan istana dan

memperkenalkan etika istana terhadap seorang raja atau kaisar. Bagi pihak yang

memiliki perilaku keagamaan di istana Bagdad yang jauh berbeda dengan "tata

hidup Madinah yang ideal".

Unsur-unsur pertumbuhan oposisi Islam terhadap kekuasaan Umayyah itu

beragam sesuai dengan motifmasing-masing: muslim non··Arab yang menempati

warga negara kelas dua berbanding dengan muslim-Arab menuduh keberadaan itu

Page 26: ETIKA POLITIK DALAM I

18

berlawanan dengan perasaan persaudaraan sesama Islam; kelompok khawarij

yang terns menerns melakukan pemberontakan dalam wilayah Mosul dan wilayah

Kufah; sekte syi'ah yakni para pendukung tuntutan keluarga Ali terhadap

pimpina:i masyarakat Islam; muslim Arab sendiri yakni mereka yang l:lerada di

Mekkah, Madinah dan Irak yang merasa dirinya tidak diperlaku:-:an semestinya

oleh kcluarga Arab; dan paling akhir ialah para muslirn yang 1aat, 'baik Arab

maupun non-Arab, menganggap "kehidupan kosmopolitan yang barn" penuh

kemewahan beserta hak-hak istimewa itu telah bertolak-belakang dengan ajaran

Islam yang mula-mula. Bagi kelompok yang terakhir ini secara khusus melakukan

pembaharnan kembali terhadap masyarakat Muslim kepada tahap masa yang

normatif, menurnt suri tauladan yang diperlihatkan Nabi Muhammad saw beserta

para khalif yang cendikiawan, yakni merestorasikan kernbali "Madinah Ideal"

( corak kehidupan Madinah yang ideal).

C. Macam-macam Etika Politik dalam Islam

Dalam rnenjalankan kehidupan sebagai mak!ilulk di muka burni ini,

rnanusia tidak Iepas dari ketergantungannya kepada yang Iain, baik itu sebagai

individu maupun mereka yang menjadi kelompok masyarakat, negara bahkan

dunia sekalipun.

Mengamati nilai-nilai dasar etika politik dalam Islam tidak sernmit dengan

etika politik Barnt. Dalam Islam nilai etika politik tersebut tersusun dengan rapi

dan seragan1, baik yang masih bernpa susunan nilai-nilai id~al dalam Al-Qur'an

maupun yang termaktub dalam Piagam Madinah sebagai konstitusi dan prinsip '

Page 27: ETIKA POLITIK DALAM I

19

etika poiitik yang dipral'tekkan oleh Nabi saw di negara Madinah, juga sifat-sifat

yang dimiliki oleh Nabi itu sendiri.

1. Persaudaraan dan Persatuan

Suatu bangsa, umat dan negara tidak akan berdiri teg~.k tanpa adanya

persatua11 dan persaudaraan di antara warganya. Persatuan itu akan terbentuk

apabila ada rasa saling kerja sama atau mencintai, persatuan dan persaudaraan

merupakan fondasi atau dasar dari terbentuknya sebuah masyarakat maupun

negara. Di dalam Al-Qur'an dijelaskan dalam Surat Al-Hujurat ayat 10:

,, .J JI ,, Ill .J .J _,.. ,,.... .. ,, 0

• .:i _;.;..') ~ :uJ1 1_,Af1j ~~\ ;:_;. 1_;..i:,,,,t; o~l 0 _?,:?J1 Wl

( \ • : ..:.il_y.d-1)

Artinya: "Sesunggulmya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu

damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. "(Q.S. Al-Hujurat: IO)

Persaudaraan berdasarkan agama (persaudaraan orang-orang mukmin)

akan mengakrabkan persatuan dan persaudaraan seagama. Abdullah Yusuf Ali

menyatakan pelaksanaan atau perwujudan persaudaraan Muslim merupakan

ide sosial yang paling besar dalam Islam.

Sedangkan ketetapan piagam Madinah bertujuan mewujudkan

persaudaraan dan persatuan antara pemilik agama dan keyakinan segenap

penduduk Madinah dalam arti "persatuan dan persaudaraan sosial dan

kernanusiaan". Ketetapan Piagam Madinah menjadi indikator bahwa Nabi saw

bersikap bersahabat dengan siapa saja yang ingin menjadikan penduduk

Page 28: ETIKA POLITIK DALAM I

20

Madinah hidup berdampingan, sekalipun ada sebagian ya.ng menentang

dakwahnya. Al-Qur'an tidak melarang orang mukrnin be1buat baik dan

memberi apa yang menjadi hak dan bagian terhadap orang-orang yang tidak

memerangi mereka karena agama dan tidak mengusir mereka dari negara

mereka. Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

Al-Qur'an memberi petunjuk praktis pelaksanaan persaudaraan, baik

persaudaraan agama maupun persaudaraan sosial dan kemarmsiaan. Prinsip

dasar yang diletakkan Nabi saw dapat dikatakan pertama dalam sejarah

kemanusiaan. Di zaman modern ini setiap pemerintahan suatu negara

memandang bahwa persatuan dan persaudaraan merupakan unsur terpenting

tegak dan majunya suatu negara, sehingga harus dibina dan terns dijaga demi

pelaksanaan pembangunan di segala bidang. 17

2. Persamaan

Dengan ketetapan piaga:n yang berkaitan pada persoalan kemaslahatan

umum, maka ada jaminan hak-hak istimewa mereka sebagaimana hak dan

kewajiban yang dimiliki oleh kaum muslimin. Ketetapan tersebut di samping

bersifat umum juga bersifat khusus yaitu persamaan akan hak hidup, hak

keamanan jiwa, hak perlindungan baik laki-laki maupun perempuan dan baik

golongan Islam maupun golongari non-Islam.

Walaupun antara sesatµa manusia terdapat perbedaan dari segi jenis

kelamin, warna kulit, agama dan keyakinan, status sosial dan lain sebagainya.

17 J. Suyuti Pulungan, op. cit, h.144

Page 29: ETIKA POLITIK DALAM I

21

namun mereka tetap sama sebagai sesama manusia. Perbedaan itu bukan

menjadi alasan saling membedakan antara sesama manusia, justru adanya

perdedaan itu agar kita saling mengenal satu dengan yang lainnya.

Firman Allah yang berbunyi:

Artinya: "Hai manusia, sesunggulmya Kami menciptakan kamu dari seorang

laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa­bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal''. (Q.S. Ai'-Hujurat: I 3)

Menurut Qurthubi ayat di atas mengandung larangan membangga-

banggakan nasabnya (nasab manusia), sebab yang menjadi tolok ukur di

hadapan Tuhannya adalah ketakwaannya bukan karena nasabnya. Ayat-ayat

tersebut juga menjelaskan penciptaan manusia tidak ada perbedaannya, semua

manusia diciptakan dari tanah, dari tanah yang sama pula, oleh karena itu

manusia tidak boleh membangga-banggakan diri dari manusic. yang Iain dan

tidak buleh saling menghina.

Nilai persamaan dalam prespektif Piagam Madinah dan Al-Qur'an

pada hakikatnya mempunyai tujuan agar setiap orang atau golongan

merte1t\Ukan harkat dan martabat kemanusiaannya dan dapat mengembangkan

potensinya secara wajar dan layak. Dengan nilai ini akan menimbulkan rasa

Page 30: ETIKA POLITIK DALAM I

22

saling tolong-menolong, kepedulian dan solidaritas sosial dalam diri manusia

dalam lingkup yang lebih luas. 18

3. Kebebasan

Persamaan, pcrsaudaraan dan persatuan merupakan prinsip yang tidak

dapat dipisahkan satu sama lain. Kebebasan mutlak perlu dikembangkan dan

dijamin pelaksanaannya guna terjaminnya kebutuhan masyarakat pluralistik.

Kebutuhan manusia akan kebebasan diantaranya adalah kebeb1san beragama,

bebas dari rasa takut, kebebasan berpendapat, bebas dari perbudakan,

penganiayaan dan lain-lain.

Dalam Piagam Madinah terdapat ketetapan-ketetapan mengena1

kebebasan yang mengatur masyarakat Madinah pada waktu itu, diantaranya;

kebebasan beragama, manusia mempunyai hak kebebasan personal untuk

mencntukan keyakinan mana saja. Kebebasan itu harus dihormati dan

dilindungi orang Iain. Karena persoalan agama merupakan masalah keyakinan

dan penerimaannya harus atas dasar kerelaan. Tidak boleh memaksakan

sesuatu agama kepada orang lain. Setiap orang clan pemerintah wajib

melindungi dan menghormati hak orang lain dalarn mcnganut suatu agama

dan keyakinannya. Karena tujuan yang hendak dicapai ada!ah terciptanya

suasana hidup rukun dalam masyarakat majemuk, tanpa ada golongan yang

merasa diperlakukan secara . tidak adil, karena sebagai sesama :anggota

18 Ibid, h. 154

Page 31: ETIKA POLITIK DALAM I

23

masyankat atau negara, orang-orang non-muslim mcmiliki ;mk:-hak politik

dan kultural yang sama dengan orang-orang muslim.

Bebas dari ra~a takut merupakan kebutuhan w:arga masyarakat dalam

sebuah negara dalam segala bidang, karena akan rnendorcng masyarakat

untuk mencapai kemajuan dan berlomba-Jomba dalam kebajikan.

Kebebasan berpendapat tidak bersifat mutlak. Seseorar;g dengan dalih

dan atas nama kebebasan, tidak dibenarkan melakukannya dengan mengikuti

kemauan sendiri. Praktek kebebasan berpendapat tidak boleh sewenang­

wenang dan tanpa batas, juga tidak boleh dibiarkan berlarut-larut tanpa

kendali, tetapi hams diselesaikan. Perbedaan pend:apat yang tajam bisa

menimbulkan perselisihan yang dapat menyebabkan pertentangan · dan

perpecahan baik perorangan maupun kelompok. Oleh karena itu, kebebasan

berpendapat hams sesuai dengan prinsip hukum Islam, yakni kewajiban setiap

manusia supaya menegakkan dan melaksanakan yang benar, mengahpus dan

menghindari yang salah.

Kebebasan melakukan kebiasaan yang baik ini dilakukan dalam

menebus tawanan perang dengan kebiasaan yang baik dan adil yang dilakukan

oleh golongan Muhajirin Quraisy dan membayar diyat kepada orang yang

terbunuh yang dilakukan oleh Bani Auf. 19

19 Ibid, h. 156

Page 32: ETIKA POLITIK DALAM I

24

4. Perdomaian

Prinsip-prinsip dasar yang sudah dikemukakan di atas pada hakikatnya

menghendaki tercapainya perdamaian di kalangan komunitas Islam dan

perdamaian antara komunitas Islam dengan komunitas Iain. Karena jika setiap

komunitas memelihara dan melaksanakan hak-hak dan kewajiban yang

terkandung dalam prinsip dasar tersebut, maka akan terwujud.

Perdamaian merupakan ajaran dasar yang penting dalam Islam untuk

mempererat persatuan dan solidaritas antar sesama manusia baik antar

kelompok sosial maupun antar bangsa sehingga tercipta hubungan baik dan

kerja sama saling menguntungkan. Menerima perdamaian memprakarsai dan

mengusahakan perdamaian merupakan visi Al-Qur'an yang wajib bagi orang­

orang mukmin, baik perdamaian intern maupun perdamaian ekstem. Cara

yang ditempuh untuk mewujudkan perdamaian terdiri dari bebcrapa altematif.

Pertama dengan nasehat yang dalam istilah sekarang dengan jalan

perundingan, kedua memberi ancaman, baik dengan cara tinda.kan militer

maupun dengan cara embargo ekonomi, ketiga memberi sanksi hukuman,

keempat pilihan terakhir, memerangi golongan yang tidak mau tunduk kepada

perdamaian, baik terhadap golongan mukminin maupun golongan Iain yang

tidak mau berdamai.20

'0 Ibid, h. 158

Page 33: ETIKA POLITIK DALAM I

25

5. Amanah

Prinsip amanah tercantum dalam Al-Qur'an Surat An-Nisaa ayat 58:

Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada

yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesunggulmya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat ''. (Q.S. An-Nisaa: 58)

Ma.kna Qur'ani amanah adalah "titipan" atau "pesan". Dalam

monokrasi Islam, amanah dipahami sebagai: "suatu karunia atau nikmat Allah

yang merupakan sesuatu untuk dipelihara dan dilaksanakan dengan sebaik-

baiknya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan dalam Al-

Qur'an dan dicontohkan oleh Sunnah Rasulullah. Amanah kelak harus

dipertanggungjawabkan kepada Allah".21

Dalam konteks kenegaraan, amanah dapat berupa kekuasaar: ataupun

kepernimpinan. Sebab, pada prinsipnya kekuasaan atau kepemimpinan adalah

suatu bentuk pendelegasian atau pelimpahan kewenangan orang-orang yang

dipimpinnya.

Berhuaungaa bahwa kekuasaan adalah amanat, maka Islam secara

tegas melarang terhadap para_ pemegang kekuasaan agar melakukan abuse

21 M. Daud Ali, M. Thahir Azhary dan Habibah Daud, Islam 1111/uk Dis;p/i11 ilmu Hu/mm Sosial dan Polilik, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), h. I 16

'

Page 34: ETIKA POLITIK DALAM I

26

atau penyalahgunaan kekuasaan yang diamanatkannya. Karena itu, pemegang

kekuasaan atau pemimpin wajib berlaku adil.

Sedangkan kata "amanah" dalam pemerintahan bagi fonu Taimiyah

yang tertuang dalam Surat An-Nisa: 58 memiliki dua arti; pertama, amanah

diartikan sebagai kepentingan-kepentingan rakyat yang merupakan tanggung

jawab kepala Negara untuk mengelolahnya. Pengelolaan akan baik dan

sempuma apabila dalam pengangkatan para pembantunya memi!iki kecakapan

dan kemampuan, meskipun pengertian amanah menurut lbnu Taimiyah tidak

hams sama dengan Al-Mawardi. Kedua, mengenai pengelolaan Negara dan

perlindungan harta benda milik para warga Negara, dalam ha! ini kekayaan

Negara, rakyat tidak dibenarkan menolak membayar segala kewajiban yang

telah ditentukan oleh kepala Negara, tetapi sebaliknya kepala Negara harus

men:belanjakan dana yang di terima dari rakyat dengan baik sesuai dengan

petunjuk Al-Qur'an dan As-Sunnah22.

Realita menunjukkan bahwa orang yang memiliki sifat otoritas

(quwwah) dan amanat sekaligus sangatlah sedikit. Sehingga pada suatu ketika

Umar Ibn Kbathab berdoa: "Ya Allah, aku mengadu kepada-Mu karena

kekuatan para pembuat dosa, dan ketidakberdayaan (kelemahan) orang yang

dapat di percaya". Oleh karena itu, pemilihan maupun pengangkatan pejabat

22 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, (Jakarta: UI Press, 1993) Ed. Ke-5 h. 58

Page 35: ETIKA POLITIK DALAM I

27

untuk menempati suatu posisi (walayat) hendaknya kepada seorang yang

layak (ashlah) mendapatkannya tergantung dengan tuntutanjabatannya23.

Jika dalam suatu walayat Gabatan dalam pemerintahan) lebih

menuntut kebutuhan akan adanya sikap amanat, orang yang memiliki

kejujuran uniuk mengemban amanat adalah yang lebih pantas menduduki

posisi tersebut24•

6. Musyawarah

Bila mukmin hendak mengadakan perdamaian harus atas dasar

persamaan dan adil di antara mereka, mengandung arti hams mengadakan

perdamaian itu harus disepakati dan diterima bersama. Dalam ha! ini tentu

saja hanya bisa dicapai melalui prosedur yaiiu musyawarah. Dengan

musyawarah, setiap orang yang ikut dalam musya.warah akan berusaha

mengemukakan pendapat yang baik, sehingga akan ditemukan jalan

penyelesaian masalah yang dihadapi dengan pendapat tersebut. Di samping itu

juga adanya musyawarah memberikan peluang kepada tokoh masyarakat

untuk dapat berpartisipasi dalam berbagai bidang yang menyangkut

kepentingan bersama.

Mengenai batasan ruang lingkup masalah yang dimusyawarakan tidak

disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW maupun Al-Qur' an. Dalam

23 lbnu Taimiyah, S(vasah Syar 'iyyah (Etika Politik Islam), (Surabaya: Risalah Gusti, 1995), h. 18

24 Ibid, h. 23

Page 36: ETIKA POLITIK DALAM I

28

prakteknya Nabi saw hanya memusyawarakan urusan dunia. Perintah Al-

Qur'an untuk bermusyawarahjuga hanya digambarkan secara umum. Artinya

kata al-amr mengungkap masalah yang Iuas yaitu berbagai masalah yang

berkaitan dengan berbagai bidang kehidupan masyarakat Islam.

Menurut Abdul Al-Qadir Audah, ada dua ha! yang tidak boleh terjadi

dalam musyawarah yaitu mempermasalahkan perintah yang sudah jelas

ketetapannya dalam Al-Qur'an dan Sunnah dan keputusan musyawarah tidak

boleh bertentangan dengan perintah dan perundang-undangan dalam AI-

Qur'an dan Sunnah.25

7. Keadilan

Semua warga negara baik Muslim maupun non-Muslim harus

diperlakukan secara adil dengan memperoleh hak-haknya dalam bidang sosial

dan politik. Penegakan keadilan harus menempatkan dirinya pada posisi Iurus,

seimbang dan jujur baik perkataan dan perbuatan, hati dan pikirannya, dan

melihat orang yang menuntut keadilan dalam posisi persamaan dengan

berpegang teguh pada kode etik menegakkan keadilan. Dalam upaya

menegakkan keadilan, bisa melalui kekuasaan umum, peradilan dan tahkim

dalam kasus tertentu. Keadilan bukan hak satu golongan melainkan hak setiap

orang. Maksudnya adalah siapa saja yang diberi wewenang untuk memimpin

orang lain, maka kepemimpinannya harus difungsikan untu'( menegakkan

25 M. Daud A!i, M. thahir Azhary dan Habibah Daud, Op. Cit, h. 160 '

Page 37: ETIKA POLITIK DALAM I

29

keadilan. Orang rnnkmin juga diperintahkan berlakn adil kepada non-rnuslirn

dan rnemberikan apa yang menjadi hak mereka.

Dengan berpegang teguh kepada kode etik Allah mernerintahkan:

Artinya: " ... Dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara

manusia supaya kamu menetapkan dengan adil ... "(Q.S. An-Nisa: 58)

Maksud ayat di atas yaitu perintah menjalankan amanah kei;ada yang

berhak menerinwnya, rnenjalankan arnanah rnerupakan bagian dari usaha

rneuegakkan keadilan dan memerintahkan sifat yang adil dan jujur dari

pemegang amanah.

Dalam lingkungan yang lebih kecil seperti keluarga di dalamnya juga

hams ditegakkan keadilan dan dalam bidang kehidupan sosial dan politik,

orang-orang mnkrnin diperintahkan rnendamaikan dna golonga.n rnukrnin

yang sedang berkonflik secara adil.26

8. Pelaksanaan Hukum

Prinsip ini terfokus pada pemberian sanksi hukum kepada si pelaku

kejahatan dan kepada pihak yang secara politis memperlihatkan sikap

pennusuhan dan melakukan pengkhianatan.

Dengan adanya Piagam Madinah, Nabi secara konstitusional

mempunyai dasar hukum untuk menindak peserta perjanjian yang gaga!

26 Ibid, h. 165

Page 38: ETIKA POLITIK DALAM I

30

mengendalikan diri dari dorongan hawa nafsu untuk melakukan tindakan

makar yang dapat merusak persatuan dan kesatuan umat, sehingga Nabi

berhasil menciptakan keamanan dan ketertiban sosial di kota Madinah.

Bahkan posisinya sebagai Nabi dan pemimpin politik semakin luas dengan

bergabungnya kelompok-kelompok masyarakat lain di sekitar Madinah dan

Jazirah Arab umumnya baik kaum Arab maupun kaum Yahudi lainnya. 27

Dari uraian prinsip dasar-dasar etika politik di atas penulis dapat

menyimpulkan bahwa Islam mengajarkan persaudaraan dan ;:iersatuan tidak

hanya seagama saja, tetapi juga persaudaraan dan persatuan sosial dan

kemanusiaan; juga tidak ada perbedaan di antara sesama manusia; manusia

mempunyai kebebasan yang alami.

Islam juga mengajarkan sikap perdamaian untuk mempererat

persatuan dan solidaritas antara sesama manusia baik antar kelompok sosial

maupun antar bangsa sehingga tercipta hubungan baik dan kerja sama yang

saling menguntungkan; mengajarkan musyawarah yang tidak boleh

bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Di samping sikap persamaan,

sikap adil juga harus diberikan kepada sesama manusia tanpa melihat adanya

perbedaan.

27 Ibid, h. 170

Page 39: ETIKA POLITIK DALAM I

BAB III

BIOGRAFI UJVIAR IBN KHA THAB

A. Pribadi dan Keluarganya.

Umar Ibn Khathab al-Quraisy adalah nama seorang sahabat Nabi yang

masyhur, khalifah k.:dua yang menggantikan Abu Bakar. Kelak di kemudian

setelah menjadi khalifah, ia lebih masyhur dengan panggilan "Amirul Mukminin

Abi Hafshin Umar Bin Khathab al-Faruq al-' Adawi al-Qur.aisy". 1

Ayahnya, al-Kbathab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah

bin Qurt bin Razah bin Adi bin Ka' ab. Adi ini saudara Murrah, kakek Nabi yang

kedelapan. IIJunya Hantamah bin Hasyim bin al-Mugirah bin Abdullah bin Umar

bin Makhzum. K.hathab orang terpandang di kalangan masyarakatnya, tetapi dia

bukan orang kaya, ia juga tidak mempunyai khadam.

Ketika Al-Khathab bin Nufail Al-Mukminin Al-Quraisy mendengar berita

bahwa istrinya telah melahirkan bayi Iaki-laki, wajahnya berseri-seri karena

merasa gembira. Kemudian ia menegaskan kebenaran berita itu d1 tengah-tengah

masyarakat yang sedang mengerumuninya di salah satu tempat dekat tembok

Ka'bah. Setelah itu ia pulang ke rumah untuk menjumpai istrinya, setibanya di

rumah ia menyampaikan ucapan selamat kepada istrinya dan mengusap mukanya

1 A. Mud jab Mahali, Biografi Sahab~t ('fabNiAW, (Y Oh'Ya: BPFE, 1984 ), cet. ke-1, h.85

Page 40: ETIKA POLITIK DALAM I

32

yang dibasahi keringat. Selanjutnya, ia mendekati putranya dengan gembira

seraya berkata-kata dengan ucapan yang tidak dapat dipahami.2

Selama masa perkembangannya, Umar mendapat perha1ian penuh dan

pemerliharaan yang terarah dari ibu bapaknya. Setelah menginjak remaja, ia

ditugaskan w1tuk memelihara ternak peliharaannya. Ia diberi pekerjaan yang

cukup berat dengan tujuan menguatkan karak1:er dan menguatkan tubuhnya.

Khatab ini laki-laki yang berperangai kasar dan keras. Khathab banyak

mengawini perempuan dei1gan maksud untuk mendapatkan anak yang banyak,

bukan karena birahi. Di antara perempuan yang sudah dikawini Khathab termasuk

Hantamah bin Hasyim bin al-Mugirah dari Bani Makhzum yang masih sepupu

Khalid bin al-Walid dari pihak ayah. Al-Mugirah bin Abdullah bin Amir bin

Makhzurn kakek mereka bersama, yang juga pemimpin pemuka-pemuka Quraisy

dan salah seorang pahlawannya, Hantamah termasuk bangsawan Quraisy juga.

Hantarnah adalah perempuan yang selalu dekat di mata suaminya dan

lebih diutamakan dari istri-istrinya yang lain. Ialah yang melahirkan Umar Ibn

Khathab. Kapan Umar dilahirkan? Satu ha! yang tidak dapat dipastikan. Tepatnya

Umar dilahirkan dua belas tahWJ sesudah Muhammad bin Abdi!lah Rasulullah

lahir. Ia meninggal sekitar tiga hari terakhir bulan Zulhijjah 23 tahun setelah

hijrah.

2 Dr. Muhammad Al-Quthub, JO Sahabat Nabi Yang Di Jamin Masuk .~vurga, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), cet. ke-1, h. 83

Page 41: ETIKA POLITIK DALAM I

33

Tetapi yang masih diperselisihkan mengenai umurnya ketika ia wafat. Ada

yang mengatakan dalam usia 50 tahun, ada yang meny1;butkan dalam usia 57

tahun, yang lain mengatakan 60 tahun, ada lagi yang mengatakan 63 tahun dan

sebagainya. Besar dugaan ia meninggal sekitar umur 60-an. Kalau benar demikian

berarti ketika ia hijrah umurnya belum mencapai 40 tahun. Nmnun kepastian

dugaan ini tidak dapat dijadikan pegangan.

Umar Ibn Khathab adalah bangsawan Quraisy cabang Bani 'Adiyyi yang

senantiasa disegani dan dihonnati oleh setiap orang, di samping dalam segala

persidangan yang diadakan oleh suku Quraisy selalu menjadi juru bicara.

Kebanyakan pula penentu dalam suatu persidangan datang dari Bani 'Adiyyi ini.

Banyak sudah diplomat-diplomat yang berkaliber internasional datang

dari suku Bani 'Adiyyi. Karenanya tidak aneh kalau Umar Ibn Khathab di

kemudian hari tampil sebagai seorang diplomat yang ulung, oleh karena cara

berbicara yang baikpun telah dimiliki dalam jiwanya.

Di masa kecilnya Umar Ibn Khathab biasa main-main dengan Khalid bin

Walid, kedua orang ini adalah saudara sepupu. Semasa ana.k-anak, Umar

dibesarkan layaknya anak-anak Quraisy. Kemudian yang membedakannya

dengan yang lain, ia sempat belajar baca tulis, ha! yang jarang sekali terjadi di

kalangan mereka.

Demi melihat keberanian,. ketabahan dan semangat yang ada pada diri

Umar, maka oleh ayahanda yang bernama Khathab, ia dimasukkanlah ke

Page 42: ETIKA POLITIK DALAM I

34

pendidikan kemiliteran. Di sinilah Umar Ibn Khathab rajin mempelajari taktik

tempur dan siasat-siasatnya.

Semenjak remaja, Umar telah dikenal sebagai seorang yang berjiwa

pahlawan, jago siasat, taktik perang, pemberani, tegas dan jago diplomasi. 3 Di

masa remaja ini Umar bekerja sebagai gembala unta ayahnya di Dajnan atau di

tempat Iain di pinggiran kota Makkah.

Umar remaja juga dikenal sebagai pegulat dan sering mempertontonkan

kebolehannya dalam pesta tahunan Pasar Ukaz, Mekkah, ia memiliki banyak

kelebihan dan kejeniusan, antara lain dapat memprediksi dengan tepat apa yang

akan terjadi, serta memiliki sikap santun dan jiwa kepemimpinan. Berkat

kelebihannya itu pula, tidak jarang dia dipercaya mewakili sukunya dalam

berbagai acara maupun perundingan-perundingan dengan suku lain. Peran itu

membuat dirinya terkenal di kalangan orang-orang Arab Jahiliyah. Rasulullah

saw sendiri mengakui dan memuji kelebihan Umar tersebut:1

Beranjak remaja menuju masa pemuda, sosok lubuh Umar lampak

berkeml:Jang lebih cepat dibandingkan teman-teman sebayanya tinggi dan lebih

besar. Wajahnya putih agak kemerahan, tangannya kidal de!lgan kaki yang lebar

sehingga jalannya cepat sekali. Sejak mudanya ia memang sudah mahir dalam

bidang olahraga gulat dan menunggang kuda. Umar ahli minuman keras clan ahli

3 A. Mudjab Mahali, op. cit., h. 86

4 Hery Suci,ito, Ensiklopedi Tokoh Islam, (Jakarta: Hikmah, 2003). cet. ke-1, h. 39-40

Page 43: ETIKA POLITIK DALAM I

35

mencumbu perempuan. Tetapi yang demikian 1111 memang sudah menjadi

kebiasaan masyarakatnya.

Sesudah masa muda mencapai kematangan, Umar terdorong ingin

menikah. Kecenderungan banyak kawin ini sudah diwarisi dari masyarakatnya

dengan harapan mendapat banyak anak. Dalam hidupnya itu ia mengawini

sembilan orang perempuan yang kemudian memberikan keturunan dua belas

anak, delapan anak laki-laki dan empat anak perempuan.

Umar kawin dengan empat perempuan di Makkah, dan lima perempuan

setelah hijrah Ice Madinah. Tetapi ia tidak sampai mengumpulkan mereka di

rumahPya.

Mereka yang diceraikan Ummu Hakam binti al-Haris bm Hi>yam dan

Jamilah yang telah melahirkan Asim. Kalau ia masih akan berumur panjang

niscaya ia masih akan kawin lagi selain dengan kesernbilan µerempuan itu.

Sepanjang hidupnya ia dalam keadaan sederhana, padahal seperti k:::banyakan

penduduk Makkah iajuga berdagang.

Barangkali wataknya yang keras itu yang membuatnya tidak pemah

beruntung d&tam perdagangan seperti rekan-rekannya yang lain. Dengan watak

kerasnya dalam perdagangan ia tidak pemah dapat mengeluarkan air dari batu,

tidak pemah ia dapat mengubah tanah menjadi emas, demikian ungkapan

masyarakatnya sendiri, Quraisy. 5

5 Muhammad Husen Haikal, Umar Jim Khatab, (Jakarta: Litera Antar Nusi', 2000), eel. ke-1, h. 15

Page 44: ETIKA POLITIK DALAM I

36

B. Umar Pada Masa Nabi Saw

Nabi Muhammad Saw di samping sebagai Rasulullah juga sebagai kepala

ncgara dan pemimpin masyarakat, banyak persoalan umat saat itu dapat langsung

diselesaikan dengan diturunkannya wahyu dari Allah SWT. Selain itu juga ia

menjadi tauladan bagi para sahabat dan pengikutnya dalam berinteraksi sesama

manusia. Dalam kehidupan keseharian, Nabi memperlakukan sama tidak ada

perbedaan derajat, sehingga tidak ada jurang pemisah antara Nabi dengan

sahabatnya.

Sedangkan kedekatan Nabi dengan salah satu sahabatnya yaitu Umar

sangat dekat sekali, di mana ketika itu Umar pernah mendengar Nabi

memanggilnya dengan perkataan, "wahai saudaraku". Perkataan ini selalu teringat

dalam benak Umar dan tidak akan terlupakan sepanjang hidupnya. Peristiwa itu

terjadi ketika Umar memohon 1zin kepada Nabi untuk pergi menunaikan umrah.

Nabi bersabda, "wahai saudaraku, jangan lupakan kami dalam doamu." Setiap

kali mengingat perkataan Nabi tersebut, Umar selalu berkata, "tidak ada kalimat

yang aku sukai selama matahari masih terbit selain kalimat wahai saudara.'"'

Hal ini merupakan bukti kekaguman Nabi Saw karena ia selalu

menganggap semua orang baik besar maupun kecil sebagai saudaranya. Mereka

merasakan persaudaraan itu, bahkan sampai lupa bahwa mereka ada perbedaan

derajat di antara mereka dengan Nabi. Dan ini juga merupakan bukti kebesaran

6 Abbas MahmudAJ-Aqqad, Kejeniusan Umar fhn Khalhthah, (Jakarta: Pustaka Azam, 2002), cet. ke-L h. 128

Page 45: ETIKA POLITIK DALAM I

37

kepribadian Umar karena ia adalah orang yang sangat memahami dan mengerti

arti persaudaraan tersebut. Kalau kita mengatahui Umar adalah sosok yang tidak

senang dengan penilaian palsu, akan tetapi ia adalah seorang yang selalu

mengagumi dan menghargai kehebatan orang lain. Ia bukanlah yang gila akan

jabatan, akan tetapi kesediaannya untuk menerima jabatan khalifah adalah tidak

ada lagi orang yang pantas menduduki jabatan tersebut. la pernah berkata, ')ika

aku mengetahui ada orang yang lebih mampu dariku untuk mengernban tugas ini,

maim aku akan lebih senang jika kepalaku dipenggal dari pada harus menerima

jabatan khalifah."

Nabi Muhammad sebagai pembawa risalah Islam JUga selalu

mendengarkan pendapat Urnar dalam rnasalah-rnasalah hukum rnaupun masalah­

masalah lainnya. Umar pernah menyarankan kepada Nabi agar memerintahkan

kepada para istrinya untuk menutup diri mereka. Serita ini didengar oleh salah

satu istri Nabi, maim ia berkata: "engkau selalu mencampuri urusan kami wahai

Ibnu Khaththab, padahal wahyu turun di rumah kami!". Setelah itu salah satu

istrinya ia keluar seorang diri pada malam hari dengan asu1nsi ctr.lam kegelapan

malam tidak ada orang yang mengenalinya. Akan tetapi Umar rnengenalinya dari

panjang tubuhnya dan rnemarrggilnya dengan berkata, "Aku meng_enalimu wahai

Saudah". Apa yang dilakukail Umar hanya untuk membulctikan betapa pentingnya

hijab (jilbab) bagi mereka.7

7 Ibid, h. 130

Page 46: ETIKA POLITIK DALAM I

38

Setelah Nabi wafat tidak ada yang paling konsisten dalam melaksanakan

sunnahnya melebihi Umar. Di tambah lagi dengan wasiat yang memerintahkan

untuk merujuk ke Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Akan tetapi konsistensinya

tidak menjadikannya Iupa untuk menganalisa argumen dasar di balik sunnah

tersebut jika memang dibutuhkan. Oleh karena itulah ia menolak keputusan Abu

Bakar ra ketika membagikan tanah rampasan perang kepada Aiyinah bin Hashan

dan Aqra' bin Haabis. la berkata kepada mereka berdua, "pada saat itu Rasulullah

memberikannya kepada kalian untuk menarik hati kalian dan posisinya ia dalam

keadaan yang Iemah. Dan pada saat ini Allah telah memuliakan Islam. Oleh

karena itu pergilah kalian dan berusahalah".8

Secara ringkas, Nabi Muhammad telah mengetahui segala keutamaan serta

karakteristik yang dimiliki oleh Umar. Nabi juga selalu mengawasinya setelah

dan sebelum masuk Islam, oleh karena itu kebiasaan Umar baik kecil maupun

besar tidak terlepas dari pantauannya. Hanya saja segi tersebut tidak pemah ia

puji sebagaimana ia memuji kecintaan Umar kepada kebaikan dan kebenciannya

kepada kemungkaran.

Hal tersebut yang merupakan titik temu di antarn keduanya. Walaupun

Muhammad dengan lapang dada dan merupakan orang yang paling tahu

ucapannya menyamakan salah seorang sahabatnya dalam hal ~<ebenaran dan

kebatilan. Akan tetapi ada pe~isah antara keduanya yaitu antara murid dengan

guru dan antara imam dan makn\umnya.

8 Ibid, h. 134

Page 47: ETIKA POLITIK DALAM I

39

C. Karier Politik Umar Ibn Kbathab

Umar lbn Khathab datang dari keluarga bangsawan Quraisy yang di

zaman jahiliyah ro&syhur sebagai seorang diplomat ultmg. Dia menjadi duta

kaumnya di kala timbul peristiwa-peristiwa penting antara kaumnya dengan suku

b I . 9 Ara amnya.

Dia adalah seorang yang berbudi luhur, fasih dan adil serta pemberani.

Umar masuk Islam pada tahun ke-5 setelah kenabian. Menurut berita yang sudah

umum diketahui, sesudah empat puluh lima orang laki-laki dan dua puluh orang

perempuan, ia mendapat tempat di hati Rasulullah dan menjadi salah satu sahabat

terdekat Nabi SAW.

Masuk [slamnya Umar menjadi kegembiraan umat Islam ketika itu yang

merupakan pcrtanda suksesnya dakwah Islam dalam lembaran sejarah. Allah

benar-benar mengabulkan doa Nabinya yang dipanjatkan berulang kali setiap

waktu, doa Nahi tersebut adalah:

Artinya:

"Ya Allah muliakanlah agama /slam ini dengan sa/ah .1·atu Un,ar"

Yang dimaksud Nabi, yaitu Amr bin Hisyam dan Umar Ibn Khathab.

Setelah Umar lbn Khathab masuk Islam, dakwah yang semula dilakukan secara

9 Ahmad Salabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakaita: PT. Al-Husna Zikra, I 997), cet. ke-9, h.236

Page 48: ETIKA POLITIK DALAM I

40

sembunyi--sembunyi dan rahasia, kemudian dilakukan dengan terang-terangan dan

secara jelas. Kaum muslimin tidak lagi mempunyai rasa takut dengan siapapun.

Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin mulai berkeli ling di pasar-pasar kota

Mekkah yang dibagi menjadi dua barisan sebagai pasukan tentara Allah SWT.

Barisan yang satu di bawah pimpinan Panglima Hamzah r.a dan yang satunya di

b l . . u 10 awa 1 pnnpman mar r.a.

Setelah cukup lama terdengarlah berita besar tentang keislaman Umar di

kalanga.n para Muhajirin di negeri Habasyah, maka mereka kembali ke Mekkah.

Sekalipun demikian, penduduk Mekkah, pemimpin-pemirnpin, para nasehat dan

para raja rnasih belum rnampunyai rasa kasih sayang dan belurn mau menyerah.

Mereka masih menyakiti dan mempersempit perjuangan umat Islam. Mereka

masih teguh pendiria;mya untuk menyakiti dengan beraneka cara.

Di kala Allah telah memberi izin kepada Nabi Muham1-.1ad saw untuk

berhijrah ke Madinah, ia menyatakan bahwa hijrahnya kaum mmlimin sebelum

itu telah memperoleh keselamatan. Begitulah tuntunan dan nasehat yang

dinyatairnn olehnya.

Perlu Jicntat b2.hwa hijrahnya Umar adalah berbeda dengan kebanyakan

kaum muslimin berhijrah. Mereka hijrah dengan cara menyamar dari Mekkah

berkelompok-kelompok dan saling menjaga. Akan tetapi, Umar berhijrah dengan

cara lain. Keberanian akan kekerasannya seakan-akan tidak meni:;izinkan bila ia

keluar dengan cara menyamar di waktu malam atau bersama seseorang. Ia

10 Dr. Muhammad Al-Quthub, op.cit, h. 91 '

Page 49: ETIKA POLITIK DALAM I

41

menyandang pedangnya, memanggul busur panah, membawa panah di tangannya

dan melipat tongkatnya. Ia berjalan melewati arah Ka'bah, padahal pemimpin

ka'bah Quraisy berada di halaman Ka'bah itu. Ia bertawaf di sekelilingnya tujuh

kali dcngan mantap. Setelah itu, ia mendatangi maqam Ibrahim a.s. dan

mcngerjakan shalat lalu ia berdiri di muka kalangan Qnraisy seraya mengatakan

kepada mereka dengan nada sinis: 11

"Siapa yang akan meningga/kan ibunya, Atau meyatimkan anaknya, A tau menjadikan Janda istrinya, Dibelakang lembah ini ".

Selanjutnya ia melanjutkan perjalanannya, sedangkan kaum Quraisy

terkunci mulutnya dan diam seribu bahasa. Umar tiba di Madinah setelah merasa

letih dan dahaga lagi susah payah. Dia merasa rindu untuk bertemu dengan

baginda Rasulullah saw dan senantiasa berusaha rnencari beritanya. Ketika tiba

pada hari yang mulia, ia dapat bertemu dengan Rasulullah di Madinah.

Serombongan kaum muslimin menjemputnya dengan penuh penghormatan. Di

kala Umar r.a tidak dapat menahan air matanya yang mengalir karena rasa

gembiranya yang tak terhingga. Nabi· Muhammad saw lain merneluknya dengan

pelukan penghormataa.

Sewaktu umat Islam yang berkedudukan di Madinah telah merasa aman

dan tentram, Nabi Muhammad saw telah menetapkan Undang-undang

ll Ibid, h. 92

Page 50: ETIKA POLITIK DALAM I

42

pemerintahan yang baru dengan Dasar Hukum Syari'at Islam, maka Umarlah

yang menjadi penasehat dan menteri yang dipercaya.

Selain itu ketika Rasulullah wafat kedudukan Umar kala itu adalah

memelihara dan menjaga kaum muslimin dari peperangan. Ia mengetahui bahwa

sekelompok sahabat Ansor berkumpul di balai pertcmuan !3ani Sa 'idah, untuk

bermusyawarah tentang orang yang mengganti dalam membina dan mengurus

segaia sesuatu urusan umat Islam. Ia bersama Abu Bakar secepatnya menuju ke

balai itu dan akhirnya ia memastikan pelantikan Abu Bakar sebagai Khalifah,

dengan didukung pula oleh para sahabat yang datang pada hari itu. Umar sendiri

pada masa kepemimpinan Abu Bakar adalah menjadi penasehat dan hakim

pembantu yang dipercaya dalam mengurus seluruh persoalan hukum. Hal itu

semua dilaksanakannya dengan ikhlas dan pen uh tanggung jawab.

Selama masa jabatan Khalifah Abu Bakar, Umar yang merupakan

penasehat yang tepat dan ikhlas. Tentang pribadi Umar ini, Abu Bakar

mengetahui bahwa ia mempunyai sifat sebagai pemimpin negara. Oleh sebab itu,

ketika mendekati ajalnya, Abu Bakar memberi wasiat kepada Umar agar ia

bersedia menggantikan jabatan Khalifah. Akhirnya kaum muslimin pun

menyetujui pengangkatannya dan merekapun melantiknya. Dari sinilah sejarah

kehidupan Umar membuka lembaran baru dalam sejarah pemerintahan lslam. 12

12 Ibid, h. 98

Page 51: ETIKA POLITIK DALAM I

43

U. Kepemimpinan Umar Ibn Khathab Menjadi Khalifah

Setelah menjabat khalifah lebih dari dua tahun Abu Bakar jatuh sakit dan

selama Lima belas hari tidak pergi ke Masjid. Karena itu, ia meminta Umar agar

mewakilinya menjadi imam shalat. Di atas tempat tidurnya, ia meyuruh orang

memanggil beberapa orang sahabat tern1asuk Abdurrahman bin Auf dan Ustman

bin Affan untuk menyampaikan keputusan untuk menunjuk Umar ibn Khathab

sebagai khalifah yang akan menggantikannya. Namun kcputusan tersebut tidak

disetuju1 oleh beberapa sahabat. Beberapa sahabat yang diketuai oleh Tolhah

mengirim dekgasi menemui Khalifah Abu Bakar dan berusaha untuk tidak

menunjuk Umar Ibn Khathab untuk menggantikannya sebagai khalifah.

Partisipasi aktif dan kebebasan mengemukakan pendapat di kalangan elit

penguasa bermunculan, namun Abu Bakar tidak mengubah keputusannya. Ia

membuat dokumen tertulis (surat wasiat) untuk menunjuk Umar menggantikan

dirinya menjadi Khalifah. 13 Masa dua tahun ternyata tidak cukup bagi khalifah

Abu Bakar untuk menjamin terciptanya stabilitas keamanan yang mantap

dikarenakan adanya pihak-pihak yang ingin melepaskan diri dari ikatan

pemerintah Madinah.

Dengan de111ikian, Umar fbn Khathab diangkat dan dipilih oleh para

pemuka masyarakat dan disetujui oleh jamaah kaum muslimin. Pada saat

menderita sakit menjelang ajal tiba, Abu Bakar melihat situasi negara sedang labil

dan pasukan sedang berperang di medang perang tidak boleh terpecah akibat

IJ Al-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, (Beirut, Dar al-fikr, ! 984), Jilid IV, h. 2 l

'

Page 52: ETIKA POLITIK DALAM I

44

perbedaan k~inginan tentang siapa yang akan menjadi calon penggantinya, selain

itu mas1h teringat olehnya kenangan akan pertentangan di Balai Pertemuan Bani

Saidah, sehingga muncul kekhawatiran kalau tidak segera menunjuk pengganti

dan ajalnya segara datang, maka ia memilih Umar. Pilihannya ini sudah

dimintakan pendapat dan persetujuan para pemuka masyarakat pada saat mereka

I d. . k k' 14 menengo c mnya sewa tu sa 1t.

Setelah dilantik menjadi khalifah, Umar Ibn Khathab segera melaksanakan

tugas-tugas kenegaraan. Secara prinsip, khalifah Umar lbn Khatl1'1b melanjutkan

garis kebijaksanaan yang telah ditempuh khalifah Abu Bakar. Namun karena

pennasalahan yang dihadapi Umar semakin berkembang, seiring dengan

perluas:rn daerah kekuasaan Islam. Khalifah Umar Ibn Khathab melakukan

berbagai langkah-langkah kebijaksanaan antisipatif terhadap perkembangan dan

d.h d . 15 tantangan yang 1 a apmya.

Selain itu pada masa kepemimpinannya, gelombang "ekspansi"pertama

terjadi di ibukota Syria. Damaskus jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian,

setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria

jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis,

"ekspansi" diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan Amru Bin Ash dan ke Irak di

bawah pimpinan Sa'ad Ibn Abi Waqas. Iskandaria ibukola Mesir, ditaklukan pada

14 Nourouzzaman Shiddiqi, Tamadd1111 Muslim, (Jakarta: Bulan Bintang, 19861, h.119

" Mulummad Iqbal, Fiqih Siyasah Ko11/e11stualisasiDoktri11 Po/itik Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 200 I), cet ke-!, h. 56

Page 53: ETIKA POLITIK DALAM I

45

tahun 641 M, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qasidiyah sebuah kota

dekat hirah di Iraq jatuh tahun 673 M. Dengan demikian pada masa Umar

kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria sebagian besar

wilayah Persia dan Mesir. 16

Kerajaan-kerajaan yang paling megah di zamannya dapat ditaklukan

begitu saja. Di samping itu pembangunan berjalan dengan pesat, di zaman Umar

telah dibangun kota-kota Islam yang besar seperti Fustat, Kufah dan Basrah, yang

berdiam dalam kota-kota tersebut sejumlah besar kaum muslimin termasuk

kebanyakan para sahabat. 17 Dalam kurun waktu sepuluh tahun, Urnar Ibn Khathab

mencapai kejayaan, yang berarti Islam mencapai puncak kejayaannya pula. Umar

lbn Khathab seorang yang gemar memburu pengetahuan, ha! ini yang membuat ia

sejak mudanya memikirkan nasib masyarakatnya dan usaha apa yang akan dapat

memperbaiki keadaan mereka.

Umar lbn Khathab seorang yang tidak pernah melu.pakan tanggung jawab

di hadapan Allah di dalam mengemudikan pemerintahannya, sehingga dalam

segala perbuatan dan tingkab. lakunya selalu diperhitungkan dan dipikirkannya

masak-masak. Umar adalah seorang yang penuh dengan ketelitian dan kehati-

"' Harun Nasution, l.1/am di 7/J1ja11 dari Berhagai A.1pek11ya. (Jakai1a: UI Press, 1935), cet ke-5, h. 58

17 Badri Yatim, Sej2rah Pemdaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), cet ke-10, h. n

Page 54: ETIKA POLITIK DALAM I

46

hatian, sehingga dirinya disegani oleh lawan maupun kawan. Sifat inilah yang

menghantarkannya ke tingkat kewibawaan yang tinggi. 18

Dalam sejarah Islam, pengaruhnya begitu besar, sehingga namanya

merupakan lambang kekuatan, keadilan, kasih sayang dan kebaktian sekaligus.

Zaman Umar Ibn Khathab merupakan zaman yang terbesar dalam sejarah

kedaulatan Islam, bahkan dalam sejarah peradaban umat manusia. Perkembangan

Islam yang begitu pesat di zaman pemerintahan Umar Jim Khathab setidaknya

telah menjunjung martabat serta kewibawaan kaum muslimin dan mengangkat

keharuman Khalifah Umar Jbn Khathab. Umar Ibn Khathab menjadi Khalifah dan

memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan 4 hari. 19

Kematiannya sangat tragis, seorang budak Persia bemama Feroz atau Abu

Lu'lu'ah secarn tiba-tiba menyerang dengan tikaman pisau tajam ke arah khalifah

yang akan mendirikan shalat subuh yang telah ditunggu oleh jamaahnya di masjid

an-Nabawi di pagi buta. Khalifah Umar wafat tiga hari se~elah peristiwa

penikaman atas dirinya yakni 1 Muharam 23 H/644 M.20

18 A. Muadjab Mahali, op.cit, h. 178

19 Muhammad Husen Haikal, op.cit, h. 37

'0 Ali Mufrodi, [.,/am di Kmvasa11 Kebudayaa11 Arab, (Jakarta: Logos, 1997), cet ke-1, h. 58

Page 55: ETIKA POLITIK DALAM I

BABIV

ETIKA POLITIK UMAR IBN KHA THAB

A. Gamb:iran Umum Kebijakan Umar Ibn Khathab

Pennasalahan politik yang pertama kali muncul sepeninggal Rasulullah

adalah siapakah yang akan menggantikannya, sebagai kepa;a negara dan

pemermtahan serta bagaimana sistem pemerintahannya. Masalah tersebut

diserahkan kepada kaum Muslimin. Rasul mengajarkan suatu prim.ip, yaitu

musyawarah, se5uai dengan ajaran Islam itu sendiri. 1 Prin5ip musyawarah ini

dapal dibuktikan dengan perintistiwa-peristiwa yang terjadi dalam setiap

pergantian pimpinan dari empat khalifah al-Khulafa al-Rasyidun. meski dengan

versi y<:ng beragam.

Maju mundurnya sebuah pernerintahan akan sangat bergantung kepada

pemegang kekuasaan. Dalam periode al-Khulafa al-Rasyidun, khalifah adalah

pernimpin negara. Oleh karenanya kualitas seorang khalifah memberi contoh

tersendiri dalam menentukan kebijakan-kebijakan di berbagai bidang yang

berhubungan dengan hajat masyarakat yang dipimpinnya. Demikian pula dalam

mengatasi berbagai krisis dan gejolak yang muncul dalam pemerintahannya.

Setelah dilantik menjadi khalifah, Umar lbn Khathab segera melaksanakan

tugas-tugas kenegaraan. Secara prinsip, Khalifah Umar Ibn Khathab melanjutkan

1 QS Ali lmran: 159 dan Asy-Syura: 38

Page 56: ETIKA POLITIK DALAM I

48

gans kebijakan yang telah di tempuh Khalifah Abu 13akar. Namun karena

permasalahan yang dihadapi Umar semakin berkernbang, semng dengan

perluasan daerah kekuasaan Islam, Khalifah Umar lbn Khathab melakukan

berbagai langkah-langkah kebijakan antisipatif terhadap perkernbangan dan

tantangan yang dihadapinya. 2

Kebijakan yang dilakukan khalifah Umar lbn Khathab sebagai Khalifah

antara lain mendirikan sendi-sendi pemerintahan dengan berbagai lembaga-

lernbag:.; kelengkapannya seperti diwan-diwan negara, lernbaga kehakiman dan

peradiian negara, kas negara dan lain-lain.3 Setiap musim haji tiba, Khalifah

Umar Ibn Khathab menjadikannya sebagai ajang evaluasi kinerja dan pernbahasan

negara secara umurn. Seluruh pejabat negara dan para gubemur dari sernua

wilayah berkurnpul dengan rnembawa laporan perkembangan daerahnya masing-

rnasing disertai kel uhan-kel uh an rakyatnya.

Adapun kebijakan yang dilakukan Umar Ibn Khatab dalam menjalankan

kepernirnpinannya sebagai Khalifah dengan membuat kebijakan barn antara lain:

I. Bidung Peml!rintahan

Di bi dang pemerintahan, langkah pertama yang di lakukan Umar

sebagai Khalifah adalah meneruskan kebijakan-kebijakan yang telah ditempuh

2 Muhammad Iqbal, Fiqih Siya.mh Dalam Ko111eks111alisasi Doktri11 Pollilik Islam, (Jakd11a: Gaya Media Pratama, 2000), cet ke-1, h. 56

3 Ab.,as MahmudAl-Aqqad, Keag1111gan Umar /h11 Khalhlhah, (Solo: Pustnka Mantiq, 1993), cet ke-2, h. l~I-142

Page 57: ETIKA POLITIK DALAM I

49

oleh Abu Bakar dalam perluasan wilayah Islam ke luar semenanjung Arabia.4

Selain itu dalam menata pemerintahannya Khalifah Umar membentuk

departemen-departemen (diwan) dengan mengadopsi model Persia. Tugas

div,,an adalah menyampaikan perintah dari pusat ke daerah-daerah dan

menyampaikan laporan tentang perilaku dan tindakan-tindakan penguasa

daerah kepada khalifah. 5

Terkait dengan masalah pajak, Umar rnembagi warga negara dalam

dua kelompok yaitu Muslim dan non-Muslim (d::immy). Bagi Muslim

diwajibkan membayar zakat, bagi non-Muslim dipungut kharraj (pajak tanah)

danji::yah (pajak kepala). Bagi Muslim diperlakukan hukum Islam, bagi non-

Muslim diperlakukan hukum agama dan adat mereka masing-masing. Agar

situasi tetap terkendali, Urnar menetapkan wilayah Jazirah Arab untuk

Muslim, wilayah Iuar jazirah Arab untuk non-Muslim. Pada rnasa Rasul dan

Abu Bakar, kekuasaan bersifat sentral (eksekutit: lt:gisatiC dan yudikatif

terpusat pada pimpinan tertinggi), maka pada masa Umar Ien1baga yudikatir

dipisahkan tersendiri dengan didirikannya Iembaga peradilan bahkan sampai

ke daerah-daerah.C'

4 Abdurrahim Cholis, Sejarah Kebudayaan fs/am, (Kirana Cakra Buana: Jakarta. 2004 ), h. I 3

5 Nouruozzaman Shiddiqi, Tamaddun Muslim, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), h.119

6 Siti Maryam, at.all, S~ejarah F>eradahan !s/a111 dari Masa K!asik f!ingga A4otlern, (Yogyakarta: Fakultas Adab, 2003), cet ke-1

Page 58: ETIKA POLITIK DALAM I

50

Untuk menjaga keamanan dan ketertiban maka dibentuk jawatan

kepolisian dan juga jawatan pekerjaan umum.7Sedangkan untuk mengelola

keuangan negara maka didirikanlah Baitul Mal. Mulai saat itu perrerintahan

Umar sudah menata rnata uang sendiri.

Kepemimpinan Khalifah Umar telah melakuk:m perubahan

pemerintahan yang dibangun dengan melakukan jaringan pemerintahan sipil

yang scrnpurna tanpa memperoleh contoh sebelurnnya, sehingga ia pantas

mendapatkan julukan."Peletak Dasar/Pembangun Negara Modern". Hal-ha!

penting sebagai prasyarat bagi suatu bentuk pemerintahan yang demokratis

sudah mulai diletakkan. Dalam masa pemerintahannya, terdapat dua lembaga

penasehat, yaitu majelis yang bersidang atas pemberitahuan wnum dan

majelis yang hanya membahas masalah-masalah yang sangat penting. Selain

majelis penasehat, setiap warga negara juga mempunyai satu suara dalam

pemerintahan negara.8

Agar mekanisme pemerintahan berjalan lancar, dibentuk organisasi

negara Islam (Dau/ah Jslamiyah) yang garis besamya sebagai berikut:

a. An-Nidham As-Siyasy (Organisasi Politik) yang rnencakup:

1) Al-Khilafah: terkait dengan cara memilih Khalifah

7 Syibli Nu'man, Umar yang Agung, (Bandung: Pustaka, 1981 ), h. 324

8 !\lahmudunnatsir, Jslan1 Konsepsi dan sejarahnJ!Cl, terj. Dadang Afandi, (Bandung: CV. Rosida, 1988), h. 184

Page 59: ETIKA POLITIK DALAM I

51

2) Al-Wizarah: para wazir (menteri) yang bertugas membantu khalifah

dalam urusan pemerintahan

3 J Al-Kitabah: terkait dengan pengangkatan orang untuk mengurus1

sekrecariat negara

b. An-Nidham A-Idary yaitu Organisasi tata usaha/administrasi Negara. Saat

it!.! masih sangat sederhana, mencakup: pernbentukan diwan-diwan,

pemimpin-pemimpin provinsi, masalah pos dan urusan kepolisian.

c. An-Nidham Al-Maly yaitu organisasi yang mengurusi keuangan negara,

mengelola masuk dan keluamya uang negara. Untuk itu dibentuk Baitu/

Mal. Termasuk di dalamnya urusan sumber keuangan negara.

d. An-Nidharn Al-Harby yaitu organisasi yang mengurusi tentang ketentaraan

yang meliputi susunan tentara, urusan gaji tentara, urusan persenjataan,

pengadaan asrama-asrama dan benteng-benteng pertahanan.

e. An-Nidham Al-Qadla'i yaitu organisasi yang mengurus masalah kehakiman

yang meliputi pengadilan, pengadilan banding dan pengadilan damai.9

2. Bidang Ekonomi

Daerah semenanjung Arabia merupakan daerah yang gersang, hanya

Madinah dan Thaif satu-satunya bagia'n Hijaz yang pertaniannya sangat subur

karena cukup kelembaban dan curah hujan. Karena itu, salah satu mata

pencaharian khusus penduduk Madinah adalah agrikultur, holtikultura dan

beternak, di bagian lain dari Hijaz, agrikultura dan holtikultura tidak dapat

9 lfasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jaka,rta: Bulan Bintang, 1979), h. 76-86

Page 60: ETIKA POLITIK DALAM I

52

dilakukan karena panas yang tinggi dan curah hujan yang rendah. I-Iasil utama

pertanian di Madinah adalah kumia, anggur dan gandum. Petemakan sapi,

unta, domba dan kudajuga menjadi aktivitas ekonomi ditanah pertanian.

Aktivitas ekonomi lainnya di Madinah saat itu adalah sektor

pe~dagangan. Penduduk Madinah tidak seperti kaum Quraisy dan penduduk

Mekka11 merupakan bangsa Arab dari Arab bagian selatan dan tempat asal

mereka adalah Yaman. Di Yaman sudah di bangun rute dagang yang

memungkinkan perdagangan antar India di satu sisi dan Syria, Mesir clan

Romawi di sisi Iain. Oleh karena itu, terlihat bahwa kaum Muslimin di

Madinah aktif berpartisipasi di bidang pertanian, holtikultura clan peternakan.

Selam itu beberapa di antara mereka bergerak di bidang perdagangan dan

kernjinan, ketika yang lain masih disibukkan dengan bisnis. 10

Pada masa kepemimpman Khalifah Umar lbn Knathab terlihat

banyaknya potensi ekonomi yang ada. Umar menerapkan sistem intervensi

pemerintah (kebebasan positif) dalam hal tertentu dengan membuat kebijakan

baru, tanalHanah per'.anian yang baru dibebaskan oleh tentara :slam di negeri-

negeri Syria, lrak, Persia dan Mesir, dinasonalisasikan, penggarapnnya tetap

pemilik asli yang lama dengan syarat mereka dikenakan pajak penghasilan.

Hasil pajak itu dibagikan kepada seluruh lapisan masya rakat. 11 Hal ini

10 Adiw2r111an Azwar Karin1, 5:i'ejarah F)e111ikira11 l~ko110111i /s/a111, (Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar, 20011, c~t ke-1, h. 70

11 Syujuthi Pulungan, op. cit, h. 135

Page 61: ETIKA POLITIK DALAM I

53

membuat kalangan Kristen koptik dari kalangan petani mereka lebih

manusiawi dan berpihak kepada orang Muslim dari pada orang Romawi

seiman karena dibawah Romawi peran pemilik a~li clidisfungsikan.

Pada masa Khalifah Umar Ibn Khathab keadaan perekonomian umat

Islam berjalan sangat baik sekali, mereka hidup berkecukupan clan dapat

dikategorikan sejahtera. Hal ini tentu tidak datang begitu saja, tetapi terkait

dengan kepemimpinan Umar itu sendiri. Umar dilihat oleh masyarakat

sebagai pemimpin yang sangat tangkas dalam memimpin umat. Karena tidak

ada satu persoalan pun yang terlewatkan olehnya untuk clipecahkan termasuk

persoabn-persoalan ekonomi.

3. Bidang Pendidikan

h. 281

Dalam bidang pendidikan, Khalifah Umar Ibn Khathab mengambil

bentuk pendidikan kemasyarakatan. Ia membangun masjid-ma;jid di berbagai

distrik/propinsi. Selain di masjid, sekolah-sekolah khusus dibangun di mana

Al-Qur'an, Hadits dan teologi diajarkan. Para guru diangkat untuk

mengajarkan ilmu pengetahuan dan pendidikan adalah gratis. Dalam sebuah

sekolah di Syria sekitar 1600 siswa menerima pendidikan lebih tinggi. Di

sekolah-sekolah seperti itu, pendidikan lebih tinggi dalam tahasa dan tata

bahasa Arab. Al-Qur'an dan hukum Islam serta ilmu hukum relah diberikan.

12Para khalifah sendiri adalah ulama besar clan biasa mengajar rakyatnya.

12 Majid Ali Khan, Sisi Hidup Para Khalifah Saleh, (Surabaya: Risalah Gusti, 2000), cet ke-1,

Page 62: ETIKA POLITIK DALAM I

54

./. Bidang Hukum

Ketika diberi amanat untuk mengemban kepemimipinan dalam

masyarakat Islam, Umar merasa berat tanggung jawabnya. Ia berjanji kepada

Allah SWT dan seluruh kaum Muslimin untuk mengutamakan kas1h sayang

dan keadilan. 13 Untuk itu Umar melaksanakan keadilan terutama dalam

bidang hukum tidak pandang bulu, sekalipun keluarganya sendiri. Hal ini

dapat dilihat bagaimana umat menghukum anak kesayangannya dengan

cambuk sebanyak 40 kali karena meminum-minuman keras.

Di bidang hukum, Umar melakukan pembenahan peradilan Islam.

Dialah orang yang pertama meletakkan prinsip-prinsip peradilan dengan

menyusun sebnah risalah yang dikirim kepada Abu Musa Al-Asyary. Risalah

itu kemudian disebut Dustur Umar (konstitusi Umar ) atau Risa/ah Af-Qadha

(surat peradilan). 14

5. f'e111berfakuu11 !jtihad

Tat kala agama Islam meluas ke Syam, Mesir dan Persia, agama Islam

menjumpai kebudayaan yang hidup di negeri-negeri itu. Islam berhadapan

dengan keadaan-keadaan baru dan timbullah berbagai kesulitan dan masalah-

masalah yang belum pemah ditemui oleh kaum Muslimin. Ini terjadi pada

masa pemerintahan Umar Ibn Khathab. Oleh karena itu, aspek yang tak lepas

13 Muhammad Ali Al-Qulhub, JO Sahahat Nabi smt• Yang Dijamin Masuk Syurga, (Bandung: Pustaka Selia. 2004), eel ke-1, 2004, h.98

14 Hery Suciplo, Ensiklopedi Tokoh Islam, (Jakarta: Hikmah, 2003), cet ke-l h. 41

Page 63: ETIKA POLITIK DALAM I

55

dari diri Umar lbn Khathab adalah masalah ijtihad berkaitan dengan berbagai

persoalan hidup dan perkembangan zaman yang tak ada nashnya baik dalam

Al-Qur'an maupun Al-Hadits. 15

Semua ide yang lahir dari Umar merupakan hasil interaksi dari

peristiwa yang dihadapi dengan berdasarkan ijtihadnya seperti di bidang

hukum, pemerintahan, pertanahan dan sebagainya. Tentu semua yang

dilakukanya karena Allah memberi ilham dan taufik kepadanya untuk

menjawab panggilan zaman dan tantangan hidup baru demi membangun

negara Islam. Umar bukan saja menciptakan peraturan-peraturan baru. tetapi

juga memperbaiki dan mengadakan perubahan tentang peraturan yang sudah

ada.

Beberapa ijtihad yang dilakukan Umar Ibn Khathab adalah masalah

santunan kepada mualaf (orang yang barn masuk Islam dan belum kuat

imannya) sebagaimana Allah menyitir ha! ini dalam firrnannya:

"' "' " ,., ,, ,o 0

: ;,,_,:JI ) ~ ; -:" ;_ul) :JJI ~ :c:.a.,) j;'.JI J.l~q ~LJI ~ ~J ~ ).~\)

(1 ·

Artinya: "Sesungguhnya ::akat-zakat itu, hanyalah unluk orang-orang fakir,

orang-orang miskin. pengurus-pengurus ::aka!, para mualaf yang dibujuk hatinya. untuk (memerdekakan) budak. orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah. dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketelapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha lvfengetahui lagi Maha Bijaksana ". (QS. At·-Taubah: 60)

"lbiJ, h. 42

Page 64: ETIKA POLITIK DALAM I

56

Demikian halnya Nabi menganjurkan hal tersebut. Alasan Nabi SAW

antara la;n, untuk menyejukan hati dan memperkuat ;man rnereka. Tradisi

demikian terns berlanjut hingga masa kekhalifahan Abu Bakar. Sebelum

rneninggal, Abu Bakar sempat rnemberi surat kepada Uyainah bin Hisn dan

Aqra' bin Habis yang datang kepadanya guna rneminta sebidang tanah.

Narnun setelah Umar menjadi Khalifah, kedua orang it•1 menghadap kepada

dirinya untuk mendapatkan haknya. Diajukan surat demikian, Un-.ar bukan

saja merobeknya, tapi sekaligus rnenolak permintaan itu."Allah sudah

memperkuat Islam dan tidak memerlukan kalian. Kalian tetap dalam Islam

atau hanya pedang yang ada", jelas Umar. Golongan seperti inilah yang dulu

pernah mendapat 7..akat, namun kini dihentikan dan mereka dis>1ma!rnn dengan

kaum Muslimin lainnya. 16

Di bidang hukum, ijtihad yang dilakukan Urnar tak kalah besar

pcngaruhnya. Bahkan hingga kini masih dirujuk kalangan/uquhu (ahli fikih).

Yakni menolak melaksanakan hukuman karena keadaan darurat. Soal hukum

ini sudah Jelas dinyatakan dalam Al-Qur'an, misalnya masalah pembunuhan,

zina, tuduhan palsu dan perampokan. Firman Allah :

(t v ::uUl).0)_ .. CJ1 ~ ~Jt ~1 ~\)f ~ ~ tJ :;) ...

16/bicl, h. 43

Page 65: ETIKA POLITIK DALAM I

57

Artinya: " .. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang

diturunka11 Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik ". (QS.Al-Maidah: ./7)

Namun bagi Umar, hukum itu tidak berlaku dan karenanya

rnenghindari catatan kondisi darurat, sebagaimana finnan-Nya:

, . ..:_rJ ...

(\Vi:

Artinya: ''?'etapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang

ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesunggulmya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang''. (QS. A/-Baqarah: 173)

Contoh dalam hal ini adalah ketika seorang perempuan yang rnengadu

kepada Umar telah kepayahan lantaran kehausan. Ketika sedang rnelalui

seorang gembala, ia meminta minum, tapi gembala itu menolak kecuali jika

mau menyerahkan kehorrnatannya.

Semula wanita itu menolak, tapi karena terpaksa, dia pun

memberikannya. Umar berunding dengan Ali guna menjatuhkan hukum

rajam. Namun Ali berkata, "ini keadaan terpaksa, saya berpendapat lepaskan

saja wanita itu." Umar pun membebaskannya.

Dengan melaksanakan ijtihad, barang kali Umar ingin memberi

tuntunan dan pengertian bahwa ajaran Islam itu ticlak kaku, tapi bisa lentur

dan luwes sesuai dengan perkembangan zaman dan permasalahan yang

Page 66: ETIKA POLITIK DALAM I

58

dihadapi dengan tetap mengacu pada subtansi aJaran yang ada dalam Al-

Qur'an dan hadits.

6. Otonomi Daerah

Serangkaian penaklukan bangsa Arab secara popular dipahami sebagai

tindakan yang dimotivasi oleh hasrat terhadap harta rampasan perang atau

oleh semangat keagamaan untuk menaklukan dan menjadikan dunia memeluk

dan mengakui Islam. Apapun motivasi tersebut, sebagian program kebijakan

pemerintah secara terencana. 17 Selain itu, hal-hal yang menyebabkan ekspansi

tentara Islam berhasil dengan cepat antara lain: 18

1. Ajaran-ajaran !slam yang mencakup kehidupan di dunia dan di akhirat

dengan kata lain Islam adalah agama dan negara.

2. Keyakinan yang mendalam di hati para sahabat tentang kewajiban

menyampaikan ajaran-ajaran Islam ke seluruh daera.h.

3. Kekaisaran Persia dan Byzantium dalam keadaan lemah.

4. Islam tidak mamaksa rakyat di wilayah perlua.san untuk mengubah

agamanya.

5. Rakyat tidak senang (tertindas) oleh penguasa Persia dan Byzantium

Timur.

17 M. Lapidus, S~jarah Sosial Umal Islam, (Jakaita: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), Bag ke-l, h. 56

18 H.lrun N~sution, Islam Di1il1/a11 dari Berbagai Aspeknya, (Jaka1ta: IU P1ess, 2985), jilid I, h. 58-6 I

Page 67: ETIKA POLITIK DALAM I

59

6. Rakyat di wilayah tersebut memandang bangsa Arab lebih dekat kepada

mereka dari pada Byzantium.

7. Wilayah perluasan adalah daerah yang subur.

Untuk mengelola wilayah perluasan, Umar membawa transformasi

penakluk Arab menjadi sebuah kelompok elit militer untuk bertugas

menjalankan penaklukan berikutnya, clan untuk membentengi wilayah­

wilayah yang rlitundukkan. Mereka sama sekali tidak terlihat sebagai pekerja

atau profesi dari pekerjaan penduduk setempat, ju.ga tidak sebagai pemilik

tanah atau sebagai petani untuk mencegah penyerbuan Badui secara semena­

mcna, untuk menghidari pengrusakan tana!Hanah pcrtanian yang produ.kti f

clan memisahkan pasukan Arab dari warga taklukan, orang-orang badui

diternpatkan di perkarnpungan rniliter. Bangsa Arab tidak mendirikan

perkampu.ngan baru di beberapa provinsi, mereka tinggal di kota-kota clan di

pinggiran kota-kota yang sebelurnnya. 19

Semakin luasnya kekuasanan pemerintahan Islam pada masa Khalifah

Umar Ibn Khathab, rnaka wilayah negara dibagi ke dalam propinsi--propinsi

yang berotonomi penuh. Kepala pemerintahan propinsi bergelar amir. Di

setiap propinsi tetap berlaku adat kebiasaan setempat selama tidak

bertentangan dengan aturnn pemerintah pusat. Para Amir (gubernur) propinsi

clan para pejabat distrik sering diangkat melalui pemilihan. Pemerintahan

19 Lapidus, 011.cit, h. 63

Page 68: ETIKA POLITIK DALAM I

60

Urr:ar menJamm hak setiap orang dan orang-orang menggunakan

'0 kemerdekaanya dengan seluas-luasnya. -

Dalam upaya meningkatkan kinerja pemerintahan di daerah, umar

melengkapi gubemumya dengan beberapa stafyang terdiri dan21:

I) Katib (.~ekretaris kepala)

2) Katib ad-diwan (sekretaris kepala militer)

3) Sahib al-Kharaj (pejabat perpajakan)

-1) Sahib al-ahdas (pejabat kepo!isian)

5) Sahil) baitul ma/ (pejabat keuangan)

6) Qadi (hakim dan pejabatjawatan keagamaan)

7) Dr.n Jain-lain

Selain itu dalam upaya meningkatkan kinerja aparatnya, yang

dilakukan Umar saat itu adalah mendaftar seluruh kekayaan ra.iabat yang akan

dilantik, Hal ini di tempuh untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan

wewenang dan tindakan korupsi.

B. Etika Politik dalam Kebijakan Umar Ibn Khathab

"Aku Abdi Kalian ", kalian harus mengawasi dan menanyakan segala apa

yang menjadi segala tindakanku. Salah satu hal yang harus kalian ingat, uang

rakyat tidak boleh dihambur-hamburkan, aku harus bekerja di atas prinsip

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat" kutipan Umar lbn Khathab tak Jama

20 Shi<ldiqi, op. cit, h.121

21 Abdurrahim Cholis, op. cit, h. 13

Page 69: ETIKA POLITIK DALAM I

61

setelah dibai'at menjadi Khalifah (pemimpin wnat Islam) menggant1kan Abu

Bakar As-Shiddiq, mengajarkan betapa prinsip dan nilai-nilai kemanusiaan dan

keadilan harus menjadi pegangan utama seorang pemimpin. Bagi Umar, hanya

dengan sikap pemimpin yang demikianlah rakyat yang mengamanatinya akan

merasakan keselamatan, kesejahteraan dan solidaritas tak terbatasn

Kutipan pidato Umar di atas diaplikasikan dalam kepemimpinannya ketika

Islam saat itu mencapai kejayaan, kesejahteraan dan segala serba tercukup, namun

kehidupan rumah tangga khalifah sendiri di landa kemiskinan dan serba

kekurangan. Sekalipun kedudukannya sebagai seorang kepala negara, namun gaji

yang diterima Umar Ibn Khathab sangatlah minim. Dengan gaji kecil senantiasa

berusaha untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya.

Dengan masa kepemimpinan Khalifah Umar Ibn Khathab dalam

menjalankan roda. pemerintahannya memberikan banyak gambaran melaksanakan

segala kebijakan-kebijakan yang tidak lepas dari etika politik yang dibangun

sebagai bingkai dalam menjalankan roda pemerintahannya yang tentu dilandasi

dengan jalan untuk berbuat baik masing-masing anggota sistem, faktor spiritual

yang menjadi pendorong dengan menerapkan aturan yang sesuai dengan Al­

Qur'an dan Sunnah yang menjadi ukuran konsistensi antara aturan main dengan

perilaku pol itik.

22 Ahmad Amin, fl-lam Masa ke Masa, (Bandung: CV.Rosda, 1987), cet ke-1, h. 39

Page 70: ETIKA POLITIK DALAM I

62

1. Aparatur Negara

Untuk merealisasikan program hidup sederhana, khalifah Umar

memerintahkan kepada seluruh aparat negara untuk memakan makanan yang

sederhana, tidak boleh bermewah-mewahan. Demikian juga dengan pakaian,

pokoknya yang namanya kemegahan dalam ha! apa saja hams ditinggalkan

oleh para pejabat, baik pejabat daerah maupun para pejabat di tingkat pusat.

Mereka harus sadar bahwa pejabat di angkat dari, untuk dan oleh rakyat.

Karenanya berkewajiban memikirkan nasib dan kepentingan rakyat.

Para pejabat harus meoerima tamu siapa saja dan dalam jam bcrapa

sa.1a Pejabat harus pula menerima teguran atau kritik dari siapa saja, agar

supaya mereka selalu menyadari akan kekeliruan yang dipertuat. Ketegasan

Umar Ibn Khathab memang tidak dapat ditawar lagi. Tidak ada kedudukan

dan pangkat yang tinggi :mtuk melindunginya clan rnencegahnya di dalam

rneneg2.kkan hak-hak rakyat dan keadilan.

Hal ini dapat diperhatikan ketika Urnar berbicara di atas rnimbar:

"Wahai kaum Muslimin, bagairnana sikap kalian seandainya saya cenderung

kepada kesenangan dunia? Sesungguhnya saya takut kalau (satu waktu) saya

berbuat salah, tetapi dari kalian tidak ada seorangpun menentang karena

hormat kalian kepadaku. Maka (permintaan saya) kalau saya berbuat baik,

bantulah sr.ya, tetapi jika saya berbuat salah harap kalian perbaiki. Ketika itu

bangun seseorang di antara hadirin berkata: "Demi Allah, wahai Amirul

mukrninin, kalau karni rnelihat arn;Ja rnernbengkok, maka karni lapangkan

Page 71: ETIKA POLITIK DALAM I

63

kembali dengan pedang-pedang kami". Dengan tenang Umar menjawab:

"Semoga Allah sayang kepada kalian dan segala puji bagi Allah bahwa di

antara kalian terdapat orang yang berani mengoreksi Umar dengan pedang".23

Dalam menjalankan aktivitas pemerintahannya khalifah tidak

memberikan hak istimewa tertentu, tidak seorang pun memperoleh pengawal,

tidak ada istana dan pakaian kebesaran, baik untuk khalifah sendiri maupun

bawahan-bawahannya. Tidak ada perbedaan antara penguasa dan rakyat,

setiap waktu mereka dapat dihubungi oleh rakyat.24

2. Supremasi Hukum

Kebijakan Umar dalam menegakkan hukum dan keadilan merupakan

kebijakan yang pasti dan mantap, ia selalu memutuskan perkara secara adil.25

Ketega"an melaksanakan keadilan diberlakukan terhadap siapapun, tidak

memandang keluarga atau keturunan pejabat negara sekalipun. Sdiap kali

mereka berbuat salah, hukum harus ditegakkan. Umar tidak rnentolelir

tindakan pejabat negara yang menganggap dirinya seakan-akan kebal terhadap

hukum. 26

Persamaan di depan hukum tercen11in ketika pada s!latu hari salah

seorang dari bangsa Mesir yang beragama Kristen datang kepada Khalifah

23 Munawir Sjadjali, Iv/am dan Tata Negara, (Jakarta: UI Press, 1993), ed ke-5, h. 29

24 Mahrnudunnasir, op. cit, h. l 84

25 Abbas Mahmud Aqqd, op. cit, h. 165

26 Ibid, h. 163

Page 72: ETIKA POLITIK DALAM I

64

Umar dengan maksud mengadukan masalah yang telah te~jadi dengan seorang

gubemurnya yaitu Amr bin Ash. Ia bercerita bahwa di lbukota Mesir diadakan

perlombaan dan ia telah memperoleh kcmenangan. la mengalahkan putra Amr

bin Ash sehingga anak gubernur itu menunjukkan kemar&bannya, dengan

menampamya seraya mengatakan: "Mengapa kamu mengalahkan saya,

apakah kamu tidak tahu kaiau saya ini putra seorang yang mulia lagi

pembesar?" Orang Kristen tersebut sakit hati, sebagian orang memberikan

nasehat kepadanya agar ia pergi ke Madinah untuk mengadukan perkaranya

kepada khalifah, sehingga benar-benar akan mendapatkan pengadilan di

ha.dapannya. Ia pun pergi ke Madinah.

Sewaktu Khalifah mendengarkan pengaduan orang tadi, ia menjadi

sangat marah, selanjutnya ia menulis surat panggilan kepada Amr. 27

Bismillahirrahmanirrahim Kepada Amr bin Ash

Amma ba'du

Setelah surat saya ini sampaikan kepadamu, saya harap agar

engkau segera datang beserta analanu.

27 Muhammad Ali Al-Quthub, op. cit, h. I 04

Dari Amirul Mukrninin

Umar Ibn Khathab

Page 73: ETIKA POLITIK DALAM I

65

Ketika menerima surat dari Khalifah Umar, Amr bin Ash merasa takut

dan mengira bahwa ia telah melakukan kejahatan. Ia pun berangkat

mendatangi panggilan khalifah. Kedatangan Amr ke Madinah disambut

dengan ucapan Umar, "kapankah engkau telah melahirkan mereka dalam

keadaan merdeka?"

Kemudian Urnar memberikan cemeti kepada seorang Kristen tadi dan

memerintahkan kapadanya untuk memukul putra Amr. Umar mengatakan,

"Fukui putra orang yang mulia ini !" setelah terlaksana, Umar memerintahkan

kepadanya untuk memukul Amr juga. Sebab, seorang putra tidak akan berbuat

aniaya kecuali dengan kekuasaan ayahnya. Akhirnya, orang Kristen tadi

berkenan memaaflrannya.

Pada suatu hari, ketika Umar sedang betjalan - jalan di pasar Madinah

ia melihat Iyas bin Salmah menghalangi jalan yang sempit, kemudian beliau

memukulnya dengan cambuk dim berkata, "Menyingkirlah dari jalanan wahai

Ibnu Salmah".

Setelah berlalu satu tahun sejak peristiwa itu, Umar kembali

menemuinya di pasar dan bertanya kepadanya, "Apakah engkau ingin

menunaikan ibadah haji?"

Iyas pun menjawab, "Betul wahai Amirul Mukminin. Lalu, Umar

mengajaknya masuk ke dalam rumah dan memberikan kepadanya 600 dirham

seraya berkata,"Ya Ibn Salmah! pergunakan uang ini. Ketahuilah uang

tersebut adalah tebusan atas pukulanku pada tahun lain!"

Page 74: ETIKA POLITIK DALAM I

66

Iyas berkata, "Ya Amirul Mukminin, aku tidak akan mengingat

peristiwa itu jika engkau tidak mengingatkannya."

Umar menjawab, "Demi Allah aku tidak akan melupakannya."

3. Perlakuan Terhadap Non-Muslim

Bagi Muslim maupun non Muslim, laki-laki rnaupun wanita

mempunyai kesempatan yang sarna. Pada zaman Abu Bakar, dia mengisi

jabatan-jabatan publik dengan tidak memilih anak-anaknya sendiri atau

anggota keluarganya melainkan memberi kesempatan bagi orang lain yang

layak rnendapatkannya sedangkan dia mempunyai oioritas untuk melakukan

ncpotisme. Hal ini sangat berbeda dengan pemerintahan Romawi dan Persia

pasda waktu itu. Bagi non Muslim (dzimmi) memperoleh perlindungan dan

semua hak - hak dasar. Mereka dibebaskan dari tugas (dinas) dalam angkatan

p"rang Islam dan sebagai penggantinya mereka harm rnembayar pajak yang

dinamakan jizyah, untuk perlindungan diri mereka. Selain itu mereka berhak

untuk memperoleh semua hak-hak lain dan istimewa atas negara.

Kelompok utama dari non-Muslim adalah Kristen da.n Yahudi. Umar

rnemberi kedudukan yang pantas sesuai dengar: kemampuan, ada yang jadi

dokter, juru tulis bahkan di antara mereka ada yang diangkat sebagai

sekretaris khalifah yakni seorang pemuda Kristen asal Romawi, dan ha! ini

berlangsung hingga zaman Abdul Malik bin Marwan.

Kota Al-quds atau yang lebih di kenal dengan Yerussalem merupakan

kota terakhir yang jatuh ke tangan tentara Islam. Ketika itu pasukan tentara

Page 75: ETIKA POLITIK DALAM I

67

yang mengawal khalifah Umar telah datang dan mendekati pagar tembok

batas kota Al-Quds, kepala kota itu melihat kedatangan Umar, ia melihatnya

dari jauh dan dari tempat yang tinggi. Ketika melihat kedatangan Khaifah

Umar lalu ia turun dan membuka pintu-pintu gerbang. Setelah itu, kaum

Muslimin memasuki kota. Di kala mereka berada di dalam gereja dan telah

tiba saat waktu shalat, Umar mengerjakan shalat di luar gereja sebagai

penolakan atas desakan panglimanya agar ia shalal di dalamnya. Umar

memang tidak mau shalat di gereja sebab ia khawatir, apabila kaum Muslimin

di kemudian hari menjadikan ha! itu sebagai sarana untuk menggusur gereja

dan memaksa untuk tidak boleh memaksakan agama kepada mereka. 28

C. Relevansi Nilai Etika Politik Umar Saat Ini

Dimasa kepemimpinan Umar Ibn Khathab menjadi khalifah kedua

pemerintahan Islam pasca Abu Bakar ash-Shiddiq, banyak sekali kemajuan­

kemajuan serta terobosan yang dilakukan oleh Umar dalam rangka memperluas

wilayah kekuasaan Islam. Tentu kita tahu bahwa di bawah kepemimpinan Umar,

Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat. Banyak wilayah-wilayah yang

dahulunya dikuasai oleh Romawi dan Persia dapat ditaklukan

Selain itu juga kebijakan yang dilakukan Umar dalarn menata kehidupan

bernegara sangat membanggakan, setidaknya banyak sekali perubahan-perubahan

yang dilakukan baik dalam penataan pemerintahan maupun kebijakan lain. Kita

tahu bahwa Umar adalah orang yang sangat keras namun hatinya lembut. Tidak

28 !bid, h. 100

Page 76: ETIKA POLITIK DALAM I

68

sediki: kebijakan yang dilakukannya selalu mengacu pada nilai-nilai Islam dan

perilaku po1itik yang didorong oleh semangat spiritualitas dalam membangun

Islam yang lebih jaya.

Oleh karena itu dalam kepemimpinannya ia setidaknya kita dapat

mengambil nilai etika politik Umar dalam menjalankan pemerintahannya sebagai

bingkai dalam menentukkan kebijakan. Pertama, amanah sebagai penyelenggara

Negara. Selain melakukan pembentukan berbagai lembaga-lembaga sebagai

upaya untuk memaksimalkan kinerja pemerintahannya, Umar Ibn Khathab juga

melakukan aturan main yang harus dijalankan semua masing-rnasing lembaga:

Selain itu juga, semua pimpinan baik lembaga maupun daerah tidak

diperkenankan memilki perilaku politik yang dapat merugikan kepentingan

rakyat, karena Umar Ibn Khathab sangat menjunjung tinggi profesionalitas dan

amanat dalam melaksanakan tugas-tugas negara.

Mungkin dalam konteks kekinian setidaknya apa yang dilakukan umar

dapat menj~.di pijakan bagi mereka yang mendapat amanat, untuk menduduki

jabatan baik sebagai, Presiden, pimpinan lembaga seperti DPR, MA dan lembaga­

lembaga negara setingkatnya. Semestinya dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya lebih menitikberatkan pada kepentingan rakyat yang sesuai dengan apa

yang menjadi tujuan didirikannya lembaga tersebut. Apa yang dicontohkan Umar

dalam menjal:mkan pemerintahan seharusnya dapat menjadi bahan dalam

pelaksanaan sebuah pemerintahan, di mana ketika itu Umar mengintruksikan

semua aparat negara baik para pejabat di daerah maupun di pusat untuk hidup

Page 77: ETIKA POLITIK DALAM I

69

sederhana, selain itu juga mesti menerima teguran dan kritikan dari siapa saja dan

mereka tidak memiliki sikap bahwa sebagai seorang pejabat yang memiliki

kedudukan dan pangkat yang tinggi sehingga hubungannya dengan rakyat begitu

dekat

Kedua, tentang kepastian hukwn, ha! yang tak asing lagi bagi

kepemimpinan Umar pada masanya adalah bagaimana ia melaksanakan kepastian

hokum. Baginya dalam melaksanakan penegakan hukum tidak rnernandang

keluarga atau keturunan pejabat negara sekalipun. Setiap me;reka rnelakukan

kesalahan hukum harus ditegakkan. Umar tidak pernah mentolelir tindakan

pejabat negara yang menganggap mereka seakan-akan kebal terhadap hukum. lni

membuktikan bahwa Khalifah Umar memang sangat menjunjung hukum sebagai

bagian terpenting dalam rnelaksanakan roda pernerintahan.

Kalau kita saksikan apa yang saat ini pada persoa:an hukurn adalah

Tebang Pilih. Mulai dari pernberantasan korupsi hingga pada kasus krirninal tidak

terjadi kepastian hukum, sehingga mengganggu investa.si sebuah negara. Dengan

demikian, negara tidak memiliki kekuatan jika persoalan--persoalan hukum masih

ada jarak yang memisahkan untuk dapat diselesaikan

Ketiga, tentang pelaksanaan Otonomi Daerah. Pada masa Umar, wilayah

kekuasaan Islam semakin luas. Wilayah tersebut dibagi menjadi provinsi-provinsi

yang memiliki otonomi penuh, sekalipun demikian tetap provinsi tersebut

melaksanakan aturannya tidak bertentangan dengan aturan yang ada di

pemerintahan pusat.

Page 78: ETIKA POLITIK DALAM I

70

Tetapi apa yang terjadi saat ini, otonomi daerah yang merupakan amanat

reforrnasi dipersepsikan lain, Seolah kekuasaan yang selama ini berada di

pemerintahan pusat, dapat dilakukan seenaknya oleh pemerintahan daerah. Maka

lahirlah penguasa-penguasa barn yang tidak konsisten dalam melaksanakan

Undang-Undang Otonomi Daerah.

Otonomi daerah semestinya menjadi peluang bagi daerah tersebut untuk

dapat mengelola daerahnya, bukan malah menjadi daerah yang arogan dimana

menganggap dapat melakukan kebijakan yang bertentangan dengan semangat

otonomi daerah. Kalau semuanya dapat memahami tujuan oto;1omi daerah itu

diberlakukan maim disintegrasi bangsa dapat dihindari.

Keempat, tentang penegakan HAM, kalau melihat ruang gerak bagi

penegakan HAM pada kebanyakan negara seringkali menghadapi kendala dan

bahkan negara malah dalam membuat aturan jauh dari nilai HAM. Padahal kalau

kita mau melihat pelaksanaan HAM pemerintahan Khalifah lJmar Ibn Khathab,

benar-benar dilaksanakan dengan baik. Hal ini dapat kita lihat bagaimana di

negara yang berdiri atas nama Islam, tetapi juga menghargai hak-hak Non­

Muslirn, mereka diberikan hak yang sama, bahkan sekretaris khalifah sendiri

pemuda yaTJg beragama Kristen. Selain itu dalam menaklukan daerah jajahan,

Umar tidak pernah bersikap arogan. Hal ini dapat dilihat bagaimana ketika

penyernhan Kota Quds (Yerussalem) khalifah tidak memaksa mereka masuk

Islam dan merusak gereja-gereja yang ada, malah mereka diberi kebebasan untuk

melahanakan kepercayaanya.

Page 79: ETIKA POLITIK DALAM I

A. Kesimpulan

BABV

PENUTUP

Sebagai akhir dari penulisan ilmiah ini, penulis akan memberikan

beberapa kesimpulan pembahasan tentang Etika Politik Dalam Kepemimpinan

Umar lbn Khathab antara lain:

1. Etika politik dalam prespektif Islam adalah jalan untuk be;baat baik masing­

masing anggota sistem, faktor spiritual yang mendornng untuk menerapkan

peraturan Tuhan sebagai rambu-rambu moral ukuran dari konsistensi antara

aturan main dengan perilaku politik.

2. Masa kepemimpinan Umar lbn Khathab ditandai dengan perluasan kekuasaan

Wilayah Islam yang pesat hingga Romawi dan Persia. Selain itu, banyak

sekali kemajuan-kemajuan dalam menata pemerintahan is!am yang semakin

maju, di antaranya melakukan pembagian kekuasaan antara lembaga eksekutif

dan yudikatif, serta membentuk lembaga dan badan negara yang sebelumnya

belum ada seperti peradilan, kementrian (diwan-diwan) dan provinsi-provinsi

3. Nilai-nilai etika politik Khalifah Umar Ibn Khathab yang sangat relevan untuk

saat ini adalah ia seorang yang taat asas dan taat lmkum, ia mengharuskan

pejabat baik pusat maupun daerah hams senantiasa tunduk dan patuh pada

aturan main yang berlaku dalam menjalankan kewajibannya sebagai

penyelenggara negara. Selain itu harus memiliki sifat amanah, tidak arogan

Page 80: ETIKA POLITIK DALAM I

72

dan tidak merasa kebal hukwn serta memiliki sikap yang senantiasa dekat

dengan masyarakatnya.

B. Saran-saran

1. Bagi para generasi muda penerus tongkat estafot ketik~ mendapat kesempatan

menjadi penyelenggara negara hendaklah mencontoh pernerintahan yang

sudah dilakukan Khalifah Umar Ibn Khathab dalam rnelaksanakan roda

pemerintahan.

2. Kepada para penyelenggara negara harap melaksanakan secara konsisten dan

mclaksanakan fungsinya yang dilandasi dengan etika p0litik dalam upaya

menciptakan good governance sebagaimana yang telah dilakukan Umar Ibn

Khathab.

3. Umat Islam saat ini sudah seharusnya meneladani apa yang dilakukan Umar

Jbn Khathab selaku khalifah yang lebih mementingkan kemaslahatan

raKyatnya dan tidak mementingkan kepentingan pribacti atau golongan.

Page 81: ETIKA POLITIK DALAM I

DAFTAR PUST AKA

Al-Qur'an Al-Karim

Abdullah, M. Yatiman, Pengantar Studi Etika, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2006, ed. ke-1

Ali, Muhammad Daud, at. All, Islam Umuk Disiplin !!mu Huk11111 Sosial dan Politik, Jaka1ta: Bulan Bintang, 1988

Amin, Ahmad, Jslam lvlasa ke Masa, Bandung: CV. Rosda, 1987, cet ke-1, h. 39

Aqqad, al, Abbas Mahmud, Kejeniusan Umar Jbn Khaththab, Jakarta: Pustaka Azam, 2002, cet. ke- I

--------------, Keagungan Umar Jbn Khaththab, Solo: Pustaka Mantiq, 1993, cet ke-2

Bartens, K, Etika, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993

Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramed1a Pustaka Utama, 1998 cet. Ke-19

Cholis, Abdurrahim, Sejarah Kebudayaan !slam, Jakarta: Kirana Cakra Buana, 2004

Departemen Agama RI, Al-Qur 'an dan Teljemahnya, Bandung: CV. Diponegoro, 2004, cet ke-3

Encyclopedia of 7/Je Social Sciences, Toronto, Canada: The Macmillan Company, 1950 voLV-VII

Esposito, Jhon L, Ensiklopeedi Oxfi>rd Dunia JslamM Modem, Bandung: Mizan, 2001, cet ke-1

---------·-----------, !shun dan Po!itik Terj: H. M. Joesoef Sou'yb, dari Islam And Politics, Jakarta: Bulan Bintang, 1990

Haikal, Muhammad Husen, Umar Jbn Khatab, Jakarta: Litera Antar Nusa, 2000, cet. ke-1

Hasymi, Ahmad, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979

Tl

Page 82: ETIKA POLITIK DALAM I

74

lqb,11, Muhammad, Fiqih siyasah Kontenslua!isasiDoktrin Politik Islam, Jakana: G::iya Media Pratama, 200 I, cet ke-1

Karim, Adiwam1an Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT. P11staka Pelajar, 2001, cet ke-1

Khan, Majid Ali, Sisi Hidup Para Kjhalifah Saleh, Surabaya: Risalah Gusti, 2000, cet ke-1

Lapidus, M, Se1amh Sosial Ihnat !slam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000, Bag ke-1

Mabali, A. Mudjab, Biograji Sahahal Nabi SAW, Yogya: BPFE, 1984, eel. ke-1

Mahmudunnatsir, !slam Konsepsi dan sejarahnya, terj. Dadang Afandi, Bandung: CV. Rosida, 1988

Maryam, Siti, at. All, Sejarah Peradaban Islam dari A1asa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta: Fakultas Adab, 2003, cet ke-1

Mufrodi, Ali, lsh11n di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, ! 997, cet ke-1

Nasution, Harun, !slam di Tin/au dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 1985, cet ke-5

Nata, Abudin, i\4e1odologi Studi-sludi !slam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002

Nu'man, Syibli, Umaryang Agung, Bandung: Pustaka, 1981

Pulungan. J. Suyuti, Prinsip-prinsip Pemerintahan Dah11n Piagam .lv!adinah Ditinjau Dari Pandangan A 1-Qur 'an, Jakarta: PT. Raja Grafinclo Persada, 1994, cet ke-1, edisi ke-1

Quthub, al, Muhammad, Dr, IO Sahabat Nabi Yang Dijamin .Masuk Syurga, Pustaka Setia: Bandung, 2004, cet. ke-1

Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara, Jakarta: UI Press, 1993, Ed ke-5

Salabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 1997, cet. ke-9

Shiddiqi, Nouruozzarnan, Tamaddun lvfusl im, Jakarta: Bulan Bintang, 1986

Page 83: ETIKA POLITIK DALAM I

75

Sucipto, Hery, F:nsiklopedi li>koh Islam, Jakarta: Hikmah, 2003, cet ke-1

Suseno, Franz Magnis, Uika l'ol1tik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001, cet ke-6

Taimiyah, Jbnu, Siyasah Syw"iyyah (Etika Politik Islam), Terj: Rofi'i Munawar, Surabaya: Risalah Gusti, 1995

Thabari, al, li1rikh a/.-Umam wa al-Muluk, Beirut: Dar al-fikr, 1984, Jilid IV, h. 21

Tim Penyusun, 1~·nsiklopedi Islam, Jakarta: PT. lkhtiar Baru Van Hoeve, 1997, cet ke-4

Warsito, Tulus, Pemhangunan Politik Refleksi Kritis Atats Kntis, Jakarta: BIGRAF Publishing, 1999, cet ke-1

Widjaja, Elika Pemerintahan, Jakarta: Bumi Aksara, 1997, cet ke-1, edisi ke-2, h. 8

Yatim, Badri, Sejara!z Peradahan Islam, Jakaiia: PT. Raja Grafindo Persada, 2000, cet ke-10

Zubair, Charris Ahmad, Kuliah Etika, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1995, cet ke-3, edisi ke-1