8
Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 217 EVALUASI HOMOGENITAS CAMPURAN ASPAL DINGIN Sri Sunarjono 1 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Muhammdiyah Surakarta, Jl. A. Yani Pabelan Kartasura Tromol Pos 1 Surakarta 57102 Email: [email protected] ABSTRAK Campuran aspal dingin adalah bahan perkerasan jalan yang diolah secara dingin (cold-mix asphalt). Pada paper ini campuran yang dipelajari adalah foamed asphalt. Distribusi bahan ikat foamed asphalt tidak sehomogen campuran aspal panas. Hal ini dikarenakan tidak semua permukaan agregat diselimuti oleh binder. Aspal lebih tertarik menyebar pada permukaan partikel agregat halus ketimbang partikel kasar. Hal ini pulalah yang menyebabkan campuran foamed asphalt berwarna tidak sehitam campuran aspal panas. Karakteristik ini menjadi sangat menarik untuk diselidiki agar diketahui properties campuran aspal dingin secara fundamental. Hasil evaluasi mengetahui bahwa setelah proses pencampuran, foam menyebar ke partikel-partikel agregat halus dan membentuk aglomerasi dengan ukuran terbesar mencapai 14mm. Ukuran aglomerasi dengan kandungan binder terbanyak adalah 2,36mm. Sedangkan ukuran terbesar agregat yang mampu diselimuti aspal adalah 6,3mm. Dalam studi ini mekanisme distribusi foam dalam campuran juga telah dapat dijelaskan secara lengkap. Diketahui bahwa kecepatan mixer, tipe agitator, dan workabilitas aglomerasi sangat mempengaruhi homogenitas campuran. Campuran yang semakin homogen akan mempunyai kinerja yang semakin tinggi. Kata-kata kunci: campuran aspal dingin, foamed aspal, foamed bitumen, homogenitas. 1. PENDAHULUAN Campuran aspal dingin adalah salah satu jenis bahan perkerasan jalan yang pengolahannya secara dingin atau sering dikenal dengan istilah cold-mix asphalt. Maksud pengolahan secara dingin adalah bahwa saat proses pencampuran antara agregat dan aspal, komponen agregat yang mempunyai komposisi sekitar 90% tidak perlu dipanaskan. Hal ini menghasilkan sistem pengolahan yang hemat energi dan mereduksi gas buangan CO2, sehingga campuran aspal dingin dikenal sebagai campuran yang ramah lingkungan. Terlebih lagi, jenis campuran ini dapat menggunakan bahan agregat limbah, misalnya bahan reclaimed asphalt pavement (RAP), sehingga campuran ini juga dikenal sebagai teknologi yang sustainable. Pada studi ini jenis campuran yang dipelajari adalah foamed asphalt, yaitu campuran partikel agregat dengan menggunakan bahan ikat foamed bitumen. Bahan ikat diproduksi dengan cara memanaskan aspal keras dan kemudian diinjeksi secara simultan dengan air dan udara bertekanan masing-masing sekitar 5 dan 6 bar. Campuran yang dihasilkan dapat langsung digelar dan dipadatkan di lapangan, atau disimpan untuk beberapa waktu (misal hingga 3 bulan) dan kemudian digunakan pada saat dibutuhkan. Salah satu keunikan campuran foamed asphalt adalah bahwa bahan ikat aspal tidak terdistribusi secara penuh pada fase agregat. Hal ini menyebabkan secara visual campuran ini tidak tampak berwarna hitam pekat sebagaimana campuran aspal panas (hot-mix asphalt), namun berwarna kecoklatan, dan terlihat jelas sebagian besar agregat kasarnya tidak terselimuti oleh aspal. Karakteristik ini menyebabkan kekuatan foamed asphalt relatif tidak sebaik kekuatan hot-mix asphalt. Hal inilah yang menjadikan daya tarik untuk melakukan investigasi terhadap homogenitas campuran foamed asphalt. Ada dua pertanyaan fundamental yang ingin dijawab adalah (a) mengapa aspal tidak mampu terdistribusi secara merata penuh, dan (b) bagaimana mekanisme distribusi aspal. Paper ini didesain untuk menjawab ketiga pertanyaan tersebut, dan diharapkan kemudian menghasilkan rekomendasi untuk meningkatkan kinerja campuran foamed asphalt. 2. FOAMED BITUMEN: PARAMETER KUALITAS DAN SURFACE PROPERTIES Foamed bitumen dapat diproduksi di laboratorium, misal dengan menggunakan alat Wirtgen WLB 10, ataupun di lapangan untuk pekerjaan full scale. Skema produksi foamed bitumen dapat dilihat pada Gambar 1 [kiri]. Sunarjono (2008b) mengilustrasikan, bila 500g aspal dipanaskan hingga suhu sekitar 180 o C dan kemudian diinjeksi dengan air sebanyak 10g (atau 2% dari berat aspal) di laboratorium, maka aspal akan secara spontan berubah menjadi foam dan

EVALUASI HOMOGENITAS CAMPURAN ASPAL DINGINkonteks.id/p/04-023.pdfCampuran aspal dingin adalah salah satu jenis bahan perkerasan jalan yang pengolahannya secara dingin atau sering

  • Upload
    buidiep

  • View
    224

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EVALUASI HOMOGENITAS CAMPURAN ASPAL DINGINkonteks.id/p/04-023.pdfCampuran aspal dingin adalah salah satu jenis bahan perkerasan jalan yang pengolahannya secara dingin atau sering

Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4)

Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 217

EVALUASI HOMOGENITAS CAMPURAN ASPAL DINGIN

Sri Sunarjono

1

1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Muhammdiyah Surakarta, Jl. A. Yani Pabelan Kartasura Tromol Pos 1

Surakarta 57102

Email: [email protected]

ABSTRAK

Campuran aspal dingin adalah bahan perkerasan jalan yang diolah secara dingin (cold-mix asphalt).

Pada paper ini campuran yang dipelajari adalah foamed asphalt. Distribusi bahan ikat foamed

asphalt tidak sehomogen campuran aspal panas. Hal ini dikarenakan tidak semua permukaan agregat

diselimuti oleh binder. Aspal lebih tertarik menyebar pada permukaan partikel agregat halus

ketimbang partikel kasar. Hal ini pulalah yang menyebabkan campuran foamed asphalt berwarna

tidak sehitam campuran aspal panas. Karakteristik ini menjadi sangat menarik untuk diselidiki agar

diketahui properties campuran aspal dingin secara fundamental. Hasil evaluasi mengetahui bahwa

setelah proses pencampuran, foam menyebar ke partikel-partikel agregat halus dan membentuk

aglomerasi dengan ukuran terbesar mencapai 14mm. Ukuran aglomerasi dengan kandungan binder

terbanyak adalah 2,36mm. Sedangkan ukuran terbesar agregat yang mampu diselimuti aspal adalah

6,3mm. Dalam studi ini mekanisme distribusi foam dalam campuran juga telah dapat dijelaskan

secara lengkap. Diketahui bahwa kecepatan mixer, tipe agitator, dan workabilitas aglomerasi sangat

mempengaruhi homogenitas campuran. Campuran yang semakin homogen akan mempunyai kinerja

yang semakin tinggi.

Kata-kata kunci: campuran aspal dingin, foamed aspal, foamed bitumen, homogenitas.

1. PENDAHULUAN

Campuran aspal dingin adalah salah satu jenis bahan perkerasan jalan yang pengolahannya secara dingin atau sering

dikenal dengan istilah cold-mix asphalt. Maksud pengolahan secara dingin adalah bahwa saat proses pencampuran

antara agregat dan aspal, komponen agregat yang mempunyai komposisi sekitar 90% tidak perlu dipanaskan. Hal ini

menghasilkan sistem pengolahan yang hemat energi dan mereduksi gas buangan CO2, sehingga campuran aspal

dingin dikenal sebagai campuran yang ramah lingkungan. Terlebih lagi, jenis campuran ini dapat menggunakan

bahan agregat limbah, misalnya bahan reclaimed asphalt pavement (RAP), sehingga campuran ini juga dikenal

sebagai teknologi yang sustainable.

Pada studi ini jenis campuran yang dipelajari adalah foamed asphalt, yaitu campuran partikel agregat dengan

menggunakan bahan ikat foamed bitumen. Bahan ikat diproduksi dengan cara memanaskan aspal keras dan

kemudian diinjeksi secara simultan dengan air dan udara bertekanan masing-masing sekitar 5 dan 6 bar. Campuran

yang dihasilkan dapat langsung digelar dan dipadatkan di lapangan, atau disimpan untuk beberapa waktu (misal

hingga 3 bulan) dan kemudian digunakan pada saat dibutuhkan.

Salah satu keunikan campuran foamed asphalt adalah bahwa bahan ikat aspal tidak terdistribusi secara penuh pada

fase agregat. Hal ini menyebabkan secara visual campuran ini tidak tampak berwarna hitam pekat sebagaimana

campuran aspal panas (hot-mix asphalt), namun berwarna kecoklatan, dan terlihat jelas sebagian besar agregat

kasarnya tidak terselimuti oleh aspal. Karakteristik ini menyebabkan kekuatan foamed asphalt relatif tidak sebaik

kekuatan hot-mix asphalt. Hal inilah yang menjadikan daya tarik untuk melakukan investigasi terhadap homogenitas

campuran foamed asphalt. Ada dua pertanyaan fundamental yang ingin dijawab adalah (a) mengapa aspal tidak

mampu terdistribusi secara merata penuh, dan (b) bagaimana mekanisme distribusi aspal. Paper ini didesain untuk

menjawab ketiga pertanyaan tersebut, dan diharapkan kemudian menghasilkan rekomendasi untuk meningkatkan

kinerja campuran foamed asphalt.

2. FOAMED BITUMEN: PARAMETER KUALITAS DAN SURFACE PROPERTIES

Foamed bitumen dapat diproduksi di laboratorium, misal dengan menggunakan alat Wirtgen WLB 10, ataupun di

lapangan untuk pekerjaan full scale. Skema produksi foamed bitumen dapat dilihat pada Gambar 1 [kiri]. Sunarjono

(2008b) mengilustrasikan, bila 500g aspal dipanaskan hingga suhu sekitar 180oC dan kemudian diinjeksi dengan air

sebanyak 10g (atau 2% dari berat aspal) di laboratorium, maka aspal akan secara spontan berubah menjadi foam dan

Page 2: EVALUASI HOMOGENITAS CAMPURAN ASPAL DINGINkonteks.id/p/04-023.pdfCampuran aspal dingin adalah salah satu jenis bahan perkerasan jalan yang pengolahannya secara dingin atau sering

Sri Sunarjono

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 218

volumenya akan naik dalam hitungan detik. Secara normal peningkatan volume foam akan berkisar antara 15-20

kalinya. Perbandingan antara volume maksimum foam dengan volume aspal semula dikenal sebagai parameter

Maximum Expansion Ratio (ERm). Nilai ERm sangat tergantung pada seberapa banyak air diinjeksikan, atau

dikenal sebagai foaming water content (FWC). Bila nilai FWC naik maka nilai ERm juga akan semakin tinggi.

Setelah volume foam mencapai puncak maka foam secara mendadak akan kolap bersamaan dengan keluarnya asap

dari dalam foam. Waktu yang dibutuhkan oleh foam untuk volumenya drop hingga separuhnya dari saat puncak

disebut sebagai parameter Half-Life (HL). Pada kasus ini, normalnya HL akan berkisar antara 20-30 detik. Setelah

beberapa waktu, yaitu sekitar 60 detik, volume foam berkurang dengan sangat pelan dan bersifat asimptot. Selama

fase ini, gelembung-gelembung foam masih tetap survive walaupun telah berubah mengeras menjadi aspal seperti

semula. Gambar 1 [kanan] adalah ilustrasi cara mengukur nilai ERm dan HL di laboratorium.

0 5 17 Time (seconds)

20

10

Half of the

maximum

expansion

ratio

Expansio

n R

atio (

ER

)

Spraying time

Half Life

Maximum Expansion Ratio

In this case:

ERm = 20

HL = 17 - 5 = 12 seconds

Bitumen returns to an

approximately original

volume

Mass of bitumen is

weighed and

converted to an

original volume

The height of foam is measured by

dipstick and is converted to

expansion ratio (ER). ER is the ratio

of foam volume relative to the

original volume

1/2 Hmax

Hmax

Dipstick

Gambar 1. [kiri] Sistem produksi foamed bitumen, dan [kanan] cara mengukur parameter ERm dan HL

Berdasarkan penjelasan ilustrasi produksi foamed bitumen di atas, maka dapat dipahami bahwa selama proses

pembentukan foam, properties aspal telah berubah dari bulk properties menjadi surface properties. Molekul-

molekul surfactant (surface active agent), yang dominan terdapat dalam komponen asphaltenes, telah berpindah

posisi dari bulk ke interface (antara cairan aspal dan gas udara), dan membentuk suatu adsorption layer (Barinov,

1990).

Perlu dicatat bahwa molekul surfactant bersifat amphiphilic yang berarti mempunyai bagian yang bersifat

hydrophobic dan hydrophilic (Breward, 1999). Pada kondisi konsentrasi bulk tinggi, molekul-molekul surfactant

membentuk micelle, yang mana bagian ekor hydrophobic dikelilingi oleh bagian kepala hydrophilic. Pada dasarnya,

molekul surfactant lebih menyukai daerah interface dari pada daerah bulk suatu cairan. Posisi molekul pada

interface adalah bagian ekor berada di fase udara, sedangkan bagian kepala berada di fase cairan (Gambar 2). Posisi

ini secara signifikan mereduksi gaya tarik permukaan (surface tension) di daerah interface. Akan tetapi bila molekul-

molekul membentuk micelle, maka molekul-molekul tersebut tidak akan mempengaruhi surface tension, sehingga

tidak menguntungkan properties foam.

3. KARAKTERISTIK CAMPURAN FOAMED ASPHALT

Karakteristik properties foamed asphalt dapat dipelajari di Sunarjono dkk. (2007). Properties diselidiki

menggunakan alat Indirect Tensile Stiffness Modulus (ITSM). Diketahui bahwa campuran akan mempunyai nilai

stiffness yang baik bila pengolahan campurannya menggunakan alat mixer yang baik. Hal ini disebabkan foam dapat

tersebar secara lebih merata bila menggunakan alat mixer yang baik. Melalui sampel-sampel yang dicampur

menggunakan mixer berkecepatan tinggi ini, perbedaan nilai stiffness beberapa campuran yang berbeda nilai FWC-

nya dapat diketahui. Dalam studi ini yang menggunakan aspal pen 70/100 diketahui bahwa nilai stiffness tertinggi

dicapai pada kondisi FWC optimum sekitar 5%.

Ada hal lain yang menarik dengan karakteristik foamed asphalt sebagaimana dijelaskan oleh Sunarjono (2008a). Hal

ini diketahui ketika dua jenis sampel yang menggunakan aspal pen 70/100 dan pen 160/220 diuji ITSM pada suhu

5oC dan 20

oC. Pada suhu 20

oC, stiffness sampel pen 70/100 lebih tinggi, namun pada suhu 5

oC, stiffness sampel pen

160/220 justru berbalik menjadi lebih tinggi. Berdasarkan analisis yang dikembangkan, diketahui bahwa ternyata

sampel dengan aspal pen 160/220 mempunyai distribusi binder yang lebih baik dari pada sampel dengan aspal pen

70/100. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada suhu rendah, misal 5oC, distribusi aspal lebih penting dari pada

stiffness aspal dalam membangun stiffness campuran. Sebaliknya pada suhu kamar, misal 20oC, stiffness aspal lebih

Page 3: EVALUASI HOMOGENITAS CAMPURAN ASPAL DINGINkonteks.id/p/04-023.pdfCampuran aspal dingin adalah salah satu jenis bahan perkerasan jalan yang pengolahannya secara dingin atau sering

Evaluasi Homogenitas Campuran Aspal Dingin

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 219

dominan mempengaruhi nilai stiffness campuran. Hasil ini menyampaikan pesan bahwa (a) campuran yang

menggunakan aspal pen tinggi (aspal lebih lunak) penyebaran aspalnya relatif lebih baik daripada campuran

menggunakan aspal pen rendah, (b) penggunaan campuran dengan aspal lunak lebih efektif untuk wilayah beriklim

dingin karena pada suhu rendah stiffness campuran lebih ditentukan oleh distribusi binder, sebaliknya untuk wilayah

beriklim panas akan lebih efektif menggunakan aspal rendah agar stiffness campurannya lebih tinggi karena lebih

dominan dipengaruhi oleh stiffness aspal.

4. METODE EVALUASI HOMOGENITAS CAMPURAN

Pada studi ini benda uji dibuat menggunakan jenis agregat crushed limestone dan aspal pen 70/100. Nilai Plasticity

Index (PI) agregat adalah 2,7%. Berdasarkan uji modified Proctor terhadap agregat crushed limestone ini,

didapatkan bahwa nilai Maximum Dry Density (MDD)nya adalah 2242 kg/m3, dan nilai Optimum Moisture

Content (OMC)nya adalah 6,4%. Gradasi agregat yang digunakan adalah gradasi tertutup sebagaimana terlihat pada

Gambar 3. Gradasi didesain untuk memenuhi persyaratan agregat sesuai rekomendasi Akeroyd & Hicks (1988).

Ukuran maksimum agregat adalah 20mm.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0.01 0.1 1 10 100

Sieve Size (mm)

Passin

g C

um

mula

tive (

%) Grading envelope

(Akeroyd & Hicks, 1988)

20mm graded crushed

limestone aggregate

Gambar 2. Formasi molekul-molekul surfactant [a]

membentuk micelle dalam bulk cairan, dan [b] pada

permukaan cairan interface antara cairan dan udara

(Breward, 1999)

Gambar 3. Gradasi agregat crused limestone

Evaluasi terhadap homogenitas campuran foamed asphalt dikembangkan melalui 2 (dua) pendekatan, yaitu:

1. Melakukan investigasi terhadap mekanisme penyebaran binder dalam campuran.

2. Melakukan evaluasi distribusi binder dalan campuran menggunakan pengujian saringan.

Pendekatan pertama dilakukan dengan cara memproduksi campuran dengan cara yang berbeda, yaitu dengan (1)

menyemprotkan binder dalam bentuk aspal panas dan foamed bitumen, dan (2) produksi campuran dengan variasi

waktu pencampuran dan ukuran agregat. Observasi dilakukan secara visual sesaat setelah proses pencampuran

selesai. Pendekatan ini dimaksudkan untuk menjawab beberapa pertanyaan penting, misalnya mengapa foam dapat

mengikat permukaan agregat basah, bagaimana cara foam dapat tersebar ke fase agregat, apa pengaruh volume

foam, dan ukuran agregat terbesar yang bisa diselimuti oleh foam.

Pendekatan kedua adalah evaluasi distribusi aspal dengan menggunakan uji saringan. Prosedur evaluasi adalah: (1)

setelah proses mixing, campuran dikeringkan diudara terbuka paling tidak 3 hari, kemudian (2) material dipisahkan

menggunaka saringan kering menjadi beberapa fraksi dari ukuran terbesar 20mm ke ukuran terkecil (filler), (3)

setiap fraksi kemudian dibasuh menggunakan saringan 0,075mm untuk membuang filler, dan (4) fraksi yang telah

dibasuh kemudian dioven dengan suhu 60oC sebelum dilakukan uji soluble binder content untuk menentukan binder

content dan gradasi agregat tiap fraksi.

5. PEMBAHASAN

Observasi mekanisme penyebaran binder Pertama, sangat jelas teridentifikasi bahwa ketika aspal panas disemprotkan diatas fase agregat basah, keduanya

tidak bisa membentuk campuran secara sempurna (Gambar 4 kiri) sebagaimana kalau yang disemprotkan adalah

foamed bitumen (Gambar 4 kanan). Penjelasan fenomena ini adalah karena molekul surfactant pada aspal panas

berada di bagian bulk, sehingga sulit terdistribusi ke permukaan agregat basah, dan akhirnya membentuk gumpalan

agregat-aspal yang tidak merata. Sedangkan pada foam, molekul surfactant telah berada di bagian permukaan yang

Page 4: EVALUASI HOMOGENITAS CAMPURAN ASPAL DINGINkonteks.id/p/04-023.pdfCampuran aspal dingin adalah salah satu jenis bahan perkerasan jalan yang pengolahannya secara dingin atau sering

Sri Sunarjono

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 220

mana bagian kepala molekul yang bersifat hydrophilic (menyukai air) akan dengan mudah terdistribusi ke

permukaan agregat basah, dan dapat membentuk aglomerasi agregat-aspal yang merata.

Gambar 4. [kiri] Formulasi gumpalan campuran yang tidak merata ketika agregat dingin basah disemprot aspal

panas, [kanan] formulasi campuran yang lebih merata ketika agregat dingin basah disemprot foamed bitumen

Kedua, perbedaan penyebaran aspal dalam campuran pada beberapa tahap waktu pencampuran dapat terobservasi

dengan jelas (Gambar 5). Sangat jelas teramati bahwa selama proses pencampuran, foam tidak mengikat dan

menyelimuti permukaan agregat secara penuh sebagaimana pada hot-mix asphalt. Pada saat awal pencampuran (2

detik), campuran membentuk gumpalan besar mastik lunak dengan ukuran antara 2-3 cm. Gumpalan-gumpalan ini

kemudian terpecah-pecah menjadi bagian-bagian dengan ukuran yang lebih kecil pada pencampuran detik ke-5, dan

kemudian tersebar dalam campuran (detik 10) dan membentuk campuran foamed asphalt yang lebih merata dan

homogen pada akhir pencampuran (60 detik). Perlu diketahui bahwa foam dominan tersebar pada partikel-partikel

agregat halus dan membentuk aglomerasi agregat halus-aspal.

Gambar 5. Formulasi aglomerasi agregat halus-aspal selama proses pencampuran mulai detik ke-2, 5,10, dan 60

Ketiga, pengaruh ukuran agregat terhadap penyebaran aspal terobservasi secara jelas sebagaimana terlihat pada

Gambar 6. Hasil observasi memberi pemahaman bahwa penyebaran aspal dalam campuran sangat tergantung pada

ukuran agregat yang digunakan. Semakin halus agregat semakin merata dan homogen penyebaran aspalnya. Pada

observasi ini, pada saat foam disemprotkan ke filler sebanyak 10%, maka aspal tersebar sangat halus dan merata

sehingga terlihat seperti serbuk hitam yang sangat halus. Bila prosentasi foam yang disemprotkan rendah maka aspal

tidak terlihat dan menyelinap dalam partikel-partikel agregat. Bila foam disemprotkan pada agregat dengan ukuran

yang lebih besar, misal ukuran 1-3mm, 3-5mm, dan 6mm, maka penyebaran aspal semakin tidak merata dan kurang

homogen.

Gambar 6. Pengaruh ukuran agregat terhadap penyebaran aspal dalam campuran foamed asphalt

Page 5: EVALUASI HOMOGENITAS CAMPURAN ASPAL DINGINkonteks.id/p/04-023.pdfCampuran aspal dingin adalah salah satu jenis bahan perkerasan jalan yang pengolahannya secara dingin atau sering

Evaluasi Homogenitas Campuran Aspal Dingin

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 221

Evaluasi penyebaran binder dalam campuran

Evaluasi ini dilakukan dengan cara menyemprotkan foam ke agregat bergradasi menerus dengan ukuran maksimum

20mm. Evaluasi ini diharapkan dapat mengetahui bagaimana formasi ketersebaran aspal dalam partikel agregat.

Gambar 7 adalah foto hasil evaluasi yang menunjukkan tingkat penyebaran binder pada 4 ukuran fraksi partikel dari

13 fraksi yang dihasilkan. Fraksi-fraksi ini didapatkan setelah dilakukan proses penyaringan kering, penyaringan

basah, dan pemanasan oven 60oC. Tampak secara visual bahwa semakin besar ukuran fraksi maka semakin sedikit

sebaran aspalnya.

Gambar 7. Formasi ketersebaran aspal dalam campuran foamed asphalt menggunakan graded aggregate 20mm

Tabel 1 menunjukkan cara analisis distribusi binder dalam campuran. Pada baris paling atas ditunjukkan ukuran

fraksi-fraksi (13 fraksi) berdasarkan hasil saringan kering yang kemudian telah dibasuh, dioven, dan kemudian

dilakukan tes soluble binder tes. Setelah itu agregatnya disaring dan hasilnya seperti terlihat pada Tabel 1. Contoh

analisis yang dilakukan dapat dijelaskan seperti berikut ini. Misal kita ambil fraksi #10 yaitu fraksi agregat yang

lolos saringan #10 atau tertahan saringan #6,3 dengan berat 100,80gr. Setelah dilakukan saringan didapatkan hasil

tertahan saringan #6,3 seberat 79,3gr, sedangkan partikel lainnya tertahan pada saringan yang lebih kecil. Partikel

dari fraksi #10 yang tertahan saringan #6,3 diklasifikasikan sebagai agregat yang tidak terselimuti (uncoated

aggregate), sedangkan seluruh partikel agregat lolos saringan 6,3mm didefinisikan sebagai agregat yang terselimuti

aspal (coated aggregate). Dengan cara demikian maka berat coated dan uncoated aggregate dapat diketahui sebagai

terlihat pada Tabel 1. Dengan asumsi bentuk agregat bulat dan nilai densitas diambil 2680kg/m3, volume dan luas

permukaan partikel coated dan uncoated dapat ditentukan sebagaimana terlihat pada Gambar 8.

Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa berat dan volume partikel yang terklasifikasi coated aggregate

adalah sebanyak 15%, namun bila diklasifikasikan berdasarkan jumlah partikel persentasinya menjadi sebesar 60%

atau bila diklasifikasikan berdasarkan luas permukaan partikel menjadi sebesar 55%. Sebagaimana terlihat pada

Gambar 8, semakin kecil ukuran partikel maka semakin banyak proporsi partikel coatednya. Sehingga filler adalah

bagian partikel yang paling banyak proporsi coatednya, yaitu berkisar 45% dari total permukaan agregat. Ukuran

agregat terbesar dari partikel coated ditemukan pada ukuran 6,3mm. Semua partikel yang lebih besar dari 6,3mm

adalah partikel uncoated. Untuk partikel berukuran 0,3mm atau kurang, proporsi partikel yang coated lebih besar

daripada yang uncoated.

Dapat disimpulkan bahwa setelah proses pencampuran, foam tersebar ke partikel halus dan membentuk aglomerasi

dengan berbagai ukuran yang lebih besar, yang mana ukuran aglomerasi terbanyak mengandung binder dalam studi

ini adalah 2,36mm. Komposisi aglomerasi ini didominasi partikel halus (terutama filler) dan ukuran partikel

terbesar yang diselimuti aspal adalah 6,3mm.

0,600mm 2,36mm 5,0mm 10,0mm

Page 6: EVALUASI HOMOGENITAS CAMPURAN ASPAL DINGINkonteks.id/p/04-023.pdfCampuran aspal dingin adalah salah satu jenis bahan perkerasan jalan yang pengolahannya secara dingin atau sering

Sri Sunarjono

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 222

Tabel 1. Evaluasi distribusi binder dalam campuran foamed asphalt menggunakan analisis saringan

Fraction # 20 # 14 # 10 # 6.3 # 5 # 3.35 # 2.36 # 1.18 #0.6 #0.3 #0.212 #0.15 #0.075 Coated (g)

Uncoated (g)

Total (g)

0

20 362 362 362

14 0 214.8 214.8 214.8

10 0 0 79.3 79.3 79.3

6.3 0 0 8.9 44.7 8.9 44.7 53.6

5 0 0.3 1.4 4.9 99.3 6.6 99.3 105.9

3.35 0 0.1 0.6 0.5 7.2 68 8.4 68 76.4

2.36 0.2 0.6 1 0.4 1.5 8.9 117.2 12.6 117.2 129.8

1.18 0.3 0.6 1.4 0.6 2.1 2.5 10.8 77 18.3 77 95.3

0.6 0.3 0.4 1.6 0.9 2.6 3.5 7.9 8.6 38.8 25.8 38.8 64.6

0.3 0.1 0.1 0.7 0.3 1.3 1.6 4.1 2.2 1.3 11 11.7 11 22.7

0.212 0.1 0.2 0.7 0.3 1 1.5 3.6 2.3 0.6 0.7 9.2 11 9.2 20.2

0.15 0.2 0.2 0.9 0.5 1.7 2.6 6.6 4.1 0.7 0.1 1.5 15.1 19.1 15.1 34.2

0.075 0 0.47 0.7 3.4 5.8 14.8 39 23 4.5 0.3 0.1 1.2 39.9 93.27 39.9 133.17

washed 3 2.8 3.6 5 2.4 2 0.4 0.4 0 0.3 0 1 0 20.9 20.9 Total

Aggregate 366.20 220.57 100.80 61.50 124.90 105.40 189.60 117.60 45.90 12.40 10.80 17.30 39.90 215.67 1197.20 1412.87

Percentage 15.26% 84.74%

Note: An example to define the uncoated and coated particle is follows. The aggregate mass from fraction #14 retained on sieve size 10mm is

classified as uncoated, whereas all aggregate particles passing sieve size 10mm are classified as coated.

0.00E+00

0.00E+000.00E+003.16E+03

2.78E+06

2.85E+05

1.16E+05

8.73E+049.63E+04

3.47E+04

1.20E+04

5.61E+03 2.96E+03

4.05E+04

3.43E+041.78E+041.59E+044.45E+04

4.54E+04

1.11E+05

1.46E+05

1.45E+058.21E+04

9.72E+04

2.25E+05

1.81E+06

2014106.353.352.361.180.60.30.2120.150.075

Particle size (mm)

Uncoated aggregates (mm2)

Coated aggregates (mm2)

Particle coating (mm2)

Particle is assumed in a spherical shape

Total particles surface area of all aggregates = 6.25E+06 mm2

Total Uncoated particles = 2.82E+06 mm2 ( 45% )

Total Coated particles = 3.43E+06 mm2 ( 55% )

Sample propertiesUsing limestone aggregate

Bitumen Pen. 50/70

Bitumen temperature 180oC

Foaming water content (FWC) 4%

Gambar 8. Sebaran partikel coated dan uncoated aggregate dalam satuan luas permukaaan partikel

Pengembangan konsep mekanisme distribusi binder campuran foamed asphalt

Berdasarkan beberapa investigasi yang telah dijelaskan didepan maka konsep mekanisme distribusi binder untuk

campuran foamed asphalt dapat dikembangkan. Material foamed asphalt dalam keadaan lepas (belum dipadatkan)

akan terdiri atas dua tipe partikel, yaitu partikel agregat dan partikel aglomerasi agregat halus-aspal. Partikel agregat

adalah partikel uncoated yang tidak diselimuti aspal, rata-rata partikel agregat ini berukuran lebih besar dari 10mm.

Sedangkan partikel aglomerasi adalah partikel coated yang diselimuti aspal. Ukuran terbesar aglomerasi dapat

mencapai 14mm. Ukuran aglomerasi dengan kandungan binder terbanyak adalah 2,36mm. Partikel agregat yang

diselimuti aspal kurang lebih 15% dari berat campuran. Ukuran aglomerasi dapat digunakan sebagai indikasi

kualitas campuran. Semakin kecil ukuran aglomerasi dan atau semakin banyak jumlah partikel aglomerasi akan

menunjukkan semakin merata dan homogen campuran. Hal ini akan mampu memberi stimulan proses pemadatan

dan berpotensi meningkatkan properties campuran. Keterkaitan ini menunjukkan betapa pentingnya memahami

konsep mekanisme distribusi binder.

Page 7: EVALUASI HOMOGENITAS CAMPURAN ASPAL DINGINkonteks.id/p/04-023.pdfCampuran aspal dingin adalah salah satu jenis bahan perkerasan jalan yang pengolahannya secara dingin atau sering

Evaluasi Homogenitas Campuran Aspal Dingin

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 223

Sesungguhnya foam telah terbentuk begitu air dan udara bertekanan diinjeksikan ke aspal panas di dalam expansion

chamber. Jumlah gelembung-gelembung foam dengan cepat bertambah dalam kondisi tekanan tinggi. Ketika foam

disemprotkan keluar ke dalam sebuah kontainer, pengembangan ukuran gelembung secara cepat dapat diamati

secara jelas dikarenakan tekanan dalam gelembung lebih tinggi daripada tekanan disekitarnya. Sehingga dapat

dipahami bahwa ketika binder disemprotkan ke agregat basah, properties aspal telah berubah menjadi foam, dari

bulk menjadi surface properties. Perubahan ini menyebabkan foam dapat didistribusikan ke permukaan agregat

basah (adanya interface antara cairan dan udara). Ketika foam disemprotkan dan bersentuhan dengan agregat basah,

foam tidak punya kesempatan untuk berkembang (sebagaimana saat disemprotkan ke dalam kontainer) karena

temperaturnya langsung drop dibawah 100oC. Gas uap udara dalam gelembung berubah kembali menjadi air, namun

demikian masih sangat banyak void berukuran sangat kecil yang terjebak dalam aspal (Sunarjono, 2008b). Jumlah

void ini semakin banyak untuk foam yang diproduksi dengan FWC semakin tinggi. Kehadiran void-void ini

menyebabkan foam yang telah kolap tetap lunak dan workable. Oleh karenanya properties binder saat proses

pencampuran adalah proporsional dengan properties foam saat diinvestigasi di dalam kontainer terkait dengan nilai

ERm, HL, dan atau sifat flownya.

Sebagaimana telah dibahas dalam Sunarjono dkk. (2007), kecepatan pencampuran dan tipe agitator alat pencampur

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai stiffness campuran karena alat pencampur membantu foam

untuk menyebar diantara partikel agregat. Kecepatan mixer harus lebih baik dari kecepatan penyemprotan foam.

Sebagai suatu contoh sederhana, kerja mixer dapat diumpamakan sebagai sebuah conveyor. Bila partikel-partikel

agregat diletakkan diatas conveyor dan kemudian disemprotkan foam, maka semakin cepat laju conveyor dan

semakin besar volume foam akan menghasilkan lebih luas bagian permukaan agregat yang terselimuti foam.

Dikarenakan foam akan langsung kolap sesaat setelah menyentuh permukaan agregat basah maka baik kecepatan

mixer maupun volume foam menjadi faktor sangat penting selama proses pencampuran. Selama proses ini, agitator

berfungsi untuk mengagitasi agregat agar proses penyemprotan seefektif mungkin.

Seperti diketahui bahwa karena adanya molekul surfactant pada lapis gelembung, foam lebih menyukai untuk

menyebar ditempat permukaan basah. Sehingga saat proses penyemprotan, foam lebih menyukai terdistribusi diatas

air, yang dalam hal ini lebih banyak terdapat pada partikel halus dikarenakan efek suction. Pada saat foam

menyentuh partikel agregat halus basah maka akan langsung kolap dan kemudian membentuk aglomerasi antara

agregat halus dan aspal. Aglomerasi ini agak lunak dan suhunya masih cukup hangat, yaitu sekitar 61-90oC

(Sunarjono, 2008b). Kondisi ini memungkinkan agitator mixer untuk memotong-motong aglomerasi menjadi

bagian-bagian yang lebih kecil dan mendistribusikannya diantara partikel-partikel agregat sehingga membentuk

campuran yang semakin homogen. Sehingga secara keseluruhan, proses pemotongan dan pendistribusian aglomerasi

sangat tergantung pada 3 faktor, yaitu kecepatan pencampuran, tipe agitator, dan workabilitas aglomerasi. Sifat

workabilitas ini sangat dipengaruhi oleh parameter viskositas aspal, yang dalam hal ini dipengaruhi oleh nilai

penetrasi aspal dan kecepatan laju penurunan suhu aspal. Penurunan suhu akan semakin cepat untuk aplikasi FWC

yang lebih tinggi. Foam dengan volumen tinggi menyebabkan area permukaan foam lebih luas dan sehingga film

aspalnya semakin tipin. Hal ini berimplifikasi foam akan semakin cepat dingin karena kontak dengan agregat basah.

Proses pemotongan aglomerasi menjadi bagian yang lebih kecil menghasilkan campuran lebih homogen. Bila waktu

pencampuran diperpanjang maka ukuran aglomerasi semakin kecil, sehingga otomatis campuran akan semakin lebih

homogen. Namun perpanjangan waktu pencampuran tidak akan berarti bila suhu aglomerasi sudah rendah karena

tidak efektif lagi dipotong-potong oleh agitator. Dapat disimpulkan bahwa selama waktu pencampuran properties

aglomerasi sangat penting. Properties ini mempresentasikan kemampuan binder untuk dapat dipotong-potong oleh

mixer dan didistribusikan ke partikel agregat.

Gambar 9 mempresentasikan foto sampel padat dari campuran dengan tingkat penyebaran binder tidak merata

(homogenitas buruk, gambar kiri) dan tingkat penyebaran binder merata baik (homogenitas baik, gambar kanan).

Page 8: EVALUASI HOMOGENITAS CAMPURAN ASPAL DINGINkonteks.id/p/04-023.pdfCampuran aspal dingin adalah salah satu jenis bahan perkerasan jalan yang pengolahannya secara dingin atau sering

Sri Sunarjono

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 224

Gambar 9. Sampel campuran dengan homogenitas buruk (kiri) dan homogenitas baik (kanan)

6. KESIMPULAN

Kesimpulan terhadap studi mengenai homogenitas campuran aspal dingin ini dapat diringkas sebagai berikut:

a. Properties permukaan foam yang menghadirkan molekul surfactant diarea interfacenya memungkinkan foam

mampu mengikat agregat basah pada suhu kamar. Molekul-molekul ini menyukai air sehingga pada saat proses

pencampuran, foam lebih mudah terdistribusi diatas partikel-partikel yang halus yang lebih basah karena efek

suction. Oleh karenanya agregat kasar relatif sulit diselimuti aspal dan akhirnya distribusi binder tidak merata

secara penuh. Akhirnya campuran foamed asphalt terdiri atas partikel-partikel yang terlapisi dan tidak terlapisi

oleh binder aspal.

b. Aglomerasi terbentuk akibat tersebarnya aspal diatas permukaan partikel-partikel halus. Pada studi ini ukuran

aglomerasi terbesar mencapai 14mm dan aglomerasi yang mengandung aspal terbanyak berukuran 2,36mm.

Sedangkan ukuran agregat terbesar yang terlapisi aspal adalah 6,3mm.

c. Faktor-faktor penting dalam proses pencampuran yang mempengaruhi tingkat homogenitas binder adalah

kecepatan mixer, tipe agitator, dan workabilitas aglomerasi agregat halus-aspal.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada manajemen Universitas Muhammadiyah Surakarta dan Dr. NH Thom

yang telah membantu paper ini dapat dipresentasikan.

DAFTAR PUSTAKA

Akeroyd, F.M.L. & Hicks, B. J. (1988). “Foamed Bitumen Road Recycling”. Highways, Volume 56, Number1933,

pp 42, 43, 45.

Barinov, E.N. (1990). “Formation and Properties of Foams”. Leningrad Institute of Construction Engineering.

Translated from Khimiya i Technologiya Topiv i Masel, No. 10, pp. 24-26, October 1990.

Breward, C.J.W. (1999). “The Mathematics of Foam”. PhD Thesis, St. Anne’s College, University of Oxford, 1999.

British Standard, (1985). “Testing Agregates – Part 103: Methods for Determination of Particle Size Distribution -

Section 103.1 Sieve Test”. BS 812-103.1: 1985.

Sunarjono S., Zoorob S.E. and Thom N.H. (2007). “Influence of foaming water on the foaming process and resultant

asphalt mix stiffness”. SIIV International Congress Palermo Italy, 12-14 September 2007, Italy.

Sunarjono, S. (2008a). “Karakteristik Foamed Asphalt Sebagai Bahan Perkerasan Jalan”. Prosiding Seminar

Nasional Teknik Sipil 2008, Perkembangan Teknologi Teknik Sipil Terkini, Sabtu 23 Agustus 2008, Gedung

Pasca Sarjana UMS, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta, pp. 14-20.

Sunarjono, S. (2008b). “The Influence of Foamed Bitumen Characteristics on Cold-Mix Asphalt Properties”. PhD

Thesis School of Civil Engineering, The University of Nottingham