Upload
truongdat
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EVALUASI PROGRAM PENGGUNA KARTU
JAKARTA SEHAT DI PROGRAM TERAPI
RUMATAN METADON (PTRM) RUMAH SAKIT
KETERGANTUNGAN OBAT (RSKO)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos)
Disusun Oleh
MUHAMAD MIFTAH RIZKI NIM: 1110054100012
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1436 H/2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 November 2014
Muhamad Miftah Rizki
i
ABSTRAK
Muhamad Miftah Rizki
Evaluasi Program Pengguna Kartu Jakarta Sehat di Program Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit Ketergantungan Obat ”.
Dalam menjalani hidup untuk mencapai kesejahteraan banyak faktor yang mempengaruhi kesejahteraan, mulai dari faktor agama, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan faktor lainnya. Di Indonesia banyak permasalahan yang belum mampu diatasi dari berbagai faktor yang sudah disebutkan di atas dan yang paling menjadi pokok bahasan pada saat ini ialah permasalahan pelayanan sosial dalam bentuk pelayanan kesehatan. Dari pengertian kesehatan tersebut sudah jelas jika fisik kita sehat maka sesuatu yang akan kita kerjakan juga mudah dan dapat mensejahterakan kita, sedangkan jika kita sakit kita tidak dapat mensejahterakan orang lain jika diri kita sendiri saja tidak mampu untuk beraktifitas seperti biasa dan karena itulah pelayanan sosial dalam bentuk pelayanan kesehatan amat penting dalam kehidupan terutama untuk membuat negara Indonesia dianggap sebagai negara yang sejahtera.
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah deskriptif. Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata–kata, gambar dan bukan angka–angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara catatan lapangan, catatan atau memo dan dokumen resmi lainnya.
Pelaksanaan program Kartu Jakarta Sehat (KJS) di Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) berjalan dengan baik sesuai dengan pedoman dari pemerintah pusat dan program ini terus memberikan pelayanan yang maksimal sesuai kebutuhan pasien untuk bisa lepas dari ketergantungan opiat dan untuk merubah pasien lebih baik lagi dari sebelumnya. Hasil evaluasi yang peneliti lakukan di Program Terapi Rumatan Metadon dengan menggunakan CIPP berjalan dengan baik, dapat dikatakan dari awal sampai proses rumatan ini berjalan setiap pasien yang mengunakan Kartu Jakarta Sehat atau yang tidak menggunakan Kartu Jakarta Sehat sudah menjalankan kegiatan sesuai prosedur dan untuk petugasnya yang berada dalam Program Terapi Rumatan Metadon sudah menjalankan SOP yang ada di Rumah Sakit. Untuk fasilitas dan penunjang lainnya pun sudah sangat lengkap, petugas medisnya bekerja sesuai dengan yang ditetapkan. Selanjutnya program ini dikatakan baik, karena sangat membantu proses penyembuhan pasien dan bahkan mempermudah pasien yang sudah bekerja untuk lebih baik dalam menjalankan kegiatannya di luar. Walaupun hasil rumatan ini berjalan baik namun produk yang dihasilkan masih jauh dari yang diharapkan, karena masih banyak sekali pasien yang masih tinggi dosisnya walaupun sudah menjalani proses rumatan ini bertahun-tahun dan belum selesai masa rumatannya, sangat disayangkan karena melihat metadon ini bukan obat yang murah.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puja dan puji senantiasa penulis panjatkan atas segala karunia allah
SWT, yang telah menciptakan makhluk-Nya dengan penuh cinta dan kasih serta
mengajarkan manusia untuk mencintai sesama manusia hanya karena allah
semata. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan besar kita
yakni Nabi Muhammad SAW, para keluarga yang suci, para sahabatnya yang
mulia serta para umatnya yang isnya Allah hingga kini terus mencintainya.
Skripsi dengan judul “ Evaluasi Program Pengguna Kartu Jakarta Sehat
di Program Terapi Rumata Metadon Rumah Sakit Ketergantungan Obat”.
merupakan salah satu wujud upaya penulis dalam memberikan sedikit
pengetahuan mengenai pelaksanaan program-program pemerintah melalui
pelaayanan kesehatan dan apa saja yang dirasakan masyarakat.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,
hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan yang penulis miliki. oleh karena itu
segala kritikan dan masukan yang bertujuan membangun sungguh merupakan
suatu masukan yang sangat berharga dan membantu penulis dalam membuat
skripsi ini. Karenanya, sudah sepantasnya penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada:
1. Bapak. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi
iii
2. Ibu. Siti Napsiyah, MSW, selaku Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial, dan
Bapak. Ahmad Zaky, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Kesejahteraan
Sosial.
3. Bapak Budi Rahman Hakim, MSW, selaku Dosen pembimbing skripsi
yang telah berkenan dan membimbing penulis selama ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan sumbangan wawasan
keilmuan dan membimbing penulis selama melaksanakan perkuliahan di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak dr. Laurentius Panggabean, Sp.KJ. MKK Selaku Direktur Utama
RSKO yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian di RSKO.
6. Ibu Endang Suharjanti M.Si. Selaku pembimbing lembaga di sana yang
telah banyak membantu dalam proses penelitian.
7. Bapak Agus Darmawan, S.Sos dan Bapak Syariffudin, S.Sos yang selalu
memberikan motivasi dan dorongan semangat selama menjalani penelitian
di sana, makasih banyak semoga mendapatkan balasan yang setimpal dari
Allah SWT.
8. Seluruh staff RSKO yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dan
mereka telah membantu saya dalam penelitian ini.
9. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberikan doa dan kasih sayangnya
serta dukungan selama ini, maaf anakmu belum bisa membahagiakanmu
dan untuk keluarga besar terima kasih atas doanya selama ini.
iv
10. Endah Ambarsari, terimah kasih atas segala dukungan dan bantuan dalam
penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah SWT, membalas atas kebaikanmu
selama ini, maafkan segala kesalahan saya selama ini.
11. Teman-teman tercinta kessos angkatan 2010 yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis selama ini.
Bersama kita maju. Semangat.
12. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan, yang telah membantu selesainya
skripsi ini.
Penulis tidak mempu memberikan balasan apa-apa atas segala jasa yang
diberikan, dan hanya mampu menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya
dengan iringan do’a semoga segala pengorbanan dan bantuan dari semua pihak
dapat dicatat sebagai amal ibadah di sisi Allah SWT.
Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini mampu memberikan
manfaat, baik bagi penulis, mahasiswa kesejahteraan sosial juga pembaca lainya.
Ridha dan keikhlasan dari para dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi selalu penulis harapkan, semoga ilmu yang diberikan kepada kami
dapat bermanfaat untuk pengabdian di masyarakat.
Jakarta , 2 Oktober 2014
Penulis
Muhamad Miftah Rizki
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ....................................... 7
1. Pembatasan Masalah .......................................................... 7
2. Perumusan Masalah ........................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 8
1. Tujuan Penelitian ............................................................... 8
2. Manfaat Penelitian ............................................................. 8
D. Metodologi Penelitian .............................................................. 9
1. Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian ......................... 9
2. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 10
3. Sumber Data ...................................................................... 10
4. Teknik Pengumpulan Data ................................................. 11
5. Analisis Data ...................................................................... 14
6. Keabsahan Data ................................................................. 15
E. Pedoman Penulisan Skripsi ...................................................... 15
F. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 16
G. Sistematika Penulisan .............................................................. 17
vi
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Evaluasi ................................................................................... 18
1. Pengertian Evaluasi ............................................................ 18
2. Tujuan Evaluasi ................................................................. 20
3. Model Evaluasi .................................................................. 24
a. Model Evaluasi Berbasis Tujuan .................................. 28
b. Model Evaluasi Sistem Analisis .................................... 28
c. Model Evaluasi Bencmarking (Bangku Ukur)................ 29
B. Kartu Jakarta Sehat ................................................................... 29
1. Pengertian Kartu Jakarta Sehat ............................................ 29
2. Tujuan ................................................................................ 30
3. Sasaran Program ................................................................. 30
4. Manfaat Kartu Jakarta Sehat................................................ 30
5. Persyaratan yang harus dibawa saat mendaftar di Puskesmas
Kecamatan .......................................................................... 30
6. Persyaratan yang harus dibawa saat berobat di Puskesmas .. 30
7. Persyaratan Pasien berobat gratis di Rumah Sakit................ 31
8. Alur Pelayanan Kesehatan warga Ber-KTP di DKI Jakarta .. 31
9. Unit Gawat Darurat Rumah Sakit ........................................ 32
C. Program Terapi Rumatan Metadon ........................................... 32
1. Pengertian Program Terapi Rumatan Metadon .................... 32
2. Tujuan Program Terapi Rumatan Metadon .......................... 32
3. Alur Pelayanan Program Terapi Rumatan Metadon ............. 33
4. Indikator Evaluasi Program dengan CIPP ............................ 34
vii
BAB III PROFIL RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT
JAKARTA
A. Latar Belakang Berdirinya Rumah Sakit Ketergantungan Obat
Jakarta ..................................................................................... 39
B. Visi, Misi, Motto dan Falsafah Rumah Sakit Ketergantungan
Obat Jakarta .............................................................................. 43
1. Visi ..................................................................................... 43
2. Misi .................................................................................... 44
3. Motto .................................................................................. 44
4. Falsafah .............................................................................. 44
C. Program Lembaga ..................................................................... 44
1. Perencanaan Program .......................................................... 44
2. Teknik Perencanaan ............................................................ 46
D. Jangkauan Layanan ................................................................... 54
1. Deskripsi Target Layanan ................................................... 54
2. Penjangkauan dan Perekrutan .............................................. 55
3. Kriteria Pemilihan Pasien .................................................... 56
4. Proses Penerimaan Pasien ................................................... 56
E. Jejaring Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta .................. 57
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS
A. Temuan..................................................................................... 59
1. Program Terapi Rumatan Metadon ...................................... 59
a. Metadon ........................................................................ 59
b. Manfaat Metadon .......................................................... 63
viii
c. Syarat Mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon .... 64
d. Pemberian Dosis Awal .................................................. 65
e. Berhenti dari Program Terapi Metadon .......................... 67
f. Profesi yang Terlibat di Pelayanan Metadon .................. 68
g. Layanan di Klinik Metadon ........................................... 70
2. Program Kartu Jakarta Sehat ............................................... 76
B. Analisis Data ............................................................................ 80
1. Evaluasi Conteks ................................................................. 80
a. Legalitas Program ......................................................... 80
b. Dukungan Lingkungan .................................................. 82
c. Tujuan Program............................................................. 84
2. Evaluasi Input ..................................................................... 85
a. Sumber Daya Manusia .................................................. 85
b. Program Kegiatan.......................................................... 86
c. Saranan dan Prasarana ................................................... 88
d. Anggaran Dana ............................................................. 91
e. Peraturan atau Prosedur ................................................. 92
3. Evaluasi Process ................................................................ 94
a. Pelaksanaan Program .................................................... 95
b. Pengelolaan Program ..................................................... 98
c. Hambatan/Dukungan yang dijumpai selama pelaksanaan
Program ........................................................................ 99
4. Evaluasi Product ................................................................. 100
a. Pencapaian Program ...................................................... 100
ix
b. Dampak Program .......................................................... 101
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................... 104
B. Saran ........................................................................................ 105
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 106
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................. 109
x
Daftar Gambar
1. Gambar 1 Alur Pelayanan Kesehatan Warga Ber-KTP Jakarta ................... 45
2. Gambar 2 Alur Layanan Terapi Rumatan Metadon..................................... 47
3. Gambar Gambar 4 Proses Penerimaan Pasien ............................................. 70
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam menjalani hidup untuk mencapai kesejahteraan banyak faktor yang
mempengaruhi kesejahteraan tersebut, mulai dari faktor agama, ekonomi,
pendidikan, kesehatan dan faktor lainnya, yang harus dipahami setiap kebutuhan
dasar manusia berbeda-beda sesuai dengan taraf hidup dan kesejahteraan yang
mereka harapkan. Di Indonesia banyak permasalahan yang belum mampu diatasi
dari berbagai faktor yang sudah disebutkan di atas dan yang paling menjadi
pokok bahasan pada saat ini ialah permasalahan pelayanan sosial dalam bentuk
pelayanan kesehatan.
Dalam Undang-Undang Kesehatan RI No. 36 Tahun 2009 Ayat 1 Pasal 1
sudah dijelaskan bahwa pengertian Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. Sedangkan Pengertian Kesehatan menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948 menyebutkan bahwa pengertian kesehatan
adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan
hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan.1
Dari pengertian kesehatan tersebut sudah sangat jelas jika fisik kita sehat
maka sesuatu yang akan kita kerjakan juga mudah dan dapat mensejahterakan,
sedangkan jika kita sakit bagaimana kita dapat mensejahterakan orang lain jika
diri kita sendiri saja tidak mampu untuk beraktifitas seperti biasanya dan karena
1 http://Kotakpensil.com//kesehatan . (diakses pada hari Senin tanggal 9 September 2013)
2
itulah pelayanan sosial dalam bentuk pelayanan kesehatan amatlah penting dalam
kehidupan terutama untuk membuat bangsa negara Indonesia kita ini dianggap
sebagai negara yang sejahtera.
Namun dalam pelaksanaannya masih banyak kekurangan di sana-sini
terutama dalam pelayanan kesehatan untuk orang dengan golongan ekonomi ke
bawah dan bisa dikatakan sangat sulit seorang yang tidak mampu/miskin
mendapatkan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan Undang-Undang tentang
kesehatan tersebut. Sudah banyak contoh yang sama-sama kita ketahui, di negara
kita ini selalu terdengar dan banyak slogan untuk si miskin dilarang sakit, karena
sampai saat ini banyak fakta yang bisa sama-sama kita dengar dan saksikan di
setiap kejadian saat seorang pasien yang miskin selalu mendapatkan perlakuan
yang kurang baik saat ia membutuhkan pertolongan terutama dalam hal pelayanan
kesehatan.
Mungkin ini salah satu fakta yang memperkuat bahwa mereka yang tidak
mampu, sulit mendapatkan pelayanan yang sama saat seorang pasien tidak
mampu yang dirawat di sebuah rumah sakit di Jakarta yang pro-rakyat ternyata
terpaksa harus memulangkan pasiennya karena tidak mampu membayar uang
penginapan dan itu sangat sulit sekali melihat si pasien yang mengalami sakit
kaki gajah yang sangat sulit untuk berjalan, tidak hanya itu ada beberapa pasien
yang mendapatkan penolakan dari pihak rumah sakit dengan berbagai alasan
mulai dari tidak cukupnya ruangan dan fasilitas yang kurang memadai, dan mau
sampai kapan rakyat miskin di Indonesia mampu mendapatkan pelayanan
kesehatan yang baik dari negara Indonesia tercinta ini.
3
Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80% rakyat
Indonesia tidak mampu mendapat jaminan kesehatan di tahun 2012 dari lembaga
atau perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, sedangkan Republika Badan
Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah warga miskin di DKI Jakarta
mencapai 3,69 persen berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) pada Maret 2012. "Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada Maret
2012 sebanyak 363.020 orang atau 3,69 persen," kata Kepala BPS, Suryamin di
Jakarta, Ahad (26/8) Data BPS tersebut membantah pernyataan salah satu calon
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) yang menyebutkan persentase
jumlah warga miskin di DKI Jakarta lebih dari 20 persen, beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data resmi Statistik Provinsi DKI Jakarta Nomor : 30/07/31/Th.XIV
tertanggal 2 Juli 2012, jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada Maret 2012
sebanyak 363.020 orang (3,69 persen).2
Karena mereka tidak mengerti dan masih kurangnya informasi tentang
jaminan sosial maupun pelayaan kesehatan yang pemerintah sampaikan. Tidak
hanya yang miskin saja bahkan yang memiliki jaminan kesehatanpun sulit untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang mereka harapkan, padahal mereka sudah
merelakan dan menyisihkan gaji mereka untuk memenuhi pelayanan kesehatan
tersebut.
Dari permasalahan kesehatan yang ada selama ini dan pada tahun 2013 di
masa kepemimpinan Bapak Joko Widodo atau yang biasa kita kenal dengan
2 http://Republika.co.id, berita nasional, jabodetabek-nasional//12/08/26, bps-orang-miskin-
di-jakarta-369-persen. (diakses pada hari Kamis tanggal 10 April 2014)
4
Bapak Jokowi selaku pemimpin atau orang nomor satu di Jakarta diawal
kepemimpinanya mengeluarkan atau mempunyai program Kartu Jakarta Sehat
(KJS), program Kartu Jakarta Sehat ini merupakan program yang digagas untuk
mengatasi permasalahan yang terjadi dalam pelayanan kesehatan di wilayah DKI
Jakarta, dalam pelaksanaannya Kartu Jakarta Sehat ini nantinya mampu
mengatasi permasalahan pelayanan kesehatan yang terjadi khusus di ibu kota
Indonesia ini dan hanya warga DKI Jakarta saja yang mendapatkan pelayanan
kesehatan ini dan kalangan bawah khususnya warga miskin yang selalu sulit
mendapatkan pelayanan kesehatan dari pemerintah.
Pelayanan Kartu Jakarta Sehat sampai saat ini masih berjalan sesuai
dengan pernyataan Bapak Jokowi yang akan terus menjalankan program ini
meski kini ada yang namanya jaminan kesehatan nasional atau Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN), Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jaminan Nasional akan
berintegrasi dalam mengatasi permasalahan pelayanan kesehatan yang ada di
Jakarta. Program Kartu Jakarta Sehat ini tidaklah buruk, namun diperlukan
persiapan yang cukup matang untung membuat program ini lebih baik lagi.
Banyak sekali negara yang memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakatnya,
tidak hanya bagi yang tidak mampu, namun seluruh warganya. Semua tentu
dengan kecukupan finansial dan sistem administrasi yang sudah teruji.
Rumah sakit yang bekerjasama dengan Kartu Jakarta Sehat (KJS) sangat
banyak walaupun di awal kemunculannya banyak penolakan di sana-sini, karena
5
banyak yang belum memahami dan mengerti cara menggunakan Kartu Jakarta
Sehat dan prosedur penggunaannya.
Rumah Sakit Ketergantungan Obat merupakan salah satu penerima pasien
yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat, rumah sakit milik Kementerian
Kesehatan ini yang terbilang rumah sakit khusus pengguna zat-zat adiktif pun
menerima pasien pengguna Kartu Jakarta Sehat dan pasien umum lainnya, di
Rumah Sakit Ketergantungan Obat ini juga ada program yang bernama Program
Terapi Rumatan Metadon (PTRM) yang kebanyakan pasiennya menggunakan
program pelayanan Kartu Jakarta Sehat, dari hasil pengamatan dan wawancara
penulis mendapatkan bahwa pasien metadon yang memakai Kartu Jakarta Sehat
berjumlah 23 pasien. Dapat dikatakan pengguna Kartu Jakarta Sehat di Program
Terapi Rumatan Metadon 50% dari pasien metadon yang mengikuti program
tersebut.
Program Terapi Rumatan Metadon yaitu program yang mengalihkan
pengguna heroin pada obat lain yang lebih aman, metadon bukan penyembuh
untuk ketergantungan opiat selama memakai metadon, penggunanya tetap
tergantung pada opiat secara fisik. Tetapi metadon menawarkan kesempatan pada
penggunanya untuk mengubah hidupnya menjadi lebih stabil dan mengurangi
resiko terkait dengan penggunaan narkoba suntik, dan juga mengurangi kejahatan
yang sering terkait dengan kecanduan. Dan karena diminum, penggunaan
metadon mengurangi penggunaan jarum suntik bergantian, perilaku yang sangat
beresiko penularan virus HIV dan virus-virus lainnya. Program Terapi Rumatan
Metadon mempunyai dua tujuan pilihan. Tujuan pertama adalah untuk membantu
6
pengguna berhenti menggunakan heroin, diganti dengan takaran metadon yang
dikurangi tahap-demi-tahap selama jangka waktu tertentu. Tujuan kedua adalah
untuk mengurangi beberapa dampak buruk akibat penggunaan heroin dengan
suntikan. Pilihan ini menyediakan terapi rumatan, yang memberikan metadon
pada pengguna secara terus-menerus dengan takaran yang disesuaikan agar
pengguna tidak mengalami gejala putus zat (sakaw).3
Metadon merupakan obat yang di golongkan dalam 2 golongan dalam UU
RI No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika. Ia digunakan untuk pengobatan medik
spesifik sebagai bagian untuk terapi ketergantungan opioida, dan dalam
pengawasan yang kuat. Metadon secara kimiawi termasuk keluarga opioid seperti
heroin, morfin. Ia bekerja menekan fungsi susunan saraf pusat, mempunyai
efekanalgesik yang kuat. Metadon adalah opioid, opiat sintetik, bukan zat alami
seperti berasal dari bunga poppy.4
Peran pekerja sosial dalam proses Program Terapi Rumatan Metadon juga
sangat dominan, karena dalam pelaksanaannya kegiatan ini harus didukung oleh
berbagai profesi dan pekerja sosial juga berperan dalam menyelesaikan
permasalahan pasien melalui konseling dan group terapi di dalam kegiatan yang
ada di program tersebut.
Untuk itu penulis membuat sebuah judul penelitian untuk menjelaskan dan
melakukan penelitian apakah sudah berjalan dengan baik atau belum pelaksanaan
Kartu Jakarta Sehat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat khususnya di Program
3 http://www.spiritia.or.id/li/bacali.php. (diakses pada hari Sabtu tanggal 25 Januari 2014) 4 Modul dan Kurikulum Pelatihan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM), (Jakarta:
Departemen Kesehatan RI, 2007), h. 78.
7
Terapi Rumatan Metadon yang memang banyak pasien pengguna layanan Kartu
Jakarta Sehat, dan judul penelitian yang penulis teliti ialah “Evaluasi Program
Pengguna Kartu Jakarta Sehat di Program Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit
Ketergantungan Obat”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini, penulis memberikan batasan permasalahan yang
akan dipaparkan dengan tujuan agar terhindar dari terjadinya perluasan materi
yang akan dibahas. Pokok masalah yang akan dibahas adalah “evaluasi
program pengguna Kartu Jakarta Sehat di Program Terapi Rumatan Metadon
Rumah Sakit Ketergantungan Obat”.
2. Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah tersebut, penulis membuat rumusan masalah
secara garis besar, yaitu:
a. Bagaimana pelayanan sosial masyarakat miskin pengguna Kartu Jakarta
Sehat di Program Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit Ketergantungan
Obat ?
b. Bagaimana hasil evaluasi program pelaksanaan Kartu Jakarta Sehat di
Rumah Sakit Ketergantungan Obat ?
8
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pelayanan sosial yang dilaksanakan oleh pemprov DKI Jakarta di Rumah
Sakit Ketergantungan Obat khususya pengguna Kartu Jakarta Sehat di
Program Terapi Rumatan Metadon.
Kemudian secara khususnya penelitian ini bertujuan untuk hasil
evaluasi pelaksanaan pelayanan sosial di Rumah Sakit Ketergantungan Obat
ini berjalan dengan baik atau tidak khususnya di Program Terapi Rumatan
Metadon.
2. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian yang dilakukan ini, peneliti berharap dapat
memiliki hasil yang bisa di aplikasikan baik secara praktis maupun akademis.
a. Akademis
Memberikan referensi keilmuan, pada bidang kesejahteraan sosial
mengenai evaluasi program pelayanan sosial masyarakat miskin pengguna
Kartu Jakarta sehat di Program Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit
Ketergantungan obat.
b. Praktis
1) Penelitian ini menjadi salah satu acuan kepada seluruh staff Rumah
Sakit Ketergantungan Obat untuk lebih mampu memberikan
pelayanan yang terbaik kepada para pasien.
9
2) Memberikan informasi kepada keluarga pasien dan seluruh lapisan
masyarakat tentang tahapan atau proses yang dilaksanakan RSKO
terhadap Program Terapi Rumatan Metadon
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor dalam Syamsir Salam menjelaskan
bahwa metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati.5 Sementara menurut Nawawi pendekatan
kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses manjaring
informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek dihubungkan
dengan pemecahan suatu masalah baik dari sudut pandang teoritis.6 Penelitian
kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi-informasi dalam situasi
sewajarnya untuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima
oleh akal sehat manusia.7
Dari penjelasan di atas, pemilihan pendekatan kualitatif ini dipilih
berdasarkan tujuan penelitian yang ingin mendapatkan gambaran serta
evaluasi yang dilakukan pemerintah terhadap pengguna Kartu Jakarta Sehat di
Program Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit Ketergantungan Obat.
5 Syamsir Salam, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 30.
6 Ibid, h. 36. 7 Hadari Nawawi, instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press), h. 29.
10
Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah deskriptif.
Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata–kata,
gambar dan bukan angka–angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan
berisi kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data
tersebut berasal dari naskah wawancara catatan lapangan, catatan atau memo
dan dokumen resmi lainnya.8
2. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat
yang beralamat di jl. Lapangan Tembak no. 75 Cibubur Jakarta Timur.
b. Waktu Penelitian
Peneliti melakukan penelitian di Rumah Sakit Ketergantungan
Obat (RSKO) pada bulan Mei-September 2014.
3. Sumber Data
Sumber data yang penulis gunakan pada penelitian ini terbagi menjadi
2 (dua) sumber data yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder yang
akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Data Primer yaitu berupa data yang diperoleh dari sasaran penelitian atau
partisipan. Data primer yang penulis maksud adalah pengamatan yang
bersifat partisipatoris, artinya penulis melihat langsung proses penggunaan
kartu Jakarta sehat dan melakukan wawancara.
8 Lexy j. meleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010)
cet, 28 h, 11.
11
b. Data Sekunder yaitu berupa catatan atau dokumen yang diambil dari
berbagai literatur, buku-buku, internet atau tulisan yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti, seperti brosur, arsip, dan lain-lain.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah medapatkan data.
Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.9
Teknik pengumpulan data yang digunakan:
a. Pengamatan, dalam hal ini penulis mengamati segala bentuk pelayanan
yang dilakukan oleh Rumah Sakit Ketergantungan Obat terhadap para
pasien baik yang menggunakan Katu Jakarta Sehat maupun yang tidak
menggunakan Kartu Jakarta Sehat tersebut.
b. Interview/wawancara, yaitu peneliti mendapatkan informasi melalui tanya
jawab yang dilakukan kepada beberapa pasien untuk melengkapi data
yang dibutuhkan oleh penulis.
c. Dokumentasi, hal ini digunakan untuk mendapatkan data yang tidak
diperoleh dengan pengamatan dan interview, tetapi hanya dapat diperoleh
dengan cara melakukan penelusuran data dengan menelaah buku, internet,
majalah, jurnal maupun sumber lainnya yang berkaitan dengan apa yang
sedang diteliti oleh penulis.
9 Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta. 2009), h.
224.
12
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif teknik pemilihan
informan dalam penelitian ini adalah purposive (bertujuan) sampling yang
memberikan keleluasaan kepada peneliti dalam menyeleksi informan yang
sesuai dengan tujuan penelitian. Karena purposive sampling adalah teknik
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.
Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu
tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga
akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek / situasi sosial yang diteliti.10
Informan yang akan dipilih ada beberapa jenis informan yang
digunakan dalam penelitian ini. Masing-masing informan memiliki kriteria
tersendiri. Informan terdiri dari:
a. Pekerja sosial yang ada di Program Terapi Rumatan Metadon Rumah
Sakit Ketergantungan Obat. Di sini penulis memilih seorang pekerja sosial
yang memang bekerja dan berperan aktif di bidang terapi metadon ini,
yaitu Ibu Endang Suharjanti, M.Si.
b. Perawat yang melayani pasien Metadon. Untuk perawat di sini, peneliti
memilih perawat yang bekerja di bagian terapi metadon ini dan
merupakan petugas tetap di sana, yaitu Tjatur Djoko Wijoyo.
c. Ketua Instalasi Administrasi yang bertugas sebagai penanggung jawab
dalam pelayanan pasien yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat dan
10 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV. Alfabeta, Agustus 2009), Cet-
ke 5, h. 54.
13
kebetulan seorang dokter di Rumah Sakit Ketergantungan Obat, yaitu dr.
Cut Minora.
d. Pasien metadon, di sini yang peneliti pilih untuk mejadi informan dari
pasien metadon ialah mereka yang sudah mengikuti terapi ini lebih dari 1
tahun dan yang merupakan pasien pengguna Kartu Jakarta Sehat dan ada
juga pasien metadon yang membayar secara tunai, yang pengguna Kartu
Jakarta Sehat yaitu Fani dan Yamin, untuk yang membayar secara tunai
yaitu Andre dan Bema.
Tabel. 1.1 Data Informan
Informan Jumlah
Pekerja sosial di Program Terapi
Rumatan Metadon Rumah Sakit
Ketergantungan Obat
1 orang
Perawat Program Terapi Rumatan
Metadon Rumah Sakit
Ketergantungan Obat
1 orang
Bagian Administrasi Rumah Sakit
Ketergantungan Obat
1 orang
Pasien Metadon 4 orang
Jumlah Keseluruhan Informan 7 orang
14
5. Analisis Data
Ada berbagai cara untuk menganalisa, tetapi secara garis besarnya
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Reduksi data. Data yang telah dihimpun pada proses penelitian kemudian
direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok yang manjadi tema kajian
penelitian. Dengan cara ini peniliti memudahkan untuk melakukan analisis
data hasil penelitian.
b. Display Data. Agar dapat melihat bagian tertentu dalam penelitian,
peneliti menyajikan dalam bentuk matrik dan grafik. Dengan cara ini
peniliti tidak saja memaparkan segala temuan lapangan dalam tulisan
detail, tetapi dapat ditampilkan dalam bentuk matrik atau gambar yang
memudahkan dalam analisis data.
c. Mengambil Kesimpulan dan Verifikasi Data yang telah dikumpulkan
selama proses penelitian dan selesai melalui tahap reduksi atau pemilahan,
kemudian saling diambil hubungan antar data yang sesuai dengan tema
penelitian sehingga memunculkan sebuah hipotesa dan dapat diambil satu
kesimpulan. Kesimpulan tersebut kemudian diverifikasi selama penelitian
berlangsung, dengan mencari data baru yang mendukung agar menjamin
validitas.
Peneliti juga menggunakan metode deskriptif, yaitu cara melaporkan
data dengan menerangkan, memberi gambaran dan mengklasifikasikan serta
15
menginterprestasikan data yang terkumpul secara apa adanya kemudian
disimpulkan.11
6. Keabsahan Data
Keabsahan data adalah data yang diperoleh, data yang telah teruji dan
valid, dalam hal ini peneliti menulis keabsahan data diujikan lewat diskusi
atau sharing terhadap teman sejawat, referensi teori dan melihat realitas sosial
serta tentang isu-isu yang sedang berkembang, oleh karena itu peneliti
melakukan perbaikan-perbaikan untuk mendapatkan data-data yang relevan.
Dan teknik untuk keabsahan data dengan triangulasi sumber, berarti untuk
mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.
Sebagai gambaran atas data yang telah dikumpulkan dari sumber yang
berbeda sebagai cara perbandingan data yang didapat dari observasi dan
wawancara. Penulis melakukan wawancara dari informan yang satu ke
informan yang lain, dan melakukan wawancara terhadap hasil dari
observasi.12
E. Pedoman Penulisan Skripsi
Untuk tujuan mempermudah teknik penulisan yang dilakukan dalam
skripsi ini, merujuk pada buku pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis,
dan Disertasi) yang disusun oleh tim UIN Jakarta Press. Cet. Ke 2, April 2007
M./Robiul Awwal 1427 H.
11 Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h, 49. 12 Lexy j. meleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010)
cet, 28, h. 83.
16
F. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan tinjauan atas kepustakaan yang berkaitan
dengan topik pembahasaan penelitian yang dilakukan penulis pada skripsi ini.
Tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu dan mengetahui
dengan jelas penelitian skripsi ini, penulis menggunakan kepustakaan berupa
skripsi. Peneliti skripsi ini disusun dan dianalisa berdasarkan beberapa buku yang
menjelaskan teori-teori yang sesuai dengan judul yang penulis bahas, serta data-
data yang ditemukan di lapangan.
Peneliti menggunakan kepustakaan berupa tesis skripsi yang membahas
tentang:
1. Skripsi. “Evaluasi program layanan kesehatan rumah bersalin gratis
(RBG) bagi orang miskin di Jakarta Timur”. Nama peneliti Lidya Melati
(107054102667) Universitas Islam Negeri Jakarta. Tahun 2011
2. Skripsi. “Implementasi kebijakan pelayanan kesehatan masyarakat kepada
keluarga miskin pengguna kartu asuransi kesehatan di rumah sakit umum
Mataram”. Nama peneliti Khaerunnisyah (03210014) Universitas
Muhammadiyah Malang. Tahun 2008.
Dari skripsi di atas, peneliti menemukan perbedaan cukup signifikan
dengan penelitian yang peneliti lakukan. Jika pada literatur-literatur yang menjadi
rujukan peneliti lebih menekankan pada segi pelayanan sosial.
17
G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan penyajian dalam skripsi ini dijabarkan atas
1 bab yang terdiri dari sub-sub bab yang saling berkaitan, sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, batasan
dan rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Teori, penulis menjelaskan evaluasi program,
pelayanan sosial, kemiskinan, pengertian Kartu Jakarta
Sehat, cara membuat Kartu Jakarta Sehat sampai penggunaan
Kartu Jakarta Sehat, dan penjelasan dari Program Terapi
Rumatan Metadon di Rumah Sakit Ketergantungan Obat.
BAB III : Gambaran umum Rumah Sakit Ketergantungan Obat terdiri
dari profil lembaga, visi dan misi lembaga, motto dan
falsafah lembaga, struktur lembaga, program lembaga,
jangkauan layanan, sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, pola pendanaan, kemitraan dengan pihak luar.
BAB IV : Temuan lapangan, pelaksanaan Kartu Jakarta Sehat sampai
saat ini, dan analisis data evaluasi program pengguna Kartu
Jakarta Sehat di Program Terapi Rumatan Metadon Rumah
Sakit Ketergantungan Obat.
BAB V : Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.
18
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Evaluasi
1. Pengertian Evaluasi
Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa Inggris). Sedangkan
dalam bahasa Indonesia menjadi evaluasi. Evaluasi merupakan alat dari
berbagai cabang ilmu pengetahuan untuk menganalisis dan menilai fenomena
ilmu pengetahuan dan aplikasi ilmu pengetahuan dalam penerapan ilmu
pengetahuan dalam praktik profesi.1
Sedangkan menurut beberapa para ahli, terdapat beberapa macam
pengertian teori evaluasi, antara lain2:
Menurut Suchman (1961, dalam Anderson 1975) memandang evaluasi
sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai bebeerapa
kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan.
Menurut Stufflebeam (1971, dalam Fernandes 1984) mengatakan
bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian
informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam
menentukan alternatif keputusan.
Sedangkan menurut Nurul Hidayati dalam bukunya yang berjudul
Metodelogi Penelitian Dakwah, evaluasi memiliki pengertian mengkritisi
1 Wirawan. Evaluasi Teori, Model, Standar, Aplikasi Dan Profesi; Contoh Aplikasi Evaluasi Program Pengembangan Sumber Daya Manusia, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Mandiri Pedesaan, Kurikulum, Perpustakaaan dan Buku Teks (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 30.
2 Suharsimi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 1.
19
suatu program dengan melihat kekurangan, kelebihan, pada kontek, input,
proses, dan produk pada sebuah program.3
Evaluasi juga dapat di maknai sebagai suatu proses yang
menggambarkan, menghasilkan dan menyajikan informasi yang berguna
untuk pengambilan keputusan (stufflebeam, 1973; Mahrens and Lehmann,
1973; Stark and Thomas, 1994). Sejalan dengan pendapat tersebut Wrothen
dan Sanders (1973) mengartikan evaluasi sebagai pemerolehan informasi
yang digunakan dalam menilai manfaat sebuah program, produk, prosedur,
tujuan atau kegunaan potensial dari pendekatan-pendekatan alternatif yang
dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.4
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi
adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu,
yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif
yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Selain itu dapat disimpulkan
juga bahwa evaluasi adalah proses penilayan program apakah hasilnya sudah
sesuai dengan rencana atau tujuan suatu program? Apakah pelaksanaan
program itu efektif? Apakah program tersebut layak untuk di teruskan?
3 Nurul Hidayati, Metodelogi Penelitian Dakwah (Jakarta: UIN Jakarta Press), h. 124.
4 Istiana Herawati, Evaluasi Program Pendidikan Anak Usia DIni (PAUD) Bagi Anak Dari Keluarga Miskin Di Tempat Penitipan Anak (TPA) Beringharjo Yogyakarta (Jakarta: Departemen Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2007), h. 9.
20
2. Tujuan Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk mencapai berbagai tujuan sesuai dengan
objek evaluasinya. Tujuan melaksanakan evaluasi antara lain adalah:
a. Mengukur pengaruh program terhadap masyarakat. Program dirancang
dan dilaksanakan sebagai layanan atau intervesi sosial (social
intervention) untuk menyelesaikan masalah, problem, situasi, keadaan
yang dihadapi masyarakat.
b. Menilai apakah program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Setiap
program direncanakan dengan teliti dan pelaksanaannya harus sesuai
dengan rencana tersebut.
c. Mengukur apakah pelaksanaan program sesuai dengan standar. Setiap
program dirancang dan dilaksanakan berdasarkan standar tertentu.
d. Evaluasi program dapat mengidentifikasi dan menentukan mana dimensi
program yang jalan, mana yang tidak berjalan. Suatu evaluasi proses atau
manfaat memungkin manajer program menjawab berbagai pertanyaan
mengenai program.
e. Pengembangan staf program. Evaluasi dapat dipergunakan
mengembangkan kemampuan staf garis depan yang langsung menyajikan
layanan kepada klien dan para pemangkau kepentingan lainnya. Evaluasi
memberikan masukan kepada manajer program mengenai kinerja staf
dalam melayani masyarakat.
21
f. Memenuhi ketentuan undang-undang. Sering suatu program disusun untuk
melaksanakan undang-undang tertentu. Suatu program dirancang dan
dilaksanakan berdasarkan ketentuan undang-undang untuk menelesaikan
masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
g. Akreditasi program. Lembaga-lembaga yang melayani kebutuhan
masyarakat seperti sekolah, universitas, hotel, rumah sakit, pusat
kesehatan, dan perusahaan biro perjalanan perlu di evaluasi, tujuannya
adalah untuk melindungi anggota masyarakat yang memakai jasa layanan
lembaga tersebut. Hasilnya adalah ilai layanan dari rendah sampai tinggi,
jika memenuhi standar layanan tersebut disebut terakreditasi.
h. Mengukur cost effectiveness dan cost efficiency. Untuk melaksanakan
suatu program diperlukan annggaran yang setiap organisasi mempunyai
keterbatasan jumlahnya. Keterbatasan sumber sering penggunaannya
melalui pertimbangan prioritas beberapa program. Penggunaan sumber
dalam suatu program perlu diukur apakah anggaran suatu program
mempunyai nilai yang sepadan (cost effective) dengan akibat atau manfaat
yang ditimbulkan oleh program. Sedang cost-efficiency evaluation adalah
untuk mengukur apakah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai
program telah dikeluarkan secara efisien atau tidak.
i. Mengambil keputusan program. Salah satu tujuan evaluasi program adalah
untuk mengabil keputusan mengenai program. Jika evaluasi suatu
program menunjukkan berhasil melakukan perubahan dalam masyarakat
dengan mencapai tujuannya, maka mungkin program akan dilanjutkan
22
atau dilaksanakan didaerah lain. Jika ternyata hasil program buruk dan
kurang bermanfaat bagi masyarakat, maka program harus dihentikan. Jika
program ternyata bermanfaat, akan tetapi pelaksanaannya tidak cost
efficient, maka harus dilakukan perubahan mengenai anggarannya.
j. Akun tabilitas. Evaluasi dilakukan juga untuk pertanggung jawaban
pimpinan dan pelaksana program. Apakah program telah dilaksanakan
sesuai dengan rencana, sesuai dengan standar atau tolak ukur keberhasilan
atau tidak. Apakah program telah mencapai tujuan yang direncanakan atau
tidak. Apakah dalam pelaksanaan program terjadi penyimpangan
anggaran, prosedur dan waktu atau tidak. Semua hal tersebut perlu
dipertanggungjawabkan oleh para penyelenggara program.
k. Memberikan balikan kepada pemimpin dan staf program. Posavac dan
Carey (1997) mengemukakan bahwa evaluasi merupakan Loop balikan
untuk layanan program sosial. Loop tersebut merupakan proses
mengakses kebutuhan, mengukur pelaksanaan program untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, mengevaluasi prestasi pencapaian tujuan program,
membandingkan pengaruh keluaran program dengan biaya serta
perubahan yang diciptakan oleh layanan program terhadap amggota
masyarakat.
l. Memperkuat posisi politik. Jika evaluasi menghasilkan nilai yang positif,
kebijakan, program atau proyek akan mendapat dukungan dari para
pengambil keputusan–legislatif dan eksekutif–dan anggota masyarakat
yang mendapatkan layanan atau perlakuan. Objek evaluasi tersebut dapat
23
diteruskan atau dilakukan di daerah lain jika memang diperlukan di daerah
lain.
m. Mengembangkan teori ilmu evaluasi atau riset evaluasi. Pada awalnya
evaluasi dilaksanakan tanpa landasan teori, hanya merasa suatu program
perlu dievaluasi untuk mencari kebenaran mengenai program sosial.
Prkatik melaksanakan evaluasi yang berulang-ulang, mengembangkan
asumsi bahwa evaluasi dilaksanakan untuk mengukur apakah tujuan
program dapat dicapai atau tidak. Dimulai oleh pemikiran Tyler bahwa
evaluasi harus mengukur pencapaian tujuan program mulai muncul embro
teori evaluasi.5
Menurut Kauffman dan Thomas, evaluasi bertujuan untuk
megumpulkan data (hasil), mengubah data tersebut menjadi informasi yang
dapat membantu dalam mengambil keputusan yang bermanfaat dan
penggunaan informasi tersebut untuk mengambil keputusan. Jika keputusan
tidak diambil, maka hasil-hasil evaluasi dapat pula diabaikan. Sedangkan
Stufflebeam dan Shinkfield menegaskan bahwa tujuan evaluasi adalah untuk
meningkatkan, bukan untuk membedakan. Meningkatkan mengandung makna
bahwa penilaian harus dilakukan berkaitan dengan apa yang merupakan
manfaat atau nilai. Dengan kata lain, istilah evaluasi berhubungan secara
khusus dengan pertanyaan ‘seberapa efektif dan tidak efektif’, seberapa
5 Wirawan. Evaluasi Teori, Model, Standar, Aplikasi Dan Profesi; Contoh Aplikasi Evaluasi Program Pengembangan Sumber Daya Manusia, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Mandiri Pedesaan, Kurikulum, Perpustakaaan dan Buku Teks (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 22-25.
24
memadai atau seberapa tidak memadai’, seberapa baik atau seberapa buruk’,
seberapa cocok atau seberapa tidak cocok’ sebuah tindakan, proses atau
produk dalam persepsi individual yang menggunakan informasi yang
disediakan oleh evaluator.6
3. Model-model Evaluasi
Kata model berarti pola, rencana, contoh dari sesuatu yang akan dibuat
atau dilakukan, atau dihasilkan. Model evaluasi merupakan penjabaran teori
evaluasi dalam praktik melaksanakan evaluasi. Suatu model evaluasi
mengemukakan pengertian mengenai evaluasi dan proses bagaimana
melaksanakannya. Model evaluasi membedakan antara evaluasi dengan
penelitian murni dan penelitian terapan lainnya. Hanya evaluasi yang
mempergunakan model evaluasi dalam melaksanakan penelitian.7
Model evaluasi program CIPP (context, input, procces, product)
menurut Daniel L. Stufflebeam, untuk melakukan evaluasi, terdapat banyak
model diterapkan, salah satunya adalah model CIPP yang merupakan hasil
kerja keras Phi Delta Kappa National Study Committee selama 4 tahun yang
diketahui oleh Daniel L. Stufflebeam. Model ini konsisten dengan definisi
6 Istiana Herawati, Evaluasi Program Pendidikan Anak Usia DIni (PAUD) Bagi Anak Dari
Keluarga Miskin Di Tempat Penitipan Anak (TPA) Beringharjo Yogyakarta (Jakarta: Departemen Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2007), h. 11.
7 Wirawan. Evaluasi Teori, Model, Standar, Aplikasi Dan Profesi; Contoh Aplikasi Evaluasi Program Pengembangan Sumber Daya Manusia, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Mandiri Pedesaan, Kurikulum, Perpustakaaan dan Buku Teks (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 79-80.
25
evaluasi adalah proses yang menggambarkan, memperoleh dan menyediakan
informasi yang bermanfaat dalam menilai alternatif-alternatif keputusan.
Untuk mewakili emapat (4) keputusan, terdapat emapat jenis evaluasi
yang masing-masing diperuntukkan bagi setiap tipe keputusan, yaitu:
1. Context evaluation as a mean of servicing planning decision. Evaluasi
konteks merupakan penggambaran dan spesifikasi tentang lingkungan
program (latar belakang yang mempengaruhi tujuan dan strategi yang
akan dikembangkan atau dicapai dalam sistem program), legalitas
program, dukungan lingkungan, karakteristik populasi sampel dari
individu yang dilayani dan tujuan program. Evaluasi konteks membantu
merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh
program dan merumuskan tujuan program.
2. Input evaluation these structuring decision. Evaluasi input menyediakan
informasi tentang aspek sarana-prasarana yang mendukung tercapainya
tujuan program yang ditetapkan. Evaluasi input membantu pengambilan
keputusan untuk menentukan sumber-sumber yang ada, alternative yang
diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, bagaimana
prosedur kerja untuk mencapai tujuan. Komponen input mencakup
indikator: SDM (pesertadidik, pendidik, pengelola program), materi
program dan rancangan aplikasi, sarana dan peralatan pendukung,
dana/anggaran, beberapa prosedur dan aturan yang di perlukan.
3. Procces evaluation to guide implementing. Evaluasi proses menyediakan
informasi untuk melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan prosedur
26
dan strategi yang dipilih di lapangan, sejauhmana rencana yang telah
ditetapkan dilaksanakan, apakah sudah sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai dan apakah mempertimbangkan karakteristik sararan program.
Komponen proses mencakup indikator: proses pembelajaran dan
pelaksanaan program, proses pengelolanan program, hambatan/dukungan
yang dijumpai selama pelaksanaan program.
4. Product evaluation to serve recycling decision. Evaluasi produk
menghasilkan informasi untuk menentukan sejauhmana tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya dapat dicapai dan untuk menentukan
apakah strategi prosedur atau metode yang telah diimplementasikan dalam
rangka mencapai tujuan-tujuan tersebut harus dihentikan, diperbaiki atau
dilanjutkan dalam bentuknya yang sekarang. Komponen produk
mencakup indikator: pencapaian tujuan, dampak program terhadap sasaran
didik, orangtua/masyarakat dan penyelenggara. Dengan menggunakan
pendekatan sistem evaluasi model CIPP yang memfokuskan pada evaluasi
proses, akan mudah memahami kondisi pencapaian hasil yang sesuai
dengan tujuan yang diharapkan.8
Terkait definisi Stufflebeam terdapat beberapa aspek kunci yang perlu
di pahami yaitu:
8 Istiana Herawati, Evaluasi Program Pendidikan Anak Usia DIni (PAUD) Bagi Anak Dari
Keluarga Miskin Di Tempat Penitipan Anak (TPA) Beringharjo Yogyakarta (Jakarta: Departemen Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2007), h. 13-15.
27
1. Evaluasi dilaksanakan untuk melayani pengambilan keputusan, oleh
karena itu evaluasi hendaknya menyediakan informasi yang bermanfaat
bagi pengambil keputusan.
2. Evaluasi merupakan proses yang bersifat siklis dan berkesinambungan
sehingga harus dilaksanakan melalui sebuah program yang sistematis.
3. Proses evaluasi terdiri dari 3 tahapan utama yaitu penggambaran,
pemerolehan dan penyediaan informasi, tahap-tahap ini merupakan dasar
bagi metodologi evaluasi.
4. Tahapan penggambaran dan penyediaan informasi dalam proses evaluasi
adalah aktivitas yang saling berhubungan yang membutuhkan antara
evaluator dan pengambila keputusan. Sementara tahapan pemerolehan
informasi merupakan aktivitas yang bersifat teknis yang sebagian besar
dilakukan oleh evaluator.9
Para teoritis evaluasi mengemukakan berbagai model evaluasi diawali
oleh model evaluasi berbasis tujuan yang dikembangkan oleh Ralph W. Tyler.
Di bawah ini dibahas prinsip-prinsip dasar model-model evaluasi tersebut dan
bagaimana melaksanakannya.10
9 Istiana Herawati, Evaluasi Program Pendidikan Anak Usia DIni (PAUD) Bagi Anak Dari
Keluarga Miskin Di Tempat Penitipan Anak (TPA) Beringharjo Yogyakarta (Jakarta: Departemen Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2007), h. 12-13.
10 Wirawan. Evaluasi Teori, Model, Standar, Aplikasi Dan Profesi; Contoh Aplikasi Evaluasi Program Pengembangan Sumber Daya Manusia, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Mandiri Pedesaan, Kurikulum, Perpustakaaan dan Buku Teks (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 80.
28
a. Model Evaluasi Berbasis Tujuan
Model evaluasi berbasis tujuan secara umum mengukur apakah
tujuan yang ditetapkan oleh kebijakan, program atau proyek dapat dicapai
atau tidak. Model evaluasi ini memfokuskan pada pengumpulan informasi
yang bertujuan mengukur pencapaian tujuan kebijakan, program dan
proyek untuk pertanggungjawaban dan pengambilan. Jika suatu program
tidak mempunyai tujuan, atau tidak mempunyai tujuan yang bernilai,
maka program tersebut merupakan proram yang buruk. Tujuan merupakan
tujuan yang akan dicapai, pengaruh atau akhir dari yang akan dicapai
program.11
b. Model Evaluasi Sistem Analisis
Model evaluasi lainnya yang banyak dipakai adalah Model
Evaluasi Sistem Analisis (System Analisis Evaluation Model) atau sering
juga disebut Management Evaluation Model. Sebagai sistem program
dalam Model Evaluasi Sistem Analisis terdapat lima jenis evaluasi yaitu:
Evaluasi masukan (Input evaluation); Evaluasi proses (Process
evaluation); Evaluasi keluaran (Output evaluation); Evaluasi akibat
(Outcome evaluation); dan Evaluasi pengaruh (Impact evaluation).12
11 Wirawan. Evaluasi Teori, Model, Standar, Aplikasi Dan Profesi; Contoh Aplikasi Evaluasi Program Pengembangan Sumber Daya Manusia, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Mandiri Pedesaan, Kurikulum, Perpustakaaan dan Buku Teks (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 81.
12 Ibid, h. 107-109.
29
c. Model Evaluasi Bencmarking (Bangku Ukur)
Bencmarking adalah suatu proses mengevaluasi dan
membandingkan objek bencmarking – produk, biaya, siklus waktu
produktivitas, kualitas proses khusus, tenaga, atau metode – suatu
organisasi dengan organisasi lainnya yang dianggap sebagai suatu standar
industri atau praktik yang terbaik dalam suatu industri. Pada prinsipnya
bencmarking menyediakan potret kinerja organisasi dan posisinya dalam
hubungan standar tertentu. Suatu organisasi yang melakukan bencmarking
mengukur kinerjanya dengan standar kinerja tertentu – dapat kinerja
standar dalam jenis industri tertentu atau kinerja organisasi yang lainnya
yang dianggap terbaik – kemudian berupaya menyamakan kinerjanya
dengan kinerja standar tersebut.13
B. Kartu Jakarta Sehat
1. Pengertian Kartu Jakarta Sehat.
KJS adalah kepanjangan dari Kartu Jakarta Sehat, Suatu program
jaminan pemeliharaan kesehatan yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta melalui UP Jamkesda Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta
kepada masyarakat dalam bentuk bantuan pengobatan.
13 Wirawan. Evaluasi Teori, Model, Standar, Aplikasi Dan Profesi; Contoh Aplikasi Evaluasi
Program Pengembangan Sumber Daya Manusia, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Mandiri Pedesaan, Kurikulum, Perpustakaaan dan Buku Teks (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 111.
30
2. Tujuan
Memberikan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi penduduk
Provinsi DKI Jakarta terutama bagi keluarga miskin dan kurang mampu
dengan sistem rujukan berjenjang.
3. Sasaran Program
Semua penduduk DKI Jakarta yang mempunyai KTP/Kartu Keluarga
DKI Jakarta yang belum memiliki jaminan kesehatan, di luar program Askes,
atau asuransi kesehatan lainnya.
4. Manfaat Kartu Jakarta Sehat
a. Rawat jalan diseluruh Puskesmas Kecamatan / Kelurahan di Provinsi DKI
Jakarta.
b. Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL) di Pemberi Pelayanan Kesehatan
(PPK) tingkat II, (RSUD, RS vertikal dan RS Swasta yang bekerjasama
dengan UP Jamkesda) wajib dengan rujukan dari Puskesmas.
c. Rawat Inap (RI) di Puskesmas dan Rumah Sakit yang bekerjasama dengan
UP Jamkesda di kelas III
5. Persyaratan yang harus dibawa saat mendaftar di Puskesmas Kecamatan:
Pemohon dapat menunjukkan KTP dan Kartu Keluarga Provinsi DKI
Jakarta di seluruh Puskesmas Kecamatan di wilayah yang sama dengan yang
tertera pada identitas pemohon.
6. Persyaratan yang harus dibawa saat berobat di Puskesmas:
a. Kartu Jakarta Sehat atau Kartu Gakin/Kartu Jamkesda
31
b. Bagi yang belum memiliki KJS, dapat menunjukkan KTP dan Kartu
Keluarga Provinsi DKI Jakarta
7. Persyaratan Pasien berobat gratis di Rumah Sakit
a. Wajib membawa surat rujukan dari Puskesmas
b. Kartu Jakarta Sehat / Kartu Jamkesda / Kartu Gakin
c. Bagi yang tidak memiliki Kartu Jakarta Sehat cukup menunjukkan KTP
dan Kartu Keluarga Provinsi DKI Jakarta.
8. Alur pelayanan kesehatan warga Ber-KTP DKI Jakarta
Gambar 2.1
Alur pelayanan kesehatan warga Ber-KTP DKI Jakarta
Sumber: Dinas Kesehatan DKI Jakarta
32
9. Unit Gawat Darurat Rumah Sakit
a. Hanya untuk menerima kasus-kasus Emergency
b. Untuk Penentuan Rawat Inap Pasien UGD dirawat ditentukan oleh Dokter
yang merawat
c. Pasien UGD tidak perlu rawat inap tetap dilayani (Life Saving) kemudian
diarahkan kembali ke Puskesmas jika obat habis.14
C. Program Terapi Rumatan Metadon
1. Pengertian Program Terapi rumatan Metadon
Program Terapi Rumatan Metadon yang selanjutnya disingkat PTRM
adalah rangkaian terapi yang menggunakan metadon disertai dengan
intervensi psikososial bagi pasien ketergantungan opioida sesuai kriteria
diagnostik Pedoman Penggolongan dan Diagnostik Gangguan dan Jiwa ke-III
(PPDGJ-III).15
2. Tujuan Program Terapi Rumatan Metadon
Tujuan utama didirikannya Program Terapi Rumatan Metadon adalah
untuk menilai apakah substitusi metadon dapat diterima sebagai salah satu
pilihan untuk pengobatan ketergantungan opiat. Sedangkan tujuan khususnya
yaitu sebagai berikut :
a. Untuk menurunkan pemakaian NAPZA suntik.
14 http://Jakarta.go.id//Dinas Kesehatan DKI Jakarta 2012. (diakses pada hari Sabtu tanggal 12
April 2014)
15 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer 57 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelanggaran Program Terapi Rumatan Metadon, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1, Ayat 2.
33
b. Untuk mencegah penularan penyakit melalui darah seperti HIV/AIDS,
Hepatitis B dan C dengan cara mengurangi pemakaian obat melalui
suntikan dan bertukar jarum suntik.
c. Untuk membantu orang yang ketergantungan obat mencapai keadaan
bebas obat dengan cara detoksifikasi dan meningkatkan kualitas hidup.
d. Untuk meningkatkan status kesehatan pengguna narkotika dan zat aditif
sehingga dapat hidup normal dan produktif melalui PTRM.16
3. Alur Layanan Program Terapi Rumatan Metadon
Program Terapi Rumatan Metadon tidak hanya memberikan metadon
semata-mata melainkan juga intervensi dan psikososial lain yang dibutuhkan
pasien. Alur layanannya adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2 Alur Layanan Terapi Rumatan Metadon
Sumber: Rumah Sakit Sanglah Bali
16 http://pramareola.com//Mengenal Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) Sandat RSUP Sanglah. (diakses pada hari Sabtu tanggal 12 April 2014)
Preses Penerimaan
Informasi tentang metadon, asesmen, rencana terapi, pemeriksaan penunjang
Proses Inisiasi & stabilisasi
Farmakoterapi lain, konseling adiksi, konseling HIV, pengobatan ART bila perlu
Proses Rumatan
Asesmen lanjutan, konseling kepatuhan, urinalisis, farmakoterapi dan konseling
34
4. Indikator Evaluasi Program dengan CIPP
Tabel 2.1 Indikator Evaluasi Program dengan CIPP
1. Context
a. legalitas program:
1) Program Kartu Jakarta Sehat : UU No. 40 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional dan melalui Pedoman Pelaksanaan Kartu Jakarta Sehat (KJS) 2013
2) Program Terapi Rumatan Metadon: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 57
tahun 2013 tentang Pedoman Program Terapi Rumatan Metadon
b. Dukungan lingkungan
1) Program Kartu Jakarta Sehat : Pusekesmas dan Rumah Sakit
2) Program Terapi Rumatan Metadon: Rumah Sakit, Puskesmas, Rutan, dan
Lapas
c. Tujuan program
1) Program Kartu Jakarta Sehat:
Tujuan Kartu Jakarta Sehat memberikan Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan bagi penduduk Provinsi DKI Jakarta terutama bagi keluarga miskin
dan kurang mampu dengan sistem rujukan berjenjang.
2) Program Terapi Rumatan Metadon:
Tujuan dari Program Terapi Metadon
a) Untuk menurunkan pemakaian NAPZA suntik.
b) Untuk mencegah penularan penyakit melalui darah seperti HIV/AIDS,
Hepatitis B dan C dengan cara mengurangi pemakaian obat melalui
35
suntikan dan bertukar jarum suntik.
c) Untuk membantu orang yang ketergantungan obat mencapai keadaan
bebas obat dengan cara detoksifikasi dan meningkatkan kualitas hidup.
d) Untuk meningkatkan status kesehatan pengguna narkotika dan zat adiktif
sehingga dapat hidup normal dan produktif melalui PTRM
2. Input
a. SDM :
1) Program Kartu Jakarta Sehat
2) Program Terapi Rumatan Metadon: Dokter, Perawat, Apoteker, Pekerja
sosial, Psikolog, Konselor, dan Petugas Keamanan
b. Program Kegiatan
1) Program Kartu Jakarta Sehat:
2) Program Terapi Rumatan Metadon: Kegitan Kelompok Dukungan Sebaya
(KDS), group terapi, konseling (konseling adiksi, HIV, psikiatri)
c. Sarana dan peralatan pendukung
1) Program Kartu Jakarta Sehat: Seluruh fasilitas rumah sakit dan ruangan kelas
3 jika pasien harus di rawat.
2) Program Terapi Rumatan Metadon: Laboratorium, Radiologi, Farmasi, dan
Rawat Inap serta ruangan untuk kegiatan Kelompok Dukungan Sebaya,
Konseling dan meminum metadon.
d. Dana/anggaran
36
1) Program Kartu Jakarta Sehat: Berasal dari Pemprof DKI Jakarta
2) Program Terapi Rumatan Metadon: Untuk Anggaran dana Pihak RSKO
meminta kepada Kementerian Kesehatan dari APBN.
e. Prosedur dan aturan yang di perlukan.
1) Program Kartu Jakarta Sehat:
Dalam pedoman pelaksanaan program Kartu Jakarta Sehat tahun 2013
setiap pasien yang mengikuti atau menggunakan Kartu Jakarta Sehat ini harus
memiliki KTP dan berdomisili di wilayah DKI Jakarta dan merupakan warga
yang tergolong tidak mampu maka oleh karena itu setiap pasien wajib
menunjukkan semua berkas tersebut dalam prosedur pelayanan pasien di saat
pasien mendaftar pada saat berobat.
2) Program Terapi Rumatan Metadon:
3. Procces
a. Pelaksanaan program:
1) Program Kartu Jakarta Sehat: untuk pengguna Kartu Jakarta Sehat
dilaksanakan ketika pasien ini membutukan layanan kesehatan di Puskesmas
ataupun Rumah Sakit
2) Program Terapi Rumata Metadon: Kegiatan terapi ini dilaksanakan setiap hari
mulai pukul 08-00-14.00 dan setiap pasien diharuskan mengikuti kegiatan
Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) dan juga konseling yang diberikan oleh
pihak Rumah Sakit.
b. Proses pengelolanan program:
37
1) Program Kartu Jakarta Sehat: kegiatan ini dikelola oleh pemerintah DKI
Jakarta dan melibatkan Kementrian Kesehatan dan Kementerian Keuangan
2) Program Terapi Rumatan Metadon: Persyaratan, tahapan, prosedur dan SOP
(Satndar Operasional Pelayanan) untuk menjadi pasien metadon sebagai
berikut:
a) Persyaratan untuk menjadi pasien metadon
b) Tahapan Dosis Metadon: Tahap Penerimaan, Tahap Inisiasi, Tahap
stabilisasi, Kriteria Penambahan Dosis, Tahap Rumatan, Dosis Bawa
Pulang (Take Home Dose/THD) dan Tahap Penghentian Metadon.
c) Prosedur atau Peraturan yang ada di Program Terapi Metadon
c. Hambatan/Dukungan pelaksanaan program:
1) Program Kartu Jakarta Sehat: Dilihat dari seluruh kegiatan yang sudah ada
sampai saat ini
2) Program Terapi Rumatan Metadon: Dapat dinilai dari seluruh kegiatan yang
sedang dijalankan sampai saat ini, mulai dari awal kegiatan ini dilaksanakan
sampai saat ini yang sedang berjalan.
4. Product
a. Pencapaian tujuan:
1) Program Kartu Jakarta Sehat: Untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis
terutama kepada masyarakat DKI Jakarta yang tidak mampu
2) Program Kartu Jakarta Sehat:
a) Menurunkan pemakaian NAPZA suntik.
38
b) Mengurangi penularan penyakit melalui darah seperti HIV/AIDS,
Hepatitis B dan C dengan cara mengurangi pemakaian obat melalui
suntikan dan bertukar jarum suntik.
c) Membantu orang yang ketergantungan obat mencapai keadaan bebas obat
dengan cara detoksifikasi dan meningkatkan kualitas hidup.
d) Meningkatkan status kesehatan pengguna narkotika dan zat adiktif
sehingga dapat hidup normal dan produktif melalui PTRM
e) Sembuh dari ketergantungan opiat.
b. Dampak program
1) Program Kartu Jakarta Sehat: untuk kegiatan ini ada 2 yaitu dampak positif
dan negatif
2) Program Terapi Rumatan Metadon: Dampak yang di hasilkan dari kegiatan
ini ada 2 yaitu dampak positif dan negatif.
39
BAB III
PROFIL RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT JAKARTA
A. Latar Belakang Berdirinya Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta
Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur telah mengalami evolusi yang
sangat panjang dan akan terus berevolusi serta berkembang, Rumah Sakit
Ketergantungan Obat digagas pada tahun 1971 oleh Bapak Ali Sadikin. Pada
waktu itu, Bapak Ali Sadikin menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Beliau
menggagas berdirinya Rumah Sakit Ketergantungan Obat tidak sendirian tetapi
bekerjasama dengan dr. Herman Susilo, MPH sebagai kepala dinas kesehatan
DKI Jakarta, Prof. Dr. Kusumanto Setyonegoro sebagai kepala DITKESWA
DepKes, dan bagian psikiatri FKUI. Masa kepemimpinan Rumah Sakit
Ketergantungan Obat yang pertama dipimpin oleh Direktur (Alm) dr. Erwin
Widjono, SpKJ pada tahun 1972 sampai dengan tahun 1987. Beliau adalah
seorang Letnan Kolonel. Beliau diangkat menjadi pemimpin pada masa itu karena
dahulu yang menggunakan NAPZA adalah dari kalangan anak-anak orang kaya
raya, anak-anak tentara, dan anak-anak pejabat tinggi. Maka dari itu, diangkatlah
karakter pemimpin yang tegas dan lugas. Kemudian pada tanggal 06 November
1971 terbentuklah nama Drug Dependence Unit (DDU) yang terletak di kompleks
Rumah Sakit Fatmawati dan diresmikan pada tanggal 12 April 1972 oleh Bapak
Ali Sadikin.1
1 Riza Sarasvita, dkk., Kilas Balik 30 Tahun Rumah Sakit Ketergantungan Obat (Jakarta:
Rumah Sakit Ketergantungan Obat, 2002), h. 7
40
Pasien pertama yang berobat berjenis kelamin perempuan dengan
ketergantungan morphine (morphine addict). Pasien tersebut dirawat pada tanggal
03 Juli 1972 dan selanjutnya ditetapkan sebagai tanggal beroperasinya Rumah
Sakit Ketergantungan Obat. Pada tahun 1974, DDU berubah menjadi Lembaga
Ketergantungan Obat (LKO) dengan tujuan utama adalah usaha penanganan
NAPZA yang bersifat komperhensif dan jangka panjang, meliputi bidang
preventif, kuratif, dan rehabilitatif.2
Masa kepemimpinan Rumah Sakit Ketergantungan Obat yang kedua
dipimpin oleh dr. Al Bachri Husin, SpKJ pada tahun 1987 sampai dengan tahun
1997. Dahulu pada masa kepemimpinan beliau, perawat dan tenaga medis sangat
terbatas atau sedikit. Untuk mengatasi hal tersebut, pihak Rumah Sakit
Keterganttungan Obat melatih tenaga medis bagi para dokter, psikolog, pekerja
sosial dan perawat untuk melaksanakan pelatihan dasar NAPZA. Pada tahun
1990, Rumah Sakit Ketergantungan Obat mendapatkan bantuan dari masyarakat
Eropa berupa seperangkat alat laboratorium urinalisis. Alat ini sangat canggih dan
hanya satu-satunya yang memiliki alat yaitu Rumah Sakit Ketergantungann Obat
pada tahun 1990.
Masa kepemimpinan yang ketiga dipimpin oleh Direktur (Alm) dr.
Sudirman, MA, SpKJ pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2005. Beliau sangat
berjasa dalam menangani pemindahan Rumah Sakit Ketergantungan Obat
Fatmawati ke Cibubur. Beliau sangat lihai dalam menangani pemimdahan dan
2 Sarasvita, dkk., Kilas Balik (Jakarta: Rumah Sakit Ketergantungan Obat, 2002), h. 9.
41
mengusahakan lahan pinjaman bagi Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur-
Jakarta Timur. Rumah Sakit Ketergantungan Obat dibawah pimpinan (Alm) dr.
Sudriman, MA, SpKJ berhasil memperjuangkan pengakuan akreditasi melalui SK
Dirjen YanMedik DepKes RI Nomor YM. 00.03.2.2.1.951 pada tanggal 23 Mei
2000 yang meliputi bidang Administrasi Manajemen, pelayanan Medik, Gawat
Darurat, dan Keperawatan. Perubahan kelembagaan dari tipe C menjadi tipe B
Non Pendidikan diperoleh pada tanggal 14 Juni 2002 melalui SK MenKes RI
Nomor 732/MenKes/SK/VI/2002. Bangunan Rumah Sakit Ketergantungan Obat
dibangun di Cibubur tepatnya di Jalan Lapangan Tembak No. 75 berhadapan
dengan pasar Cibubur. Tanah seluas 15.000 m2 diperoleh berdasarkan izin prinsip
Gubernur DKI Jakarta No. 3797/1.771.5 pada tanggal 11 November 1999. Upaya
merealisasikan gedung Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur-Jakarta Timur
diperoleh dari JBIC perwakilan Jakarta dan pembuatan Master Plan berdasarkan
surat-surat Ditjen YanMedik No. PR. 02.01.6.1.6620. pada tanggal 15 Oktober
2002 dilakukan saat opening Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur yang
menandai dimulainya operasional Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur.
Jumalah karyawan Rumah Sakit Keterganntungan Obat sejak tahun 1997
membengkak. Sebelumnya jumlah karyawan Rumah Sakit Ketergantungan Obat
hanya 70 orang setelah adanya perubahan dari tipe C menjadi tipe B non
pendidikan, pegawai Rumah Sakit Ketergatungan Obat menjadi membludak
menjadi kurang lebih 130 orang pada pertengahan 2002. Perubahan kelembagaan
tipe C menjadi tipe B non pendidikan. Terdapat bukti prasasti yang terletak
setelah masuk gerbang Rumah Sakit Ketergatunagan Obat di sebelah kanan dekat
42
pos satpam. Prasasti tersebut sebagai tanda bahwa tanah Rumah Sakit
Ketergantungan Obat Cibubur-Jakarta Timur dipinjamkan oleh Wakil Gubernur
DKI.
Masa kepemimpinan yang keempat dipimpin oleh dr. Ratna Mardianti. S,
SpKJ pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2008. Sejak masa jabatan beliau
berakhir sebagai Direktur, Rumah Sakit Ketergantungan Obat sempat mengalami
kekosongan selama beberapa tahun. Jadi tidak ada Direkturnya semenjak dr.
Ratna lengser. Rumah Sakit Ketergantungan Obat mulai ada Direktur Utama
kembali pada tanggal 1 Februari 2007 dan sejak saat itu, Rumah Sakit
Ketergantungan Obat sudah beroperasi secara penuh di Cibubur, yaitu di jalan
Lapangan tembak Nomor 75 Cibubur-Jakarta Timur. Telp. (021) 87711968-69
Fax. (021) 87711970, Website: www.rsko-jakarta.com.
Masa kepemimpinan yang kelima dipimpin oleh DR. dr. Fidiansjah, SpKJ
pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2010. Beliau mempunyai masa bakti yang
lama. Sebelum beliau menjadi seorang Direktur Utama, beliau berprofesi sebagai
seorang dokter di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur. Beliau dipindah ke
Rumah Sakit Magelang. Jadi belum banyak dapat beliau berikan ke Rumah Sakit
Ketergantungan Obat. Akan tetapi banyak yang beliau tanamkan kepada para
karyawannya. Kebetulan beliau juga merupakan seorang ustad. Jadi beliau
menanamkan jiwa tekun dan setia terhadap pekerjaan, jujur, dan beliau juga
mengajarkan bahwa pekerjaan adalah ibadah.
Masa kepemimpinan yang keenam dipimpin oleh Direktur Utama dr. Diah
Setia Utami, SpKJ, MARS pada tahun 2010 sampai dengan 2012. Beliau
43
menjabat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur-Jakarta Timur selama 2
tahun. Beliau banyak berperan di jenis-jenis pelatihan kerjasama dengan
organisasi-organisai yang berhubungan dengan NAPZA di seluruh penjuru dunia.
Hampir diseluruh belahan bumi beliau singgahi demi mengejar ilmu yang
berkaitan dengan NAPZA. Kemudian Rumah Sakit Keterganntungan Obat pada
masa kepemimpinan yang keenam ini sistem pelayanannya berubah menjadi
Badan Layanan Umum (BLU).
Masa kepemimpinan yang ketujuh dipimpin oleh Dr. Laurentius
Panggabean, SpKJ, MS pada tahun 2012 sampai dengan saat ini. Semenjak
Rumah Sakit Ketergantungan Obat menggunakan sistem Badan Layanan Umum
Sistem keuangannya juga ikut berubah. Dahulu uang yang didapat harus disetor
kepada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk dikontrol keuangannya.
Namun kini tidak lagi seperti itu. Setelah berubah, kini Rumah Sakit
Ketergantungan Obat dapat mengelola pendapatannya sendiri dan digunakan
untuk mengelola pengembangan Rumah Sakit Ketergantungan Obat sendiri.
B. Visi, Misi, Motto dan Falsafah Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta
Berdasarkan hasil dari Renstra Rumah Sakit Ketergantungan Obat
Cibubur-Jakarta Timur tahun 2009 sampai dengan 2014 :
1. VISI : Sebagai pusat layanan dan kajian nasional maupun regional dalam
bidang gangguan yang berhubungan dengan zat (GBZ).
44
2. MISI :
a. Melaksanakan upaya preventiv, promotif, kuratif, dan rehabilitatif bagi
masyarakat umum dalam bidang Gangguan yang Berhubungan dengan Zat
dan penyakit terkait serta memberikan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat umum.
b. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga profesi serta
masyarakat umum dalam bidang Gangguan yang Berhubungan dengan
Zat.
c. Melaksanakan penelitian dan pengembangan dalam bidang Gangguan
yang Berhubungan dengan Zat.
3. MOTTO :
“Ramah, Sigap, Kasih, dan Orientasi pada pelanggan”
4. FALSAFAH :
“Profesionalisme Modal Utama Pelayanan Kami”.3
C. Program Lembaga
1. Perencanaan Program
Dalam merencanakan program, Rumah Sakit Ketergantungan Obat
menerapkan model perencanaan yaitu Bottom Up, artinya benar-benar dari
bawah. Pimpinan mendapatkan masukan dari para pegawai atau karyawan.
Misalnya, mengajukan pengadaan pelatihan, mengajukan penambahan
3 Sarasvita, dkk., Kilas Balik (Jakarta: Rumah Sakit Ketergantungan Obat, 2002), h. 16.
45
fasilitas, dan lain-lain. Pengajuan berasal dari pegawai atau karyawan yang
disampaikan ke tingkat manajer, lalu didiskusikan. Jadi semacam case
conference. Apabila disetujui, maka sudah pasti rencana yang telah dibuat
segera dilaksanakan. Sedangkan tehnik perencanaannya berdasarkan analisa
kebutuhan Rumah Sakit Ketergantungan Obat.
Rencana jangka panjang merupakan sesuatu yang akan dicapai dalam
jangka satu sampai dengan lima tahun. Tujuan yang ditetapkan telah mengacu
kepada visi dan misi Rumah Sakit Ketergantungan Obat. Rencana jangka
panjang Rumah Sakit Ketergantungan Obat, diantaranya:
1) Meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang
NAPZA.
2) Memperluas cangkupan layanan tentang NAPZA (Rumah Sakit
Ketergantungan Obat sudah bisa memberikan pelayanan bagi pasien
dual diagnosis).
3) Meningkatkan pendapatan Rumah Sakit Ketergantungan Obat guna
meningkatkan kualitas pelayanan Rumah Sakit.
4) Menyelenggarakan pemeliharaan saran dan prasarana sesuai standar.
5) Mewujudkan Rumah Sakit Ketergantungan Obat sebagai Rumah Sakit
pendidikan.
6) Meningkatkan profesionalisme Sumber Daya Manusia.
7) Meningkatkan penelitian dan pengembangan dalam bidang gangguan
yang berhubungan dengan zat.
46
2. Teknik Perencanaan
a. Teknik perencanaan dalam kepegawaian
Dalam kepegawaian, perencanaan yang digunakan untuk
memaksimalkan pekerjaan bagi para pegawai, Rumah Sakit
Ketergantungan Obat memberikan pelatihan dan keterampilan sebagai
berikut:
1) Pelayanan yang baik kepada para pasien
2) Pencegahan penularan penyakit pada Pasien
3) Tes Psikologi bagi pegawai
Selain beberapa bentuk pelatihan dan keterampilan di atas,
peningkatan kualitas kerja/sumber daya manusia juga diberikan
berdasarkan beban kerja masing-masing pegawai, misalnya penerapan
sistem Remunirasi, yaitu penilaian kinerja secara lebih objektif dan
pelatihan konseling bagi para pegawai terutama bagi para konselor yang
berada di ruang rehabilitasi khususnya tahapan intervensi.4
b. Teknik perencanaan penyembuhan pada klien
Penyembuhan merupakan fokus utama yang dilakukan setiap
rumah sakit bagi para pasiennya. Begitupun Rumah Sakit Ketergantungan
Obat yang menggunakan beberapa cara dalam menyembuhkan pasien
yang berhubungan dengan zat beserta penyakit-penyakit yang
menyertainya. Untuk para pasien rawat inap akan melalui proses
4 Studi Dokumen, Brosur Profil Rumah Sakit Ketergantungan Obat
47
detoksifikasi yang lebih dikenal dengan Medical Psikiatik Evaluation
(MPE) pasien menjalani pemulihan fisik selama 1 sampai 3 minggu atau
yang lebih di kenal dengan program detoksifikasi. Setelah menjalani
program detoksifikasi, pasien dapat meneruskan perawatan rehabilitasi
yang masih satu instansi dengan program detoksifikasi. Model program
rehabilitasi yang dipakai oleh Rumah Sakit Ketergantungan Obat adalah
Terapeutik Community yang berbasis Rumah Sakit. Artinya ada sentuhan-
sentuhan medis dalam prakteknya. Selain itu ada pula penerapan 12 Steps
Narcotic Anonymous. Terapeutik community adalah bagian dari
rehabilitasi.
Terapeutik Community merupakan suatu kumpulan/komunitas
orang dengan masalah yang sama tinggal di tempat yang sama, memiliki
seperangkat peraturan, filosofi dan norma dan nilai serta kultur yang
disepakati, difahami, dan dianut bersama. Hal tersebut dijalankan demi
pepemulihan diri masing-masing.5
Terdapat dua jenis bentuk penyembuhan yang ada di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat, yaitu subsitusi dan simptomatis. Subsitusi adalah
dengan memberikan zat pengganti NAPZA, sedangkan simptomatis
adalah memberikan pengobatan sesuai dengan keluhan pasien. Pasien
yang menjalani pengobatan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat ada dua
pilihan program yaitu program rawat jalan dan program rawat inap.
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
5 Studi Dokumen, Walking Paper Residen Rehabilitasi
48
1) Program Rawat Jalan
Dalam instalansi rawat jalan terdapat berbagai jenis layanan
diantaranya poliklinik napza, poliklinik umum, poliklinik spesialis dan
Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). Dalam Program Terapi
Rumatan Metadon ini proses perencanaan penyembuhan dilakukan
dengan cara substitusi dimana para pasien Gangguan yang
Berhubungan dengan Zat diberikan penganti NAPZA berupa metadon.
Mereka yang mendaftarkan diri sebagai pasien metadon akan
mempunyai perlindungan hukum tersendiri dan mempunyai kartu
Institusi Penerimaan Wajib Lapor (IPWL), yaitu kartu tanda bukti
status pasien matadon.
Persyaratan, tahapan, prosedur dan SOP (Satndar Operasional
Pelayanan) untuk menjadi pasien metadon sebagai berikut:
a) Persyaratan untuk menjadi pasien metadon
(1) Umur minimal 18 tahun, merupakan penderita ketergantungan
obat (terutama heroin) atau minimal 6 bulan ketergantungan
terhadap heroin, memiliki riwayat peningkatan dosis (toleransi)
dan telah menjalani pengobatan dengan cara lain tetapi gagal.
(2) Bersedia mengikuti program minimal 1 tahundan patuh pada
peraturan yang berlaku
(3) Bersedia menandatangani surat persetujuan (Informet Consent)
(4) Harus ditemani orangtua/wali
49
(5) Bersedia menjalani pemeriksaan medis, psikologis, sosial dan
test laboratorium (fungsi hati dan ginjal, urinalisa khusus
opioda atau lainnya)
(6) Keadaan klinis pasien tidak dalam kondisi fisik maupun
gangguan jiwa berat, tidak memiliki keterbelakangan mental
dan tidak dalam keadaan intoksikasi/overdosis opiat.6
b) Tahapan Dosis Metadon
(1) Tahap Penerimaan
Tahapan terhadap calon pasien Program Terapi
Rumatan Metadon dilakukan dengan melakukan skrining dan
kriteria inklusi calon pasien. Selanjutnnya pasien akan
diberikan informasi mengenai Program Terapi Rumatan
Metadon dan pentingnya keluarga/wali dalam Program Terapi
Rumatan Metadon agar mendapatkan hasil yang optimal.
Petugas medis atau dokter akan melakukan assessment dan
penyusunan rencana terapi sesuai prosedur yang berlaku.
Selanjutnya dokter akan menentukan apakah calon pasien
dapat diterima sebagai pasien Program Terapi Rumatan
Metadon atau dirujuk pada modalitas terapi lain yang lebih
sesuai.7
6 Asliati Asril dan Rahmi Handaani, ed., Buku Saku Metadon (Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, RSUP Fatmawati dan HCPI, 2006), h. 24.
7 Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Penyelenggaraan Metadon, h. 36-37.
50
(2) Tahap Inisiasi
Pemberian dosis awal metadon kepada pasien sebanyak
20-30 mg untuk tiga hari pertama. Kematian sering terjadi jika
pasien diberikan melebihi dosis awal 40 mg. Selama
pemberian dosis awal, pasien harus diobservasi selama 45
menit untuk memantau gejala putus obat (sakaw). Metadon
harus diberikan dalam bentuk cair dan diencerkan sampai
menjadi 100 cc dengan larutan sirup. Pada tahap ini pasien
harus hadir setiap hari dan menelan metado di hadapan petugas
Program Terapi Rumatan Metadon. Setelah itu, pasien harus
menandatangani buku yang tersedia sebagai bukti bahwa
pasien telah menerima dosis metadon pada saat itu.
(3) Tahap stabilisasi
Tahap ini bertujuan untuk menaikan dosis metadon
secara perlahan sehingga memasuki tahap rumatan. Pada tahap
ini resiko overdosis cukup tinggi pada 10-14 hari pertama
karena kenaikan dosis. Dosis yang dianjurkan dalam tahap ini
adalah menaikan dosis awal metadon sebanyak 5-10 mg tiap 3-
5 hari. Apabila pasien masih menggunakan heroin maka dosis
metadon perlu ditingkatkan. Perlu diingat bahwa tak ada
hubungan yang jelas antara besarnya dosis yang dibutuhkan
pada Program Terapi Rumatan Metadon. Selama minggu
51
pertama pada tahap ini, pasien masih diwajibkan untuk dating
setiap hari ke rumah sakit.8
(4) Kriteria Penambahan Dosis
Kriteria ini dilihat berdasarkan adanya tanda dan gejala
putus obat (sakaw) yang diukur melalui skala putus opiat
objektif dan subjektif. Prinsip terapi pada Program Terapi
Rumatan Metado adalah “start low go slow aim high” yang
artinya memulai dosis yang rendah adalah aman, peningkatan
dosis perlahan adalah aman, dan dosis rumatan yang efektif
adalah lebih efektif.
(5) Tahap Rumatan
Pada tahap ini rata-rata dosis rumatan pasien adalah 60-
120 mg per hari. Dosis rumatan tetap dipantau dan disesuaikan
setiap hari seccara teratur tergantung dari keadaan pasien.
Tahap ini dapat berjalan selama bertahun-tahun sampai prilaku
stabil, naik dalam bidang pekerjaan, emosi maupun kehidupan
sosial.
(6) Dosis Bawa Pulang (Take Home Dose/THD)
Dosis bawa pulang adalah pemberian dosis bawa
pulang karea pasien tidak dapat hadir di klinik oleh karena
8 Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Penyelenggaraan Metadon, h. 38-39.
52
suatu sebab yang dapat dopertanggungjawabkan. Pemberian
THD mengikuti aturan pemberian dosis (diencerkan).
(7) Tahap Penghentian Metadon
Metadon dapat dihentikan secara bertahap perlahan
(tapering off) penghentian metadon ini dilakukan jika pasien
sudah dalam keadaan stabil, minimal enam bulan pasien bebas
heroin, pasien dalam kondisi stabil untuk bekerja dan memiliki
dukungan hidup yang memadai. Selain itu, perkembangan
psikologis pasien harus diperhatikan.jika keadaan emosi pasien
tidak stabil maka dosis dapat dinaikkan kembali.9
c) Prosedur atau Peraturan yang ada di Program Terapi Metadon
Peraturan Program Terapi Rumatan Metadon
(1) Metadon harus diminum di depan petugas klinik PTRM,
kecuali dosis bawa pulang
(2) Selesai minum metadon, anda harus menandatangani formulir
bukti pengambilan dosis untuk hari tersebut
(3) Orang tua wajib datang pada pertemuan yang diadakan setiap
bulan (pemberitahuan akan diberikan melalui telpon/undangan)
(4) Anda wajib menjalani pemeriksaan urin dan pemeriksaan
penunjang lain bila dirasa perlu oleh dokter atau petugas
PTRM
9 Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Penyelenggaraan Metadon, h. 40-41.
53
(5) Anda dapat membawa pulang metadon setelah melalui
beberapa pemeriksaan fisik, psikologis, dan sosial, hasil tes
urinalisis negatif.
(6) Ijin dosis bawa pulang metadon diberikan oleh dokter pada
hari kerja (bukan Sabtu, Minggu/hari libur nasional)
(7) Anda sangat dianjurkan untuk meakukan pemeriksaan test
HIV/AIDS
(8) Anda akan diberhentikan /dikeluarkan dari program ini bila
melakukan hal-hal:
(a) Tidak ada motivasi berubah
(b) Membahayakan pasien lain
(c) Membahayakan petugas
(d) Bersikap tidak sopan terhadap petugas/menghina petugas
(e) Menimbulkan kributan
(f) Merusak sarana dan prasarana milik RS/klinik
(g) Terlibat transaksi jual beli obat-obat psikotropika dan atau
narkotika
(9) Bila anda yang telah keluar berminat untuk mengikuti PTRM
kembali maka harus melalui pengkajian ulang.10
10 Asliati Asril dan Rahmi Handaani, ed., Buku Saku Metadon (Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI, RSUP Fatmawati dan HCPI, 2006), h. 25.
54
2) Instalasi Rawat Inap
Langkah awal yang dilakukan dalam penanganan pasien rawat
inap adalah, pasien akan menjalankan proses detoksifikasi atau
penghilangan racun-racun yang terdapat didalam tubuh pasien. Setelah
melakukan detoksifikasi, jika pasien merupakan rujukan dari keluarga
maka pasien bisa memilih apakah akan melanjutkan ke program
selanjutnya, yaitu program rehabilitasi atau langsung kembali ke
lingkungannya masing-masing, namun biasanya pihak Rumah Sakit
akan memberikan rekomendasi untuk melanjutkan ke program
rehabilitasi. Jika pasien merupakan putusan pengadilan maka ia wajib
melanjutkan program rehabilitasi untuk menjalani perawatan sesuai
dengan keputusan pengadilan. Pasien yang diutuskan melanjutkan ke
program rehabilitasi maka mereka akan menjalankan beberapa
program dan fase. Namun sebelum itu, pasien juga akan menjalani
evaluasi psikososial untuk menyesuaikan program yang akan
didapatkan oleh pasien sesuai dengan hasil diagnosa atau evaluasi
psikososial kesehatan tersebut.
D. Jangkauan Layanan
1. Deskripsi Target Layanan
Layanan yang di mulai ialah pasien mulai ia masuk dilakukan
detoksifikasi/penghilangan racun. Mengikuti rehabilitasi dengan program
Terapeutik Community berbasis Rumah Sakit setelah itu After Care. Selain itu
55
untuk program rawat jalan, dapat mengikuti salah satu programnya salah
satunya adalah Program Terapi Rumatan Mmetadon.
2. Penjangkauan dan Perekrutan
Proses perekrutan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat yang terjadi
sampai saat ini ialah pasien datang ke Rumah Sakit Ketergatungan Obat baik
dia datang sendiri, di antar kelurga dan ada juga dari putusan pengadilan dan
terakhir biasanya rujukan dari Lembaga Pemasyarakatan. Dalam
penjangkauannya, Pihak Rumah Sakit Ketergantungan Obat menerima pasin
secara umum (Nasional) bahkan Warga Negara Asing asalkan mereka
merupakan pasien yang berhubungan dengan zat maupun penyakit
bawaannya. Sedangkan perekrutannya sendiri, Klien langsung mendatangi
Rumah Sakit Ketergantungan Obat, baik secara individual, diantar oleh pihak
keluarga maupun berdasarkan rujukan pihak kepolisisan termasuk putusan
pengadilan.
Bagi mereka yang mempunyai masalah dalam hal ekonomi, bisa
mengurus persyaratan seperti Kartu Pelayanan Jaminan Kesehatan
Masyarakat, GAKIN maupun Surat Keteragan Tidak Mampu, dengan
penambahan data seperti Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, Surat
rujukan Puskesmas sesuai kebutuhan.11
11 Studi Dokumen, Brosur Profil Rumah Sakit Ketergantungan Obat
56
3. Kriteria Pemilihan Pasien
Rumah Sakit Ketergantungan Obat tidak memilih-milih karakteristik
pasien, jika pasien memang membutuhkan pertolongan medis maka akan
dilayani oleh medis karena peraturan Rumah Sakit.
4. Proses Penerimaan Pasien
Gambar 3.2 Proses Penerimaan Pasien
Sumber: Brosur RSKO
57
Proses Penerimaan Pasien di Rumah Sakit Ketergantungan Obat ini sama
seperti pada rumah sakit lainnya jadi baik pasien lama ataupun yang baru itu
harus kependaftaran terlebih dahulu selanjutnya ke bagian Administrasi/kasir
untuk melengkapi pembayaran setelah menuju bagian yang pasien ingin tuju baik
yang pasien NAPZA maupun yang umum, misal ke- Poli Jiwa atau Poli lainnya
misal ada tindakan atau terjadi sesuatu di Rumah Sakit Ketergatugan Obat ini
juga ada pelayanan penunjang maupun pemeriksaan penunjang sesuai yang ada di
tabel dia atas dan ada pula apotik. Setelah semua pemeriksaan dilaksanakan
terakhir pemutusan hasil berobat pasien ada yang bisa langsung pulang dan ada
yang harus di rawat dan itu semua sesuai dengan diagnosa dokter.12
E. Jejaring Rumah Sakit Ketergantungan Obat
Ruang lingkup jejaring Rumah Sakit Ketergantungan Obat meliputi
Nasional, Regional, dan Internasional.
1. Nasional : Dengan kemenkes beserta mitra kerja kemenkes, dengan lembaga
pendidikan (kali ini UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), dengan institusi
kesehatan (Dinas Kesehatan), dengan Institusi penegak hukum, Lembaga
Sosial Masyarakat, serta Badan Narkotika Nasional.
2. Regional : bekerjasama dengan Institusi Donor, Ikatan Profesi Adiksi Asia-
Pasifik, serta Institusi lain yang bergerak di bidang NAPZA dan HIV/AIDS.
12 Hasil pengamatan pribadi penulis, Jakarta, 7 Mei 2014
58
3. Internasional : Jejaring Rumah Sakit Ketergantungan Obat bekerjasama
dengan beberapa organisasi internasional yang diantaranya WHO, UNODC,
serta badan PBB lainnya.
Selain itu Rumah Sakit Ketergantungan Obat juga sering menjadi
fasilitator pelatihan VCT (Voluntery Counseling and Testing) yang tidak hanya
diakui oleh masyarakat akan tetapi juga dunia (bagi Asia dan Pasifik Barat) dan
juga Rumah Sakit Ketergantungan Obat sering melakukan pertemuan rutin
dengan Negara sedunia, ASEAN, Asia Pasifik guna membahas masalah
ketergantungan NAPZA dan HIV/AIDS. Melakukan pertemuan tahunan terapi
farmakologi untuk drugs dependency tingkat Asia Tenggara dan Pasifik dibawah
koordinasi University Adelaide Australia.
59
BAB IV
HASIL TEMUAN DAN ANALISIS
A. Temuan
Berdasarkan hasil dari temuan lapangan evaluasi program pengguna
Kartu Jakarta Sehat di Program Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit
Ketergantungan Obat Jakarta dari Mei s.d September 2014, dapat diperoleh
suatu informasi mengenai conteks, input, process dan product dari program
terapi rumatan metadon di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta.
1. Program Terapi Rumatan Metadon
Salah satu program yang ada di Rumah Sakit Ketergantungan Obat
Jakarta ialah Program Terapi Rumatan Metadon yaitu salah satu terapi
pengganti opiat yang diperlukan oleh pecandu opiat untuk mengendalikan
ketergantungannya dan fungsinya untuk mengurangi dampak buruk
pengguna NAPZA jenis putau dan untuk mengurangi penggunaan jarum
suntik karena bisa mengakibatkan banyaknya pasien yang terkena virus
HIV/AIDS.
a. Metadon
Metadon merupakan opiat sintetik yang berbentuk cair,
diberikan kepada pecandu opiat setiap hari dan harus diminum di
depan petugas. Karena obat ini bisa berakibat fatal jika orang lain
mengkonsumsinya, selain over dosis akibat lainnya yaitu kematian
bagi peminum metadon ini.
60
Data tersebut diperkuat juga dari hasil wawancara yang penulis
lakukan dengan petugas metadon, pekerja sosial, dokter dan beberapa
pasien metadon, berikut kutipan wawancaranya:
“Metadon adalah opiat sintetik yang berbentuk cair dan harus diminum setiap hari dengan dosis sesuai aturan dokter dan harus diminum di depan petugasnya, usahakan jangan sampai disalahgunakan berbahaya”.1
“Metadon merupakan opiat sintetik yang lebih bisa mengurangi dampak buruk pemakai metadon, jadi lebih bermanfaat untuk mereka pengguna NAPZA yang bekerja dan ingin sembuh dari ketergantungan opiat ini, ingat metadon ini obat keras jadi jangan sampai berpindah tangan apalagi diminum orang lain”.2
“Metadon merupakan opiat yang gunanya sebagai pengganti putau heroin maupun morfin yang berbentuk cair sehingga mudah dikonsumsi dan harus sesuai aturan dokter, efek samping dari obat ini luar biasa untuk yang tidak biasa mengkonsumsinya dan berakibat kematian bagi si peminum yang tidak pernah meminum metadon ini”.3
“Metadon itu dapat dikatakan sebagai pengganti putau yang dulu sering kita pakai dan jika sudah meminumnya sakau saya bisa bertahan minimal sehari dan efeknya menimbulkan badan lebih menjadi fit, tetapi jangan sampai di minum oleh anak kecil karena bisa langsung meninggal”.4
“Metadon menurut saya iya obat pengganti putau yang selama ini saya gunakan mas, dan jika obat ini sembarangan diminum berbahaya untuk orang lain bahkan bisa buat yang minum metadon ini mati”.5
“Menurut saya iya, metadon ini obat untuk meghilangkan kecanduan saya kepada putau dan biar saya dapat bekerja dengan keadaan emosional yang baik, dan obat ini berbahaya untuk orang lain karena
1 Wawancara pribadi dengan Tjatur Djoko Wibowo, Jakarta, 11 Juni 2014 2 Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014 3 Wawancara pribadi dengan dr. Cut Minora, Jakarta, 2 Juni 2014 4 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 5 Wawancara Pribadi dengan Cahyo, Jakarta 14 Juni 2014
61
bisa menyebabkan kematian untuk yang meminumnya”.6
Dari beberapa kutipan di atas penulis dapat menyimpulkan
bahwa metadon merupakan opiat sintetik berbentuk cair yang berguna
untuk para pecandu opida agar lebih teratur dan mengurangi dampak
buruk yang biasa mereka lakukan saat memakai putau dan tidak hanya
itu metadon juga tidak bisa diminum oleh sembarang orang, karena
sangat fatal akibatnya yaitu bisa menyebabkan kematian.
Program terapi rumatan metadon ini tidak hanya memberikan
metadon saja, di Program Terapi Rumatan Metadon ini juga banyak
fasilitas penunjang bagi pasien mulai dari pelayanan kesehatan sampai
pengetahuan tentang kesehatan.
Data ini diperkuat dari hasil wawancara penulis dengan seorang
pekerja sosial yang berada di Program Terapi Rumatan Metadon dan
hasil wawancaranya sebagai berikut:
“Para pasien metadon disini bukan hanya mengikuti atau meminum metadonnya setiap hari, tetapi mengikuti kegiatan lain berupa kegiatan KDS, konseling yang disediakan pihak rumah sakit serta layanan penunjang kesehatan lainnya seperti poli gigi, penyakit dalam dan poli syaraf”.7
Selain itu penulis juga mendapatkan informasi tentang
pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit terhadap pasiennya
langsung dari pasien yang bernama Fani, Yamin, Cahyo dan Andre
dan hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut:
“Selama menjadi pasien di sini banyak kegiatan yang saya lakukan di antaranya mengikuti program terapi
6 Wawancara pribadi dengan Andre, Jakarta 15 Juni 2014 7 Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014
62
yang sudah saya jalani selama kurang lebih 2 tahun dari tahun 2012, selain minum metadon di sini juga dapat mengikuti kegiatan konseling baik konseling psikiatri, konseling keluarga dan pertemuan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS)”.8
“Selain meminum metadon di sini saya juga mengikuti kegiatan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS), kadang juga ada konseling untuk kita ungkapin yang saya rasain, misalkan lagi kagak enak badan atau ada kenaikan dosis atau penurunan dosis”.9
“Saya pribadi jarang mau ikut kegiatan, tapi emang ada kegiatan kaya yang dijelasin temen-temen, karena terkadang saya harus bekerja, biasa pengamen”.10
Dari penjelasan di atas sangat penulis menyimpulkan bahwa
pelayanan yang diberikan rumah sakit milik Kementerian Kesehatan
ini kepada pasien metadon tidak hanya memberikan metadon begitu
saja tetapi ada program-program lain yang memang sudah
dipersiapkan untuk mendukung atau mensukseskan program terapi
metadon ini.
Tetapi terapi metadon ini bukanlah satu-satunya terapi yang
ada di rumah sakit ini karena ada juga terapi Subukson dan
Rehabilitasi yang biasa disebut Halmahera House. Setiap pasien yang
ingin menjadi pasien metadon di rumah sakit ini untuk mengikuti
program terapi baik metadon, subukson maupun rehabilitasi harus
memenuhi prosedur sesuai dengan peraturan rumah sakit yang sudah
ada dan tidak sembarang orang dapat mengikuti program terapi
metadon, subukson maupun rehabilitasi yang ada disini.
8 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 9 Wawancara Pribadi dengan Cahyo, Jakarta 14 Juni 2014 10 Wawancara Pribadi dengan Andre, Jakarta, 14 Juni 2014
63
b. Manfaat Metadon
1) Metadon dapat mendorong pasien hidup lebih sehat
2) Dosis metadon yang tepat akan membuat pasien menghentikan
penggunaan heroin
3) Metadon akan membuat stabil mental emosional pasien, sehingga
dapat menjalankan hidup normal
4) Pengguna metadon dapat membuat pasien meninggalkan kebiasaan
berbagi peralatan suntik sehingga menurunkan resiko penularan
HIV/AIDS maupun Hepatitis B dan C
5) Menurunkan tindak kriminal
Manfaat medaton tersebut memang benar sesuai dengan hasil
wawancara yang penulis lakukan dengan perawat, pekerja sosial dan
salah beberapa pasien yang ada di program terapi metadon ini dan
berikut kutipan hasil wawancaranya:
“Manfaat metadon menurut saya sendiri banyak, selain mengurangi penularan HIV/AIDS juga mengurangi tindak kriminalitas penggunanya, selain itu juga merubah pola hidup jadi lebih sehat dan yang paling penting mengurangi emosional jiwa mereka yang suka bergejolak”.11
“Banyak manfaat yang diberikan oleh metadon, diantaranya merubah pola hidup pemakai metadon, mengurangi dampak buruk seperti pengguna jarum suntik secara bergantian yang dapat mengakibatkan penularan virus HIV/AIDS dan mengontrol emosional pasien, yang lebih penting lagi membuat penggunanya menjadi seseorang yang berfungsi sosial untuk bekerja bagi mereka yang mulai kembali hidup normal seperti sediakala”.12
11 Wawancara pribadi dengan Tjatur Djoko Wibowo, Jakarta, 11 Juni 2014 12 Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014
64
“Manfaat metadon yang saya rasakan banyak, mulai dari lebih teratur pola kesehatannya, jika cocok dengan terapi ini badan menjadi lebih gemuk, lalu dapat bekerja kembali karena metadon lebih cepat penyebarannya dan serapannya itu lebih lama dan yang pasti saya tidak menggunakan heroin suntik lagi”.13
“Manfaatnya iya banyak, selain untuk mencegah virus HIV/AIDS juga cocok sama tubuh saya, buktinya gemukan sekarang dan pas kerja jadi enjoy”.14
Dari hasil kutipan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
manfaat metadon ini sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan
hidup mereka kedepannya dan sangat membantu mereka dalam
menjalankan hidup sehari-hari.
c. Syarat Mengikuti Program Terapi Rumaan Metadon
1) Penderita ketergantungan opiat
2) Umur minimal 18 tahun
3) Bersedia mengikuti program ini minimal satu tahun
4) Ketergantungan opiat minimal satu tahun, memiliki riwayat
peningkatan dosis (toleransi) dan telah menjalani pengobatan
dengan cara lain, tetapi tetap gagal
5) Bersedia menjalani pemeriksaan urin
Untuk mengikuti program metadon harus memenuhi beberapa
persyaratan dan dalam hasil wawancara penulis dengan pekerja sosial
serta salah beberapa pasien disana mendapatkan informasi sebagai
berikut dan ini hasil kutipan wawancaranya:
“Sesuai prosedur dan peraturan yang ada untuk mengikuti program terapi metadon ada 5 aturan yang harus ditaati dan ini peraturannya, berusia minimal 18
13 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 14 Wawancara Pribadi dengan Cahyo, Jakarta 14 Juni 2014
65
tahun, ketergantungan opiat, mau mengikuti program ini minimal 1 tahun, sudah mencoba terapi lain tetapi tetap gagal dan yang terpenting bersedia melakukan tes urin”.15
“Sewaktu saya masuk di program terapi metadon ini memang ada persyaratannya, yang saya ingat ketergantungan heroin, berumur minimal 18 tahun dan sudah pernah ikut terapi lainnya selain metadon ini tetapi tetap tidak berhasil dalam terapi yang sebelumnya, istilahnya ini terapi terakhir untuk pencegahan atau untuk sembuh dari ketergantungan heroin dan menghindari HIV/AIDS”.16
Dari hasil kutipan wawancara di atas maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa persyaratan itu sangat penting karena tidak
sembarang orang bisa mengikuti program terapi metadon ini.
d. Pemberian Dosis Awal
1) Dosis awal metadon dimulai pada 20-30 miligram
2) Dosis dinaikkan secara bertahap sampai terjadi kesesuaian dengan
kebutuhan individu
3) Metadon harus diminum setiap hari di depan petugas kelinik
metadon
Pemberian dosis awal pada program terapi metadon ini sesuai
dengan apa yang dianjurkan dokter dan dalam buku pedoman Program
Terapi Metadon juga dijelaskan bahwa dosis awal metadon itu 20-30
miligram untuk sekali minum. Data tersebut didapat penulis dari hasil
wawancara dengan perawat, pekerja sosial dan beberapa satu pasien
yang ada di program terapi metadon ini dan hasil wawancaranya
sebagai berikut:
15 Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014 16 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014
66
“Pemberian dosis awal pada pasien biasanya sesuai aturan dan pedoman yang ada minimal 20-30 miligram sekali minum dalam satu hari, tetapi tidak menutup kemungkinan dari yang ditetapkan dosis awal itu jika melihat riwayat pemakaian pasien sebelum menggunakan metadon ini atas saran dokter yang sudah memeriksanya terlebih dahulu karena dosis yang kami berikan kepada pasien semua itu tergantung dari resep dan saran dokter”. 17
“Yang saya ketahui dosis awal untuk metadon ini 20-30 miligram dan sebelum itu pun harus sesuai ukuran dari dokter kemudian lama-kelamaan dosis itu disesuaikan oleh keluhan saat pasien melakukan konseling”.18
“Dosis awal memang biasanya 20-30 miligram tetapi sewaktu saya masuk terapi metadon di sini saya pindahan dari RSUP Fatmawati jadi dosis saya tertinggi karena sampai 250 miligram tapi sekarang rekornya sudah kalah sama anak baru yang sampai 300 miligram”.19
“Untuk pemula dosisnya sekitar 20-30 mg, setelah masuk tahap selanjutnya baru dosisnya mulai naik perlahan-lahan sampai dosisnya turun kembali dan sembuh, gitu si mas yang saya tau”.20
“Dosis awal kalo gak salah iya 20-30 miligram, tapi beberapa hari kemudian ditambahin sesuai porsi badan kita”.21
Dari hasil kutipan wawancara di atas penulis dapat
menyimpulkan bahwa dosis awal metadon itu sangat penting untuk
melihat efek si pemakai heroin saat ia pertama kali berobat di rumah
sakit, funginya untuk melihat seberapa ketergantungannya pasien
terhadap putau sebelum ia berobat nantinya.
17 Wawancara pribadi dengan Tjatur Djoko Wibowo, Jakarta, 11 Juni 2014 18 Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014 19 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 20 Wawancara Pribadi dengan Cahyo, Jakarta 14 Juni 2014 21 Wawancara pribadi dengan Andre, Jakarta 15 Juni 2014
67
e. Berhenti dari Program Terapi Rumatan Metadon
Apabila pasien ingin berhenti dari program metadon, pasien
harus memberitahu tim Program Terapi Rumatan Metadon. Hal ini
untuk meminimalisasi kemungkinan gejala putus zat akibat
penghentian mendadak pengguna metadon.
Tetapi ada juga yang diberhentikan atau di Drop Out (DO)
dapat terjadi jika pasien tidak hadir untuk meminum metadon selama 7
hari dan pasien pun boleh mengikuti program metadon ini lagi dengan
diassesmen ulang sesuai kondisi pasien saat itu, apabila pasien drop-
out berulang kali dan tetap menyatakan keinginannya untuk kembali
menjalani program terapi metadon akan dilakukan assesmen ulang
secara komperhensif dengan formulir wajib lapor untuk meninjau
ulang rencana terapi yang lebih sesuai, selain itu dilakukan konseling
kepada yang bersangkutan guna meminimalisir drop-out.22
Penjelasan di atas juga diperkuat dengan hasil wawancara
penulis dengan petugas atau perawat metadon tentang berhentinya
pasien dari program metadon ini, berikut ini hasil dari kutipan
wawancaranya:
“Pasien dikatakan berhenti dari terapi metadon ini jika 3 hari tidak datang dan jika pasien datang kembali pihak rumah sakit akan mengassesmen ulang keadaan pasien sesuai pada saat itu, dan pasien dikatakan drop-out jika pasien bermasalah dengan petugas dan memang tidak ada kemauan untuk kembali menjalani program terapi ini lagi”.23
22 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 57 Tentang Pedoman Penyenggaraan Program
Terapi Rumatan Metadon 23 Wawancara pribadi dengan Tjatur Djoko Wibowo, Jakarta, 11 Juni 2014
68
f. Profesi yang Terlibat di Pelayanan Metadon
Profesi yang terlibat atau ikut serta dalam program metadon
ini, di antaranya:
1) Dokter Spesialis
Peranannya adalah menangani pasien sesuai dengan
penyakit yang pasien rasakan misalnya seperti gigi, maka harus ke
dokter spesialis gigi.
2) Dokter umum
Perananya adalah menangani pasien yang mengalami sakit
biasa seperti meriang atau hanya dalam katagori ringan
3) Perawat
Peranannya adalah membantu dokter, mencatat setiap
pasien yang berobat sesuai dengan data yang sudah ada di rekam
medik.
4) Apoteker
Peranannya adalah membuat obat atau yang menyiapkan
obat untuk setiap pasien yang memberikan resep di apotik.
5) Konselor
Peranannya adalah yang melakukan konseling jika pasien
merasa membutuhkan konselor saat dibutuhkan.
6) Psikolog
Peranannya adalah yang selalu memeriksaan psikologis
pasien pada saat pasien dalam keadaan emosional.
69
7) Pekerja Sosial
Peranannya adalah sebagai fasilitator, mediator dan sebagai
konselor dan sangat dominan dalam pelaksnaan terapi metadon.
Selain itu peran pekerja sosial dalam menjalankan tugasnya di
program rumatan metadon ini sangat dominan karena sebagai
mediator, fasilitator dan konselor pekerja sosial juga sangat
berperan dalam proses evaluasi dan monitoring pasien metadon
sampai pasien berhasil menjalankan proses rumatan dan berfungsi
sosial kembali.
8) Petugas Labolatorium
Peranannya adalah untuk membantu pasien dalam hal tes
urin, darah dan sempel lainnya yang dibutuhkan pasien.
9) Petugas Keamanan
Perananannya adalah sebagai pengawas di setiap kegiatan
pasien yang pasien lakukan di rumah sakit.
Dalam peranannya pada dasarnya setiap profesi tidak bisa
bekerja sendiri begitu juga dalam bekerja di suatu rumah sakit karena
di sinilah berbagai profesi bertemu dan bekerjasama untuk
menyelesaikan permasalahan yang biasa kita sebut permasalahan
kesehatan.
Di rumah sakit ini berbagai profesi menjalankan peranannya
sesuai dengan apa yang mereka kerjakan, dan berikut ini hasil kutipan
wawancara yang penulis lakukan dengan beberapa profesi yang ada di
program terapi rumatan metadon yang di antaranya mereka berprofesi
70
sebagai perawat dan pekerja sosial, dan berikut ini hasil kutipan
wawancaranya yang penulis lakukan:
“Peranan perawat di sini, saya bertugas sebagai petugas jaga atau yang memberikan metadon serta pencatatan di buku rekam medik”.24
“Seperti yang mas bisa lihat di program terapi rumatan metadon ini saya tidak sendiri melainkan ada dokter, perawat, konselor, apoteker serta pekerja sosial. Dan mereka mempunyai peranan masing-masing di sini. Dokter itu biasanya menganalisa permasalahan kesehatan apa saja yang biasanya dialami oleh seorang pasien, sedangkan konselor lebih kepada konseling mendalam atas riwayat pemakaian zat terlarang yang pasien gunakan, perawat di sini bertugas melayani pemberian metadon dan mencatat di rekam medik setiap harinya dan pekerja sosial di program terapi rumatan metadon berperan sebagai fasilitator, mediator serta proses rumatan dengan membantu melakukan evaluasi dalam membantu pasien metadon untuk kembali berfungsi sosial dengan baik”.25
g. Layanan di Klinik Metadon
Layanan yang ada di Program Terapi Rumatan Metadon
Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta, di antaranya:
1) Kelompok Dukungan Sebaya (KDS)
Kegiatan kelompok dukungan sebaya ini dilaksanakan
setiap hari Selasa, kegiatan ini biasanya dimulai setelah para pasien
metadon sudah meminum metadonnya dan kegiatan ini
dilaksanakan di ruang aula program terapi rumatan metadon
dengan kegiatan yang didalamnya terdapat tentang penyuluhan
kesehatan baik dari mahasiswa yang praktek ataupun dokter yang
terlibat didalamnya, tidak hanya itu di sini juga biasanya terjadi
24 Wawancara pribadi dengan Tjatur Djoko Wibowo, Jakarta, 11 Juni 2014 25 Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014
71
dinamika kelompok untuk membahas hasil apa yang sudah
disampaikan.26
Informasi di atas juga diperkuat dengan hasil wawancara
dengan beberapa pasien yang mengikuti kegiatan kelompok
dukungan sebaya dan berikut hasil kutipan wawancaranya:
“Setiap Selasa kadang saya ikut kegiatan kadang juga tidak, tergantung mood saja mas, dan biasanya penyuluhan kesehatan isinya tentang pengetahuan kesehatan seperti gigi, gizi sampai penyuluhan kesehatan lainnnya”.27 “KDS sendiri di sini kadang berjalan kadang juga tidak, tergantung pasiennya juga, misal pada mau ya ada kegiatannya missal tidak iya kita nongkrong aja sampe tutup”.28
“kalo KDS iya mas, saya si ikut temen-temen aja yang pasti itu setiap Selasa jamnya disesuaikan pasien yang meminum metadon, missal udah banyak yang minum ya bisa dimulai, jika belum ya nunggu ngumpul dulu”.29
2) Group terapi dan pertemuan keluarga
Pertemuan keluarga ini dilaksanakan biasanya setiap pasien
ingin menambah dosis ataupun mengurangi dosis metadonnya,
kegiatan ini dilaksanakan agar keluarga juga mengetahui proses
terapi rumatan yang sedang dijalankan oleh pasien. Kegiatan ini
tidak menentu sesuai kesepakatan dokter dan nantinya baru
diinformasikan kepada pasien dan pihak keluarga.30
26 Pengamatan langsung penulis, Jakarta, 13 Mei 2014 27 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 28 Wawancara Pribadi dengan Cahyo, Jakarta 14 Juni 2014 29 Wawancara pribadi dengan Andre, Jakarta 15 Juni 2014 30 Pengamatan langsung penulis, Jakarta, 13 Mei 2014
72
Informasi di atas diperkuat dengan hasil wawancara penulis
dengan beberapa pasien metadon dan pekerja sosial yang berada di
program terapi metadon tersebut dan berikut hasil kutipan
wawancaranya sebagai berikut:
“Pertemuan keluarga juga ada di program terapi metadon ini, jadi saya dan ibu saya diundang untuk mendiskusikan perkembangan saya selama menjalani terapi metadon dan untuk kegiatan ini tidak menentu sesuai dengan kebutuhan dan informasinya pun sehari sebelum pertemuan ini dilaksanakan baru diberitahu oleh pihak rumah sakit”.31
“Group terapi yang saya lakukan di program rumatan ini semuanya sesuai sama jadwal yang ditentukan dokter, sama disesuaikan oleh bisa atau tidaknya keluarga saya datang”.32
“Pertemuan keluarga ini dilaksanakan sesuai kebutuhan dan hasil dari analisa dokter sebelumnya, biasanya pasien wajib menyertakan keluarga baik itu ayah, ibu, istri atau suami bagi yang sudah menikah”.33
3) Konseling Adiksi, konseling Psikiatri dan konseling HIV
Konseling yang didapatkan setiap pasien disesuaikan
dengan keluhan maupun sakit yang diderita oleh pasien dan dalam
pelaksanaannya setiap pasien harus mengatur jadwal dengan
petugas metadon baru setelah itu dihubungi setelah terjadwal.
Data tersebut diperkuat dari hasil wawancara penulis
dengan beberapa pasien metadon berikut ini:
31 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 32 Wawancara Pribadi dengan Cahyo, Jakarta 14 Juni 2014 33 Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014
73
“Untuk konseling biasanya setiap pasien harus menghubungi petugas terlebih dahulu untuk menanyakan apakah dokternya ada atau tidak”.34 “Kegiatan konseling ini sesuai kebutuhan dan sesuai yang kita rasakan, jika perlu konseling langsung menghubungi petugas, jika ada dokternya langsung saja menemui dokter yang dituju sesuai penyakit atau keluhannya”.35 “Saya pribadi untuk konseling biasanya saat saya ngerasa kurang enak badan dan bisa langsung menghubungi petugas metadon untuk bertemu dokter”.36 “Konseling saya lakukan kalau saya butuh saja, dan biasanya langsung minta ke petugas untuk ketemu dokter yang dituju sesuai keluhannya”.37 Kegiatan konseling adiksi ini juga tidak ditentukan
jadwalnya, semua tergantung atas keluhan pasien dan dokter yang
bersangkutan karena setiap pengguna heroin tidak sama keluhan
dan pemakaian dosisnya sehingga konselingnyapun tidak diberikan
jadwal, jadi sesuai kebutuhan saja.38
Dari hasil wawancara dan hasil pengamatan penulis dapat
disimpulkan bahwa kegiatan konseling ini dilaksanakan sesuai
keinginan pasien dan dilaksanakannya tidak menentu.
4) Pertemuan konsultatif Rumah Sakit Ketergantungan Obat dengan
satelit (Puskesmas, Rutan dan Lapas) di bawah ampuan Rumah
Sakit Ketergantungan Obat.
34 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 35 Wawancara Pribadi dengan Cahyo, Jakarta 14 Juni 2014 36 Wawancara Pribadi dengan Yamin, Jakarta, 14 Juni 2014 37 Wawancara pribadi dengan Andre, Jakarta 15 Juni 2014 38 Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014
74
Jadi pertemuan di atas dilaksanakan oleh pihak rumah sakit
terhadap ampuannya, pertemuannya dilaksanakan 3 bulan sekali
dan dari 3 lembaga ini terdapat 8 Puskesmas, 2 rutan, dan 2
Lembaga pemasyarakatan baik umum dan narkoba yang
pertemuannya itu diadakan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat.
5) Supervisi ke satelit/Puskesmas, Rutan dan Lapas
Supervisi satelit, jadi di sini satelit itu 3 lembaga yang
bekerja sama dengan rumah sakit ini untuk menjalankan program
terapi metadon di 3 lembaga yang berkaitan di atas, dari
Puskesmas terdapat 8 satelit ada di wilayah Cengkareng,
Kemayoran, Tanjung Priok, Koja, Tambora, Gambir, Jati Negara
dan Tebet, sedangkan dari rutan ada yang dari rutan Pondok
Bambu dan Salemba. Terakhir lembaga pemasyarakatan juga ada
dua yaitu Lapas Umum dan Lapas Narkoba.
Mereka semua biasanya didatangi satu-persatu oleh pihak
rumah sakit untuk menanyakan apa perkembangan yang sudah
terjadi dan apa yang sedang terjadi di lapangan, dan biasanya
petugas lapangan mengevaluasi setiap kegiatan yang berkaitan
dengan terapi metadon, mulai dari pengadaan metadon sampai
perkembangan pasien di sana apakah menjalankan terapi metadon
sudah sesuai dengan yang rumah sakit ajarkan sebelumnya atau
tidak.
75
6) Pertemuan antar Pengampu Metadon
Penjelasan dari pertemuan antar pengampu di sini adalah
rumah sakit yang menjadi pusat layanan metadon dan dalam hal ini
yang menjadi pengampu di Jakarta hanya Rumah Sakit
Ketergantungan Obat bersama dengan Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati. Pertemuannyapun dilaksanakan setiap 6 bulan sekali
dan dilaksanakan secara bergantian terkadang pihak kami ke
Fatmawati atau sebaliknya.
Data di atas diperkuat oleh hasil kutipan wawancara penulis
dengan seorang pekerja sosial yang berada di sana, dan berikut ini
hasil kutipan wawancaranya:
“Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan dan pelaksanaannya 6 bulan sekali bisa di RSKO sendiri maupun di RS Fatmawati. Pengampu di sini ialah merupakan rumah sakit yang memfasilitasi atau pusat layanan kesehatan yang melayani pasien metadon dan pertemuan ini biasanya membahas perkembangan pasien sampai dengan evaluasi kagiatan yang sudah dilaksanakan”.39
7) Monitoring dan Evaluasi
Memonitoring pasien dilaksanakan dengan berbagai cara
dengan tes urin darah sampai tes secara fisik pasien, semua
dilaksanakan guna untuk lebih menjaga keadaan pasien apakah
benar-benar memiliki perubahan selama menjalani kegiatan terapi
ini.
39 Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014
76
8) Pemeriksaan Laboratorium
Merupakan pelayanan penunjang rumah sakit untuk
memeriksakan bagian dalam pasien dan harus sesuai dengan
anjuran dokter seperti cek darah, gula darah dan tes urine.
9) Spot check atau pemeriksaan urin secara berkala bagi peserta
metadon.
Tes urin ini rutin dilaksanakan untuk memonitoring
keadaan pasien apakah sudah benar-benar tidak memakai narkoba
seperti jenis heroin dan untuk mengetahui hasil-hasil yang dokter
ingin lakukan terhadap pasien.
2. Program Kartu Jakarta Sehat
Program Kartu Jakarta Sehat di Rumah Sakit Ketergantungan
Obat khususnya di Program Terapi Rumatan Metadon dilaksanakan pada
Maret 2013- akhir Desember 2013, karena ketika awal Tahun 2014
bertransformasi menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
namun Kartu Jakarta Sehat masih bisa digunakan.
Hal tersebut juga diperkuat oleh hasil kutipan wawancara dari
dokter Cut yang merupakan kepala bidang administrasi yang mengurusi
Kartu Jakarta Sehat dan berikut hasil kutipan wawancaranya:
”Program Kartu Jakarta Sehat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat ini ada sejak Maret 2013-Desember 2013, dan sampai sekarang masih dipergunakkan meskipun sudah ada BPJS Jaminan Kesehatan Nasional”.40
40 Wawancara pribadi dengan dr. Cut Minora, Jakarta, 2 Juni 2014
77
Sementara pasien metadon juga berpendapat sesuai dengan apa
yang dikatakan dokter Cut seperti hasil kutipan wawancaranya sebagai
berikut:
“Kartu Jakarta Sehat di sini sudah lama juga, kalau tidak salah dari bulan Maret sampai sekarang masih bisa digunakan walaupun sudah ada BPJS Jaminan Kesehatan Nasional, walaupun persyaratannya sama tetapi KJS masih bisa digunakan”.41 Dalam pelaksanaannya di Rumah Sakit Ketergantungan Obat ini
Kartu Jakarta Sehat memiliki persyaratan sesuai dengan yang sudah
berlaku di Rumah Sakit pada umumnya seperti membawa fotocopy
Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, Kartu Jakarta Sehat dan
semenjak berlakunya BPJS Jaminan Kesehatan Nasional persyaratan itu
berubah dengan menambahkan surat rujukan dengan menyertakan
rujukan ke bagian Psikiatri sehingga pasien baru mendapatkan
pelayanan.
Untuk proses pendaftaran setiap pasien pada awalnya
memberikan persyaratan yang harus dipenuhi di rangkap setiap 3 bulan
sekali, karena adanya kebijakan baru yang menyatakan setiap bulan data
administrasi pasien harus masuk maka saat ini persyaratan itu berubah
menjadi 1 bulan sekali dan itu wajib, sebagai data rumah sakit untuk
pendataan persyaratan mengikuti program terapi metadon ini.
Data tersebut juga diperkuat oleh hasil kutipan wawancara
penulis dengan dokter Cut dan berikut hasil kutipan wawancaranya:
“Pada awalnya setiap pasien rawat jalan yang mengikuti terapi metadon yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat
41 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014
78
ini memiliki persyaratan seperti rumah sakit pada umumnya tetapi pihak rumah sakit mempermudahnya dengan meminta persyaratan tersebut di rangkap dan itu diberikan 3 bulan sekali di antaranya ialah 2 fotocopy Kartu Keluarga, 2 Kartu Tanda Penduduk, dan 2 Kartu Jakarta Sehat, namun kebijakan itu berubah setelah pihak rumah sakit menginginkan setiap bulan data pasien harus di input maka berubahlah kebijakan tersebut dan setiap pasien harus memberikan persyaratannya itu menjadi 1 bulan sekali. Dan semenjak di berlakukannya BPJS Jaminan Kesehatan Nasional perubahan persyaratanpun terjadi dan setiap pasien harus menambah persyaratan berupa syarat dari rujukan puskesmas di wilayah masing-masing pasien dan sampai saat ini Kartu Jakarta Sehatpun masih berlaku di Rumah Sakit Ketergantungan Obat khususnya di Program Terapi Rumatan Metadon”.42 Sementara itu pasien metadon yang menggunakan Kartu Jakarta
Sehat juga berpendapat sesuai hasil kutipan wawancara penulis dengan
beliau mengenai persyaratan berobat menggunakan Kartu Jakarta Sehat
dan berikut hasil kutipan wawancaranya:
“Semenjak saya menggunakan KJS lebih enak, walaupun ada persyaratannya, dan persyaratannya juga gampang hanya membawa fotocopy KTP, KK, dan KJSnya masing-masing 2 lembar dan harus distreples lalu diberikan kebagian administrasi atau di bagian terapi metadon langsung juga boleh”. 43 Semenjak BPJS Jaminan Kesehatan Nasional muncul atau
disahkan oleh pemerintah, pihak rumah sakit juga menyediakan bagi
pengguna Jaminan Kesehatan Nasional namun khusus di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat ini diwajibkan untuk menggunakan BPJS Jaminan
Kesehatan Nasional yang premi itu semua karena dalam peraturan
sekarang ini pasien yang mengalami gangguan zat tidak diperkenankan
menggunakan jaminan ini secara gratis dan diwajibkan mengikuti
42 Wawancara pribadi dengan dr. Cut Minora, Jakarta, 2 Juni 2014 43 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014
79
pelayanan ini yang premi boleh yang kelas 3 sampai kelas 1 di tingkat
Jaminan Kesehatan Nasional sesuai peraturan di Rumah Sakit ini.
Data tersebut juga diperkuat oleh hasil kutipan wawancara
penulis dengan dokter Cut selaku kepala administrasi di Rumah Sakit ini
dan yang menangani jaminan ini, berikut hasil kutipan wawancara
penulis dengan beliau sebagai berikut:
“Semenjak BPJS Jaminan Kesehatan Nasional diberlakukan dan mulai dilaksanakan diawal tahun 2014, pemerintah tidak memasukkan pengguna atau penyalahgunaan zat adiktif sebagai pasien yang menerima jaminan tersebut, namun dengan kebijakan yang baru tersebut Rumah Sakit Ketergantungan Obat selaku Rumah Sakit khusus yang menangani NAPZA mempunyai kebijakan setiap pasien yang tidak mampu boleh menggunakan BPJS Jaminan Kesehatan Nasional tapi harus yang berpremi atau iuran setiap bulannya sesuai tingkatan yang disediakan pemerintah dan dengan persyaratan lainnya berupa KK, KTP, kartu JKN dan surat rujukan dari Puskesmas yang masing-masing dirangkap 2”.44 Sementara itu pasien yang bernama Fani dan Yamin pun
menjelaskan kepada penulis melalui wawancara yang kita lakukan
mengenai prihal diatas, dan berikut hasil kutipan wawancaranya:
“Walaupun KJS masih berlaku tapi juga disarankan untuk membuat BPJS mas, tapi kalau BPJS harus yang bayar, makanya saya pakai yang KJS, karena masih bisa digunakan”.45 “Untuk sekarang si saya masih menggunakan KJS, selama masih bisa digunain, soalnya kalau BPJS harus yang premi dan lumayan 25ribu sebulannya”.46
44 Wawancara pribadi dengan dr. Cut Minora, Jakarta, 2 Juni 2014 45 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 46 Wawancara Pribadi dengan Yamin, Jakarta, 14 Juni 2014
80
Dari kutipan wawancara di atas dapat disimpulkan pasien lebih
memilih tetap menggunakan Kartu Jakarta Sehat meski kini sudah ada
Jaminan Kesehatan Nasional.
Dalam pelaksanaannya Kartu Jakarta Sehat di Program Terapi
Metadon mengatasi semua jenis pelayanan yang ada dan termasuk yang
sudah penulis jelaskan di atas, dan jika ada pengobatan di luar biaya
pengguna kartu jaminan pihak rumah sakit akan mengonfirmasi
langsung baik ke pasien maupun ke keluarga pasien.
B. Analisis Data
Pada analisis data evaluasi program pengguna Kartu Jakarta Sehat di
Program Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit Ketergantungan Obat, maka
penulis akan menganalisis program berdasarkan model evaluasi yang
dikemukakan oleh Daniel L. Stufflebeam yaitu evaluasi conteks, evaluasi
input, evaluasi process dan evaluasi product.
1. Evaluasi Conteks
Mengenai evaluasi conteks ini penulis memperoleh data dari hasil
wawancara mengenai penggambaran program dan spesifikasi program di
rumatan metadon sebagai berikut:
a. Legalitas Program
Dalam hal ini penulis menjelaskan legalitas kegiatan yang
mendukung kegiatan terapi metadon. Dalam hal ini Pemerintah pusat
berperan dalam proses legalitas ini dan mengeluarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 57 tahun 2013 tentang Pedoman Program
81
Terapi Rumatan Metadon dan selain itu ada pula UU No. 40 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara penulis dengan Pekerja
Sosial yang berada di terapi metadon ini, hasil kutipan wawancaranya
sebagai berikut:
“Dalam kegiatan program terapi metadon semua itu berdasarkan pedoman pemerintah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Terapi Metadon dan semuanya dalam pengawasan Kementrian Kesehatan”.47
Data tersebut juga diperkuat oleh wawancara penulis dengan
salah satu pasien yang mengikuti program terapi ini sejak 2 tahun lalu
dan berikut hasil kutipan wawancaranya:
“Kegiatan yang saya ikuti ini, memang sudah menjadi kegiatan legal dan ada jadwal-jadwalnya seperti konseling, KDS, ada juga Group Terapi dan macam-macam, nyata dan berjalan walaupun masih banyak yang belum ikut serta atau malu-malu48
Pada tanggal 13 Mei 2014 saat kegiatan Kelompok Dukungan
Sebaya ini dilaksanakan memang program ini sudah berjalan lama
namun memang masih sulit untuk mengajak para pasien untuk
mengikuti kegiatan ini yang menurut mereka membosankan dan
monoton. Tidak hanya melihat sejarahnya kegiatan ini memang
membuat mereka lebih erat dan lebih kekeluargaan dan masih berjalan
sampai saat ini dan banyak manfaatnya.
47 Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014 48 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014
82
Sementara untuk legalitas Kartu Jakarta Sehat itu sendiri
merupakan sebuah pelaksanaan dari UU yang sudah ada yaitu UU No.
40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan melalui Pedoman
Pelaksanaan Kartu Jakarta Sehat (KJS) 2013.
Hal ini diperkuat dari hasil kutipan wawancara penulis dengan
salah dokter Cut selaku kepala bagian administrasi rumah sakit dan
yang menangani khusus jaminan Kartu Jakarta Sehat ini, berikut hasil
kutipan wawancaranya:
“Yang saya ketahui tentang pelaksanaan Kartu Jakarta Sehat ini memang berawal dari keluarnya UU N0. 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasioanal sehingga pemerintah DKI membuat program Kartu Jakarta Sehat ini melalui pedoman pelaksanaan Kartu Jakarta Sehat (KJS) di Tahun 2013”.49
Berdasarkan hasil temuan dan analisis data diatas maka penulis
dapat menyimpulkan bahwa kegiatan yang ada di Program Terapi
Rumatan Metadon Rumah Sakit Ketergantungan Obat yang
menggunakan Kartu Jakarta Sehat memang jelas dan terstruktur
dengan baik yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 57
Tahun 2013 tentang Terapi Penyelenggaraan Program Terapi Rumatan
Metadon dan UU NO. 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
b. Dukungan Lingkungan
Dalam hal ini penulis menjelaskan dukungan lingkungan yang
mendukung proses kegiatan terapi metadon, di anataranya bekerjasama
dengan sesama pengampu metadon, Puskesmas, Rutan serta Lapas.
49 Wawancara pribadi dengan dr. Cut Minora, Jakarta, 2 Juni 2014
83
Hal ini diperkuat dari hasil wawancara penulis dengan seorang
pekerja sosial yang memang bekerja dalam terapi metadon tersebut,
dan berikut hasil kutipan wawancaranya:
“Dukungan lingkungan dalam proses berjalannya kegiatan terapi metadon di rumah sakit ini karena pihak Rumah Sakit Ketergantungan Obat bekerja sama dengan pihak sesama pengampu atau RSUP Fatmawati dan para ampuan seperti Lapas, Puskesmas dan Rutan untuk mempermudah jaringan untuk pasien/klien yang membutuhkan metadon untuk pecandu aktif heroin jenis putau dan sejenisnya“.50
Sementara untuk dukungan lingkungan Kartu Jakarta Sehat
pemerintah DKI Jakarta sudah memberikan wewenang kepada pihak
Puskesmas, Rumah Sakit yang bekerja sama dengan pemerintah DKI
Jakarta dalam melaksanakan kegiatan program Kartu Jakarta Sehat ini
dan pihak Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo selaku pusat dari 3
tahapan yang bergerak dalam hal program ini.
Hal tersebut diperkuat dari hasil wawancara penulis dengan
dokter Cut, dan berikut hasil kutipan wawancaranya:
“Dalam pelaksanaannya dukungan lingkungan Kartu Jakarta Sehat memiliki 3 kaitan yang sangat erat yaitu pertama puskesmas selaku pelayanan tingkat awal saat pasien sakit, jika pasien sudah tidak mampu ditangani barulah pasien dirujuk ke rumah sakit tujuan KJS seperti Rumah Sakit Ketergantungan Obat, jika masih belom mampu maka terakhir yaitu RSCM selaku pusat dari semua rujukan dan di sanalah pasien akan mendapatkan pelayanan yang jauh lebih baik andai dari tingkat 1 dan kedua tidak mampu menolongnya secara maksimal”.51
Dari temuan dan analisis data yang penulis lakukan dapat
disimpulkan bahwa dukungan lingkungan Program Terapi Rumutan
50 Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014 51 Wawancara pribadi dengan dr. Cut Minora, Jakarta, 2 Juni 2014
84
Metadon ini ada 4 di antaranya selaku pengampu metadon yaitu RSUP
Fatmawati dan para ampuannya seperti Puskesmas, Rutan dan Lapas.
Sementara untuk Kartu Jakarta Sehatnya ada 3 dukungan lingkungan
yaitu tingkat pertama ada Puskemas, kedua ada sesama penerima
rujukan Kartu Jakarta Sehat dan terakhir Rumah Sakit Cipto Mangun
Kusumo selaku pusat dari semua rujukan.
c. Tujuan Program
Dalam program ini baik Program Terapi Rumatan Metadon dan
Kartu Jakarta Sehat memiliki tujuan program masing-masing dan
berikut penjelasannya penulis dari kedua tujuan program tersebut.
Tujuan Program Terapi Rumatan Metadon
1) Untuk menurunkan pemakaian NAPZA suntik.
2) Untuk mencegah penularan penyakit melalui darah seperti
HIV/AIDS, Hepatitis B dan C dengan cara mengurangi
pemakaian obat melalui suntikan dan bertukar jarum suntik.
3) Untuk membantu orang yang ketergantungan obat mencapai
keadaan bebas obat dengan cara detoksifikasi dan
meningkatkan kualitas hidup.
4) Untuk meningkatkan status kesehatan pengguna narkotika dan
zat adiktif sehingga dapat hidup normal dan produktif melalui
PTRM.52
Tujuan Program Kartu Jakarta Sehat
52 http://pramareola.com//mengenal-program-terapi-rumatan-metadon-ptrm-sandat-rsup-
sanglah. (diakses pada tanggal 12 April 2014)
85
Memberikan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi
penduduk Provinsi DKI Jakarta terutama bagi keluarga miskin dan
kurang mampu dengan sistem rujukan berjenjang.
Dapat penulis simpulkan bahwa evaluasi conteks
berdasarkan indikator legalitas program, dukungan lingkungan dan
tujuan program sudah sangat siap dan matang dalam sebuah dasar
pemikiran dan didukung dengan lingkungan yang kuat sehingga
tujuan yang nanti dicapai akan terealisasi.
2. Evaluasi Input
Menurut hasil temuan dari sumber data yang penulis peroleh dari
hasil wawancara dengan hasil pengamatan penulis sesuai dengan
indikator evaluasi yaitu :
a. Sumber Daya Manusia
Dalam hal ini penulis menjelaskan Sumber Daya Manusia yang
membantu berjalannya program terapi rumatan metadon dengan
menggunakan Kartu Jakarta Sehat.
Hal di atas diperkuat dari hasil kutipan wawancara penulis
dengan seorang pekerja sosial yang ikut berperan dalam proses terapi
metadon tersebut, berikut hasil kutipan wawancaranya:
“Dalam menjalankan program terapi metadon ini semua komponen terlibat baik dokter spesialis, dokter umum, perawat, apoteker, konselor, psikolog klinis, pekerja sosial, petugas labolatorium, dan petugas keamanan yang mereka selalu berusaha memberikan pelayanan terhadap pasien di rumah sakit ini”.53
53 Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014
86
Seorang dokterpun berpendapat seperti hasil kutipan penulis
dengan salah satu dokter di sana sebagai berikut:
“Benar adanya untuk menjalankan sesuatu kita membutuhkan tenaga medis dan non medis maka dari itu di sini dokter tidak bekerja sendiri, ada pula profesi lain yang membantu seperti perawat, apoteker, konselor, pekerja sosial, petugas laboratorium dan petugas keamanan”.54
Pada hari Jumat 23 Mei setelah Sholat Jumat Penulis melihat
langsung bagaimana saat para petugas metadon beristirahat di sana
berkumpul di kantin ada dokter, pekerja sosial, perawat, apoteker, dan
petugas keamanan. Keadaan saat itu mereka sedang berbincang-
bincang dan sedang makan siang, setelah selesai mereka kembali
bertugas karena jam operasional terapi metadon ini dari jam 08.00-
14.00 WIB.55
Dari hasil wawancara dan pengamatan langsung di atas dapat
disimpulkan bahwa sumber daya manusia yang berperan dalam
program terapi metadon ini ada banyak dan mereka ialah dokter,
pekerja sosial, perawat, apoteker, petugas laboratorium dan petugas
keamanan. Tanpa mereka semua kegiatan terapi metadon akan
mengalami hambatan karena berbagai profesi sangat dibutuhkan dalam
proses pelaksanaan terapi metadon di Rumah Sakit Ketergantungan
Obat.
b. Program Kegiatan
Dalam hal ini penulis menjelaskan Program kegiatan yang
dilaksanakan dalam program terapi rumatan metadon, sebenarnya
54 Wawancara pribadi dengan dr. Cut Minora, Jakarta, 2 Juni 2014 55 Pengamatan langsung penulis, Jakarta, 23 Mei 2014
87
banyak kegiatan yang dilaksanakan baik oleh pasien metadon sendiri
dan juga petugas selaku pemberi layanan disana. Di antaranya adalah
kegitan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS), group terapi, konseling
(konseling adiksi, HIV, psikiatri) dan untuk petugas biasanya kegiatan
seperti pertemuan antar sesama pengampu pengadaan metadon, dan
pertemuan rutin dengan para ampuan yang ada di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat bekerjasama dengan RSUP Fatmawati,
Puskesmas, rutan dan lapas. Data tersebut sesuai hasil wawancara yang
sudah penulisbuat di halaman 65-71 tentang pelayanan yang diberikan
oleh pihak Rumah Sakit terhadap pasien metadon.
Semua kegiatan tersebut dapat diikuti pasien baik yang
menggunakan Kartu Jakarta Sehat maupun yang tidak namun khusus
pengguna Kartu Jakarta Sehat biasanya harus menyerahkan
persyaratan berupa fotocopy Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga
dan Kartu Jakarta Sehatnya, selain itu juga setiap apapun yang
berkaitan dengan pasien baik dia dalam mengikuti kegiatan didalam
program metadon ini wajib mentaati peraturan yang berlaku agar tidak
terjadi suatu hal yang tidak di ingikan. Data ini pun sesuai hasil
wawancara yang dilakukan penulis oleh pasien dan ada di halaman 60.
Pengamatan penulis selama melakukan penelitian juga melihat
setiap pasien diwajibkan mengikuti kegiatan non medis ini guna
mempercepat preses rumatan dan berpengaruh terhadap penyembuhan
pasien terhadap ketergantungan opiat ini.
88
Berdasarkan hasil wawancara dan pegamatan di atas dapat
disimpulkan bahwa kegiatan non medis yang diberikan oleh pihak
rumah sakit ini sangat membantu dalam proses rumatan dan kegiatan
ini dapat diikuti oleh semua pasien metadon baik yang menggunakan
Kartu Jakarta Sehat ataupun tidak namun yang menggunakan Kartu
Jakarta Sehat tetap harus mematuhi prosedur dan persyaratan yang
berlaku.
c. Sarana dan Prasarana
Dalam rangka menjalankan kegiatan yang ada di program
terapi metadon ini penunjang kegiatan atau biasa disebut sebagai
saranan dan prasarana yang ada di terapi metadon akan penulis
jelaskan sebagai berikut.
Dari segi sarana dan prasarana sangat lengkap mulai dari
Laboratorium, Radiologi, Farmasi, Rawat Inap jika pasien perlu
mendapatkan perawatan selain itu juga pihak rumah sakit setiap
tahunnya selalu memperbaharui dan mengganti sarana yang telah
rusak.
Data tersebut sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan
beberapa pasien berikut ini:
“Selama mengikuti terapi metadon di sini menurtu saya sarana dan prasarana sangat lengkap dan bisa dikatakan sempurna, karena semua sudah tersedia dengan baik”.56 “Sarana dan prasarana di sini cukup lengkap dan semuanya yang dibutuhkan pasien baik penunjang maupun yang pokok ada semua mas”.57
56 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 57 Wawancara pribadi dengan Andre, Jakarta 15 Juni 2014
89
“Sarana prasarana disini jangan diragukkan lagi mas, pasti lengkap dan selalu diperbaharui dan jika ada kerusakan atau kekurangan”.58 Berdasarkan pengamatan penulis pada tanggal 12 Mei hari
Senin dapat mendeskripsikan ruangan atau lebih tepatnya sarana dan
prasarana yang ada di sana. Yang penulis lihat didalam ruangan terapi
metadon ada 6 kamar yang masing-masing memiliki peralatan yang
berbeda dan peranan dalam fungsinya.
1) Ruang Aula
Ruangan ini biasanya digunakan untuk melaksanakan
kegiatan kelompok dukungan sebaya (KDS), peralatan di ruangan
ini ada AC, tempat cuci tangan beserta cermin, meja besar bundar
untuk rapat serta lemari untuk data pasien serta papan informasi
untuk pasien dan pengunjung
2) Ruang Petugas
Ruangan ini digunakan untuk petugas di sana diisi oleh
pekerja sosial dan dokter. Jadi ruangan ini bersifat pribadi oleh
karena itu, petinggi dari petugas yang ada di metadon dan sarana
maupun prasarana yang ada di sana meja kantor ada 3, lemari yang
besar ada 3 serta dilengkapi 2 set computer dan AC.
3) Ruang Konseling
Ruangan ini digunakan untuk pasien yang ingin
berkonsultasi baik tentang keadaan dia maupun untuk praktikan
dalam belajar konseling. Didalamnya terdapat timbangan berat
58 Wawancara Pribadi dengan Cahyo, Jakarta 14 Juni 2014
90
badan serta ukuran tinggi badan, dilengkapi juga dengan satu meja
dan 2 kursi serta besar ruangan 3x1 m2.
4) Ruang untuk pasien meminum metadon
Ruangan ini biasanya digunakan untuk pasien meminum
metadon, ruangan tersebut berukuran 2x1 m2 serta terdapat tralis
dan hanya untuk pasien dan perwakilannya saja saja.
5) Ruang input data
Di sinilah perawat bekerja mencatat hasil dari apa yang
dialami pasien setiap harinya apakah ada pengurangan dosis atau
tidak, di ruangan ini terdapat banyak bangku dan satu set
computer, AC, telpon, serta peralatan untuk memberikan metadon
(ada pengukur dosis, ketel berisi sirup dan botol metadon dan botol
kecil untuk metadon yang dibawa pulang).
6) Kamar mandi
Didalam kamar mandi terdapat tempat cuci tangan, sabun
ciar dan wc duduk dan ada juga cara untuk mencuci tangan, kamar
mandi ada 2 untuk petugas metadon ada di dalam ruang metadon
tetapi yang satu lagi terdapat di luar.
Selain itu sarana dan prasarana penunjang lainnya untuk pasien
terdapat laboratorim poliklinik dan unit gawat darurat jika terjadi
masalah kesehatan dan kejadian yang tidak diinginkan.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan penulis maka
dapat dikatakan untuk sarana dan prasarana menurut penulis sudah
sangat lengkap karena semua yang dibutuhkan sudah ada didalam
91
fasilitas rumah sakit dan memang sudah dipersiapkan sehingga sangat
mendukung untuk pelaksanaan program terapi metadon berjalan
dengan baik.
d. Anggaran Dana
Kali ini penulis akan menjelaskan anggaran dana yang didapat
oleh pihak Rumah Sakit Ketergantungan Obat, untuk semua kegiatan
yang berkaitan baik sarana prasaran sampai pengadaaan yang lainnya
pihak Rumah Sakit Ketergantungan Obat mendapatkan dana dari
APBN Kementerian Kesehatan, selain itu pihak rumah sakit juga
mendapatkan dana dari hasil pendapatan yang rumah sakit itu sendiri
melalui Badan Layanan Umum (BLU), dan dana dari APBN bila
dinominalkan ±15 miliyar rupiah dan untuk permasalahan Kartu
Jakarta Sehat pihak rumah sakit mengambil dana pasien ke
Kementerian Kesehatan untuk melaporkan data administrasi pasien
atau langsung kepada Departemen Keuangan Negara.
Data tersebut diperkuat dari hasil wawancara penulis dengan
dokter yang berperan khusus di pelaksanaan program Kartu Jakarta
Sehat dan berikut ini hasil kutipan wawancaranya:
“Untuk dana yang diterima pihak rumah sakit harus membuat laporan administrasi pasien yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat, setelah dibuat laporan keuangannya, kemudian dilaporkan kepada Kementerian Kesehatan yang kemudian baru setelah itu penagihannya kepada Departemen Keuangan Negara”.59
59 Wawancara pribadi dengan dr. Cut Minora, Jakarta, 2 Juni 2014
92
Penulis juga mendapatkan data lain atau untuk sebuah
perbandingan jawaban dari seorang pekerja sosial yang berada di
bagiam terapi metadon dan berikut hasil kutipan wawancaranya:
“Selama ini pihak rumah sakit mendapatkan dana dari APBN Kemeterian Kesehatan sebesar ±15 miliyar rupiah selaku yang bertanggung jawab dalam hal kesehatan selama ini, selain itu BLU juga berperan dalam membantu keuangan rumah sakit”.60
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pihak
Rumah Sakit Ketergantungan obat mendapatkan anggaran dana selama
ini dari pemerintah pusat atau tepatnya ialah dari Kemterian Kesehatan
dan untuk dana pasien yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat itu
berasal dari Pemprov DKI Jakarta dan anggaran dana tersebut sudah
cukup untuk kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak Rumah sakit
khususnya di Program Terapi Rumatan Metadon.
e. Peraturan atau Prosedur
Penulis kali ini akan menjelaskan peraturan dan prosedur yang
berlaku didalam menjalankan program terapi metadon. Untuk sebuah
pelaksanaan program apalagi ini merupakan program yang
berkelanjutan maka penting adanya peraturan dan prosedur yang
berlaku dalam program terapi rumatan metadon ini dan sudah
dijelaskan oleh penulis ditemuan bahwa memang peraturan itu dibuat
agar kegiatan berjalan dengan baik dan penulis akan membahas
kepada peraturan penggunaan Kartu Jakarta Sehat yang digunakan
pasien dalam mengikuti kegiatan terapi metadon ini.
60 Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014
93
Dalam pedoman pelaksanaan program Kartu Jakarta Sehat
tahun 2013 setiap pasien yang mengikuti atau menggunakan Kartu
Jakarta Sehat ini harus memiliki KTP dan berdomisili di wilayah DKI
Jakarta dan merupakan warga yang tergolong tidak mampu maka oleh
karena itu setiap pasien wajib menunjukkan semua berkas tersebut
dalam prosedur pelayanan pasien di saat pasien mendaftar pada saat
berobat.
Sedangkan prosedur yang berlaku di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat setiap pasien yang sudah terdaftar dalam
pelayanan Kartu Jakarta Sehat ini nantinya akan dimintai fotocopy
Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Kartu Jakarta Sehat, dan
Keterangan miskin atau Gakin masing-masing dirangkap 2 yang
diberikan kepada pihak administrasi rumah sakit setiap 1 bulan sekali.
Data di atas diperkuat oleh pasien Fani dan Yamin yang
memberikan keterangan sebagai berikut:
“Untuk Prosedur rumah sakit yang selama ini saya ikuti ya setiap pasien yang menggunakan KJS biasanya memberikan berkas berupa fotocopy KTP, KK, dan KJS itu sendiri dirangkap 2 dan diberikan setiap sebulan sekali dan harus ada Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), misalkan belum menyerahkan berkas yang diminta pihak rumah sakit biasanya diperingatkan oleh petugas metadon dan jika tidak maka pasien tidak boleh minum metadon sampai selesai mengurus administrasinya”.61
“Prosedurnya sama kaya rumah sakit pada umumnya mas, sebagai pasien pengguna KJS, saya menyiapkan fotocopy KTP, KK dan KJSnya yang masing-masing 2 rangkap, lalu diberikan kepada pihak administrasi untuk
61 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014
94
diproses setelah itu baru pasien dapat meminum metadon.62
Berdasarkan pengamatan pribadi penulis pada tanggal 14 Juni
2014, setiap pasien penguna Kartu Jakata Sehat harus membawa
persyaratan berupa Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan Kartu
Jakarta Sehatnya, setelah itu diserahkan kepada petugas administrasi,
setelah diproses pasien baru bisa meminum metadon tersebut dan
prosesnya 10-15 menit.
Dari hasil wawancara dan pengamatan yang penulis lakukan
data di atas dapat disimpulkan bahwa peraturan dan prosedur yang
dijalankan pasien harus sesuai dengan aturan yang berlaku, jika pasien
tidak menuruti aturan serta prosedur yang berlaku maka pasien itu
sendiri yang akan rugi karena dapat menunda pasien untuk meminum
metadon dan sangat merugikan untuk psikis pasien.
Dapat disimpulkan keseluruhan evaluasi input ini
membutuhkan sumberdaya yang professional dan semuanya
berdasarkan yang dibutuhkan rumah sakit dan didukung dengan sarana
yang lengkap dan dilengkapi aturan yang jelas dan tertulis sehingga
sangat berkaitan dan baik.
3. Evaluasi Process
Menurut hasil temuan dari sumber data yang penulis peroleh dari
hasil wawancara dengan hasil pengamatan penulis sesuai dengan
indikator evaluasi yaitu :
62 Wawancara Pribadi dengan Yamin, Jakarta, 14 Juni 2014
95
a. Pelaksanaan Program
Dalam pelaksanaan program terapi rumatan metadon untuk
pasien yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat maupun yang tidak
semuanya harus melalui alur penerimaan pasien rumah sakit sebelum
mendapatkan pelayanan dan itu harus ditaati karena merupakan sebuah
prosedur. Setelah daftar, pasien akan mendapatkan pelayanan sesuai
dengan yang pasien tuju, untuk pasien yang menggunakan Kartu
Jakarta Sehat biasanya lebih lama dalam prosesnya karena harus
membawa persyaratan sedangkan pasien yang membayar tunai dan
kemudian menunggu pelayanan yang mereka tuju.
Data tersebut sesuai dengan wawancara pribadi penulis dengan
2 pasien yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat dan 2 pasien yang
membayar tunai berikut kutipan wawancaranya:
“Pengguna KJS memang harus mentaati prosedur dan peraturan yang berlaku, jadi harus menyerahkan persyaratannya dulu, jika belum disiapkan maka pasien akan lama mendapatkan pelayanan karena harus menyelesaikan persyaratan yang sudah ada”.63 “Jika persyaratannya sudah ada maka pasien pun lebih mudah mendapatkan pelayanan, yang lama itu ketika pasien tidak membawa persyaratan dan harus mengambil persyaratan itu sehingga waktu terbuang”.64 “Karena saya membayar tunai jadi setelah mendaftar lalu membayar di kasir, setelah mendapatkan bukti pembayaran, barulah bukti pembayaran itu saya berikan kepada petugas PTRM dan untuk biayanya 15000 untuk seharinya”.65
63 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 64 Wawancara Pribadi dengan Yamin, Jakarta, 14 Juni 2014 65 Wawancara pribadi dengan Andre, Jakarta 15 Juni 2014
96
“Dengan membayar tunai saya lebih praktis dan tidak perlu mengantri ketika meminum metadon karena tinggal kasih bukti pembayarannya saja”.66 Dari hasil kutipan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
prosedur sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan pasien Kartu
Jakarta Sahat di program ini dan itu sangat berpengaruh terhadap
proses rumatan di program ini.
Dalam pelaksanaan program terapi metadon sendiri
dilaksanakan setiap hari dan jam operasionalnya dari jam 8 pagi- jam 2
siang, waktu bisa berubah sesuai dengan pasien yang datang jika
pasien sudah meminum semua maka metadon akan tutup lebih awal
namun untuk jam tutupnya tetap jam 2 kecuali jika pasien
menghubungi pihak petugas maka akan ada toleransi kepada pasien
dan petugas akan menunggu hingga pukul 15.00.
Data di atas diperkuat dari hasil wawancara penulis dengan
perawat yang bertugas di program terapi metadon ini dan berikut hasil
kutipan wawancaranya:
“Masalah waktu operasional selama ini, pihak rumah sakit memberikan jadwal kepada setiap pasien yaitu buka pukul 08.00-14.00. jika ada pasien yang telat dan menghubungi pihak rumah sakit maka akan ditunggu hingga pasien itu meminum metadon dan petugaspun selalu ada sampai pukul 15.00 di ruang terapi metadon”.67
Selain itu salah satu pasien yang bernama Fani memberikan
keterangan mengenai operasional terapi metadon ini sesuai dengan
66 Wawancara Pribadi dengan Cahyo, Jakarta 14 Juni 2014 67 Wawancara pribadi dengan Tjatur Djoko Wibowo, Jakarta, 11 Juni 2014
97
hasil wawancara penulis dengan beliau dan berikut hasil kutipan
wawancaranya:
“Di sini iya mas, buka dari jam 08.00-14.00 dan kadang pula suka telat bukanya tapi walaupun demikian karena pasien kita harus ikut aturan rumah sakit saja yang penting jangan sampai telat minum, karena akibatnya badan seperti sehabis digebukin sekampung mas jika sedang sakau sudah tidak tertahan di badan”.68
Penulis melihat sendiri dari pasien mulai datang mendaftarkan
diri pasien sampai pasien meminum metadon dan kegiatan tersebut
membutuhkan proses yang lama karena harus mengantri dengan pasien
yang lainnya, itu dikarena setiap pasien pengguna Kartu Jakarta Sehat
harus memproses administrasinya dan kegiatannya pun 10-15 menit.
Penulis juga memperhatikan pelayanan yang diberikan oleh pihak
rumah sakit yang berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan
pelayanan yang terbaik. Tidak hanya meminum metadon saja penulis
melihat ada yang meminta konsultasi untuk masalah kesehatan dan
keadaan pasien saat itu karena dia merasa mual dan panas tubuhnya
tinggi kemudian pihak rumah sakit langsung memanggil pasien untuk
melaksanakan konsultasi.69
Dapat penulis simpulkan dalam pelaksaannya pasien pengguna
Kartu Jakarta Sehat harus memenuhi prosedur pelayanan pasien dan
harus selalu mencari informasi tentang pelayanan yang memang
menguntungkan bagi pasien yang menggunakannya. Selain itu
pelaksanaan program terapi metadon ini sesuai aturan dan berjalan
dengan baik sesuai hasil wawancara dan pengamatan langsung yang
68 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 69 Pengamatan langsung penulis, Jakarta, 25 Juni 2014
98
dilihat oleh penulis sendiri dengan demikian penulis menyimpulkan
pelaksaan program terapi metadon sudah baik dan untuk para pasien
pengguna Kartu Jakarta Sehatpun sudah dilayani dengan maksimal
walaupun ada keterlambatan dari petugas tetapi berjalan dengan baik
semua kegiatanya.
b. Pengelolaan Program
Dalam pengelolaan program pihak rumah sakit menyerahkan
kepada instalasi administrasi yang memang mengelola langsung uang
masuk dan keluar selama ini baik untuk keperluan pegawai rumah
sakit sampai kepada perlengkapan fasilitas yang dibutuhkan pasien
baik itu berupa sarana dan prasarana sampai obat.
Untuk pengelolaan pengguna Kartu Jakarta Sehat itu sendiri
termasuk didalam instalasi administrasi namun ada bagian khusus yang
menanganinya dan itupun langsung dipegang oleh koordinator instalasi
selaku yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Kartu Jakarta Sehat
di Rumah Sakit Ketergantungan obat ini.
Data di atas diperkuat oleh dokter Cut selaku dokter yang
mengurusi dibidang Kartu Jakarta Sehat ini dan berikut hasil kutipan
wawancaranya:
“Semua pengelolaan dipegang oleh pihak rumah sakit sendiri dan berada di bawah naungan BLU yang dikelola di bagian administrasi rumah sakit”.
“Setiap persyaratan yang masuk akan kami kumpulkan yang nantinya kami akan laporkan kepada pihak Kementerian Kesehatan untuk meminta uang iuran untuk rumah sakit setelah semua proses pelayanan dan data yang kami kumpulkan selesai barulah pihak rumah
99
sakit mengajukannya kepada Departemen Keuangan Negara”.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan
program dalam hal ini di bawah BLU yang langsung dikelola oleh
pihak rumah sakit melalui bagian administrasinya dan melayani semua
jenis pelayanan yang digunakan masyarakat baik biaya tunai maupun
yang menggunakan pelayanan dari pemerintah.
c. Hambatan/Dukungan yang dijumpai selama pelaksanaan
program
Hambatan/dukungan yang sering muncul dalam pelaksanaan
program terapi metadon ini maupun dalam pelaksanaan pelayanan
untuk pasien yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat akan penulis
jelaskan sebagai berikut.
Dalam pelaksanaan terapi metadon sendiri hambatan selalu
datang ketika pasien itu belum menyerahkan persayaratan yang
diminta oleh pihak rumah sakit atas layanan kesehatan yang ia
inginkan misalkan persyaratan Kartu Jakrta Sehat maupun yang
terbaru saat ini JKN BPJS, selain itu dari pihak petugas ada salah satu
petugas yang memang rumahnya jauh dan sering telat saat ia menjadi
petugas jaga di program terapi metadon ini mungkin itu saja hambatan
yang sering muncul ketika pelaksanaan program ini dilaksanakan.
Untuk dukungan yang diberikan dalam hal ini jadi dengan
adanya Kelompok Dukungan Sebaya ada yang memimpin para pasien
metadon dalam setiap kegiatan dan ada pula pasien metadon yang
menjadi kader muda di Puskesmas, jadi dialah tumpuan petugas untuk
100
menangani teman mereka sendiri dan untuk pihak petugas sendiri
dengan banyak profesi yang bekerja sama dalam terapi ini membuat
solit dan membuat program ini masih berjalan sampai saat ini.
Kesimpulan dari evaluasi proses, semua sudah sejalan dengan
prosedur ataupun Standar Operasional dan Prosedur (SOP) yang dibuat
oleh rumah sakit ini walaupun banyak kekurangan itu karena bukan
kekurangan Sumber Daya Manusianya tetapi karena kesalahan
individu saja, untuk Sumber Daya Manusianya sendiri sudah cukup
dengan berbagai profesi yang ada dan untuk pelaksanaan, pengelolaan
program dan hambatan/dukungan program semua sudah berjalan baik
sehingga penulis dapat mengatakan kegiatan di program terapi
metadon ini baik dalam pelaksanaannya.
4. Evaluasi product
Menurut hasil temuan dari sumber data yang penulis peroleh dari
hasil wawancara dengan hasil pengamatan penulis sesuai dengan
indikator evaluasi yaitu :
a. Pencapaian Program
Dari yang penulis amati selama melakukan penelitian di sana,
pencapaian program Kartu Jakarta Sehat untuk para pasien metadon
berjalan dengan baik dan bagus pencapaiannya. Dengan gratisnya
layanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit membuat pasien
semangat berobat di sini dan tidak jarang banyak pasien yang sudah
lebih baik dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-harinya dan
101
ada pasien yang menjadi kader muda di wilayah ampuan dari pihak
Rumah Sakit Ketergantungan Obat ini atau Puskesmas setempat.
Data tersebut diperkuat oleh hasil wawancara penulis dengan
pasien yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat, berikut kutipan
wawancaranya:
“Dengan adanya bantuan dari dinas kesehatan DKI Jakarta ini saya merasa lebih dipedulikan sebagai pecandu dan dengan gratisnya layanan metadon ini memberikan motivasi lebih untuk jadi lebih baik dan Alhamdulillah saya sudah bekerja sebagai kader muda disalah satu Puskesmas di Jakarta”.70 Berdasarkan pengamatan penulis pada tanggal 13 Juni 2014,
pasien metadon lebih awal hadir dari pada yang membayar tunai itu
semua karena proses pendaftaran pasien dan membawa persyaratan
yang diperlukan71
Berdasarkan kutipan wawancara dan hasil pengamatan penulis
dapat disimpulkan bahwa pencapaian program terapi rumatan metadon
ini baik dari proses rumatan yang dijalankan oleh pasien pun
bermanfaat bahkan ada pasien yang berkembang dengan menjadi kader
muda di Puskesmas setempat.
b. Dampak Program
Dampak yang muncul menurut penulis banyak yang positif
dalam pelaksanaan program Kartu Jakarta Sehat di terapi metadon ini
karena selain membantu masyarakat miskin untuk mendapatkan
pelayanan yang lebih baik juga pemerintah menerapkan pelayanan
70 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 71 Pengamatan langsung penulis, Jakarta 13 Juni 2014
102
sosial yang pro-rakyat sehingga kegiatan ini patut diapresiasi dan terus
mendapatkan dukungan agar lebih baik lagi kedepannya.
Dari kondisi pasien terapi metadon yang menggunakan Kartu
Jakarta Sehat banyak pula yang sudah bekerja dan beraktivitas dan ada
yang sudah sembuh juga dari ketergantungan opiat sintetik ini dan
bekerja di Lembaga Swadaya Masyarakat, Puskesmas dan
berwirausaha data tersebut sesuai dengan hasil kutipan wawancara
yang ada di halaman 95.
Dari sisi negatifnya masih banyak pasien yang menggunakan
layanan dari pemerintah ini belum mendapatkan pelayanan yang sesuai
dengan apa yang pemerintah wacanakan karena didahulukan pasien
yang membayar tunai.
Data tersebut diperkuat oleh hasil wawancara penulis dengan
pengguna Kartu Jakarta Sehat dan yang tidak menggunakan Kartu
Jakarta Sehat berikut kutipan wawancaranya:
“Biasanya mas saat tes darah, tes urin yang pengguna KJS itu belakangan dan didahulukan yang membayar tunai”.72 “Berasanya itu ya misal yang bayar itu didahulukan sedangkan yang gratis kaya kita ini dibelakangin mas”.73 “Didahulukan karena memang saya tidak seperti pasien lain yang harus menyerahkan persyaratan di administrasi dan tetap sama pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit”.74
72 Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta, 13 Juni 2014 73 Wawancara Pribadi dengan Yamin, Jakarta, 14 Juni 2014 74 Wawancara Pribadi dengan Cahyo, Jakarta 14 Juni 2014
103
“Pelayanan yang diberikan tetap sama mungkin didahulukan karena saya tidak menyerahkan persyaratan yang diminta pihak rumah sakit”.75
Berdasarkan pengamatan langsung penulis pada tanggal 25
Juni 2014, sebenarnya itu hanya teknis pelaksanaanya saja tetapi dalam
pelayanan maupun prosesnya semua dijalankan dengan baik oleh pihak
Rumah Sakit, mungkin karena gratis sehingga didahulukan yag
membayar tunai terlebih dahulu.
Dari hasil kutipan wawancara dan hasil pengamatan yang
penulis lakukan maka dapat dikatakan pelayanan yang diberikan oleh
pihak rumah sakit masih belom maksimal dari segi pelayanan karena
masih membeda-bedakan pasien dan itu sangat menjadi
Dapat penulis simpulkan keseluruhan dari evaluasi produk ini
adalah pencapaian yang diraih oleh pasien dan sampai ditahapan ini
baik, pasien metadon yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat maupun
yang tidak sama-sama memberikan hasil yang baik dan sesuai tujuan
yang ingin dicapai selama proses terapi metadon ini. Namun dari
tujuan akhirnya masih banyak pasien yang belum bisa mencapai
sempurna, karena banyak pasien metadon sampai saat ini belom
mampu berhenti dari ketergantungan dari proses rumatan ini, yang
nantinya mereka bisa hidup tanpa ketergantungan dari metadon ini.
75 Wawancara pribadi dengan Andre, Jakarta 15 Juni 2014
104
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pelaksanaan program Kartu Jakarta Sehat (KJS) di Program Terapi
Rumatan Metadon (PTRM) berjalan dengan baik sesuai dengan pedoman dari
pemerintah pusat dan program ini terus memberikan pelayanan yang maksimal
sesuai kebutuhan pasien untuk bisa lepas dari ketergantungan opiat dan untuk
merubah pasien lebih baik lagi dari sebelumnya. Contohnya sudah banyak pasien
yang berhasil menjalankan terapi metadon dan berfungsi sosial kembali seperti
halnya pasien yang bernama Fani yang merupakan pasien metadon dan dia
menjadi seorang kader muda di Puskesmas. Selain itu program ini juga mendapat
dukungan dari Kementerian Kesehatan dengan bekerja sama dengan WHO untuk
pengadaan atau biasa disebut sebagai ampuan atau pusat dari penanganan
NAPZA, dengan bekerjasama dengan pihak RSUP Fatmawati beserta para
ampuan yang mengikutinya seperti Puskesmas, Rutan dan Lapas.
Hasil evaluasi yang peneliti lakukan di Program Terapi Rumatan Metadon
dengan menggunakan CIPP berjalan dengan baik, dapat dikatakan dari awal
sampai proses rumatan ini berjalan setiap pasien yang mengunakan Kartu Jakarta
Sehat atau yang tidak menggunakan Kartu Jakarta Sehat sudah menjalankan
kegiatan sesuai prosedur dan untuk petugasnya yang berada dalam Program
Terapi Rumatan Metadon sudah menjalankan SOP yang ada di Rumah Sakit.
Untuk fasilitas dan penunjang lainnya pun sudah sangat lengkap, petugas
medisnya bekerja sesuai dengan yang ditetapkan. Selanjutnya program ini
105
dikatakan baik, karena sangat membantu proses penyembuhan pasien dan bahkan
mempermudah pasien yang sudah bekerja untuk lebih baik dalam menjalankan
kegiatannya di luar. Walaupun hasil rumatan ini berjalan baik namun produk
yang dihasilkan masih jauh dari yang diharapkan, karena masih banyak sekali
pasien yang masih tinggi dosisnya walaupun sudah menjalani proses rumatan ini
bertahun-tahun dan belum selesai masa rumatannya, sangat disayangkan karena
melihat metadon ini bukan obat yang murah.
B. Saran
1. Untuk petugas medis terutama dalam yang memberikan metadon diharapkan
lebih tepat waktu dan tidak telat kembali.
2. Setiap pasien baik yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat ataupun yang tidak
menggunakan layanan dari pemerintah diharapkan mampu mengikuti kegiatan
Kelompok Dukungan Sebaya agar lebih diaktifkan kembali, melihat banyak
yang belum ikut serta dalam kegiatan tersebut.
3. Kepada pihak rumah sakit lebih memanfaatkan keberadaan psikolog dan
pekerja sosial dalam memberikan pelayanan non medis dirumah sakit ini,
karena merekalah yang berpotensi dalam hal membangkitkan rasa Self help
pasien untuk sembuh dari ketergantungan obat tersebut.
106
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku:
Asril, Asliati dan Rahmi Handayani ed. Buku Saku Metadon, Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI, RSUP Fatmawati dan HCPI, 2006
Arikunto, Suharsimi. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset, 1989.
Herawati, Istiana. Evaluasi Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Bagi Anak
Dari Keluarga Miskin Di Tempat Penitipan Anak (TPA) Beringharjo
Yogyakarta. Jakarta: Departemen Sosial RI Badan Pendidikan dan Penelitian
Kesejahteraan Sosial, 2007.
Hidayati, Nurul. Metodelogi Penelitian Dakwah. Jakarta: UIN Jakarta Press,
Meleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2010.
Modul dan Kurikulum Pelatihan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM).
Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2007.
Nawawi, Hadari. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press,
Pedoman Penyelenggaraan Program Terapi Rumatan Metadon, Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI
Salam, Syamsir. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
Sarasvita, Riza dkk. Kilas Balik 30 Tahun Rumah Sakit Ketergantungan Obat.
Jakarta: Rumah Sakit Ketergantungan Obat, 2002.
107
Sugiono. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2009.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta, 2009.
Sutaat, dkk. Pelayanan Sosial Bagi Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah DI
Malaysia. Jakarta: Puslitbang Kesejahteraan Sosial-Badiklit Kesejahteraa
Sosial-Departemen Sosial RI, 2007.
Wirawan. Evaluasi Teori, Model, Standar, Aplikasi Dan Profesi; Contoh Aplikasi
Evaluasi Program Pengembangan Sumber Daya Manusia, Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat, Mandiri Pedesaan, Kurikulum, Perpustakaaan
dan Buku Tek.. Jakarta: Rajawali Press, 2011
B. Dokumentasi :
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 57 Tentang Pedoman Penyenggaraan Program
Terapi Rumatan Metadon
Studi Dokumen, Brosur Profil Rumah Sakit Ketergantungan Obat
Studi Dokumen, Walking Paper Residen Rehabilitasi
C. Observasi :
Pengamatan langsung penulis, Jakarta 7 Mei 2014.
Pengamatan langsung penulis, Jakarta 23 Mei 2014.
Pengamatann langsung penulis, Jakarta 12 Mei 2014
Pengamatan langsung penulis, Jakarta 14 Juni 2014
Pengamatan langsung penulis, Jakarta 25 Juni 2014
Pengamatan langsung penulis, Jakarta 13 Juni 2014
108
D. Wawancara :
Wawancara pribadi dengan Andre, Jakarta 15 Juni 2014.
Wawancara pribadi dengan dr. Cut Minora, Jakarta, 2 Juni 2014.
Wawancara pribadi dengan Cahyo, Jakarta 15 juni 2014.
Wawancara pribadi dengan Endang Suharjanti M.Si, Jakarta, 2 Juni 2014
Wawancara pribadi dengan Fani, Jakarta 13 Juni, 2014.
Wawancara pribadi dengan Tjatur Djoko Wibowo, Jakarta, 11 Juni 2014.
Wawancara pribadi dengan Yamin, Jakarta 15 Juni 2014.
E. Internet :
http://Kotakpensil.com//kesehatan. (diakses pada tanggal 9 September 2013)
http://Republika.co.id, berita nasional, jabodetabek-nasional//12/08/26, bps-orang-
miskin-di-jakarta-369-persen. (diakses pada tanggal 10 April 2014)
http://www.spiritia.or.id/li/bacali.php. (diakses pada 25 Januari 2014)
http://www.psychologymania.com/2012/11/pengertian-pelayanan-sosial.html.
(diakses 25 Desember 2013)
http://Jakarta.go.id//DinasKesehatanDKIJakarta. 2012. (diakses 12 April 2014)
http://pramareola.com//Mengenal Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) Sandat
RSUP Sanglah. (diakses pada tanggal 12 April 2014)
109
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Pedoman Observasi
A. Alur Penerimaan pasien
B. Kegiatan yang ada di Program Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit
Ketergantungan Obat
1. Kelompok dukungan sebaya (KDS)
2. Group terapi dan pertemuan keluarga
3. Konseling adiksi
4. Konseling HIV
5. Konseling psikiatri
6. Supervisi ke satelit/Puskesmas, rutan dan lapas
7. Pertemuan konsultatif Rumah Sakit Ketergantungan Obat dengan satelit
(Puskesmas, Rutan dan Lapas) di bawah ampuan Rumah Sakit
Ketergantungan Obat
8. Pertemuan antar pengampu metadon
9. Monitoring dan evaluasi
10. Pemeriksaan labolatorium
11. Spot check/ pemeriksaan urin secara berkala bagi peserta metadon.
PEDOMAN WAWANCARA
Informan : Perawat
Pertanyaan
1. Apa pengertian metadon menurut anda?
2. Apa manfaat metadon apa saja?
3. Bagaimana menentukan dosis awal metadon?
4. Peran perawat dalam proses terapi ini apa saja?
5. Selain metadon ada terapi lain tidak di sini?
Informan : Pekerja sosial
Pertanyaan
1. Apa pengertian metadon menurut anda?
2. Apa manfaat metadon apa saja?
3. Bagaimana menentukan dosis awal metadon?
4. Peran apa saja yang sudah ibu lakukan dalam proses terapi metadon di sini?
5. Selain pekerja sosial ada profesi lainnya tidak bu yang bekerja di program
metadon ini?
6. Kegiatan apa saja si bu yang ada di PTRM ini?
7. Anggaran dana RSKO dari mana saja ya bu?
Informan : Dokter
pertanyaan
1. Apa yang ibu ketehaui tentang metadon?
2. Apa manfaat metadon ?
3. Bagaimana menentukan dosis awal metadon?
4. Peranan seorang dokter itu seperti apa si bu?
5. Apakah membutuhkan profesi lain dalam pelaksanannya dilapangan bu?
6. Benarkah rumah sakit ini menerima pasien metadon?
7. Sejak kapan metadon diberlakukan di rumah sakit ini?
8. Bagaimana pihak rumah sakit mendapatkan dana dari pasien pengguna KJS?
9. Darimanakah RSKO mendapatkan dana selama ini?
10. Bagaimana prosedur pengguna KJS?
Informan : Pasien
Pertanyaan
1. Apa pengertian metadon menurut anda?
2. Apa manfaat metadon apa saja?
3. Bagaimana menentukan dosis awal metadon?
4. Kegiatan apa saja yang diketahui?
5. Operasionalnya dari pukul berapa-sampai pukul berapa?
6. Apakah pelayanannya sudah sesuai?
7. Pengguna KJS juga ya, prosedurnya seperti apa si bang?
8. Semenjak ada BPJS gimana si pendapat abang apa masih pake KJS?
DOKUMENTASI PHOTO-PHOTO SAAT PENULIS MELAKUKAN
PENELITIAN
(Gambar 1.1) : Hasil pendataan dari pasien
Setelah pasien meminum metadon petugas metadon langsung
mencatat di sebuah kertas yang nantinya akan disimpan di file masing-masing
pasien atau biasa disebut sebagai data rekam medik, dan hal ini untuk
melaksanakan evaluasi lebih mudah untuk kedepannya nanti dan sebagai
bukti mereka misal terjadi permasalahan saat berkonsultasi dengan dokter
mengenai perkembangan pasien.
(Gambar 1.2) : Proses pengukuran dosis metadon oleh petugas
Pengukuran dosis ini dilakukan oleh petugas metadon sebelum
metadon ini diberikan kepada pasien metadon dan pengukuran dosis ini juga
tidak boleh sembarangan karena harus mendapatkan pelatihan terlebih dahulu,
dan petugas juga harus melihat status rekam medik pasien agar dosis yang
diberikan sudah sesuai dengan yang disarankan oleh dokter.
(Gambar 1.3): Pemberian metadon oleh petugas
Setelah diukur melalui mesin pengukur dosis selajutnya metadon
diberikan kepada pasien dan harus diminum oleh pasien di depan petugas
seperti pada gambar diatas, karena kode etik maka penulis menyediakan
gambar sebisanya dan ini merupakan proses dari meminum metadon.
Diharuskan langsung diminum di depan petugas agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan karena efek samping dari metadon ini sangat luar biasa
bisa menyebabkan kematian.
(Gambar 1.4): input data pasien oleh petugas
Setelah metadon diminum pasien kemudian petugas mencatat di buku
rekam medik, yang kemudian disimpan di lemari dan langsung dimasukkan
ke komputer.
(Gambar 1.5): Wawancara dengan pekerja sosial di ruang metadon
Dalam proses wawancara tersebut, peneliti bertujuan untuk
mendapatkan data-data yang dibutuhkan oleh peneliti, dengan cara
menanyakan hal-hal penting yang terkait dari peneltiian yang penulis lakukan
kepada orang-orang yang tepat menurut penulis, caranya adalah dengan
bercakap-cakap secara tatap muka. Peneliti melakukan wawancara dengan
menggunakan pedoman wawancara. Dilengkapi pedoman wawancara yang
sangat umum, serta mencantumkan isu-isu yang harus diliput oleh peneliti
tanpa menentukan urutan pertanyaan.