Upload
vannga
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BEBERAPA FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMENGARUHI
PRESTASI BELAJAR MAHASISWA DI BIDANG STATISTIKA 1 & 2
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar
Sarjana Psikologi
Oleh: Adiyo R
106070002206
FAKULTAS PSIKOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
i
BEBERAPA FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMENGARUHI PRESTASI
BELAJAR MAHASISWA DI BIDANG STATISTIKA 1 & 2
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar
Sarjana Psikologi
Oleh:
ADIYO R NIM: 106070002206
Di bawah bimbingan:
Pembimbing I
Jahja Umar, Ph.D NIP: 130 885 522
Pembimbing II
M. Avicenna, M. Hsc,. Psy. NIP: 19770906 200112 1004
FAKULTAS PSIKOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “Beberapa Faktor Psikologis Yang Memengaruhi Prestasi Belajar Mahasiswa di Bidang Statistika 1 & 2” telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 9 Desember 2010
Sidang Munaqosyah
Dekan / Sekretaris, Ketua Merangkap Anggota, Merangkap Anggota Pembimbing 1 dan Penguji II Jahja Umar, Ph.d Dra.Fadhilah Suralaga,M.Si NIP. 130 885 522 NIP. 150 215 283
Anggota:
Penguji I
Ikhwan Lutfi M.Psi NIP. 19730710 200501 1 006
Pembimbing II
M. Avicenna M. Hsc, Psy NIP : 19770906 200112 1004
iii
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Adiyo R NIM : 106070002206
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Beberapa Faktor Psikologis Yang Memengaruhi Prestasi Belajar Mahasiswa di Bidang Statistika 1 & 2” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka. Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain. Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 9 Desember 2010
Adiyo R NIM: 106070002206
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
`bggb UX_T]Te twtÄt{ cxÜ}âtÇztÇ? cxÜ}âtÇztÇ twtÄt{ cxÇzÉÜutÇtÇ? áxáâÇzzâ{Ççt cxÇzÉÜutÇtÇ twtÄt{ ÅxÇ|ÇzztÄ~tÇ {tÄ „ {tÄ çtÇz ÅxÇçxÇtÇz~tÇ ;]t{}t hÅtÜ<A ftÄt{ átàâ ÑxÜ~tÜt çtÇz tÅtÄtÇÇçt àxàtÑ w|{|àâÇz ~xà|~t áâwt{ ÅxÇ|ÇzztÄ twtÄt{ \_`h çtÇz uxÜÅtÇyttà wtÇ w|tÅtÄ~tÇ ~xà|~t {|wâÑA
cxÜáxÅut{tÇ
f~Ü|Ñá| |Ç| cxÇxÄ|à| ÑxÜáxÅut{~tÇ âÇàâ~ \uâ XÇÇç V{? XçtÇz~âÇz wtÇ TÄÅ{ XçtÇzâà|
fxÜàt ÉÜtÇz „ ÉÜtÇz çtÇz cxÇâÄ|á átçtÇz|A
v
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (B) Desember 2010 (C) Adiyo R (D) Beberapa Faktor Psikologis Yang Memengaruhi Prestasi Belajar Mahasiswa di
Bidang Statistika 1 & 2 (E) 103 halaman + lampiran (F) Prestasi belajar adalah skor pencapaian hasil tes atau ujian yang diperoleh siswa,
dimana tes atau ujian sebagai pengukuran kemampuan serta pemahaman belajar siswa atas pembelajaran yang telah dilakukan. Faktor – faktor psikologis adalah keseluruhan faktor psikologis yang memengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar mahasiswa, adapun faktor psikologis tersebut mencakup sikap terhadap statistika, kecemasan terhadap statistika, motivasi belajar statistika, kebutuhan berprestasi, intelegensi dan self efficacy terhadap statistika. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan faktor – faktor psikologis yang dominan pengaruhnya terhadap tinggi rendahnya prestasi belajar statistika. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2009/2010 berjumlah 208 orang. Seluruh anggota populasi tersebut peneliti jadikan sampel keseluruhan atas dasar jumlah anggota populasi yang tidak terlalu banyak. Instrument pengumpulan data menggunakan skala likert untuk variabel sikap, kecemasan, dan self efficacy; untuk motivasi, instrumentnya menggunakan self rating; intelegensi menggunakan tes IST; kebutuhan berprestasi menggunakan sub scale need for achievement EPPS dan yang terakhir prestasi belajar statistika 1 dan 2 menggunakan data nilai akhir kuliah statistika 1 dan 2 angkatan 2009/2010. Peneliti menggunakan analisis faktor konfirmatorik untuk menguji validitas konstruk alat ukur self efficacy, sikap, kecemasan dan kebutuhan berprestasi. Adapun penghitungannya dibantu dengan software LISREL 8.30. Untuk analisis uji hipotesis penelitian dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda dan penghitungannya dibantu dengan software SPSS 16. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor – faktor psikologis memberikan pengaruh terhadap statistika 1 sebesar 15,8 %, hasil tersebut signifikan secara statistic (p<0.05). Kemudian dari enam IV yang dianalisis, hanya ada tiga yang pengaruhnya signifikan terhadap statistika 1 yaitu intelegensi, motivasi dan self efficacy terhadap statistika. Selanjutnya pada analisis yang kedua, faktor – faktor psikologis memberikan pengaruh sebesar 34,6 % terhadap prestasi belajar statisika 2, hasil tersebut juga signifikan secara statistic (p<0.05). Dari koefisien regresi yang dihasilkan, hanya ada empat IV yang signifikan pengaruhnya terhadap prestasi belajar statistika 2 yaitu intelegensi, self efficacy, prestasi belajar statistika 1 dan kebutuhan berprestasi. Berdasarkan hasil yang diperoleh, disarankan untuk lebih banyak mengikutsertakan varriabel yang terkait langsung dengan pembelajaran seperti latar belakang dosen, metode mengajar, selain itu diukur juga kemampuan mahasiswa di bidang matematika ketika SMA.
Bahan Bacaan = 29 bahan (1956 – 2010)
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada seluruh umatNya, dan atas seizinNya lah peneliti mampu menyelesaikan karya ilmiah ini diwaktu yang sebaik – baiknya. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai Nabi akhir zaman yang membawa umat – Nya dari zaman kegelapan menuju kepada zaman pencerahan. Pada saatnya, selesailah skripsi yang berjudul “BEBERAPA FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMENGARUHI PRESTASI BELAJAR MAHASISWA DI BIDANG STATISTIKA 1 & 2”. Skripsi ini merupakan sebuah karya ilmiah yang disusun dalam rangka menyelesaikan jenjang pendidikan Sarjana Strata Satu ( S 1) sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama penulisan skripsi ini peneliti tidak luput dari proses pembelajaran yang amat panjang. Peneliti telah melewati berbagai macam bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan Terima Kasih yang sebesar – besarnya kepada pihak yang telah membantu, yaitu sebagai berikut :
1. Jahja Umar Ph.D selaku Dekan Fakultas Psikologi dan Pembimbing 1 dalam penulisan skripsi ini. Beliau tidak pernah henti – hentinya untuk memberikan ilmu, motivasi, bimbingan dan dorongan agar Peneliti mampu menjadi lulusan sarjana yang berkualitas dibidangnya. Beliau benar – benar telah menjadi sosok inspirator bagi Peneliti, hingga akhirnya Peneliti begitu berkemauan besar untuk menguasai dibidang yang sama dengan beliau. Serta kepada Ibu Dra. Fadhilah Suralaga M.Si dan Ibu Dra. Zahratun Nihayah M.Si yang telah memberikan support dan perhatian kepada Peneliti untuk segera menyelesaikan skripsi. Beliau berdua adalah seorang pendidik sekaligus Ibu yang mengayomi mahasiswanya. Dan juga kepada Pak Bambang Suryadi Ph.D selaku Pembantu Dekan bidang Administrasi.
2. Kepada sosok yang peneliti paling kasihi dan hormati sepanjang hidup, yaitu Ibu Enny Chaerulawati. Tak ada satu kata-pun dan tulisan yang cukup untuk mengucapkan rasa terima kasih atas segala jerih payah yang telah Ibu lakukan untuk Peneliti. Peneliti menyadari bahwa Peneliti begitu jauh dari predikat Putra yang mampu dibanggakan oleh Ibunya, namun, Peneliti selalu berupaya untuk meraih predikat tersebut. Kepada Eyangkung, Alm Eyang Ginen & Almh Eyanguti, ini janji yang peneliti tepati sesaat sebelum Eyang istirahat di surga.
3. Kepada Pak Ikhwan Lutfi M.Psi selaku Penguji I atas kesediaanya meluangkan pikiran dan waktu untuk menguji skripsi Peneliti. Kepada Pak M. Avicenna M.Hsc,.Psy selaku Pembimbing 2 dan selaku Pembimbing KKL, yang telah bersabar dan mencontohkan arti keikhlasan kepada Peneliti. Kemudian kepada Ibu Yunita Faela Nisa M.Psi Psi yang telah memberikan banyak ilmu dan dorongan kepada Peneliti untuk terus mengembangkan ilmu Psikologi khususnya dibidang penelitian. Kepada Bu Neneng Tati Sumiati M.Psi Psi, Bu S.Evangeline I Suady M.Psi Psi, Ibu Nia Tresniasari M.Si, Bu Luzvinda M.Si dan Ibu Yarsi yang telah memberikan dukungan dan perhatian kepada Peneliti. Dan juga para Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya selama Peneliti kuliah.
vii
4. Kepada Mba Rini S.Psi, Bang Nashrullah & para Staff Fakultas Psikologi yang telah membantu Peneliti dalam menyelesaikan kuliah dan skripsi.
5. Kepada para Responden dalam penelitian skripsi ini yaitu Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2009/2010 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terimakasih banyak atas doa dan semangatnya khususnya untuk Restu Nurfadhilah, Fathannisa, Nesya, Uci, Qonitah, Winda, Meida, Indah, Mizan, Yunita, Reisha, Virgin.
6. Kepada Aqly Yassin dan Anindita yang benar – benar peneliti sayangi, semoga kalian bisa menjadi pribadi yang lebih baik dari peneliti dan meraih semua cita – cita yang Ibu inginkan kepada kita bertiga. Kepada Bapak Wijanarko dan Ayah Welly R, yang telah memberikan doa dan dukungan selama rentang kehidupan Peneliti.
7. Untuk sahabat dan teman – teman Peneliti, yaitu Amir, Dwi, Pras, Rudhi, Adjie, Adit, Dara, Danny, Amal & Bayu, Hanni, Rika, Isni, Siro, Suci, Sheli, Hanny S, Kadek, Eva, Fahmi, Fajar, Cat, Samsul, Lukman, Eja, Obi, Dimas, Adam, Eko, Ade, Iqbal, dan para Mentor Akademik yaitu Kori, Maihan, Ami, dll, serta teman – teman kelas B Angkatan 2006 dan semua Psikologi Angkatan 2006, kalian semualah yang membuat Peneliti TERSENYUM BAHAGIA memiliki persahabatan dan pertemanan yang selama ini telah dilewati. Terima kasih juga untuk teman – teman 2007 yaitu Nuran Abdat beserta the bibiers, Maulida Disa Pratiwi, Fredi Kundarto dkk, Rajib, Denil dkk.
8. Kepada seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu - persatu yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, Penulis hanya bisa memohon kepada Allah SWT agar memberikan balasan yang sebaik – baiknya kepada semua pihak yang telah berjasa dalam rentang kehidupan Penulis. AMIN ALLAHUMMA AMIN.
Jakarta, 9 Desember 2010
viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul Lembar Pengesahan Pembimbing ............................................................................. ii Lembar Pengesahan Panitia Ujian ........................................................................... iii Lembar Pernyataan ................................................................................................... iv Motto dan Persembahan ......................................................................................... v Abstrak .................................................................................................................... vi Kata Pengantar ......................................................................................................... vii Daftar Isi ............................................................................................................... ix Daftar Tabel ………………………………………………………………………. xi Daftar Gambar ………………………………………………………………….. xii Daftar Lampiran .……………………………………………………………….. xiii BAB 1 Pendahuluan................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ………..................................................................... 1 1.2 Pertanyaan Penelitian ...................................................................... 6 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian........................................................ 6 1.4 Pembatasan Masalah ........................................................................ 7 1.5 Sistematika Penulisan .................................................................... 7
BAB 2 Kajian Teori ............................................................................................... 9 2.1 Pengertian Prestasi Belajar .............................................................. 9 2.2 Teori Prestasi Belajar ...................................................................... 10 2.2.1 Prestasi Belajar Statistika ……………................................ 18 2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Statistika …... 24 2.3 Pengukuran Prestasi Belajar Statistika ............................................ 36 2.4 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 39 BAB 3 Metode penelitian ....................................................................................... 43 3.1 Populasi dan Sampel ........................................................................ 43 3.2 Variabel Penelitian ........................................................................... 43 3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian ......................................... 44 3.4 Instrumen Pengumpulan Data ………………………..…….......... 45
3.5 Prosedur Pengumpulan Data …….................................................... 49 3.6 Metode Analisis Data ……………….............................................. 50 BAB 4 Hasil Penelitian .....................……………………….……………............ 53 4.1 Analisis Deskriptif …………………………………………......... 53 4.2 Uji Validitas Alat Ukur ………………............................................ 55 4.2.1 Uji Validitas Skala Sikap terhadap Statistika ………………. 55 4.2.2 Uji Validitas Skala Self Efficacy terhadap Statistika ..………..60 4.2.3 Uji Validitas Skala Kecemasan terhadap Statistika ………..…64 4.2.4 Uji Validitas Sub Skala Kebutuhan Berprestasi EPPS …..…...68 4.3 Uji Hipotesis Hipotesis Penelitian ……........................................... 73 4.3.1 Analisis Korelasional Variabel Penelitian ……………………73
ix
4.3.2 Analisis Regresi Variabel Penelitian ……………………….. 76 BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran ............................................................... 89 5.1 Kesimpulan …………………………………………..................... 89 5.2 Diskusi ……………………………………………………............ 91 5.3 Saran …………………………………………………................... 99 5.3.1 Saran Metodologis ................................................................. 99 5.3.2 Saran Praktis .......................................................................... 100 Daftar Pustaka ...................................................................................................... 101 Lampiran
x
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Alasan Pentingnya Mempelajari Statistika …………………..………………5 Tabel 2.1 Hasil Penelitian tentang Prestasi Belajar Statistika ...................... 24 Tabel 4.1 Distribusi Populasi Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ........... 52 Tabel 4.2 Distribusi Prestasi Belajar Statistika Berdasarkan Jenis Kelamin.. 53 Tabel 4.3 Muatan Faktor dari Item Sikap terhadap Statistika ....................... 56 Tabel 4.4 Matriks Korelasi Kesalahan Pengukuran item Sikap terhadap Statistika …………………………………………………………………………………… 57 Tabel 4.5 Muatan Faktor dari item Self Efficacy terhadap Statistika ………..… 61 Tabel 4.6 Matriks Korelasi Kesalahan Pengukuran item Self Efficacy
terhadap Statistika ……………………………………………………………………. 62
Tabel 4.7 Muatan Faktor dari item Kecemasan terhadap Statistika ……………. 65 Tabel 4.8 Matriks Korelasi Kesalahan Pengukuran item Kecemasan terhadap Statistika
…………………………………………………………………... 66 Tabel 4.9 Muatan Faktor dari item Achievement EPPS ……………………………… 69 Tabel 4.10 Matriks Korelasi Kesalahan Pengukuran item Achievement EPPS
…………………………………………………………………………………………. 71
Tabel 4.11 Matriks Korelasi Antar Variabel Penelitian ………………………………... 73
Tabel 4.12 Anova dari Analisis Regresi 1 ..……………………………….................... 76 Tabel 4.13 Rsquare Regresi 1
………...……………………………………………………..…... 76 Tabel 4.14 Koefisien Regresi 1
…………………………………………………………..………… 77 Tabel 4.14 Anova dari Analisis Regresi 2 ………………………………………………………
78 Tabel 4.15 Rsquare Regresi 2
………………………………………………………..…………….. 79 Tabel 4.16 Koefisien Regresi 2
………………………………………………..…………………… 80 Tabel 4.17 Penghitungan Proporsi Varians Statistika 1 …………….…………………..
82 Tabel 4.18 Penghitungan Proporsi Varians Statistika 2 ……………………….………..
85
xi
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ............................................................................ 41 Gambar 4.1 Analisis Konfirmatorik Skala Sikap terhadap Statistika………….. 55 Gambar 4.2 Analisis Konfirmatorik Skala Self Efficacy terhadap Statistika ….. 60 Gambar 4.3 Analisis Konfirmatorik Skala Kecemasan terhadap Statistika …… 64 Gambar 4.4 Analisis Konfirmatorik Sub Skala Achievement EPPS ……..…… 68 Gambar 4.5 Residual Plots Statistika 1 ………………………………..……… 84 Gambar 4.6 Residual Plots Statistika 2 ……………………..…………………. 87
xii
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A : Instrumen Penelitian. Lampiran B : Output CFA Instrumen Penelitian
BEBERAPA FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMENGARUHI
PRESTASI BELAJAR MAHASISWA DI BIDANG STATISTIKA 1 & 2
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar
Sarjana Psikologi
Oleh: Adiyo R
106070002206
FAKULTAS PSIKOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian prestasi belajar
statistika, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, pembatasan masalah
dan sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang.
Kecemasan terhadap mata kuliah statistika dialami sebanyak 80 % mahasiswa
strata satu (S1), sehingga mengakibatkan menurunnya performa prestasi dibidang
Statistika (Onwuegbuzie, Anthony J,. 2004). Kemudian sikap yang negative
mahasiswa terhadap statistika, seringkali menjadi rintangan terbesar dalam
melakukan pembelajaran yang efektif (Waters, L.K,. Martelli, Theresa A., Zakrajsek,
Todd,. Popovich, Paula M, 1988). Ketika peneliti menjadi mentor mata kuliah
statistika, seringkali mendapati komentar tentang mata kuliah statistika yang
dipersepsikan sebagai mata kuliah yang mengkhawatirkan mahasiswa, mata kuliah
penghambat untuk lulus cepat, sebab, masih ada mahasiswa yang berusaha untuk
mendapatkan nilai bagus di mata kuliah ini tidak cukup dengan sekali saja, bahkan
ada yang mengulang sampai tiga kali. Artinya, mata kuliah statistika dianggap
sebagai mata kuliah yang menyulitkan. Hal ini salah satunya disebabkan yaitu ketika
mereka masih menjadi siswa disekolah, mereka belum mendapatkan pemahaman apa
manfaat mempelajari ilmu analisis matematika seperti statistika ini, justru
kebanyakan dari mereka hanya diminta untuk menghafal rumus-rumus yang rumit
kemudian menghitungnya, sehingga mereka memiliki sikap atau persepsi tentang
2
mata pelajaran hitung-hitungan merupakan mata pelajaran yang mencemaskan,
menjenuhkan, dsb. Seperti yang ditulis oleh Maxwell K. Hsu (2003) dalam
artikelnya, yang berbunyi :
“…students’ experiences toward statistics, however often are a source of anxiety that may lead learners to a negative perception, perhaps especially among those who have undergone 12 years of schooling without ever taking statistics as a subject” (hal. 174.)
Berdasarkan literature dan fenomena yang peneliti temui, untuk sementara
peneliti menyimpulkan bahwa statistika dianggap sebagai mata kuliah yang sangat
menyulitkan, serta menjadi penghambat perkuliahan yang efektif. Bahkan statistika
merupakan mata kuliah yang menyebabkan timbulnya gangguan gejala psikologis
yaitu berupa kecemasan, panic, stress dan bahkan depresi. Selain itu, keadaan tersebut
terjadi dalam segala bentuk perkuliahan yang berkaitan dengan statistika, baik dalam
perkuliahan sehari-hari, yang meliputi pengerjaan tugas dikelas, menjawab
pertanyaan dosen statistika, maupun ketika diberikan pekerjaan rumah yang diberikan
dosen, dan tentunya ketika ujian statistika dilaksanakan. Menunda - nunda
mengerjakan tugas statistika baik dirumah maupun dikelas merupakan salah satu
kendala yang terjadi di mata kuliah Statistika. Meskipun mahasiswa mengerjakan
tugas tersebut dikelas ataupun dirumah, kebanyakan dari mereka tidak mengerjakan
sendiri, mereka cenderung melihat tugas teman mereka yang mereka nilai mampu
dalam bidang statistika. Namun ternyata tidak semua mahasiswa mampu dibidang
statistika, meskipun belum teruji secara empiris. Kemudian tentunya hal ini menjadi
asumsi bahwa ketidakmampuan dibidang statistika akan mengakibatkan turunnya rasa
percaya diri. Tentunya mahasiswa pasti akan mengalami gejala psikologis seperti
3
yang peneliti telah sebutkan diatas. Selanjutnya hal ini yang menjadi masalah di
kalangan mahasiswa terhadap mata kuliah statistika.
Mata kuliah statistika merupakan salah satu mata kuliah pokok disemua
program studi, bahkan mata kuliah statistika untuk program Strata satu (S1) dibuat
menjadi mata kuliah lanjutan menjadi statistika 1 dan statistika 2. Hal ini
membuktikan bahwa statistika menjadi sangat penting untuk dipelajari. Kemudian
secara khusus statistika dibidang psikologi memiliki peranan yang sangat berarti,
sebab bagaimana bisa muncul teori–teori ilmiah dan penelitian-penelitian dibidang
psikologi jika meng-analisis data penelitian tersebut tanpa menggunakan statistika.
Selain itu bahwa sudah banyak para ahli Statistik yang menjadi tokoh Psikologi,
seperti teori dan alat tes kepribadian 16 personality factor (16 PF) yang diciptakan
oleh Raymond Cattel yang merupakan ahli Statistik, ia merumuskan teori tersebut
melalui analisis factor, kemudian Charles Spearman yang dikenal sebagai Bapak
Psikometri, yang juga merupakan ahli Statistik. Kemudian EPPS tokohnya Edward
yang juga merupakan ahli Statistik, ditambah lagi ahli Statistik Roscharch yang
terkenal dengan tes Roscharch-nya, kemudian dibidang kepribadian Henry Murray
yang menciptakan needs ada 20, ia menganalisisnya melalui analisis factor, kemudian
dibidang psikologi pendidikan ada struktur intelektual Guilford yang juga dianalisis
melalui analisis factor, dan tentunya masih banyak lagi ahli Statistik yang menjadi
tokoh psikologi. Artinya banyak temuan-temuan ilmiah di bidang psikologi justru
ditemukan oleh para ahli Statistik.
Alasan lain mengapa statistika itu sangat penting untuk dipelajari, yaitu ketika
seseorang melakukan penelitian, selanjutnya menganalisis data penelitian yang mana
4
hasil dari analisis data tersebut akan diinterpretasikan. Semua proses tersebut
memerlukan ilmu statistika yang tentunya harus dipelajari dengan baik agar tidak
keliru dalam menganalisis data penelitian tersebut.
Statistika juga diperlukan ketika mahasiswa membaca jurnal penelitian baik
psikologi maupun bidang ilmu lainnya. Seperti halnya ketika melakukan penelitian,
peneliti atau mahasiswa harus mampu membaca dan menginterpretasikan hasil
penelitian yang ada di jurnal. Sebagai contoh, jika dalam jurnal dipaparkan tentang
matriks korelasi antar variable, kemudian didapat hasil korelasi, misal antara variable
SES (Sosioeconomic Status) dengan Intelegensi tidak berkorelasi positif, maka
mahasiswa harus mampu membacanya serta menginterpretasikannya, apakah
signifikan atau tidak, sehinggga harus tahu secara statistik angka signifikansi ketika
nilai r hitung dibandingkan dengan r table lebih besar atau lebih kecil. Kemudian
khususnya dibidang pengetesan psikologi, ketika kita ingin mengukur kemampuan
intelegensi seseorang maka kita akan memberikan tes intelegensi. Tentunya kita harus
tahu apakah butir-butir tes tersebut benar-benar mengukur kemampuan seseorang,
atau malah sebaliknya, semakin ia mampu menjawab butir tes tersebut maka ia
semakin rendah skor intelegensinya. Oleh karena itu kita perlu melakukan uji
validitas dan reliabilitas alat tes tersebut, yang tak lain dasar dari validitas dan
reliabilitas menggunakan rumus dan konsep dibidang statistika.
Jika disimpulkan mengapa kita perlu mempelajari Statistika yaitu agar kita
mampu membuat sebuah karya ilmiah berdasarkan data statistika yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Kemudian kita juga mampu menciptakan teori
dalam bidang tertentu melalui sebuah pengukuran statistik atau analisis faktor.
5
Disamping itu juga kita bisa mengembangkan sebuah alat tes yang telah ada, dengan
menguji validitas dan reliabilitasnya, seperti pada tes IST dsb.
Peneliti kutip dari Bluman (1997) tentang mengapa mahasiswa harus
mempelajari Statistika, yang peneliti paparkan pada tabel berikut :
Tabel 1.1 Alasan Pentingnya Mempelajari Statistika.
No Reasons
1 Students, like professional people, must be able to read and understand the various statistical
studies performed in their field. To have this understanding, they must be knowledgeable about
the vocabulary, symbols, concepts, and statistical procedures used in these studies.
2 Students and professional people may be called on to conduct research in their field, since
statistical procedures are basic to all research. To accomplish this, they must be able to design
experiments; collect, organize, analyze, and summarize data ; and possibly make reliable
predictions or forecasts for future use. They must also be able to communicate the results of the
study in their own words.
3 Students and professional people can also use the knowledge gained from studying statistics to
become better consumers and citizens. For example, they can make intelligent decisions about
what products to purchase based on consumer studies, government spending based on utilization
studies, and so on.
Berdasarkan permasalahan dibidang Statistika yang dimiliki oleh mahasiswa
yang pada akhirnya permasalahan tersebut justru malah menurunkan prestasi belajar
mahasiswa dibidang statistika, maka perlu diketahui secara empiris faktor psikologis
6
apa sajakah yang menyebabkan turun dan naiknya prestasi belajar statistika. Hal ini
dilakukan sebagai upaya menemukan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi
mahasiswa pada mata kuliah Statistika. Dengan demikian peneliti ingin meneliti
variabel – variabel psikologis apa sajakah yang menyebabkan mahasiswa kesulitan
dalam mempelajari Statistika sehingga menyebabkan turunnya prestasi dibidang
Statistika. Oleh sebab itu, penelitian ini peneliti beri judul : “Beberapa Faktor
Psikologis yang Memengaruhi Prestasi Belajar Mahasiswa di Bidang Statistika 1
& 2”.
1.2 Pertanyaan Penelitian.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti mengajukan pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Variable psikologis apa sajakah yang memengaruhi prestasi belajar
mahasiswa dibidang statistika?
2. Dari variable penelitian yang dianalisis manakah yang memiliki pengaruh
paling besar dan signifikan terhadap prestasi belajar statistika?.
3. Bagaimanakah model persamaan regresi yang dapat digunakan untuk
memprediksi prestasi belajar statistika?.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Secara pokok dan prinsip, tujuan penelitian ini adalah menjawab pertanyaan
penelitian yang telah peneliti rumuskan diatas. Oleh karenanya tujuan dan manfaat
subtansial penelitian ini sangat berkaitan erat dengan pertanyaan penelitiannya yaitu:
7
1. Menemukan factor –faktor psikologis yang dominan memengaruhi tinggi
rendahnya prestasi mahasiswa dibidang Statistika, sehingga dapat
digunakan predictor untuk prestasi belajar di bidang mata kuliah statistika.
2. Melihat secara statistik prestasi belajar mahasiswa UIN Jakarta dibidang
Statistika.
3. Jika sudah didapat model regresinya, maka peneliti mampu membuat
rangkuman tentang pembelajaran yang cermat untuk statistika.
1.4 Pembatasan Masalah.
Untuk membatasi ruang lingkup dalam penelitan ini, maka peneliti membatasi
penelitian ini hanya kepada:
1. Penelitian ini hanya melihat prestasi dibidang Statistika 1 dan 2.
2. Faktor – faktor psikologis dalam penelitian ini adalah sikap, kecemasan,
intelegensi, motivasi, self efficacy, kebutuhan berprestasi.
3. Populasi penelitian mahasiswa angkatan 2009 UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian prestasi
belajar statistika, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat
penelitian, pembatasan masalah dan sistematika penulisan.
8
BAB II : Landasan Teori
Di dalam bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berkaitan dengan
masalah yang akan diteliti secara sistematis, beserta hipotesis
penelitian.
BAB III : Metodelogi Penelitian
Bab ini meliputi, subyek penelitian, variable penelitian, instrumen
penelitian, prosedur penelitian, dan teknik analisis data.
BAB IV : Analisis Hasil Penelitian
Dalam bab ini peneliti akan membahas mengenai hasil penelitian
meliputi, pengolahan statistik dan analisis terhadap data.
BAB V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran
Pada bab ini, peneliti akan merangkum keseluruhan isi penelitian
dan meyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat
diskusi dan saran.
9
BAB 2
KAJIAN TEORI
Pada bab ini akan dipaparkan tentang Pengertian Prestasi Belajar, Teori Prestasi
Belajar, Teori Prestasi Belajar Statistika, Faktor-faktor yang Memengaruhi Prestasi
Belajar Statistika, Pengukuran Prestasi Belajar Statistika, Hipotesis Penelitian.
2.1 Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar dalam Chaplin (2002) merupakan satu tingkat khusus
perolehan atau hasil keahlian dalam karya akademis yang dinilai oleh guru-guru,
lewat tes-tes yang dibakukan atau lewat kombinasi ke dua hal tersebut. Sumadi
Suryabrata (2005) berpendapat bahwa prestasi belajar sebagai hasil dari suatu proses
yang biasanya dinyatakan dalam bentuk kuantitatif (angka) yang khusus diberikan
untuk proses evaluasi, misalnya rapor, hasil ini dibagikan kepada siswa pada akhir
semester setelah pelaksanaan ujian akhir. Di dalam bidang pendidikan, siswa
dikatakan memiliki prestasi baik bila menjadi juara kelas ataupun memperoleh nilai
yang baik. Pengertian prestasi belajar didalam kamus balai pustaka nasional, yaitu
penguasaan pengetahuan dan keterampilan terhadap mata kuliah yang diberikan
melalui hasil tes (Dhona, 2004).
Dengan demikian, dari pengertian prestasi belajar yang peneliti kutip dari
beberapa sumber tersebut, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah skor
pencapaian hasil tes atau ujian yang diperoleh siswa, dimana tes atau ujian sebagai
pengukuran kemampuan serta pemahaman belajar siswa atas pembelajaran yang telah
10
dilakukan (Umar, 2010). Atau singkatnya, prestasi belajar lebih berkaitan dengan
pengukuran pencapaian hasil belajar.
2.2 Teori Prestasi Belajar
Dalam penelitian ini, yang peneliti maksud dari teori prestasi belajar adalah
variabel-variabel psikologis yang memengaruhi prestasi belajar yang mampu
menyebabkan naik turunnya prestasi belajar siswa. Dengan demikian focus dari teori
prestasi belajar berkaitan dengan variabel-variabel psikologis apa sajakah yang
mampu memengaruhi prestasi belajar.
Peneliti kutip dari penelitian Umar (2007) yang menuliskan bahwa menurut
Wahlberg (1981) ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi prestasi siswa
yaitu: (1) Variabel personal seperti prestasi sebelumnya, umur, motivasi, self concept,
dsb; (2) Variabel instruksional seperti intensitas dan kualitas serta metode pengajaran
dan (3) Variabel lingkungan (environmental) yang terkait dengan keadaan di rumah,
kondisi guru, kelas, dan sekolah, teman belajar, media belajar, dsb. Pada beberapa
penelitian yang menggunakan ketiga variabel ini, ternyata ditemukan hasil yang
berbeda-beda. Larry Sutter (2000) (dalam Umar, 2007) misalnya, mengutip hasil
penelitian James Coleman di tahun 1960an di mana kesimpulannya adalah
mengatakan bahwa
“…student performance was determined more by family background than by school characteristics…”.
Namun demikian, dalam studinya yang membandingkan prestasi matematika
dan IPA secara internasional dengan menggunakan data TIMSS, Sutter (2000)
menyimpulkan bahwa perbedaan prestasi belajar antar negara lebih banyak
11
ditentukan oleh variabel-variabel kurikuler dan pengajaran. Ia juga mengutip
kesimpulan penelitian Gustafsson dan Undheim (1996) yang mengatakan bahwa
“…that results of international-level studies might be accounted for by differences in curriculum rather than intellectual differences among students…”.
Sebaliknya, Heyneman (1997) menemukan bahwa student personal variable
yang lebih menentukan, terutama sekali motivasi / spirit belajar. Berikut adalah
kutipan tulisannya (Heyneman, 1997) (dalam Umar, 2007) :
“What differentiates American children from other children in the world – and the explanation of poor performance among minorities and the poor – is the American public policy toward children. “In general, children in the United States are provided with too much opportunity and too few obligations; too much choice and too few responsibilities.” In addition, “U.S. school children are influenced by a common assumption that curriculum has to be entertaining”,…… “It isn’t poverty which drives scores of U.S. students down,” I said, “or race, or even minority status, but rather impoverish spirit”. …..
”… It is the general lack of a desire to learn and this, in turn, is affected by public policy. …...” (page 29).
Selanjutnya penelitian mengenai pengaruh variabel psikologis, yang secara
konsisten ditemukan pengaruhnya terhadap prestasi belajar antara lain adalah “self
efficacy” (misalnya Ramdass and Zimmerman (2008). Sedangkan variabel yang
umumnya tak berpengaruh terhadap prestasi adalah sikap terhadap mata pelajaran.
Reiss (2009) menemukan ada enam “personality needs” yang erat kaitannya dengan
“low achievement in school” yaitu “high need for acceptance”, “low need for
cognition”, “lack of ambition”, “low need for order”, “low need for honor”, dan
“high need for vengeance”. Variabel lingkungan belajar yang ditemukan berpengaruh
misalnya adanya standard kelulusan (Cavanagh, 2009; Mc Neil, 2009). Penguasaan
guru terhadap materi pelajaran misalnya, ditemukan lebih berpengaruh terhadap
prestasi belajar siswa dari pada penguasaan metode mengajar (Telese, 2005; Viadero,
2009). Penelitian yang relatif baru (Moon dan Lee, 2009) tentang predictors dari
12
prestasi anak di sekolah, menemukan bahwa yang signifikan pengaruhnya adalah
“family factors especially parent education level and income”, “parent-child home
activity”, dan “parental psychological well-being”. Selanjutnya, ia menemukan
bahwa “parent school involvement” tak berkaitan dengan prestasi anaknya di
sekolah.
Teori prestasi belajar dari Dalyono (2001) (dalam Donna, 2004 ), teori
tersebut mengatakan bahwa berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar ditentukan
oleh faktor-faktor berikut ini :
1. Faktor internal, yang terdiri dari :
a. Intelegensi dan bakat. Seseorang dengan IQ yang lebih tinggi
umumnya mudah belajar dan hasilnya pun cenderung baik. Sebaliknya
orang dengan IQ rendah biasanya lebih sulit dalam belajar, sehingga
prestasinya pun cenderung rendah. Selain itu bakat juga berpengaruh
terhadap prestasi belajar.
b. Motivasi dan minat. Menurut teori ini minat dapat timbul karena
adanya daya tarik dari luar dan bisa juga datang dari dalam diri sendiri.
Minat yang besar merupakan modal awal yang besar untuk mencapai
tujuannya. Dengan adanya minat maka timbul motivasi. Motivasi
sendiri adalah pendorong untuk melakukan suatu pekerjaan atau
perbuatan. Kuat atau lemahnya motivasi seseorang dapat memengaruhi
tinggi rendahnya prestasi seseorang.
13
c. Cara belajar. Cara belajar seseorang dapat menentukan prestasi belajar
orang pula. Cara belajar disini maksudnya adalah berapa lama waktu
belajarnya, tempat, fasilitas dan penggunaan media pengajaran yang
digunakan siswa.
d. Kondisi jasmani. Seperti keadaan fisik tubuh untuk mendukung
pembelajaran, tentunya murid yang memiliki fisik yang baik maka
akan lebih mudah memahami pelajaran dengan baik daripada murid
yang memiliki keterbatasan fisik.
2. Faktor Eksternal (dari luar diri).
a. Keluarga. Tinggi rendahnya status pendidikan orang tua, tinggi
rendahnya penghasilan orang tua, perhatian orang tua terhadap anak,
hal-hal tersebut juga bisa memengaruhi prestasi belajar siswa.
b. Sekolah. Seperti kualitas guru, tingkat pendidikan guru, metode
mengajar, kurikulum yang digunakan, juga memengaruhi prestasi
belajar.
c. Masyarakat. Dalam hal ini masyarakat yang dimaksud ialah keadaan
sosio-kultural dimana siswa tinggal. Siswa yang tinggal di lingkungan
masyarakat yang ber-pendidikan tinggi maka akan mendorong untuk
giat belajar sehingga menyebabkan prestasi belajar tsb menjadi tinggi.
d. Lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar yang dimaksud seperti lokasi
belajar yang terlalu ramai, kondisi kelas yang pengap dan panas, akan
14
memengaruhi proses kegiatan belajar yang pada akhirnya berdampak
pada prestasi belajar.
Selanjutnya, peneliti juga berasumsi bahwa prestasi belajar juga dapat
diartikan sebagai performance siswa atas pengukuran tingkah laku siswa dalam
belajar, sehingga ia menghasilkan sesuatu yang telah menjadi tujuannya (diadaptasi
dari pengertian teori job performance dalam Umar, 1978). Peneliti analogikan bahwa
prestasi belajar dengan job performance sama-sama melihat hasil, hanya saja dalam
konteks yang berbeda, prestasi belajar pada konteks pendidikan, job performance
pada konteks pekerjaan. Hal ini juga dapat dibuktikan bahwa antara prestasi belajar
dan job performance dapat berbeda-beda antar individu, kedua hal ini bergantung
pada karakteristik individu dan situasi-situasi sekitar. Adapun beberapa teori yang
berkaitan dengan performance (dalam Umar, 1979) yaitu :
Teori atribusi: Pertama kali dikemukakan pada tahun 1958 oleh Heider
(dikutip dari Anderson dan Butzin, 1974), di mana melalui pendekatan teori atribusi
ia mengajukan rumusan matematis untuk “performance”, yaitu :
Performance = Motivation x Ability (disingkat: P = M x A). (1)
Menurut teori ini “performance” adalah hasil interaksi antara motivasi
dengan abiliti. Dengan demikian, orang yang tinggi motivasinya tetapi memiliki
abiliti yang rendah akan menghasilkan “performance” yang rendah. Begitu pula
halnya dengan orang yang memiliki abiliti tinggi tetapi rendah motivasinya maka
akan tetap menghasilkan performance yang kecil pula.
Namun teori performansi dari Heider ini tidak semudah seperti rumus
perkalian yang peneliti kutip tersebut. Sebab dalam semua pengukuran psikologis
15
tidak dapat didefinisikan secara tunggal saja tetapi harus pula menampakkan
hubungan antara konstruk atau fenomena lain yang dapat diamati. Seperti yang
dikatakan oelh Lord dan Novick, 1968 (peneliti kutip dari Azwar, 1999, yang juga
mengutip dari Crocker & Algina, 1986)
“…tentang pengukuran konstruk psikologis yang menekankan pentingnya konstruk yang mendasari pengukuran psikologis dalam dua level. Pertama, konstruk psikologis harus didefinisikan secara operasional dalam bentuk indikator perilaku yang dapat diamati. Definisi ini akan menentukan bagaimana pengukuran harusnya dilakukan. Kedua, konstruk psikologis harus didefinisikan dalam bentuk hubungan logis dan matematis dengan konstruk lain yang sama-sama berada dalam system teoritiknya. Bila hubungan semacam itu tidak dapat diperlihatkan secara empiris, maka hasil pengukuran yang diperoleh adalah tidak berguna…” (hal 17)
Oleh karena itu, dari model matematis performance Heider tersebut, terdapat
variasi model tambahan tentang performance. Salah satunya, Umar (1979) dalam
skripsinya membuat variasi dari model tersebut. Adapun variasi model performance
yang dibuatnya yaitu :
1). Model Vroomian, yaitu yang diinspirasikan oleh pendapat Vroom (1964)
tentang motivasi dan abiliti. Menurut model ini, rumusan motivasi untuk perbuatan i
(Mi) adalah:
(2)
Penjelasannya yaitu dimana Vj adalah valensi dari “outcome” j sedangkan Eij
adalah “expectancy” (“subjective probability”), yaitu besarnya keyakinan bahwa
16
perbuatan i akan benar-benar menghasilkan “outcome” j. Penjumlahan di sini, ( ∑ ),
adalah untuk semua jenis “outcome” j.
Sebagai contoh jika seorang siswa memiliki motivasi belajar statistika (Mi),
maka hubungannya bisa dilihat dengan, valensi j (desirability) atau outcome dari j
apa. Misalnya siswa tersebut ingin mendapatkan beasiswa, maka ia diminta untuk
menskoring berapa valensi yang ia miliki untuk outcome beasiswa tersebut, kemudian
diukur subjective probability bahwa dengan ia belajar statistika (i) bagaimana ia akan
mendapatkan outcome beasiswa (j). jika dituliskan akan menjadi:
Mbi = f (Vbs x Ebi.bs) (3)
Ket : bi (belajar statistika) ; bs (beasiswa)
Dikarenakan setiap orang berbeda-beda jumlah outcomenya maka jika ada
tiga outcome, maka total penjumlahan dari ketiga hasil pengukuran outcome tersebut
yang dijadikan skor motivasi siswa.
Untuk selanjutnya menghitung prediksi performance mahasiswa tersebut,
maka diperlukan skor ability terlebih dahulu. Baru kemudian dimasukkan sesuai
rumus P’ = M x A. dengan kata lain hasil dari perkalian ini adalah prediksi untuk
performance.
2). Model dari Anderson dan Butzin (1974) (Umar, 1979). Mereka
mengajukan formula baru, yang ada perkalian dan pertambahannya, yaitu :
Future Performance = Past Performance + (Motivation × Ability) (4)
17
Model ini tidak jauh berbeda dengan model Vroom, hanya saja mereka
menambahkan past performance, yang mana peneliti asumsikan bahwa performance
sebelumnya akan memengaruhi performance selanjutnya, namun tentunya kedua hal
ini harusnya sesuatu yang bersifat related performance.
Sebagai ilustrasi, jika ingin memprediksi prestasi seorang mahasiswa dibidang
statistika 2, selain diukur motivasi dan ability-nya, tetapi diukur juga prestasi
mahasiswa tersebut ketika menempuh statistika 1. Artinya, besar kecil prestasi
selanjutnya dipengaruhi juga oleh besar kecil prestasi sebelumnya.
Kemudian salah satu penelitian yang secara khusus meneliti prestasi belajar di
perguruan tinggi, yaitu penelitian Umar (1988). Hasil penelitiannya mengenai daya
ramal UTUL (ujian tulis), EBTANAS (sekarang Ujian Negara / Ujian Akhir
Nasional), RAPOR SEKOLAH, serta SES (Sosio-Economic Status) terhadap Prestasi
Belajar di Perguruan Tinggi, bahwasannya UTUL (di UIN dikenal Ujian Mandiri)
lebih dapat diandalkan walaupun hanya dua semester pertama saja. Namun demikian
ada indikasi pada sampel UNPAD dan UGM bahwa pengetahuan bahasa inggris yang
telah dimiliki ketika SMA ternyata berpengaruh positif terhadap prestasi belajar di
Perguruan Tinggi. Pada salah satu model, ditemukan bahwa jika nilai Rapor ketika
SMA baik maka akan diikuti nilai rapor selanjutnya yang baik pula, namun tidak
demikian ketika di Perguruan Tinggi, ditemukan bahwa terjadi diskontinuitas antara
rapor yang baik tidak memengaruhi IP yang baik pula. Meskipun begitu, yang jelas
dari model tersebut, baik Rapor maupun IP awal yang baik maka selanjutnya akan
cenderung bertahan lama. Artinya, prestasi awal diperguruan tinggi yaitu IP semester
pertama dan kedua lebih mampu menjadi predictor yang konsisten terhadap prestasi
18
belajar selanjutnya ketimbang variabel predictor lainnya, seperti rapor SMA, nilai
EBTANAS, dsb. Dengan demikian, meskipun terdapat siswa berprestasi di sekolah
ketika SMA, maka belum tentu dapat diasumsikan bahwa ia akan berprestasi juga di
perguruan tinggi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, prestasi awal yang baik bagi
seorang mahasiswa lebih penting diupayakan daripada memercayakan pada hasil
ujian saringan ataupun ujian akhir sekolah menengah.
Semua teori prestasi belajar yang peneliti paparkan diatas, tentu berbeda-beda
variabel psikologis yang menentukannnya, dan juga dapat dipastikan bahwa penentu
pada prestasi belajar umum akan berbeda ketika menjadi predictor dibidang mata
kuliah statistika. Oleh karena itu, peneliti akan meneruskan secara spesifik prestasi
belajar dibidang statistika, yang mana maksudnya sama yaitu mengidentifikasi
variabel psikologis apa sajakah yang menjadi predictor yang menyebabkan naik
turunnya prestasi belajar statistika.
2.2.1 Prestasi Belajar Statistika
Kuliah statistika menjadi bagian penting dalam berbagai macam program
studi di semua perguruan tinggi. Rasionalisasi mengajar Statistika pada tingkatan
mahasiswa adalah memudahkan mahasiswa untuk mengatur, menggunakan dan
mengintrepretasikan penelitian atau data statistik pada studi mereka (Nasser, M.
Fadia, 2004). Selain itu, tujuan tambahan mengajarkan Statistika kepada mahasiswa
adalah untuk menyelesaikan secara efektif seluruh aspek statistik ketika mereka
berada diluar kelas (Gal and Ginsburg 1994; Gal and Garfield 1997). Artinya statistika
19
tidak hanya diperlukan ketika berada didalam kelas saja yaitu statistika sebagai mata
kuliah, tetapi juga ketika mahasiswa berada diluar kelas, dimana statistika bisa
bermanfaat untuk semua hal yang berkaitan dengan aspek-aspek statistik.
Secara khusus variabel predictor yang menentukan prestasi belajar statistika
kemungkinan akan berbeda dengan predictor prestasi belajar dibidang yang lain,
misal IPA, BAHASA,dsb (Umar, 2010). Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian
Umar (2007) dibidang Bahasa dan IPA serta Matematika. Misalnya untuk bidang
bahasa dan matematika, variabel yang konsisten memengaruhi prestasi belajar
matematika adalah tingkat Sosial Ekonomi Keluarga (SES), dukungan terhadap
sekolah, sikap terhadap matematika ; sedangkan pada reading literacy yang konsisten
justru self efficacy, pr membaca, high reading kemudian diikuti oleh vocabulary,
metode mengajar, seringnya waktu membaca dan terakhir, after reading.
Tentunya bagi peneliti interpretasi seperti ini tidaklah mudah, namun
setidaknya dapat diidentifikasikan bahwa untuk bidang yang berbeda seperti bahasa
dan matematika akan berbeda variabel predictor-nya, sehingga berbeda pula hasil
penelitian dan interpretasinya.
Mengenai prestasi belajar Statistika, ada banyak hasil penelitian yang
mengindikasikan beberapa variabel yang berkaitan dengan model prestasi belajar
Statistika. Seperti Cruise, et al. (1985) yang mengatakan bahwa “that anxious student’s
image of statistics is generally not a very positive one”. Menurut Cruise, kecemasan
mahasiswa bukanlah hal yang positif terhadap statistika. Ia mendefinisikan bahwa
20
statistics anxiety as the feeling of anxiety encountered when taking a statistics course
or doing statistics course, that is, when gathering, processing and interpreting data”.
Hal ini dapat dipahami dengan logika sederhana, dimana kecemasan statistika
itu terjadi pada mahasiswa yang misalnya ketika SMA belum mendapatkan bekal
yang cukup untuk matematika tingkat lanjutan, sehingga ketika mereka kuliah dan
mendapatkan mata kuliah introductory statistics maka timbul kecemasan. Selain itu
juga masih banyak mahasiswa yang beranggapan bahwa ketika mereka berada
dibangku kuliah tidak akan lagi mendapati mata kuliah yang sifatnya memerlukan
skill komputasi, yang padahal tidak demikian. Biasanya pendapat tersebut ditemukan
pada mahasiswa yang berada pada fakultas ilmu social, seperti psikologi, sosiologi,
dsb.
Dikarenakan sudah adanya kecemasan mahasiswa terhadap statistika, harapan
tidak adanya mata kuliah hitung-hitungan, maka selanjutnya prestasi belajar di bidang
statistika bisa dipengaruhi oleh kecemasan dan expectancy tersebut.
Dari penelitian Nasser, (2004) dikatakan bahwa efek kecemasan terhadap
performance (prestasi) tidak disetujui dalam literature. Sebagai contoh pada konteks
kecemasan matematika, Liabre and Suarez (1985) menyatakan bahwa
“…stated that mathematics anxiety had little to do with performance once anxious students were already enrolled in the course…”
. Artinya bahwa kecemasan terhadap Matematika hanya memiliki pengaruh
yang kecil terhadap performance meskipun kecemasan tersebut telah ada ketika
menempuh mata kuliah tersebut. Kemudian studi yang dilakukan oleh Adams and
Holcomb (1986) menemukan bahwa, mathematics anxiety was negatively related to
21
performance in statistics, there was no significant relationship between performance
in statistics and traditional measures of state and trait anxiety. Artinya, kecemasan
terhadap Matematika berkorelasi negative terhadap performance di bidang Statistika.
Ada juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Lalonde and Gardner (1993)
menunjukkan hasil yang sedikit berbeda yaitu, an indirect negative relationship
between what they referred to as “situational anxiety” and performance in statistics.
Artinya terdapat dampak negative tetapi secara tidak langsung dari situasi yang
mahasiswa anggap sebagai kecemasan terhadap performance di bidang Statistika.
Bahkan penelitian yang dilakukan oleh Onwuegbuzie (1998, 2000) menunjukkan
bahwa low achievement of college student was related to higher levels of statistics
anxiety and low computation self-concept. Artinya kurang lebih sama dengan
penelitian sebelumnya, yaitu kecemasan berpengaruh negative terhadap performance.
Selanjutnya, model prestasi belajar Statistika dan Matematika yang dikaitkan
dengan variabel sikap. Seperti yang dilakukan oleh, Adams and Holcomb (1986),
mereka menguji kaitan antara prestasi belajar Statistika dan Matematika dengan
variabel sikap. Hasilnya adalah no significant relationship between attitudes toward
mathematics and achievement in statistics. Artinya, tidak ada hubungan yang
signifikan antara sikap terhadap Matematika dengan prestasi di bidang Statistika.
Sementara itu studi dari Feinberg and Halprin (1978) justru menemukan hasil
sebaliknya yaitu bahwa ada korelasi antara variabel sikap dengan performance pada
matematika dan statistika.
Salah satu model prestasi belajar Statistika adalah Gardner’s model (Lalonde,
1993). Model ini memiliki dua pandangan mengenai Statistika. Pertama, “the
22
conceptualization of statistics learning as language learning is both meaningful and
fruitful”. Kemudian yang kedua, “many of the measures developed by Gardner, and
his colleagues can be adapted to the statistics learning situation with some minor
modification, thus facilitating a test of the model that is to be proposed”. Model
prestasi belajar Statistika menurut Gardner (1979) terdapat empat variable individu
yang diharapkan memengaruhi secara langsung derajat keberhasilan seseorang pada
mata kuliah Statistika, yaitu : intelligence, language aptitude, situational anxiety, and
motivation. Intelegensi sangatlah penting dalam memengaruhi tingkatan pemahaman
setiap mata kuliah apapun yang dipelajari, baik bahasa maupun statistika. Kecerdasan
berbahasa mewakili kemampuan spesifik yang dilibatkan kedalam pembelajaran
bahasa, sama halnya seperti kecerdasan matematika akan menjadi kemampuan utama
yang seharusnya memengaruhi secara langsung pemahaman skill komputasi dari
statistika. Pengukuran kemampuan matematika dasar telah ditemukan berkorelasi
positif dengan performa pada Statistika. (Nasser, 2004). Masih peneliti kutip pada
sumber yang sama, Gardner juga mengatakan math anxiety adalah bentuk dari situasi
kecemasan yang diharapkan menjadi pendorong mahasiswa ketika menghadapi
tuntutan skill komputasi pada Statistika. Penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa
math anxiety berkorelasi negative dengan performa dalam statistika. Selain variabel
afektif ada juga variabel yang bersifat kognitif, yang berkaitan dengan prestasi belajar
statistika, seperti mathematical ability, meskipun pemahaman dan penggunaan
statistika dalam penelitian empiris tidak memerlukan level matematika advance,
namun kenyataannya dari hasil literature penelitian bahwa ada hubungan yang positif
dan signifikan antara keduanya. Seperti yang terdapat pada Galagedera (1998)
23
menemukan bahwa, first-year business mathematics and statistics students who were
successful in mathematics at the university entry-level examination were more likely
to do better in elementary statistics than poor performers at matriculation level”.
Kemudian diperkuat lagi dari hasil penelitian Wisenbaker, et al. (2000) yang
menyatakan bahwa, “mathematical ability affects the acquisition of statistical skills
and the two share a negative relationship with mathematics anxiety”.
Terakhir, model prestasi belajar statistika yang berkaitan dengan statistics dan
math anxiety, mathematical aptitude, attitudes toward statistics telah diuji secara
bersamaan dalam beberapa penelitian (Lalonde and Gardner 1993; Nasser 1998,
1999; Wisenbaker et al. 1998), kendatipun begitu hubungan semua variabel tersebut
tidak dapat dipastikan arah dan bentuk hubungannya, artinya ditemukan hasil
penelitian yang berbeda-beda. Seperti yang telah dilakukan Wisenbaker (1998) dan
beberapa assistant – nya, yang melakukan penelitian path analysis untuk
memprediksi prestasi mahasiswa dibidang statistika. Hasil temuan utamanya yaitu :
”…students’ attitudes toward statistics at the end of the statistics course were predictive of their achievement, while students’ attitudes toward statistics at the beginning of the course were not. Furthermore, they found a moderately positive relationship between mathematical aptitude and achievement in statistics. The correlation between mathematics anxiety and achievement in statistics was also moderate but negative…”.(hal. 189)
Namun sayangnya, Wisenbaker tidak mengikutsertakan variabel statistics
anxiety dalam penelitian tersebut. Kemudian Lalonde dan Gardner (1993)
menggunakan model structural socio-educational tentang kemahiran statistics as a
second language untuk memprediksi prestasi dibidang statistika. Model penelitian
mereka mengikutsertakan variabel situational anxiety (statistics and number anxiety),
attitudes, motivation intensity, mathematical aptitude, and efforts. Semuanya
24
dijadikan predictor terhadap prestasi dibidang statistika. Hasil penelitian Lalonde dan
Gardner menemukan bahwa,
“…a direct path between situational anxiety and achievement was not significant when the path between mathematical aptitude and achievement was present. Their results also suggested that the level of anxiety and the combination of attitudes and motivation could have indirect effects on achievement through effort…”.
2.2.2 Faktor yang Memengaruhi Prestasi Belajar Statistika
Terdapat banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menemukan model
prestasi belajar Statistika. Pada table 2.1 ini peneliti membuat matrikulasi hasil
penelitian prestasi belajar dibidang statistika.
Tabel 2.1 Hasil Penelitian tentang Prestasi Belajar Statistika.
No Nama Temuan
1 Anthony J Onwuegbuzie
(2004)
• Hasil menunjukkan bahwa kurang lebih 40% s/d 60%
mahasiswa melaporkan bahwa mereka hampir selalu atau
selalu menunda-nunda dalam menulis makalah, belajar untuk
menghadapi ujian, serta menunda untuk mengikuti tugas
membaca mingguan.
• Sekitar 20% s/d 45% melaporkan bahwa mereka bermasalah
dengan menunda-nunda terhadap ketiga tugas akademik
tersebut. `
• Selain itu juga, 65% -75% mahasiswa ingin mengurangi
kebiasaan menunda-nunda dalam ketiga tugas akademik
25
tersebut.
• Temuan pokok yang kedua, akademik prokrastinasi yang
merupakan hasil dari fear of failure dan task aversiveness
menampakkan korelasi canonical yang positif dan signifikan
dengan statistics anxiety (Rc1=.51).
2 Lalonde dan Gardner
(1993)
• Peneltian ini menggunakan causal modeling yang mana
ditemukan bahwa mathematical aptitude sebagai predictor
yang negative terhadap situational anxiety, tetapi
mathematical aptitude merupakan predictor yang positif
terhadap statistics achievement.
• Situational anxiety berpengaruh negative terhadap
individual’s attitude-motivation index namun selanjutnya
memiliki pengaruh yang positif terhadap effort yang pada
gilirannya menuju kepada achievement.
• Kemudian hasil yang konsisten yaitu, course evaluation
secara signifikan berkorelasi dengan semua pengukuran dari
performance (mis : assignments, quizzes, final grade).
Sedangkan instructor evaluation tidak satupun berkorelasi
secara signifikan terhadap semua pengukuran performance
statistika.
3 Sorge dan Schau (2002) • Sekitar 55% variance dari achievement dipengaruhi oleh
previous success (terdiri dari 3 hal, yaitu : prestasi
matematika di SMA, skor self-concept terhadap matematika,
26
yang ketiga IP sebelumnya) dan sisanya 45% variance dari
achievement dipengaruhi oleh keempat komponen sikap
(value, cognitive competence, affect, difficulty).
• Beberapa variabel dalam saturated structural model
memengaruhi variabel lain melalui multiple path. Menguji
bentuk dari pengaruh tersebut menghasilkan informasi yang
penting dari semua model. Contohnya, pada komponen
attitudes misalnya : difficulty memengaruhi value secara
langsung seperti difficulty juga memngaruhi value secara
tidak langsung melalui cognitive competence dan affect.
Total efek yang dimiliki difficulty terhadap value merupakan
jumlah dari dua efek yakni langsung dan tidak langsung.
Difficulty berpengaruh langsung yang negative sebesar (–
.495) dan pengaruh tidak langsung yang positif sebesar
(.512), sehingga difficulty memiliki total efek terhadap value
sebesar (.017). yang mana angka tsb menunjukkan pengaruh
yang bersih dari difficulty terhadap value. Namun total efek
dapat diabaikan ketika pengaruh baik secara langsung
maupun tidak langsung menunjukkan angka yang besar.
• Dari hasil direct dan indirect effect terhadap achievement ,
maka yang memiliki pengaruh direct paling besar yaitu
previous success sebesar (.682) dan signifikan. Dan
pengaruh secara tidak langsung tetap positif sebesar (.118),
27
sehingga menunjukkan hasil yang konsisten ketimbang
variabel lain.
4 Fidia M. Nasser (2004) • Dari hasil penelitian Nasser ini didapatkan bahwa memiliki
kemampuan matematika yang memadai dan sikap positif
terhadap statistika maka akan meningkatkan prestasi
dibidang statistika. Meskipun efek keduanya signifikan,
namun efek dari kemampuan matematika yang memadai
secara substantial lebih besar efeknya daripada variabel
sikap dibidang statistika.
• Hasil juga mengindikasikan bahwa motivasi yang kuat untuk
sukses dan mathematics anxiety yang rendah maka akan
memperkuat sikap yang positif terhadap statistika.
• Variance total dari mathematical aptitude, mathematics
anxiety, attitudes toward mathematics, attitudes toward
statistics dan motivation secara bersamaan memengaruhi
prestasi belajar statistika sebesar 36%. Secara terpisah,
mathematical aptitude memengaruhi sebesar 22% dari
prestasi belajar statistika ; sedangkan variable kognitif dan
afektif sebesar 14%.
• Kemudian Nasser mengatakan penting untuk dicatat bahwa
kombinasi antara mathematical aptitude, mathematics
anxiety, attitudes toward mathematics dan motivation
memiliki varians sebesar 51% dalam sikap terhadap
28
statistika.
5 Galli S, Ciancaleoni ,
Chiesi F, Primi C (2007)
• Fokus terhadap latar belakang nilai matematika ketika SMA,
maka ditemukan ada perbedaan yang signifikan antara
mahasiswa yang lulus ujian statistika dan mahasiswa yang
tidak lulus ujian statistika, dimana mahasiswa yang tidak
gagal ujian statistika memiliki nilai prestasi matematika
lebih tinggi (M=6,92, SD=1,13) daripada mahasiswa yang
gagal ujian statistika (M=6,48; SD=1,25) ketika mereka
SMA. Selanjutnya ada hubungan yang signifikan antara
learning debts (utang belajar) pada matematika dengan
kegagalan (chi-square (1,n=311) = 13,96, p< 0,01),
mahasiswa yang memilki learning debts yang tinggi maka
lebih memungkinkan gagal ketika ujian statistika.
• Kemudian masih pada aspek kompetensi bidang matematika,
bahwasannya mahasiswa yang tidak gagal ujian statistika
memiliki kompetensi matematika yang lebih tinggi
(M=23,71; SD=4,6) dibandingkan dengan kompetensi
matematika mahasiswa yang gagal ujian (M=20,48;
SD=5,9), perbedaanya secara statistic juga signifikan(t (323)
= 5,39, p<0,01).
• Kemudian pada aspek sikap, ditemukan bahwa ada
perbedaan sikap yang signifikan (t (350) = 2,96, p<0.01)
antara sikap mahasiswa yang tidak gagal ujian statistika
29
dimana sikap mereka lebih positif (M=117,40; SD=17,24)
dengan sikap mahasiswa yang gagal ujian statistika
(M=111,83; SD=16,35). Hasil yang sama juga ditemukan
pada saat pengukuran di akhir perkuliahan yang juga
signifikan secara statistic (t (256) = 5,41, p<0,01).
• Selanjutnya tentang kecemasan terhadap statistika, yang juga
berbeda signifikan secara statistic, (t
(248) = -5,48, p<0,01), mahasiswa yang tidak gagal ujian
statistika memiliki skor kecemasan statistika yang rendah
(M=109,15; SD=24,25) sedangkan mahasiswa yang gagal
ujian memiliki skor kecemasan statistika yang lebih tinggi
(M=126,32; SD=15,41).
• Terakhir, menguji beda pada performance atau prestasi
belajar dibidang statistika. Hasil yang ditemukan berbeda
signfikan secara statistic (t (440) = 8,96, p< 0,01), dimana
mahasiswa yang lulus statistika pertama kali memiliki nilai
statistika yang lebih tinggi (M=24,43; SD=4,06)
dibandingkan dengan mahasiswa yang harus mengulang
ujian agar lulus (M=21,15; SD=2,97).
6 Candace Schau (2003) • Mahasiswa ketika berbicara tentang sikap terhadap Statistika
lebih negative ketimbang ketika mereka merespon SATS.
• Mahasiswa mengatribusikan sikap berkaitan dengan prestasi
mereka sebelumnya dan terkait dengan instructor juga.
30
• Secara rata-rata, sikap cognitive competence dan value
terhadap statistika mendapatkan nilai yang paling tinggi dan
positif, sedangkan affect mendapatkan skor yang netral,
kemudian difficulty agak negative. Perbedaan mean pada
empat aspek sikap ini besar.
• Pada class section berbeda sangat besar pada mean diawal
perkuliahan dengan mean diakhir perkuliahan.
• Mahasiswa dan mahasiswi, begitupun juga keturunan kulit
putih dan keturunan spanyol, memiliki skor pre-test yang
sama. Namun, mahasiswa kulit putih memilki skor sikap
yang lebih tinggi daripada mahasiswi keturunan spanyol
pada beberapa komponen sikap.
• Secara keseluruhan sikap mahasiswa berubah dari awal
perkuliahan sampai akhir perkuliahan menjadi kecil dan
negative.
• Sikap mahasiswa dan prestasi terhadap statistic berkorelasi
secara positif.
7 Fadia Nasser (2004) • Analisis yang digunakan menggunakan path analysis.
• Meskipun memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
motive to avoid failure, namun sikap terhadap matematika
dan kecemasan matematika hanya memprediksi sekitar 10%
dari variance motive to avoid failure.
• Sikap terhadap matematika berkorelasi positif dengan sikap
31
terhadap statistika (.31**), sedangkan motive to avoid failure
berkorelasi negative dengan sikap terhadap statistika (-
.33**). Sikap terhadap matematika dan motive to avoid
failure memiliki pengaruh varian sebesar 37% pada sikap
terhadap statistika.
• Ketiga exogenous variable (sikap terhadap matematika,
kecemasan matematika, kemampuan matematika) dan dua
endogenous variable (sikap terhadap statistika, motive to
avoid failure) secara signifikan berkorelasi dengan
kecemasan statistika, dengan varians sebesar 67%.
Sedangkan korelasi negative terbesar terdapat pada korelasi
antara kecemasan statistika dengan sikap terhadap statistika
(-.57**). Korelasi positif terbesar terdapat pada sikap
terhadap statistika dengan prestasi dibidang statistika
(.50**).
8 Brian Evans (2007) • Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pre-test dan
post-test tentang sikap dan konsep mahasiswa pada masing-
masing departemen (sosiologi,psikologi dan matematika) F
(1,228)= 0,166 p=.684. sehingga mahasiswa menunjukkan
tidak ada perubahan yang berarti baik ketika awal
perkuliahan maupun pada saat akhir perkuliahan. Sedangkan
ketika dilakukan analisis uji F ketiganya untuk melihat
apakah ada perbedaan, maka ditemukan secara statistic
32
bahwa ada perbedaan signifkan antara ketiganya F (2,227),
= 9,913 p=.000. kemudian dilakukan tukey test untuk
menguji manakah yang paling berbeda signifkan terhadap
sikap dan konseptual terhadap statistika, ternyata ditemukan
bahwa mahasiswa sosiologi menunjukkan sikap yang lebih
positif ketimbang mahasiswa psikologi dan matematika p =
.000, dan juga mahasiswa sosiologi menunjukkan konseptual
yang lebih benar daripada mahasiswa matematika p=.002.
• Selanjutnya yang kedua, menguji hubungan antara sikap
positif terhadap statistika dengan keakuratan konsep tentang
statistika baik sebelum maupun sesudah perkuliahan (pre &
post). Dari hasil menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang
signifikan antara keduanya pada pre-test r= .143; n=115; p=
.127. sedangkan pada post-test, meskipun signifikan secara
statistic namun korelasi keduanya hanya menunjukkan
tingkat korelasi yang rendah r= .197; n=115; p= .035.
Namun ketika dilakukan analisis per departemen masing-
masing untuk dibandingkan pre & post-test, ternyata hanya
departemen matematika saja yang menunjukkan ada korelasi
yang signifikan baik pre & post-test, dengan r = .451; n=30;
p= .012 dan r = .431; n=30; p = 018.
• Kemudian yang terakhir memprediksi prestasi belajar
statistika, dimana prediktornya variabel sikap dan konsep
33
tentang Statistika dengan menggunakan regresi linear. Dari
analisis ini didapatkan korelasi yang signifikan hanya
variabel antara sikap ketika awal dan akhir perkuliahan
statistika terhadap nilai ujian statistika. r= .203,n = 115; R2
= .04 p = .03 dan r = .247; R2 = .06; n = 115; p = .008.
persamaan regresi sederhana antara sikap awal perkuliahan
dengan prestasi statistika yaitu, y’ = 76.045 + 4.324 x.
dimana y adalah prestasi belajar, sedangkan x adalah skor
sikap ketika awal perkuliahan. Untuk persamaan regresi
sederhana antara sikap ketika akhir perkuliahan terhadap
prestasi statistika yaitu, y’ = 75.526 + 4.574 x. dimana y
adalah prestasi belajar statistika, x skor sikap ketika akhir
perkuliahan. Namun meskipun persamaan ini signifikan,
hanya menghasilkan R2 yang kecil, sehingga
menginterpretasikannya perlu kehati-hatian, atau dengan
kata lain memprediksikan prestasi dibidang statistika tidak
cukup dengan sikap diawal dan akhir perkuliahan statistika
saja.
34
Dari tabel yang telah dibuat peneliti bisa menyimpulkan beberapa hal, diantaranya
yaitu :
1. Prestasi dibidang statistika di temukan berkorelasi positif dengan variabel
mathematical aptitude (Lalonde & Gardner, 1993 ; Nasser, 2004 ; Galli,
Ciancaleoni, Chiesi, Primi, 2007). Tetapi mathematical aptitude merupakan
predictor yang negative terhadap statistics anxiety (Lalonde & Gardner,
1993).
2. Prestasi dibidang statistika juga berkaitan dengan prestasi matematika
sewaktu SMA, self-concept terhadap matematika dan IP sebelumnya atau hal
ini dikenal dengan previous success (Sorge & Schau, 2002 ; Galli,
Ciancaleoni, Chiesi, Primi, 2007). Sebagai contoh, previous success bisa juga
dikaitkan dengan prestasi dibidang statistika sebelumnya yaitu nilai statistika
1 menjadi predictor untuk nilai statistika 2 (Nasser, 2004). Bahkan bisa juga
nilai hasil kuis dan nilai mid-term yang dijadikan predictor bagi nilai akhir
statistika (Nasser, 2004 ; Galli, Ciancaleoni, Chiesi, Primi, 2007).
3. Kemudian variabel sikap (attitudes) pada beberapa penelitian (Galli,
Ciancaleoni, Chiesi, Primi, 2007 ; Schau, 2003 ; Nasser, 2004) menunjukkan
hasil bahwa mahasiswa yang memiliki skor sikap yang positif terhadap
statistika maka mendapatkan prestasi statistitka yang tinggi pula, artinya
keduanya memiliki korelasi yang positif. Namun demikian, Pada penelitian
Evans (2007) sikap terhadap statistika hanya memengaruhi prestasi belajar
statistika sebesar 4% pada awal perkuliahan statistika, sedangkan 6% pada
35
akhir perkuliahan Statistika. Dengan demikian sikap terhadap statistika
memengaruhi prestasi belajar statistika relative kecil.
4. Prestasi belajar statistika masih menyisakan pola yang belum pasti jika
dihubungkan dengan variabel statistics anxiety. Pada penelitian Lalonde dan
Gardner (1993) statistics anxiety berpengaruh positif terhadap effort, hanya
saja bersifat tidak langsung, ia harus melalui variabel sikap dan motivasi, yang
selanjutnya effort tsb akan berpengaruh positif terhadap achievement.
Selanjutnya pada penelitian Galli, Ciancaleoni, Chiesi, Primi, (2007),
menunjukkan bahwa mahasiswa yang tidak gagal ujian statistika memiliki
skor kecemasan statistika rendah dibandingkan dengan mahasiswa yang gagal
ujian memiliki skor kecemasan statisstika yang lebih tinggi. Sedangkan pada
peneltian Nasser (2004), statistics anxiety memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan, bahkan memengaruhi secara langsung terhadap prestasi dibidang
statistika.
5. Selanjutnya dari hasil penelitian Onwuegbuzie (2004), disimpulkan bahwa
statistics anxiety berpengaruh negative terhadap prestasi belajar statistika
secara tidak langsung, namun statistics anxiety terlebih dahulu menyebabkan
atau memengaruhi penundaan tugas-tugas akademik (academic
procrastination) yang selanjutnya akan berkorelasi negative terhadap prestasi
belajar. Artinya semakin tinggi mahasiswa menunda-nunda untuk melakukan
tugas-tugas akademik dibidang statistika, maka semakin rendah prestasi
belajar statistika-nya.
36
6. Terakhir, Nasser (2004) secara simultan menjadikan mathematical aptitude,
mathematics anxiety, attitudes toward mathematics, attitudes toward
statistics, dan motivation sebagai predictor terhadap prestasi belajar statistika,
menghasilkan varians sebesar 36%. Dalam analisis psikologi dengan varians
sebesar ini, sudah cukup diasumsikan bahwa semua predictor tersebut
memiliki pengaruh yang cukup berarti.
Dari pembahasan hasil penelitian diatas, tampaklah bahwa cukup banyak variabel
yang memengaruhi prestasi belajar statistika. Namun secara garis besar, peneliti
membatasi ada dua variabel utama yang memengaruhi prestasi belajar statistika, yaitu
variabel kognitif (mis : inteligence) dan variabel afektif (mis : statistics anxiety ;
attitudes toward statistics).
2.3 Pengukuran Prestasi Belajar Statistika
Pengukuran disini yang peneliti maksudkan adalah prosedur pemberian angka
(pengkuantifikasian) terhadap atribut atau variabel sepanjang suatu kontinum (Azwar,
1999). Namun secara lebih spesifik lagi bahwa pengukuran pada penelitian ini adalah
dalam bidang prestasi belajar, dengan demikian prosedur pengkuantifikasian atau
pengukuran tersebut selain bersifat kontinum yang dinyatakan dengan kuantitatif, dan
juga haruslah dapat dibandingkan antara hasil ukur tsb dengan suatu penormaannya
atau hasilnya dinyatakan secara evaluative (peneliti adaptasi dari karakteristik
evaluasi dalam “Dasar-dasar Psikometri, Azwar, 1999). Kontinum disini maksudnya
adalah bervariasi menurut besarannya (magnitude) (Umar, 2010), sedangkan
evaluative yang dimaksud adalah hasil angka tersebut dapat diinterpretasikan sesuai
37
dengan norma atau criteria yang telah dibuat. Pengertian norma adalah harga rata-rata
bagi suatu kelompok subjek (Azwar, 1999). Misal, skor tes prestasi belajar seorang
mahasiswa dari rentangan nilai 0 – 100, ia mendapatkan nilai 86 (kontinum), dengan
skor tersebut, dapat diinterpretasikan berdasarkan nilai tengah yaitu 50, ia dinyatakan
diatas rata-rata, kemudian jika disyaratkan untuk ujian kenaikan tingkat adalah nilai
yang diatas rata-rata, maka dengan nilai tsb mahasiswa dinyatakan lulus dan dapat
mengikuti tingkat selanjutnya (Umar, 2010). Oleh karenanya seluruh penelitian
pengukuran prestasi belajar dibidang statistika menggunakan bilangan kontinum
seperti, hasil ujian akhir Statistika (final examination), ada juga yang menggunakan
hasil kuis dan hasil ujian tengah semester (mid-term examination), namun ada juga
yang mengukur prestasi belajar statistika dengan tes lisan. Berikut peneliti berikan
pengukuran prestasi belajar pada beberapa penelitian terdahulu :
1. Lalonde dan Gardner (2003) mengukur prestasi belajar dengan tiga
pengukuran, yaitu dua kali (2) ujian tertulis seperti biasa dan dengan kuis.
2. Nasser (2004) ia mengukur prestasi belajar dengan menggunakan tiga
komponen, yaitu : skor pada kuis, skor uts (mid-term), dan terakhir ujian akhir
/ UAS (final exam).
3. Galli, Ciancaleoni, Chiesi, Primi (2007), menggunakan pengukuran yang agak
berbeda yaitu dengan tes tertulis dimana didalamnya ada tiga pertanyaan
pemecahan masalah (tidak dicontohkan oleh mereka) beserta enam pertanyaan
terbuka dan tertutup tentang konsep statistika; dan juga menggunakan verbal
38
test (seperti tanya jawab lisan) keduanya dijadikan nilai akhir prestasi belajar
statistika.
4. Schau (2003) justru lebih simple pengukuran yang digunakannya, yaitu untuk
prestasi statistika, dalam instrument sampel diminta untuk menuliskan nilai
akhir (grade final) pada mata kuliah statistika sebelumnya, sedangkan prestasi
secara umum ia menggunakan IP / GPA.
5. Sedangkan Nasser (2004), mengukur prestasi belajar statistika dengan
menggunakan skor harapan dan skor actual dari ujian akhir statistika. Namun
tidak diketahui maksud skor harapan disitu apakah skor dari prediksi
berdasarkan regresi atau skor harapan yang diinginkan oleh mahasiswa.
6. Evans (2007) mengukur prestasi belajar statistika dengan total nilai akhir
statistika, rentangan skala mulai dari 0 – 100. Meskipun penelitian ini pada
sampel yang berbeda, namun telah ditetapkan bahwa nilai tsb didapatkan dari
hasil tes tertulis.
Dari sini terlihat bahwa meskipun instrument pengukuran prestasi belajar
berbeda-beda, tidak ada satupun pendekatan tunggal yang digunakan untuk alat ukur
prestasi belajar statistika, namun secara skala pengukuran, bahwa alat ukur tersebut
sama yaitu menggunakan skala kontinum. Sehingga menurut hemat peneliti tidak
perlu lagi untuk menyusun secara baku alat ukur prestasi belajar statistika sebab tentu
alat ukur tersebut dibuat sesuai dengan materi perkuliahan statistika yang diberikan,
namun sejauh pengukuran tersebut menggunakan skala kontinum maka dapat
diterima. Untuk lebih lengkap tentang instrument pengukuran prestasi belajar
39
statistika, maka akan peneliti paparkan di Bab 3 pada sub-bab instrument
pengumpulan data.
2.4 Hipotesis Penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat pengaruh independent variable
yang diketahui terhadap dependent variable. Dalam penelitian ini dependent variable
yaitu prestasi belajar statistika 1 dan 2, sedangkan variabel yang di teorikan peneliti
sebagai Independent Variable berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya tentang
prestasi belajar statistika, yaitu sikap terhadap statistika, kecemasan terhadap
statistika, motivasi belajar statistika, kebutuhan untuk berprestasi, self efficacy
terhadap statistika, intelegensi dan prestasi belajar statistika 1.
Bunyi hipotesis utamanya yaitu : “ada pengaruh yang signifikan dari faktor
psikologis seperti sikap terhadap statistika, self efficacy terhadap statistika,
kecemasan terhadap statistika, motivasi belajar statistika, intelegensi dan
kebutuhan berprestasi terhadap prestasi belajar Statistika 1 dan 2”.
Selanjutnya hipotesis minor penelitian ini yaitu :
• Sikap terhadap statistika berpengaruh signifikan terhadap prestasi
belajar statistika 1.
• Self efficacy terhadap statistika berpengaruh signifikan terhadap prestasi
belajar statistika 1.
• Kecemasan terhadap statistika berpengaruh signifikan terhadap prestasi
belajar statistika 1.
40
• Motivasi belajar statistika berpengaruh signifikan terhadap prestasi
belajar statistika 1.
• Intelegensi berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar statistika 1.
• Kebutuhan berprestasi berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar
statistika 1.
Selanjutnya pada analisis statistic yang kedua bunyi hipotesis minor juga sama
seperti diatas, hanya saja hipotesis minor penelitian bertambah satu yaitu :
• Prestasi belajar statistika 1 berpengaruh signifikan terhadap prestasi
belajar statistika 2.
Kemudian dikarenakan adanya analisis statistik, maka hipotesis utama
tersebut dibalik menjadi hipotesis nihil, yang berbunyi bahwa “tidak ada pengaruh
yang signifikan dari faktor psikologis yaitu sikap terhadap statistika, self
efficacy terhadap statistika, kecemasan terhadap statistika, motivasi belajar
statistika, intelegensi dan kebutuhan berprestasi terhadap prestasi belajar
Statistika 1 dan 2”. Adapun hipotesis nihil minor penelitian yaitu :
• Sikap terhadap statistika tidak berpengaruh signifikan terhadap prestasi
belajar statistika 1.
• Self efficacy terhadap statistika tidak berpengaruh signifikan terhadap
prestasi belajar statistika 1.
41
• Kecemasan terhadap statistika tidak berpengaruh signifikan terhadap
prestasi belajar statistika 1.
• Motivasi belajar statistika tidak berpengaruh signifikan terhadap
prestasi belajar statistika 1.
• Intelegensi berpengaruh tidak signifikan terhadap prestasi belajar
statistika 1.
• Kebutuhan berprestasi tidak berpengaruh signifikan terhadap prestasi
belajar statistika 1.
Pada analisis yang kedua, hipotesis nihil penelitian bertambah satu mengikuti
ditambahnya pula satu independen variabel yaitu :
• Prestasi belajar statistika 1 tidak berpengaruh signifikan terhadap
prestasi belajar statistika 2.
Dengan demikian semua hipotesis nihil inilah yang akan diujikan pada
analisis statistik penelitian.
Jika digambarkan dengan model, maka hipotesis utama dan kerangka berpikir
akan tampak seperti :
42
Gambar 2.1 kerangka berpikir
Sikap Statistika
Kecemasan Statistika Prestasi
belajar Statistika 1
Motivasi Statistika
Prestasi belajar
Statistika 2
Kebutuhan Berprestasi
Self Efficacy
Intelegensi
Keterangan :
Kotak yang memiliki arah panah menuju kotak tersebut sebagai dependen variabel,
sedangkan kotak yang tidak ada arah panah menuju kotak tersebut sebagai
independen variabel. Namun prestasi belajar statistika 1 juga menjadi independen
variabel untuk prestasi belajar statistika 2.
43
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dipaparkan tentang Populasi dan Sampel, Variabel Penelitian,
Definisi Operasional, Instrumen Pengumpulan data, Prosedur Pengumpulan Data, dan
Metode Analisis Data.
3.1. Populasi & Sampel
Populasi pada penelitian ini yaitu Mahasiswa/i Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun akademik 2009/2010 yang berjumlah kurang lebih 208
mahasiswa. Seluruh anggota populasi tersebut peneliti jadikan sampel seluruhnya,
dikarenakan pertimbangan jumlah anggota populasi yang tidak terlalu banyak.
3.2 Variabel Penelitian
Adapun variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu :
1. Prestasi Belajar Statistika 1 & 2
2. Sikap terhadap Statistika (Attitudes Toward Statistics)
3. Kecemasan terhadap Statistika (Statistics Anxiety)
4. Motivasi Belajar Statistika
5. Kebutuhan untuk Berprestasi (Need for Achievement)
6. Self efficacy terhadap Statistika
7. Intelegensi (IQ)
Dependent variabel (outcome variable) dalam penelitian ini adalah prestasi
belajar statistika 1 & 2, sedangkan variabel lainnya merupakan variabel independen
44
(predictor variable). Namun pada analisis yang kedua, prestasi belajar statistika 1
juga menjadi variabel independen untuk prestasi belajar statistika 2.
3.3. Definisi Operasional Variabel
1. Prestasi belajar Statistika 1 & 2 adalah skor akhir yang didapat dari akhir
perkuliahan Statistika. Meskipun skor akhir ini memang dinyatakan dalam
bentuk huruf (contoh : A ; B ; …; E), namun nilai tersebut tetap memiliki data
kuantitatifnya, yang berupa angka interval (mis : A = 80 - 100 ; B = 70 – 80).
Skor dari interval inilah yang akan dijadikan skor dependent variabel.
2. Kecemasan terhadap Statistika adalah hasil ukur simtom psikologis mengenai
perasaan cemas, pusing, jantung berdetak cepat, mual yang dialami siswa
ketika dalam situasi belajar statistika.
3. Sikap terhadap Statistika adalah skor yang didapat dari mahasiswa tentang
perasaan positif maupun negative dari mahasiswa terhadap pelajaran
statistika.
4. Motivasi Belajar Statistika adalah skor yang didapat dari hasil perkalian antara
valensi (desireability) dengan harapan (expectancy). Hal ini sudah dijelaskan
pada bab 2.
5. Kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement) adalah skor yang didapat
tentang keinginan didalam dirinya untuk meraih atau mendapatkan prestasi.
6. Self efficacy adalah skor yang diperoleh tentang keyakinan diri yang dimiliki
siswa untuk meraih sukses dan percaya terhadap kemampuannya dalam
menghadapi perkuliahan statistika.
45
7. Intelegensi adalah skor yang didapat tentang kemampuan menyeluruh dari
seseorang yang bersifat potensial untuk berpikir, bertindak dan berkembang.
3.4. Instrumen Pengumpulan Data.
1. Prestasi belajar Statistika 1 & 2 didapatkan dengan menggunakan nilai akhir
statistika mahasiswa tahun akademik 2009/2010 yang sudah ada di bagian
Akademik Fakultas Psikologi. Jadi peneliti tidak mengambil data primer
terhadap sampel.
2. Kecemasan statistika didapatkan dari alat ukur kecemasan statistika yang
disusun oleh peneliti. Alat ukur ini terdiri dari 14 item, dengan alternative 2
jenis pilihan jawaban yaitu sangat setuju – sangat tidak setuju dan sangat
sering – tidak pernah sama sekali.
3. Sikap terhadap Statistika diukur dengan menggunakan alat ukur sikap
terhadap statistika yang peneliti susun sendiri. Terdiri dari 14 item, dengan
rentangan respon yang diberikan mulai dari sangat setuju – sangat tidak
setuju.
4. Motivasi belajar didapat dari skor perkalian antara valensi (desireability)
dengan expectancy (harapan). Penjelasannya telah dijelaskan di bab 2, namun
peneliti akan memberikan contohnya saja.
Mbi = f (Vbs x Ebi.bs)
sebagai contoh jika seorang siswa memiliki motivasi belajar statistika (Mbi),
maka bisa dihitung melelui, skor valensi bs (desirability) dikalikan dengan
skor expectancy bi dari outcome bs tersebut. Misalnya siswa tersebut ingin
mendapatkan beasiswa, maka ia diminta untuk menskoring berapa valensi
46
yang ia miliki untuk outcome beasiswa tersebut, kemudian diukur subjective
probability bahwa dengan ia belajar statistika (i) bagaimana ia akan
mendapatkan outcome beasiswa (j). Kemudian dari hasil skor yang didapat,
dijadikan sebagai skor motivasi belajar statistika. Namun karena adanya
perbedaan valensi yang dimiliki oleh tiap individu, maka peneliti hanya
membatasinya sebanyak 3 faktor saja. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah peneliti dalam melakukan penghitungan data. Rentangan
yang peneliti berikan dari 1 – 5, jika 1 menunjukkan angka yang terendah,
sedangkan 5 menunjukkan angka yang terbesar. Instrument yang demikian
disebut dengan self rating.
5. Need for achievement diukur dengan menggunakan data sub scale need for
achievement pada tes EPPS (Edward Preference Personal Scale) yang
diberikan kepada Mahasiswa tahun akademik 2009/2010. Sub scale ini
terdiri dari 30 item, namun tiap item terdiri dari dua (2) pasang pernyataan a
dan b, jadi total item sebanyak 60. Tiap pasang item terdapat salah satu
pernyataan tentang need for achievement. Responden hanya diminta untuk
memilih salah satu pernyataan dari pasangan pernyataan yang ada.
6. Self efficacy diukur dengan menggunakan kuesioner self efficacy yang
disusun oleh peneliti. Alat ukur ini terdiri dari 13 item. Respon jawaban
yang diberikan mulai dari sangat setuju – sangat tidak setuju dan sangat
sering – jarang sekali.
7. Intelegensi didapat dari hasil pengukuran IST (Intelligenz Struktur Test)
yang disusun oleh Rudolf Amthaueur di Jerman (1973). Alat ukur ini terdiri
47
dari 176 item dengan 9 sub tes yaitu satzergaenzung mengukur
pembentukan keputusan, berpikir konkrit praktis ; wortauswahl mengukur
bahasa seseorang ; analogien mengukur kemampuan analisis berpikir ;
gemeinsamkeiten mengukur kemampuan abstrak ; rechenauffgaben
mengukur kemampuan berhitung ; zahlenreihen mengukur kemampuan
berpikir induktif ; formasuwahl mengukur kemampuan berpikir konkrit ;
wurfelaugfgaben mengukur kemampuan imajinasi tiga dimensi ;
merkaufgaben mengukur kemampuan mengingat. Peneliti tidak perlu
mengambil data intelegensi terbaru dengan IST, tetapi cukup mengambil
data hasil psikotes mahasiswa tahun 2009/2010, dimana dalam data tersebut
sudah terdapat data IST. Hal ini sama seperti pengambilan data need for
achievement dan prestasi belajar statistika 1 & 2.
Pada instrument 1) self efficacy terhadap statistika, 2) sikap terhadap statistika,
3) kecemasan terhadap statistika, dan 4) sub skala kebutuhan berprestasi EPPS,
peneliti melakukan uji validitas konstruk instrument tersebut. Oleh karena itu,
digunakan CFA (Confirmatory factor Analysis) untuk pengujian validitas instrument.
Adapun logika dari CFA (Umar, 2010) :
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait yang didefinisikan secara operasional
sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk mengukurnya. Trait
ini disebut factor, sedangkan pengukuran terhadap factor ini dilakukan melalui
analisis terhadap respon atas item-itemnya.
48
2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu factor saja, begitupun juga
subskala hanya mengukur satu factor juga. Artinya baik item maupun
subskala bersifat unidimensional.
3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks
korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional.
Matriks korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan
matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar
(unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks ∑ -
matriks S atau bisa juga dinyatakan dengan ∑ - S = 0.
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi
square. Jika hasil chi square tidak signifikan p>0.05, maka hipotesis nihil
tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat
diterima bahwa item hanya mengukur satu factor saja.
5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau
tidak mengukur apa yang hendak di ukur, dengan menggunakan t-test. Jika
hasil t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam
mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian di drop dan
sebaliknya.
6. Terakhir, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan
faktornya negative, maka item tersebut harus di drop. Sebab hal ini tidak
sesuai dengan sifat item, yang bersifat positif (favorable).
Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan bantuan sotware
LISREL 8.30 (Joreskog dan Sorbom, 1999).
49
3.5. Prosedur Pengumpulan Data
Seperti penelitian survey pada umumnya, tahapan pertama penelitian ini
mempersiapkan alat ukur, kemudian pengambilan data sesungguhnya. Namun ada
beberapa hal khusus yang perlu peneliti sampaikan berkaitan dengan pengumpulan
data.
Untuk pengukuran motivasi belajar, peneliti membuatnya secara khusus
seperti yang telah peneliti jelaskan sebelumnya. Adapun prosedurnya, sebagai berikut
:
1. Peneliti menjelaskan pada responden bahwa sesungguhnya motivasi belajar
itu merupakan perkalian dari skor valensi (desireability) dengan skor harapan
(expectancy).
2. Peneliti meminta responden untuk menuliskan sebanyak 3 buah outcome
mereka untuk belajar statistika, kemudian setiap valensi tersebut mereka
tuliskan 1 – 5 berapa angka yang menunjukkan keinginan mereka untuk
outcome tersebut. Namun sebelumnya peneliti memberikan contoh terlebih
dahulu di papan tulis kelas. Setelah itu dari setiap masing-masing outcome,
peneliti meminta responden untuk menuliskan harapan dari setiap valensi
tersebut atau outcome yang diharapkan dari keinginan tersebut apa. Setiap
outcome juga diwakili skala yang sama 1 – 5.
3. Setelah responden menuliskan skala pada seluruh valensi dan expectancy,
maka selanjutnya peneliti meminta mereka untuk menskoring hasil kali antara
50
skor valensi dengan expectancy. Kemudian dijumlahkan skor seluruh ketiga
valensi tesebut.
4. Total skor inilah yang dijadikan sebagai skor motivasi belajar. Dimana nilai
tertinggi untuk motivasi belajar statistika adalah 75, sedangkan nilai tertinggi
untuk setiap valensi adalah 25.
Selanjutnya, Peneliti menuju ke bagian akademik fakultas psikologi untuk
meminta nilai statistika 1 & 2 mahasiswa Psikologi tahun akademik 2009/2010. Hal
ini dilakukan dalam upaya pengambilan data dependent variabel. Namun, apabila data
tersebut masih kurang maka peneliti bisa meminta data tersebut ke dosen statistika 1
& 2. Untuk EPPS & IST peneliti meminta izin kepada Kepala laboratorium fakultas
psikologi untuk mengambil data psikotes mahasiswa tahun akademik 2009/2010
sebagai data penelitian.
3.6. Metode Analisis Data.
Peneliti menggunakan teknik analisis regresi multivariat untuk menguji
hipotesis nihil penelitian ini. Penelitian ini memiliki variabel independen sebanyak
enam variabel, kemudian satu variabel independen juga menjadi variabel dependen,
sedangkan yang murni variabel dependen sebanyak satu variabel. Adapun susunan
persamaan regresi berganda adalah :
Y1 = a + b1X1 + b2x2 + b3X3 +…+b6X6
Y2 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 +…+ b7X7
51
Dimana :
Y1 = Prestasi Belajar Statistika 1
Y2 = Prestasi Belajar Statistika 2
a = intercept (konstan)
b = koefisien regresi
Sebelum melakukan analisis regresi berganda, peneliti melakukan korelasi
product moment seluruh variable penelitan. Sebab, dalam regresi idealnya IV tidak
berkorelasi dengan IV lainnya, namun justru IV sebaiknya berkorelasi dengan DV.
Dengan demikian dengan jumlah variabel sebanyak 8 variabel penelitian, maka
terdapat 36 korelasi variabel.
Selanjutnya analisis regresi, dimulai secara simultan, kemudian dari satu per
satu IV. Sehingga nilai R2 yang dihasilkan dapat dilihat secara murni. Fungsi R2 ini
adalah untuk melihat proporsi varians dari prestasi belajar statistika 1 & 2 yang
dipengaruhi IV yang ada. Melihat koefisien determinasi dengan cara R2 X (dikalikan)
100%. Maka dihasilkanlah proporsi varians atau determinant. R2 didapatkan dengan
rumus :
2
Selanjutnya R2 dapat diuji signifikansinya seperti uji signifikan pada F test
biasa. Selain itu juga uji signifikan bisa juga dilakukan dengan tujuan melihat apakah
pengaruh dari IV terhadap DV signifikan atau tidak. Pembagi disini adalah R2 itu
52
sendiri dengan df nya (dilambangkan k), yaitu sejumlah IV yang dianalisis,
sedangkan penyebutnya (1 – R2) dibagi dengan df nya N – k – 1 dimana N adalah
total sampel. Untuk df dari pembagi sebagai numerator sedangkan df penyebut
sebagai denumerator. Jika digambarkan maka :
⁄
1 1⁄
Atau dengan cara yang berbeda namun hasil yang sama, pembagi adalah Ssreg
dbagi dengan df nya (k) didapat mean square regresi , kemudian penyebutnya Ssres
dibagi dengan df nya (N – k – 1) didapat mean square residu. Dari hasil bagi MSreg
dengan MSres didapatkan hasil F. Numerator dan denumerator juga dari df pembagi
dan df penyebut.
Kemudian selanjutnya peneliti melakukan uji koefisien regresi dari tiap-tiap
IV yang dianalisis. Maksud uji koefisien regresi adalah melihat apakah signifikan
dampak dari tiap IV terhadap DV, oleh karenanya sebelum didapat nilai t dari tiap IV,
harus didapat dahulu nilai standard error estimate dari b (koefisien regresi) yang
didapatkan melalui akar Msres dibagi dengan SSx. Setelah didapat nilai Sb barulah
bisa dilakukan uji t, yaitu hasil bagi dari b (koefisien regresi) dengan Sb itu sendiri.
Jika ditulis dengan rumus maka :
53
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Dalam bab empat ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah
dilakukan. Pembahasan tersebut meliputi tiga bagian yaitu, analisis deskriptif, uji
validitas alat ukur, dan terakhir pengujian hipotesis penelitian.
4.1 Analisis Deskriptif
Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai populasi dan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini seluruh anggota populasi
mahasiswa psikologi UIN Jakarta angkatan 2009 yang terdaftar dalam kelas statistika
1 dan 2 dijadikan sampel secara keseluruhan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan
jumlah anggota populasi yang tidak terlalu banyak, yaitu sebesar 208 mahasiswa.
Tabel 4.1
Distribusi populasi penelitian berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin N Persentase
Laki – laki 39 18,2 %
Perempuan 169 81,8 %
TOTAL 208 100 %
Dari table diatas dapat dilihat bahwa perempuan jauh lebih banyak daripada
laki – laki. Jumlah perempuan 168, sedangkan laki – laki hanya berjumlah 39.
54
Fenomena populasi seperti ini lazim ditemui pada mahasiswa fakultas psikologi.
Sebab, kebanyakan mahasiswa psikologi adalah perempuan.
Selanjutnya peneliti memapaparkan distribusi frekuensi dan uji beda t-test
mean prestasi statistika berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 4.2
Distribusi Prestasi Belajar Statistika berdasarkan Jenis kelamin
Group Statistics
JENIS
KELAMIN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
STAT1 LAKI 39 71.1538 6.65519 1.06568
PEREMPUAN 168 74.2321 7.10568 .54822
STAT2 LAKI 39 71.1795 6.44765 1.03245
PEREMPUAN 168 73.3690 6.07198 .46846
Untuk perolehan prestasi belajar statistika 1 mean perempuan jauh lebih besar
daripada mean laki – laki, sedangkan mean prestasi belajar statistika 2 antara laki –
laki dan perempuan tidak jauh berbeda. Lebih lanjut lagi peneliti menguji dengan
independent sampel t-test untuk mengetahui apakah mean kedua kelompok berbeda
secara statistic. Dari hasil yang didapat, pada statistika 1 ada perbedaan yang
signifikan antara mean laki – laki dan perempuan (P < 0.05), sedangkan pada
statistika 2 tidak ada perbedaan antara mean laki – laki dan perempuan (P > 0,05).
Hal ini bisa dilihat langsung pada selisih mean statistika 1 dan statistika 2 antara laki
– laki dan perempuan.
55
4.2 Uji Validitas Alat Ukur
Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan software Lisrel
8.30 (Joreskog dan Sorbom, 1994). Adapun criteria item yang baik pada CFA adalah
(Umar, 2010) :
1. Melihat signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktornya dengan melihat
nilai t bagi koefisien muatan faktor item. Perbandingannya adalah jika t > 1.96
maka item tersebut signifikan dan sebaliknya. Apabila item tersebut signifikan
maka item tidak akan di drop, dan sebaliknya.
2. Melihat koefisien muatan faktor dari item. Jika item tersebut sudah di scoring
dengan favorable (pada skala likert 1 – 4), maka nilai koefisien muatan faktor
pada item harus bermuatan positif, dan sebaliknya. Apabila item tersebut
favorable, namun koefisien muatan faktor item bernilai negative maka item
tersebut akan di drop dan sebaliknya.
3. Terakhir, apabila kesalahan pengukuran item terlalu banyak berkorelasi, maka
item tersebut akan di drop. Sebab, item yang demikian selain mengukur apa
yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain.
Uji validitas tiap alat ukur akan dipaparkan pada sub bab berikut.
4.2.1 Uji Validitas skala Sikap terhadap Statistika
Peneliti menguji apakah 14 item yang ada bersifat unidmensional mengukur
sikap terhadap statistika. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu
56
faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 552,47 , df = 77 , P-value = 0.0000 , RMSEA
= 0.173. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka
diperoleh model fit seperti pada gambar dibawah ini :
Gambar 4.1 Analisis Konfirmatorik dari faktor Sikap terhadap Statistika
i t e m 10. 75
i t e m 20. 67
i t e m 30. 83
i t e m 40. 76
i t e m 50. 98
i t e m 60. 75
i t e m 71. 00
i t e m 80. 94
i t e m 90. 88
i t e m 1 00. 72
i t e m 1 10. 30
i t e m 1 20. 27
i t e m 1 30. 53
i t e m 1 40. 45
sikap 1. 00
Chi-Square=68.06, df=52, P-value=0.06668, RMSEA=0.039
0. 520. 550. 400. 470. 090. 520. 050. 220. 340. 500. 830. 860. 680. 74
0. 27
0. 18
0. 09-0 .15
0. 26
0. 21
0. 12
0. 46
0. 230. 13-0 .22
0. 17
0. 120. 35
0. 23-0 .08
0. 41
-0 .12
0. 12
-0 .20-0 .12
-0 .19-0 .14
-0 .08
-0 .16
57
Dari gambar 4.1, nilai Chi – Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima,
bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu sikap terhadap statistika.
Kemudian melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur. Sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di drop atau tidak.
Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari
item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti pada table berikut.
Tabel 4.3
Muatan Faktor item Sikap terhadap Statistika
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan 1 0.52 0.07 7.59 V 2 0.55 0.07 8.39 V 3 0.40 0.07 5.63 V 4 0.47 0.07 6.70 V 5 0.09 0.07 1.22 X 6 0.52 0.07 7.63 V 7 0.05 0.07 0.68 X 8 0.22 0.07 3.06 V 9 0.34 0.07 4.78 V 10 0.50 0.07 7.53 V 11 0.83 0.06 14.24 V 12 0.86 0.06 14.99 V 13 0.68 0.06 10.88 V 14 0.74 0.06 12.18 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel diatas, hanya nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item 5 & 7
yang tidak signifikan, sedangkan koefisien muatan faktor item lainnya signifikan.
Dengan demikian item no 5 & 7 akan di drop. Artinya bobot nilai pada item 5 & 7
tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Selanjutnya melihat muatan
58
faktor dari item apakah ada yang bermuatan negative. Dari tabel 4.4, pada kolom
koefisien tidak terdapat item yang muatan faktornya negative. Dengan demikian tidak
ada item yang di drop, kecuali item no 5 & 7.
Pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling
berkorelasi. Artinya dapat disimpulkan bahwa item – item tersebut bersifat
multidimensional pada dirinya masing – masing. Korelasi kesalahan pengukuran item
ditampilkan pada table dibawah ini.
Tabel 4.4
Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item Sikap terhadap Statistika
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 1 2 V 1 3 1 4 V V 1 5 1 6 V V 1 7 V 1 8 V V 1 9 V V V V 1 10 V V V V V 1 11 V V V 1 12 V 1 13 V V V 1 14 V 1
tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item
Dari table diatas dapat dilihat korelasi antar kesalahan pengukuran pada item.
Item yang baik adalah kesalahan pengukurannya tidak berkorelasi satu sama lain.
Namun pada model ini tidak ada kesalahan pengukuran yang tidak berkorelasi, tetapi
59
paling tidak ada item yang korelasi kesalahan pengukurannya hanya satu saja yaitu
item 14. Sedangkan item yang tidak bagus yaitu 9 dan 10, karena terdapat banyak
tanda V, yang artinya kesalahan pengukurannya berkorelasi dengan kesalahan
pengukuran item lainnya. Artinya item tersebut selain mengukur apa yang hendak
diukur, ia juga mengukur hal lain. Dengan demikian item 9 dan 10 akan di drop,
artinya bobot nilai keduanya tidak akan dianalisis dalam penghitungan faktor skor.
Langkah terakhir yaitu item – item sikap terhadap statistika yang tidak di
drop dihitung faktor skornya. Faktor skor ini dihitung untuk menghindari estimasi
bias dari kesalahan pengukuran. Jadi penghitungan faktor skor ini tidak
menjumlahkan item – item variabel pada umumnya, tetapi justru dihitung true score
pada tiap item. Setelah didapatkan faktor skor, peneliti mentransformasikan faktor
skor menjadi T skor. T skor ini berfungsi yaitu pertama untuk menyamakan skala
pengukuran yang berbeda – beda, hal ini hampir sama ketika menghitung Z skor.
Perbedaannya pada Zscore memiliki rentangan mean = 0 dan standar deviasi = 1,
sedangkan T skor memiliki rentangan mean = 50 dan standar deviasi = 15. Kemudian
yang kedua, untuk menghindari nilai minus pada faktor skor agar pembaca mudah
memahami interpretasi hasil penelitian. Adapun rumus T skor yaitu (Umar, 2010) :
Tskor = (15 x faktor skor) + 50.
Setelah didapatkan faktor skor yang telah dirubah menjadi T skor, nilai baku
inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi. Perlu dicatat,
bahwa hal yang sama juga berlaku untuk variabel self efficacy, kecemasan dan
kebutuhan berprestasi.
60
4.2.2 Uji Validitas alat ukur Self Efficacy terhadap Statistika
Peneliti menguji apakah 13 item yang ada bersifat unidimensional mengukur
satu faktor yaitu self efficacy terhadap statistika. Dari hasil awal analisis CFA yang
dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 489.75 , df = 65 , P-
value = 0.0000 , RMSEA = 0.178. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap
model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu
sama lainnya, maka diperoleh model fit seperti pada gambar dibawah ini
61
Gambar 4.2 Analisis Faktor Konfirmatorik Self Efficacy terhadap Statistika
I T E M 10. 37
I T E M 20. 40
I T E M 30. 89
I T E M 40. 69
I T E M 50. 75
I T E M 60. 78
I T E M 70. 63
I T E M 80. 37
I T E M 90. 59
I T E M 1 00. 57
I T E M 1 10. 79
I T E M 1 20. 87
I T E M 1 30. 86
SELF 1. 00
Chi-Square=50.21, df=40, P-value=0.12933, RMSEA=0.035
0. 800. 800. 300. 550. 510. 440. 610. 790. 650. 680. 450. 370. 38
-0 .17
0. 27
0. 220. 24-0 .36
-0 .19-0 .16-0 .22
-0 .02
0. 16
-0 .27
0. 14
-0 .27
0. 21
0. 210. 08
0. 210. 42
0. 08-0 .11
0. 22
-0 .14
0. 19
0. 10
0. 35
Dari gambar 4.1, nilai Chi – Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima,
bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu self efficacy terhadap statistika.
62
Langkah selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Penyajiannya pada table berikut.
Tabel 4.5
Muatan faktor item Self efficacy terhadap Statistika
No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan 1 0.80 0.06 12.90 V 2 0.80 0.06 12.42 V 3 0.30 0.07 4.18 V 4 0.55 0.06 8.61 V 5 0.51 0.06 7.89 V 6 0.44 0.07 6.24 V 7 0.61 0.06 9.83 V 8 0.79 0.06 13.26 V 9 0.65 0.06 10,38 V 10 0.68 0.06 10.52 V 11 0.45 0.07 6.56 V 12 0.37 0.07 5.47 V 13 0.38 0.07 5.53 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96) dan
semua koefisien bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item
sesuai dengan sifat item, yang mana semuanya bersifat favorable. Dengan demikian
item – item tersebut tidak akan di drop.
Pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling
berkorelasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa item – item tersebut bersifat
63
multidimensional pada dirinya masing – masing. Kesalahan pengukuran item yang
berkorelasi ditampilkan pada table dibawah ini.
Tabel 4.6
Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran item self efficacy terhadap Statistika
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 1 2 V 1 3 V 1 4 V 1 5 V 1 6 V V V 1 7 1 8 V 1 9 V V 1 10 V V V 1 11 V V V V V 1 12 V V V 1 13 V V V V 1
Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item
Pada tabel diatas dapat dilihat korelasi antar kesalahan pengukuran item.
Seperti yang telah dijelaskan diawal, bahwa item yang baik adalah kesalahan
pengukurannya tidak berkorelasi satu sama lain, seperti item 7. Sedangkan item yang
tidak bagus yaitu 2, 3, 6, 9 dan 11 karena kesalahan pengukuran item tersebut terlalu
banyak berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lainnya. Artinya, jika item
yang kesalahan pengukurannnya berkorelasi dengan kesalahan pengukuran lainnya,
maka item tersebut selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal
lain.
Oleh sebab itu, item 2, 3, 6, 9 dan 11 tetap akan didrop. Sebab kesalahan
pengukuran item tersebut terlalu banyak berkorelasi dengan kesalahan pengukuran
64
item lainnya. Dengan demikian hanya ada 8 item yang bobot nilainya akan
dikutsertakan dalam analisis uji hipotesis.
4.2.3 Uji Validitas alat ukur Kecemasan terhadap Statistika
Peneliti menguji apakah 14 item yang ada bersifat unidimensional mengukur
kecemasan terhadap statistika. Hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu
faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 627.31 , df = 77 , P-value = 0.0000 , RMSEA
= 0.186. Namun, setelah kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model yang fit seperti pada gambar
dibawah ini :
65
Gambar 4.3 Analisis faktor Konfirmatorik Kecemasan terhadap Statistika
I T E M 10. 82
I T E M 20. 82
I T E M 30. 26
I T E M 40. 75
I T E M 50. 77
I T E M 60. 56
I T E M 70. 22
I T E M 80. 83
I T E M 90. 48
I T E M 1 00. 56
I T E M 1 10. 37
I T E M 1 20. 58
I T E M 1 30. 61
I T E M 1 40. 24
ANXIE 1. 00
Chi-Square=54.79, df=42, P-value=0.08922, RMSEA=0.038
0. 410. 430. 850. 500. 470. 660. 870. 390. 710. 680. 800. 650. 640. 88
0. 29
0. 060. 09-0 .11
-0 .19
0. 17
0. 16
-0 .07
0. 14
0. 20
0. 24
-0 .06
-0 .160. 06-0 .15
0. 07-0 .20
0. 16
-0 .15
-0 .09
-0 .07
0. 23
-0 .23
0. 16
0. 05-0 .11
-0 .110. 13
-0 .38
-0 .36-0 .20-0 .33-0 .14-0 .36
-0 .27
Dari gambar 4.1, nilai Chi – Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima,
bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu kecemasan terhadap statistika.
Kemudian melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur. Pada tahap ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor pada item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t dari setiap
koefisien muatan faktor dari item, seperti pada table berikut :
66
Tabel 4.7
Muatan Faktor Kecemasan terhadap Statistika
No Koefisien Standar error
Nilai t Signifikan
1 0.41 0.06 6.76 V
2 0.43 0.06 6.99 V
3 0.85 0.06 14.53 V
4 0.50 0.06 8.17 V
5 0.47 0.07 7.20 V
6 0.66 0.06 10.37 V
7 0.87 0.06 14.32 V
8 0.39 0.07 5.73 V
9 0.71 0.06 11.75 V
10 0.68 0.06 10.96 V
11 0.80 0.06 12.84 V
12 0.65 0.06 10.69 V
13 0.64 0.06 10.30 V
14 0.88 0.06 13.94 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa seluruh item signifikan (t >1,96) dan
semua koefisien bermuatan positif. Dengan demikian, pada tahapan ini tidak ada item
yang di drop.
Namun pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang
saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan sebenarnya item – item tersebut
bersifat multidimensional pada dirinya masing – masing. Kesalahan pengukuran item
yang berkorelasi ditampilkan pada table dibawah ini.
67
Tabel 4.8
Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran item kecemasan terhadap Statistika
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 1 2 V 1 3 1 4 V 1 5 1 6 V V 1 7 V V 1 8 V V 1 9 V V 1 10 V V V V V V V 1 11 V V 1 12 V V V 1 13 V V V V V V 1 14 V V V V V V V 1
Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item
Dari table diatas dapat dilihat korelasi antar kesalahan pengukuran
item. Item yang bagus adalah kesalahan pengukurannya tidak berkorelasi satu sama
lain. Namun sayangnya, dalam model pengukuran ini semua kesalahan pengukuran
saling berkorelasi satu sama lain. Meskipun demikian masih ada kesalahan
pengukuran item yang berkorelasi hanya sekali saja, yaitu item no 4. Sedangkan item
yang tidak bagus yaitu 3, 7, 10, 13, 14 karena kesalahan pengukuran item tersebut
terlalu banyak berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lainnya. Artinya item
yang kesalahan pengukurannnya saling berkorelasi dengan kesalahan pengukuran
lainnya maka item tersebut selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga
mengukur hal lain.
68
Dengan demikian item 3, 7, 10, 13 dan 14 akan di drop. Hal ini dilakukan
karena kesalahan pengukuran item – item tersebut terlalu banyak berkorelasi dengan
kesalahan pengukuran item lainnya. Bahkan item no 3, 7 dan 14 berkorelasi sebanyak
setengah total item kecemasan. Dengan demikian hanya ada 9 item yang akan ikut
dianalisis dalam uji hipotesis.
4.2.4 Uji Validitas Sub Scale need for Achievement EPPS
Peneliti menguji apakah 28 item n-ach EPPS bersifat unidimensional
mengukur satu faktor yaitu kebutuhan berprestasi. Dari hasil awas analisis CFA yang
dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 651.10, df = 350 , P-
value = 0.0000 , RMSEA = 0.084. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap
model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diperoleh model fit seperti pada gambar dibawah ini
69
Gambar 4.4 Analisis Konfirmatorik Subtes Achievement EPPS
I T E M 21. 96
I T E M 32. 00
I T E M 41. 91
I T E M 51. 84
I T E M 61. 97
I T E M 111. 99
I T E M 161. 46
I T E M 2 11. 85
I T E M 2 61. 89
I T E M 3 11. 93
I T E M 3 61. 86
I T E M 4 11. 97
I T E M 4 61. 93
I T E M 512. 00
I T E M 561. 64
I T E M 6 11. 94
I T E M 6 61. 12
I T E M 711. 97
I T E M 761. 74
I T E M 771. 86
I T E M 781. 79
I T E M 791. 93
I T E M 8 01. 92
I T E M 1521. 93
I T E M 1531. 95
I T E M 1541. 70
I T E M 1551. 98
I T E M 11. 97
ACH 1. 00
Chi-Square=360.19, df=331, P-value=0.12952, RMSEA=0.021
0. 21
0. 02
0. 30
0. 40
0. 16
0. 05
0. 76
0. 38
0. 34
0. 27
0. 37
-0 .10
0. 27
0. 06
0. 60
0. 25
0. 94
0. 18
0. 51
0. 43
0. 46
0. 27
0. 28
0. 27
0. 22
0. 55
0. 15
0. 18
0. 46
0. 46
0. 84
0. 56
-0 .46
-0 .42
-0 .80
0. 50
0. 42
0. 58
-0 .46
0. 41
-0 .43
-0 .87
0. 39
0. 49
0. 45
-0 .35
0. 41
Dari gambar 4.1, nilai Chi – Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima,
bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu kebutuhan berprestasi.
70
Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada table berikut :
Tabel 4.9
Muatan Faktor Item subtes Achievement EPPS
Item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan 2 0.21 0.09 2.18 V 3 0.02 0.10 0.25 X 4 0.30 0.12 2.55 V 5 0.40 0.10 4,25 V 6 0.16 0.09 1.69 X 11 0.05 0.12 0.45 X 16 0.76 0.12 6.29 V 21 0.38 0.10 3.75 V 26 0.34 0.09 3.56 V 31 0.27 0.09 2.88 V 36 0.37 0.09 3.93 V 41 -0.10 0.12 -0.87 X 46 0.27 0.10 2.83 V 51 0.06 0.09 0.59 X 56 0.60 0.09 6.35 V 61 0.25 0.09 2.68 V 66 0.94 0.11 8.32 V 71 0.18 0.10 1.84 X 76 0.51 0.10 5.01 V 77 0.43 0.12 3.64 V 78 0.46 0.09 4.87 V 79 0.27 0.10 2.72 V 80 0.28 0.09 2.99 V 152 0.27 0.09 2.81 V 153 0.22 0.09 2.29 V 154 0.55 0.09 5.78 V 155 0.15 0.09 1.62 X 1 0.18 0.09 1.90 X
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
71
Dari tabel 4.10 dapat dilihat koefisien muatan faktor dari item mana sajakah
yang signifikan (t > 1.96). Sebanyak 8 item tidak signifikan yaitu 3, 6, 11, 41, 51, 71,
155, 1, sedangkan sisanya signifikan. Bahkan koefisien muatan faktor item 41
bernilai negative, padahal seharusnya positif. Dengan demikian item yang muatan
faktornya tidak signifikan dan koefisiennya bernilai negative akan di drop, yaitu 1, 3,
6, 11, 41, 51, 71, 155. Artinya bobot nilai pada item tersebut tidak akan diikutkan
dalam analisis statistik uji hipotesis.
Kemudian pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item
yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan sebenarnya item – item tersebut
bersifat multidimensional pada dirinya masing – masing. Kesalahan pengukuran item
yang berkorelasi ditampilkan pada table dibawah ini :
72
Tabel 4.10
Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran item subtes Achievement EPPS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 281 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 V 1 7 1 8 V 1 9 1 10 1 11 1 12 V 1 13 1 14 1 15 1 16 1 17 V V V V 1 18 V V 1 19 V V 1 20 V V 1 21 1 22 V 1 23 1 24 V 1 25 V 1 26 V 1 27 1 28 V 1
Ket : Pada tabel diatas, no 1 s/d 28 hanya sebagai symbol, sedangkan urutan item yang benar yaitu
2,3,4,5,6,11,16,21,26,31,36,41,46,51,56,61,66,71,76,77,78,79,80,152,153,154,155,1.
Tanda V menunjukkan korelasi
Dari tabel diatas dapat kita lihat korelasi kesalahan pengukuran item.
Kesalahan pengukuran item yang paling banyak berkorelasi yaitu item 66, dalam
tabel tersebut diwakili oleh no 17, sedangkan kesalahan pengukuran item yang tidak
berkorelasi satu sama lain yaitu item 2 (no 1), item 6 (no 5), item 26 (no 9), item 31
73
(no 10), item 36 (no 11), item 78 (no 21), item 80 (no 23), item 155 (no 27). Item
yang kesalahan pengukurannya berkorelasi satu sama lain dapat di simpulkan bahwa
item – item tersebut bersifat multidimensional, yang artinya selain mengukur faktor
need for achievement, item tersebut juga mengukur faktor – faktor lain. Meskipun
begitu item 66 tidak akan di drop. Berarti sebanyak 20 item n–ach EPPS tetap akan
dianalisis bobot nilainya pada uji hipotesis.
4.3 Uji Hipotesis penelitian
4.3.1 Analisis Korelasional dari Variabel Penelitian
Pada penelitian ini terdapat 6 variabel independen, 1 variabel independen
sekaligus menjadi dependen yaitu statistika 1 dan terakhir 1 variabel dependen yaitu
statistika 2. Dengan total 8 variabel maka akan terdapat 36 korelasi. Adapun matriks
korelasi akan dipaparkan sebagai berikut.
74
Tabel 4.11 Matriks Korelasi Antar Variabel
Correlations
STAT1 STAT2 IQ ATTITUDE MOTIVATION ANXIETY
SELF EFFICACY
ACHIEVEMENT
STAT1 Pearson Correlation 1
(2-tailed)
N 208
STAT2 Pearson Correlation .534** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 208 208
IQ Pearson Correlation
.234** .262** 1
Sig. (2-tailed) .001 .000
N 208 208 208
ATTITUDE
Pearson Correlation -.012 -.058 .011 1
Sig. (2-tailed) .867 .405 .872
N 208 208 208 208
MOTIVATION
Pearson Correlation
.206** .188** .088 .084 1
Sig. (2-tailed) .003 .007 .207 .226
N 208 208 208 208 208
ANXIETY
Pearson Correlation .065 .006 .059 .604** .141* 1
Sig. (2-tailed) .352 .930 .397 .000 .042
N 208 208 208 208 208 208
SELF EFFICACY
Pearson Correlation .228** .165* .064 -.406** .004 -.270** 1
Sig. (2-tailed) .001 .018 .355 .000 .956 .000 N 208 208 208 208 208 208 208
ACHIEVEMENT
Pearson Correlation .049 .209** .128 -.133 -.042 -.013 .101 1
Sig. (2-tailed) .482 .002 .065 .055 .549 .851 .145 N 208 208 208 208 208 208 208 208
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
75
Dari matriks diatas korelasi antara IQ, statistika 1 dan statistika 2 berkorelasi
secara signifikan (p < 0.05). Korelasi antara IQ dengan statistika 1 sebesar 0.234,
sedangkan korelasi antara IQ dengan statistika 2 sebesar 0.262. Kemudian korelasi
antara statistika 1 dan statsitika 2 sebesar 0.534 dan arahnya positif. Artinya jika nilai
statistika 1 bagus maka akan diikuti pula oleh nilai statistika 2 dan sebaliknya.
Selanjutnya korelasi antara sikap, statistika 1 dan statistika 2 tidak signifikan (p >
0.05). Variabel sikap dengan statistika 1 memiliki besaran korelasi yaitu -0.012,
sedangkan pada statistika 2, variabel sikap juga berkorelasi negative yaitu – 0.058.
Hubungan antara sikap dengan performance atau prestasi belajar memang belum
begitu jelas arahnya. Penelitian tentang attitudinal factors dengan behavioral
criterion masih belum begitu jelas hubungannya, meskipun telah banyak penelitian
yang dilakukan sebelumnya. Seperti yang peneliti kutip dari artikel milik Wisenbaker
(2000) dikatakan bahwa antara sikap dengan prestasi belajar memang saling
keterkaitan, namun hubungan antara keduanya masih berinteraksi secara kompleks
dengan variabel lainnya, bahkan tidak jarang hubungan antara keduanya tidak dapat
diprediksi.
Selanjutnya hubungan antara motivasi dengan statistika 1. Keduanya
berkorelasi secara signifikan ( p < 0.05) , besaran korelasi keduanya yaitu 0.206,
artinya arah hubungan keduanya positif meskipun tidak terlalu besar. Korelasi antara
motivasi dengan statistika 2 juga signifikan secara statistic (p < 0.05), besaran
korelasinya tergolong kecil yaitu 0.188 dan hubungannya juga positif.
Justru yang menarik hubungan antara kecemasan, sikap dan self efficacy.
Korelasi antara sikap dengan kecemasan signifikan (p < 0.05) sebesar 0.630. Artinya
76
hubungan keduanya cukup besar dan tergolong positif. Semakin positif sikap
mahasiswa terhadap statistika maka semakin tinggi pula tingkat kecemasan
mahasiswa tersebut. Hasil korelasi kedua variabel ini berbeda dengan hasil penelitian
Nasser (2004), dalam penelitiannya justru dihasilkan korelasi yang negative antara
variabel sikap terhadap statistika dengan kecemasan terhadap statistika. Kemudian
korelasi antara kecemasan dengan self efficacy arahnya negative sebesar - 0.270 dan
signifikan secara statistik (p < 0.05). artinya semakin tinggi self efficacy mahasiswa
maka akan semakin rendah tingkat kecemasannya. Sedangkan korelasi antara self
efficacy dengan sikap bersifat negative yaitu – 0.406 dan signifikan secara statistic (p
< 0.05). Hal ini kemungkinan bisa dinterpretasikan bahwa hubungan antara self
efficacy dan sikap dapat dimoderatori oleh variabel kecemasan. Perlu dicatat bahwa
kecemasan mahasiswa angkatan 2009 terhadap statistika berdasarkan data peneliti,
tergolong tinggi yaitu μ = 31.2981. Hal ini dapat dimaklumi karena memang
mahasiswa merasa cemas ketika menghadapi perkuliahan statistika 1 dan 2, sebab
perkuliahan statistika merupakan salah satu mata kuliah pokok di fakultas psikologi
UIN Jakarta.
4.3.2 Analisis Regresi Variabel Penelitian
Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis penelitian dengan teknik analisis
regresi multivariat penghitungannya dibantu oleh software SPSS 16. Seperti yang
sudah disebutkan pada bab 3, dalam regresi ada 3 hal yang dilihat yaitu, melihat
apakah IV berpengaruh signifikan terhadap DV, kedua melihat besaran R square
untuk mengetahui berapa persen (%) varians pada DV yang dijelaskan oleh IV,
77
kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing –
masing IV.
Langkah pertama peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent
variabel terhadap prestasi belajar statistika 1. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 4.12 Tabel Anova
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1686.903 6 281.151 6.280 .000a
Residual 8998.020 201 44.766 Total 10684. 207
a. Predictors: (Constant), ACHIEVEMENT, ANXIETY, IQ, MOTIVATION, SELF EFFICACY, ATTITUDE
Jika melihat kolom ke 6 dari kiri (p < 0.05) , maka hipotesis nihil yang
menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan seluruh independen variabel terhadap
statistika 1 ditolak. Artinya ada pengaruh yang signifikan dari kebutuhan berprestasi,
kecemasan terhadap statistika, IQ, motivasi, sikap terhadap statistika dan self efficacy
terhadap prestasi belajar statistika 1. Untuk tabel R square, dapat dilihat sebagai
berikut
Tabel 4.13 Tabel Rsquare
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate
1 .397a .158 .133 6.69076
a. Predictors: (Constant), ACHIEVEMENT, ANXIETY, IQ, MOTIVATION, SELF EFFICACY, ATTITUDE
78
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa perolehan R square sebesar 0.158 atau
15,8 %. Artinya proporsi varians dari statistika 1 yang dijelaskan oleh semua
independen variabel adalah sebesar 15,8 %, sedangkan 84,2 % sisanya dipengaruhi
oleh variabel lain diluar penelitian ini.
Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi tiap independen variabel.
Jika nilai t > 1,96 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa IV
tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap prestasi belajar statistika 1.
Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel berikut :
Tabel 4.14 Koefisien Regresi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 38.358 6.792 5.648 .000
IQ .202 .057 .232 3.519 .001
ATTITUDE .019 .045 .037 .424 .672
MOTIVATION .091 .035 .171 2.594 .010
ANXIETY .043 .044 .080 .975 .331
SELF EFFICACY .145 .037 .278 3.904 .000
ACHIEVEMENT .002 .039 .004 .064 .949
a. Dependent Variable: STAT1
Dari fungsi persamaan diatas, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien
regresi yang dihasilkan, kita cukup melihat nilai sig pada kolom yang paling kanan
(kolom ke-6), jika sig < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan
pengaruhnya terhadap prestasi belajar dan sebaliknya. Dari hasil diatas hanya
koefisien regresi IQ, motivasi dan self efficacy yang signifikan, sedangkan sisa
79
lainnya tidak. Dengan demikian dapat disusun persamaan regresi pada prestasi belajar
statistika 1, yaitu :
Persamaan 4.1 Regresi Statistika 1
Statistika 1’ = 38.358 + 0.202*IQ + 0.019*Sikap + 0.091*Motivasi +
0.043*Kecemasan + 0.145*Self efficacy +
0.002*Kebutuhan Berprestasi
Selanjutnya peneliti menganalisis dampak seluruh independent variabel
terhadap prestasi belajar statistika 2. Dalam analisis yang kedua ini prestasi belajar
statistika 1 ikut dijadikan sebagai independent variabel. Adapun hasilnya dapat dilihat
sebagai berikut.
Tabel 4.14 Anova
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2679.341 7 382.763 14.918 .000a
Residual 5131.424 200 25.657 Total 7810.764 207
a. Predictors: (Constant), STAT1, ATTITUDE, ACHIEVEMENT, MOTIVATION, IQ, SELF EFFICACY, ANXIETY b. Dependent Variable: STAT2
Untuk menolak atau menerima hipotesis nihil yang berbunyi bahwa tidak ada
pengaruh yang signifikan dari seluruh independen variabel terhadap prestasi belajar
statistika 2, dapat dilihat pada kolom ke-6 dari kiri (p < 0.05). Dengan demikian
hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari independen
variabel terhadap statistika 2 ditolak. Artinya ada pengaruh yang signifikan dari
prestasi belajar statistika 1, sikap terhadap statistika, kebutuhan berprestasi, motivasi,
80
IQ, kecemasan terhadap statistika dan self efficacy terhadap statistika, terhadap
prestasi belajar statistika 2. Untuk perolehan Rsquare dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.15 Model Summary
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate
1 .586a .343 .320 5.06529
a. Predictors: (Constant), STAT1, ATTITUDE, ACHIEVEMENT, MOTIVATION, IQ, SELF EFFICACY, ANXIETY
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa proporsi varians dari statistika 2 yang
dijelaskan oleh variabel independen sebesar 0.343 atau 34,3 %, sedangkan sisa
varians sebesar 65.7 % dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian ini. Melihat
perubahan varians yang cukup besar antara prestasi belajar statistika 1 dan prestasi
belajar statistika 2, maka dapat disimpulkan penambahan varians dari variable baru
yaitu prestasi belajar statistika 1 yang kemungkinan cukup besar pengaruhnya
terhadap prestasi belajar statistika 2.
Langkah terakhir melihat koefisien regresi tiap independen variabel. Jika nilai
t > 1,96 maka koefisien regresi tersebut signifkan. Artinya IV yang bersangkutan
dampaknya signifikan terhadap DV. Penyajiannya dapat dilihat pada tabel berikut :
81
Tabel 4.16 Koefisien Regresi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 27.300 5.535 4.933 .000
IQ .094 .045 .126 2.106 .036
ATTITUDE -.003 .034 -.007 -.091 .928
MOTIVATION .042 .027 .091 1.537 .126
ANXIETY -.013 .033 -.028 -.386 .700
SELF EFFICACY .073 .029 .165 2.395 .005
ACHIEVEMENT .085 .029 .168 2.869 .005
STAT1 .402 .053 .470 7.532 .000
a. Dependent Variable: STAT2
Untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan, kita
cukup melihat kolom paling kanan (kolom ke-6), jika sig < 0.05, maka koefisien
regresi IV yang bersangkutan signifikan dampaknya terhadap DV dan sebaliknya.
Dari persamaan diatas hanya ada empat koefisien regresi yang signifikan, yaitu
statistika 1 dan IQ, self efficacy dan kebutuhan berprestasi sedangkan sisa lainnya
tidak signifikan. Dengan demikian dapat disusun persamaan regresi pada prestasi
belajar statistika 2, yaitu :
82
Persamaan 4.2 Regresi Statistika 2
Statistika 2’ = 27.3 + 0.094*IQ – 0.003*Sikap + 0.042*Motivasi -
0.013*Kecemasan + 0.073*Self Efficacy +
0.085*Kebutuhan Berprestasi + 0.402*Statistika 1
Kemudian langkah selanjutnya peneliti menguji penambahan proporsi varians
dari tiap independen variabel jika iv tersebut dimasukkan satu per satu ke dalam
analisis regresi. Tujuannya adalah melihat penambahan (incremented) proporsi
varians dari tiap iv apakah signifikan atau tidak. Untuk analisis lengkapnya dibahas
pada sub bab berikut.
4.4.1 Pengujian Proporsi Varians untuk masing – masing Independent Variabel
Pengujian pada tahapan ini bertujuan untuk melihat apakah signifikan
tidaknya penambahan (incremented) proporsi varians dari tiap iv, yang mana iv
tersebut dianalisis secara satu per satu. Pada tabel 4.17 kolom pertama adalah iv yang
dianalisis secara satu per satu, kolom kedua merupakan total penambahan varians dv
dari tiap iv yang dianalisis satu per satu tersebut, kolom ketiga merupakan nilai murni
varians dv dari tiap iv yang dimasukkan secara satu per satu, kolom keempat adalah
harga f hitung bagi iv yang bersangkutan, kolom df adalah derajat bebas bagi iv yang
bersangkutan pula, yang terdiri dari numerator dan denumerator, kolom f tabel adalah
kolom mengenai nilai/harga iv pada tabel f dengan df dan taraf level of significance 5
% yang telah ditentukan sebelumnya, harga pada kolom inilah yang akan
dibandingkan dengan harga pada kolom f hitung. Apabila harga f hitung lebih besar
daripada f tabel, maka kolom selanjutnya, yaitu kolom signifikan akan dituliskan
signifikan dan sebaliknya. Jika signifikan artinya bahwa penambahan (incremented)
83
proporsi varians dari iv yang bersangkutan, dampaknya signifikan. Besarnya proporsi
varians pada prestasi belajar statistika 1 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.17 Penghitungan Proporsi Varians Statistika 1
IV R2 R2
CHANGE
F
HITUNG
DF F TABEL SIGNIFIKAN
X1 0.055 0.055 12.22 1,206 3,84 SIGNIFIKAN
X12 0.055 0 0 1,205 3,84 TIDAK SIGNIFIKAN
X123 0.091 0.036 7.627 1,204 3,84 SIGNIFIKAN
X1234 0.094 0.003 0.163 1,203 3,84 TIDAK SIGNIFIKAN
X12345 0.158 0.064 15.384 1,202 3,84 SIGNIFIKAN
X123456 0.158 0 0 1,201 3,84 TIDAK SIGNIFIKAN
TOTAL 0.158
Keterangan :
X1 = IQ
X2 = Sikap terhadap statistika
X3 = Motivasi belajar statistika
X4 = Kecemasan terhadap statistika
X5 = Self efficacy terhadap statistika
X6 = Kebutuhan berprestasi terhadap statistika
84
Dari tabel diatas dapat ringkas sebagai berikut :
• Variabel IQ memberikan sumbangan sebesar 5,5 % dalam varians prestasi
belajar statistika 1. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F
hitung = 12,22 dan df = 1, 206.
• Variabel sikap tidak memberikan sumbangan varians sama sekali, sebesar 0
%. Oleh karena itu tidak signifikan dengan F hitung = 0 dan df = 1, 205.
• Variabel motivasi memberikan sumbangan varians sebesar 3,6 % pada
prestasi belajar statistika 1. Sumbangan tersebut signifikan dengan F hitung =
7.627 dan df = 1, 204.
• Variabel kecemasan memberikan sumbangan sebesar 0.3 % pada prestasi
belajar statistika 1. Sumbangan ini tidak signifkan dengan nilai F hitung =
0.163 dan df = 1, 203.
• Variabel self efficacy memberikan sumbangan sebesar 6,4 % pada prestasi
belajar statistika 1. Dan sumbangan tersebut signifikan secara statistic dengan
nilai F hitung = 15.384 dan df = 1,202.
• Terakhir, variabel kebutuhan berprestasi memberikan sumbangan hanya
sebesar 0 % terhadap bervariasinya nilai statistika 1. Sumbangan ini tentunya
tidak signifikan dengan F hitung = 0 dan df = 1,201.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada 3 IV yang signifikan
sumbangannya terhadap prestasi belajar statistika 1, yaitu IQ, motivasi dan self
efficacy. Sedangkan 3 IV lainnya tidak memberikan sumbangan secara signifikan.
85
Salah satu asumsi dalam regresi yang harus dipenuhi agar hasil analisis regresi
dengan metode least square dapat dipercaya adalah bahwa distribusi frekuensi dari
residual mengikuti distribusi normal. Apabila residual berada disekitar garis harapan
untuk kurva normal, dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi ini memiliki error
atau residual yang distribusinya mengikuti kurva normal. Artinya, hasil persamaan
regresi beserta interpretasinya dapat dipercaya. Berikut adalah gambar “residual plot”
yang dihasilkan yaitu gambar 4.5 untuk dependent variabel prestasi belajar statistika 1
dan gambar 4.6 untuk dependent variabel prestasi belajar statistika 2.
Gambar 4.5 Residual Plot Statistika 1
Dari gambar diatas dapat kita lihat bahwa distribusi dari residual yang
dihasilkan adalah normal. Dengan demikian, uji hipotesis dan penelitian dengan
analisis regresi pada statistika 1 dapat dipercaya.
86
Selanjutnya pengujian signifikansi sumbangan varians iv terhadap statistika 2.
Dalam analisis yang kedua ini, prestasi belajar statistika 1 dijadikan predictor bagi
prestasi belajar statistika 2. Adapun hasil sumbangan varians tiap IV dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 4.18 Penghitungan Proporsi Varians Statistika 2
IV R2 R2
CHANGE
F
HITUNG
DF F TABEL SIGNIFIKAN
X1 0.069 0.069 15.26 1,206 3,84 SIGNIFIKAN
X12 0.072 0.003 0.667 1,205 3,84 TIDAK SIGNIFIKAN
X123 0.102 0.03 6.622 1,204 3,84 SIGNIFIKAN
X1234 0.102 0 0 1,203 3,84 TIDAK SIGNIFIKAN
X12345 0.129 0.027 6.264 1,202 3,84 SIGNIFIKAN
X123456 0.157 0.028 6.68 1,201 3,84 SIGNIFIKAN
X1234567 0.346 0.189 46.66 1,200 3,84 SIGNIFIKAN
TOTAL 0.346
Keterangan :
X1 = IQ
X2 = Sikap terhadap statistika
X3 = Motivasi belajar statistika
X4 = Kecemasan terhadap statistika
X5 = Self efficacy terhadap statistika
X6 = Kebutuhan berprestasi terhadap statistika
X7 = Prestasi Belajar Statistika 1
87
Dari tabel diatas maka dapat disimpulkan :
• Variabel IQ memberikan sumbangan varians sebesar 6,9 % pada prestasi
belajar statistika 2. Sumbangan ini signifikan dengan nilai F hitung sebesar =
15,26 dan df = 1, 206.
• Variabel sikap hanya memberikan sumbangan varians sebesar 0,3 %. Namun
sumbangan ini tidak signifikan dengan nilai F hitung = 0.667 dan df = 1,205.
• Variabel motivasi memberikan sumbangan varians sebesar 3 %. Dan
sumbangan ini signifikan dengan F hitung = 6.622 dan df = 1,204.
• Variabel kecemasan memberikan sumbangan sebesar 0 %. Sumbangan ini
tentunya tidak signfikan dengan nilai F hitung = 0 dan df = 1,203.
• Variabel self efficacy memberikan sumbangan varians sebesar 2,7 % pada
prestasi belajar statistika 2. Sumbangan ini tidak signifikan dengan nilai F =
6.264 % dan df = 1,202.
• Variable kebutuhan berprestasi memberikan sumbangan varians sebesar 2,8
%. Sumbangan ini signifikan dengan nilai F = 6,68 dan df = 1,201.
• Terakhir variabel prestasi belajar statistika 1 memberikan sumbangan varians
sebesar 18,9 % terhadap prestasi belajar statistika 2. Tentunya sumbangan ini
signifikan dengan nilai F = 46.66 dan df = 1,200.
88
Dengan demikian, sumbangan varians yang signifikan terhadap prestasi
belajar statistika 2 hanya ada 5 iv, yaitu IQ, motivasi, self efficacy, kebutuhan
berprestasi dan prestasi belajar statistika 1. Sedangkan sumbangan varians dari iv
lainnya tidak signifikan.
Selanjutnya peneliti akan menampilkan gambar “residual plots” dari prestasi
belajar statistika 2.
Gambar 4.6 Residual Plot Statistika 2
Dari gambar diatas dapat kita lihat bahwa residual dari prestasi belajar
statistika 2 mengikuti kurva distirbusi normalnya. Dengan demikian uji hipotesis
dengan menggunakan analisis regresi yang ada pada prestasi belajar statistika 2 dapat
dipercaya.
89
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini, peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan
dimuat diskusi dan saran.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian, maka kesimpulan yang dapat
diambil dari penelitian ini adalah : “ada pengaruh yang signifikan dari faktor – faktor
psikologis terhadap prestasi belajar baik pada statistika 1 maupun pada statistika 2”.
Pada prestasi belajar statistika 1 hanya ada tiga independen variabel yang
signifikan pengaruhnya yaitu IQ, motivasi dan self efficacy. Dengan demikian hanya
ada 3 hipotesis minor yang diterima yaitu ada pengaruh yang signifikan dari IQ
terhadap prestasi belajar statistika 1 ; ada pengaruh yang signifikan dari motivasi
belajar statistika terhadap prestasi belajar statistika 1 ; dan ada pengaruh yang
signifikan dari self efficacy terhadap statistika terhadap prestasi belajar statistika 1.
Selain itu, ketiga iv tersebut yakni IQ, motivasi dan self efficacy juga
signifikan sumbangan variansnya terhadap prestasi belajar statistika 1. Untuk IQ
memberikan sumbangan sebesar 5,5 %, untuk motivasi memberikan sembangan
sebesar 3,6 %, terakhir self efficacy memberikan sumbangan sebesar 6,4 % terhadap
bervariasinya prestasi belajar statistika 1. Dari sini terlihat bahwa meskipun ketiga iv
tersebut pengaruhnya signifikan terhadap prestasi belajar statistika 1, tetapi
sumbangan variansnya relative kecil.
90
Pada prestasi belajar statistika 2, ada empat independen variabel yang
signifikan pengaruhnya terhadap prestasi belajar statistika 2, yaitu IQ, prestasi belajar
statistika 1, self efficacy dan kebutuhan berprestasi. Dengan demikian hanya ada
empat hipotesis minor yang diterima pada prestasi belajar statistika 2, yaitu ada
pengaruh yang signifikan dari IQ terhadap prestasi belajar statistika 2 ; ada pengaruh
yang signifikan dari prestasi belajar statistika 1 terhadap prestasi belajar statistika 2 ;
ada pengaruh yang signifikan dari self efficacy terhadap presasi belajar statistika 2 ;
ada pengaruh yang signifikan dari kebutuhan berprestasi terhadap prestasi belajar
statistika.
Namun jika dilihat berdasarkan sumbangan proporsi varians terhadap prestasi
belajar statistika 2, ada lima sumbangan iv yang signifikan, yaitu sumbangan varians
dari IQ, prestasi belajar statistika 1, motivasi, self efficacy dan kebutuhan berprestasi.
Sumbangan varians dari IQ sebesar 6,9 % ; sumbangan varians dari motivasi sebesar
3 % ; sumbangan varians self efficacy sebesar 2,7 % ; sumbangan varians dari
kebutuhan berprestasi sebesar 2,8 % ; sumbangan yang sangat besar diberikan oleh
prestasi belajar statistika 1 yakni sebesar 18,9 % terhadap varians prestasi belajar
statistika 2. Artinya tinggi rendahnya prestasi belajar statistika 2 sangat dipengaruhi
oleh prestasi belajar pada statistika 1. Hal ini tidak mengherankan sebab, untuk
mengikuti mata kuliah statistika 2 harus terlebih dahulu lulus mata kuliah statistika 1.
91
5.2 Diskusi
Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab 4, dapat dipahami bahwa
IQ, self efficacy dan motivasi yang secara konsisten memengaruhi prestasi belajar
statistika 1 dan 2. Bahkan korelasi kelima variabel tersebut bersifat positif, hal ini
sesuai dengan koefisien regresi IQ, self efficacy dan motivasi pada kedua DV tersebut
yang bernilai postif. Artinya jika semakin tinggi IQ seorang mahasiswa, maka
semakin tinggi pula prestasi belajar statistika 1 dan 2 mahasiswa tersebut. Begitupun
juga pada variabel self efficacy dan motivasi. Sumbangan varians IQ pun hampir tidak
jauh berbeda terhadap kedua DV, yaitu 5,5 % pada prestasi belajar statistika 1 dan 6,9
% pada prestasi belajar statistika 2.
Hal ini sesuai dengan teori dari Walberg (1981) yang mengatakan salah satu
variabel yang memengaruhi prestasi belajar siswa adalah variabel personal, termasuk
didalamnya intelegensi siswa. Artinya seseorang dengan IQ tinggi cenderung lebih
mudah dalam belajar dan hasilnya pun cenderung baik. Sedangkan seseorang dengan
IQ rendah cenderung kesulitan dalam transfer belajar dan hasilnya pun cenderung
kurang bagus. Bahkan dalam penelitian Laidra, Pullmann dan Allik (2007)
menunjukkan bahwa ada hubungan yang linear antara academic achievement dengan
cognitive factors dalam hal ini intelegensi. Namun, bukan berarti menjadi jaminan
bahwa mahasiswa yang memiliki IQ yang tinggi akan selalu menjamin prestasi yang
tinggi pula, hanya saja jika dikatakan bahwa mahasiswa yang memiliki IQ yang
tinggi memiliki peluang meraih prestasi bagus lebih besar adalah benar. Oleh karena
itu tidak hanya IQ saja yang memengaruhi prestasi belajar, tetapi juga terdapat
variabel lain yang memengaruhinya. Seperti pada prestasi belajar statistika 1, selain
92
IQ ada faktor psikologis lainnya yang ikut memengaruhi prestasi belajar statistika 1,
yaitu motivasi belajar. Dari hasil analisis data, bahwa motivasi memberikan
sumbangan varians sebesar 2,9 % terhadap prestasi belajar statistika 1, bahkan
koefisien regresinya bermuatan positif. Hal ini sesuai dengan model performance
dari Heider (1958) yaitu P’ = Motivasi X Ability. Artinya kedua variabel tersebut
yaitu motivasi dan ability saling memengaruhi performa seseorang yang dalam
penelitian ini adalah prestasi belajar mahasiswa. Motivasi sendiri dalam penelitian ini
diukur melalui dua aspek yaitu ekspektansi dan valensi, yang mana model ini
merupakan model dari Vroomian (1964). Menurutnya seseorang termotivasi untuk
melakukan sesuatu karena ia memliki keinginan tertentu yang selanjutnya disebut
valensi, kemudian ia memiliki subjective probability tentang keinginannya tersebut.
Mudahnya, jika A memiliki keinginan menjadi asisten dosen, maka dengan giat
belajar statistika ia melihat adanya subjective probability yang besar pula. Oleh
karenanya si A termotivasi untuk giat belajar statistika.
Berlanjut pada prestasi belajar statistika 2, salah satu variabel yang signifikan
sumbangan variansnya dan juga paling besar sumbangannya sebesar 18,9 % yaitu
prestasi belajar statistika 1. Pada hasil penelitian ini, jika seorang mahasiswa
memiliki prestasi belajar statistika 1 yang bagus, maka akan diikuti dengan hasil
prestasi belajar statistika 2 yang bagus pula. Hubungan antara keduanya bersifat
linear dan juga arah hubungannnya positif. Dengan analisis regresi pula dapat
disimpulkan bahwa prestasi belajar statistika 1 menjadi predictor paling akurat dan
besar pengaruhnya terhadap prestasi belajar statistika 2.
93
Hal ini sesuai dengan model performance dari Anderson dan Butzin (1974),
dimana mereka mengatakan bahwa future performance merupakan hasil penjumlahan
past performance dengan hasil interaksi antara motivasi dengan kemampuan.
Sehingga bentuk modelnya menjadi, future performance = past performance + (
motivasi x ability ). Tentunya antara future performance dengan past performance
merupakan sebuah criteria performa yang sama. Jika seseorang ingin memprediksi
prestasi belajar mahasiswa dibidang statistika 2, maka harus diketahui lebih dahulu
prestasi belajar statistika 1. Tentunya antara prestasi belajar statistika 1 dan prestasi
belajar statistika 2 merupakan sebuah related performance. Seperti halnya penelitian
Jahja Umar (1988) tentang “studi daya ramal nilai ujian masuk, ebtanas, dan rapor
terhadap prestasi belajar di perguruan tinggi”, pada penelitian ini salah satu
kesimpulan yang dipaparkan bahwa :
“…suatu prestasi awal yang baik bagi seorang mahasiswa tampaknya lebih penting untuk diupayakan daripada memercayakan pada hasil ujian saringan ataupun ujian akhir sekolah menengah…”
Artinya, pada konteks perguruan tinggi, prestasi belajar yang baik dalam hal
ini prestasi belajar statistika 1 merupakan predictor yang dapat diandalkan untuk
prestasi belajar statistika selanjutnya dan juga predictor ini cenderung bertahan lama.
Jika awal perkuliahan mendapatkan nilai prestasi belajar statistika yang baik maka
kecenderungan prestasi belajar selanjutnya akan baik pula.
Dengan demikian ulasan bahwa past performance memengaruhi future
performance, sangat sesuai dengan prestasi belajar statistika 1 memengaruhi
signifikan secara statistic terhadap prestasi belajar statistika 2.
94
Variabel lain yang secara konsisten memengaruhi prestasi belajar statistika 1
& 2 yaitu self efficacy. Menurut Bandura (dalam Lane, 2005) self efficacy merupakan
level tentang keyakinan diri yang dimiliki oleh individu untuk memperoleh tujuan
tertentu yang ingin dicapainya. Self efficacy inilah yang menentukan seberapa besar
usaha seseorang untuk meraih tujuannya. Pada penelitian ini, terdapat korelasi positif
antara self efficacy dengan prestasi belajar statistika 1 & 2 sebagai performance. Hal
ini juga sesuai dengan hasil penelitian Lane (2005) tentang self efficacy sebagai
predictor untuk academic performance. Dalam hasil penelitian yang dilakukan pada
mahasiswa pascasarjana sebanyak 208 responden tersebut, disimpulkan bahwa
mahasiswa yang memiliki prestasi akademis yang baik maka diikuti pula dengan skor
self efficacy yang tinggi pula. Bahkan penelitian Swingler (2008) menemukan hasil
yang tidak jauh berbeda dengan Lane. Hasil penelitian Swingler menemukan bahwa
self efficacy meningkatkan prestasi akademik mahasiswa dibidang statistika.
Penelitian lain yang sering dikutip jika berkaitan dengan self efficacy dan prestasi
belajar adalah penelitian Pajeres dan Graham (1999). Pada penelitian ini disimpulkan
bahwa self efficacy secara signifikan memengaruhi prestasi belajar siswa dibidang
matematika baik di tingkat SMP maupun SMA. Pada penelitian Ramdass dan
Zimmerman (2008) dikatakan juga bahwa self efficacy secara konsisten memengaruhi
prestasi belajar siswa.
Dengan demikian, self efficacy memengaruhi mahasiswa untuk mendapatkan
specific outcomes mereka dengan kemampuan yang mereka miliki. Dengan self
efficacy pula mereka di arahkan untuk mempelajari skill – skill komputasi yang sulit.
Yang paling penting adalah self efficacy menentukan niat atau kemauan seorang
95
mahasiswa untuk mencapai tujuannya dengan cara melakukan tugas – tugas
perkuliahan.
Variabel yang tidak konsisten memengaruhi prestasi belajar statistika 1 & 2
adalah kebutuhan berprestasi. Pada prestasi belajar statistika 1, kebutuhan berprestasi
tidak berpengaruh secara signifikan, sedangkan pada prestasi belajar statistika 2 justru
kebutuhan berprestasi belajar berpengaruh signifikan. Bahkan pada prestasi belajar
statistika 2, kebutuhan berprestasi memberikan sumbangan varians sebesar 2,8 % dan
sumbangan tersebut signifikan. Namun pada prestasi belajar statistika 1, kebutuhan
berprestasi tidak memberikan sumbangan sama sekali atau 0 %.
Menurut Atkinson dan Feather (1966) (dalam research paper Thomas, 2002)
motivasi berprestasi (istilah lain yang biasa digunakan untuk need for achievement
adalah motivasi berprestasi, need to achieve, fear of failure) terdiri dari tiga
komponen, yaitu yang pertama predisposisi individu terhadap prestasi ; kedua,
probabilitas individu untuk meraih sukses ; ketiga, persepsi individu dalam menilai
tugas – tugas yang ada. Lebih lanjut lagi ia mengatakan,
“…the strength of motivation to perform some act is assumed to be a multiplicative function of the strength of the motive, the ecpectancy (subjective probability) that the act will have a consequence the attainment of an incentive and the value of the incentive : Motivation = f (Motive X Expectancy X Incentive)..”.
Menurut hemat peneliti mahasiswa yang mengikuti perkuliahan statistika 1
belum melihat dengan jelas fungsi keterkaitan antara mata kuliah statistika 1 dengan
harapan (expextancy) yang akan ia dapatkan dari belajar statistika 1. Mereka melihat
statistika hanya sebagai mata kuliah yang tidak jauh berbeda dengan matematika
SMA. Oleh sebab itu korelasi antara motivasi berprestasi dengan statistika 1 sangat
96
kecil sekali yaitu 0.049 dan tidak signifikan. Namun pada prestasi belajar statistika 2
justru mereka sudah mengetahui benar fungsi pentingnya mata kuliah statistika.
Terlebih lagi mata kuliah statistika erat kaitannya dengan mata kuliah pokok lainnya,
misalnya metodologi penelitian. Oleh sebab itu korelasi antara motivasi berprestasi
dengan prestasi belajar statistika 2 signifikan dengan besaran korelasi yang cukup,
yaitu 0.209. Pada persamaan regresi yang dihasilkan, kebutuhan berprestasi tidak
signifikan pada prestasi belajar statistika 1, sedangkan pada prestasi belajar statistika
2 dihasilkan koefisien regresi yang signifikan.
Variabel yang sama sekali tidak memengaruhi prestasi belajar statistika 1 dan
2 yaitu sikap terhadap statistika dan kecemasan terhadap statistika. Namun peneliti
akan membahasnya satu persatu.
Pada hasil penelitian ini, ditemukan korelasi yang negative antara sikap
terhadap statistika dengan prestasi belajar statistika 1 & 2, besaran korelasi tersebut
tidak terlalu besar, yaitu - 0.012 dan - 0.058. Namun demikian korelasi tersebut tidak
signifikan. Koefisien regresi yang dihasilkan dari variabel sikap pada prestasi belajar
statistika 1 bermuatan positif, sedangkan pada prestasi belajar statistika 2 koefisien
regresi yang dihasilkan bermuatan negative. Namun korelasi antara sikap terhadap
statistika, prestasi belajar statistika 1 & 2 menghasilkan arah yang negative. Dengan
demikian hasil antara koefisien regresi dengan korelasinya sedikit berbeda, padahal
koefisien regresi umumnya dapat menggambarkan arah hubungannya. Seperti yang
peneliti katakan di bab 4, penelitian tentang sikap dengan perilaku sebagai kriterianya
(dalam hal ini performance atau prestasi belajar) masih belum begitu jelas arah dan
hubungannya. Ada yang menemukan bahwa sikap menjadi predictor yang signifikan
97
terhadap prestasi belajar, dan sebaliknya. Seperti hasil penelitian Sorge dan Schau
(2002), 45 % varians dari prestasi belajar statistika di jelaskan oleh variabel sikap.
Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian Nasser (2004) bahwa sikap terhadap
statistika meningkatkan performance dibidang statistika. Sedangkan pada hasil
penelitian Min Liu (2007) sikap sama sekali tidak memengaruhi prestasi belajar
siswa, bahkan memiliki korelasi yang negative terhadap prestasi belajar. Kemudian
penelitian Adams dan Holcomb (1986) menemukan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara sikap terhadap statistika dan matematika dengan prestasi belajar
statistika.
Sebagai gambaran dari hasil data penelitian pada item sikap terhadap
statistika, item “saya lebih menyukai mata kuliah statistika ketimbang mata kuliah
lainnya” pilihan respon jawaban tidak setuju dijawab sebanyak 164 mahasiswa.
Artinya lebih dari setengah total sampel tidak menyukai mata kuliah statistika.
Oleh sebab itu, tidak menjadi jaminan apabila siswa yang menyukai mata
pelajaran tertentu akan meraih prestasi yang tinggi pula, dan sebaliknya. Namun
apabila perasaan suka tersebut dibarengi dengan self efficacy yang tinggi kemudian
dibarengi dengan IQ yang tinggi pula serta dukungan orang tua dan guru maka akan
menghasilkan jaminan prestasi yang lebih baik. Seperti yang dituliskan oleh Umar
(2007) bahwa sikap tidak hanya menjadi predictor tunggal yang langsung
berpengaruh terhadap prestasi belajar. Tetapi justru ia saling berkaitan dengan
variabel psikologis lainnya, seperti self efficacy, aspirasi, persepsi siswa tentang
penting atau tidaknya mata pelajaran tersebut, dukungan orang tua.
98
Variabel lain yang tidak memengaruhi prestasi belajar statistika 1 & 2 yaitu
kecemasan terhadap statistika. Pada prestasi belajar statistika 1, kecemasan hanya
memberikan varians sebesar 0,3 %, pada prestasi belajar statistika 2 kecemasan hanya
memberikan 0 % atas bervariasinya prestasi belajar statistika 2. Tentunya kedua
sumbangan iv tersebut tidak signifikan. Pada koefisien regresi yang dihasilkan dari
variabel kecemasan terhadap statistika 2 berbeda dengan arah korelasi antara
kecemasan dengan statistika 2. Hasil korelasi menunjukkan arah hubungan yang
positif antara kecemasan dengan statistika 2 (p > 0.05), sedangkan dari koefisien
regresi yang dihasilkan, variabel kecemasan pada statistika 2 menunjukkan nilai yang
negatif (p > 0.05). Untuk melihat nilai murni korelasi kecemasan dengan statistika 2,
peneliti menghitung korelasi parsial antara keduanya dengan mengontrol semua
variabel penelitian lainnya. Dari hasil yang didapat, korelasi keduanya bernilai –
0.032 (p > 0.05). Dengan demikian korelasi awal bivariate keduanya dipengaruhi oleh
variabel lain yang menyebabkan hasil korelasi positif, namun setelah dikontrol
variabel lain, hasil korelasi keduanya bernilai negative.
Hasil penelitian Onwuegbuzie dan Seaman (1995) menemukan hubungan
korelasi yang negative antara kecemasan statistika dengan skor ujian akhir statistika.
Menurut Zeidner (1998) kecemasan terhadap statistika akan memengaruhi
performance siswa jika tingkat kesulitan soal pada ujian statistika ikut dianalisis.
Menurutnya, kecemasan tinggi memengaruhi poor performance apabila tingkat
kesulitan soal ujian tersebut terlalu sulit. Sedangkan kecemasan rendah akan
memengaruhi good performance apabila tingkat kesulitan soal pada tingkat yang
mudah atau sedang.
99
Umar (2010) mengatakan bahwa hubungan antara kecemasan dengan prestasi
belajar akan berbentuk garis parabola. Pada titik tertentu kecemasan akan memicu
performance dengan baik, namun pada titik tertentu pula kecemasan justru akan
menurunkan performance seseorang.
5.3 Saran
Peneliti menyadari banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu
peneliti membagi saran menjadi 2, yaitu saran metodologis dan saran praktis. Saran
tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi penelitian lain yang akan meneliti
dependen variabel yang sama.
5.3.1 Saran Metodologis.
1. Pada penelitian ini masih banyak variabel yang terkait dengan prestasi
belajar statistika yang tidak ikut dianalisis sebagai IV, seperti latar
belakang dosen, metode pengajaran yang diberikan. Padahal variabel
tersebut menjadi sangat penting sekali, khususnya studi tentang
prestasi belajar mahasiswa. Seperti studi TIMSS yang dilakukan Jahja
Umar (2007) tentang prestasi belajar matematika dan IPA, dimana
variabel predictor terdapat sebanyak 24 buah diantaranya latar
belakang guru dan metode pengajaran.
2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan lebih banyak menggunakan
item – item yang lebih valid dalam mengukur konstruk – konstruk
psikologisnya.
100
3. Pengukuran faktor psikologis yang menjadi IV baiknya tidak hanya
dilakukan pada akhir perkuliahan saja, tetapi juga diukur ketika awal
perkuliahan dan ditengah – tengah proses perkuliahan. Seperti yang
dilakukan oleh G. Silva dkk (2007), pengambilan data seperti sikap
terhadap statistika, kecemasan terhadap statistika dilakukan sebanyak
dua kali, yakni di awal perkuliahan dan di akhir perkuliahan. Dengan
pengambilan data seperti ini peneliti dapat membandingkan mean
antara di awal perkuliahan dan di akhir perkuliahan. Dengan demikian
analisis hasil penelitian dapat lebih dipertajam dengan adanya
pengambilan data di awal dan di akhir perkuliahan.
5.3.2 Saran Praktis
1. Untuk meningkatkan prestasi belajar statistika nampaknya variabel
personal seperti IQ, self efficacy, dan motivasi menjadi variabel
predictor yang penting dan dominan.
2. Selain variabel personal, prestasi awal yang baik mampu menjadi
predictor yang baik pula terhadap future performance. Hal ini terlihat
dari prestasi belajar statistika 1 memberikan varians yang cukup besar
yaitu 18,9 % atas prestasi belajar statisttika 2.
3. Berdasarkan hasil pula, sikap menyukai pelajaran statistika tidak
menjadi jaminan akan memengaruhi prestasi belajar statistika 1 & 2.
Tetapi apabila sikap menyukai tersebut dibarengi dengan self efficacy
yang tinggi, kemudan kecemasan yang rendah, maka akan
memengaruhi prestasi belajar statistika.
101
Daftar Pustaka
Azwar Saifuddin. (1999). Dasar – dasar psikometri. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Bluman, Allan G. (1997). Elementary Statistics : A Step by Step Approach. Mc –
Graw Hill Education.
Chaplin, James.P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.
Daniel House, J. (2006). Journal of Genetic Psychology : Mathematics Beliefs and
Achievement of Elementary School Students in Japan and the United States :
Results from the Third International Mathematics and Science Study.
Northern Illnois University. Heldref Publications.
Evans Brian. (2007). Journal of the Mathematics Educator : Student Attitudes,
Conception, and Achievemet in Introductory Undergraduate College
Statistics. Vol 17, no 2, p. 24 – 30.
Guilford, J.P. (1981). Fundamental Statistics in Psychology and Education.
Singapore : McGraw Hill International Singapore.
Harrington, Donna. (2009). Confirmatory Factor Analysis. USA : Oxford University
Press.
Hsu. K.Maxwell. Stephen, W.Wang. Chiu, Kuan-Shun, Kevin (2003). Influence of
attitude, anxiety and self efficacy toward statistics and technology on
statistical package software usage behavior. Paper was not published and
presented.
102
Joreskog, K.G dan Sorbom, D.(1999). Lisrel 8.30. USA : Scientific Software
International.inc.
Lalonde, R. N., & Gardner, R. C. (1993). Canadian Journal of Behavioural Science :
Statistics as a second language? A model for predicting performance in
psychology students.,Vol 25, p 108-125.
Lester, D Crow & Crow Alice. (1956). Human Development and Learning. New
York : American Book Company.
McGredor, A Holly & Andrew, J. Elliot. (2002). Journal of Educational Psychology :
“Achievement Goals as Predictors of Achievement – Relevant Processes Prior
to task Engagement”. Vol 94 ; No 2 , p 381 – 395.
Nasser Fadia. (2007). Prediction of College Students Achievement in Introductory
Statistics Course. Israel, Tel Aviv University.
Onwuegbuzie, Anthony J.( 2004). Assesment & Evaluation ig Higher Education :
Academic Procrastination & Statistics Anxiety. Vol : 29, No 1.
Oktaviana,Nursakinah. (2010). Pengujian Validitas Konstruk dari Intelligenz Struktur
Test (IST) yang telah direvisi Badan Pengkajian dan Penerapan teknologi
(BPPT). Jakarta : Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pedazhur, Elazar J. (1973). Multiple Regression in Behavioral Research. New York :
Holt, Rinehart and Winston.
Page, D. James. (1947). Abnormal Psychology : Clinical Approach to Psychological
Deviants. New Delhi : McGraw Hill Publishing Company.
103
Sari, Fitria Dhona (2004). Hubungan antara toleransi stress dengan indeks prestasi
mahasiswa. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia..
Schau, Candace. (2003). Students Attitudes : The Other Important Outcome in
Statistics Education. CS Consultants, LLC.
Silva, Galli, Matteo C, Fransesca C, Caterina P. (2007). Who Failed the Introductory
Statistics?. A Study on Sample of Psychology Students. Italy, University of
Florence.
Sorge, C., & Schau, C. (2002, April). Impact of engineering students’ attitudes on
achievement in statistics: A structural model. Paper presented at the Annual
Meeting of the American Educational Research Association, New Orleans.
Stephen, B. Verdman & Morris, Max D. (2003). Journal of The American Statistician
: “Statistics and Ethics : Some Advice for Young Statistician. Vol : 57, Issue 1,
page 21.
Syah Muhhibin. (2005). Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Umar, Jahja. (2007). An analysis using data from the trends in international
mathematics and science study (TIMSS). Makalah penelitian.
Umar, Jahja (2010). Bahan pelatihan statistika untuk mentor akademis Fakultas
Psikologi UIN Jakarta. Tidak untuk dipublikasikan.
Umar, Jahja (1979). Personnality needs sebagai moderator atas korelasi antara
kepuasan kerja dan prestasi kerja. Yogyakarta. Fakultas Psikologi UGM.
Umar Jahja (2010). Personal communication.
104
Waters, L.K,. Martelli, Theresa A., Zakrajsek, Todd,. Popovich, Paula M. (1988).
Journal of Educational and Psychological Measurement : Attitudes toward
Statistics : An Multiple Measures. Sage Publications.