Upload
dyah
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kualitas Kehidupan Bekerja
1. Definisi Kualitas Kehidupan Bekerja
Kualitas kehidupan bekerja adalah dinamika multidimensional yang
meliputi beberapa konsep seperti jaminan kerja, sistem penghargaan, pelatihan
dan karir peluang kemajuan, dan keikutsertaan di dalam pengambilan keputusan
(Lau & Bruce dalam Considine & Callus, 2001).
Menurut Lau & May (1998) kualitas kehidupan bekerja didefinisikan
sebagai strategi tempat kerja yang mendukung dan memelihara kepuasan
karyawan dengan tujuan untuk meningkatkan kondisi kerja karyawan dan
organisasi serta keuntungan untuk pemberi kerja. Sedangkan Walton (dalam
Kossen, 1986) mendefinisikan kualitas kehidupan bekerja sebagai persepsi
pekerja terhadap suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja mereka.
Jewell & Siegel (1998) mengemukakan bahwa berbagai macam komponen
dari kesejahteraan karyawan secara umum yang lebih penting adalah lingkungan
kerja yang aman dan sehat, hubungan yang baik dengan supervisor, dukungan dan
persahabatan rekan sekerja, kerja yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
individu, derajat kepuasan dengan situasi kerja dan kesempatan untuk bertumbuh
dan pengembangan diri jika diperlukan. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan
hasil interaksi individu, pekerjaan, organisasi global dan multidimensi ini adalah
kualitas kehidupan kerja.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan definisi yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kualitas kehidupan bekerja adalah persepsi pekerja mengenai kesejahteraan,
suasana dan pengalaman pekerja di tempat mereka bekerja, yang mengacu kepada
bagaimana efektifnya lingkungan pekerjaan memenuhi keperluan-keperluan
pribadi pekerja.
2. Aspek Kualitas Kehidupan Bekerja
Walton (dalam Kossen, 1986) mengatakan bahwa kualitas kehidupan
bekerja adalah persepsi pekerja terhadap suasana dan pengalaman pekerja di
tempat kerja mereka. Suasana pekerjaan yang dimaksudkan adalah berdasarkan
kepada delapan aspek, yaitu:
a). Kompensasi yang mencukupi dan adil
Gaji yang diterima individu dari kerjanya dapat memenuhi standar gaji yang
diterima umum, cukup untuk membiayai suatu tingkat hidup yang layak dan
mempunyai perbandingan yang sama dengan gaji yang diterima orang lain
dalam posisi yang sama.
b). Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat
Individu tidak ditempatkan kepada keadaan yang dapat membahayakan fisik
dan kesehatan mereka, waktu kerja mereka juga sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan. Begitu juga umur adalah sesuai dengan tugas yang
dipertanggungjawabkan kepada mereka.
c). Kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia
Universitas Sumatera Utara
Pekerja diberi autonomi, kerja yang mereka lakukan memerlukan berbagai
kemahiran, mereka juga diberi tujuan dan perspektif yang diperlukan tentang
tugas yang akan mereka lakukan. Pekerja juga diberikan kebebasan bertindak
dalam menjalankan tugas yang diberikan dan pekerja juga terlibat dalam
membuat perencanaan.
d). Peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan
Suatu pekerjaan dapat memberi sumbangan dalam menetapkan dan
mengembangkan kapasitas individu. Kemahiran dan kapasitas individu itu
dapat dikembangkan dan dipergunakan dengan sepenuhnya, selanjutnya
peningkatan peluang kenaikan pangkat dan promosi dapat diperhatikan serta
mendapatkan jaminan terhadap pendapatan.
e). Integrasi sosial dalam organisasi pekerjaan
Individu tidak dilayani dengan sikap curiga, mengutamakan konsep
egalitarianism, adanya mobilitas untuk bergerak ke atas, merasa bagian dari
suatu tim, mendapat dukungan dari kelompok-kelompok primer dan terdapat
rasa hubungan kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan.
f). Hak-hak karyawan
Hak pribadi seorang individu harus dihormati, memberi dukungan kebebasan
bersuara dan terwujudnya pelayanan yang adil.
g). Pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan
Kerja juga memberikan dampak positif dan negatif terhadap ruang kehidupan
seseorang. Selain berperan di lingkungan kerja, individu juga mempunyai
Universitas Sumatera Utara
peranan di luar tempat kerja seperti sebagai seorang suami atau bapak dan ibu
atau isteri yang perlu mempunyai waktu untuk bersama keluarga.
h).Tanggung jawab sosial organisasi
Organisasi mempunyai tanggung jawab sosial. Organisasi haruslah
mementingkan pengguna dan masyarakat secara keseluruhan semasa
menjalankan aktivitasnya. Organisasi yang mengabaikan peranan dan tanggung
jawab sosialnya akan menyebabkan pekerja tidak menghargai pekerjaan
mereka.
B. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk
menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah
mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Keselamatan kerja merupakan
keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan
pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan pekerjaan. (Sumamur, 1989) Undang-Undang No. 1 Tahun 1970
dalam (Markkanen, 2004) menerangkan bahwa Undang-undang ini meliput i
semua tempat kerja dan menekankan pentingnya upaya atau tindakan pencegahan
primer, serta memenuhi dan menaati semua syarat keselamatan dan kesehatan
kerja yang diwajibkan.
Menurut Sumamur (1996), berpendapat bahwa kesehatan kerja
merupakan spesialisasi ilmu kesehatan beserta prakteknya yang bertujuan agar
para pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-
Universitas Sumatera Utara
tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif
terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor
pekerjaan dan lingkungan serta terhadap penyakit umum.
Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan memberikan
ketentuan mengenai kesehatan kerja dalam Pasal 23, menyebutkan bahwa
kesehatan kerja dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi
kesehatan yang baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat,
dan supaya mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai
dengan program perlindungan tenaga kerja.
Melihat beberapa uraian diatas mengenai pengertian keselamatan dan
pengertian kesehatan kerja diatas, maka dapat disimpulkan mengenai pengertian
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu bentuk usaha atau upaya
bagi para pekerja untuk memperoleh jaminan atas Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) dalam melakukan pekerjaan yang mana pekerjaan tersebut dapat
mengancam dirinya yang berasal dari individu sendiri dan lingkungan kerjanya.
Pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu
keilmuan multidisiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan
kondisi lingkungan kerja, keamanan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga
kerja serta melindungi tenaga kerja terhadap resiko bahaya dalam melakukan
pekerjaan serta mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit
akibat kerja, kebakaran, peledakan atau pencemaran lingkungan kerja.
Menurut Setyawati & Djati (2008) secara umum terdapat dua golongan
penyebab kecelakaan yaitu (1) tindakan atau perbuatan manusia yang tidak
Universitas Sumatera Utara
memenuhi keselamatan (unsafe human acts) dan (2) keadaan lingkungan yang
tidak aman (unsafe condition).
C. Kelelahan
1. Definisi Kelelahan
Kata kelelahan (fatigue) menunjukkan keadaan yang berbedabeda, tetapi
semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh
(Sumamur, 1996). Kelelahan merupakan suatu perasaan yang bersifat subjektif.
Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan
suatu kegiatan (Budiono, dkk., 2003). Kelelahan akibat kerja seringkali diartikan
sebagai proses menurunnya efisiensi, performansi kerja dan berkurangnya
kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus
dilakukan (Wignjosoebroto, 2003).
Menurut Nurmianto (2005), kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan
menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan
memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Pembebanan otot
secara statispun (static muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu yang
cukup lama akan mengakibatkan RSI (Repetition StrainInjuries), yaitu nyeri otot,
tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat
berulang (repetitive).
Kelelahan juga merupakan masalah yang dapat menimpa semua tenaga
kerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Penyebab terjadinya kelelahan yaitu
intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental, iklim kerja, penerangan,
Universitas Sumatera Utara
kebisingan, rasa khawatir, konflik, tanggung jawab, status gizi dan kesehatan.
Kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari
kerusakan lebih lanjut, sehingga terjadilah pemulihan (Grandjean, 1988).
2. Gejala Kelelahan
Gambaran mengenai gejala kelelahan (fatigue symptoms) secara subyektif
dan obyektif antara lain; (1) Perasaan lesu, ngantuk dan pusing; (2) Kurang
mampu berkonsentrasi; (3) Berkurangnya tingkat kewaspadaan; (4) Persepsi yang
buruk dan lambat; (5) Berkurangnya gairah untuk bekerja; (6) Menurunnya
kinerja jasmani dan rohani (Budiono, dkk., 2003).
Beberapa gejala tersebut dapat menyebabkan penurunan efisiensi dan
efektivitas kerja fisik dan mental. Sejumlah gejala tersebut manifestasinya timbul
berupa keluhan oleh tenaga kerja dan seringnya tenaga kerja tidak masuk kerja
(Budiono, dkk., 2003).
Sumamur (1996) membuat suatu daftar gejala yang ada hubungannya
dengan kelelahan yaitu; (1) Perasaan berat di kepala; (2) Menjadi lelah seluruh
badan; (3) Kaki merasa berat; (4) Menguap; (5) Merasa kacau pikiran; (6)
Menjadi mengantuk; (7) Merasakan beban pada mata; (8) Kaku dan canggung
dalam gerakan; (9) Tidak seimbang dalam berdiri; (10) Mau berbaring; (11)
Merasa susah berpikir; (12) Lelah bicara; (13) Menjadi gugup; (14) Tidak dapat
berkonsentrasi; (15) Tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu; (16)
Cenderung untuk lupa; (17) Kurang kepercayaan; (18) Cemas terhadap sesuatu;
(19) Tak dapat mengontrol sikap; (20) Tidak dapat tekun dalam pekerjaan; (21)
Universitas Sumatera Utara
Sakit kepala; (22) Kekakuan di bahu; (23) Merasa nyeri di punggung; (24) Merasa
pernafasan tertekan; (25) Haus; (26) Suara serak; (27) Merasa pening; (28)
Spasme dari kelopak mata; (29) Tremor pada anggota badan; (30) Merasa kurang
sehat
Gejala 1-10 menunjukkan pelemahan kegiatan, 1120 menunjukkan
pelemahan motivasi dan 2130 gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum
(Sumamur, 1996).
3. Jenis Kelelahan
Kelelahan kerja berakibat pada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan
tubuh (Sumamur, 1996). Grandjean (1988) mengatakan kelelahan kerja dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a) Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)
Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik
untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologi, dan saat gejala yang
ditunjukan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada
makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat
menyebabkan sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti: melemahnya
kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya
kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja, sehingga dapat mempengaruhi
produktivitas kerjanya. Gejala Kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang
tampak dari luar atau external signs.
Universitas Sumatera Utara
b) Kelelahan Umum (General Fatigue)
Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa.
Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala
kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik
maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa ngantuk. Kelelahan
umum biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja yang
disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan
dirumah, sebab- sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi.
4. Penyebab Kelelahan
Berdasar penyebab kelelahan, penyebab kelelahan dibedakan atas
kelelahan fisiologis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh faktor lingkungan
(fisik) ditempat kerja, antara lain: kebisingan, suhu dan kelelahan psikologis yang
disebabkan oleh faktor psikologis (konflik- konflik mental), monotoni pekerjaan,
bekerja karena terpaksa, pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk (Grandjean, 1988).
5. Hubungan Kelelahan Fisik dan Psikis (Mental)
Manusia adalah suatu psiko-somatis, selamanya tidak dapat diadakan
pemisahan antara fisik dan psikis. Oleh karena itu, kelelahan yang disebabkan
oleh faktor fisik tidak dapat dipisahkan pula dengan kelelahan psikis, dan begitu
sebaliknya. Hal-hal yang mungkin terjadi:
c) Baik kelelahan fisik maupun psikis dirasakan oleh seluruh pribadi.
Universitas Sumatera Utara
d) Pekerjaan fisik dapat menimbulkan kelelahan fisik, namun dapat juga
menimbulkan kelelahan psikis.
e) Pekerjaan psikis dapat menimbulkan kelelahan fisik.
f) Kelelahan fisik dapat mengurangi kegiatan psikis dan fisik.
Singkatnya dapat dikatakan bahwa antara fisik dan psikis, serta antara kelelahan
fisik dan kelelahan psikis mempunyai hubungan timbal balik dan saling
mempengaruhi (Ahmadi, 2003).
6. Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan
Faktor penyebab kelelahan kerja berkaitan dengan sifat pekerjaan yang
monoton (kurang bervariasi), intensitas lamanya pembeban fisik dan mental.
Lingkungan kerja misalnya kebisingan, pencahayaan dan cuaca. Faktor psikologis
misalnya rasa tanggungjawab dan khawatir yang berlebihan, serta konflik yang
kronis atau menahun, status kesehatan dan status gizi.
Menurut Siswanto (1991) faktor penyebab kelelahan kerja berkaitan
dengan:
a) Pengorganisasian kerja yang tidak menjamin istirahat dan rekreasi, variasi
kerja dan intensitas pembebanan fisik yang tidak serasi dengan pekerjaan.
b) Faktor Psikologis, misalnya rasa tanggungjawab dan khawatir yang
berlebihan, serta konflik yang kronis/ menahun.
c) Lingkungan kerja yang tidak menjamin kenyamanan kerja serta tidak
menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan pekerja.
d) Status kesehatan (penyakit) dan status gizi.
Universitas Sumatera Utara
e) Monoton (pekerjaan atau lingkungan kerja yang membosankan).
Menurut Sumamur (1996) terdapat lima kelompok sebab kelelahan yaitu:
a) Keadaan monoton.
b) Beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental.
c) Keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan.
d) Keadaan kejiwaan seperti tanggungjawab, kekhawatiran atau konflik.
e) Penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi.
Faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya kelelahan. Kelelahan
merupakan hasil dari berbagai ketegangan yang dialami oleh tubuh manusia
sehari-hari. Pada saat mempertahankan kesehatan dan efisiensi, banyaknya
istirahat dan pemulihan harus seimbang dengan tingginya ketegangan kerja.
Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat
dan waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran.
Menurut Setyawati (dalam Wignjosoebroto, 2003) faktor individu seperti
umur juga dapat berpengaruh terhadap waktu reaksi dan perasaan lelah tenaga
kerja. Pada umur yang lebih tua terjadi penurunan kekuatan otot, tetapi keadaan
ini diimbangi dengan stabilitas emosi yang lebih baik dibanding tenaga kerja yang
berumur muda yang dapat berakibat positif dalam melakukan pekerjaan.
7. Mekanisme Kelelahan
Keadaan dan perasaan kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat
kesadaran yaitu saraf pusat (cortex cerebri), yang dipengaruhi oleh dua sistem
Universitas Sumatera Utara
antagonistic yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi).
Sistem penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan
kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur.
Sistem penggerak terdapat dalam formasio retikularis yang dapat merangsang
peralatan dalam tubuh kearah bekerja, berkelahi, melarikan diri dan sebagainya.
Sistem penghambat dan penggerak kelelahan (Sumamur, 1996). Maka
keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung kepada hasil kerja diantara
dua sistem antagonis dimaksud. Apabila sistem penghambat lebih kuat seseorang
dalam keadaan lelah. Sebaliknya manakala sistem aktivitas lebih kuat seseorang
dalam keadaaan segar untuk bekerja. Konsep ini dapat dipakai menjelaskan
peristiwa-peristiwa sebelumnya yang tidak jelas. Misalnya peristiwa seseorang
dalam keadaan lelah, tiba-tiba kelelahan hilang oleh karena terjadi peristiwa yang
tidak diduga sebelumnya atau terjadi tegangan emosi. Dalam keadaan ini, sistem
penggerak tiba-tiba terangsang dan dapat mengatasi sistem penghambat.
Demikian juga kerja yang monoton bisa menimbulkan kelelahan walaupun beban
kerjanya tidak seberapa. Hal ini disebabkan karena sistem penghambat lebih kuat
dari pada sistem penggerak (Satalaksana, 1979).
Kelelahan yang terus menerus terjadi setiap hari akan berakibat terjadinya
kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja pada sore
hari, tetapi juga selama bekerja, bahkan kadang-kadang sebelumnya. Perasaan
lesu tampak sebagai suatu gejala. Gejala-gejala psikis ditandai dengan perbuatan-
perbuatan anti sosial dan perasaan tidak cocok dengan sekitarnya, sering depresi,
kurangnya tenaga serta kehilangan inisiatif. Tanda-tanda psikis ini sering disertai
Universitas Sumatera Utara
kelainan-kelainan psikolatis seperti sakit kepala, vertigo, gangguan pencernaan,
tidak dapat tidur dan lain-lain.
Kelelahan kronis demikian disebut kelelahan klinis. Hal ini menyebabkan
tingkat absentisme akan meningkat terutama mangkir kerja pada waktu jangka
pendek disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak atau meningkatnya angka
sakit. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka yang mengalami konflik-
konflik mental atau kesulitan-kesulitan psikologis. Sikap negatif terhadap kerja,
perasaan terhadap atasan atau lingkungan kerja memungkinkan faktor penting
dalam sebab ataupun akibat (Sumamur, 1996).
Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf pusat,
terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling mengimbangi tetapi
kadang-kadang salah satu dari padanya lebih dominan sesuai dengan keperluan.
Sistem aktivasi bersifat simpatis, sedangkan inhibisi adalah parasimpatis. Agar
tenaga kerja berada dalam keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut
harus berada pada kondisi yang memberikan stabilitasi kepada tubuh (Sumamur,
1989).
8. Pengukuran Kelelahan
Grandjean (dalam Tarwaka & Sudiajeng, 2004), sampai saat ini belum ada
metode pengukuran kelelahan yang baku karena kelelahan merupakan suatu
perasaan subyektif yang sulit diukur dan diperlukan pendekatan secara
multidisiplin. Namun demikian diantara sejumlah metode pengukuran terhadap
kelelahan yang ada, umumnya terbagi kedalam 6 kelompok yang berbeda, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a) Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan
Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja
(waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap
unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan
seperti; target produksi; faktor sosial; dan perilaku psikologis dalam kerja.
Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau
frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor
tersebut bukanlah merupakan causal factor (Tarwaka & Sudiajeng, 2004).
b) Pengujian Psikomotorik
Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor.
Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu
reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang
sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji
waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau
goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk
adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot.
Sanders dan McCormick (dalam Tarwaka & Sudiajeng, 2004) mengatakan
bahwa waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik
saat suatu stimulasi terjadi. Waktu reaksi terpendek biasanya berkisar antara
150 s/d 200 milidetik. Waktu reaksi tergantung dari stimuli yang dibuat;
intensitas dan lamanya perangsangan; umur subjek; dan perbedaan-perbedaan
individu lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Setyawati (dalam Tarwaka & Sudiajeng, 2004) melaporkan bahwa dalam uji
waktu reaksi, ternyata stimuli terhadap cahaya lebih signifikan daripada
stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli suara lebih cepat
diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya. Alat ukur waktu reaksi telah
dikembangkan di Indonesia biasanya menggunakan nyala lampu dan denting
suara sebagai stimuli.
c) Mengukur frekuensi subjektif kelipan mata (Flicker fusion eyes)
Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan
akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan
untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, disamping untuk mengukur
kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka &
Sudiajeng, 2004).
d) Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjektive feelings of fatigue)
Subjective Self Rating Tes dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC)
Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat
kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pernyataan yang terdiri
dari:
1. 10 Pernyataan tentang pelemahan kegiatan:
(1) Perasaan berat di kepala
(2) Lelah di seluruh badan
(3) Berat di kaki
(4) Menguap
(5) Pikiran kacau
Universitas Sumatera Utara
(6) Mengantuk
(7) Ada beban pada mata
(8) Gerakan canggung dan kaku
(9) Berdiri tidak stabil
(10) Ingin berbaring
2. 10 Pernyataan tentang pelemahan motivasi:
(1) Susah berfikir
(2) Lelah untuk bicara
(3) Gugup
(4) Tidak berkonsentrasi
(5) Sulit untuk memusatkan perhatian
(6) Mudah lupa
(7) Kepercayaan diri berkurang
(8) Merasa cemas
(9) Sulit mengontrol sikap
(10) Tidak tekun dalam pekerjaan
3. 10 Pernyataan tentang gambaran kelelahan fisik :
(1) Sakit dikepala
(2) Kaku di bahu
(3) Nyeri di punggung
(4) Sesak nafas
(5) Haus
(6) Suara serak
Universitas Sumatera Utara
(7) Merasa pening
(8) Spasme di kelopak mata
(9) Tremor pada anggota badan
(10) Merasa kurang sehat
e) Pengujian Mental
Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat
digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan.
Baurdon Wiersma test, merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk
menguji kecepatan, ketelitian dan konsentrasi. Hasil test akan menunjukkan
bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan
konsentrasi akan semakin rendah atau sebaliknya. Namun demikian Bourdon
Wiersma tes lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau
pekerjaan yang lebih bersifat mental.
Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan
biasanya terjadi pada akhir jam kerja yang disebabkan oleh karena beberapa
faktor, seperti monotoni, kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai
dengan antropometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomik, sikap
paksa dan pengaturan waktu kerja-istirahat yang tidak tepat. Sumber kelelahan
dapat disimpulkan dari hasil pengujian tersebut.
Universitas Sumatera Utara
D. Shift Work
1. Pengertian Shift Work
Sistem shift merupakan suatu sistem pengaturan kerja yang memberi
peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk
mengoperasikan pekerjaan (Muchinsky, 1997). Sistem shift digunakan sebagai
suatu cara yang paling mungkin untuk memenuhi tuntutan akan kecenderungan
semakin meningkatnya permintaan barang-barang produksi. Sistem ini dipandang
akan mampu meningkat produktivitas suatu perusahaan yang mengggunakannya.
Menurut Landy (dalam Muchinsky, 1997), jadwal kerja shift adalah adanya
pengalihan tugas atau pekerjaan dari satu kelompok karyawan pada kelompok
karyawan yang lain. Sedangkan menurut Riggio (1990), mendefinisikan kerja
shift sebagai suatu jadwal kerja dimana setiap karyawan secara bergantian datang
ke tempat kerja agar kegiatan operasional tetap berjalan.
Gordon dan Henifin (dalam Muchinsky, 1997), mengatakan bahwa kerja
shift adalah jadwal kerja yang menggunakan jam kerja yang tidak seperti
biasanya, akan tetapi jam kerja tetap dimulai dari pukul 07.00-09.00 pagi.
Sedangkan menurut White dan Keith (dalam Riggio, 1990), mendefinisikan shift
kerja sebagai jadwal kerja di luar periode antara jam 08.00-16.00. Pigors dan
Myers (dalam Aamodt, 1991), mengatakan shift kerja adalah suatu alternatif
untuk memperpanjang jam kerja bagi kehadiran karyawan bila itu dibutuhkan
untuk meningkatkan hasil produksi.
Pelaksanaan dari shift itu sendiri adalah dengan cara bergantian, yakni
karyawan pada periode terntentu bergantian dengan karyawan pada periode
Universitas Sumatera Utara
berikutnya untuk melakukan pekerjaan yang sama. Karyawan yang bekerja pada
waktu normal digunakan istilah diurnal, yaitu individu atau karyawan yang selalu
aktif pada waktu siang hari atau setiap hari. Sedangkan karyawan yang bekerja
pada waktu malam hari digunakan istilah nocturnal, yaitu individu atau karyawan
yang bekerja atau aktif pada malam hari dan istirahat pada siang hari (Riggio,
1990).
Kesimpulan dari beberapa definisi di atas adalah, bahwa shift kerja
merupakan sistem pengaturan waktu kerja yang memungkinkan karyawan
berpindah dari satu waktu ke waktu yang lain setelah periode tertentu, yaitu
dengan cara bergantian antara kelompok kerja satu dengan kelompok kerja yang
lain sehingga memberi peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang
tersedia untuk mengoperasikan pekerjaan.
2. Penggunaan Jadwal Shift Kerja
Tidak ada keseragaman waktu shift kerja, bermacam-macam perusahaan
menggunakan shift yang berbeda. Biasanya dalam sehari dibagi menjadi tiga shift
masing-masing selama delapan jam (Muchinsky, 1997), yaitu :
a) Shift pagi pukul 07.00 15.00
b) Shift siang pukul 15.00 23.00
c) Shift malam pukul 23.00 07.00
Duchon (dalam Timpe, 1992), membagi jadwal shift kerja menjadi :
a) 8 jam : terdiri dari shift pagi, shift siang dan shift malam
b) 12 jam : terdiri dari shift pagi dan shift malam
Universitas Sumatera Utara
Duchon (dalam Timpe, 1992) juga menambahkan, bahwa shift kerja
tersebut memiliki rotasi, yang merupakan pergantian jadwal kerja antara
karyawan yang satu dengan karyawan yang lainnya. Ada dua bentuk rotasi, yaitu :
a) 4 4 : yaitu jadwal shift kerja 4 hari kerja dan 4 hari libur.
b) 2 3 2 : yaitu jadwal shift kerja 2 hari kerja, 3 hari libur dan 2 hari kerja.
Jadwal kerja 2 3 2 ini adalah jadwal shift kerja yang paling sering digunakan
oleh pabrik-pabrik atau perusahaan yang bergerak di bidang jasa pelayanan.
Kesimpulan berdasarkan beberapa uraian di atas, bahwa jadwal shift kerja
terdiri dari 8 jam dan 12 jam dalam sehari. Dimana shift kerja 8 jam dibagi
menjadi shift pagi, shift siang dan shift malam, sedangkan shift kerja 12 jam
dibagi menjadi shift pagi dan shift malam.
3. Alasan Perusahaan Menggunakan Jadwal Shift
Glueck (1982) menyatakan, ada beberapa alasan mengapa suatu organisasi
atau perusahaan menggunakan jadwal kerja shift, yaitu:
a) Karena kemajuan teknologi; pada proses industri yang berkesinambungan,
seperti pada perusahaan minyak, kimia, dimana mesin-mesin tidak dapat
sewaktu-waktu dihentikan tanpa menimbulkan kerugian biaya.
b) Alasan ekonomi; biaya peralatan yang harus dikeluarkan, jika hanya satu
shift mungkin terlalu mahal.
c) Permintaan pasar; yaitu terdapat peningkatan permintaan terdapat produk
tertentu sehingga dibutuhkan lebih dari satu shift.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa jasa juga harus beroperasi selama 24 jam, seperti rumah sakit, pompa
bensin, pabrik, pemadam kebakaran dan polisi (Glueck, 1982). Sehingga banyak
dari pihak organisasi atau perusahaan mengambil kebijakan untuk
memberlakukan kerja shift bagi karyawan-karyawannya.
4. Pengaruh Shift Work
Sistem shift kerja memberikan kemungkinan meningkatnya hasil produksi
perusahaan sehubungan dengan permintaan barang-barang produksi yang juga
meningkat. Selain berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas perusahaan
ternyata sistem shift kerja ini juga membawa dampak yang kurang baik, terutama
terhadap kesehatan karyawan baik secara fisik, sosial maupun psikologis. Keluhan
psikologis yang dialami karyawan adalah mereka merasa depresi, tidak puas
terhadap jam kerja mereka, menjadi cepat marah dan stres (Muchinsky, 1997).
Secara garis besar, Mc.Cormick (dalam Glueck, 1982) mengungkapkan
sistem shift kerja akan memberikan pengaruh pada:
a) Karyawan itu sendiri; meliputi kesehatan fisik, hubungan keluarga,
partisipasi sosial, sikap keluarga dan sebagainya.
b) Perusahaan; seperti pada produktivtas, absensi, turn over dan sebagainya.
Sedangkan menurut Bohle dan Tilley (2002), kerja dengan sistem shift
ternyata memberikan dampak terhadap karyawan yanng dapat mempengaruhi :
a) Quality of Life
Shift kerja memiliki dampak terhadap kualitas kehidupan dari individu
atau karyawan yang bekerja dengan sistem shift. Hal tersebut berkaitan
Universitas Sumatera Utara
dengan masalah kesehatan, kebiasaan makan, kebiasaan tidur (circadian
rhytms), stress, dan juga hubungan interpersonal dalam kehidupan sosial
individu.
b) Performance
Dampak shift kerja pada karyawan terlihat dari performance mereka
selama melakukan pekerjaan. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana
tingkat absensi karyawan, kecelakaan kerja yang terjadi dan juga kinerja
karyawan.
c) Fatigue
Pada umumnya karyawan yang bekerja dengan sistem shift lebih
sering mengeluh mengenai kelelahan dalam bekerja. Hal tersebut merupakan
pemicu utama yang dapat menyebabkan karyawan stress dalam bekerja.
Aamodt (1991), melaporkan hasil penelitian dari beberapa survey yang
menunjukkan bahwa shift kerja cenderung menimbulkan terganggunya fungsi
tubuh, seperti gangguan tidur dan masalah pencernaan. Selain itu shift kerja juga
memberikan pengaruh pada karyawan yang berkaitan pada hubungan dengan
keluarganya, partisipasi sosial dan kesempatan untuk beraktivitas di waktu luang.
Muchinsky (1997) mengungkapkan, bahwa karyawan yang bekerja dengan
sistem shift mengalami banyak masalah psikologis dan penyesuaian sosial.
Kebanyakan masalah psikologis dihubungkan dengan gangguan irama sirkulasi,
bahwa tubuh telah terprogram untuk mengikuti ritme tertentu. Shift kerja ini
mengganggu ritme tidur, makan dan percernaan serta ritme bekerja karyawan,
sehingga karyawan sering mengeluh kurang tidur, kurang nafsu makan dan mudah
Universitas Sumatera Utara
marah. Menurut Aamodt (1991), shift kerja memberikan efek lebih pada karyawan
laki-laki, sedangkan karyawan wanita cenderung menyesuaikan jadwal mereka
pada kebutuhan rumah tangga.
Landy (dalam Muchinsky, 1997), melakukan penelitian dimana terdapat
beberapa fakta bahwa pekerja yang sering berpindah-pindah dari satu shift ke shift
lainnya mengalami efek-efek kelembanan tergantung dari arah mana mereka
mulai bekerja. Meers, Maasen, dan Verhaagen (dalam Muchinsky, 1997),
melaporkan bahwa karyawan shift mengalami penurunan kesehatan selama 6
bulan pertama kerja, dan penurunan menjadi semakin berat setelah 4 tahun.
Banyak efek-efek psikologis dan sosial kerja shift dikarenakan tidak cocoknya
jadwal karyawan dengan jadwal lainnya. Karena ituah, karyawan yang bekerja
malam dan tidur pada pagi hari mungkin siap untuk bersosialisasi pada sore hari.
Sayangnya, hanya sedikit orang yang ada disekitarnya, dan ketika keluarganya
sedang beraktivitas, karyawan pekerja shift menggunakan waktunya untuk tidur
dan beristirahat.
Kerja shift memang menimbulkan efek-efek tertentu bagi karyawan, tetapi
seberapa jauh efek tersebut muncul ditentukan oleh beberapa faktor (Aamodt,
1991), yaitu:
a) Waktu shift; yaitu pada shift dimana karyawan bekerja, apakah pada shift
pagi, siang atau malam. Masing-masing shift mempunyai karakteristik
tersendiri yang relatif berbeda satu sama lain. Karakteristik tiap shift yang
berbeda ini akan membawa efek yang berbeda pula pada karyawan.
Universitas Sumatera Utara
b) Frekuensi rotasi; berapa sering jadwal tersebut berputar. Semakin sering
berpindah shift maka akan semakin banyak masalah yang ditimbulkan.
c) Keluarga; pembagian waktu untuk anggota keluarga, bagaimana
menyesuaikan waktu yang dimiliki karyawan dengan waktu yang dimiliki
oleh anggota keluarga yang lain.
d) Kemampuan adaptasi ritme tubuh; bagaimana tubuh dapat menyesuaikan
atau beradaptasi dengan jadwal kerja shift tersebut. Jika tubuh tdak dapat
beradaptasi dengan cepat maka dapat timbul masalah kesehatan pada
karyawan.
e) Keunikan kerja shift atau kesempatan untuk bersosialisasi; efek sosial dari
kerja shift sebetulnya dapat dikurangi jika suatu daerah banyak organisasi
atau perusahaan yang juga memberlakukan kerja shift. Semakin banyak
yang menggunakan jadawal kerja shift akan semakin banyak rumah
makan, toko-toko, pabrik yang buka pada malam hari, sehingga makin
banyak pula individu-individu yang dapat diajak untuk bersosialisasi.
Semua yang telah diuraikan di atas adalah efek dari kerja shift terhadap karyawan.
Dari uraian dapat diambil kesimpulan, bahwa shift kerja dapat membawa efek-
efek fisiologis dan psikologis bagi karyawan. Efek fisiologis yaitu; kemampuan
adaptasi ritme tubuh yang dapat menimbulkan masalah kesehatan pada karyawan
seperti kurang tidur, kelelahan, kurangnya nafsu makan, dan gangguan
pencernaan. Sedangkan efek psikologis yaitu; mudah marah, dan perasaan depresi
akibat kurangnya kesempatan karyawan untuk bersosialisasi denga keluarga
maupun dengan orang lain.
Universitas Sumatera Utara
E. Perbedaan Kelelahan Antara Shift Pagi Dan Malam
Kata kelelahan (fatigue) menunjukkan keadaan yang berbedabeda, tetapi
semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh
(Sumamur, 1996). Kelelahan merupakan suatu perasaan yang bersifat subjektif.
Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan
suatu kegiatan (Budiono, dkk., 2003). Menurut Grandjean (1988), kelelahan
merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari kerusakan
lebih lanjut, sehingga terjadilah pemulihan.
Grandjean (1988) mengatakan bahwa ada dua jenis kelelahan yaitu:
g) Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)
Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik
untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologi, dan saat gejala yang
ditunjukan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada
makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat
menyebabkan sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti: melemahnya
kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya
kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja, sehingga dapat mempengaruhi
produktivitas kerjanya. Gejala Kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang
tampak dari luar atau external signs.
h) Kelelahan Umum (General Fatigue)
Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa.
Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala
kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik
Universitas Sumatera Utara
maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa ngantuk. Kelelahan
umum biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja yang
disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan
dirumah, sebab- sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi.
Dua jenis kelelahan ini terjadi dikarenakan adanya faktor penyebab dari
kelelahan tersebut. Menurut Grandjean (1988), penyebab kelelahan dibedakan
atas kelelahan fisiologis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh faktor lingkungan
(fisik) ditempat kerja, antara lain: kebisingan dan suhu. Sedangkan kelelahan
secara psikologis disebabkan oleh faktor psikologis (konflik- konflik mental),
monotoni pekerjaan, bekerja karena terpaksa, pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk.
Wicken, et al. (2004) mengatakan bahwa gangguan tidur (sleep
distruption) dapat menyebabkan kelelahan, yang antara lain dapat dipengaruhi
oleh kekurangan waktu tidur dan gangguan pada circadian rhythms akibat jet lag
atau shift kerja. Menurut Nurmianto (2005) kelelahan circadian yang disebabkan
oleh irama kerja siang atau malam dapat mengakibatkan fungsi tubuh bervariasi
baik pada manusia maupun hewan. Circadian dalam fungsi tubuh menunjukkan
peningkatan pada siang hari dan menurun pada malam hari, seperti suhu tubuh,
denyut jantung, tekanan darah, volume pernafasan, produksi adrenalin,
kemampuan mental, ekskresi, dan kapasitas fisik (Grandjean, 1988). Fungsi tubuh
yang mengalami gangguan dapat mempengaruhi perasaan seseorang. Aamodt
(1991), melaporkan hasil penelitian dari beberapa survey yang menunjukkan
bahwa shift kerja cenderung menimbulkan terganggunya fungsi tubuh, seperti
gangguan tidur dan masalah pencernaan.
Universitas Sumatera Utara
Sistem shift merupakan suatu sistem pengaturan kerja yang memberi
peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk
mengoperasikan pekerjaan (Muchinsky, 1997). Menurut Landy (dalam
Muchinsky, 1997), jadwal kerja shift adalah adanya pengalihan tugas atau
pekerjaan dari satu kelompok karyawan pada kelompok karyawan yang lain.
Pelaksanaan dengan cara bergantian ini, yakni karyawan pada periode terntentu
bergantian dengan karyawan pada periode berikutnya untuk melakukan pekerjaan
yang sama. Karyawan yang bekerja pada waktu normal digunakan istilah diurnal,
yaitu individu atau karyawan yang selalu aktif pada waktu siang hari atau setiap
hari. Sedangkan karyawan yang bekerja pada waktu malam hari digunakan istilah
nocturnal, yaitu individu atau karyawan yang bekerja atau aktif pada malam hari
dan istirahat pada siang hari (Riggio, 1990).
Setiap perusahaan menggunakan macam-macam shift yang berbeda.
Duchon (dalam Timpe, 1992), membagi jadwal shift kerja menjadi :
a) 8 jam : terdiri dari shift pagi, shift siang dan shift malam
b) 12 jam : terdiri dari shift pagi dan shift malam
Pada perusahaan yang akan diteliti menggunakan dua macam shift kerja, yaitu
shift siang dan malam. Sesuai pembagian jadwal shift kerja yang dikemukakan
oleh Duchon (dalam Timpe, 1992), shift ini termasuk dalam penggolongan 12 jam
kerja.
Menurut Bohle dan Tilley (2002), kerja dengan sistem shift ternyata
memberikan dampak terhadap karyawan yang dapat mempengaruhi quality of life,
performance, dan fatigue. Jadwal shift yang paling nyata menunjukkan dampak
Universitas Sumatera Utara
ini adalah jadwal shift malam hari. Menurut Grandjean (1988), hal ini terjadi
karena bekerja pada malam hari dapat menyebabkan fungsi tubuh mengalami
penurunan dan organisme mangalami pemulihan dan pembaharuan energi
(trophotropic phase). Sedangkan selama siang hari seluruh organ dan fungsi
tubuh siap untuk melakukan aktivitas (ergotropic phase). Hal ini yang menjadi
dasar peneliti ingin melihat bagaimana perbedaan kelelahan karyawan yang
bekerja pada shift pagi dan malam di perusahaan produksi.
F. Hipotesis
Hipotesis yang ingin dibuktikan kebenarannya melalui penelitian ini
adalah Terdapat perbedaan Kelelahan antara Shift Pagi dan Malam.
Universitas Sumatera Utara