Upload
mila-hp
View
194
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kejang
Citation preview
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK
DENGAN KEJANG DEMAM
BAB I
PENDAHULUAN
1. DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >380C). Kejang demam dapat terjadi karena proses intrakranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan s/d. 5 tahun. Paling sering pada anak usia 17-23 bulan (IDAI, 2004).
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Ciri dari kejang ini adalah:
Kejang berlangsung singkat
Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu <10 menit
Tidak berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Ciri kejang ini:
Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam.
2. PENYEBAB
Etiologi kejang dibedakan menjadi intrakranial dan ekstrakranial.
Intrakranial meliputi:
Trauma (perdarahan): perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler
Infeksi: bakteri, virus, parasit misalnya meningitis
Kongenital: disgenesis, kelainan serebri
Ekstrakranial, meliputi:
Gangguan metabolik: hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan elektrolit
(Na dan K) misalnya pada pasien dengn riwayat diare sebelumnya.
Toksik: intoksikasi, anestesi local, sindroma putus obat
Kongenital: gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan keurangan
piridoksin.
Beberapa faktor risiko berulangnya kejang yaitu:
Riwayat kejang dalam keluarga
Usia kurang dari 18 bulan
Tingginya suhu badan sebelum kejang makin tinggi suhu sebelum kejang demam,
semakin kecil kemungkinan kejang demam akan berulang
Lamanya demam sebelum kejang semakin pendek jarak antara mulainya demam
dengan kejang, maka semakin besar risiko kejang demam berulang.
3. TANDA DAN GEJALA
1. Kejang umum biasanya diawali kejang tonik kemudian klonik berlangsung 10 s.d. 15
menit, bisa juga lebih.
2. Takikardia : pada bayi frekuensi sering diatas 150-200 per menit.
3. Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat
menurunnya curah jantung.
4. Gejala bendungan system vena :
o Hepatomegali
o Peningkatan tekanan vena jugularis
4. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal, memmbran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) serta elektrolit lainnya kecuali ion kloirda (Cl-). Akibatnya, konsentrasi ion K+ dalam neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron berlaku sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut sebagai potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini, diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATP-ase ynag terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh:
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstra seluler
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawia atau aliran listrik
dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran neuron itu sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10C akan meningkatkan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan orang dewasa yang hanya mencapai 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran sel yang mengakibatkan lepasnya aliran listrik. Lepasnya aliran listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh bagian sel maupun membran sel di sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” sehingga terjadilah kejang.
Ambang kejang tiap anak berbeda. Pada anak dengan ambang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 380C, sedang anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C atau lebih.
Perjalanan penyakit kejang demam dapat diamati pada gambar di bawah ini:
Gambar 1. Patofisiologi Kejang Demam
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit, dan glukosa
darah dapat dilakukan walupun kadang tidak menunjukkan kelainan yang berarti.
2. Indikasi lumbal pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal pungsi pada pasien dengan
kejang demam meliputi:
o Bayi<12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena gejala meningitis sering
tidak jelas
o Bayi antara 12 bulan -1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal pungsi kecuali
pasti bukan meningitis
3. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas
4. Pemeriksaan foto kepala, CT-scan, dan/atau MRI tidak dianjurkan pada anak tanpa
kelainan neurologist karena hampir semuanya menunjukkan gambaran normal. CT scan
atau MRI direkomendasikan untuk kasus kejang fokal untuk mencari lesi organik di otak.
6. MANAJEMEN TERAPI
Tujuan penanganan kejang adalah untuk menghentikan kejang sehingga defek pernafasan dan hemodinamik dapat diminimalkan.
1. Pengobatan saat terjadi kejang
1. Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat efektif dalam
menghentikan kejang. Dosis pemberian:
1. 5 mg untuk anak <3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak >3 tahun,
2. atau 5 mg untuk BB <10 kg dan 10 mg untuk anak dengan BB> 10 kg,
3. 0,5-0,7 mg/kgBB/kali
2. Diazepam intravena juga dapat diberikan dengan dosis sebesar 0,2-0,5 mg/kgBB.
Pemberian secara perlahan-lahan dengan kecepatan 0,5-1 mg per menit untuk
menghindari depresi pernafasan. Bila kejang berhenti sebelum obat habis,
hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila
anak masih kejang. Diazepam tidak dianjurkan diberikan per IM karena tidak
diabsorbsi dengan baik.
3. Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak 15 mg/kgBB perlahan-
lahan. Kejang yang berlanjut dapat diberikan pentobarbital 50mg IM dan pasang
ventilator bila perlu.
2. Setelah kejang berhenti
Bila kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan cukup dilanjutkan dengan pengobatan intermitten yang diberikan pada anak demam untuk mencegah terjadinya kejang demam. Obat yang diberikan berupa:
1. Antipiretik
Parasetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali atau
tiap 6 jam. Berikan dosis rendah danpertimbangkan efek samping berupa
hiperhidrosis.
Ibuprofen 10 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali
1. Antikonvulsan
Berikan diazepam oral dosis 0,3-0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan risiko berulangnya kejang, atau
Diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB/hari sebanyak 3 kali perhari
3. Bila kejang berulang
Berikan pengobatan rumatan dengan fenobarbital atau asam valproat dengan dosis asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis, sedangkan fenobarbital 3-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
Indikasi untuk diberikan pengobatan rumatan adalah:
Kejang lama >15 menit
Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang misalnya hemiparese, cerebral palsy, hidrocefalus.
Kejang fokal
Bila ada keluarga sekandung yang mengalami epilepsi
Disamping itu, terapi rumatan dapat dipertimbangkan untuk
Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
Kejang demam terjadi pada bayi <12 bulan
KEJANG DEMAM
DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu
rectal diatas 38C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.1 Kejang demam
merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama pada
golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Menurut Consensus statement on febrile seizures (1980),
kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang berhubungan dengan demam tetapi
tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah
kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam kejang
demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi,yaitu yang ditandai denagn kejang
berulang tanpa demam.1,2,3
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat. Dahulu
Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana (simple
febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered of by fever).2
Hampir 3% daripada anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderitanya
(Millichap, 1968). Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari percobaan binatang berkesimpulan
bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang. 1
Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu
meningkat (Wegman, 1939; Prichard dan McGreal, 1958). Faktor hereditas juga mempunyai
peranan. Lennox-Buchthal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang
demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Lennox
(1949) berpendapat bahwa 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang
sedangkan pada anak normal hanya 3%.1
KLASIFIKASI KEJANG DEMAM (KD)
Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam
sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan berlangsung umum, dan kejang demam
kompleks, yang berlangsung kurang dari 15 menit, fokal, atau multiple (lebih dari 1 kali kejang
dalam 24 jam). Kriteria penggolongan tersebut dikemukan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini
terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang,
tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekam otak dan
lainnya1,2
I. Kalsifikasi KD menurut Prichard dan Mc Greal2
Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1. Kejang demam sederhana
2. Kejang demam tidak khas
Ciri–ciri kejang demam sederhana ialah:2
1. Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang kejang
sama seperti yang kanan
2. Usia penderita antara 6 bulan - 4 tahun
3. Suhu 100F (37,78C) atau lebih
4. Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit
5. Keadaan neurology (fs saraf) normal dan setelah kejang juga tetap normal
6. EEG (electro encephalography – rekaman otak) yang dibuat setelah tidak demam adalah
normal
Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas digolongkan sebagai kejang demam
tidak khas
II. Klasifikasi KD menurut Livingston2
Livingston membagi dalam:
1. KD sederhana
2. Epilepsy yang dicetuskan oleh demam
Ciri-ciri KD sederhana:2
1. Kejang bersifat umum
2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3. Usia waktu KD pertama muncul kurang dari 6 tahun
4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun
5. EEG normal
KD yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas digolongkan sebagai epilepsy yang dicetuskan
oleh demam
III. Klasifikasi KD menurut Fukuyama2
Fukuyama juga membagi KD menjadi 2 golongan, yaitu:
1. KD sederhana
2. KD kompleks
Ciri-ciri KD sederhana menurut Fukuyama:2
1. Pada keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy
2. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun
3. Serangan KD yang pertama terjadi antara usia 6 bulan - 6 tahun
4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20menit
5. Kejang tidak bersifat fokal
6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologist atau abnormalitas
perkembangan
8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat
KD yang tidak sesuai dengan criteria tersebut diatas digolongkan sebagai KD jenis kompleks
Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI – RSCM Jakarta, menggunakan kriteria Livingston
yang telah dimodifikasi sebagai pedoman untuak membuat diagnosis kejang demam sederhana,
yaitu:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali
KD yang tidak memenuhi kriteria diatas digolongkan sebagai epilepsi yang diprovokasi oleh
demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan
timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus.
FAKTOR RESIKO
Faktor resiko pertama yang penting pada kejang demam adalah demam. Selain itu
juga terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam pengawasan khusus, dan kadar natrium
rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33 anak akan mengalami satu kali rekurensi
atau lebih, dan kira-kira 9 anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Resiko rekurensi
meningkat pada usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperature
yang sangat rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.1
Dua puluh sampai 25% penderita kejang demam mempunyai keluarga dekat (orang-
tua dan saudara kandung) yang juga pernah menderita kejang demam. Tsuboi mendapatkan
bahwa insiden kejang demam pada orang tua penderita kejang demam ialah 17% dan pada
saudara kandungnya 22%. Delapan-puluh persen dari kembar monosigot dengan kejang demam
adalah konkordans untuk kejang demam. Kebanyakan peneliti mendapat kesan bahwa kejang
demam diturunkan secara dominan dengan penetrasi yang mengurang dan ekspresi yang
bervariasi, atau melalui modus poligenik.1
Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung berikutnya untuk mendapat
kejang demam ialah 10%. Namun bila satu dari orang-tuanya dan satu saudara pernah pula
mengalami KD, kemungkinan ini meningkat menjadi 50% .1,2,3
Penelitian Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing juga memperoleh data riwayat keluarga
pada 231 penderita KD Dari mereka ini 60 penderita merupakan anak tunggal waktu diperiksa.
Sedang 221 penderita lainnya - yang mempunyai satu atau lebih saudara kandung - 79 penderita
(36%) mempunyai satu atau lebih saudara kandung yang pemah mengalami kejang yang disertai
demam. Jumlah seluruh saudara kandung dari 221 penderita ini ialah 812 orang, dan 119
(14,7%) di antaranya pernah mengalami kejang yang disertai demam.2
ETIOLOGI
Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada
beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam,yaitu:2,3,4
1. Demamnya sendiri
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan atau yang tidak diketahui atau
ensefalopati toksik sepintas
6. Gabungan semua faktor diatas
Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam.
Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam. Kejang
setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi pertusis (DPT) dan morbili (campak).1
Dari penelitian yang telah dilakukan Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing pada 297
penderita kejang demam, 66(22,2%) penderita tidak diketahui penyebabnya.2 Penyebab
utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan. Ada penderita yang mengalami
kelainan pada lebih dari satu bagian tubuhnya, misalnya tonsilo-faringitis dan otrtis media akut.
(lihat tabel ).
Penyebab demam pada 297 penderita KD1,2
Penyebab demam Jumlah penderita
Tonsilitis dan/atau faringitisOtitis media akut (radang liang telinga tengah)Enteritis/gastroenteritis (radang saluran cerna)Enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasiBronkitis (radang saiuran nafas)Bronkopeneumonia (radang paru dan saluran nafas)Morbili (campak)Varisela (cacar air)Dengue (demam berdarah)Tidak diketahui
10091
22
441738
121166
Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering di-sertai KD daripada infeksi lainnya.
Sekitar 4,8% - 45% penderita gastroenteritis oteh kuman Shigella mengaiami KD dibanding
gastroenteritis oieh kuman penyebab lainnya di mana angka kejadian KD hanya sekitar 1%,
Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian KD pada
shigellosis dan salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun yang dihasilkan
kuman bersangkutan.
PATOFISIOLOGI1,5
Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor fisiologis dianggap
bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang 1.
Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat
dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat
proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipid dan
permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,
kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+
menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis
dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut
potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan petensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya.
3. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu yang
singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan bantuan bahan
yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang
berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang
pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang sudah
dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang
baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih 4.
Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernafasan tidak efisien
sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, hipoglikemia,
laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena meningkatnya aktivitas otot
dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron.
Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering
terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita menjadi kejang.
MANIFESTASI KLINIK
Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan
biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39C atau lebih (rectal). Umumnya kejang
berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi
seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan,gerakan sentakan berulang
tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.2,3,4,5
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang
berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat
pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas, dan
tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca
kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis. 2
Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau
unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan
kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat
diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih
sering terjadi pada kejang demam yang pertama.2
DIAGNOSIS
Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang telah
dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf Anak IKA FKUI-
RSCM Jakarta, yaitu:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali
Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam,
dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan gejala
neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu diingat bahwa kejang
dengan suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang
selaput otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis)
Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama dan dengan usia
kurang dari 1 tahun. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai prognostic,
EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsy atau kejang
demam berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien
kejang demam sederhana. Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare, muntah dan gangguan keseimbangan
cairan dapat diduga terdapat gangguan metabolisme akut, sehingga pemeriksaan elektrolit
diperlukan. Pemeriksaan labratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab timbulnya
demam.2
DIAGNOSIS BANDING2,3,4,5,6
Epilepsi
Meningitis
Ensefalitis
PENATALAKSANAAN
Menurut dr. Dwi P. Widodo, neurolog anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta,
dalam seminar "Kejang Demam pada Anak" beberapa waktu lalu, tindakan awal yang mesti
dilakukan adalah menempatkan anak pada posisi miring dan hangat. Setelah air menguap,
demam akan turun. Tidak perlu memasukkan apa pun di antara gigi. Jangan memasukkan sendok
atau jari ke dalam mulut anak untuk mencegah lidahnya tergigit. Hal ini tidak ada gunanya,
justru berbahaya karena gigi dapat patah atau jari luka. Miringkan posisi anak sehingga ia tidak
tersedak air liurnya. Jangan mencoba menahan gerakan anak. Turunkan demam dengan
membuka baju dan menyeka anak dengan air sedikit.1
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada penatalaksanaan kejang demam yaitu:2,3,4,5,6,9,10
1. Pengobatan fase akut
2. Mencari dan mengobati penyebab
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Pengobatan fase akut
Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan
dan diusahakan jalan nafas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital
seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi
diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik.
Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama pengobatan adalah
mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu pemberian obat – obatan antipiretik
sanagt diperlukan. Obat – obat yang dapat digunakan sebagai antipiretik adalah asetaminofen 10
- 15 mg/kgBB/hari setiap 4 – 6 jam atau ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/hari setiap 4 – 6 jam.
Diazepam adalah obat yang paling cepat menghentikan kejang. Efek terapeutik
diazepam sangat cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5 menit dan efek toksik yang serius hampir
tidak dijumpai apa bila diberikan secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg persuntikan.
Diazepam dapat diberikan secara intravena dan intrarectal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5
mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang
berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan bila tidak timbul
kejang lagi jarum dicabut.
Pemberian diazepam secara intravena pada anak yang kejang seringkali menyulitkan,
cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif melalui rektum telah dibuktikan
keampuhannya (Knudsen, 1979; Ismael dkk., 1981; Kaspari dkk., 1981). Pemberian dilakukan
pada anak/bayi dalam posisi miring/ menungging dan dengan rektiol yang ujungnya diolesi
vaselin, dimasukkaniah pipa saluran keluar rektiol ke rektum sedalam 3 - 5 cm. Kemudian rektiol
dipijat hingga kosong betul dan selanjutnya untuk beberapa menit lubang dubur ditutup dengan
cara merapatkan kedua muskulus gluteus. Dosis diazepam intrarectal yg dapat digunakan adalah
5 mg (BB<10 kg) atau 10 mg (BB>10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5
menit kemudian, bila tidak berhenti juga berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB
secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan
pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital yang langsung
diberikan setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan – 1 tahun 50 mg dan 1 tahun
keatas 75 mg secara intramuscular. Lalu 4 jam kemudian diberikan fenobarbital dosis rumatan.
Untuk 2 hari pertama diberikan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari
berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik,
obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik peroral. Harus diperhatikan bahwa dosis
total tidak boleh melebihi 200 mg/hari karena efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan
kesadaran, dan depresi pernafasan.
Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan
dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya
bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.2
Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu:2
1. Profilaksis intermiten
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita yang menderita kejang
demam sederhana diberikan diazepam secara oral untuk profilaksis intermiten dengan dosis 0,3-
0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat juga diberikan
secara intrarectal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB<10 kg) dan 10 mg (BB>10kg) setiap pasien
menunjukan suhu lebih dari 38,5C.
Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang
demam sedarhana sangat kecil, yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
2. Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan
cukup didalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang demam berat yang dapat
menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi dikemudian hari.
Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan
dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu:2
1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan
(misalnya serebral palsi atau mikrosefal, retardasi mental).
2. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis sementara atau
menetap.
3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.
4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang
multipel dalam satu episode demam.
Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka
panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral alau
rektal tiap 8 jam di samping antipiretik
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam
mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :8,9,10
Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan
terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.
Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris,
karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.
Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan khusus.
Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas
kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan
jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa
penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit.
Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk
meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat,
atau anak terus tampak lemas.
Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poin-poin di atas
adalah sebagai berikut :8,9,10
Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat
Pemberian oksigen melalui face mask
Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah
terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus
Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti
kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan pemeriksaan ini
pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk,
lemas) yang berkelanjutan.
Imunisasi dan kejang demam 8
Walaupun imunisasi dapat menimbulkan demam, namun imunisasi jarang diikuti kejang demam.
Suatu penelitian yang dilakukan memperlihatkan risiko kejang demam pada beberapa jenis
imunisasi sebagai berikut:
· DTP : 6-9 per 100.000 imunisasi. Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya.
· MMR : 25-34 per 100.000 imunisasi. Risiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.
Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar
daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar
tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Jadi kejang demam bukan merupakan kontra
indikasi imunisasi.
PROGNOSIS2
Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara
25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat pada umur, jenis
kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:
Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria
33%.
Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga
adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%.
Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya Lumbantobing
(1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Living-ston (1954) mendapatkan dari
golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi
yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang menjadi epilepsi.2
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari
faktor:2
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
demam.
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau
tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2% - 3% saja
("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981") Pada penelitian yang dilakukan oleh The
National Collaboratlve Perinatal Project di Amerika Serikat , dalam hal mana 1.706 anak pasca
kejang demam diikuti perkembangannya sampai usia 7 tahun, tidak didapatkan kematian
sebagai akibat kejang demam. Anak dengan kejang demam ini lalu dibandingkan dengan
saudara kandungnya yang normal, terhadap tes iQ dengan menggunakan WISC. Angka rata-rata
untuk iQ total ialah 93 pada anak yang pernah mendapat kejang demam. Skor ini tidak berbeda
bermakna dari saudara kandungnya (kontrol). Anak yang .sebelum terjadinya kejang demam
sudah abnormal atau dicurigai menunjukkan gejala yang abnormal, rnempunyai skor yang lebih
rendah daripada saudara kandungnya. Hasil yang diperoleh the National Collaborative Perinatal
Project ini hampir serupa dengan yang didapatkan di Inggris oleh The National Child
Development-Study* Didapatkan bahwa anak yang pernah mengaiami KD kinerjanya tidak
berbeda dengan populasi umum waktu di tes pada usia 7 dan 11 tahun.2,3,4,5,6
Pada penelitian Ellenberg dan Nelson mendapatkan tidak ada perbedaan IQ waktu
diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan KD dan kembarannya yang tanpa kejang
demam.4
DAFTAR PUSTAKA
1. Tumbelaka,Alan R.,Trihono, Partini P.,Kurniati,Nia.,Putro Widodo,Dwi. Penanganan Demam
Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak
XLVII.Cetakan pertama,FKUI-RSCM.Jakara,2005
2. Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007 3. Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topik In Pediateric II : Kejang Pada Anak. Cetakan ke2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2002.4.Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan Anak : Kejang Demam. 18 edition. EGC, Jakarta 2007.5.Fleisher, Gary R, M.D., Stephen Ludwig, M.G. Text Book Of Pediatric Emergency Medicine : Seizures. Williams & Wilkins Baltimore. London6.Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setyowulan. Kapita Selekta Kedokteran : kejang Demam. Edisi ke3 Jilid 2. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2000.7.Gary R. Fleisher, Stephen Ludwig. Textbook of Pediatric Emergency Medicine 4th edition (January 15, 2000).Seizures. Lippincott, Williams & Wilkins,USA,2000 8.Kejang Demam,Guidelinehttp://www.sehatgroup.web.id/artikel/1089.asp?FNM=1089 9 .9.Acute Management of Infants and Children with Seizures. December 2004http://www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf10.Prodigy Guidance - Febrile convulsion. April 2005. http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=Febrile%20convulsion