Upload
nurul-inayah-anwar
View
157
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN TOKSIKOLOGI
Oleh:
Nurul inayah anwar
O111 10281
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
Praktikum I
PENENTUAN LETAL DOSE (LD) 50 DAN EFFECTIVE DOSE (ED) 50
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Obat bekerja dalam tubuh pada dipengaruhi oleh dosis, waktu paruh, dan
keadaan tiap individu. Cara kerja obat ada yang menggunakan sifat
fisikokimianya disebut kerja obat nonspesifik. Sedangkan sebagian besar obat
bekerja spesifik melalui sistem transpor, enzim, atau bekerja pada reseptor. Saat
obat bekerja, tubuh akan mengeluarkan respon.
Efikasi adalah respon maksimal yang dihasilkan obat. Potensi adalah dosis
yang dibutuhkan untuk mencapai respon tertentu. Potensi diekspresikan seebagai
dosis obat dimana mencapai efek terapi pada 50% populasi (ED50). Lethal Dose
(LD50) adalah dosis yang dibutuhkan untuk membunuh 50% hewan coba.
Pengujian toksisitas suatu senyawa dibagi menjadi dua golongan yaitu uji
toksisitas umum dan uji toksisitas khusus. Pengujian toksisitas umum meliput
berbagai pengujian yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan efek umum
suatu senyawa pada hewan uji. Pengujian toksisitas umum meliputi : pengujian
toksisitas akut, subkronik, dan kronik. Pengujian toksisitas khusus meliputi uji
potensiasi, karsinogenik, mutagenik, teratogenik, reproduksi, kulit, mata, dan
tingkah laku (Loomis 1978).
Pengujian toksisitas akut dapat menghasilkan nilai LD50 dan memberikan
gambaran tentang gejala-gejala ketoksikan terhadap fungsi penting seperti gerak,
tingkah laku, dan pernafasan yang dapat menyebabkan kematian. Uji toksisitas
sub kronik dapat memberikan efek yang berbahaya yang timbul pada penggunaan
obat secara berulang dalam jangka waktu tertentu (Loomis 1978).
Xylazine bekerja melalui mekanisme yang menghambat tonus simpatik
karena xylazine mengaktivasi reseptor postsinap α2-adrenoseptor sehingga
menyebabkan medriasis, relaksasi otot, penurunan denyut jantung, penurunan
peristaltik, relaksasi saluran cerna, dan sedasi. Aktivitas xylazine pada susunan
syaraf pusat adalah melalui aktivasi atau stimulasi reseptor α2-adrenoseptor,
menyebabkan penurunan pelepasan simpatis, mengurangi pengeluaran
norepineprin dan dopamin. Reseptor α2, Xylazine menghasilkan sedasi dan
hipnotis yang dalam dan lama, dengan dosis yang ditingkatkan mengakibatkan
sedasi yang lebih dalam dan lama serta durasi panjang. Xylazine diinjeksikan
secara intramuskular menyebabkan iritasi kecil pada daerah suntikan, tetapi tidak
menyakitkan dan akan hilang dalam waktu 24 –48 jam. -adrenoseptor adalah
reseptor yang mengatur penyimpanan dan atau pelepasan dopamin dan
norepineprin. Xylazine menyebabkan relaksasi otot melalui penghambatan
transmisi impuls intraneural pada susunan syaraf pusat dan dapat menyebabkan
muntah. Xylazine juga dapat menekan termoregulator.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui definisi LD 50
b. Mengetahui cara perhitungan LD 50
c. Mengetahui efek Xylazine
2. Prosedur
2.1 Alat dan Bahan
a. 17 ekor mencit
b. Xylazine
c. Timbangan elektrik
d. Spoit 1cc
2.2 Prosedur Kerja
Menentukan standar normal dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan, meliputi penimbangan
bobot badan mencit yang akan digunakan.
b. Tentukan rute pemberian (per oral, per injeksi : Sub kutan, Intra muscular,
ataupun secara topical/dermal). Pada praktikum ini xylazine diberikan
melalui injeksi intra muscular.
c. Tentukan dosis yang dapat mematikan 100% hewan coba
d. Tentukan dosis yang dapat mematikan 0% hewan coba
e. Bagi menjadi 4 atau 5 tingkat dosis (diperkecil):
0,1
0,05
0,025
0,0125
f. Suntikkan xylazine ke mencit (Intra Muscular)
g. Perhatikan perubahan perilaku pascapemberian xylazine
h. Setelah percobaan selesai dilakukan dan data sudah diperoleh, hitung
LD50 sesuai rumus perhitungan LD50.
3. Data
No Berat (gr) Dosis (ml) Letal (L) / Hidup (H)
1. 22 0,1 L
2. 27 - -
3. 19 0,025 H
4. 20 0,1 L
5. 21 0,05 H
6. 19 0,05 L
7. 19 0,1 L
8. 21 0,025 L
9. 24 0,025 H
10. 29 0,025 H
11. 27 0,1 L
12. 26 0,05 L
13. 27 0,05 L
14. 22
15. 23
16. 31
17. 24
Dari data yang telah di peroleh yaitu Dosis terendah (D): 0,0125
Kelipatan dosis (d): 2, K : 3, n: 4, r : 0 1 3 4, f : 0,5
Jadi,
Log LD50 = Log D+d(f+1)
= Log 0,025 + Log 2 (0,35+1)
= -1,6 + 0,301 (1,35)
=-1,64+ 0,406
= -1,194
LD50 = antilog -1,194
=10 -1,194
=0,064
4. Pembahasan
a. Penentuan LD 50 untuk mengetahui seberapa tinggi dosis yang dapat
membunuh 50% dari populasi hewan coba. Kepentingan dilakukan adalah
untuk menentukan ketersediaan obat, dikatakan normal obatnya jika rasio
sebagai berikut :
Untuk Efektif Dose (ED) 50
Untuk Efek Toksik
b. Selain itu dalam penentuan LD 50 dan ED 50 kita dapat untuk mengetahui
target kerja. Untuk itu mengevaluasi tingkah laku hewan utnuk mengetahui
target kerja
5. Kesimpulan
LD50 merupakan dosis yang menyebabkan 50% dari hewan coba
mengalami kematian. ED50 sendiri merupakan keefektifan suato obat mampu
menunjukkan efk yang diharapkan. Makin besar perbedaan antara LD50 dengan
ED50 maka semakin baik obat tersebut
Praktikum I I
PENGGUNAAN ARANG AKTIF (BAHAN ABSORBEN) SEBAGAI
ANTIDOTA TERHADAP XYLAZINE
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Xylazine merupakan salah satu golongan alpha2-adrenoceptor stimulant
atau alpha-2 adrenergic receptor agonist. Alpha-2 agonist seperti xylazine dan
medetomidin adalah preanestetikum yang sering digunakan pada anjing dan
kucing untuk menghasilkan sedasi, analgesi, dan pelemas otot.
Xylazine menyebabkan tertekannya sistem syaraf pusat, bermula dari
sedasi, kemudian dengan dosis yang lebih tinggi menyebabkan hypnosis, tidak
sadar dan akhirnya keadaan teranestesi.Pada sistem pernafasan, xylazine menekan
pusat pernafasan. Xylazine juga menyebabkan relaksasi otot yang bagus melalui
imbibisi transmisi intraneural impuls pada SSP. efek samping dari xylazine
adalah mengalami penurunan setelah kenaikan awal pada tekanan darah dalam
perjalanan efeknya vasodilatasi tekanan darah dan juga dapat menyebabkan
bradikardi. Pemberian yang berlebihan/ tidak sesuai dengan dosis akan
menyebabkan keracunan (toksik ) pada tubuh. Efek keracunan yang disebabkan
oleh pemberian xylazi yang tidak sesuai (berlebihan) dapat dinetralisir
menggunakan arang aktif yang tidak lain merupakan zat absorbent yang bisa
digunakan sebagai antidota dari xylazine.
Arang aktif atau sering disebut sebagai norit merupakan padatan berpori
yang mengandung 85-95 % karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang
mengandung karbon yang mengalami pemanasan pada suhu tinggi. Norit dapat
menyerap gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat dapat menyerap gas
atau senyawa kimia tertentu atau sifat penyerapan selektif, tergantung pada besar
atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap norit sangat besar, yaitu
25-100% terhadap berat norit.
Arang aktif ini ketika diperiksa dibawah Scanning Electron Microscopy,
akan terlihat pori-pori dalam jumlah yang sangat besar. Dengan gaya Van der
Walls yang dimilikinya, pori-pori tersebut mampu menangkap berbagai macam
bahan, termasuk bahan beracun. Oleh karena itu arang aktif dapat digunakan pada
kasus overdosis obat, keracunan makanan, atau tertelan bahan beracun lainnya.
Kemampuan arang aktif dalam menangkap racun hanya terjadi di lambung dan
usus, ketika zat beracun belum terserap dan masuk ke dalam peredaran darah.
Sehingga, semakin cepat diberikan, semakin banyak racun yang dapat diserap.
Namun, tidak semua bahan dapat diserap oleh arang aktif.
1.2 Tujuan Praktikum
a. Mengetahui kegunaan dan kandungan arang aktif sebagai antidota
b. Mengetahui cara pembuatan campuran arang aktif dan xylazine yang
dihomogenkan
c. Mengetahui efek xylazine
d. Mengetahui cara pengujian arang aktif sebagi antidota terhadap xylazine
2. Prosedur Kerja
2.1 Alat dan Bahan
a. 2 ekor mencit
b. Arang aktif
c. Xylazine
d. Aquadest
e. Tabung reaksi
f. Corong kaca
g. Kertas saring
h. Spoit 3 cc
i. Stopwatch
j. Mortar (penggerus)
k. Beaker Glass
2.2 Prosedur Kerja
a. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Campurankan xylazine dan arang aktif :
Xylazine yang akan digunakan terlebih dahulu diencerkan menggunakan
Aquadest dengan perbandingan antara Xylazine dan Aquadest 1:1
Ambil arang aktif, gerus sampai ±100 mass untuk menghasilkan serbuk
arang.
Masukkan serbuk arang ke dalam tabung reaksi
Tambahkan 6 cc xylazine ke dalam tabung reaksi yang berisi serbuk
arang.
Homogenkan xylazine dan serbuk arang aktif dengan cara mengocok
tabung reaksi.
Setelah homogen, saring campuran arang aktif dan xylazine, gunakan
kertas saring yang diletakkan di dalam corong kaca lalu tuang campuran
arang aktif dan xylazine ke tabung reaksi yang lain
Siap untuk digunakan
c. Injeksikan xylazine ke salah satu mencit (mencit A), sementara untuk
mencit yang kedua (mencit B) suntikkan campuran xylazine dan arang
aktif intra muscular
d. Untuk memudahkan dalam mengamati, kedua mencit dapat diletakkan
dalam beaker glass yang terpisah
e. Aktifkan Stopwatch, sambil mengamati perubahan tingkah laku maupun
perubahan fisik kedua mencit
f. Catat perubahan perilaku kedua mencit dan berapa lama masing – masing
mencit dapat bertahan.
3. Data
No Sediaan Obat vs Antidota Dosis Gejala Klinis
1. a. Xylaxin 1 ml Gejala yang ditimbulkan
cepat, langsung menunjukan
gejala :
Diam / terdepress
b. Xylaxin + arang 1 ml Gejala yang ditimbulkan
relative lebih lama,
Menunjukkan perilaku
eksplorasi
Menggaruk-garuk.
4. Pembahasan
Pada mencit A setelah disuntikan xylazine akan diam dan tidak banyak
bergerak hal tersebut disebabkan karena xylzine yang seharusnya merupakan obat
preanastetikum yang jika pemberiannya berlebihan akan bersifat toksik di dalam
tubuh. Xylazine bekerja melalui mekanisme yang menghambat tonus simpatik
karena xylazine mengaktivasi reseptor postsinap α2-adrenoseptor sehingga
menyebabkan medriasis, relaksasi otot, penurunan denyut jantung, penurunan
peristaltik, relaksasi saluran cerna, dan sedasi.
Aktivitas xylazine pada susunan syaraf pusat adalah melalui aktivasi atau
stimulasi reseptor α2-adrenoseptor, menyebabkan penurunan pelepasan simpatis,
mengurangi pengeluaran norepineprin dan dopamin. Reseptor α2, Xylazine
menghasilkan sedasi dan hipnotis yang dalam dan lama, dengan dosis yang
ditingkatkan mengakibatkan sedasi yang lebih dalam dan lama serta durasi
panjang. Xylazine diinjeksikan secara intramuskular menyebabkan iritasi kecil
pada daerah suntikan, tetapi tidak menyakitkan dan akan hilang dalam waktu 24 –
48 jam. -adrenoseptor adalah reseptor yang mengatur penyimpanan dan atau
pelepasan dopamin dan norepineprin. Xylazine menyebabkan relaksasi otot
melalui penghambatan transmisi impuls intraneural pada susunan syaraf pusat dan
dapat menyebabkan muntah. Xylazine juga dapat menekan termoregulator.
Sedangkan pada menit B masih terlihat aktif setelah diinjeksikan campuran
aran aktif dan xylazin hal tersebut disebabkan karena arang merupakan karbon
aktif yang mempunyai kemampuan penyerapan racun dalam tubuh. Arang aktif
juga mengandung sorbitol, suatu zat yang memiliki efek pencahar. Prinsip kerja
arang aktif adalah ketika masuk kedalam perut dia akan mampu menyerap bahan-
bahan racun dan berbahaya yang menyebabkan gangguan pencernaan. Kemudian
menyimpannya didalam permukaan porinya sehingga nantinya keluar bersama
tinja. Arang memiliki pori-pori tersebut mampu menangkap berbagai macam
bahan, termasuk bahan beracun. Oleh karena itu arang aktif dapat digunakan pada
kasus overdosis obat, keracunan makanan, atau tertelan bahan beracun lainnya.
5. Kesimpulan
Penggunaaan xylazine dapat bersifat toksik. Xylazine menyebabkan
relaksasi otot melalui penghambatan transmisi impuls intraneural pada susunan
syaraf pusat dan dapat menyebabkan muntah. Xylazine juga dapat menekan
termoregulator. Arang aktif dapat berperan sbagai antidota xylazine, dengan cara
menyerap bahan racun ke dalam pori-porinya
Praktikum I II
PENGGUNAAN ATROPINE SEBAGAI ANTIDOTA ORGANFOSFAT (OBAT
NYAMUK HIT/PROPUKSUR)
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Organofosfat mempunyai aksi sebagai inhibitor enzim kholinesterase.
Kholinesterase adalah enzim yang berfungsi agar asetilkholin terhidrolisis
menjadi asetat dan kholin. Organofosfat mampu berikatan dengan sisi aktif dari
enzim ini sehingga kerja enzim ini terhambat. Akibatnya jumlah asetilkholin
dalam sipnasis meningkat sehingga menimbulkan stimulasi reseptor possinap
yang persisten. Asetilkholin terdapat di seluruh sistem saraf, terutama sekali
asetilkholin berperan penting pada sistem saraf autonom. Senyawa ini berperan
sebagai neurotransmiter pada ganglia sistem saraf simpatik dan parasimpatik,
yang mana senyawa ini berikatan dengan reseptor nikotinik. Inhibisi
kholinesterase pada ganglia sistem saraf simpatik dapat menimbulkan midriasis,
takikardi, dan hipertensi. Sedangkan, penghambatan kholinesterase pada ganglia
sistem saraf parasimpatik menimbulkan efek miosis, bradikardi, dan salivasi.
Asetilkholin juga merupakan neurotransmitter posganglionik pada saraf
parasimpatik yang secara langsung mempengaruhi jantung, bermacam-macam
kelenjar, otot polos bronchial. Tidak seperti reseptor pada ganglia, reseptor pada
organ ini adalah reseptor muskarinink. Keracunan pestisida golongan
organofosfat disebabkan oleh asetilkolin yang berlebihan, mengakibatkan
perangsangan terus menerus saraf muskarinik dan nikotinik.
Untuk menangani keracunan yang disebabkan oleh organofosfat tindakan
yang perlu dilakukan adalah stabilisasi pasien, dekontaminasi, dan pemberian
antidotum. Pada pemberian antidotum Agen antimuskarinik seperti atropine,
ipratopium, glikopirolat, dan skopolamin biasa digunakan mengobati efek
muskarinik karena keracunan organofosfat. Salah satu yang sering digunakan
adalah Atropin karena memiliki riwayat penggunaan paling luas. Atropin
melawan tiga efek yang ditimbulkan karena keracunan organofosfat pada reseptor
muskarinik, yaitu bradikardi, bronkospasme, dan bronkorea.
1.2 Tujuan Praktikum
a. Mengetahui kegunaaan atropin
b. Mengetahui efek penggunaan atropin pada keracunan organofosfat sebagai
antidota
c. Mengetahui jenis organofosfat
d. Mengetahui cara pengujian atropin terhadap organofosfat (propuksur)
e. Mengetahui gejala keracunan pada pemberiaan organofosfat
2. Prosedur
2.1 Alat dan Bahan
a. 2 ekor mencit
b. Atropin
c. Antinyamuk (mengandung Orgafosfat)
d. Spoit 1cc
e. Stopwatch
f. Beaker Glass
2.2 Cara Kerja
a. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Injeksikan atropine intra peritoneum ke salah satu mencit (mencit A),
kemudian injeksikan antinyamuk yang mengandung organofosfat ke
mencit tersebut dengan injeksi subcutan.
c. Letakkan mencit dalam beaker glass untuk memudahkan mengamati
mencit
d. Amati dan catat setiap perubahan tingkah laku kedua mencit juga
perubahan fisik yang terjadi, apa perbedaan perubahan yang terjadi antara
mencit pertama dengan mencit kedua
e. Untuk mencit yang kedua (mencit B) langsung diberikan injeksi
antiyamuk yang mengandung organoklorin dengan injeksi sub cutan
f. Sama dengan mencit pertama, masukkan ke dalam beaker glass lalu amati
dan catat perubahan tingkah laku mencit juga perubahan fisik yang terjadi
3. Data
Pada mencit A : tidak ada gejala stimulasi kejang.
Pada mencit B : dalam waktu 2 menit menimbulkan kejang yang hebat.
Dalam waktu 6-7 menit mencit mati.
4. Pembahasan
Pada mencit A tidak terlihat gejala stimulasi kejang karena adanya
atropine yang berperan sebagai antidota dari oranofosfat. Atropine adalah antidot
(penawar), obat yang menetralkan efek-efek yang timbul oleh racun. Sedangkan
pada mencit B dalam waktu 2 menit mengalami kejang yang hebat dan daam
waktu 6-7 menit menimbulkan kematian. Hal tersebut disebabkan karena
organofosfat yang masuk ke dalam tubuh menghambat aksi pseudokholinesterase
dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya.
Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan
kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asethylcholin
meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system
saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan
yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh
5. Kesimpulan
Organofosfat dapat menimbulkan keracunan karena dapat menghambat
enzim kholinesterase. Atropine adalah antidot (penawar), obat yang menetralkan
efek-efek yang timbul oleh racun. Atropine berperan sebagai antidota pada
penangaan kasus keracunan akibat organofosfat
Praktikum IV
UJI TOKSISITAS ATROPIN
1. Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Atropin adalah senyawa alam terdiri dari amine antimuscarinic tersier.
Atropin adalah antagonis reseptor kolinergik yang diisolasi dari Atropa belladona
L, Datura stramonium L dan tanaman lain keluarga Solanaceae. Walaupun
atropine bersifat selektif menghambat reseptor muskarinik, pada dosis yang
sangat besar atropine memperlihatkan efek penghambatan juga di ganglion
otonom dan otot rangka yang reseptornya nikotinik.
Hambatan oleh atropine bersifat reversible dan dapat diatasi dengan
pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian atau
asetilkolinesterase. Atropine pada dosis kecil memperlihatkan efek merangsang di
susunan saraf pusat dan pada dosis toksik memperlihatkan efek depresi setelah
melampaui fase eksitasi yang berlebihan.
Atropin dapat menimbulkan beberapa efek, misalnya pada susunan syaraf
pusat, merangsang medulla oblongata dan pusat lain di otak, menghilangkan
tremor, perangsang respirasi akibat dilatasi bronkus, pada dosis yang besar
menyebabkan depresi nafas, eksitasi, halusinasi dan lebih lanjut dapat
menimbulkan depresi dan paralisa medulla oblongata. Efek atropin pada mata
menyebabkan midriasis dan siklopegia. Pada saluran nafas, atropin dapat
mengurangi sekresi hidung, mulut dan bronkus. Efek atropin pada sistem
kardiovaskuler (jantung) bersifat bifasik yaitu atropin tidak mempengaruhi
pembuluh darah maupun tekanan darah secara langsung dan menghambat
vasodilatasi oleh asetilkolin. Pada saluran pencernaan, atropin sebagai
antispasmodik yaitu menghambat peristaltik usus dan lambung, sedangkan pada
otot polos atropin mendilatasi pada saluran perkencingan sehingga menyebabkan
retensi urin (Hidayat, 2005)
2. PROSEDUR KERJA
2.1 Alat dan bahan
a. Mencit
b. Atropin
c. Spoit
3. Langkah kerja
Siapkan seekor mencit lalu injeksikan atropin sulfat sec. Amati perubahan
yang terjadi.
3. HASIL
Terlihat perubahan perilaku seperti:
Mencit menekan perut kelantai
Pernapasan lambat
Rambut berdiri
Mukosa dan daun telinga pucat
4. Pembahasan
Mencit menekan perut kelantai menandakan bahwa mencit mengalami
kholik karena atropin menibulkan efek spasmolitikum pada kejang-kejang di
saluran lambung sampai usus dan urogenital. Pernapasan lambat karena terjadi
bronkhodilatasi pada saluran napas dan pada dosis yang besar dapat menimbulkan
depresi napas. Mukosa dan daun telinga pucat karena atropin akan membua
pembulu darah menjadi vasokonstriksi sehingga aliran darah berkurang. Pada
kasus keracunan atropine peristaltic dihambat sehingga perut menjadi kembung
dan bising, depresi repirasi yang dapat menyebabkan kematian
5. Kesimpulan
Atropin adalah senyawa alam terdiri dari amine antimuscarinic tersier.
Atropine pada dosis kecil memperlihatkan efek merangsang di susunan saraf
pusat dan pada dosis toksik memperlihatkan efek depresi setelah melampaui fase
eksitasi yang berlebihan. Oleh karena itu dapan penggunaan atropine harus lebih
berhati-hati dan lebih memperhatikan dosis penggunaan
Praktikum V
Uji presipitasi tanin terhadap logam berat merkuri
1. Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Mekanisme keracunan atau toksisitas logam berat terdiri dari dua fase
yakni fase kinetic dan dinamik. Fase kinetic Meliputi proses-proses biologi biasa
seperti penyerapan, penyebaran dalam tubuh, metabolisme dan proses
pembuangan atau eskresi Pada fase ini baik toksikan dan protoksikan akan
mengalami proses sinergetik atau sebaliknya proses antagonik Proses sinergetik
merupakan proses atau peristiwa terjadi peningkatan daya racun yang sangat
tinggi proses pengurangan atau bahkan penghilangan daya racun .
Proses sinergetik maupun antagonis di dalam tubuh dapat terjadi sebagai
akibat dari adanya bahan-bahan lain yang terdapat di dalam tubuh, baik yang
memang sudah ada sebagai sistem maupun bahan lain yang masuk ke dalam
tubuh.Contoh Cd, daya racun logam Cd akan terkurangi karena dalam tubuh
logam ini akan membentuk senyawa kompleks kelat dengan methallotionin yang
dimilik oleh tubuh. Logam merkuri, daya racun logam merkuri akan hilang bila
unsur ini berikatan dengan sulfur yang ikut masuk dalam tubuh seringkali
diberikan merkaptopropanol. Senyawa ini akan menimbulkan rangsangan untuk
memuntahkan kembali senyawa merkuri yang telah masuk ke dalam tubuh
Senyawa-senyawa yang telah mengalami proses antagonis ini biasanya dalam
peristiwa metabolisme tubuh akan dikeluarkan melalui feces, urine dan atau
dimuntahkan.
Sedangkan pada Fase Dinamik Meliputi semua reaksi-reaksi biokimia
yang terjadi dalam tubuh berupa katabolisme dan anabolisme yang melibatkan
enzim-enzim Merupakan proses lanjut dari fase kenetik, bahan beracun yang yang
tidak bisa dinetralisir oleh tubuh akan bereaksi dengan senyawa-senyawa hasil
dari proses biosintesa seperti protein, enzim, asam inti, lemak dll. Hasil dari
reaksi ini bersifat merusak terhadap proses-proses biomolekul dalam tubuh
apabila di dalam tubuh senyawa merkuri bereaksi dengan senyawa yang
mengandung metil aktif membentuk senyawa metil merkuri. Gugus metil aktif ini
bisa saja sudah ada dan memang dimiliki oleh tubuh, tetapi metil aktif ini bisa
saja terdapat dalam tubuh akibat tertelan bersama bahan makanan atau terhirup
dari udara saat bernafas terhirup dari udara saat bernafas
Mekanisme keracunan Logam. Ochiai (1977), seorang ahli kimia, telah
mengelompokkan mekanisme keracunan logam dalam 3 kategori yaitu
Memblokir atau menghalangi kerja, Menggantikan ion-ion logam esensial yang
terdapat dalam molekul terkait danMengadakan modifikasi atau perubahan bentuk
dari gugus-gugus aktif yang dimiliki oleh biomolekul protein umumnya
menyerang ikatan sulfida.
2. PROSEDUR KERJA
2.1 Alat dan bahan
a. Air Teh
b. Merkuri
c. Tabung reaksi
d. Spoit
2.2 Cara kerja
a. Logam merkuri, dapat diperoleh dari alat pengukur suhu thermometer,
kemudian merkuri (Hg) yang telah disiapkan tersebut dihaluskan.
b. Merkuri (Hg) dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan tannin
dari teh. Lalu kocok perlahan.
c. Lakukan pengamatan dan periksa adanya endapan dan presipitasi oleh
merkuri (Hg).
3. Data
No Jenis logam dan Absorben Hasil
1 Merkuri (Hg) + Tanin Ada endapan, namun tidak
menunjukkan adanya presipitasi. Atau
presipitasi negative (-)
4. Pembahasan
Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari
senyawa fenolik terdiri dari sekelompok zat – zat kompleks terdapat secara
meluas dalam dunia tumbuh – tumbuhan. Tanin dapat berperan sebagai antidotum
(keracunan alkaloid) dengan cara mengeluarkan asam tamak yang tidak terlarut.
Selain itu kemampuan tannin untuk mempresipitasi protein termasuk merkuri
yang merupakan logam yang memiliki toksisitas yang cukup tinggi.
Berdasrkan hasi pengamatan, terdapat adanya endapan Hg pada dasar
tabung reaksi, namun tidak ada presipitasi. Hal ini terjadi karena mungkin dosis
tanin yang diberikan tidak cukup banyak sehingga tidak mampu mempresipitasi
merkuri (Hg).
5. Kesimpulan
Tannin dapat berperan sebagai antidotum (keracunan alkaloid) pada
keracunan logam berat seperti merkuri. mekanisme keracunan logam dalam 3
kategori yaitu Memblokir atau menghalangi kerja, Menggantikan ion-ion logam
esensial yang terdapat dalam molekul terkait dan Mengadakan modifikasi atau
perubahan bentuk dari gugus-gugus aktif yang dimiliki oleh biomolekul protein
umumnya menyerang ikatan sulfida.