44
Referat SINDROM LOEFFLER OLEH : M. Huki Zukhrufan 07120097 Hasnan Habibi Siregar 07923048 PRESEPTOR Dr. Lila Indrati, Sp.Rad BAGIAN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP Dr. M DJAMIL PADANG

Fix

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Fix

Referat

SINDROM LOEFFLER

OLEH :

M. Huki Zukhrufan 07120097

Hasnan Habibi Siregar 07923048

PRESEPTOR

Dr. Lila Indrati, Sp.Rad

BAGIAN ILMU RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP Dr. M DJAMIL PADANG

2013

Page 2: Fix

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Infeksi parasit usus disebabkan oleh nematoda yang masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat pada negara berkembang termasuk Indonesia. Secara epidemiologi penyakit ini lebih

sering terjadi pada wilayah tropis dan subtropis. Penyakit infeksi cacing usus yang ditularkan

melalui tanah (soil transmitted helminthiasis/ STH) akan menjadi infeksius selama tumbuh pada

tanah yang sesuai.1

Spesies cacing yang terutama berkaitan dengan manusia adalah Ascaris lumbricoides,

Trichuris attrichiura, Necator americanus yang telah menginfeksi lebih dari seperempat

populasi dunia. WHO melaporkan bahwa lebih dari 2 milyar orang terinfeksi oleh STH yang

mana lebih dari 1 milyar oleh Ascaris lumbricoides, 750 juta oleh Trichuris trichiura dan 900

juta oleh cacing tambang atau Necator americanus. Ascaris lumbricoides terutama megeinfeksi

anak dibawah 10 tahun dengan prevalensi tertinggi pada kelompok usia 7-12 tahun. Trichuriasis

mempunyai prevalensi tertinggi antara usia 5 dan 15 tahun, dan cacing tambang menginfeksi

dengan prevalensi pada usia 12 sampai dengan 17 tahun.1,2

Di Indonesia infeksi cacing usus masih merupakan problem kesehatan masyarakat yang

penting, dengan prevalensi yang cukup tinggi. Hasil survei di beberapa tempat menunjukkan

prevalensi antara 60%-90% pada anak usia sekolah dasar. Prevalensi askariasis di Indonesia

tinggi, terutama pada anak usia 1 sampai dengan 10 tahun. Parasit ditularkan melalui

kontaminasi makanan dan minuman oleh telur yang infektif.3

Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan paru-paru akan

menyebabkan sindrom Loeffler.4 Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam,

sesak nafas, eosinofilia, dam pada foto Roentgen toraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama

3 minggu.5 Banyak penyebab sindrom ini, tetapi pada negara berkembang penyebab tersering

adalah sekunder dari migrasi larva dari infeksi cacing di saluran pencernaan.6 Diagnosis sindrom

Loeffler hanya dapat dibuat; pertama, dengan eosinofilia, kedua, bayangan x-ray yang bersifat

Page 3: Fix

sementara dan ketiga tampilan klinis.7 Dalam menegakkan diagnosis sindrom Loffler, seringkali

bergantung pada bidang radiologis.6

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui definisi, etiologi, gejala

klinis, pemeriksaan fisik, temuan laboratorium, pemeriksaan radiologis, patologi, diagnosis,

diagnosis banding, komplikasi dan prognosis dari Sindrom Loeffler.

1.3 Manfaat Penulisan

Referat ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi tentang gambaran radiologi

pada sindrom Loeffler.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan referat ini menggunakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur.

Page 4: Fix

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah SWT karena dengan izin-Nya lah

penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Sindrom Loeffler” sebagai salah satu syarat

untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik senior di Bagian Radiologi Universitas Andalas RSUP

DR.M.Djamil Padang.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada pembimbing dr. Lila Indrati Sp.Rad dan semua

pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membaca demi kesempurnaan makalah

ini. Penulis juga berharap referat ini dapat memberikan dan meningkatkan pengetahuan serta

pemahaman tentang Gambaran Radiologi Pada Sindrom Loeffler, terutama bagi penulis sendiri

dan bagi rekan-rekan sejawat lainnya.

Padang, Februari 2013

Penulis

Page 5: Fix

DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................... i

Daftar Isi........................................................................................................................ ii

Daftar Gambar................................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1

1.2 Batasan Masalah.......................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................... 2

1.4 Metode Penulisan......................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ascaris lumbricoides.................................................................................... 3

2.1.1 Morfologi dan daur hidup.................................................................. 3

a. Morfologi........................................................................................ 3

b. Daur hidup..................................................................................... 4

2.1.2 Patologi dan gejala klinis................................................................... 5

2.2 Sindrom Loeffler........................................................................................ 6

2.2.1 Definisi……………………………………………………….……. 6

2.2.2 Sejarah ............................................................................................... 6

2.2.3 Etiologi............................................................................................... 6

2.2.4 Gejala klinis........................................................................................ 7

2.2.5 Pemeriksaan fisik................................................................................ 7

2.2.6 Temuan laboratorium.......................................................................... 8

2.2.7 Pemeriksaan radiologis…………………………............................... 8

2.2.8 Patologi............................................................................................... 15

2.2.9 Diagnosis……………………………………………………………. 15

2.2.10 Diagnosis banding…………………………………………………... 16

2.2.11 Komplikasi…………………………………………………………... 26

2.2.12 Prognosis…………………………………………………………….. 26

Page 6: Fix

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................

28

Page 7: Fix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Cacing Ascaris lumbricoides……………………………………………….. 3

Gambar 2 Telur Ascaris lumbricoides………………………………...…………….…. 4

Gambar 3 Daur hidup Ascaris lumbricoides…………………………………………… 5

Gambar 4 Foto thorak A sindrom Loeffler……………………………………............. 9

Gambar 5 Foto thorak B sindrom Loeffler ….………………………………………... 9

Gambar 6 Foto thorak C sindrom Loeffler ………….………………………………… 10

Gambar 7 Foto thorak D sindrom Loeffler ………..………………………………….. 10

Gambar 8 Foto thorak E sindrom Loeffler ………………………………. …………. 11

Gambar 9 CT-resolusi-tinggi A.…………………………………………………….... 12

Gambar 10 CT-resolusi-tinggi B ……..……………………………………………….. 12

Gambar 11 CT-resolusi-tinggi C ……………………………………………………… 13

Gambar 12 CT-resolusi-tinggi D ……………………………………………………… 13

Gambar 13 CT halo sindrom Loeffler…………………………………………………. 14

Gambar 14 Histopatologi sindrom Loeffler………………………………………….... 15

Gambar 15 Pulmonary Vasculitis …………………………………………………….. 17

Gambar 16 Cryptogenic Organizing Pneumonia………….…………………………… 18

Gambar 17 Invasive Pulmonary Aspergillosis ………………..………………………. 19

Gambar 18 Mucormycosis …………………………………………………………….. 20

Gambar 19 Pulmonary Candidiasis Pulmonary ……………..………………………… 21

Gambar 20 Wegener’s granulomatosis ………………………………………………... 22

Gambar 21 Leukimic Infiltrates ……………………………………………………….. 23

Gambar 22 Bronchioalveolar Carcinoma ……………………………………………… 25

Page 8: Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Ascaris lumbricoides

2.1.1 Morfologi dan Daur Hidup

Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah Ascaris lumbricoides atau yang lebih dikenal

dengan nama cacing gelang dan yang penularannya dengan perantara tanah (Soil Transmitted Helmints).

Infeksi yang disebabkan oleh cacing ini disebut Askariasis.3,4

a. Morfologi

Cacing jantan berukuran 10-30cm, sedangkan betina 22-35cm. Stadium dewasa hidup dirongga usus

halus. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir perhari, dimana terdiri dari

telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi.4,8

Gambar 1.Cacing Ascaris lumbricoides dewasa (A: betina dan B: jantan)9

Page 9: Fix

Telur yang dibuahi bentuknya oval melebar, mempunyai lapisan yang tebal dan berbenjol-benjol, dan

umumnya berwarna coklat keemasan, ukuran panjangnya dapat mencapai 75 μm dan lebarnya 50 μm.

Telur yang belum dibuahi umumnya lebih oval dan ukuran panjangnya dapat mencapai 90 μm, lapisan

yang berbenjol-benjol dapat terlihat jelas dan kadang-kadang tidak dapat dilihat. Telur Ascaris

lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat yang mempunyai kelembaban tinggi dan pada

suhu 25-30 0C. Pada kondisi ini telur tumbuh menjadi bentuk yang infektif (mengandung larva) dalam

waktu 2-3 minggu.4,8,9

Gambar 2 Telur Ascaris lumbricoides9

b. Daur Hidup

Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam

waktu kurang lebih 3 (tiga) minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus.

Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan

kejantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah,

lalu dinding alveolus, masuk ronggas alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus.

Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk

karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam esophagus, lalu menuju usus halus. Di usus halus

berubah manjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan

waktu kurang lebih 2 (dua) bulan.4,8

Page 10: Fix

Gambar 3. Daur Hidup Ascaris lumbricoides. Telur dieliminasi melalui feses(1), menjadi embryonate dan infektif

dalm 18 hari. Setelah telur tertelan, larva akan menetas di saluran cerna, menyerang mukosa usus(3), dan akan

berpindah melalui portal(4) dan sirkulasi sistemik ke paru(5), naik ke bronkus, masuk ke esofagus dan tertelan

kembali. Di usus halus(6) larva berubah menjadi cacing dewasa.10

Page 11: Fix

2.1.2 Patologi dan Gejala Klinis

Gejala yang timbul pada penderita Ascariasis dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva.

Gangguan karena larva biasanya terjadi saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi perdarahan

kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai dengan batuk, demam,

eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat. Pada kasus ini sering terjadi kekeliruan diagnosis karena

mirip dengan gambaran TBC, namun infiltrat ini menghilang dalam waktu 3(tiga) minggu, setelah

diberikan obat cacing pada penderita. Keadaan ini disebut sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan

oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan

seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. 3,4,8

Tantular, K (1980) yang dikutip oleh Moersintowarti (1990) mengemukakan bahwa 20 ekor

cacing Ascaris lumbricoides dewasa dalam usus manusia mampu mengkonsumsi hidrat arang sebanyak

2,8 gr dan 0,7 gr protein setiap hari.4 Dari hal tersebut dapat di perkirakan besarnya kerugian yang

disebabkan oleh infestasi cacing dalam jumlah yang cukup banyak sehingga dapat menimbulkan

keadaan kurang gizi. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga

memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini menggumpal dalam usus

sehingga terjadi obstruksi usus (ileus).3,4,8

2.2 Sindrom Loeffler

2.2.1 Definisi

Sindrom Loeffler merupakan infiltrasi paru sementara yang disertai dengan batuk, demam,

dispnea, dan eosinofilia; dapat bersifat idiopatik atau karena infestasi parasit (khususnya Ascaris

lumbricoides), infeksi, atau terapi obat-obatan.5

2.2.2 Sejarah

Sindrom Loeffler pada permulaan digambarkan oleh ahli penyakit dalam dari Swiss Wilhelm

Loffler (1887-1972) sebuah gangguan klinis yang dicirikan oleh infiltrate pulmonar yang sementara

disertai eosinofilia darah perifer yang bervariasi dari 10 persen – 60 persen pada pasien sakit ringan atau

asimptomatik. Infiltrat pulmonar yang berpindah dikenal pada banyak penyakit paru dan istilah sindrom

Loeffler dipertukarkan dengan banyak nama yang berbeda; termasuk diantaranya, simple pulmonary

eosinophilia (SPE),‘cryptogenic eosinophilic pneumonia’,‘larval pneumonitis’,‘pulmonary infiltrates with

eosinophilia (PIE)’, dan Loffler’s pneumonia. 6,7

Page 12: Fix

2.2.3 Etiologi

Penyebab sindrom Loeffler yang non-infeksi termasuk reaksi obat (penisilin, sulfonamid, asam

aminosalisilat, nitrofurantoin), asap dan inhalasi debu (Jamur, zinc klorida, berilium,nikel), penyakit

vaskular kolagen (poliarteritis nodosa, reumatoid arthritis, sistemik lupus eritematosus) dan penyakit

neoplastik (penyakit Hodgkin). Penyebab sindrom Loffler yang merupakan infeksi termasuk protozoa,

fungi, bakteri dan helmin.6

Pada Negara berkembang dengan jumlah parasit yang tinggi, helmintik adalah penyebab

predominan. Mayoritas cacing yang terlibat merupakan kelompok nematoda, termasuk Strongyloides

stercoralis, Ascaris Lumbricoides, Toxocara canis, Schistosoma mansoni, Parognimus westermani,

Wuchereria bancrofti, Dirofilaria immiris, Trichuris trichuria dan Fasciola hepatica.6

Pada anak, biasanya disebabkan oleh infeksi cacing. Mungkin patogen yang paling lazim di

Negara ini adalah larva Askaris anjing, Toxocara canis, dan yang tidak begitu sering Askaris kucing,

Toxocara cati.11

2.2.4 Gejala klinis

Sindrom Loeffler ditandai dengan penyebaran infiltrasi paru sementara, yang secara

roentgenografi berbeda dalam ukuran tetapi dapat menyerupai gambaran tuberkulosis milier , dan

dengan kadar eosinofilia darah yang dapat mencapai 70%. Perjalanan klinis biasanya tidak berat dan

berkisar dari beberapa hari sampai beberapa bulan. Biasanya ada serangan batuk paroksismal dan

berdahak, kadang-kadang ada rasa logam pada sputum, tidak jarang disertai dengan nyeri dada,

dispneu, pleuritis, dan sedikit atau tidak ada demam, serta fatigue.7,11

2.2.5 Pemeriksaan fisik

Perkusi pekak dan suara nafas berkurang pada area yang terlibat, ronkhi yang berpindah dapat

ditemukan, mungkin disertai hepatomegali, terutama pada bayi dan anak kecil.7,11

2.2.6 Temuan laboratorium

Pada penderita sindrom Loeffler didapatkan eosinofilia dengan rentang 10-60 persen, pada

beberapa kasus eosinofilia dapat mencapai 85 persen. Pada beberapa kasus eosinofilia mencapai puncak

ketika infiltrat pulmonar hampir hilang. Hitung sel darah putih bervariasi dari 8.000 sampai 15.000 mm 3.

Terkadang leukositosis sampai dengan 20.000 mm3. Nilai sedimentasi berkisar 8 sampai 15 mm dalam

Page 13: Fix

satu jam. Pada anak dapat disertai hiperglobulinemia, agaknya sebagai akibat disfungsi hati dan dalam

responsnya terhadap invasi parasit jaringan.7,11

2.2.7 Pemeriksaan Radiologis

Manifestasi radiografis pada SPE terdiri dari konsolidasi yang berpindah dan sementara yang

akan hilang secara spontan dalam 1 bulan. Konsolidasi pada SPE merupakan konsolidasi yang

nonsegmental, mungkin tunggal atau banyak, biasanya mempunyai batas area sakit yang jelas, dan

sering mempunyai distribusi di perifer.

Bayangan yang terlihat pada pemeriksan roentgen dengan gambaran bervariasi sebagai berikut7 :

- Besar, lebih atau kurang outlined ireguler, kepadatan unilateral atau bilateral

- Sedikit infiltrasi pada infraclavicular

- Densitas sirkular multipel, unilateral atau bilateral

- Densitas tajam terletak pada lobus kanan tengah

- Densitas homogen atau nodular

Karakteristik roentgen digambarkan oleh Loeffler terdiri dari konsolidasi yang muncul tiba-tiba

pada berbagai bagian paru dan hilang secara cepat ketika konsolidasi yang baru muncul pada bagian

paru yang lain. Bayangan tersebut lebih sering muncul pada lapangan paru bawah dekat diafragma dan

dengan ukuran bervariasi, akan hilang dalam tiga minggu dan biasanya hanya meninggalkan bekas

fibrous star-shaped yang sangat halus. 7 Gambar radiologis berikut merupakan perjalanan awal sindrom

loeffler sampai dengan resolusi lengkap (Gambar 4,5,6,7 dan 8).

Page 14: Fix

Gambar 4. Aug 22, Pemeriksaan pertama, Roentgenogram menunjukkan konsolidasi pada midportion paru kiri dan

infiltrasi pada paru kanan12

Gambar 5. Aug, 29 Tanda regresi konsolidasi pada paru kiri dengan tidak ada perubahan pada paru kanan. Infiltrasi

pada sudut cardiofrenikus kanan. 12

Page 15: Fix

Gambar 6. Sept, 15 Regresi lengkap pada konsolidasi paru kiri, sedikit infiltrasi pada kedua infraclavicula dan

permulaan konsolidasi pada midportion. Infiltrasi pada sudut cardiofrenikus kanan.12

Gambar 7. Oct, 10 Resolusi pada infiltrasi infraclavicular, tetapi peningkatan konsolidasi pada paru kanan. Infiltrasi

pada sudut cardiofrenikus kanan masih ada.12

Gambar 8. Nov, 20 Resolusi lengkap12

Page 16: Fix

Temuan CT-resolusi-tinggi terdiri dari opasitas ground-glass atau konsolidasi airspace terutama

meliputi bagian perifer dari zona paru tengah dan atas, dan juga nodul-nodul airspace disekeliling

opasitas ground-glass (Gambar 9 dan 10).13

Pada laporan kasus CT-resolusi-tinggi di Afrika Selatan menunjukkan adanya penebalan dinding

alveolar dan infiltrasi interstisial oleh eosinofil, limfosit dan sel-sel plasma. Ruang Alveolar mengandung

agregat-agregat histiosit dan sejumlah eosinofil. Serial radiografis dada menunjukkan opasifikasi patchy

bilateral yang berganti-ganti. CT-resolusi-tinggi dilakukan pada fase subakut penyakit, menunjukkan;

bilateral, asimetris, patchy, peripheral, area atas dan bawah septal interlobular menebal yang

berhubungan dengan area airspace pada bagian sentral dan area dependent di perifer paru. (Gambar 11

dan 12).6

Gambar 9. SPE pada seorang pria berusia 25 tahun dengan 13,5% eosinofila perifer. Pada potongan tipis melintang

(1-mm collimation) CT scan (lung windowing) menunjukkan konsolidasi dan opasitas ground-glass terutama

meliputi daerah perifer kedua lobus bagian bawah. 13

Page 17: Fix

Gambar 10. SPE pada seorang wanita berusia 46 tahun dengan 30,1% eosinofilia perifer. Pada potongan

tipis melintang (1-mm collimation) CT scan (lung windowing) menunjukkan sebuah airspace nodule

dengan opasitas ground-glass pada lobus kanan bawah.13

Gambar 11. Temuan CT-resolusi-tinggi bagian dada (a) Zona atas dengan area patchy disertai penebalan septal

interlobular, sisi kanan lebih buruk pada sisi kiri, berkaitan dengan area air-space.6

Page 18: Fix

Gambar 12. (b) Scan zona tengah atau bawah menunjukkan patchy , disertai penebalan garis septa interlobular

basal dan perifer pada lobus paru. Di area sentral dan area yang menggantung ditemukan air-space. Bagian

anterior paru relative aman.6

Sindrom Loeffler telah dilaporkan menunjukkan tanda CT halo pada potongan tipis CT ini. Pada

kondisi ini, penipisan ground glass dari tanda CT halo disebabkan oleh infiltrasi eosinofil ke pulmonar

dan sel-sel inflamasi lain secara patologis. Pada proses ini, nodul bersusun secara histologis pada area

sentral abses netrofilik, sebaliknya ground glass tipis disekeliling area eksudat inflamasi di intra alveolar

dan perubahan fibrotik serta infiltrasi sel inflamasi kronis pada septa alveolar dan interstisium

peribronkial.14

Gambar 13. Simple pulmonary eosinofilia (Loeffler sindrom) pada seorang pria berusia 42 tahun dengan

eosinofilia perifer (53,5% eosinofil pada darah perifer). Potongan tipis CT menunjukkan nodul kecil yang multiple

(ditunjukkan oleh panah) dengan dikelilingi halo dari opasitas ground glass pada lobus kanan bawah.14

Page 19: Fix

2.2.8 Patologi

Secara umum paru tampak intact tanpa fibrosis atau nekrosis. Eksudat protein dan fibrin tampak

menyertai infiltrat eosinofil. Pemeriksaan mikroskop elektron akan memperlihatkan degranulasi

eosinofil. Reaksi paru dengan eksudat inflamasi dengan toksin, eksudasi pada aveoli dan infiltrasi

eosinofil pada alveoli dan jaringan interstisial, reaksi inflamasi melibatkan pleura dan fisura interlobular.

Spesimen patologi menunjukkan edema dan akumulasi dari eosinofil pada septa alveolar dan

interstisium.8 Konsolidasi pneumonik terlokalisasi disertai eosinofilia dapat terjadi. Pemeriksaan autopsi

menunjukkan bukti adanya infiltrasi eosinofil dalam paru-paru dan dalam organ-organ lain.11,15,16

Gambaran 14. histopatologis, ditandai dengan eosinofil intraalveolar, fibrin, danmakrofag eosinofilik yang besar,

dikelilingi oleh dikeliling hyperplasia sel reaksi tipe II yang mencolok. (A) Magnifikasi rendah dengan pemadatan

parenkim. (B) fibrin yang menonjol pada air-spaces dengan eosinofil dan sel reaksi tipe II.15

2.2.9 Diagnosis

Diagnosis sindrom Loeffler hanya dapat dibuat berdasarkan: pertama, dengan eosinofilia;

kedua, bayangan roentgen yang bersifat sementara dan ketiga tampilan klinis.7

Page 20: Fix

Dalam menegakkan diagnosis sindrom Loffler, seringkali bergantung pada bidang radiologis.

Gambaran radilogis dada yang didapat selama fase berpindah secara klasik menunjukkan nodul-

nodul miliar halus atau difus, opasitas meningkat pada area interstisial retikulonodular. Pada

perkembangan infestasi yang lebih berat, bilateral, patchy air-space, peningkatan opasitas pada area

alveolar dan segmental atau bahkan area lobus dengan opasitas yang mungkin meningkat. Temuan-

temuan demikian berhubungan dengan beberapa proses pulmonar, tetapi kehadiran larva filariform

pada sputum, bilasan bronkus, atau specimen biopsy paru merupakan diagnostik. Kehadiran telur dari

nematode penyebab, kecuali pada tahap infestasi awal atau hanya populasi cacing jantan, memperkuat

diagnosis sindrom Loffler yang merupakan sekunder dari perpindahan larva.6

2.2.10 Diagnosis banding

Diferensial diagnosis dari opasitas pulmonary yang berpindah termasuk pulmonary hemorrhage-

pulmonary vasculitis, cryptogenic organizing pneumia. Pada pasien dengan nodul-nodul airspace yang

disertai halo opasitas ground-glass, diferensial diagnosis termasuk penyakit infeksi (invasive pulmonary

aspergillosis, mucormycosis, candidiasis) dan penyakit noninfeksi (Wegener granulomatosis, primer atau

metastase tumor darah, bronchioloalveolar carcinoma).13

a. Pulmonary vasculitis

Pulmonary vasculitides merupakan gangguan inflamasi noninfeksi yang terutama terjadi pada

pembuluh darah paru, mulai dari arteri pulmonar utama sampai ke kapiler-kapiler alveolar. Secara

histopatologis, dibagi menjadi kondisi inflamasi selular akut dan kronik pada dinding pembuluh darah

dan berperan pada proses destruksi pembuluh darah dan nekrosis jaringan sekitar. Temuan pencitraan

pada pulmonary vasculitis bervariasi dan tidak khas.

Temuan pencitraan dapat berupa kombinasi atau isolated dari hal berikut; opasitas ground-

glass/ GGO yang luas (berkaitan dengan perdarahan alveolar yang luas), area GGO atau konsolidasi yang

fokal atau berupa bercak, nodul dengan kavitas dan tanpa kavitas, nodul sentrilobular kecil (diameter

nodul < 10 mm) yang tidak khas, tanda tree-in-bud pada vaskuler (nodul-nodul sentrilobular kecil dan

struktur percabangan nodular) dapat ditemukan. Temuan radiologi yang utama pada vaskulitis pada

pembuluh darah besar adalah penebalan dinding arterial (Gambar 15 ).17,18

Page 21: Fix

Gambar 15. Perempuan usia 30 tahun dengan vaskulitis pembuluh darah besar. Pada CT dengan kontras- potongan

aksial menunjukkan penebalan dinding dan lumen menyempit pada arteri pulmonary kiri bagian proksimal

(panah). Penebalan dinding (kepala panah) pada aorta torasika asenden dan desenden .17

b. Cryptogenic Organizing Pneumonia.

Cryptogenic Organizing Pneumonia merupakan sebuah penyakit paru yang tidak biasa, dicirikan

dengan adanya granulasi jaringan polyps yang kecil – kecil pada interior alveoli; pada duktus alveolar ;

dan perluasan sampai ke bronkiolus (Masson bodies). Polyps ini berhubungan dengan focal organizing

pneumonia. Pada pemeriksaan CT-resolusi-tinggi ditemukan area konsolidasi parenkim atau penipisan

ground-glass yang sering bilateral, khas pada subpleural atau area peribronkovaskuler ,dan terutama

pada lobus bawah. Nodul atau massa, terkadang dikelilingi halo. Temuan lainnya dapat berupa area

konsolidasi dalam bentuk bercak (perifer, bilateral).19,20

Page 22: Fix

Gambar 16. CT-resolusi-tinggi cryptogenic organising pneumonia, menunjukkan opasitas berupa bercak di kedua

sisi alveolar.20

c. Angioinvasive Pulmonary Aspergillosis

Angioinvasive Pulmonary Aspergillosis sering pada pasien immunosuppressed. Angioinvasive

Pulmonary Aspergillosis dicirikan dengan adanya satu atau banyak nodul, khasnya dikelilingi oleh halo

pada penipisan ground-glass (Tanda CT halo), area konsolidasi atau opasitas ground-glass. Temuan ini

sesuai dengan hemorrhagic infarcts, dan kavitas mungkin terjadi. Selama fase penyembuhan, bagian –

bagian paru yang infracted mungkin terpisah dari parenkim yang berdekatan (pulmonary sequestra),

menghasilkan sebuah kavitas dengan tanda air crescent.19

Page 23: Fix

Gambar 17. Invasive pulmonary aspergillosis pada laki-laki berusia 39 tahun dengan leukemia mielogenik akut dan

neutropenia. Pemeriksaan CT (potongan tipis) pada apeks paru menunjukkan nodul yang multiple dikelilingi

opasitas ground-glass dengan halo pada kedua lobus atas.14

d. Mucormycosis

Mucormycosis merupakan infeksi jamur dari class Zygomycetes, infeksi ini biasanya disebabkan

oleh terhirupnya spora; oleh sebab itu sinus paranasal dan paru sering terinfeksi. Faktor risiko infeksi ini

termasuk diabetes (khususnya pada keadaan ketoasidosis diabetik), keganasan hematologis,

transplantasi organ dan stem cell, immunosuppression, penyakit graft-versus-host, dan terapi

desferoxamine. Gejala klinis infeksi ini bervariasi, tergantung dari bagian yang terkena. Infeksi di paru

dapat menyebabkan; demam, batuk, hemoptysis, dan nyeri dada pleuritic. Infeksi di sinus paranasal

menyebabkan; nyeri wajah, gangguan penghidu, hidung tersumbat, epistaksis, dan sakit kepala.

Temuan pencitraan sering tidak khas dan termasuk; konsolidasi, nodul-nodul, massa, kavitas,

lymphadenopathy, dan efusi pleura. Hasil pencitraan yang memberi kesan infeksi jamur adalah tanda

air crescent (suatu gambaran luscent tipis antara paru yang nekrotik dan parenkim sekitar) dan tanda

halo (konsolidasi dengan rim disekeliling ground-glass opacity/ GGO).21

Page 24: Fix

A. B.

Gambar 18. A. Pemeriksaan awal, gambaran CT tanpa kontras dengan potongan axial pada lobus atas paru kanan.

Ditemukan area konsolidasi yang fokal di segmen anterior pada lobus atas paru kanan dengan GGO disekeliling. B.

CT tanpa kontras dengan potongan axial pada lobus atas paru kanan, satu minggu setelah gambar. Ditemukan

peningkatan ukuran konsolidasi dibandingkan sebelumnya. Ditemukan juga GGO sentral yang baru dengan

konsolidasi rim yang irregular disekeliling (kebalikan tanda halo). Tambahan, konsolidasi yang bersatu dan GGO

telah meluas ke pleura visceral, menghasilkan penebalan pleura.21

e. Pulmonary Candidiasis

Pulmonary candidiasis dengan penyebaran secara hematogen berperan pada microabscesses

yang luas, infected thrombi, dan area dengan infark hemoragik. Infeksi kandida seperti ini mungkin

bermanifestasi sebagai nodul-nodul miliar, dengan ukuran diameter kurang dari 1 cm. Temuan CT pada

pulmonary candidiasis mirip dengan infeksi paru lain yaitu berupa nodul opaq dan area konsolidasi

airspace fokal atau multifokal.14,22

Gambar 19. Infeksi Candida albicans pada laki-laki usia 28 tahun dengan leukemia myeloid akut dan transplantasi

stem cell hematopoietic. Pemeriksaan CT dengan potongan transversal tipis (1-mm collimation, lung window)

menunjukkan area ground-glass opacity berupa bercak yang multifocal pada ke dua sisi lobus atas, dan nodul

Page 25: Fix

terbesar berukuran lebih dari 1 cm (panah) dengan dikelilingi halo dari ground-glass opacity di segmen superior

pada lobus bawah paru kanan. 22

f. Wegener Granulomatosis

Wegener Granulomatosis merupakan penyakit multisystem dengan penyebab yang tidak

diketahui, dicirikan dengan necrotizing granulomatous vasculitis terutama pada saluran nafas atas dan

bawah, paru, dan ginjal. Diagnosis Wegener Granulomatosis ditegakkan dengan biopsy dan pemeriksaan

antineutrophil cytoplasmic antibodies. Pada pemeriksaan CT-resolusi-tinggi ditemukan nodul pada paru

atau massa, opasitas ground-glass atau konsolidasi, dan keterlibatan jalan nafas. Kavitas sering

ditemukan. Konsolidasi dan opasitas ground-glass biasanya berhubungan dengan perdarahan yang

terlokalisir pada nodul pulmonar.14,19

Page 26: Fix

Gambar 20. Wegener’s granulomatosis pada perempuan usia 70 tahun. Pemeriksaan CT (potongan tipis)

menunjukkan nodul pulmonar dengan tanda CT halo pada lobus bawah paru kiri (panah tebal). Nodul lain pada

lobus tengah paru kanan tetapi tanpa dikelilingi opasitas ground-glass (panah tipis).14

g. Pulmonary Leukemic Infiltrates

Pulmonary leukemic infiltrates ditemukan sekitar 26-64 % pada pasien leukemia. Temuan

radiografis pada pulmonary leukemic infiltrates digambarkan sebagai pola reticular yang luas, walaupun

nodul pulmonar dan opasitas homogen yang fokul pernah dilaporkan. Pada suatu penelitian dengan

menggunakan CT konvensional, ditemukan nodul pulmonar tunggal dan multiple yang dihasilkan oleh

infiltrasi leukemic. Pada CT-resolusi-tinggi ditemukan penebalan interstisial (termasuk aksial dan perifer),

temuan ini sesuai dengan penelitian patologi yang menggambarkan kecendrungan sel leukemia

menginfiltrasi peribronkial dan connective tissue peribronkial. Distribusi infiltrasi leukemic di peribronkial

mungkin disebabkan oleh predileksi sel leukemia pada rute limfatik. Pola abnormal pada pemeriksaan

radiografis dada dapat ditemukan bervariasi; reticulation, multifocal consolidation, ground-glass

opacities, dan nodul halus. Sebagian besar pemeriksaan menunjukkan pola interstisial dan penebalan

septal dalam bentuk garis Kerley B.

Disimpulkan, jika pada pemeriksaan pasien leukemia dengan menggunakan CT-resolusi-tinggi ditemukan

penebalan interstisial, maka pulmonary leukemic infiltrates dapat dipertimbangkan.23

Page 27: Fix

A. B.

Gambar 21. Pada Laki-laki usia 51 tahun dengan leukemia myelogenik. A. Radiofgrafis dada menunjukkan area

konsolidasi yang multifocal, penebalan peribronkial dan nodul opaq yang poorly defined. B. CT-resolusi-tinggi (1-

mm collimation) yang difokuskan pada lobus bawah paru kanan, menunjukkan penebalan bronchovascular bundles

(panah), nodul peribronkial yang poorly defined (panah), ground-glass attenuation, daerah konsolidasi perifer.23

Page 28: Fix

C

Gambar. 21. C. CT-resolusi-tinggi (1-mm collimation) yang difokuskan pada lobus bawah paru kanan, menunjukkan

nodul multiple yang bersatu pada distribusi sentrilobular (panah).23

h. Bronchioloalveolar Carcinoma

Bronchioloalveolar Carcinoma didefinisikan sebagai suatu subtipe adenocarcinoma dengan

penyebaran intraalveolar dan pertumbuhan lepidic sekitar interstitial framework yang utuh, dengan

tidak ada bukti invasi ke stromal, vaskuler atau pleura. Pada pemeriksaan CT-resolusi-tinggi,

bronchioloalveolar carcinoma dapat ditemukan sebagai nodul pulmoner yang tunggal disertai dengan

ground-glass attenuation atau nodul pulmoner yang banyak dengan densitas bervariasi, dengan atau

tanpa kavitas, air bronchograms, bubblelike lucencies of pseudocavitation, unifokal atau multifokal

opasitas ground-glass, crazy paving pattern, konsolidasi lobar atau multilobar, atau kombinasi ciri – ciri

tersebut.

Bronchioalveolar carcinoma dilaporkan sebagai kondisi yang paling sering menunjukkan tanda

CT halo pada pasien immunocompetent. Bronchioalveolar carcinoma juga dapat menunjukkan

pseudocavitation yang digambarkan dengan area luscent di dalam nodul. Dengan adanya

pseudocavitation, tanda CT halo cukup khas untuk memberi kesan bronchioalveolar carcinoma.14,19

Page 29: Fix

Gambar 22. Bronchioalveolar carcinoma pada perempuan berusia 60 tahun. Pemeriksaan CT (potongan tipis) pada

bronkus intermedius menunjukkan nodul pulmonar perifer dengan tanda CT halo.14

2.2.11 Komplikasi

Pada beberapa kasus terjadi peningkatan resistensi sirkulasi pulmonar yang berakhir dengan

ketegangan pada ventrikel kanan. Pleura efusi juga dilaporkan sebagai komplikasi sindrom

Loffler pada beberapa kasus7

2.2.12 Prognosis

Prognosis baik, penyembuhan spontan dari tanda fisik, bayangan roentgen dan eosinofilia dalam

waktu tiga minggu sampai satu bulan. Pada beberapa kasus dilaporkan kondisi berakhir dalam

waktu lama dengan penyembuhan yang tertunda.7,11

Page 30: Fix

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Manifestasi radiografis pada sindrom Loeffler terdiri dari konsolidasi yang berpindah

dan sementara yang akan hilang secara spontan dalam 1 bulan. Konsolidasi pada SPE merupakan

konsolidasi yang nonsegmental, mungkin tunggal atau banyak, biasanyamempunyai batas area

sakit yang jelas, dan sering mempunyai distribusi di perifer . Pada temuan CT-resolusi-tinggi

terdiri dari opasitas ground-glass atau konsolidasi airspace terutama meliputi bagian perifer dari

zona paru tengah dan atas, dan juga nodul-nodul airspace disekeliling opasitas ground-glass.

Page 31: Fix

DAFTAR PUSTAKA

1. Rita A, Dimyati Y, Bidasari L, Syahril P, Chairuddin PL. Association between soil-transmitted

helminthiasis and hemoglobin concentration in primary school children. Paediatrica Indonesiana

2005; 45(1-2):24-30.

2. Charles DS. Pengaruh Infeksi Cacing Usus yang Ditularkan Melalui Tanah pada Pertumbuhan Fisik

Anak Usia Sekolah Dasar. Sari Pediatri 2006; 8(2):112-117.

3. Pohan, Hardiman T. Penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah. Dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Edisi-IV. Jakarta: PPDIPD-FKUI, 2007. h. 1764-1766.

4. Margono, Sri S. Nematoda Usus.Dalam Buku Parasitologi Kedokteran. Edisi –IV. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI, 2004. h. 8-11, 23-24.

5. Dorland, W.A. Newman. Dorland’s illustrated medical dictionary. Jakarta:EGC, 2006. h.2140.

6. S Andronikou, G du Toit, M Carrighal, A Argent. Imaging findings in a patient with eosinophilic

pneumonia (Löffler’s syndrome). SA Journal Of Radiology 2005; 27-29.

7. HI Spector. Loeffler's Syndrome (Transient Pulmonary Infiltrations with Eosinophilia):Report of a

Case and a Review of the Available Literature. Available at: http://dlestjournal.chestpubs.org.

Accessed on 2nd February 2013.

8. Kazura JW, Sheral SP. Helminthic diseases. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,

penyunting. Nelson textbooktextbook of pediatric. Edisi-17. Philadelphia: Saunders, 2004.

9. Prianto LA, Juni. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta:EGC, 2006. h. 3-6

Page 32: Fix

10. Cinthia DO, Nilson YO, Manoel SR, Roberto, Angela HM, et al. Helminthic Diseases in the

Abdomen: An Epidemiologic and Radiologic Overview. RadioGraphics 2010; 30:253–267.

11. Stern, C Robert. Sindrom Loeffler (Pneumonia Eosinofilik) . Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,

Jenson HB, penyunting. Nelson textbooktextbook of pediatric. Edisi-16. Philadelphia: Saunders,

2000. h. 1494.

12. Edward BW, Watson HW. Loeffler's Syndrome:Report of a Case with a Brief Review of the

Literature. Available at: http://jnma.com.np. Accessed on 4th February 2013.

13. Yeon JJ, Kun IM, Im JS, Chang HL, Ki NL, et al. Eosinophilic Lung Diseases: A Clinical, Radiologic,

and Pathologic Overview. RadioGraphics 2007; 27:617–639

14. YR Lee, YW Choi, KJ Lee, SC Jeon, CK Park, JN Heo. CT halo sign: the spectrum of pulmonary

diseases. The British Journal of Radiology 2005; 78:862–865.

15.Kevin OL. Pathology of interstitial lung disease. Clin Chest Med 2004; 25:657

– 703.

16. Eddy S, Yudi P. Penyakit Paru Eosinofilik. Maj Kedokt Indon 2011; 61:35-41.

17. Man PC, Chin AY, Ho YL, Joungho H, Kyung SL. Imaging of Pulmonary Vasculitis. RSNA 2010; 323-

325.

18. J-F. Cordier. Cryptogenic organising pneumonia. European Respiratory Journal 2006;28(2):427

19. Edson M, Glaucia Z, Gustavo SPM, Dante LE, Arthur SS, Bruno H. The Reversed Halo Sign on

High-Resolution CT in Infectious and Noninfectious Pulmonary Diseases. American Journal of

Radiology 2011;197:69-70.

20. Tomas F, Nestor LM, Kyung SL, Anastasia O, Julia DF. Pulmonary Candidiasis after Hematopoietic

Stem Cell Transplantation: Thin-Section CT Findings. RSNA 2005; 236:334.

21. Jonathan HC, J. David G, Jason WC, Sudhakar JP. Pulmonary Mucormycosis. RSNA 2010;

256:867-868.

22. Eva C, Anna A, Xavier G, Marta A, Yolanda P, Josep MM, Jose R. When to Suspect Pulmonary

Vasculitis: Radiologic and Clinical Clues. RSNA 2010; 30:34,51.

23. Laura EH, Takeshi J, Suzanne W, Osamu H, Shigeynki Y, Nestor LM. Pulmonary Leukimic

Infiltrates: High-Resolution CT Findings in 10 Patients. American Journal of Radiology 2000;

174:517-521.

Page 33: Fix