25
BAB II PEMBAHASAN Luminescence adalah pendaran cahaya yang biasanya terjadi pada suhu rendah, yang merupakan satu bentuk radiasi. Hal ini dapat disebabkan oleh reaksi kimia, energi listrik, subatomic gerakan, atau stres pada kristal. Luminescence ini membedakan dari pijaran, yang merupakan cahaya yang dihasilkan oleh suhu tinggi. Berdasarkan penyebab terjadinya, luminescence dibagi atas dua macam, yaitu: 1. Photoluminescence Photoluminescence adalah peristiwa emisi kembali dari suatu molekul setelah dikenakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang sama atau berbeda (luminensi ini disebabkan oleh absorbsi foton). Keuntungan metode ini adalah adanya dua parameter eksitasi dan emisi yang masing-masing memberikan puncak- puncak panjang gelombang maksimum. Photoluminescence dibagi menjadi dua, yaitu: a). Fluorescence Fluorescence adalah transisi energi elektronik yang tidak mengakibatkan perubahan spin electron atau bisa juga diartikan sebagai suatu peristiwa dimana sebuah atom pada keadaan dasar dapat dieksitasi ke keadaan tingkat 1

Fluoro Paper

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kimia

Citation preview

Page 1: Fluoro Paper

BAB II

PEMBAHASAN

Luminescence adalah pendaran cahaya yang biasanya terjadi pada suhu rendah,

yang merupakan satu bentuk radiasi. Hal ini dapat disebabkan oleh reaksi kimia, energi

listrik, subatomic gerakan, atau stres pada kristal. Luminescence ini membedakan dari

pijaran, yang merupakan cahaya yang dihasilkan oleh suhu tinggi.

Berdasarkan penyebab terjadinya, luminescence dibagi atas dua macam, yaitu:

1. Photoluminescence

Photoluminescence adalah peristiwa emisi kembali dari suatu molekul setelah

dikenakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang sama atau

berbeda (luminensi ini disebabkan oleh absorbsi foton). Keuntungan metode ini

adalah adanya dua parameter eksitasi dan emisi yang masing-masing memberikan

puncak-puncak panjang gelombang maksimum. Photoluminescence dibagi menjadi

dua, yaitu:

a). Fluorescence

Fluorescence adalah transisi energi elektronik yang tidak mengakibatkan

perubahan spin electron atau bisa juga diartikan sebagai suatu peristiwa dimana

sebuah atom pada keadaan dasar dapat dieksitasi ke keadaan tingkat energi yang lebih

tinggi dengan cara menembaknya dengan elektron atau proton. Setelah beberapa saat

berada ditingkat tereksitasi, ia secara acak akan segera kemabali ke tingkat energi

yang lebih rendah, tidak harus kekeadaan semula. Fluorescence banyak terjadi pada

jenis molekul yang memiliki ikatan π terutama yang terkonjugasi karena pada proses

tersebut akan diperoleh nilai Ф yang cukup besar. Berikut ini gambar spin electron

pada fluorescence :

1

Page 2: Fluoro Paper

 

Sebuah atom pada keadaan dasar dapat dieksitasi ke keadaan tingkat energi yang

lebih tinggi dengan cara menembaknya dengan elektron atau foton. Setelah beberapa saat

berada di tingkat tereksitasi ia secara acak akan segera kembali ke tingkat energi yang

lebih rendah, tidak harus ke keadaan dasar semula. Proses acak ini dikenal sebagai

fluoresensi terjadi dalam selang waktu rerata yang disebut umur rerata, lamanya

tergantung pada keadaan dan jenis atom tersebut. Kebalikan dari umur ini dapat dipakai

sebagai ukuran kebolehjadian atom tersebut tereksitasi sambil memancarkan foton yang

energinya sama dengan selisih tingkat energi asal dan tujuan. Foton ini dapat saja diserap

kembali oleh atom yang lain sehingga mengalami eksitasi, tetapi dapat pula lolos keluar

sistem sebagai cahaya. Sebetulnya atom-atom yang tereksitasi tidak perlu menunggu

terlalu lama untuk memancar secara spontan, asalkan terdapat foton yang

merangsangnya. Syaratnya foton itu harus memiliki energi yang sama dengan selisih

tingkat energi asal dan tujuan. Tinjauan dua tingkat energi dalam sebuah atom E1 dan E2,

dengan E1 < E2. Cacah atom yang berada di masing-masing tingkat energi adalah N1 dan

N2. Untuk menggambarkan distribusi energi pada atom-atom itu dalam kesetimbangan

termal berlakulah statistik Maxwell - Boltzmann :

     N1 / N2 = exp ( E2 - E1 ) / kT           (1)

Persamaan ini menunjukkan bahwa dalam keadaan setimbang N1 selalu lebih besar

daripada  N2, tingkat energi rendah selalu lebih padat populasinya dibandingkan dengan

2

Page 3: Fluoro Paper

tingkat yang lebih tinggi. Dalam keadaan tak setimbang terjadilah perpindahan populasi

melalui ketiga  proses serapan dan pancaran tersebut di atas.

  

Atom-atom di E2 dapat saja melompat ke E1 secara spontan dengan kebolehjadian

transisinya A21 per satuan waktu. Apabila terdapat radiasi dengan frekuensi dan rapat

energi e (), terjadilah transisi akibat serapan dari E1 ke E2, dengan kebolehjadian sebut 

saja B12 e() karena terlihat jelas kebolehjadian ini sebanding pula dengan rapat energi

fotonnya. Pancaran spontan ini dapat pula merangsang transisi dari E2 ke E1 akibat

interaksinya dengan atom-atom yang berada dalam keadaan tereksitasi E2,

kebolehjadiannya B21e(). Sudah tentu semua transisi yang terjadi di sini berbanding

lurus dengan populasi atom di tingkat energi asalnya masing-masing.

Perubahan N2 secara lengkap :

 

               dN2/dt = B12.e()N1-A21+B21.e()]N2                                            (2)

 

Perubahan populasi ini disebabkan oleh pertambahan akibat serapan dan pengurangan

akibat pancaran. Setelah tercapai kesetimbangan antara atom-atom itu dengan radiasinya,

pengaruh serapan dan pancaran akan saling meniadakan

                                  dN2/dt = 0.

 

                               B12.e( N1 = [A21+B21.e( )].N2               (3)              

 

Distribusi statistik Bose Einstein, tampak bahwa foton adalah boson, dan persamaan

radiasi Planck dengan harga-harga :

 

                           A21/B12 = 8 h. 3 / c3                         (4)

dan

                            B21/B12 = 1                                           (5)

 

Persamaan (5) menunjukkan bahwa kebolehjadian atom-atom tersebut melakukan transisi

serapan adalah sama dengan kebolehjadiannya melakukan transisi akibat pancaran

3

Page 4: Fluoro Paper

terangsang. Tetapi pada keadaan normal pengaruh serapanlah yang lebih terasa karena

populasi atom lebih besar di tingkat energi yang lebih rendah.

 

Dari penjelasan di atas tampaknya ketiga proses : serapan, emisi spontan dan

terangsang, terjadi melalui suatu persaingan. Laser yang dihasilkan oleh pancaran

terangsang dengan demikian hanya bisa terjadi jika pancaran terangsang dapat dibuat

mengungguli dua proses yang lain. Nisbah laju pancaran terangsang terhadap serapan

dapat dihitung sebagai berikut.

           = Laju pancaran terangsang/Laju pancaran serapan                                           

            =   N2/N1                                                                            (6)

Dari persamaan ini tebukti tidaklah mungkin pancaran terangsang dapat mengungguli

serapan pada kesetimbangan termal, karena N1 yang selalu lebih besar daripada N2. Laser

bisa dibuat hanya jika N2 > N1 yang tentu saja tidak alamiah, keadaan terbalik seperti ini

disebut inversi populasi. Inversi populasi ini harus dipertahankan selama laser bekerja,

dan cara-caranya akan dijelaskan di bagian berikut.

 

Cara-cara untuk mencapai keadaan inversi populasi ini antara lain adalah  pemompaan

optis dan pemompaan elektris. Pemompaan optis adalah penembakan foton sedangkan

pemompaan elektris adalah penembakan elektron melalui lucutan listrik. Untuk menuju

keadaan inversi populasi pemompaan ini harus melakukan pemindahan atom ke tingkat

eksitasi dengan laju yang lebih cepat dibandingkan dengan laju pancaran spontannya. Hal

ini dapat dilakukan jika dipergunakan medium laser yang atom-atomnya memiliki tingkat

energi  metastabil. Sebuah metastabil memerlukan waktu yang relative lebih lama

sebelum tereksitasi dibandingkan dengan umurnya di tingkat eksitasinya yang lain.

 

Dengan demikian pada saat pemompaan terus berlangsung, terjadilah kemacetan lalu

lintas di tingkat metastabil ini, populasinya akan lebih padat dibandingkan dengan

populasi tingkat energi di bawahnya. Populasi tingkat energi dasar kini sudah terlampaui

populasi tingkat metastabil. Bila suatu saat secara spontan dipancarkan satu foton saja

yang berenergi sama dengan selisih energi antara tingkat metastabil dengan tingkat dasar,

4

Page 5: Fluoro Paper

ia akan memicu dan mengajak atom-atom lain di tingkat metastabil untuk kembali ke

tingkat dasar.

Akibatnya atom-atom itu melepaskan foton-foton yang energi dan fasenya

persis sama dengan foton yang mengajaknya tadi, terjadilah laser. Proses demikian inilah

yang terjadi pada banyak jenis laser seperti pada laser ruby dan laser-laser gas. Pada laser

uap tembaga yang terjadi adalah efek radiasi resonansi, inversi populasi dicapai dengan

cara memperpanjang umur atom tereksitasi terhadap tingkat energi dasar, sedangkan

umurnya terhadap tingkat metastabil tidak berubah. Dengan demikian inversi populasi

terjadi antara tingkat energi tinggi dengan tingkat metastabil. Setelah laser dihasilkan,

atom-atom akan banyak terdapat di tingkat metastabil. Koherensi keluaran laser bersifat

spasial maupun temporal, semua foton memiliki fase yang sama. Mereka saling

mendukung satu sama lain, yang secara gelombang d

ikatakan berinterferensi konstruktif, sehingga intensitasnya berbanding langsung kepada

N2, dengan N adalah cacah foton. Jelaslah intensitasnya ini jauh lebih besar dibandingkan

dengan intensitas radiasi tak - koheren yang hanya sebanding dengan N saja. Syarat

penting lainnya untuk menghasilkan laser adalah meningkatkan nisbah laju pancaran

terangsang terhadap laju pancaran spontannya. Nisbah tersebut mudah sekali

Didapat:

      = [ exp ( h /kT ) - 1 ] -1                    (7)

 

Persamaan (7) menunjukkan bahwa rapat energi e() harus cukup besar agar laser dapat

dihasilkan. Rapat energi foton ini dapat ditingkatkan dengan cara memberikan suatu

rongga resonator optik. Di rongga itulah rapat energi foton tumbuh menjadi besar sekali

melalui pantulan yang berulang-ulang pada kedua ujung rongga, dan terjadilah

perbesaran intensitas seperti yang ditunjukkan oleh nama laser. Pembuatan rongga

resonansi ini merupakan masalah yang memerlukan penanganan yang paling teliti pada

saat membangun suatu sistem laser. Kedua jenis pancaran itu akan sama pentingnya

apabila selisih tingkat energi h. memiliki orde yang sama malahan jauh lebih kecil

dibandingkan dengan energi termal k.T. misalnya saja pada gelombang pula amat sulit

dibuat, karena pancaran spontan akan lebih terboleh jadi.

5

Page 6: Fluoro Paper

b). Phosporescence

Phosporescence adalah transisi energi elektronik yang mengakibatkan perubahan spin

electron dari singlet ke triplet.

Intensitas dari fluorescence dilambangkan dengan Ip. Adapun persamaannya adalah

Ip = 2,303kФpPoεbC. Phosphorescence lebih disukai pada molekul yang memiliki

transisi n→π*. Oleh karena menyebabkan perubahan spin elektron dari singlet ke

triplet. Phosphorescence memiliki waktu hidup (lifetime) lebih lama daripada

flouroscence.

 Perbandingan grafik emisi spektra dari flouroscence dan phosphorescence

Proses Deaktivasi

Apabila kita membicarakan tentang transisi elektronik dalam photoluminescence

(flouroscence dan phosphoroscence) maka kita akan mengenal istilah Proses Deaktivasi.

6

Page 7: Fluoro Paper

Proses deaktivasi adalah kembalinya molekul yang tereksitasi (karena penyerapan foton)

ke keadaan semula. Proses deaktivasi pada flouroscensi (S0 S1) adalah 10-8 detik

sedangkan pada phosphorescence membutuhkan waktu 10-14 detik. Proses deaktivasi

dalam luminescence sendiri meliputi

a. Kecepatan proses emisi

Digambarkan sebagai selang waktu lamanya molekul tersebut tereksitasi, yang

kemudian dikenal dengan sebutan lifetime. Setiap molekul memiliki lifetime yang

berbeda-beda

b. Pengendoran vibrasi (relaksasi) .

Terjadi karena adanya benturan molekul teralarut dengan pelarut sehingga terjadi

pelepasan energi vibrasi menuju tingkat terendah. Kejadian ini diikuti dengan

radiasi emisi. Akibat adnya pengendoran vibrasi ini, energi radiasi emisi tersebut

menjadi lebih kecil daripada energi eksitasinya (pergeseran stokes ke panjang

gelombang lebih besar.

c. Konversi internal.

Proses perpindahan energi dari tingkat tinggi ke tingkat lebih rendah tanpa

melalui pelepasan radiasi. Hal ini bisa terjadi pada molekul yang mempunyai

tingkat energi yang berdekatan.

d. Konversi eksternal

Proses pemindahan energi dari molekul yang tereksitasi pada molekul yang

tereksitasi ke molekul lainnya. Pemindahan energi yang terjadi disini lebih besar

daripada pada pengendoran vibrasi. Konversi eksternal tidak diikuti emisi radiasi.

e. Lintasan antar sistem. Peristiwa pembalikan arah spin elektron dari singlet ke

triplet.

Proses deaktivasi dalam photoluminescence dipakai dalam perhitungamn nilai kuantum

yield.

7

Page 8: Fluoro Paper

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FLUORESCENCE

a. Pemadaman Fluorescence

Merupakan suatu proses deaktivasi yang meyebabkan molekul tidak memberikan

radiasi emisi, keadaan ini disebabkan adanya hambatan fisika dan kimia.

b. Kuantum Yield

Merupakan nisbah jumlah molekul yang mengalami fotoluminescence terhadap

jmlah semua molekul yang tereksitasi. Adapun besarnya kuantum Yield

dinyatakan sebagai

Ф =

c. Transisi

Elektronik Molekul

Dapat dikatakan hampir semua transisi elektronik akan memberikan radiasi emisi.

Fluorescence biasanya terjadi sebagai pancaran emisi dari tingkat eksitasi π*→π

atau dari π* n sebab pada proses tersebut akan diperoleh harga Quantum Yield

yang cukup besar. Oleh karena itu proses perpendaran flour biasanya terjadi pada

molekul yang mempunyai ikatan π.

d. Struktur Molekul

Adanya gugus aromatik dengan energi eksitasi rendah π→π* akan memberikan

intensitas fluorescence yang tinggi. Intensitas akan cendrung semakin tinggi

denagn bertambah banyaknya inti aromatik. Gugus karbonil alifatis atau alisiklik

dan stuktur molekul ikatan rangkap terkonjugasi juga akan memberikan pendar

fluor, akan tetapi intensitasnya akan lebih rendah dibanding gugus aromatis.

Selain dari ikatan rangkap terkonjugasi, hal lain yang sangat besar pengaruhnya

adalah kekakuan molekul. Molekul yang kaku akan memberikan harga konversi

internal yang kecil. Sehingga meningkatkan harga quantum yield yang berarti

menaikan intensitas perpendaran. Hal lain yang berpengaruh terhadap pendar

fluor dari segi struktur molekul adalah adanya ikatan kompleks kelat logam

organik yang cenderung menaikkan intensitas.

e. Efek Temperatur

8

Page 9: Fluoro Paper

Kenaikan temperatur yang mengeksitasi elektron melebihi tingkat keseimbangan

justru tidak akan menghasilkan pendar fluor. Pendar fosfor lebih baik dilakukan

pada temperatur kamar.

f. Efek Pelarut

Penurunan kekentalan pelarut akan menaikan harga tetapan konversi eksternal

yang berakibat sama dengan kenaikan temperatur (menurunkan intensitas radiasi).

Pengaruh polaritas pelarut juga berperan terhadap intensitas pendar fluor dan

pendar fosfor terutama pada molekul-molekul yang memberikan eksiasi dari π

π* atau n π*.

g. Pengaruh Derajat Keasaman

Perubahan derajat keasaman pada molekul yang berpendar diantaranya dapat

menyebabkan perubahan resonansi keseimbangan pada struktur molekulnya.

h. Pengaruh Oksigen dalam Pelarut

Adanya oksigen dalam pelarut akan menyebabkan teroksidasinya molekul yang

berpendar sehingga mengalami perubahan struktur dengan hasil akhir terjadinya

pemadaman.

i. Pengaruh Konsentrasi Molekul

Absorpsi yang merupakan titik imbas adalah pada absorbsi 0.05. pada konsentrasi

yang memberikan A=0.05 akan terjadi pemadaman sendiri karena terjadi tabrakan

antar molekul yang tereksitasi.

9

Page 10: Fluoro Paper

InstrumenFLUORESCENCE

Instrumentasi untuk menentukan fotoluminsensi hampier sama dengan

spektrofotometer UV-Visible. Untuk menentukan pendar flour, instrumennya dikenal

dengan nama spektroflourometer dan untuk menentukan pendar fosfor instrumennya

dikenal dengan fosforimeter.

Semua spekrofluorometer system optiknya adalah berkas radiasi ganda, yang

dimaksudkan untuk mencegah fluktuasi intensitas radiasi dari sumber radiasi yang

dipakai semua bagian instrument mempunyai fungsi yang sama dengan fungsi bagian-

bagian spektrofotometer uv-vis.

Bagian-bagian dari instrument spektroflorometer adalah

1. Sumber radiasi

Pada spektroflorometer yang umum dipakai adalah sumber radiasi busur merkuri.

Atau busur xenon. Kedua sumber radiasi tersebut memberikan intensitas yang

lebih kuat dari intensitas deuterium atau tungsten. Sumber radiasi busur xenon

jauh lebih menguntungkan karena memberikan spektum yang sinambung pada

rentang panjang gelombang 250-600 nm

2. Monokromator

10

Page 11: Fluoro Paper

Fungsinya sama dengan monokromator pada spektrofotometer uv-visible. Untuk

menyeleksi radiasi dipakai filter optic atau filter interferensi radiasi

elektromagnetik. Untuk mendapatkan radiasi yang lebih terseleksi baik radiasi

eksitasi maupun emisi lebih baik dipakai monokromator prisma atau kisi difraksi.

Spektroflorometer yang moderen memakai monokromator ganda. Yang

dimaksudkan untuk mendapatkan kemurnian radiasi, mencegah radiasi sesatan

dan radiasi hamburan.

3. Kuvet

Kuvet merupakan wadah sample yang berbentuk silinder. Tempat ruang sample

harus menjamin untuk terhindar dari kejadian radiasi percikan. Untuk itu ruang

sample spektroflorometer tertutup.

4. Detektor

Ada 2 macam detector yaitu PMT (Photo Multiplier Tube) dan PDA (Photo Diode

Array). Karena kecilnya intensitas oendar yang ditangkap oleh detector maka

akan memberikan tanggapan detector yang kecil atau lemah. Oleh karena itu

harus ada penguat yang memadai. Pada umumnya detector diletakkan tegak lurus

terhadap arah radiasi.

Instrumentasi Phosporescence sedikit berbeda dari instrument untuk phosphorescence hal

ini dikarenakan phosphorescence memiliki waktu hidup yang lebih lama.

11

Page 12: Fluoro Paper

LIFE TIME

Lifetima adalah kecepatan proses emisi yang digambarkan sebagai selang waktu

molekul tersebut yang tereksitasi. Lifetime dan kecepatan emisi setiap molekul akan

sangat berbeda berkisar 10-14 sampai 10-4.Pada flourosensi memiliki lifetime yang lebih

pendek daripada phosphorescence karena pada phosporescene harus mengubah spin dari

singlet menjadi triplet sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama daripada

flourescene yang tanpa mengubah spin.

2) Chemiluminescence

12

Page 13: Fluoro Paper

Chemiluminescence (disebut juga "chemoluminescence") merupakan emisi

cahaya dengan emisi panas yang terbatas (luminescence), sebagai hasil dari reaksi

kimia.

Dalam chemiluminescence. Transisi elektronik yang terjadi sebagai akibat dari

reaksi kimia. Bukan karena penyerapan foton.

• Chemical reaction based

§ A+B->C*+D

à C*->C+g

* Utility depends upon production of C*

Diberikan reaktan A dan B, dengan zat antara(intermediate) ◊,

[A] + [B] → [◊] → [Products] + cahaya

contoh, jika[A] adalah luminol dan [B] adalah hydrogen peroxide dengan

konsentrasi yang sesuai, maka diperoleh:

luminol + H2O2 → 3-APA[◊] → 3-APA + cahaya

keterangan:

3-APA adalah 3-aminophthalate

3-APA[◊] merupakan keadaan tereksitasi ke level energi lebih rendah

keadaan tereksitasi ke ke keadaan energi yang lebih rendah memungkinkan

adanya emisi cahaya atau foton. Berdasarkan teori, setiap foton cahaya diberikan

pada setiap satu molekul reaktan atau bilangan Avogadro foton permol.

APLIKASI LUMINESCENE

Laser Berdaya Rendah untuk Akupunktur

Cahaya konvensional merupakan bagian dari dari  spektrum tampak gelombang

elektromagnetik. Efek cahaya yang sering digunakan untuk proses penyembuhan adalah

cahaya inframerah yang dimanfaatkan untuk memanaskan tubuh. Cahaya dari Laser

berdaya rendah dimampatkan dari suatu panjang gelombang merah yang merupakan

bagian dari spektrum penyinaran elektromagnetik. Cahaya laser ini memiliki sifat yang

berbeda dengan cahaya lainnya yaitu monokromatik (panjang gelombang tunggal.

Kelebihan dari cahaya laser adalah dapat menembus permukaan  tanpa efek pemanasan

13

Page 14: Fluoro Paper

dan tidak ada kerusakan pada kulit juga tidak ada efek samping. Lebih jauh cahaya laser

ini mengarahkan biostimulasi  energi kepada sel badan yang mana sel kemudian merubah

bahan kimia energi untuk penyembuhan alami dan pembebasan sakit.

Akupunktur mempunyai sistem jalur komunikasi yang berberda dengan jalur

komunikasi seperti yang biasa kita kenal. Jalur komunikasi tersebut disebut meridian. Di

dalam ilmu kedokteran Barat kita mengenal jalur komunikasi syaraf, pembuluh linfe

maupun pembuluh darah. Jalur komunikasi meridian bukan merupakan di atas, tetapi

merupakan jalur tersendiri, sebuah jalur transduksi signal (Shang, 2004). Rangsangan

yang diberikan pada titik akupunktur, akan dirambatkan melalui jalur komunikasi

meridian. Selanjutnya rangsangan tesebut akan menimbulkan pengaruh sirkulasi sistem

enerngi yang ada, sehinggak akan menimbulkan efek pengobatan, terutama pada organ

yang berhubungan langsung dengan titik akupunktur yang dirangsang(Gellman, 2002).

Titik Shu belakang adalah titik akupunktur yang berlokasi pada bagian belakang

tubuh dan terletak setinggi organ bersangkutan, merupakan tempat masuknya chi organ

tsang (Hati, Jantung, Limpa/Pancreas, Paru-paru, dan Ginjal). Semua titik Shu belakang

terletak pada meridian kandung kemih. Secara klinis tersebut digunakan untuk terapi

kelainan tsang. Titik Shu belakang untuk organ pancreas adalah Pi-Shu(BL-20) (Yanfu

dkk, 2002)

Keberadaan titik akupunktur maupun jalur komunikasi khusus meridian secara

biofisika, telah dibuktikan secara eksperimental laboratories oleh Suhariningsih, pada

tahun 1999. Selanjutnya pada tahun yang sama, Saputra membuktikan secara ilmiah

keberadaan meridian melalui pendekatan molekuler, biofisika maupun teknik Kedokteran

Nuklir.

Pada paper ini akan dibahas proses dan syarat terjadinya laser serta macam,

klasifikasi dan beberapa sifat laser yang berbeda dengan sumber cahaya lain. Radiasi

Laser tersebut digunakan untuk akupunktur.

 

14

Page 15: Fluoro Paper

Prinsip kerja laser

Teori dasar stimulasi secara teoritis dikemukakan oleh Albert Einstein pada tahun

1917 dan baru dapat dibuktikan secara eksperimental oleh Theodore Maiman pada tahun

1960 dengan terwujudnya laser dalam kristal Ruby . Ia mempostulatkan pancaran imbas

pada peristiwa radiasi agar dapat menjelaskan kesetimbangan termal suatu gas yang

sedang menyerap dan memancarkan radiasi. Menurut dia ada 3 proses yang terlibat

dalam kesetimbangan itu, yaitu : serapan, emisi spontan (disebut fluorensi) dan  emisi

terangsang (lasing dalam bahasa Inggrisnya, artinya memancarkan laser).  Proses yang

terakhir biasanya diabaikan terhadap yang lain karena pada keadaan normal serapan  dan

pancaran spontan sangat dominan.

  Sebuah atom pada keadaan dasar dapat dieksitasi ke keadaan tingkat energi yang

lebih tinggi dengan cara menembaknya dengan elektron atau foton. Setelah beberapa saat

berada di tingkat tereksitasi ia secara acak akan segera kembali ke tingkat energi yang

lebih rendah, tidak harus ke keadaan dasar semula. Proses acak ini dikenal sebagai

fluoresensi terjadi dalam selang waktu rerata yang disebut umur rerata, lamanya

tergantung pada keadaan dan jenis atom tersebut. Kebalikan dari umur ini dapat dipakai

sebagai ukuran kebolehjadian atom tersebut tereksitasi sambil memancarkan foton yang

energinya sama dengan selisih tingkat energi asal dan tujuan. Foton ini dapat saja diserap

kembali oleh atom yang lain sehingga mengalami eksitasi, tetapi dapat pula lolos keluar

sistem sebagai cahaya. Sebetulnya atom-atom yang tereksitasi tidak perlu menunggu

terlalu lama untuk memancar secara spontan, asalkan terdapat foton yang

merangsangnya. Syaratnya foton itu harus memiliki energi yang sama dengan selisih

tingkat energi asal dan tujuan. Tinjauan dua tingkat energi dalam sebuah atom E1 dan E2,

dengan E1 < E2. lebih terboleh jadi. Proses secara lengkapnya sama dengan flouresensi

pada bahasan di atas.

Laser untuk Akupunktur

Pada bagian tersebut diatas dibahas tentang proses laser secara detail. Lases pada

dasarnya dibagi menjadi tiga jenis yang paling umum digunakan; pertama, laser yang

15

Page 16: Fluoro Paper

dipompa secara optik; ke dua, laser yang dipompa elektrik; ketiga, laser semikonduktor

(Yudoyono, 2001). Laser He-Ne termasuk jenis laser ke dua yang terbuat dari gas. Laser

yang digunakan dalam terapi akupunktur adalah: Helium-Neon (He-Ne) dengan panjang

gelombang 633 nm yang memancarkan cahaya merah (cahaya tampak. Laser

semikonduktor, Gallium-Aluminium-Arsenide(Ga-Al-As) dengan panjang gelombang

780 nm-820 nm-870nm, dan Gallium Arsenide(Ga-As) dengan panjang gelombang 904

nm, keduanya memancarkan inframerah(tidak tampak mata).

  Dari ketiga jenis laser tersebut, He-Ne berwarna merah (cahaya tampak), sehingga

lebih mudah diarahkan pada titik akupunktur yang dituju.Sedangkan jenis dua laser yang

lain memancarkan berkas infra merah yang tidak nampak oleh mata sehingga diperlukan

detektor sebagai sarana pembantu, agar berkas cahaya dapat diarahkan tepat mengenai

titik akupunktur yang diinginkan (Suhariningsih, 2004).

 Energi yang dihasilkan Laser He-Ne Aman Untuk Tubuh

Energi(E) dapat dinyatakan dengan satuan J(Joule) atau eV(elektronvolt). Energi

yang dikeluarkan sinar laser He-Ne sebesar 1,78 eV. Tealah diketahui bahwa unsur yang

terbanyak di dalam tubuh adalah H, C, N, O dan energi ionisasi untuk masing-masing

unsure dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini:

Tabel 1. Energi Ionisasi AtomH C N O

13.5 eVAtau

21.76x10-19 J

11.2 eVAtau

19.92x10-19 J

14.5 eVAtau

23.2x10-19 J

13.6 eVAtau

21.76x10-19 JCatatan: 1 eV=1.6x10-19 Joule

Dari hasil perhitungan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa laser He-Ne aman

digunakan untuk terapi, karena tidak akan menimbulkan ionisasi atom di dalam tubuh.

16

Page 17: Fluoro Paper

Daftar Pustaka

Carroll J.M, (1970),”The Story of the LASER”, FP Dutton & Co, Inc.

Fishman J. (2000),” The History of Acupuncture. http://acupuncture.com/ Acup/ history.htm

Gardner G. (1960), “Anatomy”, Saunder Company, London.

Rubiyanto, A., Ricken R., Herrmann H., Sohler W. „ Integrated Optical   Heterodyne Interferometer in Lithium Niobate, Journal Non Linear Optic, pp.201-206 (2001).

San T. (1985),“Ilmu Akupunktur“, Unit Akupunktur Rumah Sakit Dr. Ciptomangun Kusumo, Jakarta.

Scheideman I. (1988), „ Medical Acupuncture, Acupunkture and the Inner Healer, Everbest, Hongkong.

Shang C.,(2001), „The Past, Present, and Future of Meridian System Research, Springer Verlag, Berlin-Heidelberg.

Suhariningsih (1999),“Profil Tegangan Listrik Titik Akupunktur sebagai Indikator Kelainan Fungsional Organ“, Pascasarjana, Universitas Airlangga

Yudoyono, G, (2001) Optoelektronika, Jurusan fisika-FMIPA, Insitut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Mulya, Muhammad. Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya : Universitas Airlangga.

 

Email masing masing:

[email protected]

[email protected]

[email protected]

17