Upload
fetria-melani
View
75
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Fraktur Fraktur Zigomaticus
Patah tulang zigomatik merupakan patah tulang midfasial terbanyak kedua yang
sering ditemukan dan dapat terjadi tunggal maupun sebagai bagian dari fraktur yang
lebih luas seperti fraktur LeFort III. Tanda fisik fraktur zigomatikum yaitu deformitas
mata dan kelopak mata serta penurunan pipi.
Pada benturan yang keras, zigoma dapat bergeser ke arah lateral sehingga terjadi
pelebaran midface pada sisi yang mengalami fraktur. Pada hantaman dengan daya
yang lebih rendah, zigoma bergeser ke arah medial sehingga bagian midface
menyempit. Fraktur zigoma sering disertai dengan hematoma periorbital dan dan
subkonjungtiva. Terjadi hipoestesi pada cabang perifer dari syaraf infraorbital,
termasuk percabangan yang menuju gigi, ipsilaterall pipi, dinding hidung, dan bibir
atas. Gigi bagian atas dapat hipoestetik sebab syaraf anterosuperior gigi merupakan
percabangan dari nervus infraorbital.
Fraktur zigomatikum komplek (ZMK) merupakan fraktur dasar orbita dan bagian
lateral orbita. Apabila terjadi pergeseran tulang disitu, bola mata menurun ke arah
posterior dan terjadilah enophtalmos. Bola mata juga turun ke arah bawah sehingga
mata terlihat seperti tenggelam. Karena ligamen canthal lateral melekat pada
tuberkel Whitnall eminesia di sekitar bagian dalam pars frontal zigoma 10 mm di
bawah sutura zigomatikofrontal, lower lid akan menurun apabila zigoma bergeser ke
arah inferior. Epistaksis unilateral sering terjadi sebab fraktur berhubungan dengan
sinus maksilaris. Pada fraktur dasar orbita dapat menimbulkan penglihatan ganda
atau diplopia akibat dari kontusio otot-otot ekstraokuler. Pelebaran orbita akan
menghasilkan enophtalmos dan distopia orbital. Hematoma dapat ditemukan di
sekitar pipi, mata dan di atas sulkus bukalis. Apabila terjadi penekanan tulang
2
zigomatikum yang memadai atau apabila arkus zigomatikum tertekan ke arah
medial, kemungkinan akan terjadi hantaman pada prosesus koronoid mandibula dan
keterbatasan gerak mandibula. Abnormalitas tersebut akan menimbulkan rasa nyeri
dan kesulitan mengunyah serta hambatan oklusi normal.
Fraktur incomplete ( tak sempurna)
Fraktur Greenstick merupakan fraktur inkomplet pada sutura zigomatikofrontal.
Terjadi pergeseran ke arah inferior dan tampaknya dapat ditangani dengan
pendekatan inferior saja. Apabila dasar orbita tidak pecah, maka rduksi zigoma
akan menurunkan ddasar orbita.
Fraktur arkus zigomatikus terisolasi (FAZT)
Fraktur arkus zigomatikus yang terisolasi dapat disebabkan oleh blow lateral dan
paling sering timbula dalam bentuk deformitas W-shaped dengan penekanan pada
daerah tengah pipi di anterior telinga dan fossa glenoid. FAZT secara klasik
direduksi dengan model “closed” melalui pendekatan temporal Gillies, namun
alternatif lainnya dapat melalui mulut atau insisi alis lateral. Manuver reduksi dengan
pendekatan Gillies membutuhkan insisi pada temporal sisi belakang garis rambut
yang diperdalam untuk membuka serabut otot temporalis. (insisi harus meluas ke
dalam ke bagian dalam fasia temporal). Elevator diinsersi langsung ke bawah bagian
arkus yang tertekan, dan operator mengangkat bagian yang tertekan dengan hhati-
hati. Fraktur biasanya kembali ke posisi seharusnya dan tidak membutuhkan
dukungan lanjut. Manuver ini dapat digunakan untuk FAZT atau fraktur arkus pada
fraktir zigomatikus komplit yang menunjukkan pergeseran medial arkus zigomatikus.
Fraktur Zigomatik Komplek (FZK)
3
Untuk fraktur dengan pergeseran pada sutura kofrontal zigomatik, dengan
pergeseran medial pada arkus, pendekatan anterior menjadi pilohan.(gambar 8)
Reduksi dan fiksasi dapat dilakukan pada 3 tempat : insisi di atas sutura zigomatiko-
kofrontal ( dimana biasanya melalui cabang lateral dari blefaroplasti bagian atas
kelopak atau laserasi atau jaringan parut yang sudah ada sebelumnya); insisi
kelopak yang lebih rendah (dapat subsiliari, midtarsal atau insisi conjungtiva); dan
insisi sulkus labiobukal yang akan menyingkapkan perlekatan zigooma ke sinus
maksilaris (gambar 8). Elevator harus ditempatkan dalam sinus maksilaris dan
digunakan untuk mengungkit zigoma kembali ke posisi seharusnya. Karena sulit
untuk melihat secara kasat mata terhadap 3 tehnik di atas secara simultan, maka
kawat positioning biasanya ditempatkan ( misalnya di sutura zigomatikofrontal dan
tepi infraorbita) dan reduksi dimulai dengan fiksasi plate dan screw pada artikulasi
zigomatikomakksilari. Pada fraktur dengan pergeseran medial, yang biasanya
meliputi pergeseran medial arkus, arkus dapat diberi manuver dengan pendekatan
Gillies pada kkasus reduksi tertutup. Lebih dari 90 % fraktur zigomatik dapat
ditangani dengan insisi anterior saja.
Fraktur zigoma kominuta dengan pergeseran lateral arkus dan zigoma atau
pergeseran posterior ekstrim dari zygomatic body membuthkan visualisasi komplit,
termasuk insisi anterior dan insisi koronal (scalp=kulit kepala), untuk menyingkap
sutura zigomatikofrontal dan arkus zigomatik ( meniadakan perlunya blefaroplasti
atau insisi kelopak; gambar 9). Diseksi dilakukan via insisi koronal dibawah fasia
temporal dalam untuk menyingkapkan fragmen tulang arkus zigomatikum. Dengan
pemasangan kawat positioning , reduksi terbuka arkus zigomatik dan penopang
zigomatikomaksilari tercapai. Kawat positioning (interfragment temporer) bermanfaat
disebabkan 3 sisi fraktur yang terpisah tidak dapat divisualisasi dengan simultan.
4
Adanya kawat memungkinkan rotasi beberapa derajat sementara bagian lain
direduksi. Posisi medial yang seharusnya ditentukan dengan garis orbit lateral dari
prosesus orbita zigoma dengan sayap yang lebih besar dari sfenoid. Umumnya, plat
1.3mm digunakan pada sutura zigomatikofrontal dan lingkaran orbita, dan plat 1.5-2
mm digunakan pada sambungan (buttress : ada yg ga nerjemahin bagian ini)
zigomatikomaksilari dan arkus untuk menahan dorongan otot.
Apabila kantus lateral lepas saat reduksi, harus dilekatkan kembali dengan kawat
lain ke bagian dalam dari tepian orbita lateral, di bawah sutura zigomatikofrontal,
sehingga penutupan 3 dimensi yang seharusnya dari kantus dapat didapatkan. Juga
penting untuk untuk menahan jaringan lunak midfasial untuk mendukung kelopak
bawah dan mencegah asimetri fasial. Periosteum biasanya dapat ditahan oleh plat
zigomatikofrontal dan plat lingkaran infraorbita.
Fraktur maksilari LeFort
Fraktur maksilari diklasifikasikan oleh LeFort berdasarkan “weak areas” dari maksila.
Beliau mendefinisikan tiga “garis kelemahan” (gambar 10). Fraktur LeFort I adalah
fraktur horizontal antara alveolus maksilari dan tulang kraniofasial bagian atas. Pada
fraktur LeFort II, segmen nasomakksilari sentral terpisah dari zigomatikum dan
bagian nnasofrontal dari tulang fasial. Fr LeFort III adalah pemisahan kraniofasial
dimana semua tulang wajah terpisah dari kranium. Terkadang pada suatu
cederaterjadi kombinasi beberapa fr , seperti fr LeFort I dan II dalam fr LeFort III. Fr
LeFort sering lebih berat pada satu sisi, sehingga level LeFort yang lebih tinggi
dapat terlihat pada sebagian besar sisi cedera.
Fr LeFort melewati banyak garis fraktur yang sudah disebutkan di atas. Akibatnya,
terjadi gejala yang ditemukan dengan fr fasial lainnya. Mobilitas dari alveolus
5
maksilari dan gigi bersamaan dengan maloklusi adalah “sine qua non” dari sebagian
besar fr LeFort. Fr dapat inkomplit, sehingga tidak terjadi pergerakan. Maloklusi
tetap terjadi sehingga mengkonfirmasi adanya fraktur yang dislokasi namun tidak
mobil. Sehingga maloklusi menjadi tanda khusus diagnosis dan terjadi pada semua
dislokasi fr LeFort. Mobilitas maksila timbul pada fraktur yang tidak inkomplit atau
impacted. Pada fr LeFort bagian atas, dapat terlihat retrusi dari struktur midfasial.
Seiring dengan meredanya pembengkakan, midfasial biasanya akan memanjang
dan mendatar. Wajah pada fr LeFort kominuta dengan level lebih tinggi adalah
bundar , lebar dan pendek. Fistula CSF timbul pada 25% fr LeFort II bagian atas dan
LeFort III.
Fr LeFort inkomplit
Adalah penting bahwa maksila dimobilsasi penuh dan diposisikan pada oklusi
normal terhadap mandibula sebelum fiksasi. Pada fr LeFort dengan imobilisasi
inkomplit mandibula mungkin bergeser ke luar dari fossa glenoid dan bertemu
dengan segmen maksilari yang bergeser dan imobil. Seating kondilar yang tepat di
fossa glenoid sangat penting. Bila tidak dapat dilakukan, segmen LeFort inkomplit
harus dilonggarkan dengan mobilisasi, osteotomi, atau traksi elastis sebelum
dilakukan fiksasi maksilomandibuler (MMF). Batang arkus Eric diaplikasikan ke gigi,
dan rahang ditempatkan di MMF. MMF akan mereduksi segmen LeFort I ke
mandibula dan memposisikan segmen LeFort I berhubungan dengan basis kranial
apabila mandibula intak. Jika mandibula tidak intak harus direkonstruksi anatomis
sebelum memulai MMF. Demikian pula, apabila fraktur sagital dari palatum atau fr
alveolar tterjadi, harus direduksi dan difiksasi sebelum dilakukan MMF.
6
Penyingkapan garis fr LeFort dilakukan melalui insisi sulkus labiobukal bilateral.
Kedua buttress masomaksilari dan zigomatikomaksilari terpapar dan terfiksasi.
Fr LeFort I
Fr LeFort I dapat ditangani dengan fiksasi plate dan screw pada buttress
nasomaksilari dan zigomatikomaksilari bilateral sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya (gambar 11). Setelah operasi, pasien dibebaskan dari MMF dan
diobservasi. Arch bars (kawat) tidak diambil sehingga apabila ada perubahan oklusi,
maka kawat atau elastics dapat di betulkan kembali. Umumnya penyembuhan
membutuhkan 6-8 minggu. Pasien diobservasi selama beberapa minggu setelah
penyembuhan semakin nyata, dengan arch bars tetap tinggal ditempatnyasehingga
stabilitas posisi fr dan penyatuan tulang solid dipastikan.
Fraktur maksilari yang lebih sulit membutuhkan rekonstruksi sistem buttress
horisontal dan vertikal dari tulang fasial (gambar 12). Pada prinsipnya, regio
midfasial bagian atas berhubungan dengan tulang frontal, dan regio midfasial bagian
bawah dengan level LeFort yang lebih rendah berhubungan dengan mandibula.
Fr LeFort II
Pada fr LeFort II, dilakukan fiksasi plate and screw pada buttress
zigomatikomaksilari sebagaimana pada fr LeFort I. Dan juga, lingkaran infraorbita
disingkap(dibuka) via insisi orbita bagian bawah, dan fraktur disini juga difiksasi.
Apabila fr melewati tulang nasal bagian bawah dan kartilago, reduksi tertutup dari
hidung biasanya sudah mencukupi.
Pada kasus dimana fr yang memisahkan sambungan nasofrontal dari tulang frontal,
insisi lokal atau koronal di area ini dibutuhkan pada reduksi dan fiksasi (gambar 13).
7
Fr LeFort III
Pada fr LeFort III, insisi koronal akan membuka hidung pada prosesus angular
internal dari tulang frontal, zigoma pada sutura zigomatikofrontal, lateral dan bagian
medial orbit, dan arkus zigomatikus. Reduksi bagian lateral dari orbit dan koreksi
proyeksi fasial dengan rekonstruksi arkus zigomatikus merupakan prinsip yang
penting. Lingkaran infraorbita dan dinding orbita medial sering terlibat dan dapat
diperiksa dengan insisi orbital. Fraktur direduksi dan difiksasi (gambar 14).
Fr LeFort Edentulous (FLE)
Pada FLE, operator mungkin harus melebarkan fiksasi sampai alveolus untuk
menemukan tulang yang cocok, yang dapat memberikan fiksasi yang stabil. Graft
tulang dapat ditambahkan pada bagian anterior maksila, di atas sinus maksilaris dan
di celah piriform untuk tambahan. Fiksasi intermaksilari harus diakhiri sementara
dengan gigi palsu dan splint sebagai tehnik positioning pertama untuk daerah
midfasial bagian bawah dan alveolus, hal yg sama pada pasien FLE. Gigi palsu
dilekatkan pada alveolus dengan screw atau kawat. Fiksasi gigi palsu dapat
dilepaskan stelah operasi. Daerah midfasial bagian atas dan bawah distabilisasi
sebagai suatu unit dan dihubungkan dengan Fr LeFort I sebagai tahap akhir reduksi
fraktur yang signifikan.
Fr Sagital di Maksila
Fraktur sagital pada maksila dapat berupa fraktur alveolar atau dapat sebagai
instabilitas arkus maksilaris (gambar 15). Fraktur yang memisahkan palatum dalam
bidang anteroposterior harus ditangani dengan reduksi terbuka langsung pada
dinding rongga mulut dan pada apertura piriform. Manuver ini akan mengubah
8
fraktur alveolus menjadi fr LeFort I “one piece”, yang dapat ditangani dengan standar
fr LeFort I.Karena reduksi alveolar tidak stabil, pasien harus tetap dilakukan MMF
selama 4-6 minggu hingga terjadi oklusi yang normal dan stabil. Penggunaan splint
palatal akrilik sangat membantu pada kasus dimana alveolus gigi dilakukan rotasi.
(lihat gambar 15)
Fraktur Orbita
Fraktur dapat terjadi pada empat bagian dari internal orbita. Dapat pula meluas dan
meliputi fraktur tepi orbita yang kecil.
Fraktur orbita yang paling sering ditemukan adalah fraktur dasar orbita. Epistaksis
sering terjadi sebagai akibat adanya darah di sinus maksilaris, dan banyak pasien
mengalami hipoestesi atau anestesi pada distribusi syaraf infraorbita. Tergantung
pada luasnya contusio dari jaringan lunak mata, pasien mungkin mengalami diplopia
di lapang pandang superior atau inferior. Apabila dislokasi pada dasar orbita
signifikan, mata dapat bergeser ke inferior dan medial. Sebagian besar fraktur hanya
terbatas pada bagian internal tipis dari orbita; namun demikian beberapa melibatkan
segmen-segmen kecil dari lingkaran orbita.
Pada fraktur dasar orbita, otot rectus inferior atau fasia otot tersebut dapat
mengalami inkarserata. Jika otot mengalami inkarserata, hal tersebut
menggambarkan kondisi kegawatan dimana pelepasan terhadap inkarserata harus
dilakukan sesegera mungkin untuk menghindari gangguan vaskuler pada otot yang
terperangkap disebabkan sistem ligamen yang luas melalui seluruh jaringan lunak
orbita. Penarikan lemak di bagian fraktur dapat membatasi gerak otot ekstraokuler
walaupun otot tersebut tidak tertarik oleh fraktur. Membebaskan lemak tersebut akan
9
melepaskan sistem ligamen otot ekstraokuler dan memungkinkan gerakan mata
yang normal.
Fraktur dapat melibatkan dinding orbita medial, dapat bersamaan maupun tanpa
komponen dasar orbita. Otot rectus medial sering mengalami kontusio pada fraktur
tersebut, namun jarang inkarserata.
Semua pasien dengan fraktur orbita membutuhkan evalusi oftalmologik, dan
ketajaman visual. Reaktifitas pupil, adanya penglihatan ganda, mobilitas mata,
lapang pandang, tekanan intraokular, dan pemeriksaan funduskopi merupakan
komponen penting dalam evaluasi.
Diagnosis
Fraktur orbita dievaluasi dengan CT aksial dan koronal dan juga dengan
pemeriksaan fisik, termasuk forced duction test. Anestesi topikal diinstilasi ke saccus
conjungtiva, dan insersi otot extraokuler ke bola mata menggunakan forcep. Mata
dirotasikan dan resistensi menyebabkan mekanisme restriksi. Selain itu CT akan
menunjukkan inkarserasi jaringan lunak dengan memperlihatkan hubungan antara
jaringan lunak perimuskuler terhadap fraktur.
Reduksi dengan Pembedahan
Perlunya pembedahan pada fraktur orbitabergantung pada resultansi volume orbita
dan potensi terjadinya enophtalmos. Keberadaan dari penglihatan ganda yang
terbtas secara fungsional merupakan akibat dari terperangkapnya salah satu otot
ekstraokuler atau lemak perimuskuler dengan catatan sistem ligamen yang baik
tidak terlibat. Apabila otot ekstraokuler terperangkap dan menyebabkan penglihatan
ganda, pemeriksaan positive forced duction dilakukan, dan bukti inkarserata jaringan
10
lunak pada CT terlihat. Pelepasan jaringan lunak orbital akan menguntungkan fraktur
semacam itu dan memperbaiki ROM okuler.
Enophtalmos atau perubahan posisi bola mata terjadi apabila volume orbita
meningkat kurang lebih 3 cc. Mata bergeser ke arah medial, posterior, dan inferior.
Pada fraktur zigoma yang mengalami impaksi medial, hipoestesi dapat
mengindikasikan kompresi syaraf infraorbita oleh fraktur dan dapat menjadi indikasi
dekompresi dengan cara pembedahan yaitu reduksi fraktur orbita. Reduksi fraktur
dasar orbita dilakukan melalui insisi kelopak bawah, yang termasuk insisi subsiliari,
midtarsal atau konjungtiva (gambar 17). Arkus marginalis diidentifikasi dan dinsisi
dan bidang diseksi subperiostal diakses. Ketika diseksi mendekati fraktur, bagian
periorbita sering herniasi ke sinus maksilaris dan sulit untuk didiseksi. Diseksi
pertama dilakukan pada semua sisifraktur, dimana bidang periostal tidak terganggu.
Seringkali, penting untuk memperluas diseksi ke dinding lateral dan medial untuk
mengidentifikasi daerah yang tidak terlibat dari orbit. Setelah bagian perifer dari
fraktur ditemukan, periorbita diusahakan keluar dari sinus maksilaris dan posterior
ledge fraktur teridentifikasi. Penting untuk menemukan posterior ledge karena
memungkinkan rekonstruksi akurat dari volume orbita. Setelah semua batas fraktur
diidentifikasi dan periorbita direduksi, bagian dasar dapat direkonstruksi dengan graft
kulit yang tipis, Medpor (Porex Medical, Fairburn, GA) atau titanium mesh.
11