Upload
anonymous-wol4ybfc
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
KONSEP MEDIS
A. DEFENISI.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur terbuka
adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk
terjadi infeksi (Bruner & Sudarth, 2002)..
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa
terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian),
dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini
dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia
jatuh dalam syok ( Helmi ,2013 dalam purnamasari 2014).
Menurut suddhart 2002, ada 2 tipe dari fraktur femur, yaitu:
1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan
kapsula.
a. Melalui kepala femur (capital fraktur)
b. Hanya di bawah kepala femur
c. Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih
besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di
bawah trokhanter kecil.
B. ETIOLOGI
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
4. Fraktur patologik
yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan oleh melelehnya struktur
tulang akibat proses patologik. Proses patologik dapat disebabkan oleh
kurangnya zat-zat nutrisi seperti vitamin D, kaslsium, fosfor, ferum. Factor
lain yang menyebabkan proses patologik adalah akibat dari proses
penyembuhan yang lambat pada penyembuhan fraktur atau dapat terjadi
akibat keganasan (Bruner & Sudarth, 2002). .
C. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula
tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi
yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi
sel darah putih. ini merupakan dasar penyembuhan tulang. ( Price & Wilson ).
Fraktur bisa disebabkan karena proses patolgi dan bisa pula disebabkan
krena trauma akibat kecelakaan atau tekanan benda keras yang akan
mengakibatkan trauma dan sehingga akan terjadi fraktur. Apa bila tulang
mrngalami fraktur akan menyebabkan beberapa masalah yang pertama akan
dilakukannya pemasangan gips , traksi, pin, paku atau skrup. Sehingga
sirkulasi udara tidak leluar dan mengakibatkan peroses penyembuhan lama dan
terganggu, akibatnya akan terjadi kerusakan integritas kulit. Biasanya pada
kasus fraktur banyak pasien yang malu menutuo diri dengan orang lain karena
kerusakan integritas kulit yang mereka alami sehingga membuat koping
individu mereka tidak efektif. Selain itu efek dari pemasangan gips juga dapat
membuat ketidak nyamanan saat tidur dikarenakan posisi tidur hanya satu
karena keterbatasan gerak. Yang kedua terjadinya diskontuinitas jaringan
sehingga mengakibatkan spasme otot sehingga akan merangsang mediator
kimia yakni histamin bradikinin dan prostaglandin, mediator kimia inilah yang
merangsang reseptor nyeri di thalamus dan di teruskan ke korteks serebri
sehingga nyeri dipersepsikan. Selain itu pada fraktur terbuka apa bila terjadi
diskontuinitas jaringan itu merupakan tempat masuknya kuman yang dapat
menginfeksi. Yang ketiga jika terjadi fraktur akan mengakibatkan immobilisasi
sehingga pergerakan terbatas karena penurunan kekuatan dan kontrol otot, dam
karena penurunan kekuatan otot sehingga akan terjadi kelemahan yang
membuat pasien harus bedres di tempat tidur. Yang ke empat pada fraktur juga
dapat menegakibatkan cedera vaskuler sehingga akan terjadi perdarahan apa
bila terjadi perdarahan yang hebat pasien akan mengalami syok sehinggatpada
pasien terjadi perubahan status kesehatan.
D. TANDA DAN GEJALA
Menurut Helmi, 2012 dalam firdaus 2014 tanda dan gejala dari fraktur :
1. Deformitas: Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang
berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi
seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness/keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitas
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1. Recognition: mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,
pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan: lokasi, bentuk fraktur, menentukan teknnik yang sesuai untuk
pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengobatan.
2. Reduction: reduksi fraktur apabila perlu, restorasi fragment fraktur
sehingga didapat posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler
diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi
normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta
perubahan osteoartritis dikemudian hari. Posisi yang baik adalah: alignment
yang sempurna dan aposisi yang sempurna. Fraktur yang tidak memerlukan
reduksi seperti fraktur klavikula, iga, fraktur impaksi dari humerus,
angulasi <5>
3. Retention, immobilisasi fraktur: mempertahankan posisi reduksi dan
memfasilitasi union sehingga terjadi penyatuan, immobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna meliputi pembalut gips, bidai, traksi, dan
fiksasi interna meliputi inplan logam seperti screw.
4. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
(Bruner & Sudarth, 2002).
F. KOMPLIKASI
Komplikasi dini dari fraktur femur ini dapat terjadi syok dan emboli lemak.
Sedangkan komplikasi lambat yang dapat terjadi delayed union, non-union,
malunion, kekakuan sendi lutut, infeksi dan gangguan saraf perifer akibat traksi
yang berlebihan (Bruner & Sudarth, 2002).
Komplikasi awal
1. Syok: Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik
kehilangan darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan
cairan eksternal kejaringan yang rusak.
2. Sindrom emboli lemak: Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat
masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih
tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh
reaksi stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjadinya globula lemak dalam aliran darah.
3. Sindrom kompartemen: merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan.
Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot karena
fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gips atau balutan
yang menjerat ataupun peningkatan isi kompartemen otot karena edema
atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misal : iskemi,
cidera remuk.
G. PENATALAKSANAAN
1. Reduksi fraktur, berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis
a. Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya dengan manipulasi dan traksi manual.
b. Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
c. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi.
Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau
batangan logam yang dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
2. imobilisasi fraktur, mempertahnkan reduksi sampai terjadi penyembuhan.
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai trejadi
penyatuan. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin, dan teknik gips atau fiksator eksterna. Sedangkan fiksasi
interna dapat digunakan implant logam yang dapat berperan sebagai bidai
interna untuk mengimobilisasi fraktur.
3. Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi setelah
dilakukan reduksi dan imobilisasi (Arif, 2000)..
H. PROGNOSIS
Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak bergantung pada berat
ringannya trauma yang dialami, bagaimana pengananan yang tepat dan usia
penderita. Pada anak prognosis sangat baik karena proses penyembuhan sangat
cepat, sementara pada orang dewasa prognosis tergantung dari penanganan,
jika penaganan baik maka komplikasi dapat diminamilasir, begitupun
sebaliknya. (Smeltzer, 2001)..
BAB IIKONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN1. Identitas Klien
Lakukan pengkajian pada identitas klien dan isi identitasnya yang meliputi: nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, dan tanggal pengkajian serta siapa yang bertanggung jawab terhadap klien
2. Keluhan utama Penderita biasanya mengeluh nyeri.
3. Riwayat kesehatana. Riwayat kesehatan dahulu
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah mengalami tindakan operasi apa tidak.
b. Riwayat kesehatan sekarangPada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka (pre/post op).
c. Riwayat kesehatan keluargaDidalam anggota keluara tidak / ada yang pernah mengalami penyakit fraktur / penyakit menular.
4. Keadaan umumKesadaran: compos mentis, somnolen, apatis, sopor koma dan koma dan apakah klien paham tentang penyakitnya.
5. Pengkajian Kenutuhan Dasara. Rasa nyaman/nyeri
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan
tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf.Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
b. NutrisiPada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c. Kebersihan PeroranganKlien fraktur pada umumnya sulit melakukan perawatan diri.
d. CairanPerdarahan dapat terjadi pada klien fraktur sehingga dapat menyebabkan resiko terjadi kekurangan cairan.
e. Aktivitas dan LatihanKehilangan fungsi pada bagian yang terkena dimana Aktifitas dan latihan mengalami perubahan/gangguan akibat adanya luka sehingga perlu dibantu.
f. Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
g. Tidur dan IstirahatSemua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur
h. NeurosensoryBiasanya klien mengeluh nyeri yang disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan lunak dan hilangnya darah serta cairan seluler ke dalam jaringan.Gejala : Kesemutan, Deformitas, krepitasi, pemendekan, kelemahan.
i. KeamananTanda dan gejala : laserasi kulit, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan local
j. SeksualitasDampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
k. Keseimbangan dan Peningkatan Hubungan Resiko serta Interaksi SosialPsikologis : gelisah, sedih, terkadang merasa kurang sempurna.Sosiologis : komunikasi lancar/tidak lancar, komunikasi verbsl/nonverbal dengan orang terdekat/keluarga, spiritual tak/dibantu dalam beribadah.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cedera fisik.
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik:
perubahan sirkulasi, imobilisasi dan penurunan sensabilitas (neuropati).
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal.
4. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan pengetahuan yang kurang
untuk menghindari pajanan pathogen...
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang
didapatkan mengenai penyakitnya
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan saat tidur
8. Defisit perawatan diri : mandi/hygiene berhubungan dengan nyeri,
kelemahan
C. RENCANA/INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cedera fisik.
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam,
klien mampu mengontrol nyeri, nyeri berkurang dan tingkat
kenyamanan meningkat.
Kriteria hasil :
Klien dapat melaporkan nyeri, frekuensi nyeri, ekspresi wajah, dan
menyatakan kenyamanan fisik dan psikologis.
TD : 120/80 mmHg, N : 60-100x/menit, S : 36-36,5°C, P : 16-
20x/menit.
Intervensi NIC:
a. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.
Rasional : Mengetahui intervensi keperawatan selanjutnya yang
akan diberikan kepada klien.
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
Rasional : Tingkat nyeri yang dirasakan dapat mempengaruhi
intervensi keperawatan apa yang akan diberikan selanjutnya.
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
Rasional : Komunikasi terapeutik merupakan terapi yang
digunakan untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
d. Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.
Rasional : Mengurangi nyeri dan memberi kenyamanan.
e. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non
farmakologis).
Rasional : Memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat bebas
secara aman dan efektif.
f. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll)
Rasional : Teknik relaksasi, distraksi dll, digunakan dalam
mengetasi nyeri.
g. Evaluasi tindakan pengurangan nyeri/kontrol nyeri.
Rasional : Mengetahui sejauh mana klien mampu mengatasi
nyerinya.
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.
Rasional : Pemberian analgetik merupakan cara mengendalikan
nyeri agar tidak menjadi lebih berat.
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan factor mekanik:
perubahan sirkulasi, imobilisasi dan penurunan sensabilitas (neuropati)
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam,
terjadi penyembuhan pada luka dan keutuhan struktur maupun fungsi
fisiologis normal kulit.
Kriteria hasil : Tidak ada tanda atau gejala infeksi, tidak ada lesi, dan
tidak terjadi nekrosis .
Intervensi NIC :
a. Catat karakteristik luka:tentukan ukuran dan kedalaman luka, dan
klasifikasi pengaruh ulkus.
Rasional : Mengetahui intervensi keperawatan selanjutnya yang
akan diberikan kepada klien.
b. Bersihkan dengan cairan anti bakteri.
Rasional : Menghilangkan benda asing dan bakteri lainnya agar
tidak terjadi infeksi.
c. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%.
Rasional : NaCl 0,9% dapat mengikat jaringan sehingga luka cepat
kering.
d. Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan
Rasional : Menghindari kontaminasi dan infeksi dari luar.
e. Lakukan pembalutan
Rasional : Pembalutan dapat mencegah meluasnya jaringan luka
pada kulit.
f. Amati setiap perubahan pada balutan
Rasional : Mengetahui perubahan luka agar tidak meluas.
g. Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka
Rasional : Memudahkan intervensi selanjutnya.
h. Berikan posisi terhindar dari tekanan.
Rasional : Posisi yang baik dapat membantu klien untuk
memperoleh kenyamanan dan keamanan serta dapat mencegah
terjadinya infeksi
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal.
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan klien menunjukkan mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan posisi fungsional.
b. Menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktivitas.
Intervensi NOC :
a. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cidera/pengobatan dan
perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi.
Rasional : Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi
diri tentang keterbatasan fisik actual, memerlukan
informasi/intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
b. Awasi TD dengan melakukan aktivitas. Perhatikan keluhan
pusing.
Rasional : Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai
tirah baring lama dan dapat memerlukan intervensi khusus (contoh
kemiringan meja dengan peninggian secara bertahap sampai posisi
tegak).
c. Instruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang gerak pasien/aktif
pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.
Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk
meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah
kontraktur/atrofi, dan resorpsi kalsium karena tidak digunakan.
d. Dorong peningkatan masukan cairan sampai 2000-3000 ml/hari,
termasuk air asam/jus.
Rasional : Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko
infeksi urinarius, pembentukan batu dan konstipasi.
e. Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral.
Pertahankan penurunan kandungan protein sampai setelah defekasi
pertama.
Rasional : Pada adanya cidera musculoskeletal, nutrisi yang
diperlukan untuk penyembuhan berkurang dengan cepat, sering
mengakibatkan penurunan berat badan sebanyak 20-30 pon selama
traksi tulang. Ini dapat mempengaruhi massa otot, tonus, dan
kekuatan.
f. Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat,
sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan
alat mobilitas.
Rasional : Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring
(contoh flebitis), dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi
fungsi organ. Belajar memperbaiki cara menggunakan alat penting
untuk mempertahankan mobilisasi optimal dan keamanan pasien.
g. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas
dalam.
Rasional : Mencegah/menurunkan insiden komplikasi
kulit/pernapasan (contoh dekubitus, atelektasis, pneumonia).
h. Kolaborasi, konsul dengan ahli terapi fisik.
Rasional : Mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
4. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan pengetahuan yang kurang
untuk menghindari pajanan pathogen .
NOC : Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, diharapkan
tidak terjadi infeksi pada luka
Kriteria hasil:
a. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu
b. Bebas drainase purulen, eritem dan demam
Intervensi NIC :
a. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi
Rasional : Mendeteksi resiko/masalah kesehatan yang
kemungkinan terjadi.
b. Perhatikan keluhan klien terhadap keluhan peningkatan nyeri, rasa
terbakar, eritema atau bau tak sedap.
Rasional : Keluhan yang dilapokan klien harus segera diatasi
dengan melakukan intervensi keperawatan selanjutnya.
c. Observasi luka terhadap pembentukan bula, perubahan warna luka,
bau drainase yang tidak sedap.
Rasional : Mengetahui tingkat keparahan luka sehingga perubahan
pada luka yang semakin parah dapat teratasi.
d. Lakukan perawatan luka sesuai protocol dengan tehnik steril.
Rasional : Mencegah terjadinya komplikasi pada luka dan
memfasilitasi penyembuhan luka.
e. Lakukan perlindungan infeksi.
Rasional : Mencegah dan mendeteksi dini infeksi pada pasien yang
berisiko.
f. Berikan therapy obat-obatan sesuai indikasi; anti biotic, TT dll
Rasional : Terapi antibiotik dan TT dapa meningkatkan daya tahan
tubuh dan mencegah infeksi pada luka.
5. Defisit perawatan diri : mandi/hygiene berhubungan dengan nyeri,
kelemahan .
NOC :Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, klien mampu
melakukan atau mmenuhi aktivitas mandi/hygiene.
Kriteria hasil :
a. Klien mampu mengakses kamar mandi
b. Klien mampu mengambil perlengkapan mandi
c. Klien mampu membersihkan tubuh
Intervensi NIC :
a. Kaji kemampuan untuk menggunakan alat bantu.
Rasional: Mengetahui kemampuan klien dalam melakukan
aktivitas secara mandiri.
b. Kaji kemampuan mukosa oral dan kebersihan tubuh setiap hari.
Rasional : Mengetahui kemampuan klien dalam melakukan
personal hygiene.
c. Anjurkan klien/keluarga penggunaan metode alternative untuk
mandi dan hygiene oral.
Rasional : Mengajarkan klien agar melakukan hygiene secara
mandiri.
d. Dukung kemandirian klien dalam melakukan mandi dan hygiene
oral, bantu klien hanya jika diperlukan.
Rasional : Memotivasi klien/keluarga untuk melakukan hygiene
secara mandiri.
e. Tawarkan untuk mencuci tangan setelah eliminasi dan sebelum
makan.
Rasional : Menjaga penurunan kondisi tubuh akibat kuman/bakteri
di sekitar.
f. Libatkan keluarga dalam pemberian asuhan keperawatan.
Rasional : Keluarga mengetahui dan mampu membantu dalam
proses penyembuhan klien.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan .
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan ansietas pasien dapat diatasi.
Kriteria hasil :
a. Pasien tampak rileks
Intervensi NIC :
a. Kaji tingkat ansietas dan diskusikan penyebabnya bila mungkin.
Rasional : Meningkatkan kemampuan individu untuk menghadapi
kenyataan dengan lebih realistis.
b. Berikan informasi tertulis atau rekaman.
Rasional : Klien dapat merujuk pada materi tertulis atau rekaman
sesuai kebutuhan untuk menyegarkan daya ingat/mempelajari
informasi baru.
c. Berikan waktu untuk mendengarkan pasien mengenai masalah dan
dorong ekspresi perasaan yang bebas, misalnya marah, ragu atau
takut.
Rasional : Mengurangi beban pikiran klien.
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan saat tidur
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan ansietas pasien dapat diatasi
Kriteria Hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Klien tidak sering terbangun di malam hari
c. Tidak mengalami kesulitan untuk tidur/tetap tidur
d. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup
Intervensi NIC :
a. Kaji dan pantau TTV dan catat jika adanya perubahan
Rasional : Terganggunya pola tidur klien dapat mengakibatkan
meningkatnya risiko hipotensi atau TTV dalam batas yang tidak
normal
b. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti
cemas efek obat-obatan dan suasana ramai
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang
lain dialami dan dirasakan pasien
c. Anjurkan klien untuk memberi klien rutinitas relaksasi untuk
persiapan tidur.
Rasional : dapat membantu klien untuk cepat tertidur dan membuat
tidur lebih nyeyak sehingga meminimalkan risiko terbangun malam
hari.
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang
didapatkan mengenai penyakitnya
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan kurang pengetahuan pasien dapat diatasi
Kriteria Hasil :
e. Dapat menghubungkan gejala dan faktor penyebab
f. Melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi dalam
program pengetahuan
Intervensi NIC :
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit dan prognosa dan
pengobatan
Rasional : untuk memberiinformasi yang tepat pada pasien
b. Diskusi bersama pasien tentang penyakitnya
Rasional : memberi pengetahuan dasar dimana pasien cepat
membuat pertimbanagan dalam memilih gaya hidup
c. Tinjau ulang program pengobatan
Rasional : pemahaman tentang semua aspek penggunaan obat
meningkatkan penggunan yang tepat
d. Berikan he secara bertahap dan sesuai rencana
Rasional : memberikan informasi yang akurat
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Firdhaus,dkk, 2014. “Efektivitas terapi musik mozart terhadap penurunan intensitas nyeri pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah”.jurnal Penelitian, VOL 1 no.2.
Firdhaus,dkk, 2014. “Efektivitas Terapi Musik Mozart Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah”.jurnal Penelitian, VOL 1 no.2.
Mansjoer Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Price S.A, Wilson L.M. 2006. Patofifisiologi Konsepklinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Purnamasari, E, 2014. “Efektivitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur Rs Ungaran”.jurnal keperawatan.
Smeltzer. 2001 .Keperawatan Medikal Bedah, Brunner and Suddarth. Jakarta: EGC
Wilkinson Mjudith, Ahern R. 2011. Buku Saku Diangnosa Keperawatan Edisi 9Nanda Nic Noc. Jakarta: EGC