Upload
ngodung
View
225
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 1
1.1. Latar Belakang
Peningkatan pembangunan sebagai akibat dari peningkatan
realisasi investasi di Kabupaten Gresik, perlu diimbangi dengan upaya
pengaturan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan. Pengaturan
dan pengendalian dilakukan dengan tujuan agar terjadi kesesuaian dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah dan terkendalinya pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan fungsi sehingga perencanaan tata ruang bisa
berlangsung optimal. Selain itu, pengaturan dan pengendalian bertujuan
untuk mewujudkan bangunan yang fungsional, andal, seimbang, serasi dan
selaras dengan lingkungannya.
Untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan, menjamin
keandalan teknis bangunan serta terwujudnya kepastian hukum dalam
penyelenggaraan bangunan, maka setiap pendirian bangunan harus
berdasarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pemerintah Daerah Kabupaten
Gresik selama ini sudah memiliki dasar hukum dalam pelaksanaan Izin
Mendirikan Bangunan yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 22
tahun 2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Dengan telah
diberlakukannya Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Retribusi
Perizinan Tertentu dan berlakunya dasar-dasar hukum baru dalam
penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) serta untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dunia usaha akan pelayanan publik yang prima, maka
dipandang perlu untuk menyusun Peraturan Daerah Baru mengenai Izin
1111
PENDAHULUAN
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 2
Mendirikan Bangunan di Kabupaten Gresik. Peraturan Daerah yang baru ini
diharapkan dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan pemberian izin untuk
melakukan pengaturan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan.
Berdasarkan hal tersebut, kegiatan kajian kebijakan penanaman
modal pada Tahun 2015 ini ditujukan untuk Rancangan Peraturan Daerah
tentang Izin Mendirikan Bangunan melalui pembuatan Naskah Akademik
sebagai dasar dalam perumusan Rancangan Peraturan Daerah.
1.2. Identifikasi Masalah
Naskah akademik ini akan menganalisis 4 (empat) permasalahan
yang terkait dengan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di
Kabupaten Gresik. Empat permasalahan tersebut antara lain:
1. Permasalahan apa yang dihadapi dalam perizinan bangunan di
Kabupaten Gresik serta bagaimana permasalahan tersebut dapat
diatasi?
2. Mengapa perlu Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar
pemecahan masalah tersebut, yang berarti membenarkan pelibatan
negara dalam penyelesaian masalah tersebut?
3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis,
yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tersebut?
4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan, dan arah pengaturan?
1.3. Tujuan dan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik
Sesuai ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di atas,
tujuan penyusunan Naskah Akademik ini adalah:
1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam perizinan bangunan di
Kabupaten Gresik serta bagaimana mengatasi permasalahan tersebut.
2. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar hukum
penyelesaian atau solusi permasalahan perizinan bangunan di
Kabupaten Gresik.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 3
3. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah.
4. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan dan arah pengaturan dalam Rancangan Peraturan Daerah.
Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik ini adalah
sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang Izin Mendirikan Bangunan.
1.4. Metode
Terkait dengan metode penyusunan Naskah Akademik ini adalah
metode penelitian hukum yang digunakan untuk menjawab permasalahan
hukum yang telah dirumuskan. Metode tersebut terkait dengan aspek jenis
penelitian, pendekatan penelitian, jenis data, dan teknik pengumpulan
data.
1. Jenis Penelitian
Penelitian dalam rangka penyusunan Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah Pemberian IMB ini dilakukan berdasarkan metode
penelitian sosio legal. Metode penelitian sosio legal adalah metode
penelitian yang bukan hanya mengkaji aspek hukum dengan
pendekatan doktrinal tetapi juga dengan pendekatan nondoktrinal.
Oleh karena itu penyusunan Naskah Akademik ini menggunakan data
primer dan data sekunder berupa bahan hukum.
2. Jenis Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini mencakup data primer dan
data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah kondisi empiris
perizinan bangunan gedung di Kabupaten Gresik. Kondisi empiris
tersebut terkait dengan kondisi bangunan gedung maupun prosedur
perizinan secara empiris. Data sekunder dalam penelitian ini mencakup
literatur atau kajian maupun bahan hukum yang terkait dengan proses
perizinan bangunan gedung (IMB) di Kabupaten Gresik.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 4
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif.
Berdasarkan pendekatan ini, data yang diperoleh akan dideskripsikan
secara kualitatif. Oleh karena data yang diperoleh dan dipaparkan
bersifat kualitatif, maka pemaparan data akan menekankan pada
interpretasi terhadap data yang telah diperoleh. Interpretasi tersebut
terkait makna dari data yang diperoleh untuk menjawab identifikasi
permasalahan yang telah dirumuskan. Terkait dengan bahan hukum
sebagai data sekunder akan dianalisis dengan pendekatan perundang-
undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan.
Penggunaan pendekatan perbandingan dalam penyusunan naskah
akademik ini digunakan untuk memetakan best practices
penyelenggaraan IMB pada daerah-daerah dengan karakteristik yang
sejenis dengan Kabupaten Gresik.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada Naskah Akademik ini dilakukan dengan
memperhatikan jenis data yang akan dikumpulkan. Data primer pada
penelitian ini diperoleh melalui observasi, dokumentasi, maupun
wawancara bebas terpimpin. Wawancara bebas terpimpin dilakukan
dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan
sebagai pedoman. Namun tidak menutup kemungkinan adanya variasi
pertanyaan sesuai dengan situasi ketika wawancara berlangsung.
Wawancara dilakukan terhadap informan, dalam hal ini pihak yang
berwenang maupun masyarakat yang terkait dengan proses perizinan
bangunan gedung (IMB) di Kabupaten Gresik. Oleh karena pendekatan
dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, maka jumlah informan
dalam pengumpulan data primer tidak menjadi patokan kualitas data.
Penekanan pengumpulan data melalui informan adalah pemaknaan
terhadap realitas yang terkait dengan permasalahan dalam proses
perizinan bangunan gedung di Kabupaten Gresik.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 5
2.1. Kajian Teoretis
2.1.1. Konsep Negara Hukum
Istilah negara hukum seringkali dipertukarkan dengan istilah rule of
law ataupun rechtsstaat. Pemakaian kedua istilah tersebut secara
bergantian untuk menggantikan istilah negara hukum terkesan
mengaburkan dua konsep yang berasal dari latar belakang berbeda. Rule
of law berangkat dari tradisi common law atau Anglo Saxon sedangkan
rechtsstaat merupakan konsep dari tradisi civil law atau Eropa Kontinental.
Berdasarkan latar belakang dan dari sistem hukum yang
melatarbelakanginya tentu saja akan memunculkan perbedaan. Namun
dalam perkembangannya perbedaan tersebut tidak dipermasalahkan lagi
karena kedua konsep tersebut mengarah pada pengakuan dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.1
Istilah rechtsstaat mulai populer di Eropa sejak abad XIX meskipun
pemikiran itu sudah muncul sebelum abad tersebut. Istilah rule of law mulai
populer dengan terbitnya sebuah buku dari Albert Venn Dicey tahun 1885
dengan judul “Introduction to the Study of the Law of the Constitution”.
Namun satu abad sebelum A.V.Dicey sebenarnya di Amerika Serikat telah
muncul istilah yang memiliki makna yang serupa dengan rule of law yaitu:
“government of laws, not of men”. Intinya adalah negara akan menjauhkan
1 Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia: Sebuah Studi
tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan
Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi, Surabaya: Peradaban, 2007, hlm. 67.
KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
2222
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 6
diri dari pemerintahan absolut (tanpa pembatasan kekuasaan). Istilah “a
government of laws and not of men” pertama kali dikenalkan John Adams di
tahun 1774 dalam artikelnya di Boston Gazette. Prinsip ini juga yang dipakai
hakim John Marshall dalam mengadili perkara Marbury v Madison yang
akhirnya melahirkan konsep judicial review.2
Konsep rule of law yang dipopulerkan oleh A.V.Dicey terdiri dari tiga
aspek. Pertama, supremasi absolut atau superioritas dari regular law untuk
menentang pengaruh dan meniadakan kesewenang-wenangan, hak
prerogatif, serta kekuasaan diskresi yang luas dari pemerintah. Kedua,
persamaan di hadapan hukum atau penundukan secara sama dari semua
golongan kepada hukum umum dari negara yang dilaksanakan oleh
peradilan umum. Artinya, tidak ada orang yang berada di atas hukum
sehingga baik pejabat maupun warga negara biasa wajib mentaati hukum
yang sama. Implikasinya adalah tidak adanya peradilan administrasi. Ketiga,
konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land. Hukum konstitusi
bukanlah sumber tetapi merupakan konsekuensi dari hak-hak individu yang
dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan. Dengan demikian konstitusi
dalam rule of law adalah konstitusi yang berdasarkan pada hak-hak asasi
manusia.3
Konsep rule of law yang dipopulerkan oleh A.V.Dicey kemudian
berkembang lebih jauh. International Commission of Jurists di tahun 1959
(deklarasinya dikenal sebagai Deklarasi Delhi) merumuskan ciri-ciri yang
seharusnya ada dalam rule of law. Ciri-ciri tersebut yaitu:4
a. keberadaan pemerintahan yang representatif;
2 Brian Z. Tamanaha, “Rule of Law in The United States”, dalam Asian Discourses of Rule
of Law, ed.Randall Peerenboom, London: RoutledgeCurzon, 2004, hlm. 58. 3 A.V.Dicey, Introduction to the Study of the Law of the Constitution, Pengantar Studi
Hukum Konstitusi, diterjemahkan oleh Nurhadi, Bandung: Nusamedia, 2007, hlm. 264. Lihat
juga Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia: Sebuah Studi tentang
Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum
dan Pembentukan Peradilan Administrasi, Op.cit, hlm. 75. 4 Alex Carroll, Constitutional and Administrative Law, Harlow: Pearson Education Limited,
2007, hlm. 46.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 7
b. penghargaan terhadap hak asasi manusia yang terdapat dalam
Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia Tahun 1948 dan Konvensi
Eropa tentang Hak Asasi Manusia di Tahun 1950;
c. tiadanya hukum pidana yang berlaku surut;
d. adanya hak untuk mengajukan gugatan terhadap negara;
e. adanya hak atas pengadilan yang adil termasuk di antaranya adalah
pemberlakuan praduga tak bersalah, bantuan hukum, dan hak atas
upaya hukum banding;
f. peradilan yang mandiri;
g. adanya pengawasan atas peraturan perundang-undangan yang
berfungsi sebagai pelaksana undang-undang.
A.W. Bradley dan K.D. Ewing mengemukakan tiga aspek rule of law
yang menjadikan rule of law lebih layak dipilih ketimbang negara
berdasarkan kekuasaan belaka. Pertama, rule of law mewujudkan tatanan
ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat (law and order) dan bukannya
kondisi anarki yang memunculkan tiadanya rasa aman bagi individu.
Stabilitas, menurut Bradley dan Ewing, adalah prakondisi bagi eksistensi
sistem hukum. Kedua, rule of law berdasarkan pada prinsip fundamental
yang penting, yaitu bahwa pemerintahan dijalankan dengan mengacu
pada hukum dan setiap kasus yang terjadi diselesaikan melalui putusan
pengadilan. Ketiga, rule of law mengacu pada pengumpulan pendapat,
baik tentang bagaimana wewenang yang seharusnya dimiliki oleh
pemerintah dan bagaimana seharusnya wewenang tersebut dijalankan.5
Seperti halnya rule of law, konsep rechtsstaat juga mengalami
perkembangan dari konsep klasik hingga ke konsep modern. Konsep klasik
diistilahkan sebagai klassiek liberale en democratische rechtsstaat atau
democratische rechtsstaat. Sedangkan konsep modern, khususnya di
Belanda, biasa disebut sociale rechtsstaat atau juga disebut sociale
democratische rechtsstaat.
5 A.W.Bradley dan K.D.Ewing, Constitutional and Administrative Law, Harlow: Pearson
Education Limited, 2007, hlm. 99.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 8
Prinsip-prinsip dasar dari rechtsstaat yang bersifat liberal dan
demokratis, menurut Van Der Pot sebagaimana dikutip Hadjon, meliputi tiga
aspek. Pertama, adanya undang-undang dasar atau konstitusi yang
memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat.
Kedua, adanya pembagian kekuasaan negara, yang meliputi: kekuasaan
pembuatan undang-undang yang ada pada parlemen, kekuasaan
kehakiman yang bebas dan tidak hanya menangani sengketa antara
individu rakyat tetapi juga antara penguasa dan rakyat dan pemerintah
yang mendasarkan tindakannya atas undang-undang (wetmatig bestuur).
Ketiga, diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat (vrijheidsrechten
van de burger). Ciri-ciri tersebut menunjukkan prinsip sentral rechtsstaat
adalah pada pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia serta
kebebasan dan persamaan.6
Konsep sociale rechtsstaat merupakan varian dari liberale rechsstaat
yang memunculkan interpretasi baru terhadap hak-hak klasik dengan
memunculkan konsep hak-hak sosial, konsepsi baru tentang kekuasan politik
dalam hubungannya dengan kekuasaan ekonomi, konsepsi baru tentang
makna kepentingan umum, dan karakter baru dari wet dan wetgeving.
Interpretasi terhadap hak-hak klasik tentang kebebasan dan persamaan
memunculkan pandangan bahwa kebebasan dan persamaan bukan
hanya bersifat formal yuridis saja tetapi secara riil dalam masyarakat. Oleh
karena itu dibutuhkan pemenuhan hak-hak sosial, ekonomi, dan kultural.
Legitimasi kekuasaan politik dilihat dari sudut pandang kaitannya dengan
kekuasaan ekonomi. Kepentingan umum tidak diartikan sebagai
kepentingan negara atau kepentingan kaum borjuis tetapi kepentingan dari
demokratisasi nasional, yaitu setiap orang dapat menjadi bagian dari
cabang kekuasaan. Watak undang-undang dalam konsep liberal yang
restriktif dan sebagai instrumen stabilitasi mulai luntur karena fungsi
pembentukan undang-undang hanyalah sebagai landasan yuridis formal
6 Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia: Sebuah Studi
tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan
Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi, Op.cit, hlm.71.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 9
bagi kebijakan pemerintah yang berorientasi sosial. Dengan demikian watak
ratio scripta atau aturan tertulis dalam undang-undang direduksi menjadi
instrumen hukum untuk mewujudkan kebijakan. Pergeseran-pergeseran
tersebut mengarahkan sociale rechsstaat pada tiga unsur pokok: hak-hak
dasar, peluang ekonomi, dan distribusi sosial.7
Pendapat yang serupa tentang konsep rechtsstaat juga
dikemukakan oleh Van Wijk dan Konijnbelt. Menurutnya rechtsstaat memiliki
unsur-unsur sebagai berikut:8
a. pemerintahan menurut hukum (wetmatig bestuur), yang meliputi
kewenangan yang dinyatakan dengan tegas, tentang perlakuan yang
sama, dan tentang kepastian hukum;
b. jaminan atas hak-hak asasi;
c. pembagian kekuasaan yang meliputi struktur kewenangan atau
desentralisasi dan tentang tentang pengawasan dan kontrol;
d. pengawasan oleh kekuasaan peradilan.
Keempat unsur tersebut serupa dengan unsur rechtsstaat menurut
Zippelius yang menyatakan bahwa rechtsstaat memiliki unsur pemerintahan
menurut hukum, jaminan hak asasi, pembagian kekuasaan, dan
pengawasan yudisial terhadap pemerintah.9
2.1.2. Konsep Wewenang
Wewenang merupakan konsep inti dalam hukum tata negara dan
hukum administrasi. Wewenang dalam hukum tata negara dideskripsikan
sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht). Jadi dalam konsep hukum publik
wewenang berkaitan dengan kekuasaan. Sedangkan wewenang, jika
mengacu pada pengertian authority dalam Black’s Law Dictionary, diartikan
sebagai: “the right or permission to act legally on another’s behalf; the power
7 Ibid, hlm.73. 8A.Hamid S.Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara: Suatu Studi Analisis mengenai Keputusan Presiden
yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV, Disertasi, Fakultas
Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990, hlm.45. 9 Ibid.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 10
of one person to affect another’s legal relations by acts done in accordance
with the other’s manifestation of assent; the power delegated by a principal
to an agent.”10
Menurut Van Maarseveen, sebagaimana dikutip Philipus M. Hadjon,
wewenang terdiri atas tiga komponen, yaitu:11
a. pengaruh, menunjukkan bahwa wewenang ditujukan untuk
mengendalikan perilaku subjek hukum;
b. dasar hukum, yaitu wewenang harus memiliki dasar hukum;
c. konformitas, menunjukkan bahwa adanya standar wewenang.
Wewenang dapat diperoleh dengan tiga cara, yaitu:
a. atribusi
Atribusi menurut Van Wijk dan Konijnenbelt merupakan cara normal
dalam memperoleh wewenang pemerintahan. Atribusi dalam
memperoleh wewenang membuat keputusan (besluit) bersumber
langsung kepada undang-undang dalam arti materiil. Dengan
demikian yang dapat membentuk wewenang adalah organ yang
berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan.12
b. Delegasi
Tidak ada peraturan perundang-undangan di Indonesia yang
menjelaskan pengertian delegasi. Pengertian delegasi dapat mengacu
pada pengertian yang dirumuskan oleh Algemene Wet Bestuursrecht
(AWB) Artikel 10:13, yaitu: “Onder delegatie wordt verstaan: het
overdragen door een bestuursorgaan van zijn bevoegdheid tot het
nemen van besluiten aan een ander die deze onder eigen
verantwoordelijkheid uitoefent (terjemahan GALA: ‘Delegation’ means
10 Black Law’s Dictionary, Eds. Bryan A.Garnet et.al, St.Paul: West Publishing, 2009,
hlm.152. 11 Philipus M.Hadjon, Tentang Wewenang, Jurnal Yuridika Fakultas Hukum Universitas
Airlangga Nomor 5 dan 6 Tahun XII (September – Desember 1997), hlm.1. 12 Ibid, hlm.3.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 11
the transfer by an administrative authority of its power to make orders to
another one, who assumes responsibility for the exercise of this power)”
Dengan demikian konsep delegasi merupakan konsep pengalihan
wewenang dari satu badan tata usaha negara kepada badan tata
usaha negara lainnya. Tanggung jawab atas wewenang tersebut
menjadi tanggung jawab delegataris (yang menerima wewenang). Hal
tanggung jawab inilah yang nantinya membedakan konsep delegasi
dan mandat.
c. Mandat
Mandat merupakan suatu penugasan kepada bawahan. Penugasan
kepada bawahan misalnya untuk membuat keputusan atas nama
pejabat yang member mandat. Keputusan itu merupakan keputusan
pejabat yang memberi mandat.13 Pengertian yang serupa dapat dilihat
pada Artikel 10:1 AWB, bahwa mandat disebut sebagai: “…de
bevoegdheid om in naam van een bestuursorgaan besluiten te
nemen.” (…the power to make orders in the name of an administrative
authority). Dengan demikian tanggung jawab jabatan tetap pada
pemberi. Inilah yang membedakan antara mandat dan delegasi. Oleh
karena itu penerima mandat tidak dapat menjadi tergugat dalam
sengketa tata usaha negara.14 Selain itu pembeda antara mandat dan
delegasi adalah pemberi mandat dapat menggunakan lagi
wewenang atas mandat tersebut.
Setiap wewenang dibatasi oleh isi/materi wewenang, wilayah
wewenang, dan waktu. Jika wewenang yang dilaksanakan melampaui
batas-batas tersebut maka yang timbul adalah kondisi-kondisi berikut:15
a. onbevoegdheid ratione materiae atau ketidakwenangan karena
materi yaitu pemerintah oleh peraturan perundang-undangan
13 Ibid, hlm.12. 14 Lihat Pasal 1 Angka 12 UU PTUN. 15Philipus M.Hadjon, Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam Mewujudkan
Pemerintahan yang Bersih, Pidato Pengukuhan Guru Besar, Fakultas Hukum Universitas
Airlangga Surabaya, 10 Oktober 1994.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 12
tidak diberikan wewenang untuk melakukan tindakan yang
dilakukannya. Misalnya, seorang walikota tidak berwenang untuk
mencabut Peraturan Daerah karena Peraturan Daerah hanya
dapat dicabut oleh Peraturan Daerah yang dibuat bersama-sama
oleh walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
b. Onbevoegdheid ratione loci atau ketidakwenangan karena
pemerintah tidak berwenang untuk melakukan tindakan
pemerintahan di wilayah tersebut. Misalnya, Pemerintah Kota
Surabaya tidak berhak untuk membuat Peraturan Daerah yang
mengatur rencana tata ruang wilayah yang cakupan wilayahnya
termasuk wilayah Kabupaten Gresik.
c. Onbevoegdheid ratione temporis atau ketidakwenangan
pemerintah karena terlampauinya batas waktu. Misalnya, tindakan
pemerintah dilakukan dengan mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang tidak berlaku lagi.
Wewenang memang memiliki batas, tetapi bisa terjadi suatu kondisi
tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan padahal tindakan
pemerintah diperlukan dalam kondisi tersebut. Hal ini bisa saja terjadi
karena tidak mungkin semua kondisi diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Di sinilah pentingnya konsep diskresi atau freies
ermessen.16
Menurut Darumurti, diskresi dapat didefinisikan sebagai bentuk
wewenang pada badan atau pejabat pemerintah yang
memungkinkan mereka untuk melakukan pilihan-pilihan dalam
mengambil tindakan hukum dan/atau tindakan faktual dalam lingkup
tindakan pemerintah. Diskresi dimiliki oleh pemerintah karena
pemerintah harus aktif berperan mencampuri bidang kehidupan sosial
16 Diskresi (discretionary power) merupakan konsep hukum administrasi Inggris.
Sedangkan freies ermessen merupakan konsep hukum administrasi Jerman. Kedua istilah ini
biasa digunakan untuk menyebut kekuasaan bebas. Untuk selanjutnya akan digunakan
istilah diskresi sebagai istilah untuk kekuasaan bebas. Lihat Philipus M.Hadjon et.al, Hukum
Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011,
hlm.14.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 13
ekonomi masyarakat (public service) yang mengakibatkan pemerintah
tidak boleh menolak untuk mengambil keputusan ataupun bertindak
dengan dalih terjadi kekosongan pengaturan hukum. Pemerintah
diberikan kewenangan untuk campur tangan dalam lapangan
kehidupan masyarakat dan pemerintah dituntut untuk bertindak aktif di
tengah dinamika kehidupan masyarakat.17
Namun diskresi bukan berarti bebas tanpa batas sama sekali. Black’s
Law Dictionary menjelaskan discretion sebagai: “wise conduct and
management; cautious discernment; prudence” atau “individual
judgement; the power of free decision making”.18 Sedangkan
administrative discretion diartikan sebagai: “a public official’s or
agency’s power to exercise judgement in the discharge of its duties”.19
Pengertian diskresi menurut Black’s Law Dictionary ini menunjukkan
bahwa di balik kebebasan untuk membuat keputusan terdapat juga
aspek kehati-hatian yang perlu diperhatikan. Kebebasan bertindak
yang ada dalam konsep diskresi tidak dapat dilakukan dengan benar-
benar bebas. Kebebasan bertindak dalam diskresi tidak pula
menunjukkan bahwa administrasi negara bebas dari Undang-Undang.
Menurut Kranenburg, sebagaimana dikutip Hadjon, kebebasan yang
dimaksud dalam diskresi adalah kebebasan karena tidak ada
pengaturan. Diskresi perlu dilakukan karena Undang-Undang tidak
merinci apa yang terjadi secara konkret dan hal itulah yang harus dicari
sendiri oleh pemerintah. Oleh karena itu tetap ada keterikatan pada
peraturan perundang-undangan saat tindakan pemerintah dilakukan
atas dasar diskresi.20 Perlunya batasan-batasan dalam diskresi juga
dikemukakan oleh Ronald Dworkin yang menganalogikan diskresi
sebagai lubang roti donat yang dikelilingi oleh pembatasnya berupa
17 Krishna D. Darumurti, Kekuasaan Diskresi Pemerintah, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2012, hlm.57 – 58. 18 Black’s Law Dictionary, Op.cit, hlm.534. 19 Ibid. 20 Philipus M.Hadjon, Pengertian Dasar tentang Tindak Pemerintahan, Surabaya: Djumali,
1985, hlm.45.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 14
roti itu sendiri. Secara paradoksal, diskresi tidak akan eksis jika tidak
terdapat batasan-batasan yang mengelilinginya.21
Tidak absolutnya kebebasan bertindak juga diutarakan Matthew
Groves, sebagaimana dikutip Enrico Simanjuntak, yang mendefinisikan
diskresi sebagai: “…choice-namely, that an official who is granted
power to act or decide is also granted the freedom to choose from a
range of possible outcomes which an exercise of that power might
allow. But administrative law has long decreed that this freedom is not
absolute. Even the most discretionary powers are not taken to be
arbitrary power.”22
Konsep diskresi yang penting bagi kajian ini adalah bahwa ketika
diskresi digunakan dalam pemerintahan maka berlaku perlindungan
hukum kepada badan/pejabat yang bersangkutan. Perlindungan
hukum bagi badan/pejabat yang melakukan diskresi adalah jaminan
imunitas dari tindakan judicial review oleh hakim. Hal ini terkenal
dengan adagium “kebijakan tidak dapat diadili”. Dalam hukum tata
negara atau hukum administrasi Amerika Serikat, isu pengujian terhadap
kebijakan termasuk dalam kategori political question atau nonjusticiable
issue yaitu pengadilan akan menahan diri untuk tidak melakukan
intervensi (self-restraint) atas kekuasaan pemerintah yang sifatnya
sangat teknikal. Menurut Cass R. Sunstein, sebagaimana dikutip
Darumurti, dasar pertimbangan pengadilan untuk tidak melakukan
intervensi terhadap tindakan diskresi pemerintah adalah argumen
pragmatisme, yaitu judges lack expertise and they are not politically
accountable.23
21 Ronald Dworkin, Taking Rights Seriously, Cambridge: Harvard University Press, 1978,
hlm.31. 22 Enrico Simanjuntak, Peradilan Administrasi dan Problematika Peraturan Kebijakan,
Varia Peradilan Tahun XXVI Nomor 305 April 2011, hlm.33 23 Krishna D. Darumurti, Op.cit, hlm.36 – 37.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 15
2.1.3. Konsep Teoretis Perizinan
Kajian teoretis aspek perizinan bangunan terkait dengan aspek
hukum dalam perizinan. Persoalan perizinan akan menjadi menarik dilihat jika
dihubungkan dengan tatanan negara yang ada sekarang. Pelaksanaan
negara hukum yang demokratis tentu harus dipahami oleh semua aparatur
pemerintah dalam melaksanakan kewenangannya. Perizinan yang selama
ini dianggap sebagai otoritas mutlak pemerintah harusnya ditempatkan
dalam dimensi negara hukum yang demokratis. Oleh karena itu tentu
perizinan tidak dapat dipahami asal maunya aparatur pemerintah tetapi
harus memperhatikan hak-hak warga negara dalam kehidupan demokrasi.
Adanya perizinan bukanlah menimbulkan konflik sosial tetapi semestinya
mampu menciptakan harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara.24
Pengendalian setiap kegiatan atau perilaku individu atau kolektivitas
yang sifatnya preventif adalah melalui izin yang memiliki kesamaan seperti
dispensasi dan konsesi.25 Perizinan sebagai salah satu instrumen dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah bisa diterapkan sebagai salah satu
kewenangan yang ditentukan pemerintah daerah yang implementasinya
tercermin dalam sikap tindak hukum kepala daerah, baik atas dasar
peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasannya, maupun
dalam kerangka menyikapi prinsip pemerintahan yang layak sebagai bentuk
tanggungjawab publik.26
Menurut Sjachran Basah, izin merupakan perbuatan hukum
administrasi negara bersegi satu yang menghasilkan peraturan dalam hal
concreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.27 Izin juga dapat diartikan
sebagai persetujuan penguasa berdasarkan peraturan pemerintah untuk
24 Agus Ngadino, “Perizinan dalam Kerangka Negara Hukum Demokratis”, Makalah,
Universitas Sriwijaya, hlm. 4. 25 Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Surabaya: Pustaka Tinta
Mas, 1988, hlm. 129. 26 Juniarso Ridwan, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik,
Bandung: Nuansa, 2009, hlm. 99. 27 Ibid, hlm. 92.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 16
dalam keadaan tertentu menyimpang dari larangan dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.28
Hukum perizinan adalah suatu bentuk keputusan pemerintah sebagai
norma penutup untuk menerapkan peraturan perundang-undangan dan
mewujudkan keadaan tertentu dalam negara hukum. Izin adalah instrumen
yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintahan
menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku
warga. Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-
undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu
menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan. Adapun
dalam dalam arti sempit menyatakan bahwa izin adalah pengikatan
aktivitas-aktivitas.29
2.2. Kajian terhadap Asas/Prinsip yang terkait dengan Penyusunan Norma
Asas berbeda dengan norma. Asas memiliki wilayah penerapan yang
lebih luas daripada norma. Dalam suatu sistem hukum, asas hukum
merupakan kaidah penilaian fundamental. Asas hukum memberikan suatu
nilai. Nilai tersebut kemudian menjadi bentuk yang lebih khusus dalam
sebuah norma hukum yang memberikan pedoman yang jelas bagi
perbuatan. Sebagai sebuah nilai, menurut Sudikno Mertokusumo, asas
hukum menjadi pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar
belakang dari peraturan konkrit yang terdapat dalam dan di belakang
setiap sistem hukum.30
Asas hukum berisi nilai sehingga asas hanya memberikan pedoman
secara tidak langsung. Oleh karena itu asas hukum tidak selalu dipositifkan
dalam peraturan perundang-undangan sehingga sulit untuk mengkonstatasi
kapan asas hukum telah kehilangan keberlakuannya. Selain itu, asas hukum
tidak memiliki sifat ’semua atau tidak’ (alles of niets karakter). Artinya, dalam
kejadian yang sama dapat diterapkan berbagai asas hukum dan semua
28 S. Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983,
hlm. 94. 29 Agus Ngadino, Op.cit, hlm. 8. 30 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, 2003, hlm. 34.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 17
asas tersebut memiliki peranan pada interpretasi peraturan perundang-
undangan yang akan diterapkan.31
Selain digunakan dalam hal interpretasi peraturan perundang-
undangan, asas juga digunakan dalam membentuk peraturan perundang-
undangan. Munculnya asas-asas pembentukan peraturan perundang-
undangan merupakan resultan dari sebuah sejarah yang panjang dalam
perkembangan hukum. Dulunya pembentukan peraturan perundang-
undangan dianggap sebuah seni. Namun dalam perkembangannya
pembentukan peraturan perundang-undangan dianggap tidak
membutuhkan bakat manusia tetapi teknik yang dapat dipelajari. Walaupun
merupakan sebuah teknik, tetapi pembentukannya tetaplah membutuhkan
nilai-nilai sebagai pedoman bagi perancangnya.
Keberadaan asas pembentukan peraturan perundang-undangan
juga tidak dapat dilepaskan dari fungsinya. Fungsi asas pembentukan
peraturan perundang-undangan antara lain:32
a. Memberikan pedoman dan bimbingan penuangan isi peraturan
perundang-undangan ke dalam bentuk dan susunan yang sesuai
sehingga tepat penggunaan metode pembentukannya serta sesuai
dengan proses dan prosedur pembentukan yang telah ditentukan.
b. Sebagai dasar pengujian dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan maupun sebagai dasar pengujian terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Mencegah peraturan perundang-undangan sekedar sebagai produk
politik oleh lembaga legislatif maupun eksekutif.
d. Menjamin agar peraturan perundang-undangan tersebut diterimadan
dipahami dengan baik oleh mayoritas khalayak yang dituju.
31 J.J.H. Bruggink, Rechts-Reflecties: Grondbegrippen uit de rechtstheorie, Refleksi
tentang Hukum, diterjemahkan Arief Sidharta, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, hlm. 127. 32 Bayu Dwi Anggono, Perkembangan Pembentukan Undang-Undang di Indonesia,
Jakarta: Konstitusi Press, 2014, hlm. 56-58.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 18
Beberapa ahli mengemukakan asas-asas yang menjadi pedoman
atau nilai dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.
Selain para ahli, UU No. 12 Tahun 2011 telah mengatur asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undangan.33 Tidak ada keseragaman
antara pendapat para ahli maupun dengan asas dalam UU No. 12 Tahun
2011. Namun jika diteliti dengan seksama, asas yang terdapat dalam UU No.
12 Tahun 2011 telah mengelaborasi berbagai pendapat yang dikemukakan
para ahli.
Menurut Van Der Vlies, terdapat 10 (sepuluh) asas pembentukan
peraturan perundang-undangan yang baik. Sepuluh asas tersebut antara
lain:34
a. Asas tujuan yang jelas
Asas ini menghendaki adanya suatu tujuan peraturan perundang-
undangan yang jelas, yang harus tampak pula dalam penjelasannya.
b. Asas organ yang tepat
Asas ini menghendaki agar suatu peraturan perundang-undangan
dikeluarkan oleh organ atau lembaga yang tepat, yaitu organ atau
lembaga yang berwenang untuk membentuk peraturan perundang-
undangan tersebut.
c. Asas kemendesakan
Asas ini menghendaki sebuah peraturan perundang-undangan
dibentuk atas dasar adanya kebutuhan.
d. Asas dapat dilaksanakan
Asas ini menghendaki sebuah peraturan perundang-undangan yang
dibentuk agar dapat ditegakkan dalam praktiknya.
33 Pengaturan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dalam UU
No.12 Tahun 2011 tentunya bertentangan dengan pendapat yang telah dikemukakan
sebelumnya bahwa asas hukum tidak perlu dipositifkan dalam sebuah peraturan
perundang-undangan. 34 I.C.van der Vlies, Handboek Wetgeving, Buku Pegangan Perancang Peraturan
Perundang-undangan, diterjemahkan oleh Linus Doludjawa, Jakarta: Direktorat Jenderal
Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2005, hlm.
238-308.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 19
e. Asas konsensus
Asas ini menghendaki pihak-pihak yang berkepentingan berpartisipasi
dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
f. Asas peristilahan dan sistematika yang jelas
Asas ini menghendaki suatu perundang-undangan mudah dimengerti
oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pelaksanaan
peraturan perundang-undangan tesebut.
g. Asas kemudahan untuk diketahui
Asas ini menghendaki suatu peraturan perundang-undangan dapat
diketahui dengan mudah oleh masyarakat. Oleh karena itu pemerintah
seharusnya membuat ikhtisar umum peraturan perundang-undangan
yang masih berlaku.
h. Asas kesamaan hukum
Asas ini berkaitan dengan masalah apakah pembedaan perlakuan
yang diadakan oleh pembuat suatu peraturan perundang-undangan
dapat dibenarkan atau tidak.
i. Asas kepastian hukum
Asas ini menghendaki harapan-harapan atau ekspektasi yang wajar
dihormati oleh pembuat peraturan perundang-undangan. Namun asas
ini tidak menutup kemungkinan sebuah peraturan perundang-
undangan diubah.
j. Asas penerapan hukum yang khusus
Asas ini menghendaki peraturan perundang-undangan memberikan
jaminan atau perlindungan terhadap keadaan-keadaan khusus yang
diakibatkan oleh penerapan peraturan perundang-undangan tersebut.
Selain Van Der Vlies, pendapat lain dikemukakan oleh A. Hamid S.
Attamimi. Attamimi membagi asas pembentukan peraturan perundang-
undangan menjadi dua jenis yaitu asas hukum formal dan asas hukum
material. Asas hukum formal meliputi asas tujuan yang jelas, asas perlunya
pengaturan, asas organ/lembaga yang tepat, asas materi muatan yang
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 20
tepat, asas dapat dilasanakan, asas dapat dikenali. Asas hukum material
meliputi asas sesuai dengan norma fundamental negara, asas kesesuaian
dengan hukum negara, asas sesuai dengan prinsip-prinsip negara berdasar
atas hukum, asas sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan berdasarkan
konstitusi.35 Jika diperhatikan, sepuluh asas yang dikemukakan oleh Attamimi
hampir tidak berbeda dengan yang dikemukakan oleh Van Der Vlies.
Perbedaan antara kedua pendapat menyangkut asas yang berkaitan
dengan substansi peraturan perundang-undangan.
Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Lon Fuller, sebagaimana
dikutip oleh Imer B. Flores. Fuller mengistilahkan asas-asas dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut sebagai ’internal
morality of law’. Asas-asas yang tercakup dalam ’internal morality of law’
antara lain:36
a. Asas umum
Berdasarkan asas ini peraturan perundang-undangan harus bersifat
umum untuk kepentingan bersama.
b. Asas publisitas
Peraturan perundang-undangan harus diumumkan agar diketahui oleh
seluruh subjek hukum.
c. Asas non-retroaktif
Peraturan perundang-undangan tidak boleh diterapkan terhadap
kondisi lampau sebelum peraturan perundang-undangan tersebut
dibuat.
d. Asas kejelasan
Peraturan perundang-undangan harus jelas dan tepat untuk diikuti.
e. Asas non-kontradiksi
Peraturan perundang-undangan harus koheren dan tidak memiliki
kontradiksi atau inkonsistensi dengan peraturan perundang-undangan
lainnya.
35 Bayu Dwi Anggono, Op.cit, hlm. 55 36 Imer B. Flores, “Legisprudence: the Role and Rationality of Legislators – Vis a Vis
Judges – Towards the Realization of Justice”, Mexican Law Review Volume 1, Number 2,
January – June 2009, hlm. 107.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 21
f. Asas posibilitas
Peraturan perundang-undangan tidak boleh memerintahkan sesuatu
yang mustahil dan oleh karena itu seharusnya tidak diberikan sekedar
efek simbolis dalam peraturan perundang-undangan tersebut.
g. Asas keajegan
Peraturan perundang-undangan tidak boleh sering diubah atau
diberlakukan dalam waktu singkat. Oleh karena itu substansinya harus
ditujukan untuk pelaksanaan yang konstan atau ajeg.
h. Asas kesesuaian
Peraturan perundang-undangan harus diterapkan sesuai dengan tujuan
pembentukannya.
Selain asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan
yang dikemukakan para ahli, selanjutnya yang perlu dikemukakan adalah
asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan menurut UU No. 12
Tahun 2011. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, asas hukum
merupakan nilai yang menjadi panduan bagi sebuah peraturan perundang-
undangan. Oleh karena itu, pengaturan asas hukum dalam sebuah
peraturan perundang-undangan merupakan ketidaklaziman. Walaupun
asas-asas tersebut telah diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011, hal tersebut
tidak kemudian menutup kemungkinan pembentuk peraturan perundang-
undangan mengacu pada asas-asas lain di luar UU No. 12 Tahun 2011.
Jika mengacu pada UU No. 12 Tahun 2011, asas-asas tersebut dibagi
dalam dua jenis, yaitu asas pembentukan (Pasal 5) dan asas materi muatan
(Pasal 6). Asas pembentukan meliputi:
a. Asas kejelasan tujuan
Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus
mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Kejelasan tujuan
tersebut dapat dilihat pada konsideran ’Menimbang’ maupun pada
penjabarannya dalam Naskah Akademik.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 22
b. Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat
Setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh
lembaga negara atau pejabat pembentuk peraturan perundang-
undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut
dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga
negara atau pejabat yang tidak berwenang.
c. Asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan
Pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar
memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan.
d. Asas dapat dilaksanakan
Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus
memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut
di dalam masyarakat baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
e. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan
Setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-
benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
f. Asas kejelasan rumusan
Setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan
teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan
kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti
sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya.
g. Asas keterbukaan
Pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka.
Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan
yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 23
Asas materi muatan dalam UU No. 12 Tahun 2011 meliputi:
a. Asas pengayoman
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi
memberikan perlindungan untuk menciptakan ketentraman
masyarakat.
b. Asas kemanusiaan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia
serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk
Indonesia secara proporsional.
c. Asas kebangsaan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk
dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Asas kekeluargaan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap
pengambilan keputusan.
e. Asas kenusantaraan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa
memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi
muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah
merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan
Pancasila dan UUD NRI 1945.
f. Asas bhinneka tunggal ika
Materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan
keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus
daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 24
g. Asas keadilan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.
h. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh
memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang,
antara lain agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
i. Asas ketertiban dan kepastian hukum
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat
mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian
hukum.
j. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara
kepentingan individu, masyarakat, dan kepentingan bangsa dan
negara.
2.3. Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang ada, serta
Permasalahan yang dihadapi Masyarakat
Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan, telah
diidentifikasi permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam praktik
penyelenggaraan perizinan bangunan di Kabupaten Gresik. Praktik
penyelenggaraan selama ini mengalami kesulitan di lapangan karena
adanya tumpang tindih peraturan perundang-undangan. Berikut ini adalah
beberapa praktik dan permasalahan yang telah diidentifikasi berdasarkan
data empiris.
1. Tersebarnya dasar hukum Perda yang terkait IMB di Kabupaten Gresik
Permasalahan pokok dalam perizinan bangunan di Kabupaten Gresik
adalah tersebarnya dasar hukum terkait perizinan bangunan antara
Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung serta Peraturan Daerah
yang mengatur IMB dalam beberapa Perda. Kabupaten Gresik telah
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 25
memiliki Peraturan Daerah Nomor 29 Tahun 2011 tentang Bangunan
Gedung (Perda No. 29 Tahun 2011). Perda No. 29 Tahun 2011 juga
mengatur dengan cukup spesifik perihal penerbitan IMB (Pasal 45 –
Pasal 60), tetapi sampai saat ini pada praktiknya penerbitan IMB masih
lebih banyak mengacu pada Permen PU No. 24/PRT/M/2007 dan belum
diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan di tingkat
daerah.
Sebelumnya IMB diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik
Nomor 22 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan juncto
Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 22 Tahun
2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Perda Retribusi IMB).
Perda Retribusi IMB juga secara detil mengatur perihal penerbitan IMB
sehingga terjadi tumpang tindih pengaturan penerbitan IMB di
Kabupaten Gresik. Prosedur penerbitan IMB juga mengacu kepada
Permen PU No. 24/PRT/M/2007 dan Peraturan Bupati Nomor 27 Tahun
2006 tentang Prosedur Tetap Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan.
Tentu saja hal ini menimbulkan perizinan bangunan di Kabupaten Gresik
tidak didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang tersusun
secara sistematis, melainkan pada peraturan perundang-undangan
yang tersebar dan saling tumpang tindih. Hal ini berdampak pada
praktik penerbitan IMB, pimpinan SKPD yang terkait – dalam hal ini
Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kabupaten Gresik – seringkali
harus membuat kebijakan secara kasuistis ketika muncul permasalahan.
2. Kekosongan hukum terkait SIPPT
Salah satu persyaratan dalam pengajuan permohonan IMB adalah Ijin
Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT).37 IPPT diatur dalam Peraturan
Daerah Kabupaten Gresik Nomor 7 Tahun 2005 tentang Retribusi Ijin
37 IPPT dalam Perda Kabupaten Gresik No. 7 Tahun 2005 didefinisikan sebagai
pemberian izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah atas penggunaan tanah kepada
Badan Usaha dan atau perseorangan yang akan menggunakan tanah di wilayah
Kabupaten Gresik.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 26
Peruntukan Penggunaan Tanah (Perda No. 7 Tahun 2005). Jika merujuk
pada Perda No. 7 Tahun 2005, pengaturan IPPT dalam Perda tersebut
juga belum memenuhi asas lex certa dan asas lex stricta, yaitu bahwa
pengaturannya seharusnya dirumuskan secara jelas dan tertulis dalam
peraturan perundang-undangan. Dalam Perda No. 7 Tahun 2005 juga
diatur persyaratan ijin prinsip, ijin lokasi, dan ijin tata ruang tetapi tidak
diatur secara jelas hubungan antara ketiga jenis ijin tersebut dengan
IPPT. Izin Tata Ruang dan Izin Lokasi kemudian diatur juga dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Penanaman Modal di Kabupaten Gresik (Perda No. 8 Tahun 2012).
Namun Perda No. 8 Tahun 2012 tidak mencabut ketentuan Izin Tata
Ruang dan Izin Lokasi dalam Perda No. 7 Tahun 2005. Hal ini
mengakibatkan tumpang tindih pengaturan.
Ketiga jenis izin tersebut – dalam implementasinya – diposisikan sebagai
syarat untuk mendapatkan IPPT. Oleh karena itu, jika IPPT nantinya diatur
dalam Peraturan Daerah tentang IMB maka harus dirumuskan secara
jelas pengertian dan ruang lingkupnya. Selain itu persyaratan
memperoleh IPPT nantinya tidak tumpang tindih dengan persyaratan
memperoleh IMB – yang merupakan produk akhir dari permohonan
yang diajukan.
Pengaturan tersebut perlu juga memperhatikan prinsip dalam sistem
perizinan berantai. Dengan sistem tersebut berarti bahwa untuk setiap
kegiatan usaha hanya ada satu izin pada puncaknya. Izin yang menjadi
puncak dalam sistem perizinan berantai adalah Izin yang menimbulkan
hak dan kewajiban dalam melakukan kegiatan dan/atau usaha.
Adapun yang diterpadukan dalam sistem perizinan berantai adalah
prosedur. Dalam sistem perizinan berantai pada IMB maka izin-izin
tersebut bukanlah merupakan izin yang mandiri. Izin-izin tersebut
dikaitkan dengan IMB. Penerbitan IMB hendaknya dikoordinasikan
dengan izin-izin tersebut sehingga izin tersebut merupakan satu mata
rantai terpadu. Dengan sistem mata rantai maka pencabutan salah
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 27
satu izin dalam mata rantai tersebut berakibat izin untuk mendirikan
bangunan tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.
3. Praktik pembatalan permohonan IMB
Seringkali pemohon melakukan pembatalan permohonan IMB oleh
pemohon ketika retribusi sudah dibayar. Jika mengacu pada Pasal 12
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 tentang
Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (Permendagri No. 32
Tahun 2010), Bupati/Walikota menerbitkan IMB paling lambat 7 (tujuh)
hari sejak tanda bukti pembayaran retribusi IMB diterima. Oleh karena
itu penerbitan IMB setelah pembayaran retribusi IMB tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan.
Namun Perda yang sudah ada saat ini tidak mengatur mekanisme yang
harus ditempuh ketika permohonan IMB dibatalkan oleh pemohon
ketika retribusi justru sudah dibayar. Pembatalan tersebut akan
menyulitkan bagi Pemerintah Kabupaten Gresik karena retribusi yang
sudah dibayar tidak dapat dikembalikan kepada pemohon. Di sisi lain,
pemohon akan merasa dirugikan. Oleh sebab itu perlu kepastian hukum
terhadap permasalahan ini berupa pengaturan secara tegas dan juga
kejelasan pengaturan batas waktu pembatalan permohonan IMB.
Kejelasan pengaturan batas waktu pembatalan tersebut akan
berdampak bagi pemohon sehingga permohonan yang diajukan
nantinya telah dipertimbangkan terlebih dahulu oleh pemohon.
4. Keringanan retribusi sudah diatur tetapi tidak diatur batasannya
Berdasarkan Pasal 62 Perda Retribusi IMB, Kepala Daerah dapat
menetapkan pembebasan atau pengurangan besarnya retribusi yang
telah ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Perda IMB. Namun
tidak diatur secara jelas batasan bagi Bupati untuk memberikan
pembebasan atau pengurangan retribusi. Perda Retribusi IMB kemudian
dicabut dengan Perda No. 5 Tahun 2011, tetapi Perda No. 5 Tahun 2011
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 28
juga mengatur perihal keringanan retribusi (Pasal 52) tetapi
didelegasikan untuk diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati dan
hanya mengatur prinsip dalam pemberian keringanan retribusi, yaitu
prinsip keadilan, kemampuan ekonomi masyarakat dan fungsi
pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Jika mengacu pada Pasal 23 Permendagri No. 32 Tahun 2010,
Bupati/Walikota dapat memberikan keringanan retribusi IMB
berdasarkan kriteria bangunan fungsi sosial dan budaya serta
bangunan fungsi hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Selain itu Bupati/Walikota dapat memberikan pembebasan retribusi IMB
berdasarkan kriteria fungsi keagamaan dan bangunan bukan gedung
sebagai sarana dan prasarana umum yang tidak komersial. Pengaturan
dalam Permendagri No. 32 Tahun 2010 menunjukkan bahwa daerah
diberikan wewenang untuk mengatur lebih rinci perihal pembebasan
dan keringanan dengan tetap mengacu pada kriteria tersebut.
Oleh karena itu perlu pengaturan yang lebih detil terkait pembebasan
dan pengurangan retribusi tetapi lebih tepat jika diatur dalam Peraturan
Bupati sebagaimana didelegasikan oleh Pasal 52 Perda No. 5 Tahun
2011. Pengaturan tersebut idealnya tetap mengacu pada kriteria yang
telah diatur dalam Permendagri No. 32 Tahun 2010.
5. Perda IMB saat ini tidak mengatur batasan waktu
Terkait dengan pelayanan prima, Perda IMB saat ini tidak mengatur
batasan waktu terlama dalam proses pengurusan IMB. Berdasarkan
Permen PU No. 24/PRT/M/2007, dokumen IMB diterbitkan dengan jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak persetujuan
dokumen rencana teknis untuk bangunan gedung pada umumnya
termasuk setelah adanya pertimbangan teknis dari Tim Ahli Bangunan
Gedung untuk persetujuan/pengesahan dokumen rencana teknis
bangunan gedung tertentu.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 29
Walaupun tidak diatur dalam Perda, tetapi pada praktiknya batasan
waktu tersebut diatur dalam Standard Operating Procedure (SOP) di
Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kabupaten Gresik. SOP
tersebut ditetapkan dengan Keputusan Kepala BPMP Nomor
050/SK/437.74/2014. SOP tersebut mengatur lebih detil prosedur
penerbitan IMB di Kabupaten Gresik beserta diagram alir dalam proses
penerbitan IMB di Kabupaten Gresik (lihat Gambar 2.01).
Perihal jangka waktu penerbitan IMB jika hanya diatur dalam SOP
tentunya sulit untuk diketahui oleh masyarakat secara luas. Jika
diketahui oleh masyarakat secara luas tentunya akan mendorong
pelayanan prima dalam proses perizinan bangunan di Kabupaten
Gresik. Oleh karena itu, demi kepastian hukum dan kemanfaatan
hukum sebaiknya pengaturan tersebut nantinya tidak hanya diatur
dalam SOP tetapi juga dalam Peraturan Daerah tentang IMB.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. II - 30
Pembuatan SK
1. Kasubid (koreksi
kesesuian ketentuan teknis
dengan dokumen , gambar,
ukuran bangunan dll)
2. Kepala Bidang ( koreksi
kedua )
Proses pengesahan
Register SK
Sekretaris
Kepala Badan
1. Tanda tangan pengantar
pengesahan
2. Paraf SK
Publikasi melalui WEB
Penyerahan SK
kepada pemohon
Tanda Terima
SK
1. Perhitungan Volume
(BA Perhitungan rencana bangunan)
2. Pembuatan SKR
3. Pengesahan SKR
Penyerahan SKR
Penomoran oleh
bendahara
penerima
Pembayaran
retribusi
Kepala Bidang
• Disposisi kepada kasubid,
kasubid menunjuk staf
• Menandatangani SP BAP
BACK OFFICE
Berkas diberi nama staf
pemroses
Pemeriksaaan
lapangan
(BAP lapangan)
Dokumen Benar
Dokumen
Lengkap
Dokumen kurang sesuai. diperlukan persyaratan tambahan
Kepala Bidang
Surat permintaan
kekurangan berkas
Dokumen Kurang
Register
Permohonan Tanda terima
register permohonan
bernomor
Berkas diberi nomor
register
FRONT OFFICE
Publikasi aplikasi
melalui WEB
Cek dokumen :
1. Persyaratan
administrasi
2. Pertanahan
3. Gambar
Pemohon
menyerahkan
Berkas
Gambar 2.01. Diagram Alur Permohonan IMB
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 31
2.4. Kajian terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru yang akan diatur
dalam Peraturan Daerah terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat dan
Dampaknya terhadap Aspek Beban Keuangan Negara
2.4.1. Implikasi terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat
Praktik penyelenggaraan perizinan bangunan di Kabupaten Gresik
selama ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak terlindungi dalam
kepastian hukum karena tidak adanya sinkronisasi peraturan perundang-
undangan yang mencegah tumpang tindih pengaturan perizinan
bangunan. Secara spesifik, hal ini disebabkan tidaknya peraturan
perundang-undangan di tingkat daerah (Peraturan Daerah atau Peraturan
Bupati) yang secara khusus mengatur prosedur penerbitan IMB dari aspek
administratif maupun teknis.
Akibatnya dalam praktik penyelenggaraan perizinan bangunan,
permasalahan yang dihadapi lebih banyak diselesaikan melalui diskresi.
Penggunaan diskresi yang tidak diminimalkan tidak akan berdampak baik
bagi kepastian hukum. Padahal dalam hukum administrasi negara dikenal
adanya asas pengharapan yang layak. Asas pengharapan yang layak
mensyaratkan adanya kejelasan dalam pengaturan sehingga tidak ada
multitafsir yang rentan terhadap penyalahgunaan wewenang dalam
pembuatan kebijakan. Selain itu, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan (Pasal 24) telah mengatur persyaratan
yang harus dipenuhi pejabat pemerintahan dalam menggunakan diskresi.
Persyaratan tersebut antara lain sesuai dengan tujuan diskresi, tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sesuai
dengan Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), berdasarkan alasan-
alasan yang objektif, tidak menimbulkan konflik kepentingan, dan dilakukan
dengan iktikad baik. Adanya persyaratan yang ketat dalam penggunaan
diskresi menunjukkan bahwa penggunaan diskresi seharusnya sebisa
mungkin dihindari, dan hal tersebut dapat dihindari jika terdapat pengaturan
yang jelas dalam perizinan bangunan di Kabupaten Gresik.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 32
Adanya Peraturan Daerah tentang IMB juga dapat memastikan
adanya pelayanan prima bagi masyarakat ketika mengajukan permohonan
IMB. Pelayanan prima tersebut mengacu kepada prinsip prosedur
penerbitan IMB sebagaimana diatur dalam Permen PU No. 24/PRT/M/2007.
Berdasarkan Permen PU No. 24/PRT/M/2007, dalam proses penerbitan IMB
pemerintah daerah, Pemerintah dan pemerintah provinsi (untuk bangunan
gedung fungsi khusus) melaksanakan dengan prinsip pelayanan prima.
Selain itu pelayanan prima diimbangi dengan penerapan persyaratan
administratif dan teknis yang ditetapkan dalam rencana teknis. Penerapan
persyaratan tersebut untuk menjamin pengendalian penyelenggaraan
bangunan di Kabupaten Gresik.
Pengaturan IMB dengan penormaan yang jelas juga dapat
membantu dalam penataan ruang di Kabupaten Gresik. Adanya
kesemrawutan tata ruang pada umumnya disebabkan tidak adanya
pengendalian penyelenggaraan bangunan dalam konteks kewilayahan.
Padahal tata ruang juga berimplikasi pada kemajuan perekonomian dalam
kewilayahan. Kemajuan perekonomian pada akhirnya juga akan
berdampak pada perkembangan ekonomi masyarakat.
Berbagai implikasi tersebut menunjukkan bahwa Peraturan Daerah
tentang IMB nantinya akan berperan sebagai instrumen rekayasa sosial.
Masyarakat akan diarahkan lewat peraturan perundang-undangan untuk
tertib dalam penyelenggaraan bangunan dan menjamin keandalan teknis
dari bangunan yang didirikan. Oleh karena itu, secara umum Peraturan
Daerah tentang IMB nantinya akan memiliki implikasi positif bagi masyarakat.
2.4.2. Dampak terhadap Beban Keuangan Negara
Walaupun tidak ada data valid tentang jumlah pemegang IMB di
Kabupaten Gresik, tetapi fenomena yang lazim di berbagai daerah adalah
tingginya jumlah bangunan yang tidak memiliki IMB. Faktor yang berperan
besar terhadap fenomena tersebut adalah tidak responsifnya Peraturan
Daerah yang mengatur perizinan bangunan.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 33
Penelitian dalam implementasi perizinan bangunan di Kota
Tangerang menunjukkan peran vital Peraturan Daerah yang mengatur
perizinan bangunan. Penelitian Suparman menunjukkan bahwa kebijakan
IMB di Kota Tangerang belum sesuai dengan harapan masyarakat yaitu
cepat, murah, dan dekat. Keengganan masyarakat banyak dipengaruhi
oleh faktor tersebut.38 Fenomena ini tentunya berpengaruh pada potensi
retribusi yang seharusnya dapat diperoleh oleh pemerintah daerah dari
penerbitan IMB. Daerah seharusnya dapat menambah Pendapatan Asli
Daerah jika masyarakat tidak enggan mengajukan permohonan penerbitan
IMB ketika akan melakukan pembangunan.
Penelitian Sonya Imelda Samosir di Kota Gunungsitoli juga
menunjukkan bahwa implementasi penerbitan IMB di Kota Gunungsitoli
belum berjalan efektif bila dilihat dari perspektif organisasi, interpretasi serta
penerapan.39 Hal tersebut kembali akan berdampak pada potensi
Pendapatan Asli Daerah yang seharusnya dapat diperoleh oleh pemerintah
daerah.
Oleh karena itu, adanya Peraturan Daerah tentang IMB tidak secara
signifikan menambah beban keuangan negara. Secara tidak langsung,
adanya Peraturan Daerah tentang IMB justru akan menambah Pendapatan
Asli Daerah terutama jika Peraturan Daerah tersebut mampu membentuk
pelayanan prima perizinan bangunan yang mendorong kepatuhan hukum
masyarakat dalam pengajuan permohonan IMB. Hal ini tentunya harus
dibarengi dengan kejelasan pengaturan retribusi IMB, terutama terkait
dengan keringanan retribusi IMB maupun disinsentif retribusi IMB.
38 Suparman, “Efektivitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan dalam Kota Tangerang
(Studi Kasus di Kecamatan Ciledug), Tesis, Depok: FISIP UI, 2002. 39 Sonya Imelda Samosir, “Implementasi Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Gunungsitoli”, Skripsi, Medan: Universitas
Sumatera Utara, 2011.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 34
Sebelum menganalisis dan mengevaluasi peraturan perundang-
undangan terkait, perlu dipahami sistematika pengaturan perizinan
bangunan gedung secara hierarkis. Sistematika tersebut untuk memahami
bagaimana relasi antara peraturan perundang-undangan yang ada hingga
di tataran daerah. Dengan demikian, dapat diharmonisasikan pengaturan
perizinan bangunan antara Rancangan Peraturan Daerah tentang IMB
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan perundang-undangan terkait perizinan bangunan dapat
dikategorikan menjadi 2 (dua) jenis. Pertama, peraturan perundang-
undangan terkait perizinan bangunan yang bersifat atribusi. Peraturan
perundang-undangan yang bersifat atribusi merupakan peraturan
perundang-undangan yang memberikan kewenangan kepada institusi yang
bersangkutan, dalam hal ini Pemerintah Daerah, untuk menyusun dan
menetapkan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dalam
hal ini peraturan daerah. Kedua, peraturan perundang-undangan terkait
perizinan bangunan yang bersifat delegasi. Peraturan perundang-undangan
yang bersifat delegasi merupakan peraturan perundang-undangan yang
memberikan delegasi atau amanah untuk menyusun dan menetapkan
peraturan perundang-undangan turunannya, dalam hal ini peraturan
daerah mengenai perizinan bangunan. Keterkaitannya dapat dilihat pada
Gambar 3.01
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
3333
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 35
Keterangan: Peraturan perundang-undangan atribusi
Peraturan perundang-undangan delegasi
Gambar 3.01
Hierarki Pengaturan IMB dalam Peraturan Perundang-undangan
Berdasarkan hierarki pada Gambar 3.01 maka Bab ini akan
menganalisis dan mengevaluasi 10 (sepuluh) peraturan perundang-
undangan, yaitu UUD NRI 1945, UU No. 12 Tahun 1950, UU No. 28 Tahun 2002,
UU No. 23 Tahun 2014, PP No. 36 Tahun 2005, Permen PU No. 24/PRT/M/2007,
UU NO. 28
TAHUN 2002
UUD NRI 1945
UU NO. 23
TAHUN 2014
UU NO. 12
TAHUN 1950
JO. UU NO. 2 TAHUN 1965
PERMEN PU
NO.
24/PRT/M/ 2007
PERMEN-
DAGRI NO.
32 TAHUN 2010
RAPERDA
TENTANG IMB
PERDA
NO. 29
TAHUN 2011
� PERDA NO. 22
TAHUN 2000 JO.
PERDA NO. 23
TAHUN 2004
� PERDA NO. 5 TAHUN 2011
PP NO. 36
TAHUN 2005
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 36
Permendagri No. 32 Tahun 2010, dan Perda No. 29 Tahun 2011. Analisis dan
evaluasi tersebut untuk kemudian merumuskan preskripsi terkait pencabutan
pasal-pasal yang terkait dengan IMB dalam Perda No. 29 Tahun 2011 dan
pengaturan yang sebaiknya dimasukkan dalam Rancangan Peraturan
Daerah tentang IMB.
3.1. Peraturan Perundang-undangan Bersifat Atribusi
3.1.1. UUD NRI 1945 [Pasal 18 ayat (6)]
UUD NRI 1945 memberikan kewenangan kepada pemerintahan
daerah untuk dapat menetapkan peraturan daerah. Hal ini diatur dalam
Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945, yang berbunyi: “Pemerintahan daerah
berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”.
Atas dasar kewenangan yang diberikan oleh konstitusi tersebut, maka
salah satu kewenangan pemerintahan daerah adalah menetapkan
peraturan daerah. Terkait dengan peranan peraturan daerah tersebut
dalam hal otonomi, Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945 terkait pula dengan UU
No. 23 Tahun 2014 (akan dibahas selanjutnya) yang secara khusus mengatur
pemerintahan daerah. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 akan nampak
bahwa pengaturan perizinan bangunan dengan peraturan daerah menjadi
wewenang pemerintah daerah dalam konteks otonomi daerah yang
diberikan berdasarkan undang-undang.
3.1.2. UU No. 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah
Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas
Wilayah Kotapraja Surabaya dan Daerah Tingkat II Surabaya (UU No.
12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965)
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 37
UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965 tidak dibentuk untuk
mengatur secara khusus pembentukan Kabupaten Gresik. Undang-undang
tersebut juga mengatur pembentukan kabupaten-kabupaten lainnya di
Provinsi Jawa Timur. Undang-undang ini dibentuk dengan mengacu pada
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal IV Aturan Peralihan Undang-
Undang Dasar Tahun 1945 (dalam hal ini adalah Undang-Undang Dasar
sebelum diamandemen).
Pasal-pasal yang menjadi dasar tersebut terkait dengan wewenang
pembentukan undang-undang. Pasal 5 ayat (1) mengatur bahwa: “Presiden
memegang kekuasaan membentuk Undang-undang dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.” Pasal 20 ayat (1) menegaskan bahwa setiap
Undang-undang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Begitu
pula Pasal IV Aturan Peralihan mengatur wewenang Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat dipegang oleh
Presiden dibantu Komite Nasional sebelum kedua lembaga negara tersebut
dibentuk. Ketentuan-ketentuan itulah yang menjadi dasar bagi
pembentukan UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965. UU No. 12 Tahun
1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965 menjadi penting dalam setiap pembentukan
Perda Kabupaten Gresik karena Undang-Undang tersebut menjadi landasan
terbentuknya Kabupaten Gresik dengan segala wewenang yang melekat
pada Pemerintah Kabupaten Gresik pascapembentukan Kabupaten Gresik.
Berdasarkan UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965 tersebut,
daerah Gresik ditetapkan sebagai salah satu kabupaten di Jawa Timur.
Dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1950 diatur pula urusan-urusan yang
menjadi urusan rumah tangga dan kewajiban kabupaten-kabupaten yang
dibentuk tersebut. Namun dasar urusan wajib yang menjadi wewenang
Pemerintah Kabupaten Gresik bukan lagi undang-undang ini, melainkan UU
No. 23 Tahun 2014. UU No. 12 Tahun 1950 yang menjadi dasar dalam
pembentukan setiap peraturan daerah di Kabupaten Gresik sekedar untuk
menunjukkan dasar yuridis dari asal wewenang yang dimiliki Pemerintah
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 38
Kabupaten Gresik. Ketika Pemerintah Kabupaten Gresik terbentuk itulah juga
eksis wewenang yang melekat pada pemerintahan daerah tersebut.
3.1.3. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 23 Tahun 2014 merupakan pengganti dari Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dianggap sudah
tidak dapat mengakomodir perkembangan kebutuhan pengaturan
pemerintahan daerah. Namun UU No. 23 Tahun 2014 masih memegang
prinsip desentralisasi dalam pemerintahan daerah.
Keberadaan desentralisasi dalam UU No. 23 Tahun 2014 dapat
dipandang sebagai perwujudan negara hukum karena pada desentralisasi
terkandung maksud pembatasan kekuasaan terhadap pemerintah pusat.
Hans Kelsen menyatakan pendapatnya bahwa kerakyatan bisa juga
terdapat di dalam negara yang pemerintahannya menganut sentralisasi
namun adanya asas desentralisasi lebih demokrasi daripada sentralisasi.40
Menurut Hans Kelsen adanya desentralisasi dapat menghindarkan negara
dari kecenderungan otokrasi. Hal ini disebabkan desentralisasi membuat
pemimpin di pusat harus memberikan beberapa kewenangannya kepada
pemimpin di daerah padahal seorang otokrat cenderung memusatkan
fungsi sebanyak-banyaknya pada pribadinya sendiri. Ia akan berusaha untuk
mengatur sebanyak mungkin masalah melalui norma-norma hukum di
pusat.41
Berdasarkan Pasal 5 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2014, penyelenggaraan
urusan pemerintahan di Daerah dilaksanakan berrdasarkan asas
Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. Desentralisasi dalam
UU No. 23 Tahun 2014 didefinisikan sebagai penyerahan urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan
asas otonomi (lihat Pasal 1 Angka 8).
40 Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawali, 2010, hlm 93. 41Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Teori Umum Tentang Hukum dan
Negara, diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien, 2006, Nusamedia dan Nuansa, Bandung, hlm.
441-442.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 39
Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014, Pemerintah Pusat
memiliki Urusan Absolut yang tidak dapat dibagikan pada Pemerintah
Daerah. Urusan Absolut yang menjadi urusan Pemerintah Pusat antara lain:
a. politik luar negeri;
b. pertahanan;
c. keamanan;
d. yustisi;
e. moneter dan fiskal nasional; dan
f. agama.
Urusan Pemerintahan yang kemudian dibagikan pada Pemerintah
Daerah adalah Urusan Pemerintahan konkuren. Dalam UU No. 23 Tahun 2014,
Urusan Pemerintahan konkuren kemudian dibagi dalam matriks pembagian
Urusan Pemerintahan Konkuren antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Provinsi atau Kabupaten/Kota. Pembagiannya mencakup kewenangan
dalam pengelolaan unsur manajemen dan kewenangan dalam
penyelenggaraan fungsi manajemen. Kewenangan tersebut melekat pada
masing-masing tingkatan atau susunan pemerintahan, kecuali jika diatur
pengecualiannya.
Urusan pemerintahan konkuren kemudian dibedakan menjadi Urusan
Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan [lihat Pasal 11 ayat
(1)]. Salah satu Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan
pelayanan dasar adalah pekerjaan umum dan penataan ruang [Pasal 12
ayat (1)]. Berdasarkan Pasal 12 ayat (1), pengaturan bangunan dan gedung
dapat diklasifikasikan sebagai bagian pelayanan dasar di bidang pekerjaan
umum dan penataan ruang.
Jika melihat Tabel pembagian urusan pemerintahan di bidang
pekerjaan umum dan penataan ruang pada Lampiran UU No. 23 Tahun
2014, sub urusan bangunan gedung serta penataan bangunan dan
lingkungannya menjadi salah satu urusan wajib pemerintahan daerah. Dua
sub urusan tersebut menjadi dasar yuridis bagi pemerintah daerah untuk
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 40
mengaturnya dalam peraturan daerah. Urusan wajib yang menjadi urusan
kabupaten/kota adalah penyelenggaraan bangunan gedung, yang
termasuk dalam hal ini adalah pengaturan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
Tabel 3.01
Pembagian Urusan Wajib Terkait Perizinan Bangunan
Pemerintah Pusat Pemerintah Provinsi Pemerintah
Kabupaten/Kota
a. penetapan
bangunan gedung
untuk kepenting-an
strategis nasional;
b. penyelenggaraan
bangunan gedung
untuk kepentingan
strategis nasional
dan penyeleng-
garaan bangunan
gedung fungsi
khusus.
a. penetapan
bangunan
gedung untuk
kepentingan
strategis Provinsi;
b. penyelenggaraan
bangunan
gedung untuk
kepentingan
strategis Provinsi.
Penyelenggaraan
bangunan gedung
di kab/kota,
termasuk pemberian
izin mendirikan
bangunan dan
sertifikat laik fungsi
bangunan gedung;
Sumber: Lampiran UU No. 23 Tahun 2014
UU No. 23 Tahun 2014 berusaha mencari keseimbangan antara
desentralisasi dengan sentralisasi. Pengalaman menunjukkan pendulum
kebijakan desentralisasi ataupun sentralisasi yang ekstrim cenderung akan
menciptakan instabilitas pemerintahan yang akan bermuara pada konflik
yang elitis dan tidak berpihak kepada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Untuk itu selalu terdapat upaya untuk menyeimbangkan antara kebijakan
yang desentralistik dengan kebijakan yang sentralistik sebagai suatu continuum
kebijakan.
Selain itu dalam Pasal 241 dan 242 UU No. 23 Tahun 2014 diatur
bahwa penyusunan, pengajuan dan penetapan Perda yang telah
mendapatkan persetujuan bersama DPRD, merupakan bagian dari tugas
dan wewenang kepala daerah. Atas dasar itu, UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah menegaskan kewenangan pemerintahan daerah
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 41
dalam penetapan Perda, yaitu antara pemerintah daerah bersama dengan
DPRD.
3.2. Peraturan Perundang-Undangan Bersifat Delegasi
3.2.1. UU No. 28 Tahun 2002
UU No. 28 Tahun 2002 mengamanahkan disusunnya Peraturan
Daerah mengenai penyelenggaraan bangunan gedung di daerah sebagai
peraturan pelaksanaan dari undang-undang ini. Penyusunan Peraturan
Daerah mengenai penyelenggaraan bangunan gedung di daerah
diamanahkan di dalam UU No. 28 Tahun 2002 pada bagian Penjelasan
Umum. Penjelasan Umum UU No. 28 Tahun 2002 berbunyi: “... Undang-
undang ini mengatur hal-hal yang bersifat pokok dan normatif, sedangkan
ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk
Peraturan Daerah, dengan tetap mempertimbangkan ketentuan dalam
undang-undang lain yang terkait dalam pelaksanaan undang-undang ini.”
Ketentuan dalam UUNo. 28 Tahun 2002 tidak secara tegas
mendelegasikan wewenang pengaturan perizinan bangunan di tingkat
daerah. Namun beberapa pasal menunjukkan perlunya pengaturan
beberapa hal spesifik yang terkait dengan perizinan bangunan, antara lain:
a. Pasal 6 ayat (2) mengatur bahwa: “Fungsi bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah dan dicantumkan dalam izin mendirikan bangunan.”
Sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (2) bahwa
penetapan fungsi bangunan gedung tersebut diberikan dalam proses
perizinan mendirikan bangunan. Oleh karena itu penetapan fungsi
bangunan gedung terkait dengan prosedur pemberian izin mendirikan
bangunan perlu diatur lebih detail dalam peraturan daerah tentang izin
mendirikan bangunan.
b. Pasal 8 ayat (1) mengatur bahwa setiap bangunan gedung harus
memiliki izin mendirikan bangunan gedung. Selain itu dalam Pasal 8
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 42
ayat (4) diatur bahwa ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
c. Pasal 39 ayat (1) mengatur bahwa bangunan gedung dapat
dibongkar apabila, salah satunya, karena tidak memiliki izin mendirikan
bangunan. Karena izin mendirikan bangunan merupakan wewenang
Pemerintah Kabupaten/Kota maka hal-hal terkait pembongkaran
tentunya memerlukan pengaturan dalam suatu peraturan daerah yang
mengatur tentang izin mendirikan bangunan.
3.2.2. PP No. 36 Tahun 2005
a. Pasal 14 ayat (2) mengatur bahwa izin mendirikan bangunan
gedung diberikan oleh pemerintah daerah, kecuali bangunan
gedung fungsi khusus oleh Pemerintah, melalui proses
permohonan izin mendirikan bangunan gedung. Pasal 14 ayat
(2) menunjukkan adanya wewenang Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam penerbitan IMB.
b. Pasal 112 ayat (1) menegaskan wewenang Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam perizinan bangunan. Pasal 112 ayat (1)
menyatakan bahwa pemerintah daerah melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan
daerah di bidang bangunan gedung melalui mekanisme
penerbitan izin mendirikan bangunan gedung dan sertifikasi
kelaikan fungsi bangunan gedung, serta surat persetujuan dan
penetapan pembongkaran bangunan gedung.
3.2.3. Permen PU No. 24/PRT/M/2007
Sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2002, Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
merupakan salah satu persyaratan administratif yang harus dipenuhi untuk
dapat melakukan proses pembangunan gedung bangunan gedung. IMB
adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kecuali untuk
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 43
bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah kepada pemilik bangunan
gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi,
dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan
administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
Terkait dengan persyaratan Izin Mendirikan Bangunan, pengaturan
mengenai bangunan gedung dalam suatu Perda juga harus memperhatikan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 (Permen PU No.
24/PRT/M/2007) dan juga Perda lain yang mengatur aspek yang berkaitan
dengan IMB.
Dalam Permen PU No. 24/PRT/M/2007 diatur tentang tata cara
penerbitan, persyaratan, dan retribusi terkait dengan Izin Mendirikan
Bangunan, serta proses pembinaan, dan ketentuan lainnya yang diperlukan
terkait dengan implementasi IMB.
a. Berkaitan dengan tata cara penerbitan IMB, Permen memberikan
pengaturan mengenai pola umum pengaturan IMB, Proses IMB, Tata
cara pengesahan dokumen rencana teknis, Pemeriksaan permohonan
IMB, Kelengkapan dokumen IMB,Perubahan rencana teknis dalam
tahap pelaksanaan konstruksi, Jangka waktu proses penerbitan IMB,
Pembekuan dan pencabutan IMB, dan Pendataan/pendaftaran
bangunan gedung.
b. Dalam hal persyaratan IMB, Permen menegaskan perlunya persyaratan
administratif untuk permohonan IMB, persyaratan teknis untuk
permohonan IMB, penyedia jasa dan pelaksana pengurusan
permohonan IMB.
c. Berkaitan dengan retribusi IMB, dijelaskan mengenai pengaturan
mengenai Ketentuan khusus perizinan; Jenis kegiatan dan objek yang
dikenakan retribusi; Penghitungan besarnya retribusi IMB; Indeks
penghitungan besarnya retribusi IMB; Harga satuan (tarif) retribusi IMB;
dan Dokumen IMB.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 44
Permen PU No. 24/PRT/M/2007 mengatur secara detail mengenai tata
cara pemrosesan IMB untuk bangunan gedung pada umumnya, bangunan
gedung kepentingan umum, IMB untuk bangunan gedung fungsi khusus,
Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Gedung Secara Bertahap, Penerbitan
Izin Mendirikan Bangunan Gedung untuk Pembangunan Secara Massal,
Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Gedung untuk Pembangunan dengan
Strata Title. Permen juga menegaskan perlunya tim ahli bangunan gedung
untuk memberikan pertimbangan teknis terhadap dokumen rencana teknis
dalam rangka penerbitan IMB (khususnya berkaitan dengan pengesahan
dokumen rencana teknis). Tim ahli bangunan gedung ini secara khusus
dibutuhkan untuk memberikan pertimbangan teknis terhadap dokumen
rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum serta dokumen
rencana teknis bangunan gedung tertentu fungsi khusus. Persetujuan dari tim
ahli bangunan gedung ini diperoleh pemohon tanpa pungutan biaya atau
secara Cuma-Cuma (sudah diperhitungkan dalam retribusi IMB).
Permen PU No. 24/PRT/M/2007 mengamanatkan bahwa pelaksanaan
Pedoman Teknis IMB di daerah diatur lebuh lanjut dengan Peraturan Daerah
yang berpedoman pada peraturan ini. Dalam hal daerah belum
mempunyai peraturan daerah tersebut, maka pelaksanaan pengaturan Izin
mendirikan Bangunan gedung berpedoman pada peraturan ini. Sedangkan
bila daerah telah mempunyai peraturan daerah terkait yang ditatapkan
sebelum permen ini diberlakukan, maka Peraturan Daerah tersebut harus
menyesuaikan dengan substansi pengaturan dalam Permen ini. Selama
proses penyusunan dan/atau penyesuuaian Perda terkait terrsebut. Semua
peraturan perundang-Undangan yang berkaitan dengan IMB dinyatakan
masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Permen ini.
3.2.4. Permendagri No. 32 Tahun 2010
Selain Permen PU No. 24/PRT/M/2007, pedoman dalam penerbitan
IMB juga diatur dalam Permendagri No. 32 Tahun 2010. Pengaturan
penerbitan IMB dalam dua peraturan menteri yang berbeda ini tentu saja
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 45
menimbulkan tumpang tindih beberapa pengaturan karena terdapat
beberapa aspek pengaturan yang berbeda dari kedua peraturan menteri
tersebut.
Perbedaan paling utama di antara Permendagri No. 32 Tahun 2010
dan Permen PU No. 24/PRT/M/2007 adalah terkait fokus pengaturannya.
Fokus pengaturan Permen PU No. 24/PRT/M/2007 lebih banyak terkait
dengan aspek teknis dalam penerbitan IMB, sedangkan fokus Permendagri
No. 32 Tahun 2010 adalah aspek administratif penerbitan IMB. Selain itu
diundangkannya Permendagri No. 32 Tahun 2010 dilatarbelakangi oleh tidak
relevannya lagi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993
tentang Izin Mendirikan Bangunan dan Izin Undang-Undang Gangguan Bagi
Perusahaan Industri pascadiundangkannya Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Oleh karena itu perlu diundangkan
Permendagri yang telah disinkronisasikan dengan UU No. 28 Tahun 2002.
Tabel 3.02 mendeskripsikan perbedaan Permendagri No. 32 Tahun 2010 dan
Permen PU No. 24/PRT/M/2007.
Tabel 3.02
Perbandingan Permendagri No. 32 Tahun 2010 dan Permen PU
No. 24/PRT/M/2007
Aspek Permendagri No. 32 Tahun
2010 Permen PU No. 24/PRT/M/2007
Definisi IMB Izin mendirikan bangunan,
yang selanjutnya disingkat
IMB, adalah perizinan yang
diberikan oleh pemerintah
daerah kepada pemohon
untuk membangun baru,
rehabilitasi/renovasi,
dan/atau memugar dalam
rangka melestarikan
bangunan sesuai dengan
persyaratan administratif
dan persyaratan teknis yang
berlaku.
Izin Mendirikan Bangunan Gedung
adalah perizinan yang diberikan
oleh pemerintah daerah kecuali
untukbangunan gedung fungsi
khusus oleh Pemerintah kepada
pemilik bangunan gedung untuk
membangun baru, mengubah,
memperluas, mengurangi,
dan/atau merawat bangunan
gedung sesuai dengan
persyaratan administratif dan
persyaratan teknis yang berlaku.
Ruang Objek
IMB
Meliputi bangunan gedung
dan bangunan bukan
gedung.
Bangunan gedung digolongkan
berdasarkan fungsi dan
diklasifikasikan.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 46
Bangunan gedung
dikategorisasi secara
fungsional meliputi fungsi
hunian, keagamaan, usaha,
sosial dan budaya,
ganda/campuran.
Bangunan bukan gedung
dirinci dengan mencakup:
a. pelataran untuk parkir,
lapangan tenis, lapangan
basket, lapangan golf,
dan lain-lain sejenisnya;
b. pondasi, pondasi tangki,
dan lain-lain sejenisnya;
c. pagar tembok/besi dan
tanggul/turap, dan lain-
lain sejenisnya;
d. septic tank/bak
penampungan bekas air
kotor, dan lain-lain
sejenisnya;
e. sumur resapan, dan lain-
lain sejenisnya;
f. teras tidak beratap atau
tempat pencucian, dan
lain-lain sejenisnya;
g. dinding penahan tanah,
dan lain-lain sejenisnya;
h. jembatan
penyeberangan
orang,jembatan jalan
perumahan, dan lain-lain
sejenisnya;
i. penanaman tangki,
landasan tangki,
bangunan pengolahan
air, gardu listrik, gardu
telepon, menara, tiang l
istrik/telepon, dan lain-lain
sejenisnya;
j. kolam renang, kolam ikan
air deras, dan lain-lain
sejenisnya; dan
k. gapura, patung,
bangunan reklame,
monumen, dan lain-lain
sejenisnya.
Berdasarkan fungsinya
digolongkan menjadi bangunan
gedung fungsi hunian, fungsi
keagamaan, fungsi usaha, fungsi
sosial budaya, serta fungsi khusus.
Klasifikasi bangunan gedung
sebagai berikut:
a. Tingkat kompleksitas
(sederhana, tidak sederhana,
khusus).
b. Tingkat permanensi (permanen,
semi permanen, darurat atau
sementara).
c. Tingkat risiko kebakaran (risiko
kebakaran tinggi, sedang,
rendah).
d. Tingkat zonasi gempa (Zona I –
VI).
e. Lokasi (padat, senggang,
renggang).
f. Ketinggian (>8 lantai, 5 s/d 8
lantai, 1 s/d 4 lantai).
g. Kepemilikan (milik negara, milik
badan usaha, perorangan).
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 47
Ruang Lingkup
Permohonan
IMB
a. pembangunan baru,
b. merehabilitasi/renovasi,
atau
c. pelestarian/pemugaran.
a. Pembangunan bangunan
gedung baru, dan/atau
prasarana bangunan gedung;
b. Rehabilitasi/renovasi bangunan
gedung dan/atau prasarana
bangunan gedung, meliputi
perbaikan/perawatan,perubah
an, perluasan/ pengurangan;
dan
c. Pelestarian/pemugaran.
Dokumen
administrasi
a. tanda bukti status
kepemilikan hak atas
tanah atau perjanjian
pemanfaatan tanah;
b. data kondisi/situasi tanah
(letak/lokasi dan
topografi);
c. data pemilik bangunan;
d. surat pernyataan bahwa
tanah tidak dalam status
sengketa;
e. surat pemberitahuan
pajak terhutang bumi
dan bangunan (SPPT-
PBB) tahun berkenaan;
dan
f. dokumen analisis
mengenai dampak dan
gangguan terhadap
lingkungan, atau upaya
pemantauan lingkungan
(UPL)/upaya pengelolaan
lingkungan (UKL) bagi
yang terkena kewajiban.
1. Status hak atas tanah
a. Surat bukti status hak atas
tanah berupa:
1) Sertifikat tanah;
2) Surat Keputusan
Pemberian Hak
Penggunaan atas Tanah
oleh pejabat yang
berwenang di bidang
pertanahan;
3) Surat kavling dari
pemerintah daerah, atau
Pemerintah;
4) Fatwa tanah, atau
rekomendasi dari Badan
Pertanahan Nasional;
5) Surat girik/petuk/akta jual
beli,yang sah disertai surat
pernyataan pemilik bahwa
tidak dalam status
sengketa, yang diketahui
lurah setempat;
6) Surat kohir
verpondingIndonesia,
disertai pernyataan bahwa
pemilik telah menempati
lebih dari 10 tahun, dan
disertaiketerangan pemilik
bahwa tidak dalam status
sengketa yang diketahui
lurah setempat; atau
7) Surat bukti kepemilikan
tanah lainnya.
b. Surat perjanjian
pemanfaatan/ penggunaan
tanah, merupakan perjanjian
tertulis antara pemilik
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 48
bangunan gedung dengan
pemilik tanah, apabila
pemilik bangunan gedung
bukan pemilik tanah.
c. Data kondisi/situasi tanah,
merupakan data-data teknis
tanah yang memuat
informasi meliputi:
1) Gambar peta
lokasi/lengkap
dengancontournya;
2) Batas-batas tanah yang
dikuasai;
3) Luas tanah; dan
4) Data bangunan gedung
eksisting (kalau ada).
2. Status kepemilikan bangunan
gedung yaitu dokumen
keterangan diri pemilik yang
mengajukan Permohonan IMB
dan kepemilikan atas
bangunan gedung.
3. Dokumen/surat-surat terkait
berupa:
a. SIPPT untuk pembangunan di
atas tanah dengan luas
minimum tertentu;
b. Rekomendasi
instansi/lembaga yang
bertanggungjawab di
bidang fungsi khusus (untuk
bangunan gedung fungsi
khusus);
c. Dokumen AnalisisMengenai
Dampak
Lingkungan/UPL/UKL;
dan/atau
d. Rekomendasi instansi teknis
terkait untuk bangunan
gedung di atas/bawah
prasarana dan sarana
umum.
Dokumen
rencana teknis
Dokumen rencana teknis
disesuaikan dengan klasifikasi
bangunan meliputi:
a. gambar rencana/arsitektur
bangunan;
1. Data umum bangunan gedung
meliputi:
a. Fungsi/klasifikasi bangunan
gedung
b. Luas lantai dasar bangunan
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 49
b. gambar sistem struktur;
c. gambar sistem utilitas;
d. perhitungan struktur
dan/atau bentang struktur
bangunan disertai hasil
penyelidikan tanah bagi
bangunan 2 (dua) lantai
atau lebih;
e. perhitungan utilitas bagi
bangunan gedung bukan
hunian rumah tinggal; dan
f. data penyedia jasa
perencanaan.
gedung
c. Total luas lantai bangunan
gedung
d. Ketinggian/jumlah lantai
bangunan gedung
e. Rencana pelaksanaan
2. Rencana teknis bangunan
gedung hunian rumah tinggal
tidak sederhana – 2 lantai atau
lebih – dan bangunan gedung
lainnya pada umumnya.
a. Gambar rancangan
arsitektur, terdiri atas gambar
site plan/situasi, denah,
tampak, potongan, dan
spesifikasi umum finishing
bangunan gedung;
b. Gambar rancangan struktur,
terdiri atas gambar struktur
bawah (pondasi), struktur
atas, termasuk struktur atap,
dan spesifikasi umum struktur
bangunan gedung;
c. Gambar rancanganutilitas
(mekanikal dan elektrikal),
terdiri atas gambar sistem
utilitas (mekanikal dan
elektrikal), gambar sistem
pencegahan dan
pengamanan kebakaran,
sistem sanitasi, sistem
drainase, dan spesifikasi
umum utilitas bangunan
gedung;
d. Spesifikasi umum bangunan
gedung;
e. Perhitungan struktur untuk
bangunan gedung 2 (dua)
lantai atau lebih dan/atau
bentang struktur lebih dari 6
m; dan
f. Perhitungan kebutuhan utilitas
(mekanikal dan elektrikal).
3. Rencana teknis bangunan
gedung hunian rumah tinggal
dan rumah deret – sampai
dengan 2 (dua) lantai.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 50
a. Gambar rancangan
arsitektur, terdiri atas gambar
site plan/situasi, denah,
tampak, potongan, dan
spesifikasi umum finishing
bangunan gedung;
b. Gambar rancangan struktur,
terdiri atas gambar struktur
bawah (pondasi), struktur
atas, termasuk struktur atap,
dan spesifikasi umum struktur
bangunan gedung;
c. Gambar rancanganutilitas
(mekanikal dan elektrikal),
terdiri atas gambar sistem
utilitas (mekanikal dan
elektrikal), gambar sistem
pencegahan dan
pengamanan kebakaran,
sistem sanitasi, sistem
drainase, dan spesifikasi
umum utilitas bangunan
gedung;
d. Spesifikasi umum bangunan
gedung;
e. Perhitungan struktur untuk
bangunan gedung 2 (dua)
lantai atau lebih dan/atau
bentang struktur lebih dari 6
m;
f. Perhitungan kebutuhan utilitas
(mekanikal dan elektrikal);
g. Rancangan struktur secara
sederhana/prinsip; dan
h. Rancangan utilitas bangunan
gedung secara
sederhana/prinsip.
4. Rencana teknis bangunan
gedung hunian rumah tinggal
tidak sederhana - 2 lantai
ataulebih - dan bangunan
gedung lainnya pada
umumnya, serta rencana teknis
bangunan gedung untuk
kepentingan umum.
a. Gambar rancangan
arsitektur, terdiri atas gambar
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 51
site plan/situasi, denah,
tampak, potongan, dan
spesifikasi umum finishing
bangunan gedung;
b. Gambar rancangan struktur,
terdiri atas gambar struktur
bawah (pondasi), struktur
atas, termasuk struktur atap,
dan spesifikasi umum struktur
bangunan gedung;
c. Gambar rancangan utilitas
(mekanikal dan
elektrikal),terdiri atas gambar
sistem utilitas (mekanikal
danelektrikal), gambar sistem
pencegahan dan
pengamanan kebakaran,
sistem sanitasi, sistem
drainase, dan spesifikasi
umum utilitas bangunan
gedung;
d. Spesifikasi umum bangunan
gedung;
e. Perhitungan struktur untuk
bangunan gedung 2 (dua)
lantai atau lebih dan/atau
bentang struktur lebih dari 6
m; dan
f. Perhitungan kebutuhan utilitas
(mekanikal dan elektrikal).
5. Rencana teknis bangunan
gedung fungsi khusus
� Sama dengan rencana
teknis pada nomor 4
ditambah dengan
rekomendasi instansi terkait.
6. Rencana teknis bangunan
gedung kedutaan besar negara
asing,dan bangunan gedung
diplomatik lainnya mengikuti
ketentuan untuk proses
penerbitan IMB untuk bangunan
gedung kepentingan umum,
dan selain mengikuti
persyaratan teknis setempat
dapat mempertimbangkan
persyaratan teknis tertentu yang
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 52
disyaratkan oleh Negara yang
bersangkutan.
Persyaratan
teknis
pelaksanaan
pembangunan
a. fungsi bangunan gedung
yang dapat dibangun
pada lokasi bersangkutan;
b. ketinggian maksimum
bangunan gedung yang
diizinkan;
c. jumlah lantai/lapis
bangunan gedung di
bawah permukaan tanah
dan koefisien tapak
basement (KTB) yang
diizinkan, apabila
membangun di bawah
permukaan tanah;
d. garis sempadan dan jarak
bebas minimum bangunan
gedung yang diizinkan;
e. koefisien dasar bangunan
(KDB) maksimum yang
diizinkan;
f. koefisien lantai
bangunan(KLB)maksimum
yang diizinkan;
g. koefisien daerah hijau
(KDH)minimum yang
diwajibkan;
Persyaratan teknis pelaksanaan
pembangunan tercakup dalam
keterangan rencana
kabupaten/kota untuk lokasi yang
bersangkutan dan berisi ketentuan
meliputi:
a. Fungsi bangunan gedung yang
dapatdibangun pada lokasi
bersangkutan;
b. Ketinggian maksimum
bangunan gedung yang
diizinkan;
c. Jumlah lantai/lapis bangunan
gedung di bawah permukaan
tanah dan KTB yang diizinkan,
apabila membangun di bawah
permukaan tanah;
d. Garis sempadan dan jarak
bebas minimum bangunan
gedung yang diizinkan;
e. KDB maksimum yang diizinkan;
f. KLB maksimum yang diizinkan;
g. KDH minimum yang diwajibkan;
h. KTB maksimum yang diizinkan;
i. Jaringan utilitas kota; dan
j. Keterangan lainnya yang
terkait.
Jangka waktu
penerbitan IMB
Bupati/Walikota menerbitkan
permohonan IMB paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja
terhitung sejak tanda bukti
pembayaran retribusi IMB
diterima.
Dokumen IMB diterbitkan dengan
jangka waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak
persetujuan dokumen rencana
teknis untuk bangunan gedung
pada umumnya termasuk setelah
adanya pertimbangan teknis dari
Tim Ahli Bangunan Gedung untuk
persetujuan/pengesahan
dokumen rencana teknis
bangunan gedung tertentu.
Pembekuan
dan
pencabutan
IMB
1. Pembekuan IMB
Pasal 16 ayat (2): Pemilik
bangunan yang tidak
mengindahkan sanksi
pembatasan kegiatan
pembangunan
sebagaimana dimaksud
1. IMB dibekukan jika dalam waktu
14 (empat belas) hari kalender
terhitung sejak peringatan
ketiga atas pelanggaran,
pemilik bangunan gedung tidak
melakukan perbaikan.
2. IMB dicabut jika dalam waktu
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 53
dalam Pasal 15 dikenakan
sanksi berupa penghentian
sementara pembangunan
dan pembekuan IMB.
2. Pencabutan IMB
Pasal 17: Pemilik bangunan
yang tidak mengindahkan
sanksi penghentian
sementara pembangunan
dan pembekuan IMB
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (2)
dikenakan sanksi berupa
penghentian tetap
pembangunan,
pencabutan IMB, dan surat
perintah pembongkaran
bangunan.
14 (empat belas) hari kalender
terhitung sejak dikenakan sanksi
atas pelanggaran,
pemilikbangunan gedung tidak
melakukan perbaikan dan/atau
penyelesaian atas sanksi yang
dikenakan.
Peran Serta
Masyarakat
Peran serta masyarakat tidak
diatur.
1. Masyarakat dapat melaporkan
secara tertulis kepada
Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah tentang
indikasi bangunan gedung
yang tidak laik fungsi dan/atau
berpotensi menimbulkan
gangguan dan/atau bahaya
bagi pengguna, masyarakat,
dan/atau lingkungan melalui
sarana yang mudah diakses;
dan
2. Laporan tertulis dibuat
berdasarkan fakta dan
pengamatan secara objektif
dan perkiraan kemungkinan
secara teknis gejala konstruksi
bangunan gedung yang tidak
laik fungsi.
3.2.5. Perda No. 22 Tahun 2000 juncto Perda No. 23 Tahun 2004
Perda No. 22 Tahun 2000 juncto Perda No. 23 Tahun 2004 mengatur
tentang retribusi IMB (selanjutnya disebut Perda Retribusi IMB). Namun
ketentuan terkait retribusi IMB telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
berdasarkan Pasal 59 Perda No. 5 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 54
Tenrtentu (akan dibahas pula dalam bab ini). Berdasarkan ketentuan Pasal
59 tersebut, maka ketentuan yang masih berlaku dalam Perda Retribusi IMB
hanyalah ketentuan yang terkait dengan prosedur penerbitan IMB.
Sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab II, pengaturan prosedur
penerbitan IMB dalam Perda Retribusi IMB – yang juga diatur dalam Perda
No. 5 Tahun 2011 dan Perda No. 29 Tahun 2011- telah mengakibatkan
tumpang tindih pengaturan IMB. Selain itu ketentuan penerbitan IMB dalam
Perda Retribusi IMB tidak sinkron dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, khususnya Permen PU No. 24/PRT/M/2007 dan Permendagri
No. 32 Tahun 2010. Berikut ini beberapa ketentuan dalam Perda Retribusi IMB
terkait penerbitan IMB yang tidak sinkron dengan peraturan perundang-
undangan lainnya.
Tumpang tindih pengaturan dalam Perda Retribusi IMB juga terkait
dengan pengaturan ketentuan teknis bangunan. Bab IV Perda Retribusi IMB
mengatur hal-hal yang terkait dengan teknis bangunan, misalnya garis
sempadan, KDB, KLB, dan lain-lain. Ketentuan teknis tersebut kemudian diatur
pula dalam Bagian Ketiga Perda No. 29 Tahun 2011 tentang Bangunan
Gedung.42 Pengaturan tersebut menjadi tumpang tindih karena Perda No. 29
Tahun 2011 tidak mencabut ketentuan teknis bangunan yang diatur dalam
Perda Retribusi IMB. Oleh karena itu, sebaiknya Perda Retribusi IMB nantinya
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku jika Perda IMB telah diundangkan.
3.2.6. Perda No. 5 Tahun 2011
Perda No. 5 Tahun 2011 tidak mengatur IMB secara khusus. Perda No.
5 Tahun 2011 mengatur retribusi perizinan tertentu, salah satunya adalah
retribusi IMB yang kemudian, berdasarkan Pasal 59 Perda No. 5 Tahun 2011,
mencabut dan menyatakan tidak berlaku ketentuan retribusi IMB dalam
Perda No. 22 Tahun 2000 jo. Perda No. 23 Tahun 2004.
Peraturan Daerah pada umumnya mengatur prosedur perizinan dan
retribusi perizinan dalam dua Peraturan Daerah yang terpisah. Namun
42 Bagian Ketiga Perda No. 29 Tahun 2011 mengatur persyaratan tata bangunan.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 55
substansi Perda No. 5 Tahun 2011 juga mengatur ketentuan yang terkait
dengan prosedur dalam penerbitan IMB. Ketentuan tersebut terdapat dalam
Pasal 9 yang mengatur sebagai berikut:
Pasal 9
(1) Setiap permohonan IMB dilengkapi dengan gambar rencana
tapak dan gambar rencana konstruksi bangunan berdasarkan
rencana tapak.
(2) Gambar rencana tapak berupa:
a. Site Plan untuk penggunaan tanah dibangun pabrik, hotel,
apartemen, restoran, rumah sakit, dan bangunan tunggal
lainnya;
b. Block Plan untuk penggunaan tanah di bangun Kawasan
Perumahan (Real Estate), Kawasan Industri (Industrial Estate),
Kawasan Pergudangan, Kawasan Perdagangan/Perkantoran/
Pertokoan, Kawasan Pelabuhan atau Dermaga, Bangunan
Bawah Air, Bangunan Bawah Tanah; dan
c. Surat Ketentuan Persyaratan dan Perencanaan Pembangunan
(SKP3) untuk rumah tinggal dan usaha kecil.
(3) Gambar Rencana Tapak dan Gambar Rencana Konstruksi
Bangunan disusun berdasarkan Ketentuan Teknis Rencana Umum
Tata Ruang Wilayah (KT – RTRW) Persetujuan Pemanfaatan Ruang
dan Izin Lokasi.
(4) Dalam menyusun Rencana Tapak harus memperhatikan ketentuan
tentang Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial (FUFS) yang berlaku.
(5) Dalam menyusun Gambar Rencana Konstruksi Bangunan harus
memperhatikan tentang Ketentuan Teknis Bangunan (KTB) yang
berlaku.
Ketentuan tersebut tentu saja menimbulkan kerancuan dengan
Permen PU No. 24/PRT/M/2007 karena Permen PU No. 24/PRT/M/2007 tidak
mengatur bahwa siteplan sebagai dokumen rencana teknis ditujukan bagi
pembangunan pabrik, hotel, apartemen, restoran, rumah sakit, dan
bangunan tunggal lainnya. Permen PU No. 24/PRT/M/2007 mengatur bahwa
siteplan sebagai dokumen rencana teknis ditujukan bagi:
a. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal sederhana, meliputi
rumah inti tumbuh, rumah sederhana sehat, dan rumah deret
sederhana.
b. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal dan rumah deret –
sampai dengan 2 (dua) lantai.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 56
c. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tidak sederhana – 2 lantai
atau lebih – dan bangunan gedung lainnya pada umumnya.
d. Rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum.
e. Rencana teknis bangunan gedung fungsi khusus.
f. Rencana teknis bangunan gedung kedutaan besar negara asing dan
bangunan gedung diplomatik lainnya.
Oleh karena itu, syarat siteplan dalam dokumen rencana teknis
melalui pengaturan dalam Raperda IMB perlu disinkronisasikan dengan
Permen PU No. 24/PRT/M/2007. Pengaturan terkait siteplan juga seharusnya
diatur hanya dalam Peraturan Daerah yang mengatur tentang perizinan
bukan pada Peraturan Daerah yang mengatur retribusi perizinan.43
Selain itu terminologi block plan perlu diatur secara lebih jelas ruang
lingkup dan batasannya karena ketentuan umum Perda No. 5 Tahun 2011
tidak mengatur dengan jelas terkait block plan. Hal ini untuk mencegah
adanya kerancuan penggunaan istilah block plan dalam hal lain, misalnya
penggunaan istilah block plan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
(RDTRK).
3.2.7. Perda No. 29 Tahun 2011
Perda No. 29 Tahun 2011 mengatur bangunan gedung secara umum
di Kabupaten Gresik. Pengaturan bangunan gedung tersebut merupakan
dalam Peraturan Daerah merupakan amanat dari UU No. 28 Tahun 2002.
Namun pengaturan tersebut justru terlalu detil untuk ruang lingkup
pengaturan IMB untuk ruang lingkup Peraturan Daerah yang mengatur
tentang bangunan gedung. Pada akhirnya, pengaturan tersebut tidak
dapat ditindaklanjuti lebih lanjut. Hal ini disebabkan Perda No. 29 Tahun 2011
juga tidak mendelegasikan pengaturan lebih lanjut terkait IMB pada
43 Perihal block plan justru diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 8
Tahun 2012 tentang Penanaman Modal di Kabupaten Gresik (Perda No. 8 Tahun 2012). Izin
Block Plan diatur untuk penggunaan tanah bagi kawasan perumahan, kawasan industri,
kawasan pergudangan, kawasan perdagangan/perkantoran/pertokoan, kawasan
pelabuhan atau dermaga, bangunan bawah air, bangunan atas air dan bangunan bawah
tanah.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 57
Peraturan Bupati. Padahal jika mengacu pada UU No. 12 Tahun 2011,
pengaturan ketentuan lebih lanjut dari sebuah peraturan perundang-
undangan harus didelegasikan secara tegas. Oleh karena itu, perlu adanya
Peraturan Daerah yang secara khusus mengatur IMB dengan berdasarkan
pendelegasian pengaturan dari Pasal 4 Permendagri No. 32 Tahun 2010 dan
Pasal 8 ayat (1) Permen PU No. 24/PRT/M/2007.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 58
4.1. Landasan Filosofis
Landasan Filosofis (pandangan hidup, kultur, keyakinan agama,
filsafat hukum, kesadaran hukum, adat, dan wawasan kebangsaan). Maka
dalam pembentukan Peraturan Daerah, para pembentuk harus menyadari
bahwa pandangan hidup masyarakat setempat: yang tercermin dalam
budaya masyarakat harus menjadi sumber moral, demikian halnya dengan
kenyakinan agama yang dianut oleh masyarakat, pemikiran atau filsafat
hukum yang dianut masyarakat daerah, termasuk kesadaran hukum
masyarakat lokal, serta dalam konteks NKRI dperhatikannya wawasan
kebangsaan dalam penyusunan Peraturan Daerah. Karena itu maka asas-
asas pembentukan peraturan perundang-undangan dalam Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2011 diberikan rambu-rambunya.
Filosofis berasal dari kata filsafat, yakni ilmu tentang kebijaksanaan.
Berdasarkan akar kata semacam ini, maka arti filosofis tidak lain adalah sifat-
sifat yang mengarah kepada kebijaksanaan. Karena menitikberatkan
kepada sifat akan kebijaksanaan, maka filosofis tidak lain adalah
pandangan hidup suatu bangsa yakni nilai-nilai moral atau etika yang berisi
nilai-nilai yang baik dan yang tidak baik.
Dasar filosofis berkaitan dengan rechtsidee dimana semua
masyarakat mempunyainya, yaitu apa yang mereka harapkan dari hukum,
misalnya untuk menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan
sebagainya. Cita hukum atau rechtsidee tersebut tumbuh dari sistem nilai
mereka mengenai baik atau buruk, pandangan terhadap hubungan
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS 4444
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 59
individu dan kemasyarakatan, tentang kebendaan, kedudukan wanita dan
sebagainya.
Semuanya itu bersifat filosofis artinya menyangkut pandangan
mengenai hakikat sesuatu. Hukum diharapkan mencerminkan sistem nilai
tersebut baik sebagai sarana mewujudkannya dalam tingkah laku
masyarakat. Nilai-nilai ini ada yang dibiarkan dalam masyarakat sehingga
setiap pembentukan hukum atau peraturan perundang-undangan harus
dapat menangkapnya setiap kali akan membentuk hukum atau peraturan
perundang-undangan. Akan tetapi adakalanya sistem nilai tersebut telah
terangkum dengan baik berupa teori-teori filsafat maupun dalam doktrin-
doktrin resmi (Pancasila).
Dalam tataran filsafat hukum, pemahaman mengenai pemberlakuan
moral bangsa ke dalam hukum (termasuk peraturan perundang-undangan
dan Perda) ini dimasukan dalam pengertian yang disebut dengan
rechtsidee yaitu apa yang diharapkan dari hukum, misalnya untuk menjamin
keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan sebagainya yang tumbuh dari
sistem nilai masyarakat (bangsa) mengenai baik dan buruk, pandangan
mengenai hubungan individu dan masyarakat.
Berdasarkan pemahaman teori tersebut, maka pengaturan perizinan
bangunan sebagaimana diatur dalam Raperda tentang Izin Mendirikan
Bangunan memiliki landasan filosofis yaitu: “pendirian bangunan harus
dilaksanakan secara tertib, sesuai dengan fungsinya, dan memenuhi
persyaratan administratif dan teknis agar menjamin keselamatan penghuni
dan lingkungannya serta selaras dengan tata ruang wilayah”.
Jika ditelusuri lebih mendalam, Ranperda Kabupaten Gresik tentang
Izin Mendirikan Bangunan dapat ditemukan pada pandangan hidup (way of
life) yang telah dirumuskan dalam butir-butir Pancasila. Landasan filosofis
tersebut dituangkan dalam Pembukaan UUD NRI 1945. Nilai-nilai Pancasila ini
kemudian memerlukan penjabaran dalam peraturan perundang-undangan
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 60
untuk mengimplementasikan nilai-nilai keadilan, ketertiban dan
kesejahteraan yang dicita-citakan.
Pancasila sebagai norma filosofis harus dapat tercerminkan bukan
hanya dalam undang-undang tetapi juga pada peraturan perundang-
undangan di bawah undang-undang. Dalam konteks negara kesatuan yang
mendesentralisasikan wewenang ke daerah, pengaturan perizinan
bangunan dengan memperhatikan landasan filosofis dari kelima sila
Pancasila tersebut perlu diarahkan hingga tingkatan peraturan daerah. Oleh
karena itu, penting pula bagi Kabupaten Gresik untuk membentuk peraturan
daerah yang secara khusus mengatur tentang Izin Mendirikan Bangunan
dengan memperhatikan landasan filosofis yang bersumber dari Pancasila.
Ketuhanan yang Maha Esa, secara filosofis menunjukkan bahwa
segala kerangka bernegara harus berdasarkan pandangan bahwa segala
yang di dunia ini mengikuti kebajikan tertinggi dari semesta alam. Melalu sila
pertama, manusia Indonesia ingin menunjukkan bahwa tidak ada manusia
yang dapat berdiri di atas manusia lain. Semua manusia setara
kedudukannya (egaliter) namun sebaliknya inferior terhadap nilai-nilai
kebajikan yang asalnya dari sumber yang tidak disebabkan lagi. Dalam
konteks pengaturan perizinan bangunan, Ketuhanan yang Maha Esa
menunjukkan bahwa pendirian bangunan sebagai produk kebudayaan
tentunya merepresentasikan pula kecerdasan dan kehebatan olah pikir
manusia. Namun intelektualitas tersebut haruslah diposisikan sebagai entitas
yang inferior terhadap nilai-nilai yang absolut, yaitu nilai-nilai kebaikan bagi
manusia. Misalnya, bangunan yang akan didirikan bukan hanya ditujukan
semata untuk menunjukkan kemegahan, tetapi bagaimana bangunan
tersebut selaras dengan tata ruang wilayah yang telah diatur dalam
Peraturan Daerah. Dalam hal ini perizinan menjadi instrumen kontrol agar
pendirian bangunan dapat menuju pada arah nilai kebaikan tersebut.
Sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan sila ketiga
Persatuan Indonesia harus tercermin dalam pengaturan perizinan bangunan
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 61
sehingga menunjukan bahwa pendirian bangunan harus mencerminkan sisi
kemanusiaan. Pencerminan sisi kemanusiaan dalam pendirian bangunan
dapat dilihat pada fungsi perizinan bangunan untuk mencegah adanya
pendirian bangunan yang dapat mengakibatkan gangguan pada
lingkungan sekitar dan masyarakat. Hal ini ditegaskan dalam Permen PU No.
24/PRT/M/2007 yang mengatur peran serta masyarakat. Masyarakat
berdasarkan ketentuan dalam Permen PU tersebut dapat melaporkan
secara tertulis kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah tentang
indikasi bangunan yang tidak laik fungsi dan/atau berpotensi menimbulkan
gangguan dan/atau bahaya bagi pengguna, masyarakat, dan/atau
lingkungan melalui sarana yang mudah diakses. Hal ini menunjukkan bahwa
perizinan bangunan berfungsi untuk menempatkan pendirian bangunan
selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan ketika dikaitkan dengan masyarakat
dan lingkungan.
Sila keempat, yang menunjukkan pandangan bangsa Indonesia
yang memperhatikan nilai-nilai kerakyatan untuk mencapai keadilan sosial,
dengan jalan musyawarah dan sebagaimana dinyatakan pada sila kelima
harus pula menjadi dasar pengaturan perizinan bangunan untuk mencapai
keadilan sosial. Dalam pandangan filosofis ini jelas bahwa bangsa Indonesia
menekankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga setiap
bentuk aturan hukum harus memperhatikan masyarakat yang dalam
stratifikasi sosial berada di lapisan bawah. Oleh karena itu, pengaturan
perizinan bangunan di Kabupaten Gresik sebaiknya tidak kemudian
mempersulit masyarakat dari kelas ekonomi yang kurang mampu untuk
membangun tempat tinggal yang aman dan nyaman.
Bangunan sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya,
mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak,
perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia. Perizinan bangunan perlu
diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta
penghidupan masyarakat, serta untuk mewujudkan pendirian bangunan
yang andal, berjati diri, serta seimbang, serasi, dan selaras dengan
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 62
lingkungannya. Pengaturan perizinan bangunan tersebut tidak dapat
dihindarkan karena kebutuhan akan bangunan merupakan salah satu
kebutuhan pokok manusia. Kebutuhan tersebut akan terus ada dan
berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban. Perbaikan mutu
hidup masyarakat yang diwujudkan melalui pembangunan nasional harus
diikuti dan disertai secara seimbang dengan ketertiban pendirian bangunan.
Aspek ketertiban pendirian bangunan difokuskan pada aspek kualitatif
dengan memungkinkan terselenggaranya perizinan bangunan yang sesuai
dengan hakekat dan fungsinya.
Dengan landasan filosofis tersebut, diharapkan perizinan bangunan
dapat menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Pada
akhirnya, tujuan pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil
dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 dapat dicapai.
4.2. Landasan Sosiologis
Peraturan Daerah harus mempunyai landasan sosiologis, atau
keberlakuan faktual yaitu ‘kebutuhan dan aspirasi ril masyarakat’, yang
mendasari mengapa Peraturan Daerah mengenai hal tertentu harus
dibentuk dalam suatu Daerah.
Landasan sosiologis (sociologiche gelding) dapat diartikan
pencerminan kenyataan yang hidup dalam masyarakat, dengan harapan
peraturan perundang-undangan (termasuk peraturan daerah didalamnya)
tersebut akan diterima oleh masyarakat secara wajar bahkan spontan.
Peraturan perundang-undangan yang diterima secara wajar akan
mempunyai daya berlaku efektif dan tidak begitu banyak memerlukan
pengerahan institusional untuk melaksanakannya.
Dasar sosiologis dari peraturan daerah adalah kenyataan yang hidup
dalam masyarakat (living law) harus termasuk pula kecenderungan-
kecenderungan dan harapan-harapan masyarakat. Tanpa memasukan
faktor-faktor kecenderungan dan harapan, maka peraturan perundang-
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 63
undangan hanya sekedar merekam seketika (moment opname). Keadaan
seperti ini akan menyebabkan kelumpuhan peranan hukum. Hukum akan
tertinggal dari dinamika masyarakat. Bahkan peraturan perundang-
undangan akan menjadi konservatif karena seolah-olah pengukuhan
kenyataan yang ada. Hal ini bertentangan dengan sisi lain dari peraturan
perundang-undangan yang diharapkan mengarahkan perkembangan
masyarakat.
Peraturan perundang-undangan dibentuk oleh negara dengan
harapan dapat diterima dan dipatuhi oleh seluruh masyarakat secara sadar
tanpa kecuali. Harapan seperti ini menimbulkan konsekuensi bahwa setiap
peraturan perundang-undangan harus memperhatikan secara lebih
seksama setiap gejala sosial masyarakat yang berkembang. Terdapat
perbedaan anatara hukum positif di satu pihak dengan hukum yang hidup
dalam masyarakat (living law) di pihak lain. Oleh karena itu hukum posistif
akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila berisikan, atau selaras
dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Berpangkal tolak dari pemikiran tersebut, maka peraturan
perundang-undangan sebagai hukum positif akan mempunyai daya berlaku
jika dirumuskan ataupun disusun bersumber pada living law tersebut. Dalam
kondisi yang demikian maka peraturan perundang-undangan tidak mungkin
dilepaskan dari gejala sosial yang ada di dalam masyarakat tadi.
Berdasarkan pemahaman teori tersebut, maka pengaturan perizinan
bangunan sebagaimana diatur dalam Raperda Izin Mendirikan Bangunan
memiliki landasan sosiologis. Landasan sosiologis adanya pengaturan Izin
Mendirikan Bangunan yaitu perlunya perizinan bangunan yang dapat:44
1. Mewujudkan pengawasan, pengendalian, dan penertiban bangunan.
2. Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan yang menjamin
keandalan bangunan dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan,
dan kemudahan.
44 Mengacu pada Pasal 3 ayat (1) Permendagri No. 32 Tahun 2010.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 64
3. Mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai dengan tata bangunan
dan serasi dengan lingkungannya.
Landasan sosiologis tersebut memperlihatkan adanya kontribusi atau
dampak dari perizinan bangunan terhadap lingkungan, baik lingkungan
masyarakat maupun lingkungan hidup lainnya. Agar perizinan bangunan
dapat menjamin ketertiban pendirian bangunan sehingga terwujud sesuai
dengan fungsinya, diperlukan peran masyarakat dan upaya pembinaan.
4.3. Landasan Yuridis
Pembentukan peraturan perundang-undangan, haruslah mengacu
pada landasan pembentukan peraturan perundang-undangan atau ilmu
perundang-undangan (gesetzgebungslehre), yang diantaranya landasan
yuridis. Setiap produk hukum, haruslah mempunyai dasar berlaku secara
yuridis (juridische gelding). Dasar yuridis ini sangat penting dalam pembuatan
peraturan perundang-undangan khususnya peraturan daerah.
Peraturan Daerah merupakan salah satu unsur produk hukum, maka
prinsip-prinsip pembentukan, pemberlakuan dan penegakannya harus
mengandung nilai-nilai hukum pada umumnya. Berbeda dengan niali-nilai
sosial lainya, sifat kodratinya dari nilai hukum adalah mengikat secara umum
dan ada pertanggungjawaban konkrit yang berupa sanksi duniawi ketika
nilai hukum tersebut dilanggar.
Oleh karena itu peraturan daerah merupakan salah satu produk
hukum, maka agar dapat mengikat secara umum dan memiliki efektivitas
dalam hal pengenaan sanksi, disebutkan bahwa sanksi adalah cara-cara
menerapkan suatu norma atau peraturan. Sanksi hukum adalah sanksi-sanksi
yang digariskan atau di otorisasi oleh hukum. Setiap peraturan hukum
mengandung atau menyisaratkan sebuah statemen mengenai konsekuensi-
konsekuensi hukum, konsekuensi-konsekuensi ini adalah sanksi-sanksi, janji-
janji atau ancaman.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 65
Dalam pembentukan peraturan daerah harus memperhatikan
beberapa persyaratan yuridis. Persyaratan seperti inilah yang dapat
dipergunakan sebagai landasan yuridis, yang dimaksud disini adalah :
1. Dibuat atau dibentuk oleh organ yang berwenang, artinya suatu
peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh pejabat atau badan
yang mempunyai kewenangan untuk itu. Dengan konsekuensi apabila
tidak diindahkan persyaratan ini maka konsekuensinya undang-undang
tersebut batal demi hukum (van rechtswegenietig);
2. Adanya kesesuaian bentuk/ jenis Peraturan perundang-undangan
dengan materi muatan yang akan diatur, artinya ketidaksesuaian
bentuk/ jenis dapat menjadi alasan untuk membatalkan peraturan
perundang-undangan yang dimaksud;
3. Adanya prosedur dan tata cara pembentukan yang telah ditentukan
adalah pembentukan suatu peraturan perundang-undangan harus
melalui prosedur dan tata cara yang telah ditentukan;
4. Tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi tingkatannnya adalah sesuai dengan pandangan
stufenbau theory, peraturan perundang-undangan mengandung norma-
norma hukum yang sifatnya hirarkhis. Artinya suatu Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi tingkatannya merupakan grundnorm (norma
dasar) bagi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah
tingkatannya.
Berdasarkan pemahaman teori tersebut, maka pengaturan
penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana diatur dalam Perda
Bangunan Gedung memiliki landasan yuridis yaitu “untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 109 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang
Bangunan Gedung”. Dimana dalam Pasal 109 ayat (1) tersebut diatur
bahwa “pengaturan (sebagai bagian dari pembinaan penyelenggaraan
bangunan gedung) dilakukan oleh pemerintah daerah dengan penyusunan
peraturan daerah di bidang bangunan gedung berdasarkan pada
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 66
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan
kondisi kabupaten/kota setempat”.
Dengan demikian, landasan yuridis tersebut telah memperkuat dasar
penyusunan Peraturan Daerah tentang Penataan Bangunan dan Izin
Mendirikan Bangunan, yaitu sebagai suatu peraturan perundang-undangan
yang bersifat delegasi atau amanah dari peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi.
1. Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945
Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945 menjadi salah satu landasan yuridis untuk
menunjukkan landasan wewenang Pemerintahan Daerah untuk
membentuk peraturan daerah tentang bangunan gedung. Pasal 18 ayat
(6) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa Pemerintahan daerah berhak
menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Dalam hal untuk
menjalankan otonomi daerah itulah Pemerintah Kabupaten Gresik
memiliki wewenang untuk membentuk peraturan daerah yang secara
khusus mengatur izin mendirikan bangunan di Kabupaten Gresik.
2. UU No. 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten
dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur sebagaimana diubah dengan UU
No. 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Surabaya
dan Daerah Tingkat II Surabaya (UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun
1965)
UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965 menjadi landasan yuridis
Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang Izin Mendirikan Bangunan
karena berdasarkan UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965
daerah Gresik ditetapkan sebagai salah satu kabupaten di Jawa Timur.
Dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1950 jo. UU No. 2 Tahun 1965
diatur pula urusan-urusan yang menjadi urusan rumah tangga dan
kewajiban kabupaten-kabupaten yang dibentuk tersebut. Namun dasar
urusan wajib yang menjadi wewenang Pemerintah Kabupaten Gresik
bukan lagi undang-undang ini, melainkan UU No. 23 Tahun 2014. UU No.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 67
12 Tahun 1950 yang menjadi dasar dalam pembentukan setiap
peraturan daerah di Kabupaten Gresik sekedar untuk menunjukkan dasar
yuridis dari asal wewenang yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Gresik.
Ketika Pemerintah Kabupaten Gresik terbentuk itulah juga eksis
wewenang yang melekat pada pemerintahan daerah tersebut.
3. UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 Tahun 2002 merupakan undang-undang yang menjadi rujukan
dalam pembentukan setiap peraturan daerah tentang bangunan
gedung di berbagai daerah. UU No. 28 Tahun 2002 secara eksplisit dalam
bagian Penjelasan juga menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang tersebut perlu diatur lebih lanjut dalam peraturan
daerah. Dalam Penjelasan dinyatakan bahwa UU No. 28 Tahun 2002
hanya mengatur hal-hal yang bersifat pokok dan normatif saja,
sedangkan ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundang-undangan
lainnya, termasuk Peraturan Daerah, dengan tetap mempertimbangkan
ketentuan dalam undang-undang lain yang terkait dalam pelaksanaan
UU No.28 Tahun 2002.
4. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014, Pemerintah Pusat
memiliki Urusan Absolut yang tidak dapat dibagikan pada Pemerintah
Daerah. Urusan Absolut yang menjadi urusan Pemerintah Pusat antara
lain:
g. politik luar negeri;
h. pertahanan;
i. keamanan;
j. yustisi;
k. moneter dan fiskal nasional; dan
l. agama.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 68
Urusan pemerintahan yang kemudian dibagikan pada Pemerintah
Daerah adalah Urusan pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan
konkuren kemudian dibedakan menjadi Urusan Pemerintahan Wajib dan
Urusan Pemerintahan Pilihan [lihat Pasal 11 ayat (1)]. Salah satu Urusan
Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar adalah
pekerjaan umum dan penataan ruang [Pasal 12 ayat (1)]. Berdasarkan
Pasal 12 ayat (1), pengaturan bangunan dan gedung dapat
diklasifikasikan sebagai bagian pelayanan dasar di bidang pekerjaan
umum dan penataan ruang, sub urusan bangunan gedung. Berdasarkan
pembagian urusan dalam UU No. 23 Tahun 2014, wewenang Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam sub urusan bangunan gedung adalah
pemberian IMB dan sertifikat laik fungsi bangunan gedung.
5. PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
PP No. 36 Tahun 2005 menjadi salah satu landasan yuridis pengaturan
peraturan daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan karena merupakan
peraturan perundang-undangan yang secara eksplisit mendelegasikan
pengaturan lebih lanjut ke dalam peraturan daerah. Beberapa contoh
pendelegasian pengaturan lebih lanjut ke dalam peraturan daerah
antara lain:
c. Pasal 14 ayat (2) mengatur bahwa izin mendirikan bangunan gedung
diberikan oleh pemerintah daerah, kecuali bangunan gedung fungsi
khusus oleh Pemerintah, melalui proses permohonan izin mendirikan
bangunan gedung. Pasal 14 ayat (2) menunjukkan adanya
wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penerbitan IMB.
d. Pasal 112 ayat (1) menegaskan wewenang Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam perizinan bangunan. Pasal 112 ayat (1)
menyatakan bahwa pemerintah daerah melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan penerapan peraturan daerah di bidang
bangunan gedung melalui mekanisme penerbitan izin mendirikan
bangunan gedung dan sertifikasi kelaikan fungsi bangunan gedung,
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 69
serta surat persetujuan dan penetapan pembongkaran bangunan
gedung.
6. Permen PU No. 24/PRT/M/2007
Permen PU No. 24/PRT/M/2007 mengatur secara detail mengenai tata
cara pemrosesan IMB untuk bangunan gedung pada umumnya,
bangunan gedung kepentingan umum, IMB untuk bangunan gedung
fungsi khusus, Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Gedung Secara
Bertahap, Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Gedung untuk
Pembangunan Secara Massal, Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan
Gedung untuk Pembangunan dengan Strata Title. Permen juga
menegaskan perlunya tim ahli bangunan gedung untuk memberikan
pertimbangan teknis terhadap dokumen rencana teknis dalam rangka
penerbitan IMB (khususnya berkaitan dengan pengesahan dokumen
rencana teknis). Tim ahli bangunan gedung ini secara khusus dibutuhkan
untuk memberikan pertimbangan teknis terhadap dokumen rencana
teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum serta dokumen
rencana teknis bangunan gedung tertentu fungsi khusus. Persetujuan dari
tim ahli bangunan gedung ini diperoleh pemohon tanpa pungutan biaya
atau secara Cuma-Cuma (sudah diperhitungkan dalam retribusi IMB).
Permen PU No. 24/PRT/M/2007 mengamanatkan bahwa pelaksanaan
Pedoman Teknis IMB di daerah diatur lebuh lanjut dengan Peraturan
Daerah yang berpedoman pada peraturan ini. Dalam hal daerah belum
mempunyai peraturan daerah tersebut, maka pelaksanaan pengaturan
Izin mendirikan Bangunan gedung berpedoman pada peraturan ini.
Sedangkan bila daerah telah mempunyai peraturan daerah terkait yang
ditatapkan sebelum permen ini diberlakukan, maka Peraturan Daerah
tersebut harus menyesuaikan dengan substansi pengaturan dalam
Permen ini. Selama proses penyusunan dan/atau penyesuuaian Perda
terkait terrsebut. Semua peraturan perundang-Undangan yang berkaitan
dengan IMB dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan Permen ini.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 70
7. Permendagri No. 32 Tahun 2010
Selain Permen PU No. 24/PRT/M/2007, Permendagri No. 32 Tahun 2010
juga menjadi landasan yuridis karena mendelegasikan pengaturan Izin
Mendirikan Bangunan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Daerah.
Pendelegasian tersebut dalam Pasal 35 ayat (1) yang mengatur bahwa
Bupati/Walikota menetapkan Peraturan Daerah tentang pemberian Izin
Mendirikan Bangunan dengan berpedoman pada Permendagri No. 32
Tahun 2010 paling lambat 2 (dua) tahun sejak Permendagri No. 32 Tahun
2010 ditetapkan.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 71
5.1. Sasaran
Sasaran dari Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik
tentang Izin Mendirikan Bangunan (Raperda IMB) ini adalah:
1. Terbentuknya dasar hukum yang mengatur Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) di Kabupaten Gresik secara sistematis dan tidak lagi tersebar
pada berbagai peraturan perundang-undangan. Analisis dan evaluasi
terhadap peraturan perundang-undangan maupun praktik empiris
menunjukkan bahwa sistematika pengaturan IMB di Kabupaten Gresik
tersebar dalam berbagai Peraturan Daerah. Hal ini tentunya akan
menyulitkan masyarakat dalam memahami prosedur penerbitan IMB di
Kabupaten Gresik. Jika dilihat dari perspektif investasi, hal ini dapat
berdampak buruk karena investor dapat menurun keyakinannya
terhadap kepastian hukum bagi perizinan di Kabupaten Gresik.
2. Tersebarnya pengaturan IMB di Kabupaten Gresik juga berdampak
pada tumpang tindih pengaturan. Oleh karena itu Raperda IMB akan
mensinkronisasikan berbagai pengaturan tersebut sehingga tidak lagi
terjadi tumpang tindih pengaturan yang menyulitkan penerbitan IMB
akibat multitafsir. Pengaturan IMB di Kabupaten Gresik dengan adanya
Raperda IMB ini menjadi terpisah dari Perda yang mengatur retribusi
IMB.
3. Untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut maka melalui Raperda IMB ini
juga akan dicabut Perda maupun ketentuan pada beberapa Perda
untuk mencegah tumpang tindih. Melalui pencabutan tersebut
diharapkan adanya pengaturan IMB yang sistematis dan terunifikasi
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH
5555
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 72
dalam satu produk hukum daerah. Berdasarkan analisis dan evaluasi
dalam Bab III, terdapat beberapa ketentuan yang akan dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku, antara lain:
a. Ketentuan terkait prosedur penerbitan IMB sebagaimana diatur
dalam Perda No. 22 Tahun 2000 juncto Perda No. 23 Tahun 2004.
b. Ketentuan terkait prosedur penerbitan IMB sebagaimana diatur
dalam Perda No. 5 Tahun 2011.
c. Ketentuan terkait prosedur penerbitan IMB sebagaimana diatur
dalam Perda No. 29 Tahun 2011.
5.2. Jangkauan dan Arah Pengaturan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka diidentifikasi
jangkauan dan arah pengaturan dalam Raperda IMB ini meliputi:
1. Prinsip dan manfaat dari pengaturan penerbitan IMB dengan Peraturan
Daerah.
2. Kelembagaan dalam perizinan bangunan di Kabupaten Gresik.
3. Tahap Permohonan Penerbitan IMB
Pengaturan tahap permohonan ini merupakan tahap yang mendapat
porsi pengaturan lebih besar. Hal ini disebabkan dalam tahap inilah
fungsi kontrol dalam perizinan dapat berperan. Fungsi kontrol tersebut
ditunjukkan dalam proses verifikasi yang dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten Gresik terhadap permohonan yang masuk. Jangkauan dan
arah dalam tahap ini meliputi:
a. Persyaratan-persyaratan dalam pengajuan permohonan IMB.
b. Tata cara permohonan IMB.
c. Jangka waktu penerbitan IMB.
4. Tahap Penerbitan IMB, yaitu terkait pembayaran retribusi IMB oleh
pemohon.
5. Tahap Pascapenerbitan IMB
a. Pelaksanaan pembangunan.
b. Pembongkaran.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 73
c. Penertiban.
d. Pengawasan dan pengendalian.
e. Sanksi.
5.3. Ruang Lingkup Materi Muatan
Ruang lingkup materi muatan dalam Raperda IMB ini meliputi:
1. Ketentuan Umum
Ketentuan umum dalam Raperda IMB memuat rumusan
akademik dari pengertian istilah dan frasa yang digunakan
dalam Raperda. Ketentuan umum dalam Raperda IMB ini antara
lain:
a. Daerah adalah Kabupaten Gresik.
b. Bupati adalah Bupati Gresik.
c. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
d. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Gresik.
e. Bangunan adalah bangunan gedung dan bangunan
bukan gedung.
f. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan
konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya,
sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di
dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat
manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau
tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha,
kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
g. Bangunan bukan gedung adalah suatu perwujudan fisik
hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 74
dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang tidak
digunakan untuk tempat hunian atau tempat tinggal.
h. Klasifikasi bangunan gedung adalah sebagai dasar
penggolongan bangunan gedung terhadap tingkat
kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat risiko kebakaran,
tingkat zonasi gempa, lokasi, ketinggian bangunan, dan
kepemilikan bangunan dari fungsi bangunan gedung
sebagai dasar pemenuhan persyaratan administrasi dan
persyaratan teknis.
i. Izin Mendirikan Bangunan, yang selanjutnya disingkat IMB,
adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah,
kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh
Pemerintah, kepada pemohon untuk membangun baru,
memperbaiki, mengubah, memperluas, mengurangi,
dan/atau memugar dalam rangka melestarikan bangunan
sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan
teknis yang berlaku.
j. Pemohon adalah setiap orang, badan hukum atau usaha,
kelompok orang, dan lembaga atau organisasi yang
mengajukan permohonan IMB kepada pemerintah daerah,
dan untuk bangunan gedung fungsi khusus kepada
pemerintah.
k. Pemilik bangunan adalah setiap orang, badan hukum atau
usaha, kelompok orang, dan lembaga atau organisasi yang
menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan.
l. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan, yang selanjutnya
disingkat RDTRK, adalah penjabaran rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota ke dalam rencana pemanfaatan
kawasan, yang memuat zonasi atau blok alokasi
pemanfaatan ruang.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 75
m. Rencana Teknik Ruang Kawasan, yang selanjutnya disingkat
RTRK, adalah rencana tata ruang setiap blok kawasan yang
memuat rencana tapak atau tata letak dan tata
bangunan beserta prasarana dan sarana lingkungan serta
utilitas umum.
n. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, yang selanjutnya
disingkat RTBL, adalah panduan rancang bangun suatu
kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang
memuat rencana program bangunan dan lingkungan,
rencana umum dan panduan rancangan, rencana
investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman
pengendalian pelaksanaan.
o. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah
pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan.
p. Pembekuan adalah pemberhentian sementara atas IMB
akibat penyimpangan dalam pelaksanaan pembangunan.
q. Pencabutan adalah tindakan akhir yang dilakukan setelah
pembekuan IMB.
r. Pemutihan adalah penerbitan IMB terhadap bangunan
yang sudah terbangun di kawasan yang belum memiliki
RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK.
s. Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau
merobohkan seluruh atau sebagian bangunan, komponen,
bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya.
t. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan
penerapan peraturan perundang-undangan di bidang
perizinan bangunan dan upaya penegakan hukum.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 76
2. Prinsip penerbitan IMB yang meliputi:
a. prosedur yang sederhana, mudah, dan aplikatif;
b. pelayanan yang cepat, terjangkau, dan tepat waktu;
c. keterbukaan informasi bagi masyarakat dan dunia usaha;
dan
d. aspek rencana tata ruang, kepastian status hukum
pertanahan, keamanan dan keselamatan, serta
kenyamanan.
3. Manfaat penerbitan IMB bagi Pemerintah Daerah, yaitu:
a. pengawasan, pengendalian, dan penertiban bangunan;
b. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan yang
menjamin keandalan bangunan dari segi keselamatan,
kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan;
c. mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai dengan
tata bangunan dan serasi dengan lingkungannya; dan
d. syarat penerbitan sertifikasi laik fungsi bangunan.
4. Manfaat penerbitan IMB bagi pemegang IMB, yaitu:
a. pengajuan sertifikat laik jaminan fungsi bangunan; dan
b. memperoleh pelayanan utilitas umum seperti pemasangan/
penambahan
c. jaringan listrik, air minum, hydrant, telepon, dan gas.
5. Ruang lingkup penerbitan IMB ditujukan bagi bangunan gedung
dan bangunan bukan gedung. IMB diwajibkan bagi setiap
orang atau badan hukum yang akan melakukan kegiatan
pembangunan baru, rehabilitasi/renovasi, atau pelestarian/
pemugaran. Ruang lingkup dari bangunan gedung adalah
bangunan gedung dengan fungsi hunian, keagamaan, usaha,
sosial dan budaya, serta bangunan gedung dengan fungsi
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 77
ganda/campuran. Ruang lingkup dari bangunan bukan gedung
adalah:
a. pelataran untuk parkir, lapangan tenis, lapangan
basket, lapangan golf, dan lain-lain sejenisnya;
b. pondasi, pondasi tangki, dan lain-lain sejenisnya;
c. pagar tembok/besi dan tanggul/turap, dan lain-lain
sejenisnya;
d. bak penampungan bekas air kotor, dan lain-lain sejenisnya;
e. sumur resapan, dan lain-lain sejenisnya;
f. teras tidak beratap atau tempat pencucian, dan lain-lain
sejenisnya;
g. dinding penahan tanah, dan lain-lain sejenisnya;
h. jembatan penyeberangan orang, jembatan jalan
perumahan, dan lain-lain sejenisnya;
i. penanaman tangki, landasan tangki, bangunan
pengolahan air, gardu listrik, gardu telepon, menara, tiang
listrik/telepon, dan lain-lain sejenisnya;
j. pipa atau kabel yang dibangun di atas tanah atau di
bawah tanah;
k. kolam renang, kolam ikan air deras, dan lain-lain sejenisnya;
dan
l. gapura, patung, bangunan reklame, monumen, dan lain-
lain sejenisnya.
6. IMB tidak diperlukan untuk kegiatan berikut ini:
a. Memperbaiki bangunan dengan tidak mengubah bentuk
dan luas serta menggunakan jenis bahan semula.
b. Memperbaiki saluran air hujan dan selokan dalam
pekarangan bangunan.
c. Membuat bangunan yang sifatnya sementara bagi
kepentingan pemeliharaan ternak dengan luas tidak
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 78
melebihi garis sempadan belakang dan samping serta tidak
mengganggu kepentingan orang lain atau umum.
d. Membuat pagar halaman yang sifatnya sementara yang
tingginya tidak melebihi 120 (seratus dua puluh) centimeter
kecuali adanya pagar ini mengganggu kepentingan orang
lain atau umum.
e. Membuat bangunan yang sifat penggunaannya
sementara waktu.
7. Aspek kelembagaan dalam penerbitan IMB yang mengatur
sebagai berikut:
a. Bupati berwenang dalam penerbitan IMB.
b. Bupati mendelegasikan wewenang penerbitan IMB kepada
kepala satuan kerja perangkat daerah yang membidangi
perizinan di Daerah berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c. Kepala satuan kerja perangkat daerah tersebut dalam
melaksanakan pendelegasian wewenang penerbitan IMB
melaporkan pelaksanaannya kepada Bupati.
8. Pengaturan tata cara permohonan IMB secara prosedural diatur
sebagai berikut:
a. Pemohon mengajukan permohonan penerbitan IMB
kepada Bupati melalui satuan kerja perangkat daerah yang
membidangi perizinan di Daerah.
b. Permohonan dilengkapi dengan dokumen persyaratan
administratif dan persyaratan teknis.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 79
c. Satuan kerja perangkat daerah yang membidangi perizinan
memeriksa kelengkapan dokumen persyaratan administratif
dan persyaratan teknis. Dokumen tersebut kemudian
dievaluasi untuk menjadi dasar persetujuan dalam
penerbitan IMB. Dokumen administratif, dan/atau dokumen
rencana teknis yang belum memenuhi persyaratan
dikembalikan kepada pemohon untuk
dilengkapi/diperbaiki.
d. Bupati memberikan persetujuan terhadap permohonan IMB
dan menetapkan retribusi IMB setelah dokumen
administratif dan dokumen rencana teknis memenuhi
persyaratan.
9. Persyaratan administratif permohonan IMB, antara lain:
a. Status hak atas tanah. Sebagai kelengkapan dokumen
terkait status hak atas tanah tempat pendirian bangunan
maka harus ditunjukkan tanda bukti penguasaan atau
kepemilikan tanah yang dibuktikan dan/atau dilengkapi
dengan:
1) Surat bukti status hak atas tanah.
2) Surat perjanjian pemanfaatan/penggunaan tanah.
3) Data kondisi/situasi tanah.
b. Status kepemilikan bangunan.
Untuk permohonan IMB pembangunan bangunan gedung
baru, status kepemilikanbangunan gedung yaitu dokumen
keterangan diri pemilik yang mengajukan Permohonan IMB
dan kepemilikan atas bangunan gedung.
c. Dokumen/surat yang terkait, antara lain:
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 80
1) Surat pernyataan dari pemohon bahwa tanah tidak
sedang dalam sengketa;
2) Surat pernyataan dari pemohon untuk
bertanggungjawab dalam keamanan konstruksi
bangunan;
3) Surat pemberitahuan pajak terhutang bumi dan
bangunan (SPPT-PBB) tahun berkenaan;
4) Izin Tata Ruang untuk pembangunan di atas tanah
dengan luas minimum tertentu;
5) Dokumen analisis mengenai dampak dan gangguan
terhadap lingkungan, atau upaya pemantauan
lingkungan (UPL)/upaya pengelolaan lingkungan (UKL)
bagi yang terkena kewajiban; dan/atau
6) Rekomendasi instansi teknis terkait untuk bangunan
gedung di atas/bawah prasarana dan sarana umum.
10. Penggolongan bangunan, untuk menentukan pembedaan
persyaratan teknis dokumen permohonan IMB, yang
digolongkan sebagai berikut:
a. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal
sederhana, meliputi: rumah inti tumbuh, rumah sederhana
sehat, dan rumah deret sederhana;
b. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tunggal dan
rumah deret – sampai dengan 2 (dua) lantai –;
c. Bangunan gedung hunian rumah tinggal tidak sederhana –
2 (dua) lantai atau lebih – bangunan gedung lainnya pada
umumnya;
d. Bangunan gedung untuk kepentingan umum, yaitu
bangunan gedung yang fungsinya untuk kepentingan
publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha,
maupun sosial dan budaya;
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 81
e. Bangunan bukan gedung
11. Persyaratan teknis permohonan IMB berupa dokumen rencana
teknis. Dokumen rencana teknis meliputi data umum bangunan
dan rencana teknis bangunan. Setiap golongan bangunan
dalam data umum bangunan pada dokumen rencana teknis
menyampaikan informasi antara lain:
a. Fungsi/klasifikasi bangunan.
b. Luas lantai dasar bangunan.
c. Total luas lantai bangunan.
d. Ketinggian/jumlah lantai bangunan.
e. Rencana pelaksanaan.
12. Substansi rencana teknis bangunan, sebagai bagian dari
dokumen rencana teknis, berbeda pada setiap penggolongan
bangunan. Golongan bangunan yang lebih kompleks memiliki
substansi rencana teknis yang juga lebih kompleks daripada
golongan bangunan yang lebih sederhana.
13. Bupati dapat menolak permohonan IMB yang diajukan
Pemohon apabila bangunan yang akan dibangun tidak
memenuhi persyaratan administratif dan teknis, penggunaan
tanah yang akan didirikan bangunan tidak sesuai dengan
rencana kota, atau terdapat keberatan tertulis dari masyarakat
karena bangunan yang akan didirikan secara objektif
diperkirakan akan mengganggu lingkungan, lalu lintas, aliran air,
atau cahaya pada bangunan yang ada di sekitarnya.
Penolakan permohonan IMB oleh Bupati disampaikan secara
tertulis kepada Pemohon dengan disertai alasan penolakan.
14. Pelaksanaan pembangunan bangunan yang telah memiliki IMB
wajib sesuai dengan persyaratan teknis.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 82
15. Bupati melakukan pemutihan IMB terhadap bangunan yang
sudah terbangun sebelum adanya RTRW, RDTRK, RTBL, dan/atau
RTRK dan tidak memiliki IMB yang bangunannya sesuai dengan
lokasi, peruntukkan, dan penggunaan yang ditetapkan
dalam RTRW, RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK. Pemutihan tersebut
hanya dilakukan 1 (satu) kali.
16. Bangunan milik Pemerintah atau Pemerintah Daerah tidak
dikenakan retribusi IMB.
17. Pemerintah Daerah melakukan pengawasan dan pengendalian
terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah tentang IMB melalui
satuan kerja perangkat daerah yang membidangi perizinan
dan/atau pengawasan. Kegiatan pengawasan tersebut meliputi
pemeriksaan fungsi bangunan, persyaratan teknis bangunan,
dan keandalan bangunan. Kegiatan pengendalian meliputi
peninjauan lokasi, pengecekan informasi atas pengaduan
masyarakat, dan pengenaan sanksi. Pengawasan dan
pengendalian tersebut dapat melibatkan masyarakat dengan
mengembangkan sistem pemberian penghargaan berupa
tanda jasa dan/atau insentif untuk meningkatkan peran
masyarakat.
18. Sanksi administratif bagi pelanggaran ketentuan Perda IMB
mencakup peringatan tertulis, denda administratif, pembekuan
IMB, pencabutan IMB, pembongkaran bangunan.
19. Bangunan yang sudah terbangun sebelum adanya RTRW,
RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dan tidak memiliki IMB yang
bangunannya tidak sesuai dengan lokasi, peruntukkan,
dan/atau penggunaan yang ditetapkan dalam RTRW, RDTRK,
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 83
RTBL, dan/atau RTRK dikenakan sanksi administratif berupa
peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
dapat ditindaklanjuti dengan denda administratif.
20. Bangunan yang sudah terbangun sesudah adanya RTRW, RDTRK,
RTBL, dan/atau RTRK dan tidak memiliki IMB yang bangunannya
sesuai dengan lokasi, peruntukkan, dan penggunaan yang
ditetapkan dalam RTRW, RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dikenakan
sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan dapat
ditindaklanjuti dengan denda administratif.
21. Bangunan yang sudah terbangun sebelum adanya RTRW,
RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK dan tidak memiliki IMB yang
bangunannya sesuai dengan lokasi, peruntukkan, dan
penggunaan yang ditetapkan dalam RTRW, RDTRK, RTBL,
dan/atau RTRK tetapi tidak melakukan pemutihan. dikenakan
sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan dapat
ditindaklanjuti dengan denda administratif.
22. Bangunan yang sudah terbangun tetapi memiliki IMB yang
diterbitkan berdasarkan data dan informasi yang tidak benar
dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan
dapat ditindaklanjuti dengan denda administratif. Jika denda
administratif tidak dibayar maka dapat ditindaklanjuti dengan
sanksi administratif lainnya.
23. Bangunan yang pelaksanaan pembangunannya menyimpang
dari dokumen rencana teknis yang telah disahkan dan/atau
persyaratan yang tercantum dalam IMB dikenakan sanksi
administratif berupa peringatan tertulis dan dapat ditindaklanjuti
dengan denda administratif. Jika denda administratif tidak
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 84
dibayar maka dapat ditindaklanjuti dengan sanksi administratif
lainnya.
24. Bangunan yang dalam waktu 6 (enam) bulan sejak IMB
diterbitkan tidak terdapat kegiatan fisik atau konstruksi di
lapangan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan
tertulis dan dapat ditindaklanjuti dengan denda administratif.
Jika denda administratif tidak dibayar maka dapat
ditindaklanjuti dengan sanksi administratif lainnya.
25. Bangunan yang telah memiliki IMB tetapi kegiatan
pembangunannya terhenti selama 3 (tiga) bulan berturut-turut
dan tidak dilanjutkan lagi berdasarkan pemberitahuan tertulis
dari Pemilik Bangunan dikenakan sanksi administratif berupa
peringatan tertulis dan dapat ditindaklanjuti dengan denda
administratif. Jika denda administratif tidak dibayar maka dapat
ditindaklanjuti dengan sanksi administratif lainnya.
26. Bangunan yang sudah dilengkapi dengan IMB sebelum
diundangkannya Peraturan Daerah ini tetap berlaku. Bangunan
yang pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini belum
dilengkapi IMB, maka Pemilik Bangunan wajib mengajukan
permohonan IMB. Permohonan IMB yang telah diajukan sebelum
berlakunya Peraturan Daerah ini tetap diproses dan disesuaikan
dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
27. Dengan berlakunya Peraturan Daerah tentang IMB maka
terdapat beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah yang
dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Peraturan Daerah
tersebut antara lain:
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 85
a. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 22 Tahun 2000
tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran
Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2000 Nomor 8 Seri B);
b. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun 2004
tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten
Gresik Nomor 22 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik
Tahun 2004 Nomor 8 Seri C);
c. Ketentuan tentang IMB yang diatur dalam Peraturan
Daerah Kabupaten Gresik Nomor 29 Tahun 2011 tentang
Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik
Tahun 2011 Nomor ).
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 86
6.1. Simpulan
Berdasarkan kajian yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Permasalahan dalam perizinan bangunan di Kabupaten Gresik
disebabkan tidak adanya Peraturan Daerah yang mengatur penerbitan
IMB secara komprehensif. Ketiadaan Peraturan Daerah tersebut
berdampak pada praktik perizinan bangunan di Kabupaten Gresik yang
banyak bergantung pada kebijakan yang dibuat satuan kerja perangkat
daerah. Aspek-aspek prosedural dalam perizinan bangunan juga diatur
dalam beberapa Peraturan Daerah yang terpisah sehingga tidak
berdampak pada kesatuan sistem perizinan bangunan walaupun
pengurusan IMB selama ini ditangani oleh Badan Penanaman Modal dan
Perizinan Kabupaten Gresik.
2. Pengaturan permasalahan tersebut perlu dipecahkan dengan
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang
IMB karena pengaturan IMB telah didelegasikan oleh Permen PU No.
24/PRT/M/2007 dan Permendagri No. 32 Tahun 2010 untuk diatur dengan
Peraturan Daerah. Rancangan Peraturan Daerah tersebut nantinya akan
disinkronkan dengan berbagai peraturan perundang-undangan terkait.
3. Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dapat dirumuskan
konsiderans dalam Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik
tentang IMB yang mencakup landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis.
Landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis tersebut antara lain:
PENUTUP 6666
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 87
a. bahwa perizinan bangunan harus dilaksanakan secara tertib, sesuai
dengan fungsinya, dan memenuhi persyaratan administratif maupun
teknis agar menjamin keamanan, keselamatan dan kenyamanan
bagi penghuni dan lingkungannya;
b. bahwa perizinan bangunan harus memberikan keamanan dan
kenyamanan bagi lingkungannya;
c. bahwa Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007
tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman
Pemberian Izin Mendirikan Bangunan mendelegasikan pengaturan
Izin Mendirikan Bangunan dengan Peraturan Daerah.
4. Sasaran yang dituju dari Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik
tentang IMB adalah terbentuknya dasar hukum yang mengatur IMB di
Kabupaten Gresik secara sistematis dan tersinkronisasinya ketentuan-
ketentuan di dalamnya dengan peraturan perundang-undangan lain
yang terkait dengan IMB.
6.2. Saran
1. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang IMB setelah
disahkan dan diundangkan menjadi Peraturan Daerah harus
ditindaklanjuti dengan penyesuaian oleh Peraturan Daerah lainnya yang
terkait.
2. Setelah Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik tentang IMB
disahkan dan diundangkan maka harus ditindaklanjuti dengan
pembentukan peraturan pelaksana – dalam bentuk Peraturan Bupati -
yang didelegasikan pembentukannya. Pembentukan peraturan
pelaksana tersebut untuk menjamin ketentuan dalam Peraturan Daerah
lebih aplikatif.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 88
LAMPIRAN
PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK
TAHUN 2016
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 89
BUPATI GRESIK
PROVINSI JAWA TIMUR
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK
NOMOR TAHUN 2016
TENTANG
IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI GRESIK,
Menimbang : a. bahwa perizinan bangunan harus dilaksanakan secara
tertib, sesuai dengan fungsinya, dan memenuhi
persyaratan administratif maupun teknis agar
menjamin keamanan, keselamatan, dan kenyamanan
bagi penghuni dan lingkungannya;
b. bahwa perizinan bangunan harus memberikan
keamanan dan kenyamanan bagi lingkungannya;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor
36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung mengamanatkan pengaturan Izin
Mendirikan Bangunan dengan Peraturan Daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
membentuk Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan
Bangunan;
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 90
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah dalam Lingkungan
Provinsi Djawa Timur (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2930) sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965
tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Surabaya
dan Daerah Tingkat II Surabaya (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2013);
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 91
sebagaimana telah diubah keduakalinya dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4532);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4566);
11. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 199);
12. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 221);
13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor :
24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin
Mendirikan Bangunan;
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 92
14. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor :
25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik
Fungsi Bangunan Gedung;
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010
tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
276);
16. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor 01/PRT/M/2015 tentang Bangunan
Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan;
17. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor 02/PRT/M/2015 tentang Bangunan
Gedung Hijau;
18. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 8 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun
2010-2030 (Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun
2011 Nomor 8);
19. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 29 Tahun
2011 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah
Kabupaten Gresik Tahun 2011 Nomor 29);
20. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 2 Tahun
2012 tentang Pedoman Pembentukan Perundang-
undangan di Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten
Gresik Tahun 2012 Nomor 2);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN GRESIK
dan
BUPATI GRESIK
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG IZIN MENDIRIKAN
BANGUNAN.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 93
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
u. Daerah adalah Kabupaten Gresik.
v. Bupati adalah Bupati Gresik.
w. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten
Gresik.
x. SKPD pengawasan dan pengendalian bangunan adalah
Dinas Pekerjaan Umum.
y. Bangunan adalah bangunan gedung dan bangunan
bukan gedung.
z. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan
konstruksi yang menyatu dengan tempat
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang
berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal,
kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial,
budaya, maupun kegiatan khusus.
aa. Bangunan bukan gedung adalah suatu perwujudan
fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan
tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya
berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air,
yang tidak digunakan untuk tempat hunian atau
tempat tinggal.
bb. Izin Mendirikan Bangunan, yang selanjutnya disingkat
IMB, adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah
Kabupaten, kecuali untuk bangunan gedung fungsi
khusus oleh Pemerintah, kepada pemohon untuk
membangun baru, memperbaiki, mengubah,
memperluas, mengurangi, dan/atau memugar dalam
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 94
rangka melestarikan bangunan sesuai dengan
persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang
berlaku.
cc. Pemohon adalah setiap orang, badan hukum atau
usaha, kelompok orang, dan lembaga atau organisasi
yang mengajukan permohonan IMB kepada Pemerintah
Kabupaten, dan untuk bangunan gedung fungsi
khusus kepada pemerintah.
dd. Pemilik Bangunan adalah setiap orang, badan hukum
atau usaha, kelompok orang, dan lembaga atau
organisasi yang menurut hukum sah sebagai pemilik
bangunan.
ee. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, yang
selanjutnya disebut RTRW, adalah RTRW Kabupaten
Gresik.
ff. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan, yang selanjutnya
disingkat RDTRK, adalah RDTRK Kabupaten Gresik.
gg. Rencana Teknik Ruang Kawasan, yang selanjutnya
disingkat RTRK, adalah RTRK Kabupaten Gresik.
hh. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, yang
selanjutnya disingkat RTBL, adalah RTBL Kabupaten
Gresik
ii. Reklamasi perairan adalah pekerjaan timbunan di
perairan atau pesisir yang mengubah garis pantai
dan/atau kontur kedalaman perairan.
jj. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi,
adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau diberikan oleh Pemerintah Kabupaten untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.
kk. Pembekuan adalah pemberhentian sementara atas IMB
akibat penyimpangan dalam pelaksanaan
pembangunan.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 95
ll. Pencabutan adalah tindakan akhir yang dilakukan
setelah pembekuan IMB.
mm. Pemutihan adalah penerbitan IMB terhadap
bangunan yang sudah terbangun di kawasan yang
belum memiliki RDTRK, RTBL, dan/atau RTRK.
nn. Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau
merobohkan seluruh atau sebagian bangunan,
komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan
sarananya.
oo. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan
penerapan peraturan perundang-undangan di bidang
perizinan bangunan dan upaya penegakan hukum.
pp. Peran Masyarakat adalah berbagai kegiatan
masyarakat yang merupakan perwujudan kehendak
dan keinginan masyarakat untuk memantau dan
menjaga ketertiban, memberi masukan, serta
menyampaikan pendapat dan pertimbangan berkaitan
dengan perizinan bangunan.
qq. Bangunan gedung cagar budaya adalah bangunan
gedung yang sudah ditetapkan statusnya sebagai
bangunan cagar budaya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan tentang cagar budaya.
rr. Bangunan Gedung Hijau adalah bangunan gedung
yang memenuhi persyaratan bangunan gedung dan
memiliki kinerja terukur secara signifikan dalam
penghematan energy, air, dan sumberdaya lainnya
melalui penerapan prinsip bangunan gedung hijau
sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam setiap
tahapan penyelenggaraannya.
ss. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah koefisien atas
perbandingan antara luas lantai dasar bangunan
dengan luas kavling/pekarangan.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 96
tt. Garis Sempadan adalah garis yang membatasi jarak
bebas minimum dari bidang terluar suatu massa
bangunan gedung terhadap batas lahan yang dikuasai,
antar massa bangunan lainnya, batas tepi
sungai/pantai, jalan kereta api, rencana saluran,
dan/atau jaringan listrik tegangan tinggi.
uu. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat
KLB adalah koefisien atas perbandingan antara total
luas lantai bangunan dengan luas kavling/pekarangan.
vv. Koefisien Dasar Hijau yang selanjutnya disingkat
dengan KDH, adalah koefisien atas perbandingan
antara luas daerah hijau dengan luas
kavling/pekarangan.
BAB II
PRINSIP, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
IMB diterbitkan berdasarkan prinsip:
e. prosedur yang sederhana, mudah, dan aplikatif;
f. pelayanan yang cepat, terjangkau, dan tepat waktu;
g. keterbukaan informasi bagi masyarakat dan dunia
usaha; dan
h. kesesuaian aspek rencana tata ruang, kepastian status
hukum pertanahan, keamanan dan keselamatan, serta
kenyamanan bangunan.
Pasal 3
Penerbitan IMB bertujuan untuk:
e. pengawasan, pengendalian, dan penertiban bangunan;
f. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan yang
menjamin keandalan bangunan dari segi keselamatan,
kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan;
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 97
g. mewujudkan bangunan yang fungsional sesuai dengan
tata bangunan dan serasi dengan lingkungannya; dan
h. menjadi salah satu syarat penerbitan sertifikasi laik
fungsi bangunan.
Pasal 4
(1) Ketentuan IMB dalam Peraturan Daerah ini ditujukan
untuk bangunan gedung dan bangunan bukan gedung.
(2) Ruang lingkup dari bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) antara lain:
a. bangunan gedung dengan fungsi hunian;
b. bangunan gedung dengan fungsi keagamaan;
c. bangunan gedung dengan fungsi pemerintahan;
d. bangunan gedung dengan fungsi usaha;
e. bangunan gedung dengan fungsi sosial dan budaya;
f. bangunan gedung dengan fungsi khusus; dan
g. bangunan gedung dengan fungsi ganda/campuran.
(3) Ruang lingkup dari bangunan bukan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
a. perkerasan;
b. pondasi, pondasi tangki;
c. pagar tembok/besi, dinding penahan tanah
(tanggul)/ turap;
d. bak/tangki penampungan bahan cair/gas;
e. sumur resapan, IPAL, dan septictank;
f. teras tidak beratap;
g. jembatan;
h. dermaga dan jetty beserta fasilitas kepelabuhanan,
bagunan pengeboran minyak, dan fasilitasnya;
i. penanaman tangki/reservoir, bangunan pengolahan
air, menara, tiang listrik/telepon;
j. pipa dan kabel yang berada di atas dan di bawah
tanah/air;
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 98
k. kolam;
l. monumen, penanda masuk, bangunan reklame;
m. instalasi/gardu; dan
n. shelter.
Pasal 5
(1) IMB diwajibkan bagi setiap orang atau badan usaha
yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum
yang akan melakukan kegiatan:
a. pembangunan baru;
b. rehabilitasi/renovasi;
c. pelestarian/pemugaran; atau
d. penambahan bangunan.
(2) IMB tidak diperlukan untuk kegiatan berikut ini:
a. memperbaiki saluran air hujan dan selokan dalam
pekarangan bangunan;
b. mendirikan bangunan yang sifatnya sementara bagi
kepentingan pemeliharaan ternak dengan luas tidak
melebihi garis sempadan belakang dan samping
serta tidak mengganggu kepentingan orang lain
atau umum;
c. tambahan bangunan tidak lebih dari 10% (sepuluh
per seratus) atau maksimal seluas 50 m2
(lima puluh meter persegi) dari luas bangunan yang
dizinkan dalam IMB.
d. utilitas untuk pelayanan umum.
BAB III
KEWENANGAN
Pasal 6
(1) Bupati memiliki wewenang untuk menerbitkan IMB.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 99
(2) Bupati dapat mendelegasikan wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada SKPD yang membidangi
perizinan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
yang berlaku.
(3) SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
melaporkan kegiatan penerbitan IMB kepada Bupati
minimal 6 (enam) bulan sekali.
BAB IV
PERMOHONAN IMB
Bagian Kesatu
Ketentuan Tata Ruang dan Ketentuan Teknis
Pasal 7
IMB dapat diterbitkan untuk bangunan yang
peruntukannya sesuai dengan RDTR dan RTBL. Apabila
RDTR dan RTBL belum ditetapkan maka mengacu pada
RTRW.
Pasal 8
(1) IMB yang diterbitkan harus memenuhi ketentuan
mengenai :
a. Garis Sempadan Jalan (GSJ), Garis Sempadan Pagar
(GSP), Garis Sempadan Bangunan (GSB), Garis
Sempadan Sungai (GSS), Garis Sempadan Pantai
yang diizinkan;
b. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) tertinggi yang
diizinkan;
c. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) terluas yang
diizinkan;
d. Koefisien Daerah Hijau (KDH) terendah yang
diizinkan;
e. Tinggi Lantai Bangunan (TLB) tertinggi yang
diizinkan.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 100
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mengacu pada Peraturan Daerah yang mengatur
tentang tata ruang dan bangunan.
Bagian Kedua
Persyaratan Perizinan
Pasal 9
(1) Pemohon mengajukan permohonan IMB kepada SKPD
yang diberi kewenangan menerbitkan izin.
(2) Permohonan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib dilengkapi dengan dokumen persyaratan
administratif dan dokumen persyaratan teknis.
(3) Dokumen persyaratan administrasi, dokumen
persyaratan teknis sebagai kelengkapan permohonan
IMB dan Mekanisme tata cara penerbitan IMB, akan
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Pasal 10
(1) IMB berlaku selama bangunan yang bersangkutan
berdiri sepanjang tidak mengalami perubahan bentuk,
struktur, luas, dan fungsi bangunan.
(2) Bangunan yang berdiri diatas tanah sewa, IMB berlaku
menyesuaikan masa sewa.
Bagian Ketiga
Administrasi IMB
Pasal 11
(1) Terhadap IMB yang telah diterbitkan dapat diberikan
Pelayanan Administrasi IMB berupa :
a. balik nama IMB;
b. pemecahan dan balik nama IMB;
c. salinan IMB;
d. legalisir IMB; dan
e. perubahan fungsi bangunan.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 101
(2) Pelayanan administrasi IMB sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan berdasarkan permohonan.
Pasal 12
Pelayanan Administrasi IMB sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) huruf a, diwajibkan terhadap setiap
perubahan kepemilikan tanah dan/atau bangunan
gedung.
Pasal 13
Pelayanan Administrasi IMB sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) huruf b, dapat dilakukan apabila:
a. unit bangunan yang dipecah, secara fisik terpisah tanpa
memerlukan kegiatan perubahan bangunan gedung;
b. tidak ada bagian bangunan yang merupakan fasilitas
bersama;
c. tidak ada perubahan atau gangguan terhadap fungsi
bangunan gedung yang diakibatkan oleh pemecahan
izin.
Pasal 14
Pelayanan Administrasi IMB sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) huruf c dapat diberikan apabila :
a. terdapat surat keterangan kehilangan atau rusak dari
instansi yang berwenang; dan
b. tidak terdapat perubahan bangunan baik luas, struktur
maupun fungsinya.
Pasal 15
Perubahan fungsi bangunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) huruf e dapat diberikan apabila
perubahan peruntukannya sesuai dengan RDTR dan RTBL
atau jika belum terdapat RDTR dan RTBL maka
disesuaikan dengan RTRW.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 102
BAB V
RETRIBUSI, DENDA DAN KERINGANAN IMB
Pasal 16
(1) Retribusi pelayanan pemberian IMB merupakan
retribusi perizinan tertentu.
(2) Retribusi IMB dikenakan kepada bangunan gedung dan
bangunan bukan gedung.
(3) Ketentuan retribusi IMB mengacu pada Peraturan
Daerah yang mengatur retribusi perizinan tertentu.
Pasal 17
Retribusi perubahan fungsi bangunan dikenakan sebesar
10% (sepuluh persen) dari retribusi pengajuan baru.
Pasal 18
(1) Bangunan yang telah berdiri dan/atau telah
melaksanakan kegiatan pekerjaan pembangunan
sebelum ada izin dari Bupati, dikenakan denda yaitu
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (RIMB) dikalikan
prosentase pembangunan yang telah dilaksanakan atau
dengan rumus Retribusi Denda bangunan (RDB) =
RIMB X % Fisik Bangunan.
(2) Bupati dapat memberikan pengurangan dan/atau
keringanan denda retribusi IMB.
(3) Bupati dapat memberikan pembebasan denda
prosentase fisik bangunan yang memperoleh izin
investasi langsung konstruksi sesuai Peraturan
Perundang-undangan.
(4) Prosentase fisik pembangunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 103
Pasal 19
(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan kepada
Bupati terhadap besarnya denda retribusi yang telah
ditetapkan dalam jangka waktu sebelum jatuh tempo
atau 1 (satu) bulan sejak tanggal penetapan denda
retribusi.
(2) Bupati menetapkan keputusan atas keberatan denda
retribusi yang diajukan.
(3) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan Bupati tidak
menetapkan keputusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), maka keberatan yang diajukan tersebut
dianggap diterima.
Bagian Kesatu
Pembongkaran Bangunan
Pasal 20
(1) Pembongkaran bangunan dapat dikenakan pada :
a. Setiap bangunan yang tidak memiliki IMB;
b. pelaksanaan pekerjaan mendirikan bangunan tidak
sesuai dengan IMB serta ketentuan lain yang
berlaku; dan
c. bangunan dengan IMB yang telah dicabut.
(2) Bupati menetapkan bangunan yang akan dibongkar
dengan surat penetapan pembongkaran atas
rekomendasi tim teknis.
(3) Tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(4) Surat penetapan pembongkaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) memuat batas waktu pembongkaran,
prosedur pembongkaran, dan sanksi terhadap setiap
pelanggaran.
(5) Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan kewajiban pemilik bangunan.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 104
(6) Dalam hal pembongkaran tidak dilaksanakan oleh
pemilik bangunan, Pemerintah Kabupaten dapat
melakukan pembongkaran.
Bagian kedua
Sanksi Administrasi IMB
Pasal 21
(1) Setiap pemilik bangunan yang tidak memenuhi
ketentuan dalam Peraturan Daerah ini dapat dikenakan
sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa :
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan pembangunan;
c. penghentian sementara atau tetap pada pelaksanaan
pembangunan;
d. penghentian sementara atau tetap pada
pemanfaatan bangunan gedung;
e. pencabutan IMB; dan
f. pembongkaran.
Pasal 22
Tata cara pemberian sanksi administratif diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB VI
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 23
(1) Pemerintah Kabupaten melakukan pengawasan dan
pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 105
ini melalui SKPD yang membidangi pengendalian dan
pengawasan.
(2) Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi pemeriksaan fungsi bangunan, persyaratan
teknis bangunan, dan keandalan bangunan.
(3) Kegiatan pengendalian meliputi peninjauan lokasi,
pengecekan informasi atas pengaduan masyarakat, dan
pengenaan sanksi administratif.
(4) Prosedur tentang pengawasan dan pengendalian diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
(1) Bangunan yang sudah dilengkapi dengan IMB sebelum
diundangkannya Peraturan Daerah ini masih tetap
berlaku.
(2) Bangunan yang pada saat berlakunya Peraturan Daerah
ini belum dilengkapi IMB, maka Pemilik Bangunan
wajib mengajukan permohonan IMB.
(3) Permohonan IMB yang telah diajukan sebelum
berlakunya Peraturan Daerah ini tetap diproses dan
disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah
ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku :
a. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 22 Tahun
2000 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
(Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2000
Nomor 8 Seri B);
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 106
b. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 23 Tahun
2004 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah
Kabupaten Gresik Nomor 22 Tahun 2000 tentang
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah
Kabupaten Gresik Tahun 2004 Nomor 8 Seri C);
c. Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal
50, dan Pasal 52 Peraturan Daerah Kabupaten Gresik
Nomor 29 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung
(Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2011
Nomor ).
Dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 26
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka ketentuan
yang bertentangan dan/atau tidak sesuai wajib
disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.
Pasal 27
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Gresik.
Ditetapkan di Gresik
pada tanggal
BUPATI GRESIK,
Dr. Ir. H. SAMBARI HALIM RADIANTO, S.T., M.Si.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 107
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK
NOMOR TAHUN 2016
TENTANG
IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
I. UMUM
Hukum diharapkan mencerminkan sistem nilai sebagai sarana
mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat. Nilai-nilai ini ada
yang dibiarkan dalam masyarakat sehingga setiap pembentukan
hukum atau peraturan perundang-undangan harus dapat
menangkapnya setiap kali akan membentuk hukum atau peraturan
perundang-undangan. Namun sistem nilai tersebut telah terangkum
dengan baik dalam Pancasila.
Dalam tataran filosofis, pemahaman mengenai pemberlakuan
moral bangsa ke dalam hukum (termasuk peraturan
perundangundangan) dimasukkan dalam pengertian yang disebut
dengan
rechtsidee yaitu apa yang diharapkan dari hukum, misalnya untuk
menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan sebagainya yang
tumbuh dari sistem nilai masyarakat (bangsa) mengenai baik dan
buruk, pandangan mengenai hubungan individu dan masyarakat.
Berdasarkan pemahaman tersebut, maka pengaturan perizinan
bangunan memiliki landasan filosofis yaitu pendirian bangunan yang
dilaksanakan secara tertib, sesuai dengan fungsinya, dan memenuhi
persyaratan administratif dan teknis agar menjamin keselamatan
penghuni dan lingkungannya serta selaras dengan tata ruang
wilayah.
Landasan filosofis tersebut dituangkan dalam Pembukaan UUD
NRI 1945. Nilai-nilai Pancasila ini kemudian memerlukan penjabaran
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 108
dalam peraturan perundang-undangan untuk mengimplementasikan
nilai-nilai keadilan, ketertiban dan kesejahteraan yang dicita-citakan.
Pancasila sebagai norma filosofis harus dapat tercerminkan bukan
hanya dalam undang-undang tetapi juga pada peraturan
perundangundangan di bawah undang-undang. Dalam konteks
negara kesatuan yang men-desentralisasikan wewenang ke daerah,
pengaturan perizinan bangunan dengan memperhatikan landasan
filosofis dari kelima sila Pancasila tersebut perlu diarahkan hingga
tingkatan peraturan daerah. Oleh karena itu, penting pula bagi
Kabupaten Gresik untuk membentuk Peraturan Daerah yang secara
khusus mengatur tentang Izin Mendirikan Bangunan dengan
memperhatikan landasan filosofis yang bersumber dari Pancasila –
maupun peraturan perundang-undangan di atasnya.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Bangunan gedung fungsi hunian meliputi
bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah
tinggal deret, rumah susun, dan rumah tinggal
sementara.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 109
Huruf b
Bangunan gedung fungsi keagamaan meliputi
masjid, gereja, pura, wihara, kelenteng, dan tempat
ibadah lainnya.
Huruf c
Bangunan gedung fungsi pemerintahan meliputi
bangunan gedung kantor milik Negara kecuali
bangunan gedung milik Negara untuk pelayanan
jasa umum dan jasa usaha
Huruf d
Bangunan gedung fungsi usaha meliputi bangunan
gedung untuk perkantoran, perdagangan,
perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi,
terminal, dan penyimpanan.
Huruf e
Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya
meliputi bangunan gedung untuk pendidikan,
kebudayaan, pelayanan kesehatan, laboratorium,
dan pelayanan umum.
Huruf f
bangunan gedung dengan fungsi khusus meliputi
bangunan gedung yang mempunyai kerahasiaan
tinggi untuk kepentingan nasional, bangunan
bunker, bangunan pangkalan pertahanan beserta
instalasi, laboratorium forensik dan depo amunisi.
Huruf g
Bangunan gedung fungsi ganda/campuran meliputi
bangunan gedung dapat berupa bangunan rumah
dengan toko (ruko), bangunan rumah dengan
kantor (rukan), bangunan gedung mal-apartemen-
perkantoran, bangunan gedung mal-apartemen-
perkantoran-perhotelan, dan sejenisnya.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 110
Ayat (3)
Huruf a
Perkerasan meliputi : jalan aspal, jalan macadam,
jalan beton atau paving stone, jalan rel, lapangan
parker (beton/aspal,paving), lapangan upacara,
lapangan olah raga terbuka (komersial), lantai
jemuran, pematangan tanah, gudang terbuka
(beton/aspal,paving).
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Kolam meliputi: kolam renang, kolam pengolahan
air dan kolam pengolahan limbah
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 111
Huruf n
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Utilitas untuk pelayanan umum meliputi jaringan
distribusi listrik, PDAM, instalasi milik
pemerintah/pemda yang sifatnya untuk
kepentingan umum.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Satuan kerja perangkat daerah yang membidangi
perizinan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku adalah satuan kerja perangkat daerah yang
memiliki tugas, pokok, dan fungsi di bidang perizinan
sebagaimana diatur dengan Peraturan Daerah yang
mengatur tentang organisasi perangkat daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 112
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
Hal. 113
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
.