Upload
tranque
View
239
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
GAMBARAN KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA
PADA KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT
(ISPA) BALITA DI PUSKESMAS BUNGAH KABUPATEN
GRESIK
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh :
LILIS ZUHRIYAH
NIM : 1111104000055
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/1436 H
ii
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
SCHOOL OF NURSING
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA
Undergraduate Thesis, July 2015
Lilis Zuhriyah, NIM : 1111104000055
Ilustration of Family Member Smoking Habit in Acute Respiratory Infection
(ARI) in Toddler at Puskesmas (Health Center) Bungah, Gresik.
xix + 80 pages + 13 tables + 2 schemes + 1 figure + 7 appendixes
ABSTRACT
Smoking habit of family member without regard to the surrounding environment not
only can cause problems for smokers themselves but also can make problems for
other people, including a toddler who lives with them. One of the problems which
often appears in young children due to the exposure of cigarette smoke is Acute
Respiratory Infection (ARI). ARI in toddler is a major cause of toddler health care
visits and toddler mortality in Indonesia. The purpose of this study is to describe
smoking habit of family member in ARI in the toddlers at the Puskesmas Bungah
Gresik. Samples of this study are 100 toddlers suffering from ARI and the technique
used is purposive sampling. This research employs descriptive quantitative method
and the instrument used is a questionnaire. The results show that from 100 toddler
respondents, male 56%, female 44%; aged ≤ 12 months 28%, 72% aged 13-59
months; malnourished nutrient status 6%, poor 15%, good 78%, overweight 1%;
Mother’s last education, primary school 5%, junior highschool/equal 24%, senior
highschool/equal 60%, 11% college; smoking habit of family members 73%, with no
smoking habit of family members 27%; smoking habits without regard to the
environment 58.90%, 41.10% attention to the environment (n = 73); 25.58% one
smoker, more than one person 74.42% (n=43); mild smoker (30.24), moderate
smoker 34.88%, 34.88% severe smoker (n=43). Results of this study are expected to
provide information about the dangers of cigarette smoke, especially for children, so
that the family can change their smoking habit.
Keywords : ARI, Smoking habit of family member, Toddler
References : 79 (2003-2015)
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juli 2015
Lilis Zuhriyah, NIM : 1111104000055
Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Pada Kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Balita di Puskesmas Bungah Kabupaten
Gresik
xix + 80 halaman + 13 tabel + 2 skema + 1 gambar + 7 lampiran
ABSTRAK
Kebiasaan merokok anggota keluarga tanpa memperhatikan lingkungan sekitar selain
dapat menimbulkan masalah bagi perokok itu sendiri juga dapat menimbulkan
masalah bagi orang lain, termasuk balita yang tinggal bersama. Salah satu masalah
yang seringkali timbul pada balita akibat paparan asap rokok adalah Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA). ISPA pada balita menjadi penyebab utama kunjungan balita
ke pelayanan kesehatan dan kematian balita di Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga pada kejadian ISPA
balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik. Sampel pada penelitian ini sebanyak
100 balita yang menderita ISPA dan teknik yang digunakan yaitu purposive
sampling. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif.
Instrumen yang digunakan adalah lembar kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan
dari 100 responden balita, laki-laki 56%, perempuan 44%; usia ≤ 12 bulan 28%, usia
13-59 bulan 72%; status gizi buruk 6%, kurang 15%, baik 78%, lebih 1%; pendidikan
terakhir ibu SD 5%, SMP/sederajat 24%, SMA/sederajat 60%, perguruan tinggi 11%;
kebiasaan merokok anggota keluarga 73%, tanpa kebiasaan merokok anggota
keluarga 27%; kebiasaan merokok tanpa memperhatikan lingkungan 58,90%,
memperhatikan lingkungan 41,10% (n=73); perokok satu orang 25,58%, lebih dari
satu orang 74,42% (n=43); perokok ringan (30,24), perokok sedang 34,88%, perokok
berat 34,88% (n=43). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang bahaya asap rokok khususnya bagi balita, sehingga keluarga dapat merubah
kebiasaan merokok yang dilakukan setiap hari.
Kata kunci : ISPA, Kebiasaan merokok anggota keluarga, Balita
Referensi : 79 (2003-2015)
v
vi
vii
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : LILIS ZUHRIYAH
Tempat, tanggal Lahir : Gresik, 19 Maret 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Sampurnan 04 RT 012 RW 004 Bungah Gresik
HP : +6285782012787
Email : [email protected]
Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/
Program Studi Ilmu Keperawatan
PENDIDIKAN
1. TK Muslimat NU 03
2. MI Assa’adah Sampurnan Bungah 1999-2005
3. MTS Assa’adah 2 Sampurnan Bungah 2005-2008
4. MA Assa’adah Sampurnan Bungah 2008-2011
5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011-sekarang
ORGANISASI
1. PMII 2011-sekarang
2. CSS MORA 2011-sekarang
3. BEM IK 2011-2015
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahhirrahmanirrahim. Alhamdulillah, Puji syukur penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya sehingga
penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Gambaran
Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga pada Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) Balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik”.
Penulis menyadari bahwasannya dalam proses penulisan skripsi ini seringkali
mengalami kesulitan. Namun berkat rahmat dan hidayah Allah SWT serta bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulis mampu mengatasi kesulitan
tersebut. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya
2. Maulina Handayani, S.Kp. MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah membeikan
informasi tentang penulisan skripsi sehingga membuat penulis semangat
melakukan penulisan skripsi penelitian
3. Jamaludin, M.Kep selaku pembimbing I dan Yenita Agus,
M.Kep.,Sp.Mat.,PhD selaku pembimbing II yang sudah bersedia meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis dengan sabar dan ikhlas
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
4. Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang senantiasa memberi arahan, semangat, dan motivasi dari awal
perkuliahan sampai saat ini
5. Orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan doa, semangat, dan
motivasi yang membuat penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi
6. Sahabat-sahabat Rumah Jambu yang senantiasa memberikan dukungan dan
semangat untuk selalu rajin dan cepat menyelesaikan skripsi
x
7. Teman-teman seangkatan PSIK 2011 yang selalu memotivasi
Atas segala bantuan dan dukungannya, penulis mengucapkan banyak terima
kasih. Kritik dan saran sangat diperlukan dalam skripsi ini, sehingga penulis dapat
memperbaiki dan meningkatkan kualitas skripsi ini. Akhir kata semoga kita semua
diberikan rahmat dan hidayah Allah SWT. Amiin.
Jakarta, Juli 2015
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul .................................................................................................... i
Pernyataan Keaslian Karya ................................................................................. ii
Abstract .............................................................................................................. iii
Abstrak ............................................................................................................... iv
Pernyataan Persetujuan ....................................................................................... v
Lembar Pengesahan ............................................................................................. vi
Daftar Riwayat Hidup .......................................................................................... viii
Kata Pengantar ..................................................................................................... ix
Daftar Isi ............................................................................................................. xi
Daftar Singkatan .................................................................................................. xiv
Daftar Tabel ......................................................................................................... xvi
Daftar Bagan ........................................................................................................ xvii
Daftar Gambar ..................................................................................................... xviii
Daftar Lampiran................................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 6
C. Pertanyaan Penelitian .............................................................................. 7
xii
D. Tujuan Penelitian .................................................................................... 8
1. Tujuan Umum ................................................................................... 8
2. Tujuan Khusus ................................................................................... 8
E. Manfaat Penelitian ................................................................................... 9
1. Bagi Pendidikan Ilmu Keperawatan ................................................... 9
2. Bagi Responden ................................................................................. 9
3. Bagi Praktisi Kesehatan ..................................................................... 1 0
4. Bagi Peneliti Selanjutnya .................................................................... 10
F. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) .................................................. 11
1. Definisi ISPA .................................................................................... 11
2. Etiologi ISPA .................................................................................... 12
3. Tanda dan Gejala ISPA ...................................................................... 12
4. Klasifikasi ISPA ................................................................................ 13
5. Faktor Resiko ISPA ........................................................................... 15
B. Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pada Balita ........................................... 24
1. Pengertian Balita ............................................................................... 24
2. Kejadian ISPA pada Balita ................................................................ 25
C. Mekanisme Tubuh Terhadap Paparan Asap Rokok .................................. 25
D. Penelitian Terkait .................................................................................... 27
E. Kerangka Teori ....................................................................................... 29
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Penelitian .................................................................... 30
B. Definisi Operasional Penelitian ............................................................... 31
xiii
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ..................................................................................... 35
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................... 35
C. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................... 35
D. Instrumen Penelitian ................................................................................ 37
E. Uji Validitas dan Reliabilitas .................................................................... 37
F. Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 39
G. Pengolahan Data ...................................................................................... 40
H. Metode Analisis Data .............................................................................. 41
I. Etika Penelitian ....................................................................................... 42
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Responden........................................................................... 44
B. Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga ................................... 47
C. Gambaran Karakteristik Balita berdasarkan
Adanya Paparan Asap Rokok ................................................................... 50
BAB VI PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat .................................................................................... 54
B. Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 71
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................................................. 73
B. Saran ....................................................................................................... 77
Daftar Pustaka
Lampiran
xiv
DAFTAR SINGKATAN
UIN : Universitas Islam Negeri
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
GATS : Global Adults Tobacco Survey
ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut
ETS : Enviromental Tobacco Smoke
WHO : World Health Organization
ASEAN : Association of South East Asia Nation
Balita : Balita dibawah Lima Tahun
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
Depkes : Departemen Kesehatan
RSV : Respiratory Syncytial Virus
RI : Republik Indonesia
APA : American Psychological Association
ASI : Air Susu Ibu
BBLR : Berat Badan Lahir Rendah
BB/U : Berat Badan/Umur
PB/U : Panjang Badan/Umur
TB/U : Tinggi Badan/Umur
BB/PB : Berat Badan/Panjang Badan
BB/TB : Berat Badan/Tinggi Badan
IMT/U : Indeks Massa Tubuh/Umur
BCG : Bacille Calmette Guerin
DPT : Difteri, Pertusis, dan Tetanus
xv
HB : Hepatitis B
OR : Odds Ratio
Ig : Immunoglobulin
IL : Interleukin
SD : Sekolah Dasar
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SMA : Sekolah Menengah Atas
Bappeda : Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan
Daerah
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
3.1 Definisi Operasional Penelitian 31
5.1 Distribusi Jenis Kelamin Balita 44
5.2 Distribusi Kelompok Usia Balita 45
5.3 Distribusi Status Nutrisi Balita 46
5.4 Distribusi Pendidikan Terakhir Ibu 46
5.5 Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga 47
5.6 Gambaran Lokasi Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga 47
5.7 Gambaran Jumlah Anggota Keluarga dengan Kebiasaan Merokok 48
5.8 Gambaran Banyaknya Rokok yang Dihirup Setiap Hari Oleh 49
Anggota Keluarga
5.9 Distribusi Karakteristik Jenis Kelamin Balita Berdasarkan 50
Adanya Paparan Asap Rokok
5.10 Distribusi Karakteristik Usia Balita Berdasarkan Adanya 51
Paparan Asap Rokok
5.11 Distribusi Karakteristik Status Nutrisi Balita Berdasarkan 52
Adanya Paparan Asap Rokok
5.12 Distribusi Karakteristik Pendidikan Terakhir Ibu Balita 53
Berdasarkan Adanya Paparan Asap Rokok
xvii
DAFTAR BAGAN
Halaman
2.1 Kerangka Teori Penelitian 29
3.1 Kerangka Konsep Penelitian 30
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Pembagian ISPA Berdasarkan Lokasi Anatomi 14
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumen Perizinan
Lampiran 2. Lembar Inform Consent
Lampiran 3. Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 4. Kuesioner Penelitian
Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas
Lampiran 6. Rekapitulasi Jawaban Responden
Lampiran 7. Hasil Analisis SPSS Univariat
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rokok adalah gulungan tembakau yang berukuran kira-kira sebesar jari
kelingking dan biasanya bisa dibungkus dengan kertas atau daun nipah (KBBI, 2014).
Rokok adalah silinder dari kertas yang memiliki ukuran antara 70 mm sampai 120
mm dan diameter 10 mm yang didalamnya terdapat daun tembakau yang sudah di
cacah (Jaya, 2009 dalam Ambarwati dkk., 2014). Terdapat tiga zat yang paling
penting dalam rokok yang dapat menyebabkan kanker, yaitu tar yang merupakan
bahan kimia yang dapat merusak sel paru-paru dan menyebabkan kanker , nikotin
yang merupakan salah satu jenis obat perangsang yang dapat merusak jantung,
sirkulasi darah, dan menyebabkan kecanduan, dan karbon monoksida yakni gas
beracun yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan darah membawa
oksigen (Gunawan, 2006).
Terdapat dua jenis perokok, yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Perokok
aktif adalah seseorang yang melakukan aktivitas merokok, sedangkan perokok pasif
adalah seseorang yang tidak merokok namun secara tidak sengaja mengisap asap
rokok dari orang lain (Rafael, 2006). Terdapat dua macam asap yang dikeluarkan
ketika batang rokok dibakar, yakni asap utama dan asap sampingan. Asap utama
adalah asap rokok yang terisap langsung dan masuk ke paru-paru perokok aktif,
sedangkan asap rokok sampingan yaitu asap rokok yang berasal dari ujung rokok
2
yang terbakar. Asap sampingan inilah yang dihisap oleh seorang perokok pasif
(Gunawan, 2006).
Perilaku merokok di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun
2007, presentase penduduk Indonesia umur 10 tahun ke atas yang merokok sebesar
23.7% dan pada tahun 2013 sebesar 29.3% (Riskesdas, 2008, 2013). Berdasarkan
tingkat usia, proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari di Indonesia terjadi pada
kelompok usia 30-34 tahun yaitu sebesar 33.4% dan kelompok usia 35-39 tahun
sebesar 32.2%. Jika berdasarkan kelompok jenis kelamin, perokok aktif setiap hari
pada laki-laki sebesar 47.5% dan pada perempuan sebesar 1.1% (Riskesdas, 2013).
Survei yang dilakukan oleh Global Adult Tobacco Survey (2011) menyebutkan
bahwa berdasarkan kelompok usia prevalensi tertinggi perokok di Indonesia yaitu
73.3% pada kelompok usia 25-44 tahun dan 72.4% pada kelompok usia 45-64 tahun.
Berdasarkan Riskesdas (2008) bahwa perokok aktif di Indonesia melakukan
aktivitas merokok di rumah ketika bersama anggota rumah tangga lain (85.4%).
Presentase terbesar yang menjadi perokok pasif adalah balita (59.1%) dengan
perbandingan antara laki-laki dan perempuan yang tidak begitu signifikan (L:59.2%,
P:59%). Pada tahun 2010 terjadi sedikit penurunan perokok pasif pada balita, yaitu
sebesar 56.8% (L:56.7%, P:56.9%). Namun angka tersebut masih terbilang tinggi,
karna perokok pasif pada balita berada pada peringkat ketiga perokok pasif setelah
kelompok usia 10-14 tahun (57.5%) dan 5-9 tahun (57.4%) ( Riskesdas, 2010, dalam
Buku Fakta Tembakau, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Pradono dan Kristanti
(2003) juga menyebutkan bahwa perokok pasif terbesar adalah anak balita dengan
3
prevalensi 69.5%. Tingginya prevalensi perokok pasif pada balita adalah karna
mereka masih tinggal satu rumah dengan orang dewasa, baik orang tua atau saudara,
yang merupakan perokok aktif.
Dampak negatif akibat rokok tidak hanya dirasakan oleh perokok aktif saja,
perokok pasif juga dapat terkena dampak tersebut. Hal tersebut dikarenakan perokok
pasif menghirup asap sampingan yang dikeluarkan oleh rokok yang dibakar. Salah
satu masalah yang seringkali terjadi pada balita yang terkena paparan asap rokok
adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Penelitian yang dilakukan oleh
Cheragi dan Salvi (2009) menyebutkan bahwa terpaparnya anak terhadap asap rokok
lingkungan (Environmental Tobacco Smoke/ETS) berhubungan dengan
meningkatnya prevalensi infeksi saluran pernafasan atas, pernafasan wheezing, asma,
dan infeksi saluran pernafasan bawah.
Dampak yang ditimbulkan oleh paparan asap rokok tidak hanya
mempengaruhi balita ketika mereka lahir saja. Paparan asap rokok lingkungan sejak
kehamilan pada trimester ketiga juga berhubungan dengan kejadian asma dan
timbulnya gejala alergi pada anak usia preschool (Xepapadaki dkk, 2009). Selain
mempengaruhi kondisi fisik balita, paparan asap rokok di dalam rumah juga
mempengaruhi kondisi psikis balita dan ekonomi keluarga. Paparan asap rokok di
rumah berhubungan dengan penambahan pengeluaran keuangan rumah tangga
sebesar $117 yang digunakan sebagai biaya kesehatan karna terjadi gangguan pada
sistem pernafasan pada anak usia 0-4 tahun. Hal tersebut juga mempengaruhi kondisi
4
psikis anak. Anak (usia 1-4 tahun) akan menjalani hari “yang buruk” karna kondisi
infeksi pernafasan yang dialaminya (Hill dan Liang, 2008).
ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi yang menyerang saluran
pernafasan yang biasanya dibagi menjadi dua bagian, yaitu infeksi saluran pernafasan
bagian atas dan infeksi saluran pernafasan bagian bawah (Djojodibroto, 2009).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih menjadi permasalahan kesehatan
dunia, khususnya pada balita. Angka kematian balita di Indonesia menjadi peringkat
pertama dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Pada tahun 2011, 2012 dan
2013 angka kematian balita sebesar 162.000, 149.000, dan 136.000. Penyebab
pertama kematian balita di Indonesia yaitu Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) .
Pada tahun 2011, 28.7% kejadian ISPA menjadi penyebab kematian pada balita.
Pada dua tahun berikutnya tidak terjadi perubahan presentase yang signifikan yaitu
29.1% pada tahun 2012 dan 28.2% pada tahun 2013 (WHO,2014).
Tingginya kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di
Indonesia dapat dilihat dari alasan banyaknya kunjungan balita ke pelayanan
kesehatan. WHO (2014) menyebutkan bahwa pada tahun 2012, sebanyak 75.3%
kunjungan balita ke pelayanan kesehatan karna adanya gejala Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA). Angka insidensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di
Indonesia pada tahun 2007 dan 2013 tidak jauh berbeda. Pada tahun 2007 prevalensi
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebesar 25.5% dengan insidensi paling
banyak pada kelompok usia 1-4 tahun (42.53%), dan pada tahun 2013 sebanyak 25 %
5
dengan insidensi paling banyak juga pada kelompok usia 1-4 tahun (25.8%)
(Riskesdas, 2008, 2013).
Salah satu faktor dari insidensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
adalah adanya anggota keluarga yang merokok. Retna dan Fajri (2015) dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa dari 26 pasien pneumonia, 23 diantaranya
memiliki anggota keluarga perokok aktif. Penelitian yang lain juga menyebutkan
bahwa perilaku merokok berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Sempor II (Winarni, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Baker
(2006) juga menyebutkan bahwa balita dengan ibu yang merokok pada masa prenatal
dan orang dewasa lainnya yang merokok dapat meningkatkan jumlah infeksi saluran
pernafasan akut bawah.
Hasil berbeda terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Kristensen dan
Olsen (2006) yang menyebutkan bahwa kepadatan rumah dan kondisi kehidupan
secara umum merupakan faktor penting terhadap kejadian ISPA, pemberian ASI
menjadi faktor protektif terhadap ISPA. Terdapat beberapa faktor yang kurang
memiliki hubungan terhadap insisdensi ISPA pada balita, yaitu pendidikan ibu yang
rendah, jenis kelamin dan perilaku merokok. Penelitian yang dilakukan di asrama
tentara Sokanagara Kabupaten Banyumas tahun 2005 menyebutkan bahwa perilaku
merokok yang dilakukan anggota keluarga tidak memiliki hubungan dengan kejadian
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita (Hidayati, 2005).
6
Pendataan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik pada
tahun 2010, jumlah insidensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pneumonia pada Balita
sebanyak 4.643 insidensi (Profil Kesehatan Kabupaten Gresik, 2011). Data sekunder
yang diperoleh dari Puskesmas Bungah Gresik, dari bulan Januari sampai Oktober
2014 ditemukan kejadian ISPA pneumonia pada balita sebanyak 347 kejadian dan
ISPA bukan pneumonia sebanyak 3.311 kejadian.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner
modifikasi Riskesdas tahun 2013 pada 14 balita di desa Bungah yang menderita
ISPA didapatkan hasil bahwa dari 14 balita yang menderita ISPA 12 diantaranya
memiliki anggota keluarga yang merokok.
B. Rumusan Masalah
Retna (2015) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dari 26 pasien
pneumonia, 23 diantaranya memiliki anggota keluarga perokok aktif . Hasil
penelitian lain menyebutkan bahwa perilaku merokok orang tua dan anggota keluarga
yang tinggal dalam satu rumah berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Sempor II (Winarni, 2010). Hasil studi pendahuluan juga
menyebutkan bahwa dari 14 balita yang menderita ISPA 12 diantaranya memiliki
anggota keluarga yang merokok.
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang,
bagaimana “Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga pada Kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik”.
7
C. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana gambaran jenis kelamin balita yang menderita Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?
2. Bagaimana gambaran usia balita yang menderita Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?
3. Bagaimana gambaran status nutrisi balita yang menderita Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?
4. Bagaimana gambaran pendidikan ibu balita yang menderita Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?
5. Bagaimana gambaran anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok
pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di
Puskesmas Bungah?
6. Bagaimana gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan
lokasinya pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) di Puskesmas Bungah?
7. Bagaimana gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan
jumlah anggota keluarga yang merokok pada balita yang menderita Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?
8. Bagaimana gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan
banyaknya rokok yang dihirup setiap hari pada balita yang menderita
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah?
8
9. Bagaimana gambaran karakteristik balita berdasarkan paparan asap rokok
pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di
Puskesmas Bungah?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran kebiasaan merokok yang dilakukan anggota
keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) di Puskesmas Bungah
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran jenis kelamin balita yang menderita Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah
b. Mengetahui gambaran usia balita yang menderita Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah
c. Mengetahui gambaran status nutrisi balita yang menderita Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah
d. Mengetahui gambaran pendidikan ibu balita yang menderita Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah
e. Mengetahui gambaran anggota keluarga yang memiliki kebiasaan
merokok pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) di Puskesmas Bungah
9
f. Mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga
berdasarkan lokasi merokok pada balita yang menderita Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah
g. Mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga
berdasarkan jumlah anggota keluarga yang merokok pada balita yang
menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas
Bungah
h. Mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga
berdasarkan banyaknya rokok yang dihirup setiap hari pada balita
yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas
Bungah
i. Mengetahui gambaran karakteristik balita berdasarkan paparan asap
rokok pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) di Puskesmas Bungah
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Pendidikan Ilmu Keperawatan
a. Hasil penelitian dapat menambah daftar literatur dan dapat
dijadikan rujukan tentang gambaran kebiasaan merokok anggota
keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA)
10
b. Memberikan informasi tentang gambaran kebiasaan merokok
anggota keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA)
2. Bagi Responden
a. Memberikan informasi pada responden tentang gambaran kebiasaan
merokok anggota keluarga pada balita yang menderita Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
b. keluarga dapat merubah kebiasaan merokok bertujuan untuk
memaksimalkan proses tumbuh-kembang balita.
3. Bagi Praktisi Kesehatan
Memberikan pelayanan yang komprehensif khususnya memberikan
pendidikan kesehatan terhadap keluarga yang berobat dan masyarakat
sekitar untuk merubah perilaku merokok.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan dan
rujukan untuk penelitian lain untuk perkembangan ilmu pengetahuan
berhubungan dengan gambaran kebiasaan merokok anggota keluarga
pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebiasaan merokok
anggota keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
Jenis penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif dengan desain studi descriptive. Data
dari penelitian ini diperoleh dengan menggunakan instrumen kuesioner. Subjek
11
penelitian ini adalah balita yang datang ke puskesmas dan didiagnosa ISPA oleh
tenaga kesehatan. Waktu penelitian ini pada tanggal 9 April-5 Mei 2015.
Pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan Purposive Sampling dan analisis
datanya menggunakan analisis univariat untuk mengetahui distribusi karakteristik
balita dan kebiasaan merokok anggota keluarga.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut
1. Definisi ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan suatu infeksi yang
bersifat akut yang menyerang salah satu atau lebih saluran pernafasan mulai
dari hidung sampai alveolus termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga
tengah, pleura) (Depkes, 2011). Djojodibroto (2009) menyebutkan bahwa
ISPA dibagi menjadi dua bagian, yaitu infeksi saluran pernafasan bagian atas
dan infeksi saluran pernafasan bagian bawah .
Infeksi Saluran Pernafasan Akut mempunyai pengertian sebagai
berikut (Depkes, 2005, dalam Fillacano, 2013) :
a. Infeksi adalah proses masuknya kuman atau mikroorganisme
lainnya ke dalam tubuh manusia dan akan berkembang biak
sehingga akan menimbulkan gejala suatu penyakit
b. Saluran pernafasan adalah suatu saluran yang berfungsi dalam
proses respirasi mulai dari hidung hingga alveolus beserta
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah, dan pleura.
c. Infeksi akut merupakan suatu proses infeksi yang berlangsung
sampai 14 hari. Batas 14 hari menunjukkan suatu proses akut
13
meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan ISPA
ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
2. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri dari agen infeksius dan agen non-infeksius.
Agen infeksius yang paling umum dapat menyebabkan infeksi saluran
pernafasan akut adalah virus, seperti Respiratory Syncytial Virus (RSV),
Nonpolio enterovirus (coxsackieviruses A dan B), Adenovirus,
Parainfluenza, dan Human metapneumoviruses. Agen infeksius selain virus
juga dapat menyebabkan ISPA, seperti β-hemolytic streptococci,
Staphylococcus, Haemophilus influenza, Chlamydia trachomatis,
Mycoplasma, dan Pneumococcus (Hockenberry dan Wilson, 2013)
Misnadiarly (2008) menyebutkan bahwa selain agen infeksius, agen
non-infeksius juga dapat menyebabkan ISPA seperti aspirasi makanan dan
cairan lambung, dan inhalasi zat-zat asing seperti racun atau bahan kimia,
asap rokok, debu, dan gas.
3. Tanda dan Gejala ISPA
Saluran Pernafasan merupakan bagian tubuh yang seringkali terjangkit
infeksi oleh berbagai jenis mikroorganisme. Tanda dan gejala dari infeksi
yang terjadi pada saluran pernafasan tergantung pada fungsi saluran
pernafasan yang terjangkit infeksi, keparahan proses infeksi, dan usia
seseorang serta status kesehatan secara umum (Porth, 2011).
Djojodibroto (2009) menyebutkan tanda dan gejala ISPA sesuai
dengan anatomi saluran pernafasan yang terserang, yaitu :
14
a. Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas. Gejala yang sering
timbul yaitu pengeluaran cairan (discharge) nasal yang berlebihan,
bersin, obstruksi nasal, mata berair, konjungtivitis ringan, sakit
tengorokan yang ringan sampai berat, rasa kering pada bagian
posterior palatum mole dan uvula, sakit kepala, malaise, lesu,
batuk seringkali terjadi, dan terkadang timbul demam.
b. Gejala infeksi saluran pernafasan bagian bawah. Gejala yang
timbul biasanya didahului oleh gejala infeksi saluran pernafasan
bagian atas seperti hidung buntu, pilek, dan sakit tenggorokan.
Batuk yang bervariasi dari ringan sampai berat, biasanya dimulai
dengan batuk yang tidak produktif. Setelah beberapa hari akan
terdapat produksi sputum yang banyak; dapat bersifat mukus tetapi
dapat juga mukopurulen. Pada pemeriksaan fisik, biasanya akan
ditemukan suara wheezing atau ronkhi yang dapat terdengan jika
produksi sputum meningkat.
4. Klasifikasi ISPA
a. Berdasarkan Lokasi Anatomi
1) Infeksi Saluran Pernafasan Akut Atas
Infeksi saluran pernafasan akut atas merupakan infeksi yang
menyerang saluran pernafasan bagian atas (faring). Terdapat
beberapa gejala yang ditemukan pada infeksi ini yaitu demam,
batuk, sakit tenggorokan, bengkak di wajah, nyeri telinga,
ottorhea, dan mastoiditis (Parthasarathy (ed), et al, 2013).
15
Beberapa penyakit yang merupakan contoh infeksi saluran
pernafasan akut atas yaitu sinusitis, faringitis, dan otitis media
akut (Ziady and Small, 2006).
2) Infeksi Saluran Pernafasan Akut Bawah
Infeksi saluran pernafasan akut bawah merupakan infeksi yang
menyerang saluran pernafasan bagian bawah. Seseorang yang
terkena infeksi pada saluran pernafasan bawah biasanya akan
ditemukan gejala takipnea, retraksi dada, dan pernafasan wheezing
(Parthasarathy (ed), et al, 2013). Beberapa penyakit yang
merupakan contoh infeksi saluran pernafasan akut bawah yaitu
bronchiolitis, bronchitis akut, dan pneumonia (Chang, et al, 2006).
Gambar 1. Pembagian ISPA berdasarkan lokasi
anatomi
Sumber : Lauralee Sherwood (2011)
16
b. Berdasarkan Kelompok Umur (Depkes, 2011)
1) Kelompok Umur Kurang dari 2 Bulan
a) Pneumonia Berat : selain batuk dan atau sukar bernafas,
ditemukan nafas cepat (>60 kali/menit) atau tarikan kuat
dinding dada bagian bawah ke dalam.
b) Bukan Pneumonia : hanya ditemukan batuk dan atau sukar
bernafas, namun tidak ditemukan nafas cepat (nafas <60
kali/menit) dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
2) Kelompok Umur 2 bulan - < 5 Tahun
a) Pneumonia Berat : selain batuk dan atau sukar bernafas juga
ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
(Chest Indrawing)
b) Pneumonia : tidak ditemukan tarikan dinding dada bawah ke
dalam, namun ditemukan nafas cepat sesuai golongan umur (2
bulan - < 1 tahun : 50 kali atau lebih/menit; 1-<5 tahun : 40
kali atau lebih/menit).
c) Bukan Pneumonia : tidak ditemukan nafas cepat dan tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam, namun hanya
ditemukan batuk dan atau sukar bernafas.
5. Faktor Resiko ISPA
a. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan yang dapat meningkatkan resiko
kejadian ISPA yaitu luas ventilasi kamar, tipe lantai rumah, dan
17
kepadatan hunian (Pramudiyani dan Prameswari, 2011). Faktor
lingkungan lainnya yang mampu meningkatkan ISPA yaitu tingkat
kelembaban kamar (Yuwono, 2008).
1) Luas Ventilasi Kamar
Ventilasi adalah suatu lubang udara di dalam rumah yang
berfungsi untuk perputaran udara keluar masuk ruangan, sehingga
terjadi perputaran udara secara bebas (KBBI, 2014). Ventilasi
berfungsi untuk menjaga udara didalam ruangan supaya tetap
segar, sehingga keseimbangan oksigen ruangan sesuai dengan
kebutuhan penghuninya. Disamping itu, kurangnya ventilasi dapat
meyebabkan peningkatan kelembaban lingkungan yang nantinya
akan meningkatkan pertumbuhan bakteri di dalam ruangan (Suryo,
2010). Luas ventilasi dalam rumah sangat penting supaya fungsi
ventilasi dapat dicapai secara maksimal. Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011 tentang
pedoman penyehatan udara dalam ruang rumah menyebutkan
bahwa luas ventilasi rumah yang sehat yaitu minimal 10% luas
lantai.
2) Tipe Lantai Rumah
Lantai rumah yang sehat adalah lantai yang kedap air, tidak
lembab, bahan lantai yang mudah dibersihkan, dalam keadaan
kering, dan tidak menghasilkan debu (Depkes RI, 2002, dalam
Pramudiyani dan Prameswari, 2011). Lantai rumah kedap air
18
dapat menghindarkan kondisi rumah menjadi lembab dan berdebu,
sehingga dapat mencegah pertumbuhan bakteri di dalam rumah
dan mencegah terhisapnya debu oleh saluran pernafasan sehingga
dapat mencegah iritasi. Iritasi dapat menyebabkan pergerakan silia
menjadi lambat sehingga mekanisme pembersihan saluran nafas
dapat terganggu, akibatnya apabila terdapat benda asing atau
mikroorganisme masuk tidak dapat dikeluarkan dan dapat
menimbulkan infeksi (Sugihartono dan Nurjazuli, 2012).
3) Kepadatan Hunian
Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah harus
disesuaikan dengan luas lantai rumah tersebut. Hal tersebut
bertujuan supaya tidak terjadi overload penghuni dalam rumah.
Kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat dapat
menyebabkan berkurangnya konsumsi oksigen bagi seseorang dan
apabila salah satu anggota keluarga terjangkit suatu penyakit maka
transmisi penyakit ke anggota yang lain dapat lebih mudah terjadi
(Suryo, 2010). Kepadatan hunian rumah yang sehat menurut
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999
tentang persyaratan kesehatan rumah, kepadatan hunian ruang
tidur minimal luasnya 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih
dari 2 orang kecuali anak dibawah umur 5 tahun.
19
4) Tingkat Kelembaban
Kelembaban adalah tingkat kadar kandungan uap air pada
udara. Jumlah uap air dalam udara dipengaruhi oleh cuaca dan
suhu lingkungan (Gertrudis, 2010, dalam Fillacano, 2013).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1077/MENKES/PER/V/2011 menyebutkan bahwa tingkat
kelembaban rumah sehat yaitu berkisar antara 40-60 % Rh.
Apabila kelembaban udara kurang dari 40%, maka dapat
dilakukan upaya penyehatan dengan menggunakan alat untuk
meningkatkan kelembaban (misal : humidifier), membuka jendela
rumah, menambah jumlah dan luas jendela rumah, dan
memodifikasi fisik bangunan. Namun apabila kelembaban udara
lebih dari 60%, maka dapat dilakukan upaya penyehatan dengan
memasang humidifier dan memasang genteng kaca.
b. Status Sosial dan Ekonomi
Penelitian yang dilakukan oleh Prietsch, et al (2008) menyebutkan
bahwa status sosial ekonomi yang menjadi faktor resiko terhadap
kejadian ISPA pada balita yaitu tingkat pendidikan orang tua dan
pendapatan keluarga setiap bulannya.
1) Tingkat Pendidikan Orang Tua
Pendidikan yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha untuk mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan baik
20
formal maupun informal meliputi segala hal yang memperluas
pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia
tempat mereka hidup (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-
UPU, 2007). Tingkat menurut KBBI (2014) berarti jenjang. Jadi
tingkat pendidikan berarti jenjang pendidikan yang telah dilalui
seseorang melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
2) Pendapatan Keluarga
Keluarga dengan pendapatan rendah, yang berhubungan
dengan rendahnya status sosial ekonomi, biasanya berbanding
lurus dengan rendahnya tingkat pendidikan, kemiskinan, dan
rendahnya status kesehatan. Kondisi tersebut tentunya akan
mempengaruhi kehidupan setiap anggota keluarga termasuk
didalamnya balita yang masih menggantungkan kehidupan kepada
orang tua mereka (American Psychological Association,2014).
c. Faktor Individu Balita
Beberapa faktor resiko ISPA jika dilihat dari individu balita sebagai
yang terjangkit penyakit yaitu status nutrisi, status imunisasi, dan
riwayat pemberian ASI ekslusif (Sugihartono dan Nurjazuli, 2012).
Wiwoho (2005) dalam penelitiannya menambahkan bahwa Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR) juga menjadi faktor resiko terjadinya
ISPA pada balita.
21
1) Status Nutrisi
Nutrisi atau gizi adalah zat-zat penting yang berasal dari
makanan yang telah dicerna dan dimetabolisme oleh tubuh
menjadi zat-zat yang berfungsi untuk membentuk dan memelihara
jaringan tubuh, memperoleh tenaga, mengatur sistem fisiologis
tubuh dan melindungi tubuh dari serangan penyakit (Chandra,
2006). Tidak adekuatnya intake nutrisi dapat menyebabkan sistem
kekebalan tubuh menjadi lebih rentan terhadap serangan penyakit
(Berman, et al, 2009).
Metode yang paling sering digunakan untuk melihat status
gizi balita adalah dengan pengukuran antropometri. Indikator yang
dapat digunakan untuk menilai status gizi balita adalah Berat
Badan menurut Umur (BB/U), Panjang atau Tinggi Badan
menurut Umur (PB/U atau TB/U), Berat Badan menurut Panjang
Badan atau Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB), dan Indeks Massa
Tubuh menurut Umur (IMT/U) (Sunarti, 2004).
2) Status Imunisasi
Imunisasi merupakan suatu usaha memberikan kekebalan
pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh
agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit
tertentu supaya bayi dan balita bertujuan supaya dapat tumbuh
dalam keadaan sehat (Hidayat, 2008a). Terdapat lima imunisasi
dasar yang harus diberikan pada balita sesuai dengan jadwal, yaitu
22
imunisasi HB (HB0, HB1, HB2, Hb3, dan HB4), BCG, Polio
(Polio 1, 2 ,3, dan 4), DPT (DPT 1, DPT 2, DPT 3), dan Campak
(Depkes, 2009).
3) Riwayat Pemberian ASI Eksklusif
ASI adalah Air Susu Ibu. ASI eksklusif merupakan
pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa
jadwal, tidak diberikan makanan lain, meskipun hanya air putih
dan diberikan sampai bayi berusia 6 bulan (Purwanti, 2004).
Manfaat ASI akan meningkat jika bayi hanya diberikan ASI saja
pada 6 bulan pertama kehidupannya serta lamanya pemberian ASI
bersama-sama makanan pendamping lainnya setelah bayi berumur
6 bulan (Nurheti, 2010).
4) Berat Badan Lahir Rendah
Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah
bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram
(Manuaba, 2007). Terdapat beberapa gangguan yang mungkin
timbul pada bayi akibat berat badan lahir rendah yaitu hipotermi,
hipoglikemia, hiperbilirubinemia, masalah pemberian ASI, infeksi
atau curiga sepsis, dan sindroma aspirasi mekonium (Waspodo,
2005).
d. Faktor Perilaku
Terdapat dua faktor perilaku yang dapat meningkatkan kejadian
ISPA pada balita, yaitu perilaku merokok orang tua dan kebiasaan
23
membuka jendela saat pagi dan siang hari (Pramudiyani dan
Prameswari, 2011).
1) Perilaku Merokok Anggota Keluarga
Rokok merupakan salah satu hasil dari produk industri dan
komoditi internasional yang mengandung kurang lebih 1500
bahan kimia. Beberapa unsur kimiawi yang terdapat pada rokok
yaitu tar, nikotin, benzopyrin, metil-kloride, aseton, amonia, dan
karbon monoksida (Bustan, 2007). Terdapat dua jenis perokok,
yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif adalah
seseorang yang melakukan aktivitas merokok, sedangkan
perokok pasif adalah seseorang yang tidak merokok namun
secara tidak sengaja mengisap asap rokok dari orang lain (Romy
Rafael, 2006). Berikut ini perilaku merokok :
a) Jumlah anggota keluarga yang merokok
Polusi udara di dalam rumah bisa berasal dari asap hasil
pembakaran bahan bakar dan asap rokok. Penelitian
yang dilakukan oleh Irva et al (2007) menyebutkan
bahwa setelah melakukan penyesuain terhadap musim,
temperatur, dan variabel lainnya, angka bronkhitis
meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi
polusi udara. Peningkatan polusi udara dapat meningkat
seiring dengan peningkatan sumber polusi udara
tersebut. Imran Lubis (1991) dalam Kusumawati (2010)
24
menyebutkan bahwa semakin tinggi jumlah perokok
dalam rumah dan jumlah rokok yang dihisap
berhubungan dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) yang diderita oleh balita.
b) Jumlah rokok yang dihisap setiap hari
Smet (1994) dalam Hasnida (2005) mengklasifikasikan
perokok menjadi tiga tipe berdasarkan jumlah rokok
yang dihisap setiap harinya. Tiga tipe tersebut adalah :
perokok berat apabila menghisap lebih dari 15 batang
rokok dalam sehari, perokok sedang apabila menghisap
5-14 rokok dalam sehari, dan perokok ringan apabila
menghisap 1-4 rokok dalam sehari.
c) Kebiasaan merokok di dalam atau diluar rumah
Penelitian yang dilakukan oleh Sugihartono dan
Nurjazuli (2012) mengelompokkan perilaku merokok
berdasarkan area merokok, yakni di dalam atau di luar
rumah. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa
dari 87 responden yang merokok, 79 responden
merokok di dalam rumah. Penelitian ini menunjukkan
bahwa terjadi hubungan yang signifikan antara perilaku
merokok anggota keluarga yang dilakukan di dalam
rumah dengan kejadian pneumonia balita dengan nilai
OR 5,743.
25
2) Perilaku Membuka Jendela pada pagi dan siang hari
Perilaku membuka jendela di pagi hari dan di siang hari
sangat penting untuk pertukaran udara di dalam kamar dan
berguna untuk mencegah ruangan menjadi lembab dan pengap
sehingga mikroorganisme penyebab ISPA dapat dicegah
(Pramudiyani dan Prameswari, 2011).
B. Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Balita
1. Pengertian Balita
Balita adalah anak yang berusia 0-59 bulan (Depkes, 2014). Usia
balita merupakan suatu periode penting dalam proses tumbuh kembang anak
yang nantinya mempengaruhi perkembangan anak pada tahap selanjutnya
(Febry dan Marendra, 2008).
Imunitas atau sistem pertahanan tubuh merupakan suatu mekanisme
perlindungan yang bertugas untuk mempertahankan integritas tubuh terhadap
serangan agens asing (Otto, 2005). Fungsi sistem imun adalah melindungi
tubuh dari patogen dan menghancurkan sel-sel yang dianggap sebagai zat
asing (James et al, 2008). Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan daya
tahan tubuh pada balita, yaitu, pertama dengan cara pemberian gizi yang
adekuat, mulai dari pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, pemberian ASI
sampai usia 2 tahun dengan makanan pendamping ASI yang lengkap akan
kebutuhan karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin. Kedua yaitu
dengan meningkatkan aktivitas sehari-hari bertujuan supaya tubuh tetap
bugar dan tahan terhadap serangan berbagai penyakit. Ketiga yaitu dengan
26
cara menjaga kebersihan badan balita dan kebersihan lingkungan sekitar
balita. Keempat yaitu dengan pemberian imunisasi untuk menghindari
serangan berbagai penyakit tertentu (Widjaja, 2008).
2. Kejadian ISPA pada Balita
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih menjadi permasalahan
kesehatan dunia, khususnya pada balita. Menurut WHO (2014), angka
kematian pada anak usia dibawah lima tahun (balita) pada tahun 2013 sebesar
6.3 juta atau sekitar 17.000 balita meninggal dunia setiap hari. Penyebab
kematian balita yaitu pneumonia (13%), Diare (9%), malaria (7%), dan
anomali kongenital dan penyakit tidak menular (7%). Kejadian ISPA pada
Indonesia pun masih cukup terbilang tinggi. Tahun 2007 prevalensi Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebesar 25.5% dengan insidensi paling
banyak pada kelompok usia 1-4 tahun (42.53%), dan pada tahun 2013
sebanyak 25 % dengan insidensi paling banyak juga pada kelompok usia 1-4
tahun (25.8%) (Riskesdas, 2008, 2013).
C. Mekanisme tubuh terhadap paparan asap rokok
Kum-Nji et al (2006) dalam penelitiannya menjelaskan mekanisme
bagaimana nikotin dalam asap rokok dapat menyebabkan depresi sistem imun
tubuh. Berikut penjelasan tentang mekanisme tersebut :
1. Paparan asap rokok dan fungsi fagositosis
Nikotin pada asap rokok akan menyebabkan penekanan atau menghambat
mekanisme fagositosis yang dilakukan oleh neutrofil atau monosit
melalui penghambatan superoksida anion, peroksida, dan produksi
27
oksigen radikal. Fagositosis sel paru alveolar secara signifikan berkurang
pada seorang perokok dibandingkan dengan bukan perokok (Harris dan
Rothi, 1984 dalam, Kum-Nji et al, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh
Pabst et al (1995) dalam Kum-Nji et al (2006) juga menyebutkan bahwa
aktivitas mengunyah tembakau dapat menghambat aktivitas fagosit dari
neutrofil dan monosit dari mukosa mulut.
2. Paparan asap rokok, fungsi sel T, dan produksi immunoglobulin
Kandungan nikotin pada asap rokok telah terbukti mampu meneken sel
produksi sel Th1 (bertanggungjawab untuk produksi Ig) namun selektif
merangsang fungsi sel Th2 untuk memproduksi berbagai sitokin atau
imterleukin, seperti IL-4, IL-5, IL-10, dan IL-13 . Produksi sitokin ini
memberikan efek timbulnya manifestasi klinis yang sering terlihat pada
penyakit atopik seperti asma, eksim, rhinitis alergi dan gangguan alergi
lainnya. Nikotin juga merangsang sel B untuk beralih memproduksi IgE.
Supresi nikotin terhadap Th1 dapat menyebabkan penurunan produksi
immunogobulin, khususnya IgA dan IgG . Hasil pengamatan yang
menarik adalah nikotin belum terbukti untuk menekan produksi IgM,
namun menekan aktivitas sel sitotoksik melalui penghambatan sel
pembunuh alami.
3. Paparan asap rokok dan perlekatan bakteri pada epitel mukosa
Asap rokok yang masuk ke dalam paru-paru menyebabkan penempelan
komponen rokok secara pasif pada epitel saluran pernafasan yang dapat
menyebabkan peningkatan perlekatan bakteri patogen. Nikotin juga dapat
28
menyebabkan penghambatan atau penekanan terhadap mekanisme
pertahanan saluran pernafasan yang dilakukan oleh silia-silia.
D. Penelitian Terkait
1. Retna, Rusfita, dan Umi Nur Fajri (2015) dalam penelitiannya yang berjudul
“Gambaran Karakteristk Kejadian Pneumonia pada balita di Puskesmas
Wanadadi I Kabupaten Banjarnegara Tahun 2014”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui gambaran karakteristik kejadian pneumonia di wilayah
kerja Puskesmas Wanadadi I Kabupaten Banjarnegara. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan teknik pengambilan sampel total
sampling. Adapun sampel penelitian ini adalah 26 balita. Hasil penelitian nya
menunjukkan sebagian besar responden adalah usia 1-4 tahun (16
responden), tingkat pendidikan ibu sebagian besar pendidikan menengah (17
responden), luas ventilasi rumah memenuhi syarat sesuai (15 responden),
penggunaan bahan bakar kayu bakar dan gas (16 responden), balita tidak
diberikan ASI Eksklusif (19 responden), dan adanya anggota keluarga yang
perokok aktif (23 responden).
2. Winarni, Basirun Al Ummah, dan Safrudin Agus Nur Salim (2010) dalam
penelitian nya yang berjudul “ Hubungan antara Perilaku Merokok Orang
Tua dan Anggota Keluarga yang Tinggal dalam Satu Rumah dengan
Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sempor II
Kabupaten Kebumen Tahun 2009”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara perilaku merokok orang tua dengan insidensi
ISPA pada anak dibawah usia 5 tahun. Penelitian ini merupakan penelitian
29
korelasi dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan teknik
pengambilan sampel purposive sampling. Analisis data yang digunakan
adalah dengan uji Chi Square bertujuan untuk menemukan hubungan antara
perilaku merokok orang tua dan anggota keluarga lain dirumah dengan
kejadian ISPA pada balita. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa ada
hubungan antara perilaku merokok orang tua dan anggota keluarga lain di
dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai p=0.000.
30
E. Kerangka Teori
Faktor Lingkungan :
1. Luas ventilasi kamar
2. Tipe lantai rumah
3. Kepadatan hunian
4. Tingkat kelembapan udara
Bagan 2.1 : Kerangka Teori Penelitian
Kombinasi Teori Hockenberry & Wilson (2013); Misnadiarly (2008);
Pramudiyani dan Prameswari (2011); Yuwono ( 2008); Prietsch et al (2008);
Sugihartono dan Nurjazuli (2012); Wiwoho (2005)
Agen infeksius :
1. Virus
2. bakteri
Agen infeksius :
3. Virus
4. bakteri
Agen infeksius :
5. Virus
6. bakteri
Etiologi :
Agen non-infeksius :
1. Aspirasi makanan dan
cairan lambung
2. Inhalasi zat asing (
misal : racun, debu,
gas, asap rokok)
Faktor Sosial Ekonomi :
1. Tingkat pendidikan orang tua
2. Pendapatan orang tua
Faktor Perilaku :
1. Kebiasaan merokok anggota
keluarga
2. Kebiasaan membuka jendela
setiap pagi dan siang hari
ISPA
Faktor Individu Balita :
1. Status Nutrisi
2. Status Imunisasi
3. Riwayat pemberian ASI eksklusif
4. Riwayat BBLR
31
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Penelitian
Konsep adalah abtraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan
membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antarvariabel (Riyanto,2011).
Berdasarkan latar belakang dan teori yang sudah dijelaskan oleh peneliti, maka
dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui gambaran kebiasaan merokok anggota
keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Berikut
kerangka konsep dalam penelitian ini :
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Kebiasaan merokok anggota keluarga :
1. Lokasi merokok
2. Jumlah anggota keluarga yang
merokok
3. Banyaknya rokok yang dihirup
setiap hari
32
B. Definisi Operasional Penelitian
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Umur Lamanya masa hidup
balita dihitung mulai
dari tanggal lahir
sampai dengan hari
ulang tahun terakhir
Wawancara Kuesioner 1 = ≤ 12 bulan
2 = 13-59 bulan
(Depkes, 2014)
Nominal
2. Jenis Kelamin Identitas diri balita
sesuai dengan kondisi
biologis
Wawancara Kuesioner 1 = Laki-laki
2 = Perempuan
Nominal
3. Tingkat pendidikan
ibu
Tingkat pendidikan
formal kedua orang tua
berdasarkan pada
ijazah terakhir yang
diterima
Wawancara Kuesioner 1 = tidak lulus SD
2 = lulus SD
3 = SMP/sederajat
4 = SMA/sederajat
5 = perguruan tinggi
Ordinal
4. Status Nutrisi Kondisi atau keadaan Pengukuran Timbangan 1 = gizi buruk (<-3SD) Ordinal
33
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
gizi balita pada saat
dilakukan pengambilan
data yang diukur
berdasarkan BB/U
2 = gizi kurang (-3SD - <-
2SD)
3 = gizi baik (-2 SD – 2 SD)
4 = gizi lebih (> 2 SD)
(Kemenkes, 2011)
5. Kebiasaan merokok
anggota keluarga
Kebiasaan merokok
yang dilakukan oleh
anggota keluarga yang
tinggal bersama
didalam rumah
Wawancara Kuesioner
1 = ada (bila ada anggota
keluarga yang tinggal
bersama yang memiliki
kebiasaan merokok)
2 = tidak ada ( bila tidak ada
anggota keluarga yang
tinggal bersama yang
memiliki kebiasaan
merokok)
Nominal
6. Jumlah perokok Banyaknya anggota
keluarga yang tinggal
bersama yang memiliki
Wawancara Kuesioner 1 = bila terdapat lebih dari
satu anggota keluarga yang
tinggal bersama yang
Nominal
34
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
Kebiasaan merokok memiliki kebiasaan
merokok
2 = bila ada satu anggota
keluarga yang tinggal
bersama yang memiliki
kebiasaan merokok
7. Jumlah rokok yang
dihirup
Jumlah rokok yang
dihirup setiap hari oleh
anggota keluarga
Wawancara Kuesioner 1 = berat (apabila jumlah
rokok yang dihirup setiap
hari ≥ 15 batang)
2 = sedang (apabila jumlah
rokok yang dihirup setiap
hari 5-14 batang)
3 = ringan (apabila jumlah
rokok yang dihirup setiap
hari 1-4 batang)
(Smet, 1994 dalam Hasnida,
2005)
Ordinal
35
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
8. Lokasi merokok Lokasi kebiasaan
merokok anggota
keluarga
Wawancara Kuesioner 1 = tanpa memperhatikan
lingkungan dengan balita
disekitar perokok
2 = memperhatikan
lingkungan tanpa ada balita
di sekitar perokok
Nominal
9. Infeksi Saluran
Pernafasan Akut
(ISPA)
Merupakan infeksi
saluran pernafasan akut
yang terjadi pada balita
berdasarkan hasil
diagnosa oleh tenaga
kesehatan
Observasi Kuesioner 1 = ada ISPA
2 = tidak ada ISPA
Nominal
36
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain
deskriptif serta pendekatan retrospektif. Penelitian ini ingin mengetahui gambaran
kebiasaan merokok anggota keluarga pada balita yang menderita Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah Gresik.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada 9 April-5 Mei 2015 di Puskesmas Bungah
Kabupaten Gresik. Alasan peneliti memilih lokasi penelitian adalah karna
berdasarkan data sekunder dari Puskesmas Bungah pada bulan Januari sampai
Oktober 2014 ditemukan kejadian ISPA pneumonia pada balita sebanyak 347
kejadian dan ISPA bukan pneumonia sebanyak 3.311 kejadian
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi merupakan seluruh subjek (seperti manusia, binatang
percobaan, data laboratorium, dan lain-lain) yang akan diteliti oleh
peneliti dan memenuhi kriteria yang sudah ditentukan oleh peneliti
(Riyanto,2011). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu balita yang
37
datang ke Puskesmas Bungah dan dengan balita yang didiagnosa Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) oleh tenaga kesehatan. Oleh karena itu,
populasi dalam penelitian ini merupakan populasi tak terbatas.
2. Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini berjumlah 100 responden. Hal tersebut
dikarenakan populasi dalam penelitian ini merupakan populasi tak
terbatas dan berdasarkan teori yang diungkapkan Cooper dan Shlinder
(2006) bahwa sampel 100 dari 5000 populasi secara kasar mempunyai
ketepatan hampir sama dengan ketepatan 100 sampel dari 200.000.000
populasi. Setelah itu dikalikan 10% jumlah sampel untuk mengantisipasi
hilangnya data atau ketidaklengkapan pengisian kuesioner, 100 x 10% =
10. Maka total sampel pada penenlitian ini adalah 110. Teknik
pengambilan sampel yang dipilih adalah purposive sampling dengan
kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah ditentukan.
Sampel penelitian ini yaitu ibu balita karna ibu balita sebagi
sumber informasi pada penelitian ini. Namun pada penelitian ini sampel
lebih berfokus pada balita. sehingga kriteria inklusi dan eksklusi sampel
penelitian ini berhubungan dengan keadaan balita.
Berikut ini kriteria inklusi sampel penelitian :
1. Balita yang berusia 0-59 bulan
2. Balita yang datang ke Puskesmas Bungah
3. Balita yang didiagnosa ISPA oleh tenaga kesehatan
38
Berikut ini kriteria eksklusi sampel penelitian :
1. Balita yang memiliki riwayat alergi
D. Instrumen Penelitian
Perolehan data atau informasi dari responden dalam suatu penelitian
membutuhkan suatu alat atau yang sering disebut dengan instrumen. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner.
Kuesioner merupakan suatu alat pengumpul data dengan cara memberikan daftar
pertanyaan kepada responden untuk selanjutnya responden bisa memberikan jawaban
atas pertanyaan tersebut (Umar,2011). Beberapa pertanyaan yang ada dalam
kuesioner penelitian ini adalah tentang data individu balita, pendidikan orang tua,
dan kebiasaan merokok anggota keluarga.
E. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
Valid merupakan ketepatan atau kecermatan suatu alat atau
instrumen dalam melakukan pengukuran atau dalam menjalankan
fungsinya. Uji validitas suatu instrumen dilakukan dengan cara
melakukan korelasi antara masing-masing item pertanyaan dengan skor
totalnya. Suatu skor variabel (pertanyaan) dikatakan valid apabila
memiliki korelasi secara signifikan dengan skor totalnya (Riyanto,2011)
Pada penelitian ini tidak dilakukan uji validitas kepada responden.
Hal tersebut dikarenakan kuesioner yang digunakan pada penelitian ini
39
menggunakan skala guttman. Uji validitas yang digunakan pada
penelitian ini yaitu dengan menggunakan validitas isi yang dilakukan oleh
Jamaludin, M.Kep dan Yenita Agus, M.Kep.,Sp.Mat.,PhD
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas yaitu suatu indeks yang menunjukkan apakah suatu
instrumen dapat dipercaya atau diandalkan (Notoatmodjo, 2010). Uji
reliabilitas suatu instrumen bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen
akan memiliki kesamaan hasil apabila suatu instrumen (dalam penelitian
ini berupa kuesioner) tersebut dilakukan sebagai alat ukur terhadap
responden atau waktu yang berbeda (Setiadi, 2007).
Uji reliabilitas yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan rumus uji Spearman Brown. Hal tersebut dikarenakan pada
penelitian ini instrumen yang digunakan adalah menggunakan skala
guttman dan jumlah pertanyaan yang ada di dalam kuesioner ini berjumlah
4 pertanyaan (genap). Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila nilai
korelasi antara belahan genap dan belahan ganjil lebih besar dari nilai r
tabel (Siregar, 2013).
Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan bantuan aplikasi
SPSS 16 dan didapatkan nilai korelasi antara belahan genap dan belahan
ganjil 0,700. Nilai r tabel yang digunakan adalah 0,361 karna responden
uji reliabilitas pada penelitian ini berjumlah 30 orang. Selanjutnya hasil
yang didapatkan dari uji reliabilitas dibandingkan dengan nilai r tabel.
40
Karna hasil yang didapatkan lebih besar dari r tabel maka dapat dikatakan
kuesioner penelitian ini sudah reliabel.
F. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dari penelitian ini adalah data primer yang diperoleh
melalui kuesioner dan data sekunder yang diperoleh dari puskesmas. Berikut ini
adalah beberapa tahap yang dilakukan dalam pengambilan data dalam penelitian ini :
1. Pertama peneliti menentukan tema, subjek, tempat, tujuan dan manfaat,
dan judul penelitian. Setelah itu peneliti membuat surat perizinan studi
pendahuluan dari Fakultas untuk nantinya diserahkan ke puskesmas
Bungah.
2. Peneliti melakukan studi pendahuluan di dua tempat, yakni di puskesmas
dan di masyarakat desa Bungah. Studi pendahuluan di puskesmas
bertujuan untuk mendapatkan data sekunder tentang kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di wilayah kerja Puskesmas.
Studi pendahuluan di masyarakat bertujuan untuk mengetahui distribusi
keluarga dengan kejadian ISPA pada balita dan kebiasaan merokok
anggota keluarga.
3. Setelah proposal skripsi selesai, peneliti membuat surat perizinan untuk
uji reliabilitas dari Fakultas.
4. Peneliti lalu melakukan uji reliabilitas kuesioner pada 30 responden.
5. Setelah instrumen dinyatakan reliabel, selanjutnya peneliti melakukan
perizinan ke Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan
41
Pengembangan Daerah dan Dinas Kesehatan kabupaten Gresik untuk
melakukan penelitian di Puskesmas Bungah
6. Peneliti mendapatkan izin dan calon responden yang sesuai dengan
kriteria, peneliti memberikan informed consent terhadap calon responden.
7. Jika calon responden setuju dan menandatangani form persetujuan,
responden diberikan kuesioner penelitian.
8. Waktu pengisian kuesioner sekitar 10 menit untuk setiap responden.
Setelah kuesioner lengkap diisi oleh responden, selanjutnya peneliti
mengumpulkan semua kuesioner untuk diolah dan dilakukan analisis
data.
G. Pengolahan Data
Setiadi (2007) menyebutkan bahwa terdapat 6 kegiatan yang dilakukan
peneliti dalam proses pengolahan data, yaitu :
1. Editing. Kegiatan editing dilakukan dengan cara memeriksa setiap poin
pertanyaan kuesioner yang sudah diisi oleh responden. Terdapat tiga hal
yang harus diperiksa oleh peneliti yaitu kelengkapan jawaban (setiap
pertanyaan sudah ada jawaban), keterbacaan tulisan, dan relevansi
jawaban.
2. Coding. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengelompokkan jawaban
yang diberikan responden kedalam bentuk kategori. Hasil
pengelompokkan tersebut diberi tanda atau kode berbentuk angka pada
masing-masing jawaban.
42
3. Sorting. Mensortir merupakan kegiatan yang dilakukan dengan memilih
atau mengelompokkan data menurut jenis yang dikehendaki (klasifikasi
data).
4. Entry Data. Jawaban responden yang sudah diberi kode kategori
kemudian dimasukkan dalam tabel atau database komputer untuk
kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan
membuat tabel kontigensi (Hidayat, 2008b).
5. Cleaning. Pembersihan data dilakukan untuk melihat data yang sudah
dimasukkan sudah benar atau belum. Proses ini dilakukan untuk
mengetahui kemungkinan kesalahan atau ketidaklengkapan data untuk
selanjutnya bisa dilakukan koreksi (Notoatmodjo, 2010).
6. Mengeluarkan Informasi. Kegiatan ini disesuaikan dengan tujuan
penelitian yang dilakukan
H. Metode Analisis Data
Analisis univariat merupakan analisis yang dilakukan pada setiap variabel
penelitian dan bertujuan untuk mengetahui deskripsi karakteristik setiap variabel
dalam penelitian (Notoatmodjo, 2010). Analisis univariat dalam penelitian ini
bertujuan untuk memberikan gambaran distribusi karakteristik jenis kelamin, usia,
status nutrisi, dan pendidikan ibu balita serta gambaran kebiasaan merokok anggota
keluarga berdasarkan lokasi merokok, jumlah anggota keluarga yang merokok dan
banyaknya rokok yang dihirup setiap hari, dan gambaran karakteristik balita
berdasarkan ada atau tidaknya paparan asap rokok terhadap balita.
43
I. Etika Penelitian
Masalah etika dalam suatu penelitian sangatlah penting, khususnya dalam
penelitian ilmu keperawatan dikarenakan dalam penelitian keperwatan seringkali
berhubungan dengan manusia (Hidayat, 2008b). Berikut ini adalah prinsip etik yang
peneliti gunakan selama proses penelitian (Hidayat, 2008b, dan Notoatmodjo, 2010) :
1. Informed Consent
Informed Consent merupakan suatu informasi yang harus dijelaskan oleh
peneliti terlebih dahulu kepada calon responden. Tujuan dari adanya
informed consent adalah supaya calon responden mengetahui maksud dan
tujuan dari penelitian. Jika calon responden bersedia menjadi responden,
maka peneliti memberikan lembar persetujuan dan responden harus
menandatanganinya. Jika calon responden tidak bersedia, maka peneliti
harus menghormati keputusan dan tidak boleh memaksa.
2. Anonimity (tanpa nama)
Masalah etika dalam penelitian keperawatan yakni memberikan jaminan
dalam penggunaan data responden dengan cara tidak mencantumkan
nama responden pada instrumen dan hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan data.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Prinsip etika confidentiality adalah menjamin kerahasiaan setiap
informasi yang diperoleh dari responden. Informasi yang didapat hanya
akan digunakan sebagai data penelitian dan ketika dilakukan pengolahan
44
data, informasi yang didapatkan bukanlah informasi individual melainkan
dalam bentuk data kelompok.
4. Privacy
Selama proses penelitian, responden mempunyai hak untuk memperoleh
privasi atau kebebasan pribadinya.
5. Memperoleh imbalan atau kompensasi
Peneliti sebagai pihak yang membutuhkan informasi dari responden
sudah seharusnya memberikan imbalan kepada responden atas informasi
yang sudah diperoleh.
45
BAB V
HASIL PENELITIAN
Hasil yang disajikan dalam penelitian ini berupa analisis univariat. Analisis
univariat merupakan analisis yang dilakukan pada setiap variabel penelitian dan
bertujuan untuk mengetahui deskripsi karakteristik setiap variabel dalam penelitian
(Notoatmodjo, 2010). Analisis univariat yang dilakukan pada penelitian ini adalah
untuk mengetahui distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia,
status nutrisi, pendidikan terakhir ibu, presentasi anggota keluarga yang memiliki
kebiasaan merokok, kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan lokasi
merokok, jumlah anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok, dan
banyaknya rokok yang dihirup setiap hari oleh anggota keluarga. Berikut ini hasil
analisis univariat dalam penelitian ini :
A. Karakteristik Responden
1. Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan hasil yang diperoleh, berikut ini distribusi karakteristik
responden berdasarkan jenis kelamin :
Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Balita
Jenis Kelamin Frekuensi Presentase
Laki-laki 56 56%
Perempuan 44 44%
Jumlah 100 100%
46
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 100 responden balita yang
menderita ISPA dalam penelitian ini terdapat 56 balita dengan jenis kelamin
laki-laki (56%) dan 44 balita dengan jenis kelamin perempuan (44%).
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa balita laki-laki pada
penelitian ini lebh banyak daripada balita perempuan.
2. Distribusi karakteristik responden berdasarkan kelompok usia
Berdasarkan hasil yang diperoleh, berikut ini distribusi karakteristik
responden berdasarkan usia :
Tabel 5.2 Distribusi Kelompok Usia Balita
Kelompok Usia Frekuensi Presentase
≤ 12 bulan 28 28%
13-59 bulan 72 72%
Jumlah 100 100%
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 100 responden balita yang
menderita ISPA dalam penelitian ini terdapat 28 balita yang berusia kurang
dari 12 bulan (28%) dan 72 balita yang berusia 13-59 bulan (72%).
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa balita pada penelitian
ini lebih banyak pada kelompok usia 13-59 bulan daripada balita kelompok
usia ≤ 12 bulan.
3. Distribusi karakteristik responden berdasarkan status nutrisi
Berdasarkan hasil yang diperoleh, berikut ini distribusi karakteristik
responden berdasarkan status nutrisi :
47
Tabel 5.3 Distribusi Status Nutrisi Balita
Status Nutrisi Frekuensi Presentase
Gizi Buruk 6 6%
Gizi Kurang 15 15%
Gizi Baik 78 78%
Gizi Lebih 1 1%
Jumlah 100 100%
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 100 balita yang menderita ISPA
dalam penelitian ini, terdapat 6 balita dengan status gizi buruk (6%), 15
balita dengan status gizi kurang (15%), 78 balita dengan status gizi baik
(78%), dan 1 balita dengan status gizi lebih (1%). Berdasarkan hasil tersebut,
dapat disimpulkan bahwa balita pada penelitian ini paling banyak memiliki
status nutrisi baik dan paling sedikit memiliki status nutri lebih.
4. Distribusi karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir ibu
Tabel 5.4 Distribusi Pendidikan Terakhir Ibu
Pendidikan Terakhir Frekuensi Presentase
SD 5 5%
SMP/sederajat 24 24%
SMA/sederajat 60 60%
Perguruan Tinggi 11 11%
Jumlah 100 100%
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 100 balita yang menderita ISPA
dalam penelitian ini, terdapat 5 ibu dengan pendidikan terakhir SD (5%), 24
ibu dengan pendidikan terakhir SMP/sederajat (24%), 60 ibu dengan
48
pendidikan terakhir SMA/sederajat (60%), dan 11 ibu dengan pendidikan
terakhir perguruan tinggi (11%). Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa pendidikan terakhir ibu pada penelitian ini paling banyak
dengan pendidikan terakhir SMA/sederajat dan paling sedikit dengan
pendidikan terakhir SD.
B. Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga
1. Gambaran kebiasaan Merokok anggota keluarga
Tabel 5.5 Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga
Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Frekuensi Presentase
Ada 73 73%
Tidak 27 27%
Jumlah 100 100%
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa terdapat 73 balita yang menderita ISPA
dalam penelitian ini memiliki anggota keluarga yang tinggal bersama dengan
kebiasaan merokok (73%), dan 23 balita memiliki anggota keluarga yang
tinggal bersama tanpa kebiasaan merokok (27%). Berdasarkan hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar balita pada penelitian ini memiliki
anggota keluarga dengan kebiasaan merokok.
2. Gambaran lokasi kebiasaan merokok anggota keluarga
Tabel 5.6 Gambaran Lokasi Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga
Lokasi Merokok Frekuensi Presentase
Tanpa memperhatikan lingkungan
dengan balita disekitar perokok
43 58,90%
Memperhatikan lingkungan dengan tidak
ada balita di sekitar perokok
30 41,10%
Jumlah 73 100%
49
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 73 balita yang menderita ISPA
memiliki anggota keluarga yang tinggal bersama dengan kebiasaan merokok,
terdapat 43 anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok tanpa
memperhatikan lingkungan dengan balita disekitar perokok (58,90%), dan
30 anggota anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok dengan
memperhatikan lingkungan dengan tidak ada balita di sekitar perokok
(41,10%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa balita yang
memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok sebagian besar
mendapatkan paparan asap rokok akibat lokasi merokok yang dilakukan
tanpa memperhatikan lingkungan sekitar.
3. Gambaran jumlah anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok
Tabel 5.7 Gambaran Jumlah Anggota Keluarga dengan Kebiasaan
Merokok
Jumlah anggota keluarga dengan kebiasaan
merokok Frekuensi Presentase
Satu orang 11 25,58%%
Lebih dari satu orang 32 74,42%
Jumlah 43 100%
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 43 anggota keluarga yang memiliki
kebiasaan merokok tanpa memperhatikan lingkungan dengan balita disekitar
perokok, terdapat 11 balita yang memiliki jumlah anggota keluarga dengan
kebiasaan merokok hanya satu orang (25,58%), dan 32 balita yang memiliki
jumlah anggota keluarga dengan kebiasaan merokok sebanyak lebih dari
satu orang (74,42%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
50
balita yang mendapat paparan asap rokok pada penelitian ini memiliki
anggota keluarga dengan kebiasaan merokok lebih dari satu orang perokok
aktif lebih banyak daripada hanya satu anggota keluarga yang memiliki
kebiasaan merokok.
4. Gambaran banyaknya rokok yang dihirup setiap hari oleh anggota keluarga
Tabel 5.8 Gambaran Banyaknya Rokok yang Dihirup Setiap Hari
Oleh Anggota Keluarga
Jumlah rokok yang dihirup setiap hari Frekuensi Presentase
Ringan (1-4 batang rokok setiap hari) 13 30,24%
Sedang (5-14 batang setiap hari) 15 34,88%
Berat ( ≥15 batang setiap hari) 15 34,88%
Jumlah 43 100%
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari 43 anggota keluarga yang memiliki
kebiasaan merokok tanpa memperhatikan lingkungan dengan balita disekitar
perokok, terdapat 13 balita yang memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan
merokok kategori ringan (1-4 batang rokok setiap hari) (30,24%), 15 balita
yang memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok kategori sedang
(5-14 batang rokok setiap hari) (34,88%), dan 15 balita yang memiliki
anggota keluarga dengan kebiasaan merokok kategori berat( ≥ 15 batang
rokok setiap hari) (34,88%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa balita yang mendapatkan paparan asap rokok pada penelitian ini
memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok kategori berat dan
sedang lebih banyak daripada kebiasaan merokok kategori ringan.
51
C. Gambaran karakteristik balita berdasarkan adanya paparan asap rokok
1. Distribusi karakteristik jenis kelamin balita berdasarkan adanya paparan asap
rokok
Tabel 5.9 Distribusi Karakteristik Jenis Kelamin Balita berdasarkan
Adanya Paparan Asap Rokok
Tabel 5.9 menunjukkan bahwa balita yang menderita ISPA pada
penelitian ini terdapat 43 balita (43%) yang terpapar asap rokok dan 57 balita
(57%) tidak terpapar asap rokok. Sebanyak 25 balita laki-laki (44.6%)
terpapar asap rokok dan 31 balita laki-laki (55.4%) tidak terpapar asap rokok.
Sedangkan dari 44 balita perempuan, terdapat 18 balita (40.9%) yang
terpapar asap rokok dan 26 balita (59.1%) tidak terpapar asap rokok.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah balita laki-laki
yang tidak terpapar asap rokok lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah
balita perempuan yang tidak terpapar asap rokok
Paparan Asap Rokok Total
Ya Tidak
Jenis
kelamin
Laki-laki N 25 31 56
% 44.6% 55.4% 100%
Perempuan N 18 26 44
% 40.9% 59.1% 100%
Total N 43 57 100
% 43% 57% 100%
52
2. Distribusi karakteristik usia balita berdasarkan adanya paparan asap rokok
Tabel 5.10 Distribusi Karakteristik Usia Balita berdasarkan Adanya
Paparan Asap Rokok
Tabel 5.10 dari 28 balita yang berusia ≤12 bulan, terdapat 13 balita
(46.4%) terpapar asap rokok dan 15 balita (53.6%) tidak terpapar asap rokok.
Sedangkan dari 72 balita berusia 13-59 bulan, terdapat 30 balita (41.7%)
terpapar asap rokok dan 42 balita (58.3%) tidak terpapar asap rokok.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa proporsi balita berusia
13-59 bulan pada balita yang tidak terpapar asap rokok lebih banyak jika
dibandingkan dengan proporsi balita yang berusia ≤12 bulan yang tidak
terpapar asap rokok.
Paparan Asap Rokok
Total
Ya Tidak
Usia Balita
≤12 bulan
N 13 15 28
% 46.4% 53.6% 100 %
13-59 bulan
N 30 42 72
% 41.7% 58.3% 100%
Total
N 43 57 100
% 43% 57% 100%
53
3. Distribusi karakteristik status nutrisi balita berdasarkan adanya paparan asap
rokok
Tabel. 5.11 Distribusi Karakteristik Status Nutrisi Balita berdasarkan
Adanya Paparan Asap Rokok
Tabel 5.11 menunjukkan bahwa dari 6 balita dengan status gizi buruk
terdapat 3 balita(50%) terpapar asap rokok dan 3 balita (50%) yang tidak
terpapar asap rokok; 15 balita dengan status gizi kurang terdapat 4 balita
(26.7%) yang terpapar asap rokok dan 11 balita (73.3%) yang tidak terpapar
asap rokok; dari 78 balita dengan status gizi baik terdapat 35 balita (44.9%)
terpapar asap rokok dan 43 balita (55.1%) tidak terpapar asap rokok; dan
terdapat 1 balita (100%) dengan gizi lebih yang terpapar asap rokok.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaaan
yang signifikan pada balita dengan status gizi baik pada kelompok terpapar
asap rokok dan tidak terpapar asap rokok, sedangkan pada balita dengan status
Paparan Asap
Rokok Total
Ya Tidak
Status Nutrisi
Balita
Gizi Buruk N 3 3 6
% 50% 50% 100%
Gizi Kurus N 4 11 15
% 26.7% 73.3% 100%
Gizi Baik N 35 43 78
% 44.9% 55.1% 100%
Gizi Lebih N 1 0 1
% 100% 0% 100%
Total N 43 57 100
% 43% 57% 100%
54
gizi kurang proporsi balita yang tidak terpapar asap rokok lebih banyak jika
dibandingkan dengan balita yang terpapar asap rokok.
4. Distribusi karakteristik pendidikan terakhir ibu balita berdasarkan adanya
paparan asap rokok
Tabel. 5.12 Distribusi karakteristik pendidikan terakhir ibu balita
berdasarkan adanya paparan asap rokok
Tabel 5.11 menunjukkan bahwa dari 5 balita memiliki ibu dengan
pendidikan terakhir SD terdapat 3 balita(60%) yang terpapar asap rokok dan
2 balita (40%) yang tidak terpapar asap rokok; dari 24 balita memiliki ibu
dengan pendidikan terakhir SMP/sederajat terdapat 15 balita (62.5%)
terpapar asap rokok dan 9 balita (37.5%) yang tidak terpapar asap rokok; 60
balita memiliki ibu dengan pendidikan terakhir SMA/sederajat terdapat 22
balita (36.7%) terpapar asap rokok dan 38 balita (63.3%) tidak terpapar asap
rokok; dan dari 11 balita memiliki ibu dengan pendidikan terakhir perguruan
tinggi terdapat 3 balita (27.3%) terpapar asap rokok dan 8 balita (72.7%)
Paparan Asap
Rokok Total
Ya Tidak
Pendidikan
Terakhir
Ibu
SD N 3 2 5
% 60% 40% 100%
SMP/sederajat N 15 9 24
% 62.5% 37.5% 100%
SMA/sederajat N 22 38 60
% 36.7% 63.3% 100%
Perguruan Tinggi N 3 8 11
% 27.3% 72.7% 100%
Total N 43 57 100
% 43% 57% 100%
55
tidak terpapar asap rokok. berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa pada kelompok balita yang tidak terpapar asap rokok memiliki ibu
dengan pendidikan terakhir SMA/sederajat dan perguruan tinggi lebih banyak
dibandingkan dengan balita yang terpapar asap rokok.
56
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat
1. Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Perbedaan proporsi jenis kelamin balita ISPA pada penelitian ini tidak
begitu signifikan, yakni 56 balita(56%) dengan jenis kelamin laki-laki dan
44 balita (44%) dengan jenis kelamin perempuan.
Penelitian yang dilakukan oleh Sugihartono dan Nurjazuli (2012)
menunjukkan hasil yang serupa. Balita laki-laki yang menderita ISPA
Pneumonia sebanyak 31 kejadian (57.4%) sedangkan balita perempuan yang
menderita ISPA pneumonia sebanyak 23 kejadian (42.6%). Marlina (2014)
dalam penelitian nya juga menyebutkan bahwa dari 100 balita yang menderita
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), 52 (52%) diantaranya balita dengan
jenis kelamin laki-laki dan 48 balita dengan jenis kelamin perempuan (48%).
Hasil serupa juga dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Goel et al
(2012), yaitu dari 234 balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) terdapat 126 balita (53,84%) dengan jenis kelamin laki-laki dan 108
balita (46,18%) dengan jenis kelamin perempuan. Perbedaan jenis kelamin
balita yang menderita ISPA yang tidak begitu signifikan ini dapat disebabkan
57
karna distribusi jenis kelamin balita dalam penelitian ini (n=450) hampir sama
antara laki-laki (52%) dan perempuan (48%).
Perbedaan proporsi antara balita laki-laki dan perempuan yang
menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dalam penelitian ini sesuai
dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) balita di Puskesmas
Bungah. Proporsi balita laki-laki yang mengalami Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah pada bulan Januari-Oktober 2014 sebesar
50,25% (1.664 kejadian) dan balita perempuan menderita Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) sebanyak 49,75% (1647 kejadian).
2. Distribusi karakteristik responden berdasarkan kelompok usia
Distribusi karakteristik balita pada penelitian ini berdasarkan usia
responden paling banyak pada kelompok usia 13-59 bulan sebanyak 72 balita
(72%).
Hasil penelitian serupa juga dapat dilihat pada penelitian yang
dilakukan oleh Goel et al (2012). Hasil penelitian tersebut menyebutkan dari
126 responden yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), 53
(42.06%) balita berusia usia ≤ 12 bulan dan 73 (57.93%) balita berusia
kurang dari 13-59 bulan. Suyami dan Sunyoto (2006) dalam penelitian nya
membagi usia balita dalam tiga kelompok, yaitu 2 bulan- < 1 tahun, 1 tahun- <
2 tahun, dan 2-5 tahun. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa dari 40 balita
yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), 3 balita berusia 2
58
bulan- < 1 tahun, 5 balita berusia 1 tahun- < 2 tahun, dan 32 balita berusia 2-5
tahun. Tingginya kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita
usia 1 tahun – 5 tahun disebabkan karna balita sudah mulai banyak kontak
dengan lingkungan luar dan kontak dengan penderita Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) lainnya.
Hasil penelitian ini juga menyebutkan bahwa kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) lebih banyak terjadi pada balita usia 13-59 bulan. Hal
tersebut terjadi karna balita sudah mulai mengenal dunia luar dan kontrol
orang tua terhadap balita tidak begitu ketat. Hal tersebut dapat menyebabkan
balita lebih mudah terpapar dengan faktor penyebab Infeksi Saluran
Pernafasan (ISPA) lainnya, seperti debu, asap kendaraaan, kontak dengan
penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) lainnya, dan makan
makanan yang dapat meningkatkan resiko terkena Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA).
3. Distribusi karakteristik responden berdasarkan status nutrisi
Status nutrisi balita pada yang menderita ISPA pada penelitian ini
paling banyak pada balita dengan status baik yaitu sebanyak 78 balita (78%).
Sedangkan hanya 6 balita (6%) dengan status gizi buruk yang menderita
ISPA.
Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2013) juga menyebutkan
bahwa dari 52 responden balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan
59
Akut (ISPA), 49 balita memiliki status gizi baik (94%), 2 balita dengan status
gizi kurang (4%), dan 1 balita dengan status gizi buruk (2%). Utami (2013)
menyebutkan bahwa balita dengan status gizi buruk disebabkan karna adanya
flek pada paru-paru balita dan rendahnya status ekonomi keluarga balita
tersebut. Sinaga dkk (2015) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dari 15
balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), 14 balita
diantaranya memiliki status nutrisi normal (25%) dan 1 balita dengan status
nutrisi kurang (20%). Sedangkan dari 46 balita yang tidak menderita Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA), 42 balita diantaranya memiliki status nutrisi
normal (75%) dan 4 balita dengan status nutrisi kurang (80%). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Sinaga (2015) menyebutkan bahwa tidak ada
hubungan antara status nutrisi balita dengan kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) balita.
Banyaknya balita dengan status gizi baik yang menderita ISPA serta
sedikitnya balita dengan status gizi kurang dan buruk yang menderita Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dapat disebabkan karna sedikitnya balita
yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Bungah yang memiliki status gizi
kurang dan buruk. Tahun 2010 tercatat hanya 9 balita (0,24%) yang memiliki
status gizi bawah garis merah dan 4 balita dengan status gizi buruk (0,11%).
Wilayah kerja Puskesmas Bungah juga memiliki status bebas gizi buruk
(Dinas Kesehatan Gresik, 2011).
60
4. Distribusi karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir ibu
Karakteristik balita dilihat pada penelitian ini berdasarkan pendidikan
terakhir ibu paling banyak pada ibu balita dengan pendidikan terakhir
SMA/sederajat yakni 60 balita (60%).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hariani dkk (2014) juga
menyebutkan bahwa dari 54 responden balita yang menderita Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA), 15 ibu balita (27.8%) memiliki pendidikan terakhir
SD, 10 ibu balita (18.5%) memiliki pendidikan terakhir SMP, 23 ibu balita
(42.6%) memiliki pendidikan terakhir SMA, dan 6 ibu balita (11.1%)
memiliki pendidikan terakhir perguruan tinggi. Retna dan Fajri (2015) dalam
penelitian nya menyebutkan bahwa dari 26 responden balita yang menderita
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pneumonia, 6 (23%) diantaranya
memiliki ibu dengan pendidikan terakhir dasar (SD), 17 (65%) balita memiliki
ibu dengan pendidikan terakhir menengah (SMA/sederajat-- SMP/sederajat)
dan 3 (12%) balita dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi.
Tingginya proporsi ibu balita yang memiliki pendidikan terakhir
minimal SMA/sederajat dapat disebabkan karna di wilayah kerja puskesmas
Bungah banyak instansi pendidikan yang mudah dijangkau oleh masyarakat
desa Bungah dan dapat juga disebabkan karna tingginya kesadaran
masyarakat akan pentingnya pendidikan formal.
61
5. Distribusi karakteristik responden berdasarkan kebiasaan merokok anggota
keluarga
Dilihat dari kebiasaan merokok anggota keluarga, sebanyak 73 balita
(73%) yang menderita ISPA dalam penelitian ini memiliki anggota keluarga
dengan kebiasaan merokok.
Penelitian yang dilakukan oleh Goel et al (2012) menyebutkan bahwa
dari 234 balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), 183
balita (78.20%) memiliki orang tua dengan kebiasaan merokok dan 51 balita
(21.8%) memiliki orang tua tanpa kebiasaan merokok. Tingginya proporsi
kebiasaan merokok orang tua pada balita yang menjadikan Infeksi Saluran
Pernafasan Akut menjadi dasar bahwa kebiasaan merokok orang tua menjadi
salah satu faktor yang bertanggungjawab terhadap kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) pada balita yang tinggal bersama.
Akbar dkk (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dari 33
balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), 20 balita
(87%) diantaranya tinggal bersama dengan keluarga yang memiliki kebiasaan
merokok dan 13 balita (54.2%) tinggal bersama dengan keluarga tanpa
kebiasaan merokok. Sedangkan dari 14 balita yang tidak menderita Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA), 3 balita (23%) tinggal bersama dengan
keluarga yang memiliki kebiasaan merokok dan 11 balita (45.8%) tinggal
bersama dengan keluarga tanpa kebiasaan merokok. Hasil penelitian ini
62
menyebutkan bahwa keberadaan anggota keluarga yang memiliki kebiasaan
merokok menjadi faktor resiko terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) pada balita.
Ketahanan saluran pernafasan terhadap infeksi, partikel dan gas yang
di udara tergantung pada tiga unsur alami yang ada pada orang sehat, yakni
keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveolus dan antibodi.
Sel makrofag sangat banyak terdapat di alveolus paru-paru dan nantinya akan
dimobilisasi ke tempat lain jika terjadi infeksi oleh benda asing. Adanya
paparan asap rokok pada paru-paru dapat menyebabkan makrofag alveolus
terhambat melakukan fungsinya sebagai fagositosis ( Pugud, 2008, dalam
Kusumawati, 2010).
Asriati (2014) menyebutkan bahwa adanya paparan asap rokok dapat
merusak ketahanan lokal paru, seperti kemampuan pembersihan zat asing
yang dilakukan oleh mukosiliaris. Pergerakan silia menjadi lambat dan kaku
bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan
akibat iritasi oleh bahan pencemar. Paparan asap rokok juga dapat
menyebabkan produksi lendir meningkat sehingga menyebabkan penyempitan
saluran pernafasan dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan.
Kondisi-kondisi tersebut lah yang nantinya akan memudahkan terjadinya
infeksi saluran pernafasan pada balita yang terpapar asap rokok.
63
Adanya kebiasaan merokok anggota keluarga ini meningkatkan resiko
balita yang tinggal bersama terpapar oleh asap rokok yang mengandung
banyak sekali bahan kimia berbahaya. Balita yang terpapar dengan asap rokok
juga akan memiliki peningkatan resiko terhadap berbagai masalah kesehatan,
termasuk diantaranya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
6. Distribusi karakteristik responden berdasarkan lokasi kebiasaan merokok
anggota keluarga
Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa terdapat 43 balita (58,90%)
yang menderita ISPA mendapat paparan asap rokok akibat adanya kebiasaan
merokok yang dilakukan oleh anggota keluarga tanpa memperhatikan
lingkungan dengan balita disekitar perokok.
Penelitian yang sama dilakukan oleh Maryani (2012) tentang
kebiasaan merokok dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
pada balita. Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa dari 52 balita
yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), 47 balita (66.2%)
memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok dekat balita dan 5
balita (25%) memiliki anggota keluarga tanpa kebiasaan merokok. Sedangkan
dari 39 balita yang tidak menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),
24 balita (33.8%) memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok dekat
balitadan 15 balita (75%) memiliki anggota keluarga tanpa kebiasaan
merokok.
64
Penelitian yang dilakukan oleh Hariani dkk (2014) juga memiliki hasil
yang serupa. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut menyebutkan
bahwa dari 30 balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),
16 balita (29.6%) terpapar oleh asap rokok dan 14 balita (25.9%) tidak
terpapar asap rokok. Sedangkan dari 24 balita yang tidak menderita Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA), 13 balita (24.1%) terpapar asap rokok dan
11 balita tidak terpapar asap rokok (20.4%). Asriati (2014) dalam
penelitiannya menambahkan bahwa balita yang terpapar asap rokok memiliki
resiko 7,8 kali lebih besar untuk terkena Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) dibandingkan dengan balita yang tidak terkena paparan asap rokok.
Kebiasaan merokok yang dapat menjadi faktor resiko dari Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita yakni kebiasaan merokok dengan
adanya paparan asap rokok terhadap balita. Adanya paparan asap rokok atau
tidak dapat dinilai dari lokasi anggota keluarga tersebut merokok. Anggota
keluarga yang merokok tanpa memperhatikan lingkungan dengan balita di
sekitar perokok dapat menjadikan balita terpapar oleh asap rokok dari
perokok.
7. Distribusi karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga yang
memiliki kebiasaan merokok
Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa dari 43 balita ISPA yang
memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok tanpa memperhatikan
65
lingkungan dengan balita di sekitar perokok, sebanyak 32 balita (74,42%)
memiliki lebih dari satu anggota keluarga dengan kebiasaan merokok tanpa
memperhatikan lingkungan dengan balita di sekitar perokok.
Penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati (2010) menyebutkan
bahwa jumlah perokok yang lebih dari satu orang dalam anggota keluarga
balita yang tinggal bersama dapat menyebabkan memperparahnya kondisi
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan memperlama waktu
penyembuhannya (r = 0,61 ; p = 0,000). Hal tersebut dikarenakan semakin
banyak jumlah anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok tanpa
memperhatikan lingkungan dengan balita di sekitar perokok dapat
menyebabkan paparan asap rokok lingkungan terhadap balita semakin
meningkat.
Trisnawati dan Juwarni (2012) dalam penelitiannya membagi
kebiasaan merokok keluarga menjadi 2 kategori, yaitu ringan dan sedang.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa dari 51 balita pada kelompok kasus
(menderita ISPA), 41 balita memiliki keluarga dengan kebiasaan merokok
kategori berat. Sedangkan pada 51 balita kelompok kontrol, 39 balita memiliki
keluarga dengan kebiasaan merokok kategori ringan. Dilihat dari hasil
tersebut dapat menunjukkan adanya kecenderungan kebiasaan merokok
keluarga yang semakin berat maka semakin besar pula potensi balita untuk
menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
66
Jumlah anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok tanpa
memperhatikan lingkungan dengan balita di sekitar perokok lebih dari satu
orang dapat menyebabkan paparan asap rokok terhadap balita yang tinggal
dalam satu rumah semakin besar. Besarnya paparan asap rokok juga nantinya
akan meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan pada balita tersebut,
salah satunya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
8. Distribusi karakteristik responden berdasarkan banyaknya rokok yang dihirup
setiap hari oleh anggota keluarga
Hasil dalam penelitian ini menyebutkan bahwa dari 43 balita ISPA
yang memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok tanpa
memperhatikan lingkungan dengan balita di sekitar perokok, terdapat 2
kelompok kebiasaan merokok anggota keluarga dengan presentase yang sama,
yaitu 15 balita (34,88%) memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan
merokok berat, 15 balita (34,88%) memiliki anggota keluarga dengan
kebiasaan merokok sedang. Peningkatan polusi asap rokok dalam rumah dapat
menyebabkan meningkatnya paparan asap rokok terhadap balita. Tingginya
paparan asap rokok itu pula yang dapat meningkatkan resiko balita yang
tinggal dalam satu rumah untuk menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA).
Milo dkk (2015) dalam penelitiannya tentang hubungan kebiasaan
merokok dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) balita juga
67
menyebutkan hasil yang serupa. Responden penelitian ini terdiri dari 17 balita
dengan diagnosis Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sedang dan 34
balita dengan diagnosis Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ringan. 17
balita dengan diagnosis ISPA sedang, 12 balita memiliki anggota keluarga
dengan kebiasaan merokok berat dan 5 balita memiliki anggota keluarga
dengan kebiasaan merokok sedang. Sedangkan dari 34 balita dengan diagnosis
ISPA ringan, 10 balita memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok
berat, 9 balita memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok sedang,
dan 15 balita memiliki anggota keluarga dengan kebiasaan merokok ringan.
Hasil penelitian tersebut dapat menunjukkan bahwa semakin berat kebiasaan
merokok anggota keluarga, maka semakin besar dan berat pula kemungkinan
balita menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Meskipun pada
keluarga dengan kebiasaan merokok berat terdapat balita dengan diagnosis
ISPA ringan, maka banyak faktor lain yang dapat menyebabkan hal tersebut
terjadi seperti faktor lingkungan yang baik.
Seperti halnya jumlah perokok aktif dalam keluarga, jumlah rokok
yang dihisap setiap hari oleh anggota keluarga juga dapat mempengaruhi
besar kecilnya paparan asap rokok terhadap balita. Semakin banyak rokok
yang dihisap oleh anggota keluarga atau semakin parah kategori perokok
keluarga dapat meningkatkan paparan asap rokok terhadap balita. Maka
semakin tingginya tingkat paparan asap rokok pada balita dapat meningkatkan
kemungkinan balita untuk menderita ISPA.
68
9. Distribusi Karakteristik Jenis Kelamin Balita Berdasarkan Adanya Paparan
Asap Rokok
Hasil penelitian menyebutkan bahwa pada balita yang terpapar asap
rokok dan tidak terpapar asap rokok tidak terdapat perbedaan proporsi yang
signifikan berdasarkan jenis kelamin dan juga jumlah balita laki-laki yang
tidak terpapar asap rokok lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah
balita perempuan yang tidak terpapar asap rokok.
Sinaga dkk (2015) menyebutkan bahwa dari 61 balita yang menderita
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) terdapat 37 balita (60,7%) dengan
jenis kelamin laki-laki dan 24 balita (39,3%) dengan jenis kelamin
perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Milo dkk (2015) menyebutkan
bahwa dari 51 balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut
sebanyak 29 balita (56,9%) dengan jenis kelamin laki-laki dan 22 balita
(43,1%) dengan jenis kelamin perempuan. Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa balita laki-laki lebih beresiko terkena Infeksi Saluran
Pernafasan (ISPA) dibandingkan dengan balita perempuan. Balita laki-laki
yang lebih sering bermain dan berinteraksi dengan lingkungan, apalagi
lingkungan yang kotor sangat rentan menyebabkan terjadinya penyakit.
Perbedaan proporsi yang tidak begitu signifikan pada penelitian ini
berdasarkan jenis kelamin balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) sesuai dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
balita di Puskesmas Bungah. Proporsi balita laki-laki yang mengalami Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Bungah pada bulan Januari-
69
Oktober 2014 sebesar 50,25% (1.664 kejadian) dan balita perempuan
menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebanyak 49,75% (1647
kejadian). Selain itu jumlah balita laki-laki yang menderita ISPA yang tidak
terpapar asap rokok lebih banyak daripada perempuan dapat disebabkan karna
tingkat aktivitas yang dilakukan oleh balita laki-laki. Balita laki-laki biasanya
cenderung lebih aktif daripada balita perempuan, sehingga mereka lebih besar
kemungkinan untuk terpapar oleh lingkungan yang lebih beresiko untuk
menyebabkan terjadinya ISPA seperti lingkungan yang tidak sehat bahkan
berinteraksi dengan penderita ISPA lain.
10. Distribusi Karakteristik Usia Balita Berdasarkan Adanya Paparan Asap Rokok
Hasil penelitin ini menyebutkan bahwa terdapat perbedaan proporsi
yang signifikan berdasarkan usia balita ≤ 12 bulan dan usia 13-59 bulan pada
balita yang tidak terpapar asap rokok.
Sugihartono dan Nurjazuli (2012) dalam penelitiannya menyebutkan
bahwa dari 54 responden balita yang menderita pneumonia, 14 balita (25.9%)
berusia usia ≤ 12 bulan dan 40 balita (74.1%) berusia 13-59 bulan. Retna dan
Fajri (2015) dalam penelitiannya membagi usia balita menjadi dua kelompok,
yaitu balita usia < 1 tahun dan 1-4 tahun. Hasil penelitian menyebutkan bahwa
dari 26 balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
pneumonia terdapat 10 balita (38%) berusia < 1 tahun dan 16 balita (62%)
berusia 1-4 tahun. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) lebih banyak
menyerang balita. Hal tersebut bisa berhubungan dengan faktor kekebalan
tubuh balita tersebut. Balita memiliki kekebalan tubuh yang belum sempurna,
70
sehingga mereka masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi termasuk
salah satunya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ( Baker et al, 2006).
Perbedaan proporsi balita yang signifikan berdasarkan usia balita pada
kelompok yang tidak terpapar asap rokok dapat disimpulkan bahwa kejadian
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang terjadi pada balita dapat terjadi
karna faktor lain selain paparan asap rokok. Rendahnya balita yang berusia ≤
12 bulan yang menderita ISPA dan tidak terpapar asap rokok dapat
disebabkan karna faktor aktivitas yang dilakukan oleh balita tersebut belum
terlalu banyak dan segala aktivitas yang mereka lakukan lebih diperhatikan
oleh orang tua mereka. Sehingga meskipun daya tahan tubuh balita ≤12 bulan
belum sempurna, namun terdapat faktor lain yang menjadi protektif bagi
mereka untuk terpapar faktor-faktor yang dapat menyebabkan infeksi.
Sebaliknya pada balita berusia 13-59 bulan dengan daya tahan tubuh yang
belum sempurna tapi mereka memiliki aktivitas yang lebih banyak daripada
balita usia ≤ 12 bulan. Sehingga kemungkinan mereka terpapar oleh faktor-
faktor penyebab infeksi lebih besar jika dibandingkan dengan balita yang usia
≤12 bulan.
11. Distribusi Karakteristik Status Nutrisi Balita Berdasarkan Adanya Paparan
Asap Rokok
Hasil penelitian menyebutkan bahwa balita dengan status gizi kurang
pada balita yang tidak terpapar asap rokok lebih banyak daripada pada balita
yang terpapar asap rokok.
71
Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2013) juga menyebutkan
bahwa dari 52 responden balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA), 49 balita memiliki status gizi baik (94%), 2 balita dengan status
gizi kurang (4%), dan 1 balita dengan status gizi buruk (2%). Suyami dan
Sunyoto (2006) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dari 40 balita yang
menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) terdapat 17 balita (42,5%)
dengan status gizi buruk, 7 balita (17,5%) dengan status gizi kurang, 11 balita
(27,5%) dengan status gizi sedang, dan 5 balita (12,5%) dengan status baik.
hal tersebut dapat dikarenakan anak dengan status gizi buruk memiliki daya
tahan tubuh yang menurun baik sistemik maupun lokal, efektifitas barier dari
epitel dan respon batuk menurun sehingga balita lebih mudah untuk terkena
infeksi.
Jumlah balita yang menderita status gizi kurang pada balita yang tidak
terpapar asap rokok lebih banyak daripada balita yang terpapar asap rokok
dapat disimpulkan ada faktor lain yang menyebabkan balita tersebut
menderita menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) selain faktor
paparan asap rokok. Faktor lain tersebut yakni status nutrisi yang kurang.
Status nutrisi yang kurang dapat disebabkan oleh tidak adekuatnya asupan
nutrisi dari makanan ataupun dari vitamin yang didapatkan oleh balita. Tidak
adekuatnya asupan nutrisi tersebut dapat menyebabkan tidak maksimalnya
bagian-bagian tubuh balita bekerja maksimal, termasuk sistem imun balita.
Hal tersebut dapat menyebabkan balita dengan status gizi kurang dapat
dengan lebih mudah terjangkit infeksi.
72
12. Distribusi Karakteristik Pendidikan Terakhir Ibu BalitaBerdasarkan Adanya
Paparan Asap Rokok
Perbandingan pendidikan terakhir ibu tingkat SMA/sederajat dan
perguruan tinggi pada balita yang tidak terpapar asap rokok lebih banyak
dibandingkan dengan balita yang terpapar asap rokok, yakni pada pendidikan
terakhir SMA/sederajat sebanyak 38 balita pada kelompok tidak terpapar asap
rokok dan 22 balita pada kelompok terpapar asap rokok; dan pada pendidikan
terakhir perguruan tinggi sebanyak 8 balita pada kelompok tidak terpapar asap
rokok dan 3 balita pada kelompok terpapar asap rokok.
Pendidikan yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha untuk mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan baik formal maupun informal
meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya
sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup (Tim Pengembang Ilmu
Pendidikan FIP-UPU, 2007). Dalam pengetahuan terdapat adopsi perilaku dan
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoadmodjo, 2003, dalam Retna
dan Fajri, 2015).
Tingkat pendidikan ini nantinya akan mempengaruhi pengetahuan
seseorang dalam bersikap hidup yang bersih dan sehat serta sikap dalam
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada disekitarnya. Tingkat
pendidikan yang tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap
informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-
73
hari, khususnya yang berhubungan dengan kesehatan ( Notoadmodjo, 2007,
dalam Milo, 2015).
Pendidikan terakhir ibu balita tingkat SMA/sederajat dan perguruan
tinggi yang lebih banyak pada kelompok balita yang tidak terpapar asap rokok
dapat menyebabkan perbedaan kebiasaan merokok yang dilakukan oleh
anggota keluarga. Tingginya tingkat pendidikan seorang ibu dalam rumah
tangga dapat menjadi kontrol tersendiri terhadap kebiasaan merokok yang
dilakukan oleh anggota keluarga. Ibu balita mengetahui efek yang didapatkan
apabila kebiasaan merokok dilakukan bersama balita. Tingkat pendidikan ibu
inilah yang dapat menentukan perubahan kebiasaan merokok yang dilakukan
oleh anggota keluarga, sehingga dapat menyebabkan balita yang tinggal dalam
satu rumah dapat terpapar asap rokok ataupun tidak terpapar asap rokok.
B. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari adanya keterbatasan penelitian dalam pelaksanaan
penelitian ini. Keterbatasan penelitian tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini masih sangat sederhana.
Sehingga kurang begitu bisa mengetahui secara detail tentang karakteristik
responden dan kebiasaan merokok yang dilakukan oleh anggota keluarga.
2. Diagnosis Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dalam penelitian ini
masih bersifat umum dan tidak dikaji lebih dalam lagi tentang tingkat
74
keparahan ISPA dan jenis ISPA nya, yakni ISPA pneumonia dan ISPA
non pneumonia.
3. Adanya kemungkinan bias dalam penilaian tentang kebiasaan merokok
anggota keluarga. Hal tersebut dikarenakan peneliti tidak melakukan
observasi kebiasaan merokok anggota keluarga secara langsung melainkan
melakukan penilaian melalui kuesioner.
4. Responden mengetahui bahwa dirinya sedang menjadi subjek suatu
penelitian, sehingga dapat mempengaruhi jawaban yang diberikan
responden.
75
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan beberapa pembahasan yang telah dijabarkan
pada bab-bab sebelumnya, maka peneliti dapat memberikan beberapa kesimpulan
dari penelitian yang sudah dilakukan sebagai berikut :
1. Distribusi karakteristik balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini antara proporsi
jenis kelamin laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda. Responden 100
balita yang menderita ISPA, 56 balita (56%) diantaranya dengan jenis
kelamin laki-laki dan 44 (44%) balita dengan jenis kelamin perempuan.
2. Distribusi karakteristik balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) berdasarkan kelompok usia balita pada penelitian ini paling
banyak pada kelompok usia balita 13-59 bulan, yakni sebanyak 72 balita
(72%). Sedangkan 28 balita (28%) merupakan balita dengan kelompok
usia ≤ 12 bulan.
3. Distribusi karakteristik balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) berdasarkan status nutrisi balita pada penelitian ini paling
banyak pada balita dengan status gizi baik, yakni sebanyak 78 balita
(78%). Selanjutnya pada balita dengan status gizi kurang sebanyak 15
76
balita (15%), balita dengan status gizi buruk sebanyak 6 balita (6%), dan
balita dengan status gizi lebih sebanyak satu balita (1%).
4. Distribusi karakteristik balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) berdasarkan pendidikan terakhir ibu balita didapatkan hasil
bahwa balita paling banyak menderita ISPA memiliki ibu dengan
pendidikan terakhir SMA/sederajat yakni sebanyak 60 balita (60%).
Selanjutnya balita menderita ISPA memiliki ibu dengan pendidikan
terakhir SMP/sederajat sebanyak 24 balita (24%), balita dengan
pendidikan terakhir ibu Perguruan Tinggi sebanyak 11 balita (11%), dan
balita dengan pendidikan terakhir ibu SD sebanyak 5 balita (5%).
5. Responden 100 balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) pada penelitian ini, 73 balita (73%) memiliki anggota keluarga
yang tinggal bersama dengan kebiasaan merokok dan 27 balita (27%)
memiliki anggota keluarga yang tinggal bersama tidak dengan kebiasaan
merokok.
6. Kebiasaan merokok anggota keluarga yang dapat mempengaruhi kondisi
kesehatan balita yakni kebiasaan yang dapat menimbulkan paparan asap
rokok pada balita. Kebiasaan yang dapat menimbulkan paparan asap
rokok terhadap balita yakni kebiasaan merokok yang dilakukan dengan
tanpa memperhatikan lingkungan sekitar dengan balita disekitar perokok.
73 balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang
memiliki anggota keluarga yang tinggal bersama dengan kebiasaan
merokok, 43 balita (58,90%) diantaranya memiliki anggota keluarga
77
dengan kebiasaan merokok tanpa memperhatikan lingkungan dengan
balita disekitar perokok dan 30 balita (41,10%) memiliki anggota keluarga
dengan kebiasaan merokok dengan memperhatikan lingkungan tanpa
balita disekitar perokok.
7. Jumlah anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok akan
menentukan banyak atau tidaknya paparan asap rokok terhadap balita
yang bisa mempengaruhi kondisi kesehatan balita tersebut. 43 balita yang
menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang memiliki anggota
keluarga dengan kebiasaan merokok tanpa memperhatikan lingkungan
dengan balita disekitar perokok, 11 balita (25,58%) diantaranya hanya
memiliki satu anggota keluarga dengan kebiasaan merokok dan 32 balita
(74,42%) memiliki jumlah lebih dari satu anggota keluarga yang memiliki
kebiasaan merokok.
8. Banyaknya rokok yang dihirup setiap hari oleh anggota keluarga juga
akan menentukan banyak atau tidaknya paparan asap rokok terhadap balita
yang bsa mempengaruhi kondisi kesehatan balita tersebut. 43 balita yang
menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang memiliki anggota
keluarga dengan kebiasaan meroko tanpa memperhatikan lingkungan
dengan balita di sekitar perokok, 13 balita (30,24%) memiliki anggota
keluarga dengan kebiasaan merokok kategori perokok ringan, 15 balita
(34,88%) memiliki anggota keluarga dengan kebisaaan merokok kategori
sedang, dan 15 balita (34,88%) memiliki anggota keluarga dengan
kebiasaan merokok kategori berat.
78
9. Dari 56 balita laki-laki sebanyak 25 balita (44.6%) terpapar asap rokok
dan 31 balita (55.4%) tidak terpapar asap rokok. Sedangkan dari 44 balita
perempuan, terdapat 18 balita (40.9%) yang terpapar asap rokok dan 26
balita (59.1%) tidak terpapar asap
10. Dari 28 balita yang berusia ≤12 bulan, terdapat 13 balita (46.4%) terpapar
asap rokok dan 15 balita (53.6%) tidak terpapar asap rokok. Sedangkan
dari 72 balita berusia 13-59 bulan, terdapat 30 balita (41.7%) terpapar asap
rokok dan 42 balita (58.3%) tidak terpapar asap rokok
11. Dari 6 balita dengan status gizi buruk terdapat 3 balita (50%) terpapar
asap rokok dan 3 balita (50%) yang tidak terpapar asap rokok; 15 balita
dengan status gizi kurang terdapat 4 balita (26.7%) yang terpapar asap
rokok dan 11 balita (73.3%) yang tidak terpapar asap rokok; dari 78 balita
dengan status gizi baik terdapat 35 balita (44.9%) terpapar asap rokok dan
43 balita (55.1%) tidak terpapar asap rokok; dan terdapat 1 balita (100%)
dengan gizi lebih yang terpapar asap rokok
12. Dari 5 balita memiliki ibu dengan pendidikan terakhir SD terdapat 3
balita(60%) yang terpapar asap rokok dan 2 balita (40%) yang tidak
terpapar asap rokok; dari 24 balita memiliki ibu dengan pendidikan
terakhir SMP/sederajat terdapat 15 balita (62.5%) terpapar asap rokok dan
9 balita (37.5%) yang tidak terpapar asap rokok; 60 balita memiliki ibu
dengan pendidikan terakhir SMA/sederajat terdapat 22 balita (36.7%)
terpapar asap rokok dan 38 balita (63.3%) tidak terpapar asap rokok; dan
dari 11 balita memiliki ibu dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi
79
terdapat 3 balita (27.3%) terpapar asap rokok dan 8 balita (72.7%) tidak
terpapar asap rokok
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang sudah
dijelaskan sebelumnya, berikut ini beberapa saran yang dapat diberikan kepada
berbagai pihak yang berhubungan dengan penelitian ini :
1. Bagi Responden
Responden penelitian ini, yakni orang tua balita, diharapkan dapat
mengetahui bahaya yang dapat ditimbulkan oleh asap rokok, baik bagi
dirinya sendiri ataupun orang lain termasuk balita. Sehingga dapat
diharapkan keluarga dapat merubah kebiasaan merokok yang dilakukan
setiap harinya.
2. Bagi Puskesmas
Tenaga kesehatan dari puskesmas dan juga kader diharapkan dapat
menjadi sumber informasi bagi masyarakat sekitar tentang bahaya asap
rokok terhadap diri sendiri dan orang lain termasuk balita, bisa dilakukan
dengan melakukan pendidikan kesehatan kepada masyarakat sekitar baik
secara langsung maupun tidak langsung.
3. Bagi Peneliti
a. Penelitian selanjutnya disarankan peneliti dapat mengkaji lebih dalam
tentang diagnosa Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita,
80
yakni tingkat keparahan ISPA dan jenis ISPA, yaitu ISPA Pneumonia
dan ISPA non Pneumonia.
b. Penelitian selanjutnya disarankan dapat mengkaji juga kondisi
lingkungan rumah balita yang dapat meningkatkan kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) balita.
Daftar Pustaka
Akbar, dkk (2013). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di
Puskesmas Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai. <
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/download/7643/7208> diakses
02 Juni 2015 pukul 17.48 WIB
Ambarwati, dkk. (2014). Media Leaflet, Video dan Pengetahuan Siswa SD tentang
Bahaya Merokok ( Studi pada Siswa SDN 78 Sabrang Lor Mojosongo
Surakarta). Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10 (1) : 7-13
Asriati, dkk (2014). Analisis Faktor Resiko Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut
Pada Anak Balita, Medula, 1 (2) : 57-63
Baker, Rebecca J., et al. (2006). Coal Home Heating and Environmental Tobacco
Smoke in Relation to Lower Respiratory Illness in Czech Children, from Birth
to 3 Years of Age. Environmental Health Perspective, 114(7) : 1126-1132.
Berman, Audrey., et al. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & ERB
Ed. 5. Jakarta : EGC
Buku Fakta Tembakau 2012. < http://tcsc-indonesia.org/wp-
content/uploads/2012/12/Buku-Fakta-Tembakau.pdf > diakses 01 November
2014 pukul 09.11 WIB.
Bustan, M.N. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta
Chandra, Budiman. (2009). Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta :
EGC
Chang, Esther., et al. (2006). Pathophysiology : Applied to Nursing Practice.
Australia : Mosby Elsevier
Cheragi, Maria dan Sundeep Salvi. (2009). Environmental Tobacco Smoke (ETS)
and Respiratory Health in Children (Abstract). European Journal of Pediatrics,
h168 (8) : 897-905
Cooper, Donald R., dan Pamela S. Schlinder. (2006). Marketing Research. New
York: McGraw-Hill
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Riset Kesehatan Dasar (
RISKESDAS ) 2007. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Buku Kesehatan Ibu dan Anak.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Gresik. (2011). Profil Dinas Kesehatan
Kabupaten Gresik Tahun 2010. Gresik : Dinas Kesehatan Pemerintah
Kabupaten Gresik
Djojodibroto, Darmanto. (2009). Respirologi ( respiratory medicine ). Jakarta : EGC
Febry, Ayu Bulan., dan Zulfito Marendra. (2008). Buku Pintar Menu Balita. Jakarta :
Wahyu Media
Fillacano, Rahmayatul. (2013). Hubungan Lingkungan dalam Rumah Terhadap ISPA
pada Balita di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2013,
Unpublished Skripsi, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam
negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta
Global Adult Tobacco Survey : Fact Sheet Indonesia 2011. <
http://www.who.int/tobacco/surveillance/survey/gats/indonesia/en/ > diakses 30
Oktober 2014 pukul 08.25 WIB.
Goel, Kapil., et al. (2012). A Cross Sectional Study on Prevalence of Acute
Respiratory Infections (ARI) in Under-Five Children of Meerut District, India.
J Community Medical & Health Education, 2(9) : 1-4
Gunawan, Weka. (2006). Keren Tanpa Narkoba. Jakarta : Grasindo
Hariani, dkk (2014). Hubungan Status Imunisasi, Status Gizi, dan Asap Rokok
dengan Kejadian ISPA pada Anak di Puskesmas Segeri Pangkep, Jurnal Ilmiah
Kesehatan Diagnosis, 5 (5) : 639-643
Hasnida dan Indri Kemala. (2005). Hubungan Antara Stres dan Perilaku Merokok
pada Remaja Laki-Laki. Psikologia, 1(2) : 105-111
Hidayat, A Aziz Alimul. (2008a). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika
Hidayat, A Aziz Alimul. (2008b). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik
Analisis Data. Jakarta : Penerbit Salemba Medika
Hidayati, Asih. (2005). Hubungan Kondisi Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Asrama Tentara Sokanagara Kabupaten
Banyumas Tahun 2005. (abstrak). <http://eprints.undip.ac.id/28671/> diakses
pada 19 Januari 2015 pukul 12.18 WIB.
Hill, S C, dan Lan Liang. (2008). Smoking in The Home and Children’s Health
(abstract). Tobacco Control, 17(1) : 32-7
Hockenberry, Marilyn J., and David Wilson (ed). 2013. Wong’s Essentials of
Pediatric Nursing. United States of America : Mosby Elsevier
http://www.apa.org/pi/ses/resources/publications/factsheet-cyf.aspx diakses pada 22
November 2014 Pukul 15.10 WIB
Irva, Hertz-Picciotto., et al. (2007). Early Childhood Lower Respiratory Illness and
Air Pollution, Environmental Health Perspectives, 115(10) : 1510-8
James, Joyce., et al. (2008). Prinsip-Prinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta :
Penerbit Erlangga
Kamus Besar Bahasa Indonesia (online). 2014. < http://kbbi.web.id/ > diakses pada
19 November 2014 pukul 20.35 WIB
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Pedoman Pengendalian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2013. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar (
RISKESDAS ) 2013. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999
<http://bpkimi.kemenperin.go.id/bpkimi/extension/panduan_iso/doc/uu/J10-
1999-00829.pdf> diakses pada 22 November 2014 pukul 14.45 WIB
Kristensen, Ines A., Jorn Olsen. ( 2006). Determinants of acute respiratory infections
in Soweto – a population-based birth control. SAMJ, 96 (7) : 633-640
Kum-Nji, Philip., et al. (2006). Environmental Tobacco Smoke Exposure :
Prevalence and Mechanisms of Causation of Infections in Children. Pediatrics,
117(5) :1745-1754
Kusumawati, Ita. (2010). Hubungan Antara Status Merokok Anggota Keluarga
Dengan Lama Pengobatan ISPA Balita di Kecamatan Jenawi. Unpublished
Thesis, Program Pasca Sarjana Kedokteran Keluarga, Universitas Sebelas
Maret, Surakarta
Manuaba, Ida Bagus Gde. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
Marlina, Lenni (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita di Puskesmas
Panyabunganjae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014. Unpublished
Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Universitas Sumatera
Utara, Medan
Milo, dkk (2015). Hubungan Kebiasaan Merokok di Dalam Rumah dengan Kejadian
ISPA pada Anak Umur 1-5 Tahun di Puskesmas Sario Kota Manado, ejournal
Keperawatan, 3 (2): 1-7
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
Nurheti, Yulianti. (2010). Keajaiban ASI : Makanan Terbaik untuk Kesehaan,
Kecerdasan, dan Kelincahan Si Kecil Ed. 1. Yogyakarta : ANDI
Otto, Shirley E. (2005). Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC
Parthasarathy, A (ed)., et al. (2013). Textbook of Pediatric Infectious Diseases. India :
jaypee Brothers Medical Publishers
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011
<http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/PMK%20No.%201077%
20ttg%20Pedoman%20Penyehatan%20Udara%20Dalam%20Ruang%20Rumah
.pdf> diakses pada 22 November 2014 pukul 15.00 WIB
Porth, Carol. (2011). Essentials of Pathophysiology : Concepts of Altered Health
States 3rd
ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
Pradono, Julianty, dan Ch M. Kristanti. (2003). Perokok Pasif Bencana yang
Terlupakan. Buletin Penelitian Kesehatan, 31(4) : 211-222
Pramudiyani, Novita A., dan Galuh Nita P. (2011). Hubungan Antara sanitasi Rumah
dan Perilaku dengan Kejadian Pneumonia Balita. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 6 (2) : 71-78
Prietsch, Silvio O.M., et al. (2008). Acute lower respiratory illnes in under-five
children in Rio Grande, Rio Grande do Sul State, Brazil; prevalence and risk
factors. Cad. Saude Publica, 24(6) : 1429-1438
Purwanti, Hubertin Sri. (2004). Konsep Penerapan ASI Eksklusif : Buku Saku untuk
Bidan. Jakarta : EGC
Rafael, Romy. (2006). Hipnoterapi : Quit Smoking!. Jakarta : Gagas Media
Riyanto, Agus. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta :
Nuha Medika
Retna dan Fajri (2015). Gambaran Karakteristik Kejadian Pneumonia pada Balita di
Puskesmas Wanadadi I Kabupaten Banjarnegara Tahun 2014, Jurnal Medsains,
1 (1) : 18-22
Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Sherwood, Lauralee. (2011). Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem Ed. 6. Jakarta :
EGC
Sinaga, Purnama dkk (2015). Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan
Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Soposurung Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir Tahun
2014, Jurnal Gizi, Kesehatan Reproduksi dan Epidemiologi, 1 (1) : 1-9
Siregar, Sofyan. (2013). Statistik Para,etrik untuk Penelitian Kuantitatif dilengkapi
dengan perhitungan manual dan aplikasi SPSS versi 17. Jakarta : Bumi Aksara
Sugihartono dan Nurjazuli. (2012). Analisis Faktor Resiko Kejadian Pneumonia pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sidorejo Kota Pagar Alam, Jurnal
Kesehatan Lingkungan Indonesia, 11 (1) : 82-86
Sunarti, Euis. (2004). Mengasuh Dengan Hati. Jakarta : PT Elex Komputindo
Suryo, Joko. (2010). Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta :
B First
Suyami dan Sunyoto (2006). Karakteristik Faktor Resiko ISPA pada Anak Usia
Balita di Puskesmas Pembantu Krakitan, Bayat, Klaten, Jurnal Ilmu Kesehatan,
1(2)
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI.( 2007). Ilmu & Aplikasi Pendidikan :
Bagian 3 Pendidikan Disiplin Ilmu. Bandung : PT. Imperial Bhakti Utama
Trisnawati dan Juwarni (2012). Hubungan Perilaku Merokok Orang Tua dengan
Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang Kabupaten
Purbalingga 2012.
<http://journal.akbideub.ac.id/index.php/jkeb/article/view/111/110> diakses
pada 03 Juni 2015 pukul 09.33 WIB
Umar, Husein. (2011). Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta :
Rajawali Pers
Utami, Sari (2013). Hubungan Studi Deskriptif Pemetaan Faktor Resiko ISPA pada
Balita Usia 0-5 Tahun yang Tinggal di Rumah Hunian Akibat Bencana Lahar
Dingin Merapi di Kecamatan Salam Kabupaten Magelang, Unpublished
Skripsi, Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Negeri Semarang,
Semarang
Waspodo, Djoko., dkk. (2005). Pelatihan Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri dan
Neonatal Esensial Dasar ( Buku Acuan). Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
World Health Organization ( WHO ) : Global Health Observatory Causes of Child
Mortality<http://www.who.int/gho/child_health/mortality/mortality_under_five
/en/ > diakses 02 November 2014 pukul 02.08 WIB.
World Health Organization ( WHO ) : Global Health Observatory Data Repository by
Country Indonesia < http://apps.who.int/gho/data/view.main.ghe300-
IDN?lang=en > diakses 02 November 2014 pukul 03.40 WIB.
World Health Organization ( WHO ) : Global Health Observatory Data Repository
Care of Children Data by Country < http://apps.who.int/gho/data/node.main.38
> diakses 02 November 2014 pukul 03.44 WIB.
World Health Organization ( WHO ) : Global Health Observatory Under-Five
Mortality<http://www.who.int/gho/child_health/mortality/mortality_under_five
/en/ > diakses 02 November 2014 pukul 02.13 WIB.
World Health Organization ( WHO ) : Global Health Observatory Data Repository
Under-Five Mortality Data by Country <
http://apps.who.int/gho/data/node.main.525 > diakses 02 November 2014
pukul 02.55 WIB.
Widjaja. (2008). Mencegah dan Mengatasi Demam pada Balita. Jakarta : Kawan
Pustaka
Winarni, dkk. (2010). Hubungan Antara Perilaku Merokok Orang Tua dan Anggota
Keluarga yang Tinggal dalam Satu Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Sempor II Kabupaten Kebumen Tahun 2009.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 6(1) : 16-21
Wiwoho, Sadono., dkk (2005). Bayi Berat Lahir Rendah Sebagai Salah Satu Faktor
Resiko Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Bayi ( Studi Kasus di Kabupaten
Blora). (abstrak). <http://eprints.undip.ac.id/5249/> diakses pada 22 November
2014 pukul 22.59 WIB
Xepapadaki, Paraskevi, et al. (2009). Association of Passive Exposure of Pregnant
Women to Environmental Tobacco Smoke with Asthma Symptoms in Children
(Abstract). Pediatric Allergy and Immunology, 20 (5) : 423-429
Yuwono, Tulus Aji. (2008). Faktor-faktor lingkungan fisik rumah yang berhubungan
dengan kejadian pneumonia pada anak balita di wilayah kerja puskesmas
kawunganten kabupaten cilacap, Unpublished Thesis, Program Pasca Sarjana,
Universitas Diponegoro, Semarang
Ziady, L E., dan Nico Small. (2006). Prevent and Control Infection : Application
Made Easy. South Africa : Juta and Company Ltd.
Lampiran 2
INFORMED CONSENT
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Lilis Zuhriyah
NIM : 1111104000055
Alamat : Jl. Jambu 1 No 23 Pisangan Ciputat Tangerang Selatan
adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang
melakukan penelitian dengan tema “ Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada
Balita”.
Dalam penelitian ini, saya selaku peneliti akan merahasiakan identitas dan
jawaban yang diberikan Bapak/Ibu. informasi tersebut hanya untuk keperluan
penelitian saja. Bersama surat ini saya lampirkan lembar persetujuan menjadi
responden penelitian dan Bapak/ibu dipersilahkan menandatangani lembar
persetujuan apabila Bapak/Ibu bersedia menjadi responden penelitian.
Besar harapan saya agar Bapak/Ibu bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini. Saya harap kuesioner yang saya berikan nanti diisi dengan sejujur-
jujurnya sesuai dengan apa yang dipertanyakan sehingga hasil yang didapatkan dalam
penelitian dapat memberikan hasil yang baik.
Atas kesediaan dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.
Lampiran 3
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Saya yang bertanda tangan dibawah ini bersedia menjadi responden dalam
penelitian yang dilakukan oleh :
Nama : Lilis Zuhriyah
NIM : 1111104000055
Alamat : Jl. Jambu 1 No 23 Pisangan Ciputat Tangerang Selatan
Saya sudah mendapatkan penjelasan dari peneliti tentang tujuan dari penelitian
ini. Saya mengerti bahwa identitas saya dan semua informasi yang saya berikan akan
dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian.
Demikian surat pernyataan ini saya tandatangani tanpa adanya suatu paksaan.
Saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini secara sukerela.
Ciputat, April 2015
( )
Lampiran 4
Kuesioner Penelitian
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita
Tujuan :
Kuesioner ini dirancang untuk mengidentifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) pada balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik
Petunjuk :
1. Baca dengan cermat dan berilah jawaban pada semua pertanyaan
2. Berilah tanda (√) pada jawaban yang sesuai dengan kondisi sebenarnya
3. Isilah titik-titik pada pertanyaan kuesioner
A. Data Identitas Anak
1. Umur Balita : ………………..
2. Berat Badan : ………………..
3. Tinggi Badan/ Panjang Badan : ………………..
4. Riwayat Alergi ( ) Ya ( ) Tidak
B. Data Demografi/ Identitas Ibu
1. Pendidikan Terakhir :
( ) Tidak Tamat SD
( ) SD
( ) SMP/Sederajat
No :
( ) SMA/Sederajat
( ) Perguruan Tinggi
C. Perilaku Merokok
1. Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai kebiasaan merokok?
( ) Ya ( ) Tidak
( jika “Tidak” maka pertanyaan selesai, lanjut ke poin D)
2. Bagaimana Kebiasaan anggota keluarga ibu/bapak ketika merokok :
( ) tanpa memperhatikan lingkungan dengan balita disekitar perokok
( ) memperhatikan lingkungan dengan tidak ada balita disekitar perokok
( jika “memperhatikan lingkungan” maka pertanyaan selesai)
3. Berapa anggota keluarga ibu yang mempunyai kebiasaan merokok yang
tanpa memperhatikan lingkungan dengan balita disekitar perokok : ……..
4. Berapa batang jumlah rokok yang dihirup setiap hari yang tanpa
memperhatikan lingkungan dengan balita disekitar perokok :
( ) 1-4 batang setiap hari
( ) 5-14 batang setiap hari
( ) ≥ 15 batang setiap hari
Lampiran 5
Hasil Uji Reliabilitas
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha Part 1 Value .820
N of Items 2a
Part 2 Value .791
N of Items 2b
Total N of Items 4
Correlation Between Forms .700
Spearman-Brown Coefficient Equal Length .824
Unequal Length .824
Guttman Split-Half Coefficient .794
a. The items are: presentasi anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok, kebiasaan merokok
anggota keluarga.
b. The items are: jumlah rokok yang dihisap anggota keluarga dekat dengan balita, banyaknya
anggota keluarga yang mmpy kebiasaan merokok dekat balita.
Lampiran 6
Rekapitulasi Jawaban Responden
No Jenis Kelamin Umur Pendidikan Status Nutrisi Kebiasaan Lokasi Jumlah Banyak Paparan
1 1 2 4 3 2 3 3 4 2
2 1 2 2 2 2 3 3 4 2
3 2 2 2 2 1 2 3 4 2
4 1 2 4 3 2 3 3 4 2
5 2 2 4 3 1 2 3 4 2
6 2 2 4 3 1 1 2 2 1
7 2 2 4 3 1 1 2 1 1
8 1 2 4 3 1 1 2 3 1
9 1 2 5 3 1 2 3 4 2
10 1 2 3 3 1 1 2 3 1
11 2 1 3 3 1 2 3 4 2
12 2 2 4 3 2 3 3 4 2
13 1 1 3 3 1 1 1 3 1
14 2 2 4 2 1 2 3 4 2
15 2 2 4 3 1 1 1 3 1
16 1 2 3 3 1 1 2 1 1
17 2 2 2 3 1 1 2 2 1
18 1 1 3 3 1 2 3 4 2
19 1 2 4 3 2 3 3 4 2
20 1 1 3 3 1 1 2 3 1
21 2 2 4 3 1 2 3 4 2
22 2 2 3 3 2 3 3 4 2
23 2 2 4 3 2 3 3 4 2
24 2 2 4 3 1 1 2 1 1
25 2 2 4 3 1 1 2 1 1
26 2 1 2 3 1 1 2 1 1
27 1 2 4 3 1 1 2 1 1
28 2 2 5 3 2 3 3 4 2
29 2 2 3 3 2 3 3 4 2
30 1 2 4 1 1 1 2 2 1
31 1 2 3 3 1 2 3 4 2
32 1 2 4 3 2 3 3 4 2
33 2 2 3 3 1 1 1 2 1
34 1 1 3 3 2 3 3 4 2
35 1 2 4 2 1 1 1 2 1
36 2 1 4 2 2 3 3 4 2
37 1 2 5 3 1 1 2 3 1
38 1 2 3 3 2 3 3 4 2
39 1 1 3 3 1 2 3 4 2
40 2 2 3 3 1 1 1 3 1
41 1 2 4 1 1 1 2 3 1
42 1 1 4 3 1 1 2 3 1
43 1 2 2 3 1 1 2 2 1
44 1 2 4 3 1 1 2 1 1
45 2 1 4 3 1 2 3 4 2
46 1 2 4 3 1 2 3 4 2
47 1 2 4 3 2 3 3 4 2
48 1 1 3 3 1 1 2 1 1
49 1 2 4 3 1 2 3 4 2
50 2 2 4 3 1 2 3 4 2
51 1 1 5 1 2 3 3 4 2
52 1 1 4 3 2 3 3 4 2
53 2 2 4 2 1 2 3 4 2
54 1 2 5 3 2 3 3 4 2
55 2 2 5 2 2 3 3 4 2
56 2 2 4 2 2 3 3 4 2
57 2 1 4 3 2 3 3 4 2
58 2 2 4 2 1 1 2 3 1
59 2 2 3 2 1 1 2 1 1
60 1 2 4 3 1 1 2 3 1
61 1 1 3 3 1 1 2 2 1
62 1 2 5 3 1 1 1 2 1
63 2 2 4 3 1 2 3 4 2
64 2 2 4 1 1 1 2 3 1
65 2 2 5 3 1 1 2 1 1
66 1 2 3 3 1 1 2 2 1
67 1 1 3 3 1 1 1 1 1
68 2 2 4 2 1 2 3 4 2
69 1 1 4 3 1 2 3 4 2
70 1 2 4 2 1 2 3 4 2
71 1 2 4 2 1 2 3 4 2
72 1 2 5 3 2 3 3 4 2
73 2 2 4 1 1 2 3 4 2
74 2 1 5 3 1 2 3 4 2
75 2 2 4 3 2 3 3 4 2
76 2 1 4 3 1 1 2 2 1
77 1 2 4 2 1 1 2 2 1
78 1 2 4 3 1 2 3 4 2
79 1 1 3 4 1 1 2 1 1
80 2 2 3 3 1 1 2 2 1
81 2 1 4 3 1 1 1 2 1
82 1 2 4 3 1 2 3 4 2
83 1 1 3 3 1 1 2 3 1
84 2 2 4 3 1 2 3 4 2
85 2 1 4 3 1 2 3 4 2
86 1 2 4 1 2 3 3 4 2
87 1 2 4 3 2 3 3 4 2
88 1 2 4 3 2 3 3 4 2
89 2 2 4 3 1 1 2 1 1
90 1 1 4 3 1 2 3 4 2
91 1 1 4 3 1 1 2 1 1
92 1 1 4 3 1 1 1 2 1
93 1 2 4 3 1 2 3 4 2
94 1 2 3 3 1 1 1 2 1
95 1 1 3 3 2 3 3 4 2
96 2 2 4 3 1 2 3 4 2
97 2 2 4 3 1 1 1 1 1
98 1 2 4 2 2 3 3 4 2
99 1 2 4 3 1 2 3 4 2
100 2 1 5 3 1 2 3 4 2
Lampiran 7
Hasil Analisis SPSS Univariat
Statistics
jenis kelamin
balita usia balita
pendidikan
terakhir orangtua
status nutrisi
balita
N Valid 100 100 100 100
Missing 0 0 0 0
Statistics
kebiasaan
merokok
anggota
keluarga
kebiasaan merokok
anggota keluarga
berdasarkan lokasi
merokok
jumlah anggota
keluarga yang
memiliki kebiasaan
merokok tanpa
memperhatikan
lingkungan
banyaknya rokok yang
dihirup setiap hari tanpa
memperhatikan
lingkungan
N Valid 100 100 100 100
Missing 0 0 0 0
jenis kelamin balita
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid laki-laki 56 56.0 56.0 56.0
perempuan 44 44.0 44.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
usia balita
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang dari 12 bulan 28 28.0 28.0 28.0
13 - 59 bulan 72 72.0 72.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
pendidikan terakhir ibu
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SD 5 5.0 5.0 5.0
SMP/sederajat 24 24.0 24.0 29.0
SMA/sederajat 60 60.0 60.0 89.0
perguruan tinggi 11 11.0 11.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
status nutrisi balita
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid sangat kurus 6 6.0 6.0 6.0
kurus 15 15.0 15.0 21.0
normal 78 78.0 78.0 99.0
gizi lebih 1 1.0 1.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
kebiasaan merokok anggota keluarga
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ada kebiasaan merokok 73 73.0 73.0 73.0
tidak ada kebiasaan
merokok 27 27.0 27.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
kebiasaan merokok anggota keluarga berdasarkan lokasi merokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kebiasaan merokok tanpa
memperhatikan lingkungan 43 43.0 43.0 43.0
kebiasaan merokok dengan
memperhatikan lingkungan 30 30.0 30.0 73.0
tidak ada kebiasaan
merokok 27 27.0 27.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
jumlah anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok tanpa memperhatikan lingkungan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid lebih dari satu perokok dekat
dengan balita 11 11.0 11.0 11.0
satu perokok dekat dengan
balita 32 32.0 32.0 43.0
tidak ada paparan 57 57.0 57.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
banyaknya rokok yang dihirup setiap hari tanpa memperhatikan lingkungan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid berat 15 15.0 15.0 15.0
sedang 15 15.0 15.0 30.0
ringan 13 13.0 13.0 43.0
tidak ada paparan 57 57.0 57.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
jenis kelamin balita * paparan asap rokok Crosstabulation
paparan asap rokok
Total ya tidak
jenis kelamin balita laki-laki Count 25 31 56
% within jenis kelamin balita 44.6% 55.4% 100.0%
perempuan Count 18 26 44
% within jenis kelamin balita 40.9% 59.1% 100.0%
Total Count 43 57 100
% within jenis kelamin balita 43.0% 57.0% 100.0%
usia balita * paparan asap rokok Crosstabulation
paparan asap rokok
Total ya tidak
usia balita kurang dari 12 bulan Count 13 15 28
% within usia balita 46.4% 53.6% 100.0%
13 - 59 bulan Count 30 42 72
% within usia balita 41.7% 58.3% 100.0%
Total Count 43 57 100
% within usia balita 43.0% 57.0% 100.0%
status nutrisi balita * paparan asap rokok Crosstabulation
paparan asap rokok
Total ya tidak
status nutrisi balita sangat kurus Count 3 3 6
% within status nutrisi balita 50.0% 50.0% 100.0%
kurus Count 4 11 15
% within status nutrisi balita 26.7% 73.3% 100.0%
normal Count 35 43 78
% within status nutrisi balita 44.9% 55.1% 100.0%
gizi lebih Count 1 0 1
% within status nutrisi balita 100.0% .0% 100.0%
Total Count 43 57 100
% within status nutrisi balita 43.0% 57.0% 100.0%
pendidikan terakhir ibu * paparan asap rokok Crosstabulation
paparan asap rokok
Total ya tidak
pendidikan
terakhir ibu
SD Count 3 2 5
% within pendidikan terakhir ibu 60.0% 40.0% 100.0%
SMP/sederajat Count 15 9 24
% within pendidikan terakhir ibu 62.5% 37.5% 100.0%
SMA/sederajat Count 22 38 60
% within pendidikan terakhir ibu 36.7% 63.3% 100.0%
perguruan tinggi Count 3 8 11
% within pendidikan terakhir ibu 27.3% 72.7% 100.0%
Total Count 43 57 100
% within pendidikan terakhir ibu 43.0% 57.0% 100.0%